transformasi dan restorasi “agent of creative economy” dalam distorsi arus globalisasi

6

Click here to load reader

Upload: arie-hendrawan

Post on 25-Jun-2015

185 views

Category:

Business


1 download

DESCRIPTION

Menjawab globalisasi dengan eksklusivitas tidak akan membawa dampak positif bagi Indonesia. Sebaliknya, Indonesia perlu membuka diri tanpa menanggalkan karakter mulia bangsa. Bagaikan dua sisi mata uang, globalisasi tidak hanya membawa tantangan tetapi juga peluang, tergantung kita menyikapinya. Sesuai opini yang pernah dilontarkan SBY, kalau kita cerdas, arif, dan cekatan, maka kita bisa mengambil peluang tersebut. Ekonomi kreatif sebagai fouth wave kompetisi global justru melabakan berkat gelimang Sumber Daya Alam (SDA) dan multikulturalisme sosio-kultural masyarakat Indonesia. Wirausahawan muda kreatif, tidak boleh stagnan karena kreativitas bersifat infinity atau tiada batas. Jangan sampai ada keraguan untuk mentransformasi dan merestorasi pribadi dalam distorsi arus globalisasi. Seperti pepatah Sun Tzu, kenali dirimu kenali lawanmu, maka kamu menang diseratus kali pertempuran. Change up!

TRANSCRIPT

Page 1: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

1

TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE

ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

Tak Sekedar “Agent of Change”, Mereka “Agent of Creative Economy”

Pemuda; atau generasi muda; atau kaula muda, dikenal tak pernah kering sense

kreativitasnya. Namun, daya kreativitas yang begitu besar mereka miliki ternyata sering

kurang bermanfaat ketika dihadapkan dengan fluktualitas emosional mereka sendiri. Hal

itu, meski terkesan stereotip, adalah realitas yang harus dipahami sebagai suatu tuntunan

motivasi agar pemuda konsisten “mentransformasi dan merestorasi” diri. Tentu, menuju

kepada arah perkembangan yang lebih baik, dan lebih baik “lagi”. Toh, ketidakstabilan

pola fikir di usia remaja sesungguhnya juga mempunyai muatan “positif” bukan? Yakni

lewat logika non konvensional (contoh: ide-ide “gila yang meledak-ledak”) di luar jalur

pemikiran umum yang justru acapkali mengundang decak kagum banyak orang.

Generasi muda sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber “insani”

bagi pembangunan nasional, wajib ditingkatkan pengembangan dan pembinaannya.1 Di

setiap momentum sejarah perjuangan bangsa, masyarakat menjadi saksi bahwa pemuda

tak pernah surut semangatnya untuk membela kepentingan rakyat. Mereka pihak netral

dan terpelajar, tanpa ditunggangi kepentingan: “apapun”. Sejak itu, pada generasi muda

telah “resmi” disematkan julukan yang meaningfull, yakni “Agen Perubahan” (Agent of

Change). Akan tetapi, keberadaan mereka kini tidak jauh lebih aktual ketika kian lama

mulai luntur oleh stigma anarkis, isu koruptif, dan perihal modernisasi dengan Nekolim

(Neo Kolonialisme-Imperialiseme)2 implisitnya.

Di sisi lain, perkembangan Teknologi Informasi dan Telekomunikasi dewasa ini,

sudah menetaskan sebuah tatanan dunia baru (The New of World) karena proses radikal

peng-global-an, yaitu globalisasi. Winarno, coba mengkaji globalisasi sebagai fenomena

multifaset (banyak wajah) yang menimbulkan beraneka ragam (macam) pandangan dan

interpretasi terutama jika diafiliasikan dengan persoalan kesejahteraan umat manusia.3

Kenyataannya sekarang bagi negara-negara “berkembang” seperti Indonesia, globalisasi

1 Lihat Soetrisno P.H., Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Suatu Studi), Penerbit Andi, 1992, hlm. 334. 2 Akronim menyitir istilah Soekarno saat konfrontasi dengan dunia barat tengah berkecamuk.

