tinjauan pustaka diare dewasa

48
LAPORAN KASUS STASE IKAKOM 2 RSIJ CEMPAKA PUTIH DISUSUN OLEH LUCKY MIFTAH SAVIRO 2007730076 PEMBIMBING dr. Tri Murti PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Upload: lucky-miftah-saviro

Post on 28-Nov-2015

118 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

DIare Dewasa

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

LAPORAN KASUS

STASE IKAKOM 2

RSIJ CEMPAKA PUTIH

DISUSUN OLEH

LUCKY MIFTAH SAVIRO

2007730076

PEMBIMBING

dr. Tri Murti

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2012

Page 2: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

BAB I

IDENTITAS PASIEN

Identitas Pasien

Nama Pasien : Nn. M

Usia : 21 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Setiabudi

Tanggal Berobat : 22 Oktober 2012

Pekerjaan : Mahasiswi

ANAMNESIS

Keluhan Utama

Muntah-muntah sejak 6 jam sebelum dating ke puskesmas

Keluhan Tambahan

Nyeri ulu hati

Mual

BAB cair

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien mengeluh muntah sebanyak 3x, berisi cairan dan makanan. Satu hari sebelumnya pasien

makan nasi goring dan minum air putih. Tiga jam sebelum ke puskesmas pasien mengeluh nyeri

ulu hati yang terus menerus, terasa perih, menjalar ke sebelah kanan dan kiri. Pasien juga

mengeluh BAB cair setelah nyeri ulu hati sebanyak 2x, konsistensi cair, ampas (+), warna

kecoklatan, darah (-), lendir (-). Keluhan belum pernah diobati, pasien sedang tidak

mengkonsumsi obat-obatan tertentu.

Riwayat Penyakit Dahulu:

-

2

Page 3: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat darah tinggi OS tidak tahu, Riwayat kencing manis disangkal, Riwayat asma disangkal

Riwayat Pengobatan :

OS sedang tidak mengkonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka waktu yang lama

Riwayat Alergi :

Alergi obat dan makanan diangkal

Riwayat Psikososial :

-

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : OS tampak sakit ringan

Kesadaran : Composmentis

Tanda-Tanda Vital

- Suhu : 36,5°C

- TD : 110/70 mmHg

- Nadi : 72x/menit

- RR : 20x/menit

Status Generalis

- Kepala : Normochepal

- Rambut : Hitam, tidak rontok

- Alis : Hitam, tidak rontok

- Mata : Mata tidak cekung

Konjungtiva tidak anemis

Sklera tidak ikterik

- Hidung : Normotia, deviasi septum (-), sekret (-)

- Telinga : Normotia, serumen (-)/(-)

3

Page 4: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

- Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), stomatitis (-),

lidah kotor (-), tonsil = T1-T1, faring hiperemis (-)

- Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)

- Dada

o Paru:

Auskultasi : Vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi (-)/(-), wheezing

(-)/(-)

o Jantung

Auskultasi : Bunyi Jantung I & II murni, mur-mur (-), gallop (-)

- Abdomen

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

Auskultasi : Bising usus (+) meningkat

- Ekstremitas inferior

Akral : Hangat

RCT : < 2 detik

RESUME

Perempuan 22 tahun berobat ke poli umum puskesmas kecamatan Setiabudi dengan keluhan

muntah-muntah sejak 6 jam yang lalu. Nyeri ulu hati (+), terus menerus, menjalar ke kanan dan

kiri. BAB cair 2x. konsistensi cair, ampas (+), warna kecoklatan, darah (-), lendir (-). Pada

pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan ulu hati dan hiperperistaltik usus pada auskultasi.

DAFTAR MASALAH

1. Diare

2. Vomitus

ASSESSMENT

1. Diare non-infektif tanpa dehidrasi

4

Page 5: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Dasar Dx : Vomitus (+), diare (+), mukus (-), darah (-). Dari pemfis didapatkan

suhu 36,5°C. nadi 72x/menit, nyeri tekan epigastrium, hiperperistaltik

usus, akral hangat, RCT< 2 detik.

