topik 5 - (ariz kian, m. ikhsan, putri karbelani, rahayu eka, ryan hafiz)

39
TUGAS III PENGOLAHAN GAS BUMI CASE STUDY TOPIK 5 Ariz Kiansyahnur 1006679453 M. Ikhsan Asyari 1006773295 Putri Karbelani 1006679831 Rahayu Eka S. 1006679850 Ryan Hafiz 1006773332 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2013

Upload: caturpatrian

Post on 08-Dec-2015

86 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

Penggas

TRANSCRIPT

Page 1: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

TUGAS III PENGOLAHAN GAS BUMI

CASE STUDY TOPIK 5

Ariz Kiansyahnur 1006679453

M. Ikhsan Asyari 1006773295

Putri Karbelani 1006679831

Rahayu Eka S. 1006679850

Ryan Hafiz 1006773332

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2013

Page 2: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

1

Pengolahan Gas Bumi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan gas alam (Conventional Gas) telah meningkat secara signifikan dalam

beberapa kurun waktu belakangan ini dan diprediksi terus berlanjut menjadi sumber energi

utama untuk memenuhi kebutuhan industri ataupun kebutuhan lainnya. Kenaikan konsumsi akan

gas alam dapat dipenuhin dengan menggunakan cadangan natural gas yang masih banyak baik

yang conventional maupun yang unconventional dengan cadangan 187 tcf (ESDM, 2006) untuk

conventional dan 453.3 tcf (CBM) (ADB dan Migas 2003).

Fluida yang berasal dari sumur gas secara umum terdiri dari 3 fasa, yaitu gas, liquid dan

air. Gas yang berasal dari sumur gas masih banyak mengandung kandungan air, kadar CO2 yang

tinggi, suhu dan tekanan yang berbeda dengan spesifikasi yang diinginkan. Sebelum gas alam

yang berasal dari sumur gas tersebut digunakan sebagai sumber energi, maka gas alam tersebut

harus diproses untuk memenuhi spesifikasi gas jual seperti kandungan air kurang dari 10

lb/MMSCF untuk mencegah terjadinya hydrate dan korosi, kandungan CO2 < 5% mol

dikarenakan CO2 tidak berkontribusi terhadap pembakaran gas, tekanan untuk menjamin

pengiriman gas kekonsumen, suhu untuk menjauhkan dari dewpointnya dan HHV (Higher

Heating Value) 950-1100 Btu/scf sebagai nilai bakar dari gas tersebut.

Sumur gas umumnya memiliki kadar CO2 dibawah 20% mol tetapi terdapat juga sumur

gas XXX yang memiliki kadar CO2 mencapai 70% seperti dalam studi kasus 5 yang akan

dibahas dalam makalah ini. Sumur gas XXX memiliki cadangan gas sebesar 220 TCF. Untuk

mengurangi kadar CO2 dalam gas alam diperlukan suatu proses pengurangan CO2. Proses

pengurangan kadar CO2 (<20% mol) merupakan suatu proses yang sudah umum dimana proses

tersebut sudah banyak digunakan dalam industri gas seperti proses adsorpsi dengan

menggunakan molecular sieve ataupun dengan proses absorpsi dengan amine dan hot pontasium

carbonate. Tetapi untuk sumur gas yang memiliki kadar CO2 yang tinggi sampai 70% mol

diperlukan suatu process pengurangan kadar CO2 yang lebih handal lagi.

Ada beberapa alternatif proses pemisahaan CO2 dari gas alam diantaranya adalah dengan

menggunakan physical separation (membran dan cryogenic), absorpsi (amine, hot pontasium

Page 3: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

2

Pengolahan Gas Bumi

carbonate, fluor, selexol dan rectisol), dan adsorpsi. Membran dapat mengurangi kadar CO2 dari

70% sampai 10% yang terdapat di Mexico oleh UOP (David Dortmundt and Kishore Doshi,

1999).

Setelah proses pengurangan CO2, cadangan gas menjadi 45 TCF yang nantinya akan akan

diolah menjadi sales gas (2/3 bagian) dan LNG (1/3 bagian).

Dari hasil perbandingan metode, akan dibahas lebih lanjut 3 proses pengurangan CO2

dengan kadar tinggi (70%) menggunakan system membrane, kriogenik, dan adsorpsi dengan

amine.

1.2 Perumusan Masalah

Proses pemurnian gas dengan kandungan CO2 yang tinggi merupakan proses yang cukup

mahal. Gas dari lapangan XXX dalam studi kasus ini akan diolah menjadi sales gas dan LNG.

Perumusan masalah dalam makalah ini adalah untuk merancang proses yang efisien untuk

menghilangkan impurities pada gas sehingga sesuai dengan spesifikasi sales gas dan LNG.

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:

1. Menganalisis proses penghilangan kadar CO2 untuk memenuhi spesifikasi sales gas

dan LNG.

2. Membandingkan beberapa metode yang sesuai untuk proses penghilangan kandungan

CO2 yang tinggi berdasarkan komposisi gas diberikan pada studi kasus.

1.4 Batasan Masalah

Batasan masalah dari makalah ini adalah mememberikan pilihan proses pemurnian gas

dari pengotor seperti CO2 dengan kadar tinggi dan melakukan analisis terhadap proses mana

yang lebih sesuai untuk diterapkan dalam kondisi gas pada studi kasus yang telah diberikan.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada makalah ini dibagi menjadi beberapa bab. Sistematika

penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut.

Page 4: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

3

Pengolahan Gas Bumi

BAB I menjelaskan latar belakang pembuatan proses pemisahan CO2 untuk gas alam,

perumusan masalah, tujuan, batasan masalah dalam pembuatan makalah ini serta sistematika

penulisan untuk menghasilkantulisan yang terstruktur.

BAB II menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang mendukung proses pemilihan metode

pemurnian gas dari kadar CO2 yang tinggi. Terdapat beberapa metode penghilangan CO2 yang

dibahas dalam bagian ini.

BAB III menjelaskan metodologi penelitian yang akan dilakukan menyangkut pencarian

proses pemisahan CO2 dengan kadar tinggi pada gas alam.

BAB IV berisi pembahasan dan analisis mengenai proses apa yang sesuai untuk

diterapkan pada gas alam dari lading gas XXX.

BAB V berisi kesimpulan serta saran yang akan dapat digunakan jika terdapat proses

serupa.

Page 5: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

4

Pengolahan Gas Bumi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teknologi Membran

Membran diaplikasikan pertama kali pada 1981. Penerimaan terhadap tekonologi ini

lambat, terbatas pada flowrate yang kecil. Pada flowrate yang lebih besar, terdapat risiko

ekonomi, di samping banyak parameter proses yang belum diketahui. Terkait manfaat yang

menjanjikan, industri menggunakan hybrid system, yaitu menggabungkan membran dengan

teknologi yang sudah ada, atau menggunakan membran sebagai debottleneck dari plant yang

menggunakan solvent.

