tinjauan yuridis pemberian kredit oleh bank untuk

20
Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk Transaksi Leveraged Buyout Di Indonesia Paula Aprijanto Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Suatu akuisisi umumnya membutuhkan dana yang relatif besar. Skripsi ini membahas tentang pembatasan pemberian kredit oleh bank untuk pembiayaan transaksi leveraged buyout. Terdapat dua permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yakni (1) batasan-batasan dan larangan-larangan pemberian kredit oleh bank berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait saat ini dan (2) implikasi hukum pembatasan pemberian kredit perbankan untuk pembelian saham perusahaan tertutup dalam rangka transaksi leveraged buyout. Bentuk penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik pembiayaan transaksi leveraged buyout belum diatur secara jelas dalam ketentuan perbankan di Indonesia. Penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya pemberian kredit untuk transaksi leveraged buyout dapat dilakukan oleh bank di Indonesia selama tujuan dari pemberian kredit adalah untuk pengembangan usaha. Juridical Review on Bank Loans for Leveraged Buyout Transaction in Indonesia Abstract An acquisition predominantly requires an extensive amount of funds. This paper discusses restrictions imposes by Indonesia’s regulations on bank loans for leveraged buyout transactions in Indonesia . There are two concerning issues: (1) restrictions and bans on bank loans based on current legislations and (2) juridical implications on bank loans restriction for funding an acquisition of a private company in a leveraged buyout scheme. This research uses juridical-normative approach. This result of this research reveals that there is no distinctive law regulating bank loans for leveraged buyout transaction in Indonesia. It is concluded that leveraged buyout transaction is allowed to be funded by bank loans in Indonesia only if the objective of the acquisition is to expand the debtor’s current business. Key words: leveraged buyout, credit, acquisition, takeover Pendahuluan Salah satu bentuk akuisisi adalah leveraged buyout (selanjutnya disebut LBO). LBO merupakan suatu bentuk aksi korporasi yang sangat populer pada tahun 1980-an, dimana antara tahun 1979-1989, terdapat lebih 2.000 transaksi LBO yang bernilai lebih dari US $250 miliar. 1 Aktivitas LBO meningkat tajam selama periode ini dimulai dengan empat buah 1 Vincent Wahyudi, “Tinjauan Yuridis Leveraged Buyout Dalam Pasar Modal Indonesia: Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Minoritas dan Penerbitan Obligasinya,” (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Upload: others

Post on 07-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk Transaksi Leveraged

Buyout Di Indonesia

Paula Aprijanto

Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Suatu akuisisi umumnya membutuhkan dana yang relatif besar. Skripsi ini membahas tentang pembatasan

pemberian kredit oleh bank untuk pembiayaan transaksi leveraged buyout. Terdapat dua permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini yakni (1) batasan-batasan dan larangan-larangan pemberian kredit oleh bank

berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait saat ini dan (2) implikasi hukum pembatasan pemberian

kredit perbankan untuk pembelian saham perusahaan tertutup dalam rangka transaksi leveraged buyout. Bentuk

penelitian ini adalah yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik pembiayaan

transaksi leveraged buyout belum diatur secara jelas dalam ketentuan perbankan di Indonesia. Penulis

menyimpulkan bahwa pada dasarnya pemberian kredit untuk transaksi leveraged buyout dapat dilakukan oleh

bank di Indonesia selama tujuan dari pemberian kredit adalah untuk pengembangan usaha.

Juridical Review on Bank Loans for Leveraged Buyout Transaction in Indonesia

Abstract

An acquisition predominantly requires an extensive amount of funds. This paper discusses restrictions imposes

by Indonesia’s regulations on bank loans for leveraged buyout transactions in Indonesia. There are two

concerning issues: (1) restrictions and bans on bank loans based on current legislations and (2) juridical

implications on bank loans restriction for funding an acquisition of a private company in a leveraged buyout

scheme. This research uses juridical-normative approach. This result of this research reveals that there is no

distinctive law regulating bank loans for leveraged buyout transaction in Indonesia. It is concluded that

leveraged buyout transaction is allowed to be funded by bank loans in Indonesia only if the objective of the

acquisition is to expand the debtor’s current business.

Key words: leveraged buyout, credit, acquisition, takeover

Pendahuluan

Salah satu bentuk akuisisi adalah leveraged buyout (selanjutnya disebut LBO). LBO

merupakan suatu bentuk aksi korporasi yang sangat populer pada tahun 1980-an, dimana

antara tahun 1979-1989, terdapat lebih 2.000 transaksi LBO yang bernilai lebih dari US $250

miliar.1 Aktivitas LBO meningkat tajam selama periode ini dimulai dengan empat buah

1 Vincent Wahyudi, “Tinjauan Yuridis Leveraged Buyout Dalam Pasar Modal Indonesia: Perlindungan

Terhadap Pemegang Saham Minoritas dan Penerbitan Obligasinya,” (Skripsi Universitas Indonesia, Depok,

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 2: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

2

akuisisi dengan nilai agregat sebesar US$1,7 miliar pada tahun 1980 dan meraih puncak

keemasannya pada tahun 1988 dimana terjadi 410 buah LBO dengan total nilai agregat

sebesar US$188 miliar2. Tingginya tingkat pelaksanaan LBO kemudian diikuti dengan

munculnya gelombang kedua pada tahun 1990-an 2000-an sehingga total transaksi LBO yang

terjadi tidak kurang dari 5.000 transaksi3.

LBO memiliki pola akuisisi yang menyebabkan pihak pembeli perusahaan tidak

mengeluarkan uang sendiri untuk harga pembelian, kecuali relatif sejumlah kecil dana untuk

memperlancar proses awal LBO yang bersangkutan.4 Setelah perusahaan target berhasil

dibeli, pengembalian dana pinjaman kepada pihak ketiga akan ditanggung dan menjadi utang

perusahaan target. Dana tersebut akan dicicil oleh Perusahaan Target dengan menerbitkan

obligasi (bonds) dengan bunga tinggi, seringkali tanpa jaminan sehingga bersifat spekulatif.5

Obligasi tersebut disebut sebagai junk-bonds atau obligasi sampah. Dengan kata lain, aset

Perusahaan Target akan diagunkan untuk menutupi biaya transaksi LBO.

Sebagai ujung tombak lembaga keuangan, sektor perbankan selama ini dominan dalam

menyediakan dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan di berbagai sektor ekonomi,

khususnya untuk transaksi LBO ini. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai produk jasa

lainnya, bank membantu para nasabah dalam hal melayani kebutuhan pembiayaan serta

melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi sektor perekonomian. Hal ini sejalan

dengan fungsi bank sebagai Financial Intermediary.6

Fungsi ini tampak dari kegiatan

penghimpunan dana dan penyaluran kredit yang dijalankan oleh bank.