Rencana Dx : Cek profil lipid.

WD : ACS NSTEMI/Unstable Angina

DD : (-)

Rencana Th/ : Morfin sulfat 2,5 – 15 mg bolus IV

Oksigen Kanul 4 L

Nitrogliserin sublingual 2,5 5 mg, ulangi tiap 5-10 menit, jangan lebih

dari 3x pemberian dalam interval 15-30 menit.

Aspirin dosis awal 160-325 mg. Maintenance 75-80 mg/hari.

PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia et malam

Quo ad functionam : Dubia et malam

5

Page 6: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pendahuluan

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau

200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih

dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah. 1,2

Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang dari

14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare

dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak

adalah diare infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit.3

Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di

negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering

menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu

yang singkat.4,5

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi

masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan.

Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien

yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara

Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang

disebabkan bakteri Salmonella spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus

aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic

Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta

penduduk setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di

banding di negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.6

Di Indonesia dari 2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang

kerumah sakit dari beberapa provinsi seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar,

Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari 1995 s/d 2001 penyebab terbanyak

adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp, Salmonella spp,

6

Page 7: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera

non-01, dan Salmonella paratyphi A.7

B. Epidemiologi

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika

Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada ruang

praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare

akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat pasien dewasa yang datang

berobat ke rumah sakit.dikutip dari 8

Di negara maju diperkirakan insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan

di negara berkembang lebih dari itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan

99 juta episode diare akut pada dewasa terjadi setiap tahunnya.5 WHO memperkirakan

ada sekitar 4 miliar kasus diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.9

Bila angka itu diterapkan di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode

diare pada orang dewasa per tahun.10 Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah

kasus diare didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada

penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di

Indonesia adalah Shigella, Salmonela, Campylobacter jejuni, Escherichia

coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat umumnya disebabkan oleh

Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan oleh Shigella flexneri,

Salmonella dan Enteroinvasive E.coli (EIEC).11

Beberapa faktor epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare

akut yang disebabkan oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi,

berpergian, penggunaan antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk

penting dalam mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi.1,3,12

C. Patofisiologi 1,3,9,10

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi diare

non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri dan

sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai

lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai

nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi.

7

Page 8: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta

mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan

diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya

minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama

pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak

ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare osmotik

terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang

menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi

karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin

yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam

lemak rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti

gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare

sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus halus

maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri atau

bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel

disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu

tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma usus

iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling

tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi

di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang

menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau

8

Page 9: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi

mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan

satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan mukosa usus.

Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer

fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel. Fimbria

terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen

(CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli

(ETEC). Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli

(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan

perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah

membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi EPEC

ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada

jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel usus.

Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel sekitarnya.

Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta kematian sel epitel.

Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti leukotrien, interleukin,

kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga memproduksi toksin shiga yang

menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini akan menimbulkan gejala sistemik seperti

demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya

Salmonella.

Sitotoksin

Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh

9

Page 10: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan

sitotoksin adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat

menyebabkan kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V.

Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT) yang

secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin kolera terdiri

dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang aktivitas adenil

siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi inhibisi

absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan HCO3 pada

sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama

dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,

mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal

dan mengaktifkan sekresi klorida.

Peranan Enteric Nervous System (ENS)

Berbagai penelitian menunjukkan peranan refleks neural yang melibatkan reseptor

neural 5-HT pada saraf sensorik aferen, interneuron kolinergik di pleksus mienterikus,

neuron nitrergik serta neuron sekretori VIPergik.

Efek sekretorik toksin enterik CT, LT, ST paling tidak sebagian melibatkan

refleks neural ENS. Penelitian menunjukkan keterlibatan neuron sensorik aferen

kolinergik, interneuron pleksus mienterikus, dan neuron sekretorik tipe 1 VIPergik.

