tinjauan pustaka anemia aplastik tami

42
TINJAUAN PUSTAKA ANEMIA APLASTIK Oleh : Utami Handayani Kurnia ( 0802005154) Pembimbing : dr. Ketut Budiastra, SpA dr. Nyoman Suciawan, SpA dr. Ketut Ngurah Alit, SpA

Upload: utami-handayani-kurnia

Post on 30-Jul-2015

303 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TINJAUAN PUSTAKA ANEMIA APLASTIKOleh : Utami Handayani Kurnia ( 0802005154)Pembimbing : dr. Ketut Budiastra, SpA dr. Nyoman Suciawan, SpA dr. Ketut Ngurah Alit, SpADALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SINGARAJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA AGUSTUS 2012KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tinjauan pustaka yang berjudul ”Anemia Aplastik”

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

TINJAUAN PUSTAKA

ANEMIA APLASTIK

Oleh :

Utami Handayani Kurnia

( 0802005154)

Pembimbing :

dr. Ketut Budiastra, SpA

dr. Nyoman Suciawan, SpA

dr. Ketut Ngurah Alit, SpA

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD SINGARAJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

AGUSTUS 2012

Page 2: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan tinjauan pustaka yang berjudul

”Anemia Aplastik” tepat pada waktunya. Penulisan tugas ini merupakan salah

satu prasyarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian / SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUD Singaraja.

Dalam penyusunan tugas ini, banyak pihak yang telah membantu dari awal

hingga akhir, baik moral maupun material. Oleh karena itu pada kesempatan ini,

penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Ketut Budiastra, SpA , dr. Nyoman Suciawan, SpA, dr. Ketut

Ngurah Alit, SpA atas bimbingan dan saran yang diberikan dalam

penyususunan laporan kasus ini.

2. Rekan-rekan dokter muda yang bertugas di Bagian / SMF Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUD

Singaraja, atas bantuannya dalam penyusunan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu saran dan kritik membangun, sangat penulis harapkan demi perbaikan tugas

serupa di waktu berikutnya. Semoga tugas ini juga dapat memberi manfaat bagi

pihak yang berkepentingan.

Denpasar, Agustus 2012

Penulis

BAB I

Page 3: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

PENDAHULUAN

Anemia aplastik adalah kelainan hematologik yang ditandai dengan penurunan

komponen selular pada darah tepi yang diakibatkan oleh kegagalan produksi di

sumsum tulang. Pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang diproduksi tidak

memadai. Penderita mengalami pansitopenia, yaitu keadaan dimana terjadi

kekurangan jumlah sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit.1,2

Konsep mengenai anemia aplastik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1988

oleh Paul Ehrlich pada seorang wanita muda yang meninggal tidak lama setelah

menderita penyakit dengan gejala anemia berat, perdarahan dan hiperpireksia.

Pemeriksaan postmortem terhadap pasien tersebut menunjukkan sumsum tulang

yang hiposeluler (tidak aktif). Pada tahun 1904 Chauffard pertama kali

menggunakan istilah anemia aplastik. Pada tahun 1959, Wintrobe membatasi

pemakaian nama anemia aplastik pada kasus pansitopenia, hipoplasia berat, atau

aplasia sumsusum tulang, tanpa ada suatu penyakit primer yang menginfiltrasi,

mengganti atau menekan jaringan hematopoiesis sumsum tulang.3

Insiden anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar antara 2

sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis.1,3 Penyakit

ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di Negara barat dengan insiden 1 – 3

kasus per 1 juta penduduk/tahun. Namun di Negara timur seperti Thailand,

Indonesia, Taiwan dan Cina, insidennya jauh lebih tinggi. Perbedaan insiden ini

diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat – obat

yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida, serta insiden virus hepatitis yang

lebih tinggi.4,5

Penyebab anemia aplastik sebagian besar (50-70%) tidak diketahui atau bersifat

idiopatik. Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses

penyakit yang berlangsung perlahan-lahan. Di samping itu juga disebabkan oleh

belum tersedianya model binatang percobaan yang tepat. Sebagian besar

penelusuran etiologi dilakukan melalui penelitian epidemiologik.6

Page 4: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif, gejala

objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala subjektif

dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun, gejala

dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi paling

berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan darah dan

pemeriksaan sumsum tulang.

Hampir semua kasus anemia aplastik berkembang ke kematian bila tidak

dilakukan pengobatan. Angka kelangsungan hidup tergantung seberapa berat

penyakit saat didiagnosis, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan.

Semakin berat hipoplasia yang terjadi maka prognosis akan semakin jelek.

Dengan transplantasi tulang kelangsungan hidup 15 tahun dapat mencapai 69%

sedangkan dengan pengobatan imunosupresif mencapai 38%.7,8

Mengingat kasus anemia aplastik ini kasus yang relatif jarang ditemukan dan

berpotensi untuk mengancam jiwa maka diagnosa penyebab dari suatu anemia

aplastik dan deteksi dini serta penanganan yang tepat dan tepat sangat diperlukan.

Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai pendekatan diagnostik dan

penatalaksanaan pada penderita dengan anemia aplastik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

2.1 Defenisi Anemia Aplastik

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang

dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, dimana tidak dijumpai

adanya keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang

menekan sumsum tulang. Aplasia ini dapat terjadi hanya pada satu, dua atau

ketiga sistem hematopoiesis. Aplasia yang hanya mengenai sistem eritropoitik

disebut dengan anemia hipoplastik (eritroblastopenia), aplasia yang mengenai

sistem granulopoitik disebut agranulositosis sedangkan yang hanya mengenai

sistem megakariosit disebut Purpura Trombositopenik Amegakariositik (PTA).

Bila mengenai ketiga sistem disebut panmielositis atau lazimnya disebut

anemia aplastik. Berdasarkan The International Agranulocytosis and Aplastic

Anemia Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila kadar hemoglobin ≤ 10

g/dL atau hematokrit ≤ 30 %; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3 ; hitung lekosit

≤ 3.500/mm3 atau granulosit ≤ 1,5 x 109/L.4,5

2.2 Epidemologi

Insidensi bervariasi di seluruh dunia, berkisar antara 2 sampai 6 kasus

persejuta penduduk pertahun. Analisis retrospektif di Amerika Serikat

memperkirakan insiden anemia aplastik berkisar antara 2 sampai 5 kasus

persejuta penduduk pertahun. The Internasional Aplastic Anemia and

Agranulocytosis Study dan French Study memperkirakan ada 2 kasus persejuta

orang pertahun. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia

15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun.

Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7

kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan

5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Penjelasan kenapa insiden di Asia

Timur lebih besar daripada di negara Barat belum jelas. Peningkatan insiden

ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan

paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal

ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang

tinggal di Amerika.4,8,9

Page 6: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

2.3 Etiologi

Sebagian besar anemia aplastik (50-70%) penyebabnya bersifat idiopatik,

yaitu penyebabnya tidak diketahui dan awalnya spontan. Kesulitan dalam

mencari penyebab ini karena penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan

karena belum adanya model binatang percobaan yang tepat. Penyebab anemia

aplastik dapat dibedakan atas penyebab primer dan sekunder.6

1. Primer

a. Faktor Genetik

Anemia Fanconi

Tipe ini merupakan jenis anemia heriditer dengan pewarisan yang

bersifat autosomal resesif. Diperkirakan terdapat satu kasus diantara

satu juta penduduk. Kelainan hematologi dijumpai dalam bentuk

pansitopenia yang muncul pada umur 5 - 10 tahun. Sering disertai

gangguan pertumbuhan dan defek kongenital pada tulang yaitu

mikrosefali, tidak ada tulang radius dan ibu jari dan juga kelainan

pada kulit seperti timbulnya hiperpigmentasi dan hipopigmentasi.

Kadang-kadang disertai dengan retardasi mental, hipogonadisme,

gangguan jantung, ginjal dan mata.6,9

Diagnosis anemia fanconi dibuat dengan ditemukannya trias yaitu:

anemia aplastik berupa pansitopenia dan hipoplasia sumsum tulang,

defek fisik multipel, dan kelainan kromosom. Kelainan kromosom

ditunjukkan dengan pemeriksaan limfosit yang diinkubasi pada

diepoxybutane yang menyebabkan terjadinya patahan kromosom

(chromosomal breakage).6

Anemia Estren-Dameshek

Menunjukan gejala seperti anemia aplastik Fanconi tetapi tanpa

abnormaliltas tulang.9

Dyskeratosis congenital

Memiliki pola pewarisan autosomal resesif yang terikat dengan

kromosom-X. penyakit ini menunjukan gejala pigmentasi kulit

reticulate, leukoplakia, distrofi dari kuku, kelainan kelenjar keringat,

Page 7: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

retardasi mental, dan gangguan pertumbuhan. Lesi pada mukosa dan

kulit muncul pada waktu remaja, sedangkan anemia aplastik muncul

pada dewasa muda. Pada penyakit ini terdapat kerusakan pada gen.9

b. Idiopatik

Merupakan penyebab terbanyak dari anemia aplastik. Meskipun

mekanismenya belum diketahui dengan pasti diperkirakan

penyebabnya karena paparan akut obat atau bahan kimia serta melalui

mekanisme autoimun diperantai oleh sel T yang menekan sel induk.9

2. Sekunder

Beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya anemia aplastik

sekunder yaitu: radiasi, obat-obatan, bahan kimia, infeksi virus,

kehamilan.6

a. Radiasi

Energi radiasi yang tinggi dapat menyebabkan anemia akibat kerusakan

sumsum tulang dan pansitopenia. Derajat kerusakan tergantung dari jenis

radiasi (sinar alfa,beta atau gama), besarnya dosis, lama penyinaran dan

sumsum tulang yang terpapar. Radiasi akut terutama mengenai sel-sel

yang sedang membelah, sedangkan sel-sel yang istirahat masih tersisa,

oleh karena itu mielosupresi sering bersifat transient. Pada radiasi

menahun dan berulang, sel induk dalam fase istirahat menjadi aktif

sehingga terkena pengaruh radiasi yang menimbulkan kerusakan

permanen. Radiasi kronik dapat menimbulkan leukemia, keganasan

hematologik lain serta anemia aplastik. Radiasi dengan tingkat energi

yang tinggi dapat digunakan untuk keperluan terapi dan tidak

menyebabkan kerusakan pada sumsum tulang selama daerah yang

mendapat radiasi tidak terlalu luas 9.