Di negara berkembang seperti Indonesia ini, kegiatan bank terutama dalam pemberian kredit

merupakan salah satu kegiatan bank yang sangat penting dan utama. Pendapatan bank dari

kredit yang berupa bunga merupakan komponen pendapatan paling besar dibandingkan

2013), hlm. 39. Vide: Kenneth A. Carow dan Dianne M. Roden, “Determinants of the Stock Price Reaction to

Leveraged Buyouts,” Journal of Economics and Finance 21, no. 3 (1997), hlm. 49.

2 Securities Data Corporation, sebagaimana dikutip dalam Jonathan Olsen, “Note on Leveraged Buyout.”

Center for Private Equity and Entrepreneurship Tuck School of Business at Dartmouth,

http://pages.stern.nyu.edu/~igiddy/LBO_Note.pdf.

3 Vincent Wahyudi, loc. cit. Vide: Kevin Amess dan Mike Wright, “Leveraged Buyouts, Private Equity

and Jobs,” Small Business Economics 38:4 (2012), hlm. 419.

4 Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001),

hlm. 141.

5 Ibid., hlm. 31.

6 Ruddy Tri Santoso, Kredit Usaha Perbankan, ed. 1, cet. 1, (Yogyakarta: Andi, 1996), hlm. 4.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 3: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

3

dengan pendapatan jasa-jasa di luar bunga kredit yang biasa disebut fee-based income.7

Sumber dana perbankan yang dipinjamkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut

bukan dana milik bank sendiri karena modal perbankan juga terbatas tetapi merupakan dana-

dana masyarakat yang disimpan dalam bank tersebut.

Untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank bukanlah hal yang begitu saja terjadi.

Mengingat bahwa sumber dana perbankan berasal dari masyarakat, penyaluran kredit harus

dilakukan dengan prinsip kehatian-hatian melalui analisa yang akurat. Banyak hal-hal yang

harus dikaitkan mengenai perkreditan ini sehingga membuat masalah perkreditan menjadi

masalah yang kasuistis. Pasal 8 UU Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang

selanjutnya diubah dengan UU Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (selanjutnya

disebut UU Perbankan) mengatur bahwa dalam memberikan kredit, Bank wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Selanjutnya, Pasal 29 ayat (3) UU Perbankan mengatur bahwa dalam memberikan kredit,

bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang

mempercayakan dananya kepada bank.

Pembiayaan LBO merupakan suatu pasar bagi sektor perbankan. Risiko pembiayaan LBO

memiliki risiko yang sama dengan risiko pembiayaan transaksi pembiayaan konvensional.8

Namun, mengingat bahwa transaksi LBO bersifat high-profile, tentunya bank harus

menganalisa aplikasi kredit secara kritis guna menjaga kredibilitas bank agar tetap dipercayai

oleh masyarakat. Kredit yang dikelola dengan prinsip kehati-hatian akan menempatkan pada

kualitas kredit yang memiliki performa baik sehingga memberikan pendapatan yang besar

bagi bank.

Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak awal permohonan kredit harus dilakukan analisa secara

mendalam. Analisa dilakukan dengan menilai berbagai aspek seperti aspek hukum, aspek

pemasaran, aspek teknis, aspek lingkungan dan aspek-aspek lainnya.9

Aspek hukum

merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam setiap transaksi apapun termasuk

7 Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, ed. Rev, cet. 4, (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm.

2.

8

James B. Thomson, “Bank Lending to LBOs: Risks and Supervisory Response,” Economic

Commentary Federal Reserve Bank of Cleveland, Feb. 1989.

9 Sutarno, op. cit., hlm. 3.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 4: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

4

pemberian kredit. Tidak ada transaksi bank yang tidak mengandung aspek hukum karena

transaksi yang dilakukan oleh bank adalah suatu perbuatan hukum.10

Salah satu aspek hukum yang perlu diperhatikan adalah adanya aturan-aturan pembatasan

pemberian kredit oleh bank. Salah satu pembatasan tersebut adalah pembatasan pemberian

kredit untuk pembelian saham serta pemilikan saham oleh bank berdasarkan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 23/3/UKU dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

23/70/KEP/DIR tertanggal 28 Februari 1991 yang kemudian diubah dengan Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia

Nomor 24/1/UKU tanggal 12 Agustus 1991 Tentang Pembatasan Pemberian Kredit Untuk

Pembelian dan Pemilikan Saham oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 26/68/KEP/DIR dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU tanggal

07 September 1993 Tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit. Peraturan tersebut

mengatur bahwa bank tidak diperkenankan untuk memberikan kredit guna membiayai

pembelian saham kepada perusahaan bukan sekuritas. Larangan tersebut dibuat dalam rangka

prinsip kehati-hatian bank mengingat bahwa transaksi jual-beli saham merupakan suatu

transaksi yang berisiko tinggi dan perlu dihindari. Larangan ini memperketat ruang gerak

perbankan Indonesia yang sebelumnya leluasa dengan diterbitkannya Paket Oktober 1989.

Namun, mengingat bahwa transaksi LBO merupakan transaksi yang lazim dilakukan di

negara-negara maju, maka perlu dikaji lebih lanjut apakah transaksi LBO dengan fasilitas

kredit perbankan dari bank dalam negeri dapat diterapkan di Indonesia demi menunjang

perekonomian Indonesia.

Tinjauan Teoritis

1. Bank dan Kredit Perbankan

Bank merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang mempunyai peranan penting dalam

masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank.

Dalam pembicaraan sehari – hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang kegiatan

utamanya menerima simpanan giro, tabungan, dan deposito.

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan di setiap Negara. Bank adalah

lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta,

10

Ibid., hlm. 4.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 5: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

5

badan-badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan untuk menyimpan

dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan,

bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi

semua sektor perekonomian.

Berkaitan dengan pengertian bank, Pasal 1 angka 2 UU Perbankan merumuskan bahwa:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau

bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”11

Fungsi perbankan dapat dilihat dari ketentuan Pasal 3 UU Perbankan yang menyatakan bahwa

“[f]ungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dana dan penyalur dana

masyarakat.” Dari ketentuan tersebut mencerminkan fungsi bank sebagai perantara antara

pihak-pihak yang kelebihan dana (surplus of funds) dan pihak-pihak yang kekurangan dan

memerlukan dana (lack of funds).

Dalam beberapa literatur terdapat berbagai macam pengertian mengenai kredit, antara lain:

1. H.M.A. Savelberg menyatakan kredit adalah: 12

a. Sebagai dasar dari setiap perikatan dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari

yang lain.

b. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan

tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu.

