tp praktikum ekola lamun
DESCRIPTION
Lamun, habitat lamun dan lain lainTRANSCRIPT
2.2 Lamun
2.2.1 Definisi Lamun
Lamun atau sea grasses adalah satu-satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga
yang terdapat di lngkungan laut dan hidup di perairan pantai yang dangkal. Seperti halnya
rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai-tangkai yang
merayap yang efektif untuk berkembang biak. Lamun berbunga, berbuah, dan menghasilkan
biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat-zat hara
Terdapat 4 hal ciri-ciri lamun
1. Toleransi terhadap kadar garam lingkungan.
2. Tumbuh pada perairan yang selamanya terendam.
3. Mampu bertahan dan mengakar pada lahan dari hempasan ombak dan arus.
4. Menghasilkan polinasi hydrophilous ( benang sari yang tahan terhadap kondisi
perairan )
(Hadi Endrawati, 2000).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (angiospermae) yang berbiji satu
(monokotil) dan mempunyai akar rimpang, daun, bunga dan buah. Jadi sangat berbeda dengan
rumput laut (algae) (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974; Askab 1999). Lamun dapat
ditemukan di seluruh dunia kecuali di daerah kutub. Lebih dari 52 jenis lamun yang telah
ditemukan. Di Indonesia hanya terdapat 7 genus dan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam
2 famili yaitu : Hydrocharitacea ( 9 marga, 35 jenis ) dan Potamogetonaceae (3 marga, 15
jenis). Jenis yang membentuk komunitas padang lamun tunggal, antara lain : Thalassia
hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Cymodoceae serulata, dan
Thallasiadendron ciliatum Dari beberpa jenis lamun, Thalasiadendron ciliatum mempunyai
sebaran yang terbatas, sedangkan Halophila spinulosa tercatat di daerah Riau, Anyer,
Baluran, Irian Jaya, Belitung (Nyabaken, 1992).
Lamun hidup di perairan dangkal yang agak berpasir sering dijumpai di terumbu karang,
lamun pada umumnya membentuk padang yang luas di dasar laut yang masih dapat dijangkau
oleh cahaya matahari yang memadai bagi pertumbuhannya. Padang lamun merupakan
ekosistem yang sangat tinggi produktivitas organiknya. Ke dalam air dan pengaruh pasut serta
struktur substrat mempengaruhi zona sebagian jenis lamun dan bentuk pertumbuhannya.
Hampir semua tipe substrat dapat ditumbuhi lamun, mulai substrat yang berlumpur sampai
berbatu. Namun padang lamun yang khas lebih sering ditemukan di substrat lumpur berpasir
yang tebal antara hutan rawa mangrove dan terumbu karang (Nontji, 1987).
Oleh karena itu, lamun ini hidup di bawah air, bunganya dipolinasi di dalam air melalui
bantuan arus. Serbuk sari seperti benang terdapat padat di dekat air dan karenanya mudah
terangkut air. Lamun tumbuh bertahun-tahun, rimpangnya tumbuh memanjang dan
membentuk pasangan-pasangan daun dan akar baru. Kadang-kadang ia membentuk komunitas
yang lebat hingga merupakan padang lamun (sea grass bed) yang cukup luas (Romimohtarto,
1999).
Lamun tumbuh bertahun-tahun, rimpangnya tumbuh memanjang dan membentuk
pasangan-pasangan daun dan akar baru. Kadang-kadang ia membentuk komunitas yang lebat
sehingga merupakan padang lamun (sea grass bed) yang cukup luas. Padang lamun
mempunyai produktifitas organik yang sangat tinggi. Di situ terdapat macam-macam biota
laut seperti Crustacea, Molusca, cacing dan juga ikan (Romimohtarto,1999).
Di samping sebagai tempat mencari makan dan memijah, padang lamun juga dapat
memperlambat gerakan air yang disebabkan oleh arus dan gelombang (sebagai peredam
gelombang) sehingga perairan di sekitarnya tenang. Hal ini menyebabkan substrat di bawah
padang lamun menjadi lebih stabil. Oleh karena itu, padang lamun disukai oleh organisme-
organisme yang lain karena digunakan sebagai tempat berlindung bagi larva-larva yang baru
menetas dari arus maupun berlindung dari sinar matahari (Romimohtarto,1999).
2.2.2 Karakteristik Lamun
Tanaman lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan
bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-
tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga
pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi
(Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan
sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub
kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada
di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae
dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan
lamun yang tumbuh di laut. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat sebanyak 52 jenis lamun,
di mana di Indonesia ditemukan sekitar 15 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili: (1)
Hydrocharitaceae, dan (2) Potamogetonaceae. Jenis yang membentuk komunitas padang
lamun tunggal, antara lain: Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis,
Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan
termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di
substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada
saat terbenam. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah
hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air (Mann, 2000).
Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang
dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan
Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan
spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika
dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang
dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun
memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar-akar halus yang tumbuh di bawah
permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal)
terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh
endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan
yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk
menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam
penyaluran air (den Hartog, 1977).
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari
dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang
dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides,
Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-
2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam
penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses
yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme
untuk menyusun struktur komponen sel.
Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk
proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang
sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan
rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang
dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen
melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat
menjadi lebih baik pada kondisi anoksik (den Hartog, 1977).
Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami
penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang
berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di
sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat
menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di
sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari
detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini
merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang
memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan
metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous,
walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma
berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana
spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras
menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang
hamparan terumbu karang (den Hartog, 1977).
Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung
dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan
tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat
meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif dan
reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada
reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun.
Rhizoma merupakan 60 – 80% biomas lamun (den Hartog, 1977).
Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang
terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum
yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang
memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah
terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula.
Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat,
sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda
yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi
daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki
pelepah (den Hartog, 1977).
Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel
yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon
sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber
bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses
fotosintesis (den Hartog, 1977).
2.2.3 Perairan Ujung Piring Jepara terhadap Ekosistem Lamun
Kondisi Ekosistem pada perairan di jepara, khusus di pantai ujung piring memiliki
bentuk substrat dominan pasir. Dan sedikit memiliki kandungan lumpur. Kemudian jenis
lamun yang di temukan pada perairan ini dominasi di isi oleh spesies Thallasia hempricii dan
Enhalus acoroides (den Hartog, 1977).
Menurut den Hartog, 1977, dan juga diseuaikan dengan perairan ujung piring, jepara,
Lamun jenis Thallasia hempricii dan Enhalus acoroides mempunyai beberapa sifat yang
menjadikannya mampu bertahan hidup di laut yaitu :
1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu
karang
3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
5. Mampu melakukan proses metabolisme termasuk daur generatif secara optimal jika
keseluruhan tubuhnya terbenam air
6. Mampu hidup di media air asin
7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik
Memang, sesuai dengan faktor-faktor di atas kondisi lingkungan khususnya substrat di
perairan ujung piring , Jepara identik dengan faktor ditemukan jenis Lamun ini hanya di
kedalaman lebih kurang 1 m, dengan kondisi perairan jernih, hal ini di karenakan cahaya
matahari bisa masuk dengan bebas ke dasar perairan yang hanya memiliki kedalaman 1 meter.
Sehingga tingkat pertumbuhan dan metabolisme lamun di perairan pantai ujung piring relatif
baik.
2.2.4 Faktor-Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kehidupan Lamun
2.2.4.1 Suhu
Secara umum ekosistem padang lamun ditemukan secara luas di daerah bersuhu
dingin dan di tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa lamun memiliki toleransi yang luas
terhadap perubahan temparatur. Kondisi ini tidak selamanya benar jika kita hanya
memfokuskan terhadap lamun di daerah tropis karena kisaran lamun dapat tumbuh optimal
hanya pada temperatur 28 – 30 0C. Hal ini berkaitan dengan kemampuan proses fotosintesis
yang akan menurun jika temperatur berada di luar kisaran tersebut (Azkab,1988).
2.2.4.2 Salinitas
Kisaran salinitas yang dapat ditolerir tumbuhan lamun adalah 10 – 40 ‰ dan nilai
optimumnya adalah 35 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan lamun untuk
melakukan fotosintesis. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi juga terhadap jenis dan
umur. Lamun yang tua dapat mentoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Salinitas juga
berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih.
Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas (Azkab,1988).
2.2.4.3 Kecerahan
Penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan sangat mempengaruhi proses
fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan lamun. Lamun membutuhkan intensitas cahaya
yang tinggi untuk proses fotosintesa tersebut dan jika suatu perairan mendapat pengaruh
akibat aktivitas pembangunan sehingga meningkatkan sedimentasi pada badan air yang
akhirnya mempengaruhi turbiditas maka akan berdampak buruk terhadap proses fotosintesis.
Kondisi ini secara luas akan mengganggu produktivitas primer ekosistem lamun
(Azkab,1988).
2.2.4.4 Kedalaman
Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh
di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal
dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata
dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal
bawah. Selain itu, kedalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan
lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi
yang dangkal dengan suhu tinggi (Hilman,Iman dan Ratna, 2011).