Kandungan CO2 dalam natural gas dapat mencapai 80%. Bersama air, CO2bersifat

sangat korosif, menyerang pipa dan equipment, kecuali pipa danequipment terbuat dari material

konstruksi khusus. CO2 juga menurunkanheating value dari natural gas dan menuh-menuhin

pipa saja (kapasitas natural gas jadi berkurang karena keberadaan CO2). Teknologi penyisihan

CO2 yang dikenal adalah:

Absorps (biasanya menggunakan larutan potassium karbonat dan amine)

Cryogenic

Adsorpsi (pressure swing adsorption)

Thermal swing adsorption (TSA) dan iron sponge

Membrane

Masing-masing teknologi memiliki kelebihan. Teknologi membran sekarang sedang naik daun,

khususnya untuk flowrate besar, kadar CO2 tinggi, dan lokasi yang terpencil (remote area).

Saat ini material membran yang digunakan untuk penyisihan CO2 adalah polymer based,

seperti selulosa asetat, poliimida, poliamida, polisulfon, polikarbonat, polieterimida. Material

membrane yang umum digunakan adalah selulosa asetat. Polimida memiliki potensi yang

menjanjikan.

Page 6: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

5

Pengolahan Gas Bumi

2.1.1. Membrane Permeation

Membran yang digunakan untuk penyisihan CO2 tidak beroperasi seperti filter. Pada

filter, molekul kecil dipisahkan dari molekul yang lebih besar melalui medium berpori.

Sedangkan pada membran, prinsip operasinya adalah difusi melalui nonporous membrane. Mula-

mula CO2 larut (dissolve) ke dalam membran, kemudian berdifusi. Karena membran tidak

berpori, pemisahan berlangsung bukan berdasarkan ukuran molekul, melainkan seberapa baik

suatu senyawa terlarut dan berdifusi di dalam membran.

Gas yang dapat terlarut dan berdifusi dengan cepat di dalam membran disebutfast gas,

misalnya CO2, H2, He, H2S, dan uap air. Sebaliknya, disebut slow gas, seperti CO, N2, metana,

etana, dan hidrokarbon lain. Membran digunakan untuk memisahkan fast gas dari slow gas.

Proses pelarutan dan difusi digambarkan dengan Fick’s law.

dengan:

J = fluks CO2 melalui membran

k = solubility CO2 di dalam membran

D = koefisien difusi CO2 melalui membran

Δp = perbedaan tekanan CO2 di aliran feed (high pressure) dan permeate (low pressure)

l = ketebalan membran

Untuk mempermudah perhitungan, k dan D dikombinasikan menjadi variabel baru, yaitu

permeabilitas (P). Ada 2 hal pada Fick’s Law terkait ketergantungan, yaitu:

1. Ketergantungan pada membran (P/l)

2. Ketergantungan pada proses (Δp)

Nilai P/l tidak konstan, bergantung pada temperatur dan tekanan. Persamaan Fick’s law

membimbing kita pada variabel penting lainnya, yaitu selektivitas (α). Selektivitas merupakan

rasio permeabilitas CO2 terhadap komponen lain. Misalnya, selektivitas CO2/metana adalah 5

sampai dengan 30. Hal ini berarti CO2 menembus membran 5 sampai 30 kali lebih cepat

dibandingkan metana.

Permeabililtas dan selektivitas merupakan pertimbangan penting dalam menyeleksi

membran. Jika permeabilitas semakin tinggi, luas membran akan semakin kecil (biaya makin

Page 7: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

6

Pengolahan Gas Bumi

rendah). Jika selektivitas semakin tinggi, loss hydrocarbon semakin kecil (volume produk

semakin besar).

Sayangnya, tingginya permeabilitas CO2 belum tentu berbanding lurus dengan tingginya

selektivitas. Kombinasi permeabilitas dan selektivitas merupakan tujuan utama para peneliti

membran. Pilihannya adalah membran yang selektif, atau membran yang permeabel, atau di

antara keduanya. Biasanya yang dipilih adalah material yang sangat selektif, kemudian

membuatnya setipis mungkin untuk meningkatkan permeabilitas. Tetapi pengurangan tebal

membuat membran mudah pecah (fragile) sehingga tidak dapat digunakan. Selama bertahun-

tahun sistem membran tidak berkembang karena diperlukan membran yang tebal untuk menjaga

mechanical strength-nya, sehingga permeabilitasnya minimal. Diperlukan solusi untuk

memecahkan keterbatasan ini.

2.1.2. Struktur Membran

Solusi yang digunakan adalah membran dengan lapisan nonporous sangat tipis,

ditempelkan di lapisan berpori yang tebal, yang materialnya sama. Struktur membran ini disebut

struktur asimetrik (lawan dari struktur homogen). Lapisan nonporous merupakan membran ideal,

selektif, dan tipis. Sedangkan lapisan berpori berfungsi sebagai mechanical support, di mana

permeate bebas mengalir.

Permasalahannya adalah karena hanya terdiri dari satu jenis material, diperlukan biaya

yang mahal untuk membuat polimer yang diinginkan (customized). Untuk memecahkan masalah

di atas, digunakan composite membrane, yaitu lapisan tipis dari polimer, ditempelkan di polimer

lainnya (berbeda material), strukturnya asimetrik. Material komposit banyak digunakan.

Dengan composite membrane, manufaktur leluasa membuat membran yang diinginkan dengan

biaya yang reasonable.

Page 8: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

7

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 2.1. Struktur Membran

(Sumber: http://engineering.osu.edu/nie/nie792/images/ho-membrane_opt.jpg diakses pada 17 Oktober 2013)

2.1.3. Elemen Membran

Manufaktur membuat membran dalam dua bentuk, yaitu flat sheet atau hollow fiber. Flat

sheet biasanya digabungkan menjadi spiral-wound element, sedangkan hollow fiber digabungkan

menjadi bundle, seperti shell and tube heat exchanger. Spiral-wound element dapat menangani

tekanan tinggi, lebih resisten terhadapfouling, dan memiliki sejarah panjang dalam natural gas

sweetening.

Gambar 2.2. Spiral Wound Element

(Sumber: http://www.mtrinc.com/images/faq/spiral.gif diakses pada 17 Oktober 2013)

Page 9: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

8

Pengolahan Gas Bumi

Hollow-fiber elements memiliki packing density yang tinggi. Plant yang menggunakan

hollow fiber biasanya lebih kecil daripada yang menggunakan spiral-wound.

Gambar 2.3. Hollow Fiber Element

(Sumber: http://www.medal.airliquide.com/image/photoelement/pj/carbon%20membrane_section38867.gif diakses

pada 17 Oktober 2013)

2.1.4. Modul Membran

Setelah membran difabrikasi ke dalam bentuk elemen, mereka dimasukkan ke dalam

tube. Multiple tube kemudian ditempelkan (mounted) ke skid. Orientasinya bisa vertikal atau

horizontal.