CT juga menyebabkan pelepasan berbagai sekretagok seperti 5-HT, neurotensin, dan

prostaglandin. Hal ini membuka kemungkinan penggunaan obat antidiare yang bekerja

pada ENS selain yang bersifat antisekretorik pada enterosit.

D. Jenis-jenis Diare

Diare terdiri dari beberapa jenis yang dibagi secara klinis, yaitu: 

10

Page 11: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

a. Diare cair akut (termasuk kolera), berlangsung selama beberapa jam atau hari.

mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan juga dapat

terjadi jika makan tidak dilanjutkan.

b. Diare akut berdarah, yang juga disebut disentri, mempunyai bahaya utama yaitu

kerusakan mukosa usus,sepsis dan gizi buruk, mempunyai komplikasi seperti

dehidrasi.

c. Diare persisten, yang berlangsung selama 14 hari atau lebih, bahaya utamanya adalah

malnutrisi dan infeksi non-usus serius dan dehidrasi.

d. Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor) mempunyai bahaya

utama adalah infeksi sistemik yang parah, dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan

vitamin dan mineral.

E. Diagnosis

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri

Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan

yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar

belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik,

riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.1,3,13 Pendekatan

umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat pada gambar 1.

11

Page 12: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Manifestasi Klinis8,14,15

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang

adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang

mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa

asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,

berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor

12

Page 13: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air

yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat

pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi

ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali

normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard

juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan

dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak

terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan

kadang sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia

jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa

nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal

akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan

pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.

Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima

rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

Pemeriksaan Laboratorium

Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan

feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu

dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena

netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit

feses terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter)

yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis

patogennya.3

Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin.

Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil,

13

Page 14: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi

pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan

menggunakan uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 - 93

% dan spesifisitas 61 - 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter,

atau Shigella spp, yang dideteksi dengan biakan kotoran.

Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita

diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin

positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur

feses untuk EHEC O157 : H7.1

Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan

harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah

dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14

Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya

biasanya tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.6

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri1,3,15,16

a. Infeksi non-invasif.

Stafilococcus aureus

Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang

mengandung toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat

cara pengawetannya. Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.

Gejala terjadi dalam waktu 1 - 6 jam setelah asupan makanan

terkontaminasi. Sekitar 75 % pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri

abdomen, yang kemudian diikuti diare sebanyak 68 %. Demam sangat jarang

terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel darah putih tidak terdapat pada

pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam.

Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang

terkontaminasi, atau dari kotoran dan muntahan pasien.

Terapi dengan hidrasi oral dan antiemetik. Tidak ada peranan

antibiotik dalam mengeradikasi stafilokokus dari makanan yang ditelan.

Bacillus cereus

14

Page 15: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

B. cereus adalah bakteri batang gram positip, aerobik, membentuk spora.

Enterotoksin dari B. cereus menyebabkan gejala muntah dan diare, dengan gejala

muntah lebih dominan.

Gejala dapat ditemukan pada 1 - 6 jam setelah asupan makanan

terkontaminasi, dan masa berlangsungnya penyakit kurang dari 24 jam. Gejala

akut mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang seringkali berakhir setelah 10

jam. Gejala diare terjadi pada 8 - 16 jam setelah asupan makanan terkontaminasi

dengan gejala diare cair dan kejang abdomen. Mual dan muntah jarang terjadi.

Terapi dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Clostridium perfringens

C perfringens adalah bakteri batang gram positip, anaerob, membentuk

spora. Bakteri ini sering menyebabkan keracunan makanan akibat dari

enterotoksin dan biasanya sembuh sendiri . Gejala berlangsung setelah 8 - 24 jam

setelah asupan produk-produk daging yang terkontaminasi, diare cair dan nyeri

epigastrium, kemudian diikuti dengan mual, dan muntah. Demam jarang terjadi.

Gejala ini akan berakhir dalam waktu 24 jam.

