topografi pajak

15
BAB 4 Topografi Akuntansi Perpajakan 4.1. INFORMASI AKUNTANSI Akuntansi merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan laporan kuantitatif mengenai suatu entitas ekonomis sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi pajak merupakan bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan penyajian informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pada dasarnya tidak ada satu batasan yang tajam antara informasi nonkeungan (non-monetary information) dan informasi keuangan (monetary information), karena tidak jarang informasi nonkeuangan tersebut di cantumkan dalam laporan keuangan dalam rangka memperjelas laporan keuangan tersebut. Pada umumnya informasi yang di perlukan dalam rangka pengelolaan perusahaan adalah: 1. Informasi operasional (operating information) 2. Informasi akuntansi keuangan (financial accounting information) 3. Informasi akuntansi manajemen (manajemen accounting information) 4. Informasi akuntansi perpajakan (tax accounting information) 4.2. INTI PERSOALAN PERPAJAKAN Inti persoalan perpajakan adalah siapa yang harus membayar pajak dan berapa besarnya pajak yang terutang. Persoalan tentang siapa yang harus membayar pajak adalah persoalan subjek pajak yang terdiri dari orang pribadi atau badan, sedangkan besaran pajak terutang, menyangkut masalah objek pajak, tarif pajak dan pengenanaan pajak. Apabila di dalam subjek pajak terdapat objek pajak terfapat objek pajak, maka dia disebut wajib pajak (taxpayer) dan apabila tarif dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, maka akan di peroleh pajak terutang. 4.3. SISTEM SELF ASESSMENT

Upload: theoprimabhakti

Post on 09-Dec-2015

412 views

Category:

Documents


102 download

DESCRIPTION

Pajak

TRANSCRIPT

Page 1: topografi pajak

BAB 4

Topografi Akuntansi Perpajakan

4.1.       INFORMASI AKUNTANSI

Akuntansi merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyajikan laporan kuantitatif

mengenai suatu entitas ekonomis sebagai dasar untuk pengambilan suatu keputusan

ekonomis terhadap beberapa alternatif yang tersedia, sedangkan akuntansi pajak

merupakan bagian dari akuntansi yang berhubungan dengan penyajian informasi

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Pada dasarnya tidak ada satu batasan yang tajam antara informasi nonkeungan (non-

monetary information) dan informasi keuangan (monetary information), karena tidak

jarang informasi nonkeuangan tersebut di cantumkan dalam laporan keuangan dalam

rangka memperjelas laporan keuangan tersebut.

Pada umumnya informasi yang di perlukan dalam rangka pengelolaan perusahaan

adalah:

1.    Informasi operasional (operating information)

2.    Informasi akuntansi keuangan (financial accounting information)

3.    Informasi akuntansi manajemen (manajemen accounting information)

4.    Informasi akuntansi perpajakan (tax accounting information)

4.2.       INTI PERSOALAN PERPAJAKAN

Inti persoalan perpajakan adalah siapa yang harus membayar pajak

dan berapa besarnya pajak yang terutang. Persoalan tentang siapa yang harus

membayar pajak adalah persoalan subjek pajak yang terdiri dari orang pribadi atau

badan, sedangkan besaran pajak terutang, menyangkut masalah objek pajak, tarif

pajak dan pengenanaan pajak.Apabila di dalam subjek pajak terdapat objek pajak

terfapat objek pajak, maka dia disebut  wajib pajak (taxpayer) dan apabila tarif

dikalikan dengan dasar pengenaan pajak, maka akan di peroleh pajak terutang.

4.3.       SISTEM SELF ASESSMENT

Sistem pemungutan yang di anut Indonesia saat ini ialah sistem menetapkan sendiri

(self asessment) yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan wajib oleh wajib pajak

sendiri yang dilakukannnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT). Menurut Carl S

Shoup, sistem self asessment merupakan tipe ke 6 dari tipe administrasi perpajakan.

Dalam tipe ke 6 ini wajib pajak mendapatkan beban yang berat, karena wajib pajak

harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuannya,

menghitung dasar pengenaan pajaknya, mengakulasi jumlah pajak yang terutang dan

melunasi pajak yang terutang atau yang mengangsur jumlah pajak yang terutang.

Page 2: topografi pajak

Ciri dan corak tersendiri dari sistem pemungutan pajak tersebut adalah:

1.    Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran

serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban

perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

2.    Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan

kewajiban di bidng perpajakan berada pada anggota masyarakat Wajib Pajak sendiri.