Page 10: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

9

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 2.4. Modul Membran dengan Elemen

(Sumber: Recent Developments in CO2 Removal Membrane Technology, David Dortmundt, Kishore Doshi, UOP

LLC, 1999)

Gambar 2.5. Membrane Skid

(Sumber: Recent Developments in CO2 Removal Membrane Technology, David Dortmundt, Kishore Doshi, UOP

LLC, 1999)

Modul hollow fiber merupakan konfigurasi yang memiliki permukaan volume yang

paling besar dibanding modul jenis lain sehigga paling efektif untuk proses pemisahan (bisa

mencapai 30000 m2/m

3). Keunggulan lain dari modul hollow fiber adalah biaya perancangan

yang murah dan konsumsi energi yang rendah.

Sebuah ilustrasi dari serat berongga (hollow fiber) tunggal ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Dalam gambar ini, air mengalir di bagian luar (shell) serat berongga dan arus gas melalui dalam

(lumen). Membran bertindak sebagai pemisah yang memungkinkan kontak antara fasa gas dan

Page 11: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

10

Pengolahan Gas Bumi

fasa cair satu sama lain pada pori-pori. Air tidak akan dengan mudah melewati membran karena

bersifat hidrofobik dan memiliki pori-pori kecil.

Gambar 2.6. Pori-pori Membran

Unit serat berongga (hollow fiber) dapat beroperasi pada aliran non-turbulen atau laminer

dan juga dapat digunakan dengan berbagai orientasi aliran (berlawanan arah atau searah) dan flat

vertikal ataupun horizontal. Keunikan dari kontaktor ini adalah membran yang digunakan non-

dispersif sehingga tidak mempengaruhi koefisien partisi. Dengan kontaktor ini, perbedaan

konsentrasi merupakan gaya penggerak (driving force) yang paling berpengaruh dalam proses

pemisahan jika dibandingkan dengan perbedaan tekanan sehingga hanya diperlukan perbedaan

tekanan yang kecil pada membran untuk membuat interfasa gas-cair berada tetap tidak bergerak

pada mulut pori.

Keuntungan kontaktor membran serat berongga sebagai kontaktor gas-cair dibandingkan

dengan peralatan separasi konvensional antara lain yaitu:

1. Sistem kontak bersifat non-dispersif sehingga memudahkan kontrol terpisah dari laju

alir fasa gas dan cairan.

2. Tidak diperlukan adanya perbedaan densitas antar fluida karena kontaktor membran

dapat mengakomodir fluida dengan densitas yang sama dan sekaligus dapat

dioperasikan pada berbagai orientasi (vertikal atau horizontal, baik searah maupun

berlawanan arah).

Page 12: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

11

Pengolahan Gas Bumi

3. Luas permukaan yang ada tidak mempengaruhi variasi laju alir (baik tinggi maupun

rendah) karena kedua aliran tidak bergantung satu sama lain. Hal ini merupakan suatu

kelebihan yang vital dalam proses industri ketika rasio pelarut terhadap umpan yang

diperlukan sangat tinggi ataupun sangat rendah. Jika kondisi yang sama diterapkan

dalam kolom ber-packing maka dapat terjadi flooding pada saat laju alir gas terlalu

tinggi relatif terhadap laju alir air, sebaliknya bila laju alir gas terlalu rendah relatif

terhadap laju alir air maka dapat terjadi unloading.

4. Efisiensi yang diperoleh lebih tinggi.

5. Luas permukaan kontak yang lebih besar daripada separasi konvensional, kira-kira

dapat memberikan luas permukaan 30 kali lebih besar daripada gas absorber dan 500

kali lebih besar daripada kolom ekstraksi cair-cair.

6. Penskalaan hasil lebih linier sehingga peningkatan kapasitas dapat diprediksi secara

sederhana dengan hanya menambahkan modul membran (dibatasi oleh spesifikasi

peralatan pendukung seperti pompa transfer, perpipaan, dan lain-lain).

7. Tidak memiliki bagian yang bergerak sehingga memudahkan perawatan dan

pemeliharaannya.

8. Desain modularnya memperbolehkan pengaplikasian plant membran dalam lingkup

kapasitas yang sangat luas. Baik kapasitas yang kecil maupun besar dapat dicapai

dengan mudah dengan menggunakan sedikit atau banyak modul membran.

9. Biaya perawatannya rendah jika dibandingkan dengan unit operasi lainnya.

10. Kondisi operasi bebas mikroorganisme (operasi aseptik) akan menguntungkan untuk

proses seperti fermentasi.

Akan tetapi kontaktor membran serat berongga juga memiliki berbagai kelemahan,

diantaranya:

1. Memiliki umur tertentu sehingga biaya periodik pergantian membran juga perlu

diperhitungkan.

2. Untuk membran serat berongga jenis polimer, hanya dapat beroperasi pada rentang

temperatur yang tidak terlalu tinggi karena dapat merusak membran. Selain itu juga

tidak tahan terhadap kondisi yang terlalu asam atau basa.

Page 13: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

12

Pengolahan Gas Bumi

3. Adanya membran menambah tahanan lain pada perpindahan massa, yaitu tahanan

membran itu sendiri. Akan tetapi tahanan ini tidak terlalu penting dan dapat dilakukan

usaha untuk meminimalkan tahanan tersebut.

4. Dapat terjadi fouling walaupun tidak sebesar pada kontaktor dengan driving force

gradien tekanan. Selain itu, polarisasi konsentrasi (penumpukan komponen-

komponen yang memiliki konsentrasi tinggi pada permukaan membran) pada

permukaan membran juga mempengaruhi kekotoran pada membran sehingga kinerja

operasi membran akan menurun. Kekotoran ini dipengaruhi oleh tipe pemisahan dan

tipe membran yang digunakan. Berikut ini adalah tiga tipe pengotor pada peristiwa

fouling:

a. Endapan organik (makromolekul, zat-zat biologis dan lain-lain)

b. Endapan anorganik (garam kalsium, hidroksi logam dan lain-lain)

c. Partikulat

Untuk mengatasi fouling pada membran dapat digunakan metode koagulasi dan

backwash.

5. Efisiensinya berkurang karena adanya aliran bypass dalam shell (shell-side

bypassing) sehingga ada sebagian fluida dalam shell yang tidak kontak dengan

membran. Oleh karena itu, aliran lebih baik dibuat menjadi turbulen.

6. Jumlah tahapan kesetimbangan dibatasi oleh penurunan tekanan.

7. Pemakaian adhesive/perekat (seperti epoksi) untuk menahan bundel serat pada tube

kemungkinan mudah rusak oleh pelarut organik.

2.1.5. Membrane Separation Untuk Gas Sweetening

Membrane bekerja dengan cara melakukan permeasi terhadap komponen gas yang akan

dipisahkan sehingga komponen gas tersebut larut terhadap membrane dan berdifusi melewati

membrane. CO2, H2S dan H2O memiliki tingkat permeasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

metana dan senyawa hidrokarbon yang lebih berat sehingga CO2, H2S dan H2O akan lebih cepat

merembes ke membran dibandingkan senyawa hidrokabon. Oleh karena itu, aliran yang kaya

akan senyawa hidrokarbon menjadi senyawa residu dan aliran yang kaya akan CO2 akan diserap

oleh membran.