2. Mr. J. A. Levy merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah

uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. Si penerima kredit

berhak pempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban

mengembalikan jumlah pinjaman itu kemudian hari.13

3. Drs. Muchdarsyah Sinungan mengartikan kredit sebagai suatu pemberian prestasi oleh

suatu pihak kepada pihak lainnya dan prestasi itu akan dikembalikan lagi pada suatu

masa tertentu yang akan datang disertai dengan suatu kontra prestasi berupa bunga. 14

11

Indonesia (2), Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, L.N. Nomor 182 Tahun 1998, T.L.N. Nomor

3790, Pasal 1 Angka 2.

12

Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 21.

13

Ibid.

14

Ibid., hlm. 12.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 6: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

6

4. Gatot Supramono mendefinisikan kredit sebagai perjanjian pinjam meminjam uang

antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur. Dalam perjanjian ini,

bank sebagai kreditur percaya terhadap nasabahnya dalam jangka waktu yang

disepakatinya akan dikembalikan (dibayar lunas).15

Dengan demikian, kredit memiliki beberapa unsur sebagai berikut:16

1. Kepercayaan

Kredit memiliki keyakinan bahwa kepercayaan (prestasi) yang diberikan baik dalam

bentuk barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dalam jangka waktu

tertentu di masa yang akan datang. Dalam hal ini, terdapat keterlibatan dua pihak,

yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima kredit (debitur). Selanjutnya, dari unsur

kepercayaan ini juga termuat adanya penyerahan barang, jasa atau uang dari pemberi

kredit kepada penerima kredit.

2. Waktu

Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai uang, bahwa uang yang ada saat

ini lebih tinggi dari yang akan diterima di masa yang akan datang.

3. Risiko

Semakin lama kredit diberikan, semakin besar tingkat risikonya. Hal ini karena adanya

unsur ketidakpastian di masa mendatang. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan

harus selalu diperhitungkan. Unsur risiko inilah yang mendasari jaminan dalam

pemberian kredit.

4. Prestasi

Objek kredit dapat berbentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan modern tidak

terlepas dari adanya uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uang-lah

yang sering dijumpai dalam praktik perkreditan.

5. Bunga

Adanya unsur bunga atau margin sebagai kompensasi bagi kreditur yang merupakan

perhitungan atas beberapa komponen seperti biaya modal (cost of fund), biaya umum

(overhead cost), biaya atau premi risiko dan lain-lain.

6. Pertukaran nilai17

15

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta: Djambatan, 1995), hlm. 28.

16

Thomas Suyatno dkk, Dasar-dasar Perkreditan, ed. 3, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,

1993), pada Bab II (Pengertian dan Unsur-unsur Kredit, Butir B).

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 7: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

7

Kredit tanpa perhitungan dalam bentuk pertukaran nilai ekonomi tidak dapat disebut

sebagai suatu transaksi, sebab bila tidak ada unsur pertukaran nilai berarti tidak

terdapat suatu keseimbangan nilai, yang berarti pula ada salah satu pihak yang harus

berkorban.

Salah satu kegiatan usaha yang pokok bagi bank konvensional adalah berupa pemberian

kredit dan dikenal dengan sebutan kredit perbankan.18

Dalam UU Perbankan Pasal 1 angka

11, pengertian kredit disebutkan:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah

jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”19

Dari rumusan di atas dapat diketahui bahwa kredit itu merupakan pinjam-meminjam uang

dalam kegiatan perbankan di Indonesia antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai

debitur. Suatu pinjam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit perbankan sepanjang

memenuhi unsur-unsur berikut:20

1. Adanya penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan penyediaan

uang

Bank adalah pihak penyedia dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana

dengan menyetujui pemberian kredit sejumlah dana yang kemudian disebut sebagai

jumlah kredit atau plafon kredit. Sedangkan tagihan yang dapat dipersamakan dengan

penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya berupa pemberian garansi bank

dan penyediaan fasilitas dana untuk penerbitan Letter of Credit (L/C).

2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak

lain

Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh pihak bank dan nasabah

dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit sebagai salah satu jenis perjanjian

tunduk pada ketentuan hukum positif di Indonesia.

17

H.M. Hazniel Harun, Hukum Perjanjian Kredit Bank, cet. 2, (Jakarta: Yayasan Tritura ”66, 1991), hlm.

4.

18

M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2007), hlm. 73.

19

Indonesia (2), op. cit., Pasal 1 Angka 11.

20

M. Bahsan, op. cit., hlm. 76.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 8: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

8

3. Adanya kewajiban melunasi utang

Pinjam-meminjam uang memberikan suatu kewajiban bagi pihak-pihak yang

melakukannya. Bank wajib memberikan dana kepada nasabah debitur. Sedangkan

nasabah debitur wajib melunasi utang sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Dengan

demikian, kredit perbankan bukanlah suatu bantuan yang diberikan secara cuma-cuma.

Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dilunasi oleh nasabah.

4. Adanya jangka waktu tertentu

Pemberian kredit terkait dengan suatu jangka waktu tertentu. Jangka waktu yang

ditetapkan merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana pinjaman

dan menunjukkan kesempatan dilunasinya kredit. Jangka waktu kredit ditetapkan

berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank dan

mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan membayar dari calon

nasabah setelah dinilai kelayakannya.

5. Adanya pemberian bunga kredit

Terhadap suatu kredit sebagai salah satu bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya

pemberian bunga. Bank menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang

diberikannya. Bunga ini merupakan balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah

debitur. Bunga inilah yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama bank.

Kredit perbankan disalurkan bank kepada masyarakat sesuai dengan fungsi utamanya sebagai

financial intermediary yakni menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam

pelaksanaan pemberian kredit perbankan tersebut biasanya dikaitkan dengan berbagai

persyaratan, antara lain mengenai jumlah maksimal kredit, jangka waktu kredit, tujuan

penggunaan kredit, suku bunga kredit dan jaminan kredit. Dalam menyalurkan dana

masyarakat ini, masing-masing bank memiliki kebijakan-kebijakannya sendiri. Kebijakan

tersebut umumnya memuat persyaratan-persayaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh

kredit dari bank yang bersangkutan. Adapun pedoman tersebut biasa disebut dengan Pedoman

Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB) sebagaimana yang diamanatkan oleh Surat

Keputusan Direktur Bank Indonesia No. 27/162/KEP/DIR tertanggal 31 Maret 1995 tentang

Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (selanjutnya disebut PPKPB).

PPKPB tersebut mengatur mengenai bagaimana cara memberikan kredit (prosedur),

bagaimana cara mengawasi kredit, dan bagaimana menyelamatkan kredit yang bermasalah.