3 Lebih jauh baca Budi Winarno, Globalisasi: Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia, Erlangga, 2008, hlm. 1.

Page 2: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

2

lebih membawa dampak laten “distortif”. Apalagi jika kacamata yang digunakan berasal

dari lensa ekonomi.4

Hanya kepada negara-negara yang punya jatidiri kuat-lah globalisasi itu tunduk.

Bagi entrepreneur yang tidak memiliki “kreativitas”5, hampir dapat dipastikan akan ikut

tenggelam ke dalam pusaran arus deras globalisasi. Berangkat dari paradigma tersebut,

kita bisa merekonstruksi pemikiran aposteriori, bahwa kreativitas menjadi kunci utama

di sini. Tentang, siapa yang mampu diandalkan untuk “problema” ini? Tidak lain adalah

kesatria adolescence; generasi muda, sekaligus generasi kreatif. Kemudian “tikar” mana

yang paling prospektif mereka isi? Ekonomi, “ekonomi kreatif”6 lengkapnya. Raga kita

terlalu pulas tidur dengan kekayaan alam dan sosio-kultural, hingga lupa mengolahnya.

Pembangunan ekonomi yang dimotori kaum muda akan mengurai benang merah utopia

negeri. Demikan rasanya tidak berlebihan, jika role pemuda dieskalasi kembali. Mereka

tak sebatas “Agent of Change”, tapi juga “Agent of Creative Economy”.

Bagi Job: Mengepakkan Kreativitas - Menciptakan Kondusivitas

Sebagaimana yang dikatakan oleh John Howkins dalam The Creative Economy:

How People Make Money from Ideas, ekonomi kreatif merupakan salah satu instrumen

yang dapat menjadi tumpuan masa depan. Bagi generasi muda tidak perlu berlama-lama

riang berfikir skeptis. Cukup take action, telorkan kreativitas yang kalian miliki. Kerap

muncul tanya, apakah dengan basis akademik non ekonomi saya bisa mendirikan bisnis

kreatif? Bisa! Pelaku usaha ekonomi kreatif berasal dari berbagai macam “backround”.

Esensinya hanya satu, mereka wajib punya tekad baja untuk berani mentransformasi dan

merestorasi diri menjadi young power demi perubahan hidup-kehidupan. Ingat, Sumber

4 Meski saat ini Indonesia masih termasuk kategori negara berkembang, kecemasan itu sebenarnya tidak perlu terlalu “dirisaukan”. Krisis ekonomi global yang terjadi pada akhir 2007, merubah semuanya. Kadin bahkan memandang krisis global telah mempercepat “pergeseran” kekuatan ekonomi dunia (Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009-2014: 1). Letak Indonesia sendiri, terbilang pontensial, bersama Korea Selatan, Hongkong, Taiwan, dan Singapura, kelimanya dijuluki Emerging Asia (Ibid, hlm. 3) sedang untuk segmentasi high-end dipegang oleh China dan India. 5 Manifestasi unik dan estetik dari “jatidiri”-penulis. 6 Ekonomi kreatif adalah sebuah terminologi alternatif sebagai wujud dari upaya mencari pembangunan berkelanjutan melalui kreativitas, yang mana pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu “iklim” perekonomian yang berdaya saing dan memiliki cadangan sumber daya sumber daya terbarukan (Studi Industri Kreatif Indonesia, 2008: 1). Jadi, ekonomi kreatif menawarkan peluang emas bagi negara-negara berkembang untuk sejajar dengan negara maju. Beberapa negara di Asia sudah berhasil “mengeksekusi” konsepsi ini ke dalam perekeonomiannya, misal: China, Jepang, dan India.

Page 3: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

3

Daya Alam (SDA) Indonesia belum beranjak dari status quo7. Di era globalisasi, jangan

biarkan semua itu amblas dikeruk tangan-tangan asing.