Page 14: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

13

Pengolahan Gas Bumi

Gambaran proses pada membran meliputi membrane pretreatment dan membrane

process. Membrane pretreatment sangat dibutuhkan sebelum masuk sistem membran supaya

meningkatkan performance dari sistem membran tersebut. Gambar tipikal pretreatment system

pada membran dapat dilihat pada gambar 2.1. Adapun substansi yang harus dikurangi jumlahnya

sebelum masuk sistem membran adalah:

1. Liquid

Liquid dapat menyebabkan pembengkakan pada membran dan kerusakan secara

menyeluruh. Liqud dipisahkan oleh coalescing filter.

2. Heavy hydrocarbons

Heavy hydrocarbons dapat menyebabkan penyumbatan pada permukaan membran

sehingga mengurangi permeabilitasnya. Heavy hydrocarbon dipisahkan oleh

adsorbent guard bed.

3. Particulate Material

Dapat memblokir aliran fluida di membran. Partikel dapat dipisahkan oleh particle

filter.

Gambar 2.7. Tipikal Pretreatment System Pada Membran

(Sumber: David Dortmundt and Kishore Doshi, 1999)

Setelah material partikulat dipisahkan, perlu ditambahkan pemanas untuk menjauhkan

gas tersebut dari suhu dew point nya supaya mencegah kondensasi. Sesudah melewati proses

pretreatment, gas kemudian masuk kedalam proses membrane untuk terjadinya pemisahan gas

dan CO2 yang sebagaimana pada gambar 2.2.

Feed Coalescing Filter Adsorbent Guard Bed Particle Heater Heater Membrane

Page 15: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

14

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 2.8. Tipikal Proses Membran

(Sumber: David Dortmundt and Kishore Doshi, 1999)

Driving force untuk pemisahan membran adalah perbedaan tekanan parsial dari

komponen permeate sehingga perbedaan tekanan antara feed gas dengan tekanan permeate dan

kadar komponen permeate sangat menentukan kemurniaan produk dan luas permukaan membran

yang dibutuhkan. Parameter yang penting dalam penentuan kualitas membran adalah

permeability dan selectivity. Permeability yang besar akan menyebabkan molar flow dari

permeate besar sehingga akan membutuhkan luas permukaan membran yang lebih kecil.

Selectivity yang besar akan mengurangi hilang dari hidrokarbon sehingga gas jual yang akan

dihasilkan semakin besar.

Salah satu tantangan untuk sistem membran adalah permeability dan selectivity tidak

bersamaan dapat diperoleh. Salah satu cara untuk meningkatkan permeability dengan membuat

lapisan membran lebih tipis. Hal ini dapat menyebabkan membran mudah mengalami kegagalan

secara mekanik. Beberapa kelebihan separasi menggunakan membran adalah:

1. Kadar CO2 yang dihasilkan bisa kurang dari 2%

2. Bisa digunakan untuk kadar CO2 yang besar

3. Cocok untuk offshore karena membutuhkan ruangan kecil dan tidak terlalu berat

4. Instalasi yang mudah dan murah

5. Perawatan yang mudah dan bisa digunakan untuk unmanned operation

Adapun kekurangannya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Menambah selectivity tapi mengurangi permeability.

2. Biaya investasinya besar jika digunakan dalam kurun waktu yang lama

3. Sensitif terhadap perubahan kondisi umpan

Page 16: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

15

Pengolahan Gas Bumi

4. Terjadi kondensasi heavy hydrocarbon akan menyebabkan pengurangan kinerja

membran.

5. Untuk membrane polymer, adanya batasan suhu

6. Pressure drop besar, dapat mencapai 5 kg/cm2

2.2. Proses Absorpsi Kimia untuk Mengurangi Kadar CO2 Pada Natural Gas

Proses absorpsi kimia merupakan salah satu cara metode yang sering digunakan untuk

mengurangi kandungan CO2 pada gas alam, terutama dengan kandungan CO2 rendah. Absorpsi

paling banyak digunakan pada industri pengolahan gas karena efektivitasnya yang tinggi,

kualitas gas keluaran yang baik dan relatif mudah dan murah. Pada dasarnya, absorpsi CO2

terjadi karena adanya perbedaan kelarutan antara hidrokarbon dan CO2 dengan absorben yang

digunakan sehingga CO2 akan terlarut pada absorben. Hal ini akan mengurangi kandungan CO2

pada gas alam keluaran dari proses absorpsi.

Salah satu untuk mengontakkan CO2 dengan pelarut adalah dengan menggunakan

kontaktor kolom dan kontaktor membran.

Reaksi yang terjadi saat pemisahan CO2 biasanya terjadi pada tekanan tinggi dan suhu

rendah di kontaktor. Pada regenerator, terjadi reaksi yang endotermik pada tekanan rendah dan

suhu tinggi untuk meregenerasi pelarutnya.

2.2.1. Proses Absorpsi CO2 dengan Menggunakan Senyawa Amine.

Jenis absorben yang sering digunakan pada proses absorpsi CO2 adalah senyawa-senyawa

amine. Secara umum, proses absorpsi CO2 dengan menggunakan senyawa amine digambarkan

pada Gambar 2.9.

Berikut ini adalah gambaran proses singkat absorpsi CO2 dengan absorben amine, seperti

pada digambarkan pada Gambar 2.9.:

1. Gas masuk ke dalam kolom absorpsi atau kontaktor melalui bagian bawah kolom dan

lean amine masuk ke dalam kolom absorpsi gas akan mengalir dari bawah ke atas dan

lean amine akan mengalir atas bawah. Kondisi pada kolom kontaktor adalah dengan

tekanan 0-1000 psig dan dengan suhu 80-125 °F

2. Gas akan keluar dari bagian atas kolom kontaktor dan rich amine atau amine yang

kaya dengan CO2 mengalir ke bagian bawah kolom

Page 17: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

16

Pengolahan Gas Bumi

3. Rich amine dialirkan ke dalam flash drum. Tujuannya adalah untuk memudahkan

untuk memisahkan gas-gas yang masih terdisosiasi pada rich amine

4. Rich amine dipanaskan oleh aliran lean amine keluaran dari reboiler

5. Rich amine masuk pada bagian atas kolom regenerasi. Pada kolom ini, CO2

dipisahkan dari amine pada tekanan 7-10 psig dengan suhu 240-250 °F. Lean amine

akan keluar dari bagian bawah kolom regenerasi dengan suhu yang tinggi. Lean

amine bersuhu tinggi inilah yang digunakan untuk memanaskan rich amine, seperti

dijelaskan pada poin ke 4.