Secara teoritis, PPKPB merupakan panduan bagi bank dalam menyusun Kebijaksanaan

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 9: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

9

Perkreditan Bank (selanjutnya disebut KPB), yaitu: (1) KPB harus mampu mengawasi

portofolio perkreditan secara keseluruhan dan menetapkan standar dalam proses pemberian

kredit secara individual; (2) KPB juga harus memiliki standar atau ukuran yang mengandung

pengawasan intern pada semua tahapan dalam proses pemberian kredit.21

Di samping itu,

panduan mengenai aspek dan standar minimal yang wajib dimuat dalam KPB dicantumkan

dalam suatu Pedoman Penyusunan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB). Bank dapat

memperluas KPB tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Setiap tiga tahun,

bank harus mengadakan kajian berkala (periodical review) terhadap KPB dengan tetap

mengacu pada cakupan PPKPB ini untuk menjaga keefektivitasannya.

Suatu analisis kredit juga mencakup analisis mengenai aspek hukum terkait permohonan

kredit yang diajukan oleh calon debitur. Salah satu aspek hukum yang harus diperhatikan oleh

pejabat bank adalah adanya batasan dan larangan pemberian kredit oleh bank berdasarkan

ketentuan perundang-undangan yang ada. Aspek hukum yang terkait dengan penelitian ini

adalah Surat Keputusan Direksi BI Nomor 23/70/KEP/DIR dan Surat Edaran BI Nomor

23/3/UKU keduanya tertanggal 28 Februari 1991 (PAKTRI), kemudian disempurnakan

dengan Surat Edaran BI Nomor SE 24/1/UKU dan Surat Keputusan Direksi BI Nomor

24/32/KEP/DIR keduanya tertanggal 12 Agustus 1991 perihal Kredit Kepada Perusahaan

Sekuritas dan kredit dengan Agunan Saham. Pada pokoknya ketentuan ini merupakan

penyempurnaan dari ketentuan lama tentang kredit kepada Perusahaan Sekuritas dan kredit

dengan agunan saham dimana Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk (a)

pembelian saham dan/atau memiliki saham yang tidak dimaksudkan sebagai penyertaan dan

(b) modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham.

2. Akuisisi dan Leveraged Buyout

Akuisisi adalah suatu kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu acquisition yang secara

etimologi berarti mengambil alih, menguasai, dan memperoleh. Akuisisi perusahaan dapat

dilakukan terhadap berbagai kegiatan usaha dengan berbagai bentuk usaha.22

Berbagai

pengertian atau definisi akuisisi dapat ditemui dalam berbagai literatur hukum perusahaan

21

Bank Indonesia (1), “Kamus Bank Sentral Republik Indonesia,”

http://www.bi.go.id/web/id/Kamus.htm?id=P&start=1&curpage=6&search=False&rule=last diakses pada

tanggal 27 September 2014 pukul 15:20.

22

Felix Oentoeng Soebagjo, Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan, cet. 1, (Jakarta: Pusat Pengkajian

Hukum, 2006), hlm. 10.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 10: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

10

memiliki kesamaan, yaitu pada hakekatnya, akuisisi adalah pengambilalihan kepentingan

pengendalian suatu perusahaan oleh perusahaan lain.23

Prof. Felix Oentoeng Soebagjo membedakan antara akuisisi, merger dan konsolidasi. Ia

berpendapat bahwa jika yang dilakukan adalah akuisisi perusahaan, maka pihak yang

melakukan akuisisi maupun pihak yang diakuisisi akan tetap eksis. Pihak yang melakukan

akuisisi akan menjadi pengendali dari pihak yang diakuisisi. Akibat dari akuisisi berbeda

dengan merger, karena apabila suatu merger dilakukan secara penuh dan tuntas, maka satu

diantara pihak-pihak yang melakukan merger akan menjadi surviving company, sedangkan

pihak yang lain menjadi disappearing company. Apabila para pihak memilih melakukan

peleburan perusahaan atau konsolidasi, maka yang akan menjadi surviving company adalah

suatu perusahaan baru yang didirikan oleh para pihak, sedangkan perusahaan-perusahaan

yang merupakan peserta peleburan dan pendiri dari perusahaan baru tersebut akan menjadi

disappearing company.24

Secara umum akuisisi telah diatur didalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas (selanjutnya disebut UUPT). Akuisisi dikenal dengan istilah pengambilalihan yang

didefinisikan sebagai “perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau

perseorangan untuk mengambilalih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya

pengendalian atas Perseroan tersebut.”25

Hampir semua peraturan tersebut di atas menggunakan istilah "pengambilalihan," kecuali

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan

Akuisisi Bank (PP 28/1999)26

dan Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR

tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi

Bank Umum (SKBI 32/51/1999)27

yang menggunakan istilah "akuisisi." PP 28/1999 dan

SKBI 32/51/1999 mengatur mengenai akuisisi perbankan. Dalam Pasal 1 angka 4, akuisisi

23

Fuady, op. cit., hlm. 3.

24

Miranda Anwar, “Pencatatan Saham Lewat Belang (Backdoor Listing) Dengan Cara Melakukan

Akuisisi (Studi Kasus: Akuisisi PT Fatrapolindonusa Industri, Tbk., Oleh Titan International Corp.Sdn.Bhd.),”

(Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2008), hlm. 18. Vide: Soebagjo (1), op. cit., hlm. 89-90.

25

Indonesia (1), Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, L.N.

Nomor 106 Tahun 2007, T.L.N. Nomor 4756, Pasal 1 Angka 11.

26

Indonesia (3), Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999, L.N. Nomor 61 Tahun 1999, T.L.N. Nomor 3840, Pasal 1 angka 4.

27

Bank Indonesia (3), Surat Keputusan tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Bank Umum, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 11: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

11

didefinisikan sebagai “pengambilalihan kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan

beralihnya pengendalian terhadap Bank.”28

Pengendalian sendiri adalah “kemampuan untuk

menentukan, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan

dan atau kebijaksanaan Bank.”29

Jadi, pengambilalihan kepemilikan suatu usaha bank

dianggap sebagai akuisisi bila seluruh atau sebagian saham bank yang diakuisisi

mengakibatkan beralihnya pengendalian bank kepada pihak yang mengakuisisi.30

Salah satu jenis akuisisi adalah leveraged buyout. Pada dasarnya LBO adalah tindakan

akuisisi berupa pembelian seluruh atau sebagian besar saham dari suatu perusahaan oleh

investor dengan dana tambahan yang dipinjam dari pihak ketiga.31

Akusisi semacam ini

umumnya dibiayai dengan pinjaman sebesar 60% hingga 90% sehingga dinamakan leveraged

buyout.32

Philip Oliss yang merupakan partner pada Squire Sanders LLP, suatu firma hukum

di Amerika Serikat, mendefinisikan LBO sebagai “akuisisi suatu perusahaan dengan

menggunakan sejumlah pinjaman dimana aset perusahaan tersebut dijadikan jaminan.”33

Sedangkan Kartini Muljadi mengartikan LBO sebagai pembelian perseroan dalam arti akuisisi

saham oleh pihak pimpinan (management) atau oleh pihak investor luar dengan memakai

dana yang dipinjam dengan jaminan aktiva dari sasaran yang diambil alih (perusahaan target).

