tor utk peserta workshop pkbl

12
KERANGKAN ACUAN KERJA Bagi Peserta Workshop ”KAJIAN PENERAPAN PASAL 74 UU PT NO.40/2007 DAN KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN PKBL PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA” A. Latar Belakang I. Kronologis Pelaksanaan PKBL oleh BUMN PKBL (Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan) pada dasarnya terdiri dari dua jenis program, yaitu program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan) serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan). Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dilaksanakan sejak tahun 1983 seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan Perjan, Perum, dan Persero. Dalam Pasal 2 disebutkan: “… Maksud dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum, dan Persero adalah: turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sector swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sector koperasi…” Pada saat itu BUMN yang melaksanakan pembinaan usaha kecil dikenal dengan sebutan “Bapak angkat usaha kecil/industri kecil”. Seiring dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan RI No. : 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, nama program dikenal dengan “Program Pegelkop”. Pertimbangan diterbitkannya dan pokok-pokok yang diatur dalam SK Menteri Keuangan No.: 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tersebut adalah : Pertimbangan : a. Dalam rangka mendorong kegairahan dan kegiatan ekonomi serta pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, memperluas lapangan kerja serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, perlu adanya pembinaan pengusaha ekonomi lemah dan koperasi secara terarah dan Page 1 of 12

Upload: erlanggaherp

Post on 18-Dec-2014

31 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

KERANGKAN ACUAN KERJABagi Peserta Workshop

”KAJIAN PENERAPAN PASAL 74 UU PT NO.40/2007 DAN KAITANNYA DENGANPELAKSANAAN PKBL PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA”

A. Latar Belakang

I. Kronologis Pelaksanaan PKBL oleh BUMN

PKBL (Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan) pada dasarnya terdiri dari dua jenis program, yaitu program perkuatan usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut Program Kemitraan) serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat sekitar (disebut Program Bina Lingkungan).

Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dilaksanakan sejak tahun 1983 seiring dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan Perjan, Perum, dan Persero. Dalam Pasal 2 disebutkan:

“… Maksud dan tujuan dari kegiatan Perjan, Perum, dan Persero adalah: turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sector swasta, khususnya pengusaha golongan ekonomi lemah dan sector koperasi…”

Pada saat itu BUMN yang melaksanakan pembinaan usaha kecil dikenal dengan sebutan “Bapak angkat usaha kecil/industri kecil”. Seiring dengan terbitnya Keputusan Menteri Keuangan RI No. : 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik Negara, nama program dikenal dengan “Program Pegelkop”.

Pertimbangan diterbitkannya dan pokok-pokok yang diatur dalam SK Menteri Keuangan No.: 1232/KMK.013/1989 tanggal 11 Nopember 1989 tersebut adalah :

Pertimbangan :a. Dalam rangka mendorong kegairahan dan kegiatan ekonomi serta pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, memperluas lapangan kerja serta meningkatkan taraf hidup masyarakat, perlu adanya pembinaan pengusaha ekonomi lemah dan koperasi secara terarah dan berkesinambungan melalui Badan Usaha Milik Negara;

b. Bahwa potensi pengusaha ekonomi lemah dan koperasi yang cukup besar, perlu dikembangkan dengan menciptakan iklim usaha yang sehat dan tata hubungan yang mendorong tumbuhnya kondisi saling menunjang antara Badan Usaha Milik Negara, koperasi dan swasta.

Pokok-Pokok Pengaturan :a. BUMN wajib melakukan pembinaan terhadap pengusaha ekonomi lemah dan

koperasi (Pasal 2);b. Pembinaan diberikan berupa peningkatan kemampuan manajerial, teknik

berproduksi, peningkatan kemampuan modal kerja, kemampuan pemasaran dan pemberian jaminan untuk mendapatkan kredit perbankan (pasal 3);

Page 1 of 9

Page 2: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

c. Pembiayaan untuk kegiatan pembinaan dimaksud disediakan dari bagian labaBUMN antara 1% - 5% setiap tahun dari laba setelah pajak (Pasal 4);

d. Status dana pembinaan dapat ditetapkan sebagai hibah atau pinjaman kepada pengusaha golongan ekonomi lemah dan koperasi (pasal 7 ayat 2);

e. Pelaksanaan pembinaan sepenuhnya menjadi tanggungjawab direksi BUMN yang bersangkutan (Pasal 10).

Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan No. : 316 /KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara, nama program diubah menjadi “PUKK”.

Pertimbangan diterbitkannya dan pokok-pokok yang diatur dalam SK Menteri Keuangan No.: 316/KMK.016/1994 tersebut adalah :

Pertimbangan:Dalam rangka mendorong kegiatan dan pertumbuhan ekonomi dan terciptanya pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, perlu dikembangkan potensi usaha kecil dan koperasi agar menjadi tangguh dan mandiri sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat serta mendorong tumbuhnya kemitraan antara BUMN dengan usaha kecil dan koperasi;

Pokok-Pokok Pengaturan :a. BUMN wajib melakukan pembinaan terhadap pengusaha ekonomi lemah dan

koperasi (Pasal 2);b. Sumber dana pembinaan berasal dari bagian pemerintah atas laba BUMN

sebesar antara 1%-5% dari seluruh laba perusahaan setelah pajak;c. Bentuk pembinaan berupa pendidikan, pelatihan, penelitian dan perdagangan,

untuk meningkatkan kemampuan kewirausahaan, manajemen, serta teknis berproduksi, pinjaman modal kerja dan investasi, pemasaran dan promosi hasil produksi, jaminan kredit UMK dan penyertaan pada perusahaan modal ventura yang membantu UMK.

Pada tahun 1995 terbit UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang antara lain mengatur :

a. Pasal 14Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melakukan pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, SDM, dan teknologi.

b. Pasal 21Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat menyediakan pembiayaan bagi pengembangan usaha kecil meliputi ; kredit perbankan, pinjaman lembaga keuangan bukan bank, modal ventura, pinjaman dari penyisihan sebagian laba BUMN, hibah, dan jenis pembiayaan lain.

Pada tahun 1998, terbit Peraturan Pemerintah No.32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, yang antara lain mengatur : Penjelasan pasal 10 e :Penyediaan dana dilakukan oleh Departemen teknis, Kantor Menteri Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, melalui anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, anggaran perusahaan sesuai dengan program pembinaan dan pengembangan usaha

Page 2 of 9

Page 3: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

kecil di masing-masing sektor, sub sektor, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah yang bersangkutan.

Pada tahun 2003 terbit Undang-undang nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, yang antara lain mengatur :

a. Pasal 2 ayat (1) huruf eSalah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

b. Pasal 88 ayat (1) BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 2 dan Pasal 88 UU BUMN No. 19/2003 tersebut diterbitkan Keputusan Menteri BUMN No. Kep-236/MBU/2003 tentang PKBL. Keputusan tersebut terakhir disempurnakan dengan Peraturan Menteri Negara BUMN No. : Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN No. : Per-05/MBU/2007 Pasal 1 ayat (6) dijelaskan bahwa Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan pada pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN.

Adapun ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina berdasarkan Permeneg BUMN No. Per-05/MBU/2007 Pasal 11 ayat (2) huruf e adalah :

1) Bantuan korban bencana alam;2) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;3) Bantuan peningkatan kesehatan;4) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;5) Bantuan sarana ibadah;6) Bantuan pelestarian alam.

II. Pemahaman tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR)

Dalam konteks global, istilah Corporate Social Responsibility (CSR) mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, yang dapat artikan sebagai profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).

Page 3 of 9

Page 4: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

Saat ini belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi:

World Business Council for Sustainable Development: Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.

International Finance Corporation: Komitmen dunia bisnis untuk memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.

Institute of Chartered Accountants, England and Wales: Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.

Canadian Government: Kegiatan usaha yang mengintegrasikan ekonomi, lingkungan dan sosial ke dalam nilai, budaya, pengambilan keputusan, strategi, dan operasi perusahaan yang dilakukan secara transparan dan bertanggung jawab untuk menciptakan masyarakat yang sehat dan berkembang.

European Commission: Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.

CSR Asia: Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.

International Organization for Standardization, sebuah lembaga sertifikasi internasional, saat ini sedang melakukan pengembangan standar internasional ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility yang juga memberikan definisi CSR. Meskipun pedoman CSR standar internasional ini baru akan ditetapkan tahun 2010, draft pedoman ini bisa dijadikan rujukan. Menurut ISO 26000, CSR adalah:

”Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan para pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007)”.