6. Lean amine kemudian dipompakan kembali ke dalam kolom absorber. Sebelum

masuk ke dalam kolom absorber, lean amine didinginkan dulu sebelum diumpankan

kembali ke dalam kolom absorber.

Gambar 2.9. Diagram Alir Proses Absorpsi CO2 dengan Menggunakan Senyawa Amine Sebagai

Absorben (Maurice Stewart dan Ken Arnold, 1999)

Page 18: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

17

Pengolahan Gas Bumi

Beberapa kelebihan separasi dengan menggunakan absorpsi dengan amine adalah

1. Dapat menampung gas dengan kapasitas CO2 besar

2. Konsumsi energi yang rendah

3. Proses yang sudah mature

MEA (Monoethanolamine), DGA (Diglycolamine), DEA (Diethanolamine), DIPA

(Diisopropanolamine) dan MDEA (Methylethanolamine) merupakan senyawa-senyawa amine

yang sering digunakan sebagai absorben dalam proses absorpsi CO2. Senyawa amine dapat

bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa kompleks (ion karbamat) dengan ikatan yang lemah

(Wang, 2003). MEA, DEA dan MDEA merupakan ketiga senyawa amine memiliki kemampuan

menyerap CO2 yang baik, laju absorpsi yang cepat dan mudah untuk diregenerasi (Astarita

1983,Barth 1984,Yu 1985). Tabel 1 dibawah ini adalah perbandingan sifat karakteristik MEA,

DEA dan MDEA.

Tabel 1. Perbandingan Sifat/Karakteristik MEA, DEA dan MDEA

No.

Sifat / Karakteristik

MEA DEA MDEA

1 Senyawa amina yang

paling ekonomis

Harganya tidak terlalu

mahal

Harganya paling mahal

diantara MEA dan DEA

2 Memiliki sifat yang

reaktif dengan CO2

karena paling basa,

namun korosif

Merupakan senyawa

yang moderat dan

tidak terlalu korosif

Tidak korosif

3 Memiliki tekanan uap

yang paling tinggi,

sulit diregenerasi

Memiliki tekanan uap

yang cukup rendah

Mudah diregenerasi

2.2.2. Pemilihan Jenis Senyawa Amine Sebagai Absorben pada Proses Absorpsi CO2

Untuk melihat perbandingan antara senyawa-senyawa amine terhadap absorpsi CO2 yang

terjadi, akan dilihat perbandingan performance dari MDEA, MEA, DEA dan DGA. Untuk

Page 19: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

18

Pengolahan Gas Bumi

melihat performance dari senyawa-senyawa amine tersebut, akan dibuat 3 case yang menyatakan

kondisi operasi dari abosrpsi CO2. 3 case tersebut adalah

a. Case 1, Gas alam dengan kandungan CO2 sedang (3.5%)

b. Case 2, Gas alam dengan kandungan CO2 tinggi (15%)

Untuk Case 1, didapatkan Tabel 2, yang merupakan pengaruh dari seleksi larutan amine.

Untuk Case 2, didapatkan Tabel 3 yang merupakan pengaruh dari seleksi larutan amine.

2.3. Cryogenic Distillation

Cryogenic distillation merupakan teknologi pengolahan gas bumi dengan melibatkan

proses pemisahan dan pemurnian yang beroperasi pada suhu yang sangat rendah (-73,3 oC).

Proses Cryogenic distillation biasa dan cocok digunakan untuk gas alam yang memiliki

konsentrasi CO2 yang tinggi (>50%-70%).

Cryogenic distillation dapat memisahkan CO2 dengan komponen lain yang terkandung di

gas alam dengan menggunakan kontrol suhu dan tekanan dengan prinsip kondensasi gas. Kondisi

operasi yang berlangsung pada suhu rendah (di bawah titik didih CO2) bertujuan untuk

Tabel 2. Pengaruh Seleksi Senyawa Amine untuk Absorpsi CO2 Kandungan 3.5% (Donnelly et al, 2001)

Tabel 3. Pengaruh Seleksi Senyawa Amine untuk Absorpsi CO2 Kandungan 15% (Donnelly et al, 2001)

Page 20: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

19

Pengolahan Gas Bumi

mengkondensasikan gas CO2 yang terkandung pada gas alam. Hal tersebut menyebabkan gas

CO2 akan mengalami perubahan fase menjadi fase cair maupun fase padat. Karena terdapat

perbedaan titik didih antara CO2 dan komponen lain yang terkandung pada gas alam sehingga

menyebabkan hanya CO2 yang mengalami kondensasi. Sehingga CO2 dapat terpisah dengan

komponen gas alam lainnya.

Gambar 2.10. Diagram Proses Pemisahan dan Pemurnian Gas Alam dengan Teknologi Cryogenic Distillation

Pada proses awal cryogenic distillation moisture yang ada pada gas terlebih dahulu

dikondensasikan dengan menggunakan heat exchanger dan kemudian dikompres oleh

compressor. Gas yang panas kemudian didinginkan diatas suhu pembentukan padatan dari CO2

pada suhu sekitar -70 F. Setelah didinginkan oleh gas yang diekspansi dimana apabila ada

padatan yang terbentuk maka dipisahkan di solid-gas separator. Solid yang terbentuk kemudian

dipanaskan sehingga berubah fasa menjadi cair. Gas N2 dan liquid CO2 yang dingin hasil dari

ekspansi dialirkan ke penukar panas sebagai fluida pendingin.

Beberapa kelebihan dengan menggunakan cryogenic distillation adalah:

1. Cocok untuk gas yang memiliki kadar CO2 yang tinggi (lebih dari 50-70%).

2. Cocok untuk menghasilkan gas alam dengan spesifikasi pipeline.

3. Tidak membutuhkan bahan kimia tambahan.

Page 21: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

20

Pengolahan Gas Bumi

Adapun kekurangannya meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Membutuhkan energi yang sangat besar untuk proses refrigerasi.

2. Membutuhkan biaya operasi yang besar ($ 0,3-1/Mscf gas alam).

3. Tidak efektif karena mengurangi kandungan propana maupun butana pada produk gas

alam yang dihasilkan.

4. Memiliki kecenderungan mengalami blok terhadap peralatan tinggi.

Page 22: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

21

Pengolahan Gas Bumi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Proses pemisahaan kadar CO2 kadar tinggi ini dilakukan dengan melakukan simulasi

menggunakan HYSYS didapat proses yang menghasilkan komposisi metana paling banyak di

produk gas. Apabila tidak memenuhi spesifikasi kadar CO2 gas jual maka akan dilakukan

modifikasi terhadap proses patent dengan cara penambahan peralatan proses. Penambahan

peralatan ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan atau mengadopsi prinsip proses

pemisahaan CO2 dan gas alam yang telah ada seperti penggunaan chemical seperti amine,

penggunaan low temperature separation ataupun menambah unit yang sama. Penambahan

peralatan tersebut dapat ditempatkan pada sebelum proses utama, sesudah proses utama, ataupun

diantara equipment proses utama.