Kaplan dan Strömberg mengatakan bahwa dalam suatu LBO, suatu perusahaan diakuisisi oleh

suatu firma investasi dengan menggunakan porsi ekuitas rendah dan porsi pembiayaan hutang

yang relatif tinggi.34

Menurut Kevin Amess dan Mike Wright, pendanaan LBO tidak

selamanya bersumber dari private equity firm tetapi juga berasal dari sektor perbankan.

Hutang tersebut hampir selalu termasuk porsi hutang dengan jaminan dan hutang senior

(senior debt) dan diatur oleh bank. 35

Pada tahun 1980-an dan 1990-an, bank juga merupakan

28

Indonesia (3), op. cit., Pasal 1 angka 4.

29

Indonesia (3), op. cit., Pasal 1 angka 5.

30

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2001), hlm. 87.

31

Anne-Laure Le Nadant dan Frédéric Perdreau, "Financial Profile of Leveraged Buyout Targets: Some

French Evidence," Review of Accounting and Finance 5, no. 4 (2006), hlm. 370.

32

Steven N. Kaplan dan Per Strömberg, “Leveraged Buyouts and Private Equity,” of Economic

Perspectives 23, no. 1 (2009), hlm. 124.

33

Vincent Wahyudi, loc. cit. Vide: Philip Oliss, et. al., Chapter 11 Bankruptcy and Restructuring

Strategies: Leading Lawyers on Navigating Recent Trends, Cases and Strategies Affecting Clients, (Eagan:

Thomson Reuters, 2012), hlm. 54.

34

Kaplan dan Strömberg, op. cit,, hlm. 121.

35

Ibid., hlm. 124.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 12: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

12

investor utama dalam transaksi LBO.36

Terdapat beberapa alasan kenapa LBO menggunakan

pinjaman dari bank:37

a. Kepemilikan bank yang terkonsentrasi memudahkan negosiasi38

Kemudahan negosiasi ini sebaliknya juga mengurangi kemungkinan kerugian pada

bank, terlebih lagi memudahkan bank untuk memberikan pinjaman dengan kovenan

yang lebih ketat.39

Kovenan ini tidak hanya membatasi moral hazard secara langsung

tetapi juga memberikan bank hak pengendalian untuk mengurangi risiko kredit.40

b. Bank memiliki berinsentif melakukan pengawasan

Pengawasan akan mengurangi moral hazard karena pengawasan memberikan

kemampuan bagi kreditur untuk mendeteksi adanya perilaku merugikan dari debitur

dengan adanya hak kontrol dari kovenan, untuk memberikan hukuman bagi debitur

berupa likuidasi hutang atau perubahan jangka waktu pinjaman. Park41

dan Diamond42

berargumen bahwa status pinjaman dengan jaminan (secured loans) yang dimiliki

bank dalam suatu transaksi yang dibiayai dengan hutang (Highly Leveraged

Transaction/HLT) memberikan kelebihan karena bank berinsentif melakukan

pengawasan ketika terjadi perubahan aktivitas debitur.

c. Ketika LBO didanai dengan pinjaman jangka pendek dari bank, efek insentif dari

utang akan lebih tinggi43

36

Steven N. Kaplan dan Jeremy Stein, “The Evolution of Buyout Pricing and Financial Structure in the

1980s,” Quarterly Journal of Economics 108, no. 2 (1993), hlm. 313.

37

Kaplan dan Strömberg, op. cit., hlm. 141. Vide: Cam Demiroglu dan Christopher James, “Lender

Control and the Role of Private Equity Group Reputation in Buyout Financing,” Warrington College of Business

Administration University of Florida Working Paper (2007), hlm. 1.

38

Mitchell Berlin dan Loretta J. Mester, “Debt Covenants and Renegotiation,” Journal of Financial

Intermediation, 2, no. 2 (1992), hlm. 133.

39

Stuart C. Gilson, Kose John dan Larry H. P. Lang, “Troubled Debt Restructurings: An Empirical

Analysis of Private Reorganization of Firms in Default,” Journal of Financial Economics 27, no. 2 (1990), hlm.

353.

40

Greg Nini, David C. Smith dan Amir Sufi, “Creditor Rights and Firm Investment Policy,“ University of

Chicago Working Paper (2007), hlm. 1.

41

Cheol Park, “Monitoring and Structure of Debt Contracts, Monitoring and Structure of Debt

Contracts,” Journal of Finance 55, no. 5 (2000), hlm. 2195.

42

Douglas W. Diamond, “Seniority and Maturity of Bank Loan Contracts,” Journal of Financial

Economics 33, no. 3 (1993), hlm. 368.

43

Kaplan dan Strömberg, op. cit,, hlm. 131. Vide: Michael C. Jensen, “The Agency Costs of Free Cash

Flow: Corporate Finance and Takeovers,” American Economic Review 76, no. 2 (1986), hlm. 329.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 13: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

13

Secara khusus, hutang yang memiliki jangka jatuh tempo yang lebih singkat

memerlukan jasa pembayaran utang sehingga akan meningkatkan insentif bagi para

manajer untuk bekerja lebih keras mendapatkan keuntungan pada masa awal LBO.

d. Pada kasus-kasus management buyout (MBO), absennya pihak ketiga yang

mengawasi buyout membuat peran pengawas oleh bank sebagai kreditur sangat

menguntungkan44

Perbedaan lain antara LBO yang didanai oleh private equity firm dengan yang berasal

dari pihak perbankan antara lain tampak dari pada akibat yang terkait dengan ketersediaan

lapangan pekerjaan. Pada LBO yang didanai oleh private equity firm kemungkinan terjadinya

pengurangan jumlah pekerja di perusahaan tersebut akan lebih besar jika LBO didanai oleh

pihak bank.45

Metode Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yakni studi kepustakaan atau yuridis-

normatif. Penelitian yuridis-normatif menekankan pada penggunaan norma hukum tertulis.

Norma hukum tertulis yang digunakan dalam skripsi ini merupakan peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia, khususnya di bidang perbankan. Sedangkan, tipe

penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian eksplanatoris, dimana tujuannya

yakni untuk menjelaskan secara lebih mendalam mengenai pemberian fasilitas kredit

perbankan khususnya untuk transaksi LBO.

Dilihat dari sifatnya, penelitian dalam skripsi ini menggunakan metode deskriptif analisis

yang bersifat kualitatif, yaitu memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia,

keadaan, atau gejala-gejala lainnya yang didasari atas data empiris yang didapat dari data

primer dan data sekunder.46

Pembahasan

44

James F. Cotter and Sarah W. Peck, “The Structure of Debt and Active Equity Investors: The Case of

Buyout Specialists,” Journal of Financial Economics 59, no. 1 (2001), hlm. 101.