2.2.4.5 Nutrien
Dinamika nutrien memegang peranan kunci pada ekosistem padang lamun dan
ekosistem lainnya. Ketersediaan nutrien menjadi fektor pembatas pertumbuhan, kelimpahan
dan morfologi lamun pada perairan yang jernih. Unsur N dan P sedimen berada dalam bentuk
terlarut di air antara, terjerap/dapat dipertukarkan dan terikat. Hanya bentuk terlarut dan dapat
dipertukarkan yang dapat dimanfeatkan oleh lamun. Ditambahkan bahwa kapasitas sedimen
kalsium karbonat dalam menyerap fosfat sangat dipengaruhi oleh ukuran sedimen, dimana
sedimen hahis mempunyai kapasitas penyerapan yang paling tinggi. Penyerapan nutrien oleh
lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar
terutama di daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun (Hilman,
Iman dan Ratna, 2011).
2.2.4.6 Subtrat
Padang lamun hidup pada berbagai macam tipe sedimen, mulai dari lumpur sampai
karang. Kebutuhan substrat yang utama bagi pengembangan padang lamun adalah kedalaman
sedimen yang cukup. Peranan kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen mencakup 2 hal
yaitu : pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasok nutrien (Azkab,
1988).
2.2.5 Manfaat Lamun
2.2.5.1Sebagai Prosuden Primer
Tingkat produktivitas primer lamun sangatlah tinggi bila dibandingkan dengan
ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal sepertiekosistem terumbu karang (Philips,C.R.
and E.G. Menez, 1988).
2. 2.5.2 Sebagai Habitat Biota
Berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan seperti alga hidup di tempat yang menurut
mereka memberikan perlindungan dan dapat dijadikan tempat menempel seperti lamun.
Disamping itu, padang lamun atau biasa disebut seagrass beds dapat juga sebagai daerah
asuhan, padang pengenbalaan dan makan dari berbagai jenis ikan herbivore dan coral fish)
(Bengen, 2001).
2.2.5.3. Sebagai Penangkap Sedimen
Daun lamun yang lebat akan memperlambat air yang disebabkan oleh arus dan ombak,
sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Rimpang dan akar padang lamun juga dapat
menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar
permukaan. Jadi, padang lamun selain berfungsi sebagai penangkap sedimen juga dapat
mencegah erosi (Bengen, 2001).
2.2.5.4. Sebagai Pendaur Zat Hara
Padang lamun memang memegang peran penting dalam pendauran berbagai zat
hara dan elemen-elemen yang langka di lingkungan laut khususnya zat-zat hara yang
dibutuhkan oleh algae epifit. Ekosistem lamun perairan dangkal mempunyai fungsi antara lain
(Philips & Menez, 1988):
Menstabilakan dan menahan sedimen-sedimen yang dibawa melalui tekanan yang satu
ke tekanan yang lain dari arus dan gelombang.
Daun-daun padang lamun memperlambat dan mengurangi arus dan gelombang serta
mengembangkan sedimentasi.
Memberikan perlindungan terhadap hewan-hewan muda dan dewasa yang berkunjung
ke padang lamun.
Daun-daunnya sangat membantu organism-organisme epifit.
Mempunyai produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi.
Memfiksasi karbon yang sebagian besar masuk ke dalam sistem daur rantai makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu
di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta: Biologi,Budidaya,
Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.
Azkab,M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem
lamun di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI,
Jakarta
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.
Dahuri R.J, Rais SP, Ginting MJ, Sitepu. 2003. Pengolahan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu, Edisi Revisi. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta.
Endrawati, Hadi.2000.Biologi Laut ( Botani Laut ) Klasifikasi Dan Ciri Lamun. Semarang;
Universitas Diponegoro Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan.
Hartog J.C. den, 1977. Descriptions of two new Ceriantharia from the Caribbean region,
Pachycerianthus curacaoensis n. sp. and Arachnanthus nocturnus n. sp., with a
discussion of the cnidom and of the classification of the Ceriantharia.
Zoologische Mededelingen 51 (14): 211-242
Hilman, Iman dan Ratna Suharti. 2011. Pengelolaan Ekosistem Lamun. Materi Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. Pusat Penyuluhan KP-BPSDMKP. Jakarta
Nantji, A. 1987. Laut Nusantara. Jakarta ; Djambatan.
Nybakken,J.W. 1988. Biologi Laut suatu pendekatan ekologis. Jakarta ; Gramedia.
Philips,C.R. and E.G. Menez. 1988. Seagrass. Smith Sonian. Institutions Press.
WashingtonD.C.
Romimohtarto,K. dan S, Juwana. 1999.Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta ; Puslitbang Oseanologi – LIPI. Jakarta.
.Romimohtarto Kasijan-Sri Juwana. 2001. Biologi Laut-Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jakarta.