Model HYSYS yang akan dibuat adalah simulasi kolom absorber dan simulasi kolom

stripper. Langkah-langkah pembuatan simulasi HYSYS adalah sebagai berikut:

1. Membuat data untuk umpan (gas dan amine) kolom kontaktor dan kolom stripper dengan

menggunakan data feed dari LSTC yang diberi nama “FEED” dan “AMINE TO

ABSORBER”.

2. Menentukan kondisi dari stream “FEED” dan “AMINE TO ABSORBER” sesuai dengan

data desain.

3. Membuat simulasi kolom kontaktor (20 tray).

4. Membuat simulasi heat exchanger dengan inlet produk “RICH AMINE” dari absorber.

Memberi nama outlet dari heat exchanger dengan “REGEN FEED” ke kolom stripper.

Temperatur dan suhu pada stream menyesuaikan dengan data aktual dari panel pada Juli

2009.

5. Membuar simulasi kolom stripper dengan reboiler dan condenser (18 tray) sebagai

regenerator amine.

6. Membuat simulasi cooler dengan inlet produk “AMINE TO COOLER” dari regenerator.

Memberi nama outlet dari heat exchanger dengan “AMINE TO RECYCLE” untuk di-

Page 23: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

22

Pengolahan Gas Bumi

recycle dan kembalikan ke kolom kontaktor sebagai lean amine. Temperatur dan suhu pada

stream menyesuaikan dengan data aktual dari kasus.

7. Membuat Set-1 dan Set-2 pada simulasi.

Page 24: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

23

Pengolahan Gas Bumi

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kasus

Sumur beroperasi pada T = 50 °C dan P = 1000 psia.

Gambar 4.1. Komposisi Masukan Gas pada Sumur

Cadangan Gas : 220 TCF

CO2 > 70 %

Hidrokarbon: 45 TCF

1/3 Sales Gas

2/3 Feed LNG Plant

Page 25: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

24

Pengolahan Gas Bumi

4.2. Proses Pengolahan Gas dari Offshore

Skema proses pengolahan gas dari offshore adalah sebagai berikut:

4.3. Pengolahan dan Produksi (Gas Sweetening) Offshore

Penentuan proses yang tepat pada pengolahan dan produksi gas berdasarkan:

1. Komposisi gas mentah mengandung sekitar 71% CO2

2. Gas keluaran merupakan gas pipa (sales gas) yang akan dialirkan menuju on-shore

untuk diolah lebih lanjut

Adapun skema proses yang terjadi adalah:

Gambar 4.2. Flow Diagram Proses Pengolahan Gas Offshore

Page 26: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

25

Pengolahan Gas Bumi

4.4. Spesifikasi Gas Asam

CO2 4 % (maksimum) pada sales gas

20 PPM dalam proses LNG

< 6 % dalam produksi syngas

H2S < 4 ppm dalam sales gas

1-2 ppm (maximum) dalam proses LNG

< 0.01 ppm dalam produksi syngas

4.5. Seleksi Proses

Berdasarkan kandungan CO2 dalam gas alam

1. CO2 < 10 % Amine Solvent

2. CO2 = 10 – 20 % Banfield Process

3. CO2 = 10 – 50 % Physical Solvents

4. CO2 > 50 % Cryogenic Distilation

5. CO2 > 50 % Membrane System

Berdasarkan sifat lain

5. Banfield Process Tidak cccok untuk aliran gas yang hanya mengandung H2S

6. Iron sponge & Zinc Oxide Hanya selektif untuk H2S, H2S rendah

7. Sistem membrane Aliran besar, kandungan CO2 tinggi, atau berada pada lokasi

remote

8. Sulfinol Process

Sulfinol D: penghilangan sempurna H2S, CO2, dan COS

Sulfinol M: Selektif untuk penghilangan H2O pada gas yang mengandung CO2,

dengan penghilangan parsial COS

Berdasarkan kandungan CO2 pada umpan yang sangat tinggi (71%) yang artinya > 50%

maka alternative proses yang dipilih adalah teknologi membran (aliran sangat besar

beserta sumur terletak di lokasi remote) dan distilasi kriogenik.

Page 27: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

26

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 4.3. Alternatif Teknologi untuk Gas Sweetening

Adapun perbandingan alternative kedua proses teknologi membran dan distilasi kriogenik

adalah:

1. Distilasi Kriogenik

Prosesnya pada temperatur rendah dan sangat energi intensif. Umum digunakan pada

proses pemisahan gas. Teknologi ini digunakan pada skala apapun, harganya beragam

sekitar range $0.30-0.50/Mscf for plants handling 75 MMscfd dan $1.00/Mscf for

plants 2 MMscfd.

Gambar 4.4. Skema Proses Distilasi Kriogenik

Page 28: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

27

Pengolahan Gas Bumi

2. Teknologi Membran

Pemisahan CO2 menggunakan membran ialah dengan prinsip perbedaan

permeabilitas antara CO2 dengan CH4. Permeabilitas atau kemampuan realitf senyawa

melewati membran, secara khusus untuk komposisi gas alam diilustrasikan oleh

gambar berikut:

Gambar 4.5. Perbandingan Permeabilitas Senyawa Gas Alam

Sehingga, jika gas alam dilewatkan melalui membran, maka CO2 akan lebih cepat

lolos melewati membran dan gas alam yang bersih akan keluar sebagai produk.

Namun teknologi ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu slektivitasnya yang

buruk dan penurunan tekanan yang sangat besar. Selektivitas dari membran yang

buruk menyebabkan banyak hidrokarbon yang hilang ikut terlewatkan bersama-sama

dengan CO2. Hal ini tentunya menyebabkan kerugian yang relatif besar.

Gambar 4.6. Skema Proses Teknologi Membran

Page 29: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

28

Pengolahan Gas Bumi

Distilasi kriogenik ialah distilasi pada suhu yang sangat rendah, mencapai -180 oC. Proses

distilasi kriogenik ini terdiri dari dua, tiga atau empat kolom fraksinasi, di mana kolom pertama

beroperasi pada tekanan 3100-4500 kPa dan kolom kedua beroperasi pada tekanan sedikit lebih

rendah. Distilasi kriogenik ini membutuhkan persiapan awal umpan yang rumit, instalasi unit ini

sangat mahal, dan kompresi yang dibutuhkan menyebabkan operasi kompresor besar yang

berbiaya tinggi. Sehingga secara ekonomi, jika tidak dalam keadaan mendesak, pilihan distilasi

kriogenik ini relatif tidak diminati.

Teknologi berbasis membran bersifat sederhana, biaya rendah, dan cocok digunakan

dalam mengeliminasi kandungan CO2 dari gas alam. Keuntungan teknologi membran: mudah

diterapkan, ramah lingkungan, dan mudah dioperasikan. Kondisi operasi dari teknologi membran

yaitu pada tekanan di atas 450 psig, ketersediaan listrik yang memadai, dan adanya tempat untuk

operasi di offshore. Adapun performa sistem membran berupa laju umpan antara 1 – 300

MMSCFD, kandungan CO2 dalam umpan antara 5 – 40% mol, kandungan CO2 dalam produk

dapat mencapai maksimal 2%, serta hydrocarbon recovery bernilai lebih dari 95%.