45

Kevin Amess dan Mike Wright, “Leveraged Buyouts, Private Equity and Jobs,” Small Business

Economics 38:4 (2012), hlm. 419-420.

46

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 10.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 14: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

14

Pada tanggal 23 Oktober 2001, PT. Bumi Resources, Tbk. menandatangani Sale and

Purchase Agreement dengan BHP Australia untuk mengambilalih 80% saham milik BHP

Minerals Exploration, Inc. di PT. Arutmin Indonesia. Total nilai transaksi tersebut adalah

sebesar US$ 148,5 juta yang dialokasikan untuk pembelian saham senilai US$140 juta dan

pengalihan hutang BHP Development Finance Pty., Ltd. di PT. Arutmin Indonesia sebesar

US$ 8,5 juta. Sumber pembiayaan transaksi akusisi sebesar US$ 148,5 juta diperoleh dari

Bank dan Lembaga Keuangan PT. Rifan Financindo Asset Management (RFAM). Untuk

membiayai transaksi tersebut, PT. Bumi Resources, Tbk. meminjam dana dari Bank Mandiri

berdasarkan perjanjian kredit bridging nomor KP-COD-008/PK-KI-VA-2001 tanggal 19

Oktober 2001 (selanjutnya disebut Perjanjian Kredit). Pinjaman tersebut diperoleh dengan

jaminan berupa seluruh aktiva, persediaan piutang, seluruh saham yang dimiliki PT. Bumi

Resources, Tbk., dan seluruh saham Long Haul Holding, Ltd.

Terdapat dua pendapat mengenai boleh tidak-nya transaksi demikian dilakukan di Indonesia.

Pendapat pertama diungkapkan oleh Bapak Dwiyapoetra Soeyasa Besar, Deputi Direktur

Makroprudensial Bank Indonesia. Beliau mengatakan bahwa dalam praktiknya, LBO

digunakan untuk mendapatkan suatu profit yang kemudian membuat LBO menjadi buruk.

Beliau mengatakan bahwa dalam suatu LBO sangat mungkin terjadi penurunan usaha dari

Perusahaan Target. Hal ini dikarenakan arus kas dari Perusahaan Target dibebani dengan

utang dari pihak pengakuisisi. Perusahaan Target LBO sendiri seringkali merupakan

perusahaan yang sedang berada dalam kondisi kesulitan keuangan. Di satu pihak, Perusahaan

Target berpotensi untuk berkembang tetapi di sisi lain, ia tidak memiliki dana untuk itu. Di

sinilah pihak pengakuisisi selaku investor masuk. Alih-alih untuk mengembangkan usaha,

yang terjadi justru membuat kondisi perusahaan menjadi lebih buruk. Dari segi pembiayaan,

apabila terjadi suatu keadaan overleveraged, secara makro, sangat rentan terhadap kenaikan

suku bunga dan terjadinya krisis. Pendapat kedua diungkapkan oleh Ibu Sri Rahayu,

Managing Partner dari Rahayu & Partners. Beliau mengatakan bahwa pembiayaan akuisisi

dengan menggunakan kredit dari bank merupakan suatu hal yang umum terjadi dalam praktik.

Namun, umumnya pihak pengakuisisi melakukan peminjaman dana dari bank luar negeri.

Beliau mengatakan pilihan meminjam dari bank ataupun lembaga pembiayaan seperti Private

Equity Firm lebih menarik daripada harus meminjam dari bank dalam negeri karena kurs

bunga yang dikenakan lebih rendah, selain itu restriksi pinjaman juga minimal dibandingkan

dengan pengaturan pemberian kredit di Indonesia yang terikat pada berbagai macam

peraturan sehingga cenderung sangat ketat. Beliau mengatakan bahwa Surat Keputusan

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 15: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

15

Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32/KEP/DIR tidak melarang kegiatan pemberian kredit

untuk transaksi akuisisi. Pada dasarnya peraturan tersebut diterbitkan untuk melarang bank

berpartisipasi dalam pemberian kredit untuk pelaku pasar modal yang sering melakukan

tindakan short-selling.47

Tindakan short-selling berdampak buruk terhadap keadaan pasar

modal dan menyebabkan tidak stabilnya perekonomian. Oleh karena itu, berdasarkan

peraturan tersebut, bank dilarang untuk memberikan kredit kepada orang-perorangan atau

perusahaan non-sekuritas. Hal ini untuk mengurangi risiko kegagalan perbankan akibat suatu

tindakan spekulatif. Selain itu, agar bank dapat menentukan apakah akuisisi yang dibiayai

merupakan suatu kegiatan dalam rangka ekspansi usaha, bank harus melakukan analisa

terhadap permohonan kredit dari pihak pengakuisisi. Bank harus memperhatikan Anggaran

Dasar dari perusahaan yang bersangkutan untuk membuktikan apakah memang benar

mengajukan kredit untuk pengembangan usaha.

Pembiayaan transaksi LBO PT. Bumi Resources, Tbk. dan PT. Arutmin oleh Bank Mandiri

dapat dianalogikan sebagai pemberian kredit untuk orang asing. Berdasarkan PBI Nomor

7/14/PBI/2005 Tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing

Oleh Bank, bank dilarang memberikan kredit dalam rupiah dan atau valuta asing kepada

pihak asing. Dikarenakan adanya perkembangan dan integrasi pasar keuangan secara global,

peningkatan transaksi rupiah antara bank dengan WNA dan badan usaha asing dalam

perkembangannya telah menimbulkan ketidakstabilan kondisi moneter di dalam negeri,

khususnya dalam bentuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah.48

Pengaturan terhadap transaksi

rupiah dan pemberian kredit dalam valuta asing antara bank dengan pihak-pihak tersebut

merupakan langkah kehati-hatian dalam rangka melindungi integritas dan stabilitas sistem

keuangan Indonesia, sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan sumber dana dalam negeri, baik

dalam rupiah maupun valuta asing, serta bagi kegiatan-kegiatan yang dapat menunjang

perekonomian domestik untuk berkembang. Oleh sebab itu, larangan pemberian kredit bagi

pihak asing tersebut tidak berlaku apabila kredit “diberikan untuk pembiayaan proyek di

47

Yang dimaksud dengan short-selling adalah suatu cara yang digunakan dalam penjualan saham di mana

investor atau trader meminjam dana (on margin) untuk menjual saham (yang belum dimiliki) dengan harga

tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pinjaman saham ke pialangnya pada saat

saham turun (Diana Kusumasari, “Pengaturan Mengenai Short Selling,”

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4663/pengaturan-mengenai-short-selling diakses pada tanggal 29

November 2014 pukul 20.42).