Pemerintah, dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban

melakukan pembinaan, penelitian, dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban

perpajakan Wajib Pajak berdasarkan ketentuan yang di gariskan dalam peraturan

perundang-undangan perpajakan.

3.    Anggota masyarakat Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan

kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, memperhitungkan dan

membayar sendiiri pajak yang terutang (self asessment), sehingga melalui sistem ini

pelaksanaan administrasi perpajakan diharapkan dapat dilaksanakan dengan rapi,

terkendali, sederhana dan mudah untuk dipahami oleh anggota masyarakat Wajib

Pajak.

Selisih antara pajak yang terutang dengan kredit pajak tersebut dapat berupa:

1.    Kurang bayar, yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang lebih dari kredit

pajak yang harus di lunasi selambat-lambatnya tanggal dua puluh lima bulan ketiga

setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir sebelum Surat Pemberitahuan

itu disampaikan.

2.    Lebih bayar,yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang lebih kecil daripada

pajak, yang dapat dimintakan restitusi atau dilakukan kompensasi dengan pajak-

pajak yang belum dilunasi atau yang akan di lunasi.

3.    Nihil bayar, yang terjadi karena jumlah pajak yang terutang sama besar dengan

jumlah kredit pajak.

Cara pendekatan yang diungkapkan oleh kelompok kerja standar akuntansi OECD,

dalam laporan seri harmonisasi standar akuntansi, sebagai solusi antara akuntansi

dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilakukan sebagai berikut:

1.    Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan secara dominan

mewarnai praktik pajak akuntansi, walaupun telah disusun laporan keuangan

berdasarkan standar akuntansi keuangan, laporan keuangan fiskalnya hendaklah di

selenggarakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tanpa

eksepsi terhadap ketidaksamaan standar.

Page 3: topografi pajak

2.    Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan

standar independen yang terpisah dari standar akuntansi keuangan, maka laporan

keuangan dapat disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dan laporan

keuangan fiskal disusun secara  terpisah di luar jaringan pembukuan melalui

rekonsiliasi.

3.    Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan “sisipan” dari

standar akuntansi keuangan yang disebut sebagai konsep “common basis” yang

mengatakan bahwa pada umumnya ketentuan akuntansi pajak menggarisbawahi

(mengikuti) prinsip akuntansi keuangan karena prinsip akuntansi keuangan telah

dirumuskan dalam bentuk perundang-undangan.

4.4.       PERBEDAAN LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL DENGAN

LAPORAN KEUANGAN FISKAL

Masalah perbedaan laporan keuangan komerisal dengan laporan keuangan fiskal

sama halnya dengan masalah akuntansi pajak, sehingga akuntansi pajak umumnya

menyangkut masalah kapan suatu penghasilan diakui sebagai penghasilan dan

kapan suatu biaya diakui sebagai pengurangan dari penghasilan tersebut.

Perbedaan utama antara laporan keuanagan komersial dengan laporan keuangan

fiskal disebabkan karena perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, walaupun dalam

beberapa hal terdapat kesamaan antara akuntansi pajak yang mengacu kepada

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang

mengacu pada standar akuntansi keuangan.

Apabila ditelusuri lebih lanjut, ternyata penyebab perbedaan antara akuntansi pajak

dengan akuntansi keuangan antara lain karena:

1.    Tujuan utama akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada

manajer, pemegang saham, pemberi kredit dan pihak-pihak yang berkepentingan

lainnya dan merupakan tanggung jawab para akuntan untuk melindungi pihak-pihak

tersebut dari informasi yang menyesatkan.

2.    Sebaliknya, tujuan utama sistem perpajakan (termasuk akuntan pajak) adalah

pemungutan pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jendral

Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dan tindakan semene-semena.

3.    Sejalan dengan tujuan dan tanggung jawab tersebut di atas, prinsip yang dianut

dengan akuntansi keuangan adalah prinsip konservatif, sehingga kemungkinan

kesalahannya lebih cenderung kepadaunderstatment pelaporan penghasilan atas

asetnya dibangdingkan dengan laporan overstatment.

Page 4: topografi pajak

4.    Disamping perbedaan acuan yang dianut dalam penyusunan laporan keuangan

untuk kepentingan perpajakan, dari sudut pandang Direktorat Jendral Pajak laporan

keuangan yang understatmenttersebut, tentunya tidak dapat dipakai sebagai dasar

untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang.