Pemisahan CO2 dengan absorpsi ialah metode yang paling sering dijumpai. Absorpsi

lebih disukai dalam industri pengolahan gas dibanding teknologi lain karena efektivitas yang

tinggi, kualitas produk yang baik, dan relatif mudah serta murah jika melihat efektivitasnya.

Teknologi absorpsi prinsipnya ialah melarutkan CO2 dalam pelarut yang sesuai. Perbedaan

kelarutan antara hidrokarbon dan CO2 dalam absorben menyebabkan produk keluaran akan

bersih dari CO2. Untuk dapat mengabsorp CO2, maka absorben (pelarut) dan sour gas haruslah

dikontakkan. Ada beberapa cara dalam mengontakkan CO2 dengan pelarut, diantaranya ialah

dengan kontaktor kolom dan kontaktor membran.

Page 30: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

29

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 4.7. Diagram Alir Proses Absorpsi dengan Amina

Kontaktor kolom berbentuk seperti kolom tinggi yang di dalamnya berisi media

pengontak seperti tray atau packing. Kolom absorber biasanya berisi tray dan kolom regenerasi

pelarut menggunakan packing. Sour gas akan masuk dari bagian bawah kolom absorber dan

solven dimasukkan dari atas, sehingga terjadi kontak secara countercurrent dan CO2 akan larut

dalam absorben (biasanya senyawa alko-amina). Namun kontaktor kolom ini memiliki berbagai

kekurangan, seperti terbentuknya flooding, loading, foaming, dan channeling. Hal ini

menyebabkan absorpsi tidak efisien dan laju perpindahan masa kurang baik.

Senyawa amina adalah pelarut yang paling banyak digunakan pada proses absorpsi CO2

sebagai absorben, karena senyawa amina dapat bereaksi dengan CO2 membentuk senyawa

kompleks (ion karbamat) dengan ikatan kimia yang lemah (Wang 2003). Ikatan kimia ini dapat

dengan mudah terputus dengan pemanasan (mild heating), sehingga regenerasi absorben

(senyawa amina) dapat dengan mudah terjadi (Wang 2003). Oleh sebab itu dapat dikatakan

bahwa senyawa amina adalah pelarut yang efisien pada proses operasional absorpsi CO2.

Senyawa amina yang paling sering digunakan sebagai absorben pada absorpsi CO2

adalah MEA (monoethanolamine), DEA (diethanolamine), dan MDEA (methyldiethanolamine),

ketiga senyawa amina tersebut memiliki kemampuan menyerap CO2 yang baik, laju absorpsi

yang cepat, dan mudah untuk diregenerasi (Astarita 1983, Barth 1984, Yu 1985). Berikut adalah

perbandingan dari ketiga senyawa amina tersebut (Kim 2000, Jian-gang 2009, Wang 2003):

Page 31: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

30

Pengolahan Gas Bumi

Tabel 4.1. Perbandingan Sifat/Karakteristik MEA, DEA, dan MDEA

No.

Sifat / Karakteristik

MEA DEA MDEA

1 Senyawa amina yang

paling ekonomis

Harganya tidak terlalu

mahal

Harganya paling mahal

diantara MEA dan DEA

2 Memiliki sifat yang

reaktif dengan CO2

karena paling basa,

namun korosif

Merupakan senyawa

yang moderat dan

tidak terlalu korosif

Tidak korosif

3 Memiliki tekanan uap

yang paling tinggi,

sulit diregenerasi

Memiliki tekanan uap

yang cukup rendah

Mudah diregenerasi

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pelarut campuran lebih

baik dari pada pelarut amina tunggal (Jian-gang 2009). Penelitian serupa juga dilakukan dan

disimpulkan bahwa CO2 yang diserap akan semakin banyak dengan pencampuran absorben

piperazine dan absorben 2-amino-2-methyl-1-propanol dibandingkan jika absorben tersebut

digunakan tanpa melalui pencampuran (Lin 2009). Hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan

bahwa pelarut campuran senyawa amina lebih baik dalam mengabsorpsi gas CO2 dari pada

pelarut amina tunggal.

Pelarut MDEA diketahui menjadi senyawa yang paling lemah dalam mengikat CO2.

Faktor resistansi yang besar dalam proses absorpsi melalui kontaktor membran memperlemah

daya absorpsi dari MDEA. Nilai koefisien perpindahan massa yang kecil menjadikan pelarut ini

kurang disukai untuk digunakan dalam proses absorpsi CO2 melalui kontaktor membran.

Sebaliknya MEA dan DEA mempunyai daya penyerapan yang baik. Sehingga pada penelitian ini

digunakan campuran kedua pelarut dengan harapan dapat meningkatkan daya absorpsi. Selain

karena pelarut campuran terbukti lebih baik dibanding pelarut tunggal, tujuan pencampuran

MEA dan DEA dalam penelitian ini juga didasarkan pada adanya batasan konsentrasi MEA di

mana untuk konsentrasi MEA yang lebih tinggi justru akan menurunkan daya absorpsi pelarut

(Kim 2000).

Page 32: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

31

Pengolahan Gas Bumi

Oleh karena itu, kondisi terbaik yang memungkinkan untuk separasi dari 70% menjadi

4% adalah dengan menggabungkan beberapa proses dilihat dari keuntungan dan kekurangan

masing-masing.

Jika dengan amine membutuhkan amine yang banyak dan alat yang besar.

Untuk membran, alat ini cocok digunakan di offshore seperti penjelasan diatas,

simple and low cost.

Maka, kami membagi prosesnya menjadi 2 tahap:

71% - 10% dengan membrane separation

10% - maksimal 4% dengan amine solvent absorption

Spesifikasi pada gas pipeline yang diinginkan adalah gas asam CO2 maksimal 4% dan

H2S maksimal ppm yang telah dilakukan di proses gas sweetening. Selanjutnya hasil sweet gas

tersebut akan dibagi menjadi dua aliran yaitu 1/3 hasil produk berupa sales gas dan 2/3 hasil

produk akan digunakan sebagai umpan untuk LNG Plant.