48

Bank Indonesia (2), Bank Indonesia (2), Peraturan Bank Indonesia Tentang Pembatasan Transaksi

Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank, PBI Nomor 7/14/PBI/2005, L.N. Nomor 50 DPD Tahun

2005, Penjelasan.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 16: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

16

sektor riil49

untuk usaha produktif yang berada di wilayah Indonesia.”50

Di Indonesia, pihak

asing dapat mengajukan kredit pembiayaan untuk membangun usaha di Indonesia. Bank tidak

melarang tindakan tersebut karena, sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan

investasi yang cukup besar dari pihak asing. Namun, di sisi lain, umumnya pihak asing lebih

memilih untuk mengajukan kredit dibandingnkan mengeluarkan uang tunai untuk memitigasi

risiko investasi yang cukup besar. Situasi di atas dapat dianalogikan dengan pemberian kredit

untuk transaksi LBO. Dapat disimpulkan dari kedua pendapat di atas bahwa LBO sebenarnya

dapat dilakukan di Indonesia. Hal ini digunakan untuk meningkatkan investasi dan

pengembangan usaha di Indonesia.

Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diuraikan di atas, maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah:

1. Saat ini terdapat beberapa pengaturan kredit perbankan khususnya larangan dan

pembatasan pemberian kredit perbankan di Indonesia, antara lain:

i. Bank dibatasi dalam memberikan kredit untuk pembelian atau pengadaan tanah kepada

developer atau pengembang berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI Nomor

30/46/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 30/2/UK Tahun 1997

Tentang Pembatasan Pemberian Kredit Untuk Pembiayaan Pengadaan dan atau

Pengolahan Tanah.

ii. Bank dibatasi dalam memberikan kredit kepada perusahaan sekuritas berdasarkan Surat

Edaran BI Nomor SE 24/1/UKU dan Surat Keputusan Direksi BI Nomor

24/32/KEP/DIR perihal Kredit Kepada Perusahaan Sekuritas dan kredit dengan Agunan

Saham

iii. Bank tidak diperbolehkan melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) PBI

Nomor 8/13/PBI/2006 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit.

iv. Bank harus mematuhi PPKB sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BI Nomor

27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran BI Nomor 27/7/UPPB dalam Pedoman Penyusunan

Kebijaksanaan Pemberian Kredit (PPKPB), termasuk juga:

1. Memberikan kredit tanpa perjanjian secara tertulis

49

Yang dimaksud dengan sektor riil adalah sektor produksi dan perdagangan barang dan jasa, namun

tidak termasuk sektor jasa keuangan seperti kegiatan jual beli Surat Berharga (lih. Bank Indonesia (2), op.cit.,

Penjelasan Pasal 6 ayat (1)).

50

Bank Indonesia (2), op. cit., Pasal 9 ayat (1).

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 17: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

17

2. Memberikan kredit kepada usaha yang sejak semula telah diperhitungkan bahwa

usaha tersebut kurang sehat dan akan membawa kerugian

3. Memberikan kredit tanpa informasi keuangan nasabah debitur yang cukup

v. Bank tidak diperkenankan memberikan kredit untuk Setoran Margin Deposit Transaksi

Derivatif berdasarkan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 28/119/KEP/DIR dan PBI

Nomor 7/31/PBI/2005 Tentang Transaksi Derivatif.

vi. Sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 23/70/KEP/DIR dan Surat Edaran BI

Nomor 23/3/UKU, kemudian disempurnakan dengan Surat Edaran BI Nomor SE

24/1/UKU dan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 24/32/KEP/DIR perihal Kredit

Kepada Perusahaan Sekuritas dan kredit dengan Agunan Saham, Bank tidak

diperkenankan memberikan kredit untuk:

1. Pembelian saham dan atau memiliki saham yang tidak dimaksudkan sebagai

penyertaan

2. Modal kerja dalam rangka kegiatan jual beli saham

vii. Bank tidak diperkenankan untuk memberikan kredit kepada perorangan atau perusahaan

yang tidak berdomisili di Indonesia berdasarkan PBI Nomor 7/4/PBI/2005 Tentang

Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing yang sebagian telah

diubah dengan PBI Nomor 16/9/PBI/2014.

viii. Bank dilarang untuk menerima pelunasan kredit dari Surat Berharga Komersial

(Commercial Paper) sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BI Nomor 28/52/KEP/DIR

dan Surat Edaran BI Nomor 49/52/UPG tentang Persyaratan Perdagangan dan

Penerbitan Surat Berharga Komersial (Commercial Paper).

ix. Bank dilarang memberikan kredit lebih dari Rp 50 juta kepada satu debitur tanpa

mencantumkan NPWP sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BI Nomor

28/83/KEP/DIR dan Surat Edaran BI Nomor 27/3/UKU Tentang Penetapan Surat

Keputusan Direksi BI Nomor 27/121/KEP/DIR Tentang Penyampaian NPWP dan

Laporan Keuangan dalam Permohonan Kredit.

x. Bank dilarang memberikan kredit tanpa jaminan berdasarkan Surat Keputusan Direksi

BI Nomor 23/69/KEP/DIR Tentang Jaminan Pemberian Kredit.

2. Implikasi hukum pembatasan pemberian kredit perbankan untuk pembelian saham

perusahaan tertutup dalam rangka transaksi LBO dianalisa berdasarkan Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 24/32/KEP/DIR dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia

Nomor 24/1/UKU tanggal 12 Agustus 1991 Tentang Pembatasan Pemberian Kredit Untuk

Pembelian dan Pemilikan Saham oleh Bank dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 18: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

18

Nomor 26/68/KEP/DIR dan Surat Edaran Direksi Bank Indonesia Nomor 26/1/UKU

tanggal 07 September 1993 Tentang Saham Sebagai Agunan Tambahan Kredit.

Berdasarkan pembahasan di atas, LBO dapat dilakukan di Indonesia dengan syarat

dilakukan dalam rangka pengembangan usaha atau ekpansi sebagaimana yang tertulis

dalam Pasal 4 ayat (1) Surat Keputusan Direksi BI 26/28/KEP/DIR. Oleh karena itu, dalam

kasus pemberian kredit oleh Bank Mandiri kepada PT. Bumi Resources, Tbk. dalam

rangka mengakuisisi PT. Arutmin, tidak bisa dikatakan melanggar atau pun tidak

melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) Surat Keputusan Direksi BI 26/28/KEP/DIR.

Akuisisi yang dilakukan PT. Bumi Resources, Tbk saat itu ditujukan untuk

mengembangkan usahanya. PT. Arutmin memiliki sejumlah tambang di pulau Kalimantan

yang bernilai tinggi serta mengandung batu bara dalam jumlah yang besar. Oleh sebab itu,

dalam konteks pembiayaan untuk akuisisi untuk ekspansi usaha, Bank sebenarnya

diperbolehkan untuk memberikan kredit.