Page 4 of 9

Page 5: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

Berdasarkan pedoman ini, CSR tidaklah sesederhana sebagaimana dipahami dan dipraktekkan oleh kebanyakan perusahaan. CSR mencakup tujuh komponen utama, yaitu: the environment, social development, human rights, organizational governance, labor practices, fair operating practices, dan consumer issues.

Di Indonesia, CSR semakin menguat setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007, dimana dalam pasal 74 antara lain diatur bahwa :

(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam Pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa Perseroan (mengacu pada UU No.40/2007 Pasal 1 ayat 1 bahwa Perseroan diartikan sebagai Perseroan Terbatas) yang menjalankan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun tidak dijelaskan apakah hal tanggung jawab yang sama juga diwajibkan bagi entitas usaha yang tidak berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas. Sehingga, hal ini dapat menimbulkan penafsiran bahwa entitas usaha yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (mengacu pada UU No. 40/2007 Pasal 1 ayat 3 definisi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya).

Selanjutnya, bunyi pasal 74 ayat 1 tersebut menimbulkan pertanyaan lain yaitu apakah Perseroan Terbatas yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam dapat diartikan tidak diwajibkan melaksanakaan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR). Selain itu, UU PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR "dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran". PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh Peraturan Pemerintah (belum terbit).

Peraturan lain yang menyinggung CSR adalah UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa "Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan." Meskipun UU ini telah mengatur sanksi-sanksi secara terperinci terhadap badan usaha atau usaha

Page 5 of 9

Page 6: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

perseorangan yang mengabaikan CSR (Pasal 34), UU ini baru mampu menjangkau investor asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi perusahaan nasional.

Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.

Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008), kegiatan Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun di sini masih ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus memperoleh keuntungan.

III. Kaitan PKBL dengan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam kedudukannya memiliki posisi yang sangat strategis. Selaku unit bisnis/entitas usaha, BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40/2007. Sedangkan dalam kedudukan selaku entitas usaha yang dimiliki oleh Negara, maka BUMN tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PKBL sebagaimana diamanatkan UU No.19/2003 dan kewajiban pelaksanaan CSR sebagai amanat UU No.40/2007 dapat dijabarkan sebagai berikut :

Untuk pelaksanaan PKBL di BUMN, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 88 UU No. 19/2003 tentang BUMN sebagai berikut:

a. Pasal 2 ayat (1) huruf esalah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

b. Pasal 88 ayat (1)BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN.

c. Pasal 88 ayat (2)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Selanjutnya dalam butir 5 Pasal 1 UU No.19/2003 tersebut dinyatakan "Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah selaku

Page 6 of 9

Page 7: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

pemegang saham negara pada Persero dan pemilik modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PKBL yang diatur oleh Menteri Negara BUMN dalam Peraturan No.:Per-05/MBU/2007 tentang PKBL adalah dalam kedudukan Menteri Negara BUMN selaku pemegang saham di BUMN.

Terbitnya UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang antara lain mengatur kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi Perseroan Terbatas di satu pihak dan berlakunya kewajiban BUMN melaksanakan PKBL di lain pihak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda karena pada dasarnya kedua hal tersebut mengatur tentang tanggung jawab Perseroan. Oleh karena itu diperlukan suatu kajian mengenai hal tersebut agar tidak menimbulkan kerancuan dalam implementasinya bagi perusahaan BUMN di masa datang.

IV. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu dikaji kembali hal-hal sebagai berikut:a. Apakah pemegang saham (pemerintah) dapat melaksanakan CSR ?b. Apakah pelaksanaan PKBL oleh BUMN dapat diakui sebagai pelaksanaan CSR-

nya pemegang saham (pemerintah) ?c. Apakah pelaksanaan PKBL memberikan dampak bagi pemegang saham

(pemerintah) ?d. Apakah pelaksanaan PKBL memberikan dampak bagi masyarakat ?e. Apakah pelaksanaan Program Kemitraan (PK) dapat disebut sebagai aktivitas

CSR ?f. Apakah pelaksanaan CSR sebagaimana dimaksud Pasal 74 UUPT No.40/2007

hanya ditujukan kepada Perseroan Terbatas yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam saja? Bagaimana dengan BUMN yang berbentuk badan hukum selain Perseroan Terbatas ? Bagaimana dengan Perseroan Terbatas BUMN yang tidak menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam ?

g. Apakah dengan pelaksanaan CSR sebagaimana dimaksud Pasal 74 UUPT No.40/2007 (CSR selaku entitas usaha), BUMN tidak lagi melaksanakan PKBL (CSR selaku BUMN) ?

h. Apakah dimungkinkan BUMN melaksanakan CSR-nya pemegang saham (PKBL) sekaligus melaksanakan CSR selaku entitas usaha.

