tinjauan pustaka penyakit infeksi koi herpesvirus (khv) · morfologi dan diameter konsisten sesuai...

16
TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah ikan yang dibudidayakan secara luas sebagai bahan makanan. Sebanyak 1.5 juta metrik ton diproduksi terutama di Asia maupun Eropa (www.fao.org ). Budidaya ikan mas memberikan sumbangan protein untuk penduduk yang berdiam di Asia, Eropa dan Timur Tengah (Aoki et al. 2007). Koi herpesvirus diidentifikasi pertama kali tahun 1998 yang menyebabkan kematian massal pada ikan mas budidaya di Israel (Gilad et al. 2002) dan Amerika Serikat (Gray et al. 2002). Carp nephritis and gill necrosis virus (CNGV) adalah nama awal virus yang berasal dari virus DNA yang morfologinya mirip dengan anggota kelompok Herpesviridae yang nama lainnya adalah koi herpesvirus dan Cyprinid herpesvirus (Dishon et al. 2005). Nama lain dari virus KHV adalah Cyprinid Herpesvirus 3 atau CyHV-3 (Aoki et al. 2007). Virus ini masuk ke Indonesia pada tahun 2002 melalui perdagangan ikan koi (Sunarto et al. 2004). Dari percobaan kohabitasi antara ikan sehat dan ikan terinfeksi KHV yang dilakukan oleh Hutoran et al. (2005) diperoleh hasil bahwa ikan yang sakit mengalami ganggunan berupa gerakan yang tidak terkoordinasi dan berenang tidak beraturan yang merupakan tanda-tanda adanya gangguan saraf (neurological disorder). Gangguan ini diperjelas dengan berkurangnya frekuensi gerakan ekor dan kehilangan keseimbangan pada beberapa ikan. Penyebaran penyakit ini melalui air dan bersifat sangat menular. Menilik dari nama gejala penyakit yang ditimbulkan, virus ini memang menginfeksi terutama pada bagian insang dan ginjal ikan. Dari kajian histopatologi pada insang, tampak jelas bahwa virus ini mengakibatkan inflamasi pada renal tubul ginjal dan mengakibatkan sel-sel yang terinfeksi mengalami pembentukan badan inklusi pada inti selnya. Kajian histopatologi insang ikan yang sakit menunjukkan bahwa terdapat sel-sel inflamasi di insang dan epitel insang mengalami hiperplasia. Kajian dengan menggunakan indirect immunofluorescen microscopy terhadap insang, ginjal, otak dan hati menunjukkan bahwa virus KHV terakumulasi pada insang dan ginjal (Pikarsky et al. 2005). Keberadaan virus pada ikan dapat dideteksi secara cepat dengan menggunakan metode PCR ( Gray et al. 2002; Gilad et al. 2002) dan menggunakan metode LAMP (loop- mediated isothermal amplification)(Soliman & El-Matbouli 2005).

Upload: trinhtruc

Post on 15-Mar-2019

259 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah ikan yang dibudidayakan secara luas

sebagai bahan makanan. Sebanyak 1.5 juta metrik ton diproduksi terutama di Asia

maupun Eropa (www.fao.org). Budidaya ikan mas memberikan sumbangan protein

untuk penduduk yang berdiam di Asia, Eropa dan Timur Tengah (Aoki et al. 2007).

Koi herpesvirus diidentifikasi pertama kali tahun 1998 yang menyebabkan

kematian massal pada ikan mas budidaya di Israel (Gilad et al. 2002) dan Amerika

Serikat (Gray et al. 2002). Carp nephritis and gill necrosis virus (CNGV) adalah nama

awal virus yang berasal dari virus DNA yang morfologinya mirip dengan anggota

kelompok Herpesviridae yang nama lainnya adalah koi herpesvirus dan Cyprinid

herpesvirus (Dishon et al. 2005). Nama lain dari virus KHV adalah Cyprinid

Herpesvirus 3 atau CyHV-3 (Aoki et al. 2007). Virus ini masuk ke Indonesia pada

tahun 2002 melalui perdagangan ikan koi (Sunarto et al. 2004).

Dari percobaan kohabitasi antara ikan sehat dan ikan terinfeksi KHV yang

dilakukan oleh Hutoran et al. (2005) diperoleh hasil bahwa ikan yang sakit mengalami

ganggunan berupa gerakan yang tidak terkoordinasi dan berenang tidak beraturan

yang merupakan tanda-tanda adanya gangguan saraf (neurological disorder).

Gangguan ini diperjelas dengan berkurangnya frekuensi gerakan ekor dan kehilangan

keseimbangan pada beberapa ikan. Penyebaran penyakit ini melalui air dan bersifat

sangat menular.

Menilik dari nama gejala penyakit yang ditimbulkan, virus ini memang

menginfeksi terutama pada bagian insang dan ginjal ikan. Dari kajian histopatologi

pada insang, tampak jelas bahwa virus ini mengakibatkan inflamasi pada renal tubul

ginjal dan mengakibatkan sel-sel yang terinfeksi mengalami pembentukan badan

inklusi pada inti selnya. Kajian histopatologi insang ikan yang sakit menunjukkan

bahwa terdapat sel-sel inflamasi di insang dan epitel insang mengalami hiperplasia.

Kajian dengan menggunakan indirect immunofluorescen microscopy terhadap

insang, ginjal, otak dan hati menunjukkan bahwa virus KHV terakumulasi pada insang

dan ginjal (Pikarsky et al. 2005).