Membran Amine

>71% CO2

10% CO2 <4% CO2

Sweet Gas <4% CO2

Onshore

1/3 Sales Gas

2/3 Feed LNG Plant

Page 33: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

32

Pengolahan Gas Bumi

4.6. Hasil Simulasi (Amine Absorber)

Gambar 4.8. Simulasi Hysys Amine Absorber

Gambar 4.9. Spesifikasi Keluaran (Sales Gas)

Page 34: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

33

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 4.10. Spesifikasi Keluaran (Feed LNG Plant)

Gambar 4.11. Grafik MEA vs CO2 Loading

0.0100

0.0200

0.0300

0.15 0.2 0.25

CO

2 Lo

adin

g

Mass Fraction of MEA

MEA vs CO2 Loading

MEA vs CO2Loading

Page 35: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

34

Pengolahan Gas Bumi

Gambar 4.12. Grafik DEA vs CO2 Loading

Gambar 4.13. Grafik MDEA vs CO2 Loading

Berdasarkan hasil perhitungan CO2 loading di atas, terlihat bahwa Grafik di atas

menggambarkan bagaimana hubungan antara variasi fraksi massa MEA, DEA, dan MDEA

terhadap CO2 loading. Dari grafik tersebut didapat bahwa semakin tinggi nilai fraksi massa dari

MEA, DEA, dan MDEA dalam sebuah proses gas sweetening maka nilai CO2 loading pun akan

semakin tinggi. CO2 loading adalah perbandingan jumlah massa CO2 yang dibawa dalam satuan

massa amine tertentu. Nilai CO2 loading bertambah seiring bertambahnya fraksi massa MEA,

DEA, dan MDEA sampai pada titik tertentu. Ketika fraksi massa MEA/DEA dinaikkan lagi, nilai

CO2 juga bertambah naik namun tidak sesignifikan sebelumnya. Hal itu disebabkan CO2 dan

amine sudah mencapai kesetimbangan pada titik tersebut. Selain itu, semakin tinggi nilai acid

0.0000

0.0010

0.0020

0.0030

0.0040

0.25 0.3 0.35

CO

2 L

oad

ing

Mass Fraction of DEA

DEA vs CO2 Loading

DEA vs CO2Loading

0.0000

0.0010

0.0020

0.0030

0.35 0.4 0.45

CO

2 Lo

adin

g

Mass Fraction of MDEA

MDEA vs CO2 Loading

MDEA vsCO2 Loading

Page 36: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

35

Pengolahan Gas Bumi

loading ini, maka setiap mol amina akan membawa lebih banyak CO2, dengan kata lain amina

menjadi lebih efisien.

Dari ketiga grafik di atas didapatkan bahwa nilai acid loading dengan pelarut MEA lebih

besar daripada pelarut DEA dan MDEA dan nilainya semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh

pelarut MEA yang merupakan amine primer lebih reaktif dengan CO2 sehingga daya absorpsinya

lebih besar daripada DEA dan MDEA. Sementara itu, DEA sebagai amine sekunder memiliki

daya absorb yang lebih tinggi daripada MDEA dan tentunya lebih reaktif terhadap CO2.

Monoethanolamine (MEA) merupakan basa paling kuat di antara pelarut amine yang lain

dan bereaksi paling cepat dengan gas asam. Namun demikian, MEA memiliki tekanan uap yang

lebih besar daripada pelarut amine yang lain. Hal ini tentunya akan menambah nilai loss pada

larutan karena terjadi penguapan. Hal ini dapat diselesaikan dengan pemberian water wash pada

keluaran produk sweet gas. Rentang MEA yang digunakan umumnya 15-25% massa dalam

larutan.

Diethanolamine (DEA) memiliki prinsip dan operasi sama dengan MEA. Hal yang

membedakan kedua pelarut adalah reaksi DEA dengan gas asam berlangsung lebih lambat.

Namun demikian hal ini berefek pada loss untuk larutan DEA menjadi minimum. Akibatnya,

saat ini DEA umum digunakan pada unit pengolahan dan manufaktur karena kurang mudah

menguap dibandingkan daripada MEA. Rentang DEA yang digunakan umumnya 25-35% massa

dalam larutan.

Methyldiethanolamine (MDEA) merupakan amine tersier dan relativ baru dalam

penggunaannya di gas sweetening. MDEA ini merupakan jenis amine yang selektif. Rentang

MDEA yang digunakan umumnya 35-50% massa dalam larutan.

Page 37: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

36

Pengolahan Gas Bumi

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan hasil kasus studi adalah:

1. Teknologi yang digunakan dalam proses pemurnian gas yaitu teknologi membrane

(kandungan CO2 71% menjadi 10%) dan amine solvent absorber (kandungan CO2

10% menjadi maksimal 4%).

2. Skenario sweetening gas pada offshore:

3. Skema proses pada onshore:

4. Teknologi membran dipilih karena dapat mengeliminasi kandungan CO2 yang tinggi

(dalam kasus ini 71%) menjadi maksimal 10% dan memiliki beberapa keuntungan

seperti biaya operasi yang murah dan penghilangan CO2 yang relative cepat.

5. Amine Solvent Absorber dipilih karena dapat mengurangi kandungan CO2 sampai

maksimal 4% yang nantinya digunakan sebagai sales gas dan feed LNG Plant serta

maturity dari sistem ini sudah tinggi karena telah banyak diaplikasikan dalam

berbagai industri sebagai gas sweetener. Namun demikian, biaya maintenance dan

operasi proses ini cukup besar sehingga kandungan CO2 pada feed absorber harus

cukup rendah.

Page 38: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

37

Pengolahan Gas Bumi

5.2. Saran

Untuk memperoleh kandungan CO2 paling kecil, pelarut yang digunakan adalah amine

primer (MEA) karena paling reaktif dan paling murah. Namun, MEA sangat korosif dan

mudah menguap sehingga nilai loss-nya besar. Namun demikian, hal ini dapat diatasi

dengan instalasi wash water pada aliran sweet gas. Campuran dua amine tunggal (MEA+

MDEA atau DEA+MDEA) sebagai pelarut dianjurkan untuk memperoleh hasil yang

lebih efektif dan mengurangi korosi.

Page 39: Topik 5 - (Ariz Kian, M. Ikhsan, Putri Karbelani, Rahayu Eka, Ryan Hafiz)

Ki

38

Pengolahan Gas Bumi

DAFTAR PUSTAKA

Aliabad, Zare, dan Mirzaei. 2009. Removal of CO2 and H2S using Aqueous Alkanolamine

Solusions. International Journal of Chemical and Biological Engineering, 2, pp. 78-87.

Arthur J. Kidnay and William R. Parrish, 2006, Fundamentals of Natural Gas Processing, Taylor

& Francis Group; ISBN: 0-8493-3406-3.

Campbell, John M, 1984, Gas Conditioning and Processing Vol 2 The Equipment Modules 6th

ed, Campbell Petroleum Series : U.S.A.

Johnston, A.L., Moore, B.K., Balancing cost with process, resident and regulatory needs,

Laurence Reid Gas Conditioning Conference paper, March 1997.

Kohl, A.L., Nielsen, R., Gas Purification, 5th Edition, Gulf Publishing: Houston, Texas, 1997, p

153.

McKee, R.I., et al., CO2 removal: membrane plus amine, Hydrocarbon Processes, April 1991, pp

63-65.

Maddox, Robert, dan John Morgan. 1985. Gas Conditioning and Processing, Volume 4: Gas

Treating and Sulfury Recovery. USA: Campbel Petroleum Series.