Saran

1. Belum adanya peraturan yang dengan jelas mengatur secara spesifik mengenai masalah

pemberian kredit untuk pembiayaan akuisisi menyebabkan para bankir memanfaatkan

celah kekosongan hukum tersebut untuk keuntungan mereka. Otoritas Jasa Keuangan

sebagai pengawas dan regulator di bidang perbankan saat ini diharapkan sebaiknya segera

membuat instrumen hukum untuk mengisi kekosongan tersebut sehingga sektor perbankan

yang secara khusus mengatur mengenai kredit untuk akuisisi ini agar perekonomian tetap

stabil dan aman dari kondisi overleveraged.

2. Pihak bank diharapkan mampu melakukan analisa kredit dengan optimal agar tidak terjadi

suatu penyalahgunaan kredit (side-streaming) oleh nasabahnya. Bank juga tidak boleh

bersikap acuh dan hanya fokus mengejar keuntungan semata tetapi tetap mengawasi

debitur agar tujuan pemberian kredit tercapai. Bank Mandiri, selaku kreditur, juga harus

memastikan kembali bahwa kredit yang ia berikan memang benar dipergunakan sesuai

dengan tujuan penggunaan kredit yang dicantumkan dalam perjanjian kredit nomor KP-

COD-008/PK-KI-VA-2001 tanggal 19 Oktober 2001 antara Bank Mandiri dan PT. Bumi

Resources, Tbk.

Daftar Referensi

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 19: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

19

Amess, Kevin dan Mike Wright, “Leveraged Buyouts, Private Equity and Jobs.” Small

Business Economics 38, no. 4 (2012): 419-430.

Anwar, Miranda. “Pencatatan Saham Lewat Belang (Backdoor Listing) Dengan Cara

Melakukan Akuisisi (Studi Kasus: Akuisisi PT Fatrapolindonusa Industri, Tbk., Oleh

Titan International Corp.Sdn.Bhd.).” (Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2008).

Badrulzaman, Mariam Darus. Perjanjian Kredit Bank. Bandung: Alumni, 1983.

Bahsan, M. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2007.

Bank Indonesia. “Kamus Bank Sentral Republik Indonesia.”

http://www.bi.go.id/web/id/Kamus.htm?id=P&start=1&curpage=6&search=False&rule

=last diakses pada tanggal 27 September 2014.

________. Peraturan Bank Indonesia Tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian

Kredit Valuta Asing oleh Bank, PBI Nomor 7/14/PBI/2005, L.N. Nomor 50 DPD Tahun

2005.

________. Surat Keputusan tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Bank Umum. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 32/51/KEP/DIR

tanggal 14 Mei 1999.

Berlin, Mitchell dan Loretta J. Mester. “Debt Covenants and Renegotiation.” Journal of

Financial Intermediation 2, no. 2 (1992): 95:133.

Cotter, James F. dan Sarah W. Peck. “The Structure of Debt and Active Equity Investors: The

Case of Buyout Specialists,” Journal of Financial Economics 59, no. 1 (2001): 101-147.

Diamond, Douglas W. “Seniority and Maturity of Bank Loan Contracts.” Journal of

Financial Economics 33, no. 3 (1993): 341-368.

Fuady, Munir. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO. Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2001.

Gilson, Stuart C., Kose John dan Larry H. P. Lang. “Troubled Debt Restructurings: An

Empirical Analysis of Private Reorganization of Firms in Default.” Journal of Financial

Economics 27, no. 2 (1990): 315-353.

Harun, H.M. Hazniel. Hukum Perjanjian Kredit Bank, Cet. 2. Jakarta: Yayasan Tritura ”66,

1991.

Indonesia. Undang-Undang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007,

L.N. Nomor 106 Tahun 2007, T.L.N. Nomor 4756.

________. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, L.N. Nomor 182 Tahun

1998, T.L.N. Nomor 3790.

________. Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank, Peraturan

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999, L.N. Nomor 61 Tahun 1999, T.L.N. Nomor 3840.

Kaplan, Steven N. dan Jeremy Stein. “The Evolution of Buyout Pricing and Financial

Structure in the 1980s.” Quarterly Journal of Economics 108, no. 2 (1993): 313-357.

Kaplan, Steven N. dan Per Strömberg. “Leveraged Buyouts and Private Equity.” Journal of

Economic Perspectives 23, no. 1 (2009): 121-146.

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014

Page 20: Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit Oleh Bank Untuk

20

Kusumasari, Diana. “Pengaturan Mengenai Short Selling.”

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4663/pengaturan-mengenai-short-selling.

Diakses pada tanggal 29 November 2014.

Mamudji, Sri, et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Nadant, Anne-Laure Le dan Frédéric Perdreau. "Financial Profile of Leveraged Buyout

Targets: Some French Evidence." Review of Accounting and Finance 5, no. 4 (2006):

370-392.

Nini, Greg, David C. Smith dan Amir Sufi. “Creditor Rights and Firm Investment Policy,“

University of Chicago Working Paper (2007).

Olsen, Jonathan. “Note on Leveraged Buyout.” Center for Private Equity and

Entrepreneurship Tuck School of Business at Dartmouth,

http://pages.stern.nyu.edu/~igiddy/LBO_Note.pdf. Diakses pada tanggal 09 September

2014.

Park, Cheol. “Monitoring and Structure of Debt Contracts, Monitoring and Structure of Debt

Contracts,” Journal of Finance 55, no. 5 (2000): 2157-2195.

Santoso, Ruddy Tri Santoso. Kredit Usaha Perbankan, Ed. 1, Cet. 1. Yogyakarta: Andi, 1996.

Soebagjo, Felix Oentoeng. Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan, Cet. 1. Jakarta: Pusat

Pengkajian Hukum, 2006.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. 3. Jakarta: UI Press, 1986.

Supramono, Gatot. Perbankan dan Masalah Kredit. Jakarta: Djambatan, 1995.

Sutarno. Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Ed. Rev, Cet. 4. Bandung: Alfabeta,

2009.

Suyatno, Thomas dkk. Dasar-dasar Perkreditan, Ed. 3. Jakarta: Penerbit PT Gramedia

Pustaka Utama, 1993.

Thomson, James B., “Bank Lending to LBOs: Risks and Supervisory Response,” Economic

Commentary Federal Reserve Bank of Cleveland (1989): 1-4.

Usman, Rachmadi. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2001.

Wahyudi, Vincent. “Tinjauan Yuridis Leveraged Buyout Dalam Pasar Modal Indonesia:

Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Minoritas dan Penerbitan Obligasinya.”

(Skripsi Universitas Indonesia, Depok, 2013).

Tinjauan yuridis..., Paula Aprijanto, FH, 2014