Keberadaan virus pada ikan dapat dideteksi secara cepat dengan

menggunakan metode PCR ( Gray et al. 2002; Gilad et al. 2002) dan menggunakan

metode LAMP (loop- mediated isothermal amplification)(Soliman & El-Matbouli 2005).

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

9

Metode LAMP tidak memerlukan mesin PCR dalam mengamplifikasi DNA, akan tetapi

memerlukan Bst DNA polymerase, dua primer inner, dua primer outer dan dua primer

loop untuk mengamplifikasi DNA. Reaksi dilakukan pada suhu 65 oC selama 60

menit. Dari 50 ekor ikan sampel yang diperiksa dengan PCR, 37 ekor dinyatakan

positif KHV sedang 13 ekor negatif. Melalui metode LAMP semua sampel dinyatakan

positif.

Virus KHV (Koi Herpesvirus) Nama herpes berasal dari bahasa Yunani yaitu herpein yang berarti kronis /

laten / infeksi yang selalu terjadi. Sebanyak 100 macam herpesvirus telah diisolasi.

Virus ini memiliki ukuran DNA genom yang besar mencapai 235 kbp dan tersusun

dari 35 polipeptida. Secara umum kelompok herpesvirus ini berukuran 180-200 nm,

memiliki amplop yang tersusun dari glikoprotein. Pada bagian antara amplop dan

kapsid terdapat tegument yang tersusun dari protein. Kapsid berbentuk ikosahedral

dengan diameter 95-105 nm. Pada bagian pusat terdapat DNA yang dikelilingi oleh

nukleokapsid. Bentuk DNA genom kelompok herpesvirus adalah berutas ganda yang

berukuran 130-230 kbp (www.herpes.org).

Struktur virus herpes dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 1. Penampang melintang kelompok herpesvirus

(pathmicro.med.sc.edu/virol/herpes) Koi herpesvirus merupakan virus DNA utas ganda yang memiliki 31 polipeptida

dan delapan protein glikosilat dimana 12 polipeptidanya memiliki berat molekul yang

sama dengan CHV (cyprinid herpesvirus) dan 10 polipeptidanya sama dengan CCV

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

10

(channel catfish virus). KHV memiliki kapsid simetri ikosahedral dengan diameter

100-110 nm, sedangkan virion matang memiliki amplop yang longgar sehingga ukuran

diameternya menjadi 170-230 nm. Selain itu juga terdapat benang-benang

penyangga seperti struktur tegument pada permukaan inti yang mirip dengan

kelompok Herpesvirus (Pokorova et al. 2005).

Hutoran et al. (2005) melaporkan bahwa virus yang diisolasi dari ikan mas

yang mengalami kematian massal di Israel memiliki ukuran DNA genom besar yaitu

277 kbp, lebih besar dari ukuran DNA genom kelompok Herpesviridae. Penemuan

yang lain adalah hanya sebagian kecil fragmen yaitu 16-45 bp yang mirip dengan

beberapa DNA genom virus yang lain. Karakter koi herpesvirus yang dilaporakan dari

penelitian Hutoran adalah:

1. Virus sangat menular

2. Transmisi melalui air

3. Terinduksi menjadi penyakit apabila temperatur tertekan sehingga berada

pada level 18-24 oC, baik pada skala penelitian di laboratorium (indoor)

maupun di kolam (outdoor)

4. Memiliki inang yang terbatas yaitu ikan mas dan koi

5. Tidak dapat dipropagasi pada epitelioma pappilosum cell (EPC), tetapi dapat

dipropagasi pada koi fin cell (KFC)

6. Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun

kadang-kadang pada bagian inti virus (core) berisi massa non-simetri

berukuran kecil

7. Analisis terhadap sekuen fragmen DNA tidak menunjukkan adanya kesamaan

dengan genom virus yang sudah diketahui

8. Virus memiliki molekul DNA utas ganda yang sangat besar yaitu 277 kbp, lebih

besar dibanding dengan genom herpesvirus yang sudah ada.

Penyebaran KHV sejak awal ditemukan dan penyebarannya di empat benua di

dunia seperti dilaporkan oleh Crane et al. (2004) dapat dilihat pada tabel berikut.

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

11

Tabel 1. Penyebaran virus KHV di empat benua di dunia

Sumber: Crane et al. (2004)

Adapun gambar virus KHV yang diambil dari koi fin cell dan diamati dengan

mikroskop elektron ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Koi herpesvirus yang diambil dari koi fin cell, diamati dengan mikroskop electron yang memperlihatkan adanya kapsid berbentuk

simetri ikosahedral (tanda panah pada gambar A) dan beramplop (tanda panah pada gambar B), diwarnai dengan pewarnaan negative phosphotungstat 2 % (Hutoran et al. 2005)

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

12

Crane et al. (2004) melaporkan bahwa virus KHV memiliki sensitifitas terhadap

kondisi fisika-kimia. Namun penelitian berikutnya secara detil masih perlu dilakukan

untuk mengungkap kondisi fisika-kimia yang berpengaruh terhadap sensitifitas virus.