Pemeriksaan mikrobiologis bahan makanan dengan isolasi lebih dari 105

organisma per gram makanan, menegakkan diagnosa keracunan makanan C

perfringens . Pulasan cairan fekal menunjukkan tidak adanya sel

polimorfonuklear, pemeriksaan laboratorium lainnya tidak diperlukan. Terapi

dengan rehidrasi oral dan antiemetik.

Vibrio cholerae

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan

menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi

setelah 3 - 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat

mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP,

sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air

yang terkontaminasi.

Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat

15

Page 16: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan

volume darah. Demam ringan dapat terjadi.

Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera

digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang

signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat

ditemukan V.cholerae. Target utama terapi adalah penggantian cairan dan

elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus

yang parah memerlukan cairan intravena. Antibiotik dapat mengurangi volume dan

masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau

doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan.

Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian

(biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi

dibandingkan dengan vaksin parenteral.

Escherichia coli patogen

E. coli patogen adalah penyebab utama diare pada pelancong. Mekanisme

patogen yang melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Ada beberapa agen penting,

yaitu :

1 Enterotoxigenic E. coli (ETEC).

2 Enterophatogenic E. coli (EPEC).

3 Enteroadherent E. coli (EAEC).

4 Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)

5 Enteroinvasive E. Coli (EIHEC)

Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala

ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang

terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24 jam.

Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3 pasien.

Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah putih.

Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan penyakit

self limited, dengan tidak ada gejala sisa.

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit

16

Page 17: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

feses jarang ditemui, kultur feses negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan

EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk

EHEC tipe O157.

Terapi dengan memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari

pada penyakit yang parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-

sulfametoksazole atau kuinolon yang diberikan selama 3 hari. Pemberian

antimikroba belum diketahui akan mempersingkat penyakit pada diare EPEC

dan diare EAEC. Antibiotik harus dihindari pada diare yang berhubungan

dengan EHEC.

b. Infeksi Invasif

Shigella

Shigella adalah penyakit yang ditularkan melalui makanan atau air.

Organisme Shigella menyebabkan disentri basiler dan menghasilkan respons

inflamasi pada kolon melalui enterotoksin dan invasi bakteri.

Secara klasik, Shigellosis timbul dengan gejala adanya nyeri abdomen,

demam, BAB berdarah, dan feses berlendir. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri

abdomen, dan diare cair tanpa darah, kemudian feses berdarah setelah 3 - 5 hari

kemudian. Lamanya gejala rata-rata pada orang dewasa adalah 7 hari, pada

kasus yang lebih parah menetap selama 3 - 4 minggu. Shigellosis kronis

dapat menyerupai kolitis ulseratif, dan status karier kronis dapat terjadi.

Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala

pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic

Uremic Syndrome. Artritis oligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3

minggu sejak terjadinya disentri.

Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel darah

merah. Kultur feses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan sensitivitas

antibiotik.

Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau intravena,

tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari. Terapi

antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit dan

17

Page 18: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

penyebaran bakteri. Trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolon dua

kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotik yang dianjurkan.

Salmonella nontyphoid

Salmonella nontipoid adalah penyebab utama keracunan makanan di

Amerika Serikat. Salmonella enteriditis dan Salmonella typhimurium

merupakan penyebab. Awal penyakit dengan gejala demam, menggigil, dan

diare, diikuti dengan mual, muntah, dan kejang abdomen. Occult blood jarang

terjadi. Lamanya berlangsung biasanya kurang dari 7 hari.

Pulasan kotoran menunjukkan sel darah merah dan sel darah putih se.

Kultur darah positif pada 5 - 10 % pasien kasus dan sering ditemukan pada pasien

terinfeksi HIV.

Terapi pada Salmonella nonthypoid tanpa komplikasi dengan

hidrasi adekuat. Penggunaan antibiotik rutin tidak disarankan, karena dapat

meningkatan resistensi bakteri. Antibiotik diberikan jika terjadi komplikasi

salmonellosis, usia ekstrem (bayi dan berusia > 50 tahun), immunodefisiensi,

tanda atau gejala sepsis, atau infeksi fokal (osteomilitis, abses). Pilihan

antibiotik adalah trimetoprim-sulfametoksazole atau fluoroquinolone seperti

ciprofloxacin atau norfloxacin oral 2 kali sehari selama 5 - 7 hari atau Sephalosporin

generasi ketiga secara intravena pada pasien yang tidak dapat diberi oral.