B. Maksud dan Tujuan Workshop

Untuk menjawab berbagai permasalahan di atas diperlukan masukan-masukan dari para nara sumber dan peserta workshop agar dapat diperoleh :

a. pengertian yang komprehensif terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR) serta praktek-praktek yang berlaku (best practice) dalam pelaksanaannya;

b. pengertian yang komprehensif terhadap PKBL serta praktek-praktek yang berlaku dalam pelaksanaannya oleh BUMN;

c. pengertian mengenai kedudukan PKBL dalam kaitannya dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan (CSR);

Page 7 of 9

Page 8: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

d. pemahaman mengenai rumusan alternatif kebijakan terkait dengan pelaksanaan PKBL dan tanggung jawab sosial dan lingkungan pada perusahaan-perusahaan BUMN.

C. Sasaran

Sasaran yang ingin dicapai adalah adanya informasi dan kesimpulan yang komprehensif mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan dan PKBL serta saran-saran perbaikan/pelaksanaannya di perusahaan BUMN.

D. Ruang Lingkup

1) Mendalami pemahaman/pengertian tanggung jawab sosial dan lingkungan (vide pasal 74 UU No. 40 tahun 2007) dan PKBL (vide Permeneg BUMN No. : Per-05/MBU/2007) serta praktek-praktek pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta nasional/asing dan pelaksanaan PKBL oleh perusahaan BUMN.

2) Mendapatkan pemahaman mengenai dampak implementasi Pasal 74 UU PT No. 40/2007 terhadap pelaksanaan PKBL di perusahaan BUMN.

3) Mendapatkan masukan saran/rekomendasi mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan serta pelaksanaan PKBL di perusahaan BUMN.

E. Agenda Workshop

Pelaksanaan workshop akan dilakukan selama 2 (dua) hari dengan agenda pembahasan yaitu :

a. Hari Pertama : Pembahasan dasar hukum perundang-undanganb. Hari Kedua : Pembahasan implementasi CSR dan PKBL

Page 8 of 9

Page 9: TOR Utk Peserta Workshop PKBL

LAMPIRAN

RINCIAN JADWAL dan ACARA

NO WAKTU AGENDA PEMBICARA / PIC

HARI I – 3 DESEMBER 2008

09:00 – 10:00 Registrasi Panitia10:00 – 10:15 Pembukaan dan Perkenalan Konsultan Moderator

Direksi PT Strategi Aliansi Komunika

10:15 – 10:30 Penjelasan Singkat Kegiatan Workshop Bpk. Gumilang/ Plt. Staf Ahli Bidang Usaha Kecil

10:30 – 12:00 Diskusi Panel tentang Dasar Hukum Perundang-undangan

Narasumber :Departemen Hukum dan HamKementerian Negara KUKM

12:00 – 13:00 ISHOMA13:00 – 15:00 Diskusi Panel tentang Dasar Hukum

Perundang-undangan Narasumber :Kementerian Negara BUMNPertamina Unit BalonganBNI Pusat

15:00 – 15:30 REHAT15:30 – 17:00 Kesimpulan dan Rekomendasi PT. Strategi Aliansi

Komunika

HARI II- 4 DESEMBER 2008

09:00 – 10:00 Registrasi Panitia10:00 – 10:15 Pembukaan dan Perkenalan Konsultan Moderator

Direksi PT Strategi Aliansi Komunika

10:15 – 10:30 Penjelasan Singkat Kegiatan Workshop Bpk. Gumilang/ Plt. Staf Ahli Bidang Usaha Kecil

10:30 – 12:00 Diskusi Panel tentang CSR dan PKBL Narasumber :Kementerian Negara BUMNPertamina Unit BalonganBpk. Edy Sunarto/ STKS Bandung

12:00 – 13:00 ISHOMA13:00 – 15:00 Diskusi Panel tentang CSR dan PKBL Narasumber :

Bpk. Sugiyono/ PT IndofoodPT CMNPBpk. Jayadi

15:00 – 15:30 REHAT15:30 – 17:00 Kesimpulan dan Rekomendasi PT. Strategi Aliansi

Komunika

Page 9 of 9