Tabel 2. Sensitivitas KHV terhadap kondisi fisika dan kimia

Sensitifitas/Kerentanan Terhadap Kondisi Fisika-Kimia Temperatur Infektifitas virus hilang setelah berada pada suhu

35 oC selama dua hari atau pada suhu 60 oC selama 30 menit

pH Infektifitas hilang pada pH <3 atau pH>11 Bahan kimia Sensitif terhadap kloroform (diasumsikan sensitive

juga terhadap bahan pelarut lemak yang lain)

Desinfektan Desinfektan yang dianjurkan merujuk pada ketetapan Office International des Epizooties, OIE (2003), perlu diteliti lebijh lanjut

Kelangsungan hidup Virus dapat bertahan hidup di air selama 20 jam dan lebih lama pada kolam dengan kondisi buruk, ada yang menyebutkan juga bahwa virus hanya mampu bertahan paling lama empat jam.

Sumber: Crane et al. (2004)

KHV merupakan virus yang baru dikenal keberadaannya ketika menyebabkan

kematian massal pada budidaya ikan mas dan Koi di Israel tahun 1998. Sebelum

disekuensing, KHV masih diberi nama CNGV (carp nephritis and gill necrosis virus)

(Dishon et al. 2005) dan masih diduga merupakan anggota family Herpesviridae

karena kemiripannya dengan family Herpesviridae yaitu berupa DNA berutas ganda

yang dibungkus oleh kapsid ikosahedral , lapisan protein tegument dan amplop virus

yang tersusun oleh glikoprotein. Berdasarkan data yang ada di GeneBank, dari

seluruh KHV yang ada sekarang baru terdapat tiga genom virus yang sudah

disekuensing secara lengkap (genom). Tiga genom KHV tersebut berasal dari

Jepang, Israel dan Amerika Serikat (Aoki et al. 2007). Genom KHV memiliki ukuran

sekitar 295 kbp dengan perincian sebesar 295.271 bp untuk KHV dari Jepang,

295.146 bp untuk KHV dari Amerika Serikat dan 295.138 bp untuk KHV yang berasal

dari Israel. Dari ukuran tersebut tampak ada perbedaan jumlah basa nitrogen dan

bervariasi untuk masing-masing strain/serotype virus dimana KHV dari Jepang

memiliki ukuran genom yang paling besar diikuti Amerika Serikat dan Israel.

Namun demikian KHV masih meragukan apabila digolongkan ke dalam family

Herpesviridae karena memiliki ukuran molekul yang cukup besar yang waktu itu

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

13

diduga sebesar 277 kb ketika diketahui pertama kali, lebih besar dari ukuran molekul

anggota family Herpesviridae yang sudah ada yaitu 125-245 kb. Di samping itu

kegagalan dalam membuktikan adanya hubungan kekerabatan (secara genetik)

antara KHV dengan family Herpesviridae juga menyebabkan keraguan uuntuk

memasukkan KHV ke dalam family ini. Setelah disekuensing oleh Aoki et al. (2007)

baru dapat dipastikan bahwa KHV memang bagian dari family Herpesviridae. KHV

memiliki hubungan erat dengan Cyprinid Herpesvirus 1 dan 2 (CyHV-1 dan CyHV-2)

yang menyebabkan penyakit carp pox dan hematopoietic necrosis pada ikan mas

koki (gold fish). Selain itu KHV juga memiliki kekerabatan dengan Ictalurid

herpesviridae (IcHV-1) dan ranid HV-1 (penyebab tumor pada katak). Selanjutnya

KHV telah diusulkan secara formal ke dalam anggota Alloherpesviridae dengan nama

spesies Cyprinid Herpesvirus 3 atau disingkat menjadi CyHV-3 (Aoki et al. 2007).

Vaksin DNA pada Ikan

Ikan adalah organisme yang mudah terifeksi penyakit yang diakibatkan oleh

parasit, bakteri, cendawan dan virus apabila dibudidayakan dalam sistem terkontrol.

Penanggulangan penyakit dengan menggunakan bahan kimia termasuk antibiotik

memberikan dampak yang tidak baik bagi lingkungan maupun manusia yang

mengonsumsinya. Penyakit yang disebabkan oleh virus relatif lebih ditangani karena

tidak ada treatmen komersial maupun kemoterapetan yang ekonomis yang

bermanfaat dalam penanggulangan penyakit infeksi KHV. Oleh karena itu langkah-

langkah yang perlu dilakukan adalah langkah yang bersifat profilaksis misalnya

vaksinasi dan diagnosis penyakit dalam rangka pencegahan terjadinya wabah

penyakit (Leong et al. dalam www.nps.ars.usda.gov).

Vaksinasi mampu meningkatkan produktifitas ikan salmon secara signifikan di

Norwegia. Produksi ikan salmon pada tahun 1987 sebesar 65,000 metrik ton dan

meningkat menjadi 700,000 metrik ton pada tahun 2007. Penggunaan vaksin juga

mereduksi penggunaan antibiotik dari 48,500 kg menjadi 649 kg (Gravningen &

Berntsen 2008).

Vaksin yang pertama kali dikembangkan pada budidaya ikan adalah vaksin

terhadap penyakit bakterial pada tahun 1970. Vaksin mulai diintroduksikan ke

lingkungan akuakultur pada awal tahun 1980. Adanya vaksin ini ikut meningkatkan

secara signifikan dalam pertumbuhan industri budidaya serta penerimaan konsumen

terhadap ikan yang dibudidayakan. Hal ini disebabkan karena berkurangnya dampak

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

14

terhadap lingkungan serta peningkatan mutu bahan pangan dari ikan karena adanya

minimalisasi dalam penggunaan antibotik (Lorenzen & LaPatra 2005).