“Menilik” kesuksesan ekonomi negara-negara Asia lain semisal China dan India,

Indonesia tak boleh sekedar berpangku nyaman. Indikasi kuat kemajuan ekonomi kedua

negara tersebut nampak pada “investasi” perusahaan-berusahaan berkelas Transnational

Corporations (TNCs), di antaranya yaitu Microsoft, Dell, dan Nestle. Perusahaan Multi-

Nasional yang berasal dari dalam negeri sendiri-pun juga tidak kalah saing, contoh Bank

of China, Industrial & Commercial Bank of China (dari China)8, serta Tata Consultancy

Services, HCL (dari India). Lebih spesifik pada sektor ekonomi kreatif, China dan India

punya “senjata andalan” masing-masing. China identik dengan cloning teknologi murah

–meriah dan India lewat industri film Bollywood yang telah menembus jagat Hollywood

melalui aneka genre khasnya. Jika mereka mampu, kenapa kita tidak?

Ada beberapa pekerjaan rumah yang masih menjadi pelawa guna menumbuhkan

wirausahawan muda, utamanya yang terkait dengan peran decision maker (pemerintah)

dalam menciptakan cuaca kondusif bagi industri kreatif nasional. Pertama, permodalan

yang seret. Hal itu kontradiktif dengan melimpahnya sumber daya yang dimiliki bangsa

Indonesia. Namun tanpa modal, semuanya akan sia-sia. Tidak sedikit bank yang belum

mau trust kepada creative entrepreneur. Oleh karenanya, pemerintah melalui bank-bank

nasional harus mendorong perbankan agar bersedia memberikan modal. Dengan asumsi,

sektor industri kreatif sekarang “faktanya” telah mampu mengungguli sektor real estate,

jasa perusahaan, dan komunikasi. Kedua, pendaftaran HAKI yang “rumit”. Kemudahan

mekanisme memperoleh hak paten merupakan harga mati jika pemerintah mempunyai

keseriusan dalam mengembangkan industri kreatif. Di konteks ini, Kemenparenkraf bisa

menggandeng Dirjen HAKI Kemenkumham untuk lebih mempermudah pelaku industri

kreatif mendapatkan hak paten. Ketiga, akses pasar internasional sempit. Perbincangan

akses pasar internasional tak “melulu” mengenai ekspor. Maksudnya, solusi lain dengan

mengadakan festival industri kreatif, seperti Pekan Produk Kreatif Indonesia (PPKI) di

luar negeri bisa jadi alternatif. Keempat, maraknya peredaran uang “haram”. Tidak satu-

pun yang memungkiri bahwa korupsi adalah faktor demotivating mobilisasi tumbuhnya

7 Status tetap (keajegan), karena menunggu optimalisasi dari putra-putra terbaik bangsa.

8 Coba lihat Membongkar Budaya (Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa Dunia), Penerbit Buku Kompas, 2007, hlm. 5.

Page 4: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

4

ekonomi.9 Bahkan, menurut data World Economic Forum tahun 2005, korupsi duduk di

puncak faktor-faktor pengahambat investasi dengan prosentase sebesar 21%.10

Regulasi

kuat dan ketat pemerintah sangat dibutuhkan untuk meminimalisir wabah virus tersebut,

khususnya pada bagian perizinan investasi yang rawan serta krusial. Kelima, penerapan

aturan “yuridis” pengembangan industri kreatif kurang maksimal. Contoh dalam Inpres

No. 6 Tahun 2009, peningkatan informasi dan promosi pengembangan ekonomi kreatif

oleh kepala-kepala daerah11

baru berjalan secara nominal12

. Terlepas dari itu, kewajiban

pemerintah dalam mengaktualisasikan konten aturan legal secara normatif13

juga harus

didukung seluruh elemen masyarakat, termasuk industriawan kreatif sendiri. Akhirnya,

sinergi antara self will wirausahawan muda untuk menjunjung tinggi kreativitas dengan

pemerintah dalam menciptakan kondusivitas ekonomi kreatif akan menumbuhkan para

entrepreneur muda yang berkuantitas dan berkualitas.