5.    Alat dan prosedur pembayaran pajak

Pada penjualan secara kredit, setiap angsuran yang diterima dan si pembeli  terdiri

dari komponen pembayaran pokok, bunga dan keuntungan si penjual.

6.    Kepastian

Dalam rangka membandingkan antara penghasilan dengan  biaya, pada akuntansi

keuangan masih terdapat kemungkinan untuk melakukan taksiran-taksiran. Piutang

tidak tertagih yang dapat di biayakan, apabila piutang tersebut secara nyata benar-

benar tidak dapat di tagih, dengan membuat daftar para piutang tidak tertagih

tersebut yang sudah di ajukan untuk di proses secara hukum.

7.    Pembukuan atau pencatatan

Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib pajak yang

menyelenggarakan pembukuan, di haruskan melampirkan laopran keuangannya pada

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang di sampaikan ke Direktorat

Jendral Pajak, dengan catatan yang Surat Pemberitahuan yang di serahkan tersebut

haruslah benar-lengkap-jelas.

8.      Dampak sosial dan ekonomi

Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan digunakan untuk kepentingan

peraturan suatu investasi atau merupakan insentif guna pengembangan usaha social

dan ekonomi, seperti biaya reklamasi, bantuan makan yang disediakan ditempat

kerja, zakat dan pengecualian- pengecualian dalam keadan tertentu yang selama ini

tidak dikenal sebagai biaya fiscal, pada kondisi terentu dapat dikurangkan sebagai

biaya fiskal.

Laporan keuangan versi Standar Akuntansi Keuangan (SAK)

            Menurut Standar Akuntansi Keuangan, tujuan laporan keuangan adalah

menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta posisi

keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam

rangka pengambilan keputusan.

A.    Informasi Posisi Keuangan

Informasi posisi laporan keuangan terutama disediakan dalam Neraca.

B.     Informasi Kinerja Perusahaan

Page 5: topografi pajak

Informasi kinerja perusahaan terutama disediakan dalam Laporan Laba Rugi.

Informasi ini bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam

meghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada, dan untuk membantu perumusan

pertimbangan tentang efektifitas perusahaan dalam memanfaakan tambahan sumber

daya.

C.     Informasi Perubahan Posisi Keuangan

Informasi perubahan posisi keuangan disajikan dalam Laporan arus kas.

Informasi dalam laporan keuangan memiliki beberapa keterbatasan, yaitu :

1)      Laporan keuangan bersifat historis, yaitu laporan atas kejadian yang telah lewat

2)      Laporan keuangan bersifat  umum dan bukan dimaksud untuk memenuhi

kebutuhan pihak tertentu.

3)      Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaan takiran dan

berbagai pertimbangan.

4)      Akuntasi hanya melaporkan informasi yang material

5)      Laporan keuangan bersifat konservatif dalam menhadapi ketidakpastian.

6)      Laporan keuangan lebih menekankan pada makna ekonomis suatu peristiwa /

transksi daripada bentu hukumnya (formalitas)

7)      Laporan keuangan disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan

diasumsikan pemakai laporan keuangan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat

informai yang dilaporkan.

8)      Adanya berbagai alternative metode akuntansi yang dapat digunakan

menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber-sumber ekonomis dan tingkat

kesuksesan antar perusahaan.

9)      Informasi yang bersifat kualitatif danfakta yang tidak dapat dikalifikasikan

umumnya diabaikan.

Laporan Keuangan versi Ketentuan Peraturan Perundang - Undangan

Perpajakan

           Beberapa prinsip akuntansi yang menjadi fokus perbedaan akuntansi pajak

adalah :  Pengakuan penghasilan dan biaya : Rekondisi penghasilan dan biaya antara

setandar akuntansi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

hamper sebagian besar tidak terdapat perbedaan akan tetapi beberapa perbedaan

seperti pemberian dalam bentuk notura, bantuan/ sumbangan, hibah dll.  Konsistensi : pada metode akuntansi yang harus diaplikasikan secara taat asas dari

waktu kewaktu ketentuan, peraturan perundang-undangan perpajakan juga menganut

hal yang sama tetapi kadang kala terdapat penyimpangan  dari ketentuan tersebut.  Konservatisme : Untuk mengantisipasi resiko dimasa yang akan dating biayanya

diakualisasikan dalam pembentukan dan pemupukan dana cadangan atau

menggunakan nilai ganti terhadap persediaan, tanpa klaim yang terealisasi.