Vaksin virus untuk ikan jarang dijual secara komersial. Di Amerika Serikat

sendiri agak sulit untuk mendapatkan lisensi peredaran karena prosesnya panjang

dan biayanya mahal serta efikasi vaksin yang tidak konsisten. Kendala yang lain

adalah masalah keamanan vaksin virus yang diatenuasi masih dipertanyakan karena

memiliki potensi untuk bangkit kembali dan menginfeksi inang yang divaksinasi

(Leong et al. dalam www.nps.ars.usda.gov). Berkembangnya penyediaan vaksin

untuk menanggulangi penyakit yang diakibatkan oleh viral haemorrhagic septicaemia

virus (VHSV), infectious haematopoietic necrosis virus (IHNV), infectious pancreatic

necrosis virus (IPNV) dan infectious salmon anemia virus (ISAV) cukup memberikan

perlindungan bagi budidaya ikan salmon. Di sisi lain, penumbuhan virus bakal vaksin

di sel kultur ikan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Untuk efisiensi biaya budidaya

maka vaksin DNA perlu dikembangkan lebih lanjut. Pada level eksperimen vaksin ini

dapat melawan virus dengan tingkat paling efisien. Vaksin ini berbasis pada plasmid

DNA yang membawa sisipan gen misalnya glikoprotein dan disertai dengan promoter

dan terminator/polyA untuk keperluan ekspresi di ikan (Lorenzen & LaPatra 2005).

Hirono (2005) mengelompokkan perkembangan vaksin pada ikan menjadi tiga

generasi. Generasi pertama adalah vaksin konvensional yang dibagi menjadi dua

kelompok yaitu vaksin yang diinaktivasi/dimatikan (inactivated vaccine) dan vaksin

hidup yang dilemahkan (live attenuated vaccine). Vaksin generasi kedua adalah

vaksin protein rekombinan (recombinant protein vaccine) dan vaksin generasi ketiga

adalah vaksin DNA (DNA vaccine).

Vaksin yang diinaktivasi memiliki keuntungan tidak ada resiko infeksi

sedangkan kelemahannya adalah biaya produksi mahal, pada beberapa kasus tidak

ada respon kekebalan yang ditimbulkan, serta daya tahan yang ditimbulkan relatif

singkat. Vaksin yang dilemahkan memiliki keuntungan yaitu mampu menginduksi

tanggap kebal humoral dan seluler serta memiliki daya proteksi dalam waktu relatif

lama. Kelemahan vaksin yang dilemahkan adalah memungkinkan terjadinya infeksi.

Keuntungan vaksin protein rekombinan adalah biaya produksi tidak mahal serta dapat

diproduksi secara massal, sedangkan kelemahannya adalah tidak mampu

mengaktivasi kekebalan seluler. Vaksin DNA memiliki keuntungan yaitu tidak

menimbulkan resiko infeksi, mudah dikembangkan dan diproduksi, bersifat stabil dan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

15

mampu mengaktivasi sistem kekebalan baik humoral maupun seluler, sedang

kelemahannya adalah terbatasnya protein yang bersifat imunogenik.

Lorenzen dan LaPatra (2005) memaparkan bahwa ikan rainbow trout yang

divaksinasi dengan DNA glikoprotein VHS (viral haemorrhagic septicaemia)

memperlihatkan proteksi total yang merupakan komplementasi antara respon imun

non-spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non-spesifik bekerja pada lebih

awal, setelah peranannya menurun digantikan oleh respon spesifik . Proteksi ini

dipresentasikan dengan kelangsungan hidup relatif (relative percentage

survival=RPS) (Gambar 3).

Gambar 3. Skema proteksi non-spesifik dan spesifik ikan rainbow trout yang

divaksinasi dengan vaksin DNA menggunakan gen glikoprotein VHS

Vaksin DNA Penyandi Glikoprotein

Vaksin DNA untuk menanggulangi IHNV (Infectious Hematopoietic Necrosis

Virus) adalah vaksin DNA pertama yang dikembangkan pada ikan salmon. Dari uji

gen nucleoprotein (N), phosphoprotein (P), matriks protein (M) , non-virion protein (NV

protein dan glikoprotein (G) yang disisipkan ke dalam vaksin plasmid maka

glikoprotein (G) saja yang bersifat imunogenik sehingga mampu menginduksi respon

imun pada ikan rainbow trout Onchorhyncus mykiss. Proteksi yang sama ditunjukkan

juga oleh gen G yang disisipkan pada vaksin plasmid dan divaksinasikan pada ikan

salmon Atlantik Salmo salar. Ikan divaksinasi dengan dosis 0.1, 1.0 dan 2.5 µg. Satu

bulan kemudian ikan diuji tantang dengan virus IHHNV. Dari percobaan tersebut

didapatkann hasil bahwa netralisasi dan pembentukan antibodi yang protekstif dapat

diinduksi oleh glikoprotein. Namun demikian produksi antibodi dapat dibuktikan pada

percobaan ikan dengan ukuran yang lebih besar ( Lapatra et al. 2001). .