Salmonella typhi

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi adalah penyebab

demam tiphoid. Demam tiphoid dikarakteristikkan dengan demam panjang,

splenomegali, delirium, nyeri abdomen, dan manifestasi sistemik lainnya.

Penyakit tiphoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala

primer yang berhubungan dengan traktus gastrointestinal. Sumber organisme

ini biasanya adalah makanan terkontaminasi.

Setelah bakterimia, organisma ini bersarang pada sistem

retikuloendotelial, menyebabkan hiperplasia, pada lymph nodes dan Peyer

pacthes di dalam usus halus. Pembesaran yang progresif dan ulserasi dapat

18

Page 19: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

menyebabkan perforasi usus halus atau perdarahan gastrointestinal.

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari.

Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan

perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan

defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada

minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia,

keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-

biruan dan berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi

perbaikan klinis.

Diagnosa ditegakkan dengan isolasi organisme. Kultur darah positif pada

90% pasien pada minggu pertama timbulnya gejala klinis. Kultur feses positif

pada minggu kedua dan ketiga.

Perforasi dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi selama jangka waktu

penyakit. Kolesistitis jarang terjadi, namun infeksi kronis kandung empedu dapat

menjadi karier dari pasien yang telah sembuh dari penyakit akut.

Pilihan obat adalah klorampenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2 minggu.

Jika terjadi resistensi, penekanan sumsum tulang, sering kambuh dan karier

disarankan sepalosporin generasi ketiga dan flourokinolon. Sepalosforin generasi

ketiga menunjukkan effikasi sangat baik melawan S. Thypi dan harus

diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti ciprofloksasin 500 mg 2 kali

sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi yang tinggi

dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan parenteral

(Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.

Campylobakter

Spesies Campylobakter ditemukan pada manusia C. Jejuni dan

C. Fetus, sering ditemukan pada pasien immunocompromised..

Patogenesis dari penyakit toksin dan invasi pada mukosa. Manifestasi klinis

infeksi Campylobakter sangat bervariasi, dari asimtomatis sampai sindroma

disentri. Masa inkubasi selama 24 -72 jam setelah organisme masuk. Diare dan

demam timbul pada 90% pasien, dan nyeri abdomen dan feses berdarah

19

Page 20: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

hingga 50-70%. Gejala lain yang mungkin timbul adalah demam, mual,

muntah dan malaise. Masa berlangsungnya penyakit ini 7 hari.

Pulasan feses menunjukkan lekosit dan sel darah merah. Kultur feses dapat

ditemukan adanya Kampilobakter. Kampilobakter sensitif terhadap eritromisin

dan quinolon, namun pemakaian antibiotik masih kontroversi. Antibiotik

diindikasikan untuk pasien yang berat atau pasien yang nyata-nyata terkena

sindroma disentri. Jika terapi antibiotik diberikan, eritromisin 500 mg 2 kali

sehari secara oral selama 5 hari cukup efektif. Seperti penyakit diare lainnya,

penggantian cairan dan elektrolit merupakan terapi utama.

Vibrio non-kolera

Spesies Vibrio non-kolera telah dihubungkan dengan mewabahnya

gastroenteritis. V parahemolitikus, non-01 V. kolera dan V. mimikus

telah dihubungkan dengan konsumsi kerang mentah. Diare terjadi individual,

berakhir kurang 5 hari. Diagnosa ditegakkan dengan membuat kultur feses yang

memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan. Antibiotik

tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien dengan diare

parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan tetrasiklin.

Yersinia

Spesies Yersinia adalah kokobasil, gram-negatif. Diklasifikasikan

sesuai dengan antigen somatik (O) dan flagellar (H). Organisme tersebut

menginvasi epitel usus. Yersinia menghasilkan enterotoksin labil. Terminal

ileum merupakan daerah yang paling sering terlibat, walaupun kolon dapat juga

terinvasi.