Page 6: topografi pajak

Sedangkan otoritas pajak akan meneliti secara sesame setiap elemen yang akan

mengurangi dasar pengenaan pajaknya.  Going concern or contuinity (kesinambungan) : Para akuntan mengansumsikan

bahwa tanpa bukti yang kuat tentang hal likuidasi, suatu entitas akan beropasi selama

mungkin tanpa dibatasi oleh waktu. Tetapi menurut peraturan perundang-undangan

perpajakan yang mengatur kompensasi kerugian menunjukan hal yang berbeda.

METODE AKUNTANSI (ACCOUNTING METHOD)

           Persyaratan teoritis yang diberlakukan terhadap  metode akuntansi untuk

kepentingan perpajakkan adalah :

1.      Metode kuntansi haruslah sesuai (conform) dengan pembukuan atau akuntansi

pada umumnya

2.      Metode akuntansi hendaknya dengan jelas mencerminkan penghasilan

perusahaan yang bersangkutan

3.      Untuk memenuhi ketentuan tersebut (nomor 1 dan 2), wajib pajak dapat

menggunakan salah satu metode akuntansi berikut ini :

         Stelsel kas

         Stelsel akrual

         Kombinasi antara stelsel kas dan stelsel akrual sesusi dengan peraturan

perundang- undangan perpajakan yang dikenal dengan metode hibrida

         Metode lainnya yang diperkenankan oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakkan seperti metode cicilan  dan metode persentase penyelesaian.

4.      Wajib pajak yang kegiatan usahanya terdiri dari perdagangan dan bisnis lainnya,

dapat menggunakan metode akuntansi yang berbeda-beda antara perdagangan dan

bisnis lainnya tersebut.

5.      Perubahan suatu metode akuntansi yang digunakan wajib pajak, haruslah terleni

dahulu mendapat izin dari direktur jenderal pajak.

A.      Stelsel Kas

            Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya didasarkan atas

penghasilan yang diterima dan biaya yang dibayar secara tunai. Menurut stelsel kas,

penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan apabila benar-benar telah diterima

secara tunai dalam suatu periode tertentu serta biaya baru dianggap sebagai biaya

apabila benar-benar telah dibayar secara tunai dalam suatu periode tertentu.

            Dalam perhitungan Pajak Penghasilan dengan memakai stelsel kas harus

memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1)      Perhitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh

penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok

penjual harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.

Page 7: topografi pajak

2)      Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat

diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan

melalui penyusutan dan amortisasi.

3)      Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asa (konsisten).

Keunggulan Stelsel Kas

         Wajib pajak dapat mengawasi dengan hampir sempurna atas semua pengeluaran

yang dapat dikurangkan dari penghasilannya.

         Wajib pajak tidak akan membukukan penghasilannya sebagai penghasilan

hingga saat penghasilan tersebut benar-benar diterima

         Pengeluaran-pengeluaran wajib pajak tidak akan dikurangkan dari

penghasilannya sampai saat pengeluaran tersebut benar-benar dibayar.

         Apabila pada  akhir tahun terdapat pengeluaran-pengeluaran yang masih harus

dibayar, wajib pajak dapat melakukan pembayaran terlebih dahulu atas pengeluaran

tersebut dengan tujuan agar terdapat pengeluaran yang cukup besar dalam tahun

yang terkait dengan demikian dapat mengurangi beban pajaknya.

Kendala Yang Terdapat Pada Stelsel Kas  Jarang sekali penerimaan dan pengeluaran kas yang benar-benar telah diterima dan

telah dibayar tersebut, mencerminkan penghasilan sesungguhnya dari usaha tahun

yang terkait.  Penghasilan yang dihitung denan stelsel kas ini, memperlihatkan penghasilan yang

jauh berbeda  dengan penghasilan yang benar-benar merupakan penghasilan tahun

yang bersangkutan.  Stelsel kas ini dapat mengakibatkan distorsi penghasilan dari tahun ke tahun.

  Terkadang pembayaran pajak yang dilakukan dalam tahun yang bersangkutan

melebihi jumlah pajak yang seharusnya dibayar.