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

16

Aplikasi vaksin DNA yang mengandung sisipan gen glikoprotein dapat

menginduksi terbentuknya alpha/beta interferon pada ikan rainbow trout yang diuji

tantang setelah 30 atau 70 hari setelah vaksinasi. Proteksi yang diberikan cukup lama

karena respon imun yang terbentuk bersifat spesifik yaitu terhadap gen G. Vaksin

DNA menginduksi perlindungan antiviral yang bersifat non-spesifik pada mulanya

yang dimediasi oleh alpha/beta interferon, berikutnya baru terbentuk respon imun

yang bersifat spesifik. Vaksin DNA dengan menggunakan gen glikoprotein untuk

mencegah penyakit IHHNV pada ikan rainbow tout mampu memberikan proteksi

secara signifikan empat hari setelah vaksinasi. Uji tantang setelah 28 hari vaksinasi

memberikan rentang yang paling tinggi antara kematian ikan kontrol dan ikan

perlakuan, dibandingkan dengan uji tantang pada 1, 7, 14 dan 21 hari (Kim et al.

2000).

Vaksin DNA untuk penyakit infeksi SVCV (spring viremia carp virus) yang

mengandung gen glikoprotein lengkap (full length) menghasilkan nilai relative percent

survival (RPS) sebesar 48% (primer tidak disebutkan). Perlakuan vaksinasi 10 µg

pada penelitian ini dapat menginduksi respon kekebalan berperantara sel (CMI=cell

mediated immunity), namun antibody tidak terdeteksi. Penelitian tentang vaksin DNA

untuk SVCV pada ikan mas merupakan penelitian yang pertama kali dilakukan

(Kanellos et al. 2006).

Vaksin DNA untuk penyakit SVCV asal Amerika Utara pada ikan koi

menggunakan gen glikoprotein menghasilkan nilai RPS sebesar 50-88%. Penelitian

ini merupakan penelitian pertama yang dilaporkan berhasil dilakukan pada ikan koi.

Penelitian ini membuktikan bahwa vaksin DNA untuk penyakit SVCV (pSGnc) dapat

menginduksi terbentuknya proteksi yang bersifat spesifik. Hasil penelitian tersebut

sekaligus memvalidasi potensi pSGnc yang dapat digunanakan dalam pencegahan

penyakit SVCV (Emmenegger & Kurath 2008).

Konstruksi Vaksin

Tahap pertama dalam memproduksi vaksin DNA adalah mengidentifikasi dan

mengklon antigen protektif yang berasal dari patogen. Plasmid yang menjadi agen

dalam vaksinasi diproduksi dalam kultur bakteri dan dimurnikan. Vaksin diberikan ke

sel yang menjadi mesin untuk memproduksi protein G, sesuai dengan gen yang

diklon. Setelah glikoprotein diproduksi maka tubuh akan mengenali adanya protein /

antigen asing yang masuk ke dalam tubuh. Setelah dideteksi oleh sistem imun ikan

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

17

maka tubuh memberikan reaksi dengan terbentuknya antibodi yang homolog. Skema

tentang konstruksi singkat plasmid untuk vaksin dapat dilihat dalam ilustrasi yang

diwakili oleh vaksin DNA dari kelompok Rhabdovirus berikut ini (Lorenzen & LaPatra

2005).

Gambar. 4. Skema gambaran partikel Rhabdovirus (a), vaksin plasmid (b)

dan protein G virus

Kontruksi plasmid dilakukan dengan menyisipkan gen ke dalam plasmid yang

mengandung promoter tertentu. Beberapa jenis promoter yang sudah diisolasi dan

sudah dicoba pada beberapa spesies ikan oleh beberapa peneliti adalah promoter

cytomegalovirus (CMV) dari virus manusia, elongation factor-1α (EF-1α) dari ikan

medaka, β-actin dari ikan medaka dan myosin light chain-2 (Mylz-2) dari ikan zebra

(Alimuddin 2003). Berdasarkan penelitian pada ikan zebra, promoter β-actin dan

Mylz-2 menunjukan aktivitas lebih kuat dibandingkan EF-1α. Sedangkan CMV

menunjukan aktivitas lebih rendah. Hal ini dikarenakan promoter CMV berasal dari

virus manusia dimana ada kemungkinan bahwa tidak semua elemen cis-acting-nya

dikenali oleh faktor trans-acting dari ikan zebra. Sedangkan promoter lainnya yang

berasal dari ikan menunjukan aktivitas yang tinggi. Promoter β-actin merupakan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

18

promoter yang bersifat house-keeping yaitu akan selalu aktif dalam siklus hidupnya.

Selain bersifat house-keeping, β-actin juga mempunyai sifat ubiquitous (Hacket 1993),

dimana promoter ini akan aktif dimana-mana dan constitutive (Volckaert et al. 1994)

yang berarti bahwa promoter ini bisa aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti

suhu dan hormon.

Promoter β-actin dari ikan medaka dilaporkan dapat aktif pada spesies yang

sama, sekerabat atau berbeda jenis dengan asal promoter, seperti pada ikan rainbow

trout (Yoshizaki 2001), ikan zebra (Alimuddin et al. 2005), ikan nila (Kobayashi et al.

2007), ikan lele (Ath-thar 2007), dan ikan mas (Purwanti 2007). Penggunaan

promoter β-actin pada konstruksi vaksin DNA KHV memiliki peluang besar untuk

mengaktivasi gen glikoprotein pada ikan mas.

Metode transfer vaksin DNA adalah hal yang penting ketika dikaitkan dengan

aplikasi di lapangan (Leong et al. dalam www.nps.ars.usda.gov). Transfer vaksin

pada mamalia menggunakan strategi injeksi intramuscular (IM) dengan gene-gun.

Teknik ini sebenarnya efektif dalam menginduksi terbentuknya respon imun pada

ikan, akan tetapi teknologi ini terlalu mahal apabila diaplikasikan pada budidaya ikan.