Penampilan klinis biasanya terdiri dari diare dan nyeri abdomen, yang

dapat diikuti dengan artralgia dan ruam (eritrema nodosum atau eritema

multiforme). Feses berdarah dan demam jarang terjadi. Pasien terjadi adenitis,

mual, muntah dan ulserasi pada mulut. Diagnosis ditegakkan dari kultur feses.

Penyakit biasanya sembuh sendiri berakhir dalam 1-3 minggu. Terapi dengan

hidrasi adekuat. Antibiotik tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan

20

Page 21: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

pada penyakit yang parah atau bekterimia. Kombinasi Aminoglikosid dan

Kuinolon nampaknya dapat menjadi terapi empirik pada sepsis.

Enterohemoragik E Coli (Subtipe 0157)

EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini

terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10 hari

setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan

penyebab utama diare infeksius. Subtipe 0157 : H7 dapat dihubungkan dengan

perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control

(CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare

berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,

yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan kerusakan

ginjal.

Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat (hingga

10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang menjadi

berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan muntah

timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi abdomen dan

nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3 pasien. Hingga

1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis sering terjadi.

Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau timbulnya lekosit.

Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit < 30%),

trombositopenia (<150 x 109/L), dan insufiensi renal (BUN >20 mg/dL) adalah

diagnosa HUS.

HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa 6 hari setelah terkena

diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-anak dibawah usia 5 tahun)

dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik juga meningkatkan resiko.

Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-5% akan meninggal, 5% akan

berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan 30% akan mengalami gejala sisa

proteinuria. Trombosit trombositopenik purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang

dari pada HUS.

Jika tersangka EHEC, harus dilakukan kultur feses E. coli. Serotipe

21

Page 22: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

biasanya dilakukan pada laboratorium khusus.

Terapi dengan penggantian cairan dan mengatasi komplikasi ginjal dan

vaskuler. Antibiotik tidak efektif dalam mengurangi gejala atau resiko

komplikasi infeksi EHEC. Nyatanya pada beberapa studi yang menggunakan

antibiotik dapat meningkatkan resiko HUS. Pengobatan antibiotik dan anti

diare harus dihindari. Fosfomisin dapat memperbaiki gejala klinis, namun, studi

lanjutan masih diperlukan.

Aeromonas

Spesies Aeromonas adalah gram negatif, anaerobik fakultatif.

Aeromonas menghasilkan beberapa toksin, termasuk hemosilin, enterotoksin, dan

sitotoksin. Gejala diare cair, muntah, dan demam ringan. Kadang-kadang feses

berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari biakan

kotoran.

Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang atau

kondisi yang berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia, termasuk

malignansi, penyakit hepatobiliar, atau pasien immunocompromised.

Pilihan antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.

Plesiomonas

Plesiomanas shigelloides adalah gram negatif, anaerobik

fakultatif. Kebanyakan kasus berhubungan dengan asupan kerang mentah atau

air tanpa olah dan perjalanan ke daerah tropik, Gejala paling sering adalah

nyeri abdomen, demam, muntah dan diare berdarah. Penyakit sembuh sendiri

kurang dari 14 hari. Diagnosa ditegakkan dari kultur feses.

Antibiotik dapat memperpendek lamanya diare. Pilihan antibiotik adalah

tritoprim sulfametoksazole.