Meratakan Penghasilan

Cara meratakan penghasilan adalah dengan menunda melaporkan penghasilan

sampai wajib pajak tersebut siap dan merasa mampu untuk membayar pajaknya. Hal

ini merupakan hal yang tidak sulit bagi wajib pajak yang menggunakan stelsel kas,

karena adanya ketentuan tentang pengertian penghasilan yang benar-benar sudah

diterima saja yang akan dilaporkan.

B.       Stelsel Akrual

           Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam

arti penghasilan diakui pada waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang.

Jadi, tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan biaya itu dibayar

secara tunai.

Page 8: topografi pajak

Keunggulan Stelsel Akrual  Stelsel ini mencerminkan penghasilan yang lebih akurat dibandingkan dengan

stelsel kas, karena penghasilan dan pengeluaran wajib pajak dapat dicocokkan satu

sama lainnya dan hal ini akan mendekati kebenaran apabila wajib pajak

menggunakan “natural business year”  Pengawasan terdapatnya penghasilan dapat dilakukan dengan cara menentukan

kapan penghasilan tersebut dianggap sebagai penghasilan.  Apabila digunakan periode waktu yang kurang lebih sama setiap tahunnya dan

kurang lebih sama pula tarifnya, maka penghasilan setiap tahunnya identik pula.  Wajib pajak yang menggunakkan stelsel akrual dapat mengurangi fluktuasi

tersebut secara berhati- hati dalam menangani masalah piutang ragu- ragu.

Kendala Yang Terdapat Pada Stelsel Akrual  Wajib pajak harus melaporkan penghasilannya yang secara pasti belum

diterimanya dalam bentuk kas (tunai) dan sebagai akibatnya perusahaan harus

menyisihkan  sebagian dari hasil penerimaan kasnya untuk keperluan pembayaran

pajak penghasilan yang belum pasti diterima.  Tidak terdapat pengendalian terhaap biaya-biaya yang sesungguhnya dibayar dan

biaya-biaya yang masih harus dibayar, yang ada hanyalah pengendalian terhadap

tanggal –tanggal pembayaran yang bener-benar sudah terjadi.  

Formula Perhitungan Pajak Penghasilan Yang Terhutang

1 Jumlah seluruh penghasilan

2 (-) Penghasilan yang tidak Objek Pajak Penghasilan

(=) Penghasilan Bruto

3 (-) Biaya fiskal dapat dikurangkan

 4 (+/-) Koreksi Biaya fiskal tidak dapat dikurangkan

(=) Penghasilan Neto

5 (-) Kompensasi kerugian (bila ada)

6 (-) Penghasilan Tidak Kena Pajak (WP Perseorangan)

(=) Penghasilan  Kena Pajak

7 (x) Tarif

(=) Pajak penghasilan Terhutang

8 (-) Kredit Pajak

(=) Pajak Penghasilan Lebih bayar/ Kurang bayar/ Nihil

1.      Pengertian penghasilan diatur dalam pasal 4 ayat (1) dan pasal 5 ayat (1) khusus

Bentuk Usaha Tetap

Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu

setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak,

baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai

Page 9: topografi pajak

untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,

dengan nama dan dalam bentuk apa pun….“

2.      Penghasilan yang tidak Objek Pajak Penghasilandi atur dalam pasal 4 ayat (3)

3.      Biaya fiskal dapat dikurangkan diatur dalam pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) khusus

untuk Bentuk Usaha Tetap, pasal 6 ayat (1), pasal 11 dan pasal 11A sepanjang yang

menyangkut penyusutan harta berwujud dan amortisasi harta tidak berwujud

4.      Koreksi Biaya fiskal tidak dapat dikurangkan diatur dalam pasal 9 ayat (1) dan

ayat (2)

5.      Kompensasi kerugian diatur dalam pasal 6 ayat (2)

6.      Penghasilan Tidak Kena Pajak diatur dalam pasal 6 ayat (3) dan pasal 7

7.      Tarif pajak diatur dalam pasal 17

8.      Kredit Pajak diatur dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, dan

pasal 25.          

A.                PENGHASILAN

Menurut Standar Akuntansi Keuangan Bab Pendahuluan paragraf 70,

Penghasilan adalah  kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi

dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewaiban yang

mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman

modal.