Injeksi intramuscular (IM) sederhana plasmid DNA yang telah dimurnikan dalam buffer

netral lebih efisien diterapkan di ikan daripada di hewan tipe yang lain (Lorenzen &

LaPatra 2005). Meskipun aplikasi melalui injeksi IM merupakan metode yang dapat

dipertimbangkan dalam vaksinasi, akan tetapi pengembangan aplikasi dengan

metode yang lain perlu terus dikembangkan misalnya melalui perendaman atau

melalui pencampuran dengan pakan (edible vaccine) dengan mempertimbangkan

keamanan bagi lingkungan (Leong et al. dalam www.nps.ars.usda.gov.)

Kajian yang dilakukan terhadap distribusi dan ekspresi vaksin DNA terhadap

lymphocystis disease virus (LCDV) pada ikan sebelah menunjukkan hasil bahwa

plasmid yang mengandung vaksin terdistribusi pada otot bekas penyuntikan, otot yang

berseberangan dengan lokasi penyuntikan, usus, insang, limpa, ginjal depan, hati dan

gonad setelah vaksinasi selama tujuh hari. Hasil tersebut diperoleh melalui kajian

PCR maupun RT-PCR. Konstruksi vaksin tersebut membawa gen gfp (gene

fluorescent protein) dimana fluoresensi dapat diamati pada otot bekas penyuntikan,

otot yang berseberangan dengan bekas penyuntikan, usus, insang, limpa, ginjal

depan dan hati pada jam ke-36 setelah vaksinasi. Pada hari ke-60 fluoresensi menjadi

lebih lemah, namun demikian tetap terdeteksi 90 hari setelah vaksinasi.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

19

Terdistribusinya vaksin DNA pada beberapa organ yang lain dapat memproduksi

antigen yang dapat menginduksi kekebalan spesifik ikan (Zheng et al. 2006).

Respons Imun pada Ikan

Ikan memiliki respon imun humoral maupun seluler sebagaimana vertebrata

yang lain. Ikan dan mamalia memiliki kesamaan dan perbedaan imunitas (Tabel 3).

Tabel 3. Perbedaan antara imunitas ikan dan mamalia Parameter Ikan Mamalia Keadaan biotik Rentang suhu Lingkungan primer Metabolisme

-2 – 35 oC Air Poikiloterm

36.5 – 37.5 oC Udara Homoioterm

Keragaman humoral Ig isotope Ig gene rearrangement Keragaman non spesifik

IgM, IgD? (teleostei) IgM, IgX/IgR, IgW, NAR(C) (condrichthyes), IgM redoks Multiseluler (condrichthyes dan beberapa teleostei) C3 (teleostei)

IgM, IgA, IgD, IgE, IgG Translocon Tidak ada bentuk C3

Performa keseluruhan Afinitas antibodi Respon antibodi Respon memori Pematangan afinitas Suhu rendah

Rendah Perlahan Lemah Rendah atau tidak ada Ketergantungan tinggi, respon immunosuppressive (hanya pada ikan poikiloterm)

Tinggi Cepat Kuat Tinggi Ketergantungan rendah

Organ Limfoid Jaringan hematopoietic Timus Kelenjar limfoid Jaringan limfoid yang berasosoasi dengan usus Pusat Germinal

Ginjal depan (teleostei), epigonal, organ Leydig, jaringan meningeal, orbital, jaringan hematopoietic subcranial (condrichthyes) Involusi tergantung spesies, dipengaruhi musim Tidak ada Tidak terorganisir, kumpulan limfoid Tidak ada (pusat melanomakrofag?), sel dendrite kemungkinan ada

Sumsum tulang belakang Involusi Ada Terorganisir Ada

Sumber: Tort et al. (2003) Respons Imun Non-Spesifik

Ikan memiliki sistem pertahanan tubuh yang bersifat non-spesifik maupun

spesifik (Tort et al. 2003). Sebelum berhasil menginvasi inangnya, maka patogen

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

20

harus berhadapan terlebih dahulu dengan barier pertahanan tubuh yang bersifat fisik

dan kimiawi. Patogen harus menembus barikade lendir/mucus yang ada di bagian

tubuh paling luar. Lendir ini memiliki kemampuan untuk menggumpalkan antigen

secara kimiawi. Setelah itu patogen harus mampu menerobos kulit maupun melewati

sisik terlebih dahulu untuk ikan yang bersisik. Setelah bagian ini lolos maka pathogen

harus berhadapan dengan sistem pertahanan non-spesifik lainnya dalam tubuh (Tort

et al. 2003).

Sistem pertahanan yang bersifat non-spesifik terdiri atas pertahanan seluler

dan humoral. Pertahanan non spesifik seluler melibatkan makrofag, granulosit, non-

specific cytotoxic cells (NCC).dan cell-line. Makrofag dan granulosit merupakan sel

fagositik yang bersifat motil yaitu dapat bergerak ke seluruh bagian-bagian tubuh.

Makrofag dan granulosit dapat ditemukan atau diisolasi dari darah, organ limfoid yaitu

ginjal depan dan rongga peritoneal (peritoneal cavity) Granulosit terdiri atas neutrofil

dan eosinofil, sedangkan basofil jarang ditemukan. Non-specific cytotoxic cells (NCC)

pada ikan identik dengan natural killer (NK) cells pada mamalia. Sel ini bertugas

untuk melisis sel kanker pada mamalia, sedangkan di ikan berfungsi untuk

menghadapi parasit. Sel ini dapat ditemukan di darah, jaringan limfoid, usus dan ginjal

depan. Cell line leukosit ini jarang ditemukan. Cell line ini berperanan dalam

melakukan fagositosis. Pertahanan non spesifik humoral diperankan oleh lisozim,

komplemen, interferon, protein C-reaktif, transferin dan lektin (Iwama & Nakanishi

1996).