F. PENATALAKSANAAN

a. Penggantian Cairan dan elektrolit

22

Page 23: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Aspek paling penting dari terapi diare adalah untuk menjaga hidrasi yang

adekuat dan keseimbangan elektrolit selama episode akut. Ini dilakukan dengan

rehidrasi oral, dimana harus dilakukan pada semua pasien kecuali yang tidak

dapat minum atau yang terkena diare hebat yang memerlukan hidrasi

intavena yang membahayakan jiwa.17 Idealnya, cairan rehidrasi oral harus

terdiri dari 3,5 g Natrium klorida, dan 2,5 g Natrium bikarbonat, 1,5 g kalium

klorida, dan 20 g glukosa per liter air.2,4 Cairan seperti itu tersedia secara komersial

dalam paket-paket yang mudah disiapkan dengan mencampurkan dengan air. Jika

sediaan secara komersial tidak ada, cairan rehidrasi oral pengganti dapat dibuat

dengan menambahkan ½ sendok teh garam, ½ sendok teh baking soda, dan 2 -

4 sendok makan gula per liter air. Dua pisang atau 1 cangkir jus jeruk diberikan

untuk mengganti kalium.. Pasien harus minum cairan tersebut sebanyak mungkin

sejak mereka merasa haus pertama kalinya.3 Jika terapi intra vena diperlukan,

cairan normotonik seperti cairan saline normal atau laktat Ringer harus diberikan

dengan suplementasi kalium sebagaimana panduan kimia darah. Status hidrasi harus

dimonitor dengan baik dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan

urin, dan penyesuaian infus jika diperlukan. Pemberian harus diubah ke cairan

rehidrasi oral sesegera mungkin.

Jumlah cairan yang hendak diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang

keluar dari badan. Kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan memakai

cara: dikutip dari 8 BD plasma, dengan memakai rumus :

Kebutuhan cairan = BD Plasma - 1,025 X Berat badan (Kg) X 4 ml

0,001

Metode Pierce berdasarkan keadaan klinis :

- Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan 5% X KgBB

- Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan 8% X KgBB

- Dehidrasi berat, kebutuhan cairan 10% X KgBB

Metode Daldiyono berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian/skor

(tabel 1)

23

Page 24: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Kebutuhan cairan = Skor X 10% X KgBB X 1 liter 15

Goldbeger (1980) mengemukakan beberapa cara menghitung kebutuhan

cairan: dikutip dari 18

Cara I:

- Jika ada rasa haus dan tidak ada tanda-tanda klinis dehidrasi lainnya, maka

kehilangan cairan kira-kira 2% dari berat badan pada waktu itu.

- Bila disertai mulut kering, oliguri, maka defisit cairan sekitar 6% dari berat

badan saat itu.

- Bila ada tanda-tanda diatas disertai kelemahan fisik yang jelas, perubahan

mental seperti bingung atau delirium, maka defisit cairan sekitar 7 -14% atau

sekitar 3,5 – liter pada orang dewasa dengan berat badan 50 Kg.

Cara II:

Jika penderita dapat ditimbang tiap hari, maka kehilangan berat badan 4 Kg pada

fase akut sama dengan defisit air sebanyak 4 liter.

Cara III :

Dengan menggunakan rumus:

Na2 X BW2 = Na1 X BW1,

Na1 = Kadar Natrium plasma normal; BW1 = Volume air badan

normal, biasanya 60% dari berat badan untuk pria dan 50% untuk

24

Page 25: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

wanita ; Na2 = Kadar natrium plasma sekarang ; BW2 = volume air

badan sekarang

b. Antibiotik

Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut

infeksi, karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa

pemberian antibiotik.

Pemberian antibiotik di indikasikan pada: Pasien dengan gejala dan

tanda diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses,

mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan

jiwa pada diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien

immunocompromised.

Pemberian antibiotik secara empiris dapat dilakukan (tabel 2),

tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan berdasarkan kultur dan resistensi

kuman.1,5,9,16

c. Obat anti diare

Kelompok antisekresi selektif

Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya

secara luas racecadotril yang bermanfaat sekali sebagai penghambat enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.