Globalisasi? Open Your Self, dan Jadilah Pemenang!

Menjawab globalisasi dengan eksklusivitas tidak akan membawa dampak positif

bagi Indonesia. Sebaliknya, Indonesia perlu membuka diri tanpa menanggalkan karakter

mulia bangsa. Bagaikan dua sisi mata uang, globalisasi tidak hanya membawa tantangan

tetapi juga peluang, tergantung kita menyikapinya. Sesuai opini yang pernah dilontarkan

SBY, kalau kita cerdas, arif, dan cekatan, maka kita bisa mengambil peluang tersebut.14

Ekonomi kreatif sebagai fouth wave kompetisi global justru melabakan berkat gelimang

Sumber Daya Alam (SDA) dan multikulturalisme sosio-kultural masyarakat Indonesia.

Wirausahawan muda kreatif, tidak boleh stagnan karena kreativitas bersifat infinity atau

tiada batas. Jangan sampai ada keraguan untuk mentransformasi dan merestorasi pribadi

dalam distorsi arus globalisasi. Seperti pepatah Sun Tzu, kenali dirimu kenali lawanmu,

maka kamu menang diseratus kali pertempuran. Change up!

9 Termasuk di bidang perekonomian kreatif. 10

Faktor-faktor pengahambat di “luar” korupsi, antara lain: 1). Peraturan perpajakan (11%), 2). Kualitas SDM (9%), 3). Birokrasi Pemerintah (15%), 4). Infrastruktur (19%), 5). Instabilitas Kebijakan (7%). Diambil dari Ibid, hlm. 33. 11 Lihat Inpres No. 6 Tahun 2009, di butir kepada setiap Gubernur, Bupati/ Walikota. 12 Istilah dalam Teori dan Hukum Konstitusi untuk menyebut suatu aturan yang kenyataannya (de facto) kurang sempurna diimplementasikan dari aturan hukum seharusnya (de jure). 13 Istilah dalam Teori dan Hukum Konstitusi untuk menyebut suatu aturan yang kenyataannya (de facto) sesuai dengan aturan hukum seharusnya (de jure). Atau rule merujuk pada suatu kenyataan hidup dalam arti yang integral. 14 Artikel berjudul SBY: Tak Perlu Takut Pada Perdagangan Bebas, www.kabarbisnis.com, 2010, diunduh pada tanggal 23 Januari 2013.

Page 5: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

5

DAFTAR PUSTAKA

Buku

_____ . 2007. Membongkar Budaya (Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju -------

Raksasa Dunia). Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

_____ . 2009. Roadmap Pembangunan Ekonomi Indonesia 2009-2014. Jakarta: Kamar

Dagang dan Industri Indonesia.

P.H., Soetrisno. 1992. Kapita Selekta Ekonomi Indonesia (Suatu Studi). Yogyakarta: ----

Penerbit Andi.

Studi Industri Kreatif Indonesia. 2008. Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2025

(Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif 2009-2015). Jakarta: Departemen ----

Perdagangan.

Winarno, Budi. 2008. Globalisasi: Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta: -----

Erlangga.

Peraturan-peraturan

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2009 tentang Pengembangan Ekonomi Kreatif.

Internet

_____ . 2010. Tak Perlu Takut Pada Perdagangan Bebas, www.kabarbisnis.com. -------

Diunduh pada tanggal 23 Januari 2013.

Page 6: TRANSFORMASI DAN RESTORASI “AGENT OF CREATIVE ECONOMY” DALAM DISTORSI ARUS GLOBALISASI

6

LAMPIRAN BIODATA

a. Nama Penulis : Arie Hendrawan

b. Tempat & Tanggal Lahir : Kudus & 28 Agustus 1992

c. Nama Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang

d. Nama Fakultas & Jurusan : Fakultas Ilmu Sosial & Politik dan Kewarganegaraan

e. Domisili : Ds. Jepang, RT05/RW10, Kec. Mejobo, Kab. Kudus

f. Alamat Email : [email protected]

g. Telepon/Ponsel : 085740228837