Lisozim dapat ditemukan di lendir/mucus, serum dan telur. Zat ini berfungsi

untuk membantu mendegradasi lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri baik

gram positif maupun gram negatif. Lisozim juga mendorong aktifitas fagositosis yaitu

sebagai opsonin atau secara langsung mengaktifkan leukosit polimorfonuklear

(neutrofil) dan makrofag. Neutrofil juga berisi sebagian besar myeloperoksidase yang

terlibat dalam aktifitas bakterisidal (Mohanty et al. 2007). Lisozim merupakan salah

satu respon alamiah (innate) yang dapat terinduksi dengan cepat (Tort et al. 2003).

Komplemen adalah sebutan yang diberikan untuk rangkaian 20 protein yang

bersama dengan pembentuk bekuan darah, fibrinolisin dan pembentukan kinin,

membentuk salah satu sistem-sistem pemacu enzim yang ditemukan dalam plasma.

Sistem-sistem ini secara karakteristik menghasilkan suatu reaksi cepat, berkekuatan

tinggi terhadap suatu fenomena berjenjang di mana hasil satu reaksi akan menjadi

pemecah substansi berikutnya secara enzimatik (Roitt 2003). Komplemen pada

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

21

mamalia berbeda dengan ikan. Mamalia hanya punya satu isoform molekul C3 yang

dikode oleh satu loci, sementara ikan mengekspresikan beberapa isoform C3 aktif.

Ikan trout (Onchoryncus mykiss) dan medaka (Oryzias latipes) mengekspresikan tiga

isoform C3, ikan seabrem (Sparus aurata) dan mas (Cyprinus carpio)

mengekspresikan lima isoform C3 serta ikan zebra (Danio rerio) memiliki tiga loci

yang mengkode tiga isoform C3 (Tort et al. 2003).

Interferon adalah protein atau glikoprotein yang dapat menghambat replikasi

virus. Pada mamalia terdapat tiga tipe interferon yaitu interferon α, β, dan Ә.

Interferon α dan β terdapat pada ikan bertulang sejati dan tidak terdapat pada

kelompok lainnya. Interferon Ә disekresikan oleh leukosit yang berasal dari ginjal

depan ikan. Protein C-reaktif adalah protein pertama yang tampak pada plasma

manusia dan hampir semua hewan (termasuk invertebrata dan moluska) ketika terjadi

kerusakan jaringan, infeksi atau inflamasi. Protein ini berperanan dalam melakukan

presipitasi polisakarida C (CPS=C-polysaccharides) yang terdapat pada dinding sel

bakteri (Iwama & Nakanishi 1996). Protein C-reaktif berukuran 118 kDa dengan

koefisien sediimentasi 6.5 S dan memperlihatkan mobilitas tipe β pada medan

elektroforesis (Ingram 1980). Faktor ini akan meningkat jumlahnya pada fase akut

suatu penyakit infeksi mikrobial dan akan mengikat fosforil-kolin dari glikopeptida

dinding sel bakteri, cendawan dan parasit (Rijkers 1982).

Transferin adalah glikoprotein pengikat besi (Fe) yang berperanan dalam

transport Fe mulai dari absorbsi, penyimpanan, dan pemanfaatannya pada semua

vertebrata (Iwama & Nakanishi 1996). Berat molekul transferin tergantung spesies

ikan. Berat molekul transferin pada ikan mas 58-70 kDa, sedang pada ikan dogfish

75-80 kDa. Transferin mempunyai aktifitas antimikrobial yang menghambat

pemanfaatan metal oleh bakteri, mengangkut Fe dari situs penyerapannya di usus

dan perombakan Hb ke berbagai lokasi penyimpanan (Ingram 1980).

Lektin adalah perantara respon imun yang penting pada vertebrata tingkat

tinggi. Protein ini memiliki kemampuan untuk mengikat karbohidrat yang terlibat

dalam perlekatan ke dinding sel. Lektin memblokir perlekatan patogen ke dinding sel

sehingga invasi dapat digagalkan. Lektin juga terlibat dalam menginduksi mekanisme

respon imun yang lain misalnya mengaktifasi komplemen (Tort et al. 2003). Lektin

pernah ditemukan terdapat dalam serum darah ikan salmon yang berperan dalam

melakukan opsonisasi terhadap bakteri Aeromonas salmonicida. Lektin

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

22

meningkatkan aktifitas bakterisidal dan aktifitas makrofag dalam memfagositosis

bakteri A.salmonicida (Ewart et al. 2001).

Respons Imun Spesifik

Sistem pertahanan spesifik dibedakan menjadi dua macam yaitu yang bersifat

seluler dan humoral. Sistem pertahanan spesifik seluler diperankan oleh kekebalan

berperantara sel (cell mediated immunity/CMI) dalam hal ini limfosit Tc, sedangkan

pertahanan spesifik humoral diperankan oleh antibodi (Tort et al. 2003).