25

Page 26: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga keseimbangan

cairan dapat dikembalikan secara normal. Di Indonesia saat ini tersedia di bawah

nama hidrasec sebagai generasi pertama jenis obat baru anti diare yang dapat pula

digunakan lebih aman pada anak.14

Kelompok opiat

Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta

kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah

15-60mg 3x sehari, loperamid 2 - 4 mg/ 3 - 4x sehari dan lomotil 5mg 3 - 4 x

sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,

peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan

mengurangi frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup

aman dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut

dengan gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.10

Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit

diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius

atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar kontak

langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik

Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,

Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu

dapat membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan

mengurangi frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi

kehilangan cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari

dilarutkan dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.9

Probiotik

Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan

26

Page 27: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Bifidobacteria atau Saccharomyces boulardii, bila mengalami

peningkatan jumlahnya di saluran cerna akan memiliki efek yang positif

karena berkompetisi untuk nutrisi dan reseptor saluran cerna. Syarat

penggunaan dan keberhasilan mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan

dalam jumlah yang adekuat.3,7,19

G. KOMPLIKASI

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan

cairan secara mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan

elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik.1,8

Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga

syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular

Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini

dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai

rehidrasi yang

optimal.9,12,14

Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan

terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia

hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat

setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik

untuk terjadinya HUS masih kontroversi.

Sindrom Guillain - Barre, suatu demielinasi polineuropati akut, adalah

merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah infeksi

C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain - Barre, 20 - 40 % nya menderita infeksi C.

jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik

dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme

dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain - Barre tetap belum diketahui.

Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare

karena Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.1

27

Page 28: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

H. Prognosis

Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi

antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik

dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,

morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika

Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada

infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik

hemolitik.1

I. PENCEGAHAN1,3,13,16

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya

dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci

tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran

manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari

kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan

perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau

air yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan

tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,

harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau

atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih

(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan

yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.

Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi

dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan

meminum jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah

jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas

28

Page 29: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah

untuk V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu

efektif dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru

lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama

hanya 70 % efektif dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru

juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek

samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1

kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua

vaksin lainnya.

J. Kesimpulan

Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara

berkembang maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga

hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan

gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara

empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil

kultur. Pengobatan simtomatik dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila

diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan

morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan sanitasi yang baik

merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

29

Page 30: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

KEPUSTAKAAN

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,

et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:

Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.

2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the Management of

Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.

3. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,

editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2nd edition. New York:

Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

4. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Mentri Kesehatan Republik Indonesia.

Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf

5. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of

acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17:

S54-S71.

6. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004;

53:296-305.

7. Tjaniadi P, Lesmana M, Subekti D, et al. Antimicrobial Resistance of Bacterial

Pathogens Associated with Diarrheal Patiens in Indonesia. Am J Trop Med Hyg 2003; 68(6):

666-10.

8. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,

Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.

Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-

57.

9. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).

Dalam: Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi

Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.

30

Page 31: Tinjauan Pustaka Diare Dewasa

Surabaya: Airlangga University Press, 2002. 34 - 40.

10. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:

Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in

Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam

FK UI, 2002. 49-56.

11. Tatalaksana Penderita Diare. Available from: http://www.depkes.go.id/downloads/diare.pdf.

12. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med

2004;350:1: 38-47.

13. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier

LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium

Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat

Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.

14. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,

Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal

Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,

2001. 49-56.

15. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry

NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York:

Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.

16. Procop GW, Cockerill F. Enteritis Caused by Escherichia coli & Shigella &

Salmonella Species. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,et al, Editors. Current

Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York: Lange Medical Books, 2003.

584 - 66.

17. Wells BG, DiPiro JT, Schwinghammer TL, Hamilton CW. Pharmacotherapy Handbook.

5th ed. New York: McGraw-Hill, 2003. 371-79.

18. Zein,U. Gastroenteritis Akut pada Dewasa. Dalam: Tarigan P, Sihombing M,

Marpaung B, Dairy LB, Siregar GA, Editor. Buku Naskah Lengkap Gastroenterologi-

Hepatologi Update 2003. Medan: Divisi Gastroentero-hepatologi Bagian Ilmu Penyakit

Dalam FK USU, 2003. 67-79.

19. Isaulauri E. Probiotics for Infectious Diarrhoea. Gut 2003; 52: 436-7.

31