Pengertian penghasilan menurut ketentuan praturan perpajakan perundang-

undangan perpajakan adalah Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari

luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan

Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dilihat dari segi mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak

Penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:

      Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti

gaji, honorarium, penghasilan notaris dll.

      Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

      Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak atau pun harta tak gerak seperti

bunga dividen dll.

      Penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang, hadiah dan sebagainya.

Semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak

digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian apabila

dalam satu tahun pajak ssuatu usaha atau kegiatan mengalami kerugian maka

kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali

Page 10: topografi pajak

kerugian tersebut terjadi pada kegiatan atau usaha di luar negeri. Namun demikian

apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau

dikecualikan dari objek pajak maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan

dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.

B.             BEBAN ATAU BIAYA

Devinisi beban menurut Standar Akuntansi Keuangan Bab

Pendahuluan  pargraf 70 (b) disebutkan bahwa : Beban adalah penurunan manfaat

ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya

aktiva atau terjadinya kewajibanyang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak

menyangkut pembagian kepada penanaman modal.

Pengertian Beban/ Biaya Menurut Ketentuan Peraturan Perundang-undangan

Perpajakan.

Seperti halnya penghasilan, ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan

tidak menetapkan secara spesifik definisi beban dan pengakuannya akan tetapi

disatukan dalam pengertian penguranganyang diperkenankan dari penghasilan bruto

dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Pasal yang terkait

dengan pengertian biaya fiskal dapat yang dikurangkan terlihhat pada pasal 6

Undang-undang Pajak Penghasilan.

C.      Tarif Pajak

Untk menghitung besarnya pajak yang terutang, penghasilan kena pajak di kalikan

dengan tariff umum yang diatur dalam pasal 17 berikut ini:

Pasal 17

Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi:

a.       Wajib pajak orang pribadi dalam negri adalah sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan kena pajak Tarif  Pajak

Sampai dengan Rp 25.000.000 (dua

puluh lima juta rupiah)

5% (lima persen)

Di atas Rp 25.000.000 (dua puluh

lima juta rupiah) s/d Rp 50.000.000

(lima puluh juta rupiah

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah) s/d 100.000.000

(seratus juta rupiah)

15% (dua puluh lima persen)

Di atas Rp 100.000.000 (seratus

juta rupiah) s/d Rp 200.000.000

(dua ratus juta rupiah)

25% (dua puluh lima persen)

Di atas Rp 200.000.000 (dua ratus

juta rupiah)

35% (tiga puluh lima persen)

Page 11: topografi pajak

b.      Wajib Pajak Badan dalm negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagi berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000

(lima puluh juta rupiah)

10% (sepuluh persen)

Di atas Rp 50.000.000 (lima puluh

juta rupiah) s/d Rp 100.000.000

(seratus juta rupiah)

15% (lima belas persen)

Di atas Rp 100.000.000 (seratus

juta rupiah)

30% (tiga puluh persen)

D. Kredit Pajak

Besarnya pajak yang terutang dapat diperhitungkan dengan kredit pajak yang

dilunasi oleh wajib pajak dalam waktu berjalan. Perihak kredit pajak ini diatur dalam

pasal 20, pasal 28, pasal 29, pasal 21, pasal 22, pasal 23, pasal 24, pasal 25 Undang-

undang pajak penghasilan.

Contoh Soal :

Penghasilan PT. X tahun 2000                                                Rp. 120.000.000

Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih                          Rp. 150.000.000

dapat di kompensasi

Sisa kerugian yang belum dikompensasikan tahun 2000        Rp.   30.000.000

Perhitungan pajak penghasilan pasal 25 tahun 2001 adalah :

Penghasilan yang dipakai dasar perhitungan angsuran pajak penghasilan pasl 25 =

Rp.120.000.000 – Rp.30.000.000 = Rp. 90.000.000

Pajak penghasilan terhutang :

10% x Rp.50.000.000 = Rp.    5.000.000

15% x Rp.40.000.000 = Rp.         6.000.000 (-)

                                        Rp. 11.000.000

Apabila pada tahun 2000 tidak ada pajak penghasilan yang dipotong atau dipungut

oleh pihak lain, dan pajak yang dibayar atau terhutang diluar negeri sesuai ketentuan

pasal 24, maka besarnya angsuran pajak bulanan  PT.X tahun 2001 = 1/12 x

Rp.11.000.000=RP. 916.666,67 (dibulatkan Rp. 916.666,00)