Kekebalan berperantara sel pada mamalia diperankan oleh sel Tcytotoxic

(CTL=cytotoxic lymphocyte). Sel T ini memiliki molekul CD8 pada permukaannya

untuk berinteraksi dengan molekul major histocompatibility complex kelas I (MHC I)

pada permukaan sel APC (antigen presenting cell) yang menyajikan antigen (Hirono

2005). Sel Tc ini akan mencari sel-sel yang mengalami kelainan fisiologis untuk

dihancurkan. Tujuan pembungihangusan ini adalah untuk menghindari penyebaran

penyakit (Kuby 1997).

Roitt (2003) memaparkan bahwa kekebalan berperantara sel (seluler)

melibatkan limfosit Tc yang dihasilkan di kelenjar timus yang bekerjasama dengan NK

(natural killer= non specific cytitoxic cells/NCC) dalam menghancurkan sel yang

mengalami kelainan. Ruang lingkup sel NK ini terbatas sehingga perlu bantuan

antibodi untuk mengahancurkan sel yang terinfeksi parasit intraseluler yaitu virus.

Antibodi menyelimuti sel yang terinfeksi virus sementara NK yang memiliki reseptor

khusus terhadap antibodi berikatan dengan antibodi. Antibodi akan membawa sel NK

mendekat ke sel sasaran dengan membentuk suatu jembatan. Sel NK yang diaktifkan

oleh kompleks antigen-antibodi mampu membunuh sel terinfeksi melalui mekanisme

ekstraseluler. Pembunuhan sel ini bersifat non-spesifik. Pembunuhan sel terinfeksi

virus yang bersifat spesifik dilakukan oleh sel Tc. Sel ini berhubungan dengan sel

target dengan bantuan molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I.

Melalui pengenalan terhadap antigen permukaan ini maka sel-sel sitotoksik datang

untuk membuat kontak yang lebih intim dengan sel target. Sel sitotoksik juga

melepaskan Ә-interferon yang membantu memperkecil peluang penyebaran virus ke

sel-sel yang lainnya yang berdekatan. Sel sitotoksik melakukan pembumihangusan

sel target sehingga penyebaran virus dapat dihentikan.

Kekebalan spesifik humoral dilakukan oleh antibodi. Pembentukan antibodi

diawali dengan terjadinya interaksi antara antigen dengan makrofag. Interaksi ini

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Infeksi Koi Herpesvirus (KHV) · Morfologi dan diameter konsisten sesuai dengan herpesvirus meskipun kadang-kadang pada bagian inti virus ( core ) berisi

23

terdeteksi oleh sel Thelper dan sel T ini memberikan sinyal melalui sitokin/interleukin

kepada sel B untuk melakukan prolifareasi. Sel B yang telah mengalami proliferasi

menghasilkan antibodi yang sesuai dengan antibodi yang menginduksinya (Roitt

2003).

Mamalia memiliki beberapa kelas antibodi/immunoglobulin (Ig yaitu IgA, IgD,

IgE IgG dan IgM. Ikan bertulang sejati memiliki kelas Ig yang terbatas yaitu IgM. IgM

ini berukuran 800 kD (Tort et al. 2003), dengan koefisien sedimentasi 16 S dan

berbentuk monomer, tetramer dan pentamer (Walczak 1985). Semua kelas Ig

mengandung karbohidrat yang terikat pada atom C dari rantai H. Dalam proses

pengikatan karbohidrat seperti manosa, galaktosa, fukosa pada situs asparagin, serin

atau treonin diperlukan enzim N-asetil-glukosamin-asparagin transglikosilase. Ikatan

karbohidrat ini diperlukan untuk meningkatkan kelarutan Ig, mencegah degradasi

katabolik dan mempermudah sekresi antibodi dari sel pembentuknya. Ig M merupakan

makroglobulin dimana kestabilan struktur molekulnya dilakukan oleh rantai J.

Klasifikasi Ig tersebut didasarkan atas sifat fisiko-kimia, kandungan karbohidrat dan

komposisi asam amino molekul Ig (Rosenshein et al. 1985).

Antibodi berfungsi sebagai adaptor yang secara intrinsik mampu mengaktifkan

sel komplemen dan merangsang sel-sel fagosit, serta mengikat mikroba penyerang.

Adaptor mempunyai tiga bagian utama, dua bagian berkaitan dengan komplemen dan

fagosit (fungsi biologis) dan satu bagian khusus untuk mengikat mikroorganisme

(fungsi pengenalan eksternal) (Roitt 2003). Mekanisme kerja antibodi dilakukan

melalui netralisasi, presipitasi dan aglutinasi, opsonisasi dan fungsi berperantara

komplemen. Netralisasi dilakukan dengan cara memblokir pada bagian reseptor

antigen atau bagian yang aktif secara enzimatik. Netralisasi dilakukan dengan

interaksi antara antibodi dengan antigen sehingga menghasilkan kompleks antigen-

antibodi. Terjadinya kompleks ini memudahkan terjadinya fagositosis. Dalam

peranannya sebagai penetral antigen, maka antibodi berfungsi sebagai presipitin yang

mengendapkan antigen, agglutinin yang menggumpalkan antigen dan opsonin yang

berguna untuk melapisi antigen sehingga mudah difagositosis. Proses terjadinya

ikatan antara antibodi dengan antigen mengawali kerjasama antara antibodi dengan

komplemen. Komplemen berperan dalam rangkaian reaksi yang berjenjang dengan

melibatkan komplemen lain dan menimbulkan reaksi peradangan (Iwama & Nakanishi

1996).