Radiasi akan merusak DNA terutama pada jaringan yang

mengalami mitosis aktif. Kerusakan DNA bisa terjadi secara langsung

maupun tidak langsung. Secara tidak langsung melalui interaksi dengan

molekul kecil yang sangat reaktif atau dengan radikal bebas yang

dihasilkan pada ionisasi.9

Page 8: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Paparan radiasi yang lama atau berulang dengan dosis rendah

berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya anemia aplastik dan

leukemia akut. Paparan singkat radiasi dengan dosis besar berhubungan

dengan terjadinya aplasia sumsum tulang dan sindrom gastrointestinal.

Paparan total pada tubuh antara 1 sampai 2,5 Gray (100 sampai 250 rad)

menyebabkan gejala gastrointestinal dan penurunan jumlah leukosit,

tetapi sebagian besar pasien akan membaik sendiri. Dosis yang lebih besar

yaitu diatas 10 Gray fatal bagi pasien walaupun sesudahnya mendapat

terapi suportif yang dilanjutkan dengan transplantasi sumsum tulang.9

b.Obat-obatan

Beberapa obat yang dapat menyebabkan anemia aplastik antara lain

kloramfenikol, fenilbutazon, dan klorpromasin. Mekanisme imun tidak

menjelaskan kegagalan sumsum tulang pada reaksi penggunaan obat 2,4.

DeGruchy membagi obat dalam dua golongan yaitu : obat dengan resiko

tinggi, dengan kejadian kejadian > 1:10.000 pemakaian obat dan obat

dengan resiko rendah, dengan kejadian < 1: 10.000.9

Tabel 1 Daftar obat yang dihubungkan dengan anemia aplastik9

Obat dengan risiko tinggi:

Kloramfeniol Mesantion

Arsen organic Tridione

Quinarcrine Fenilbutason

Senyawa emas Klorpromasin

Obat dengan risiko lebih rendah:

Salisiat Phenantoin Klorpropamid

Kalium perklorat Tolbutamid Sulfonamid

Paramethadione Penisilin Oxphenbutazon

Indometasin Diklofenak Karbimasol

c. Bahan kimia9

Page 9: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Benzen merupakan bahan kimia yang banyak dihubungkan dengan

timbulnya anemia aplastik. Benzen merupakan senyawa hidrokarbon

(C6H6) yang banyak digunakan sebagai pelarut dalam industri karet,

penyamakan kulit, pabrik cat, dan sebagai zat pembersih dalam rumah

tangga.

Produk degradasi benzen (p-benzoquinone) dapat menekan sintesa

DNA dan RNA sehingga menimbulkan kerusakan kromosom.

Pemaparan jangka panjang dapat menimbulkan anemia aplastik.9

Anemia aplastik tidak timbul pada semua individu yang terpapar

oleh benzen. Timbulnya penyakit ini tergantung dari:

1.Suseptibilitas individual

2.Lama pemaparan

3.Konsentrasi uap benzene

d. Infeksi Virus

Infeksi virus sejak lama telah diketahui dapat menimbulkan

pansitopenia bahkan sampai gagal sumsum tulang. Virus yang

dihubungkan dengan timbulnya anemia aplastik adalah: virus Epstein

Barr (EBV), parvovirus B19, virus hepatitis dan Humam

Immunodeficiency Virus (HIV)9

Mononukleosis infeksiosa yang disebabkan oleh EBV sering

disertai netropenia ringan, trombositopenia dan anemia hemolitik.

Infeksi EBV yang disertai anemia aplastik lebih jarang dilaporkan.

Parvovirus B19 khas menimbulkan pure red cell aplasia atau krisis

aplastik pada penderita anemia hemolitik, jarang sekali menimbulkan

anemia aplastik.9

Virus hepatitis diduga merupakan salah satu penyebab anemia

aplastik, dengan cirinya dijumpai pada umur lebih muda (2-20 tahun),

timbul 24-30 minggu setelah infeksi hepatitis, beratnya hepatitis tidak

berhubungan dengan beratnya anemia, paling banyak ditemukan pada

penduduk Asia yang sosial ekonominya rendah, prognosisnya lebih

jelek dengan angka kematian lebih dari 90%. Sekitar 80% disebabkan

oleh virus hepatitis C, sedangkan virus hepatitis B lebih jarang. Resiko

Page 10: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

anemia aplastik pada penderita hepatitis virus adalah 0,1-0,2 %,

dimana 5% penderita anemia aplastik mempunyai riwayat hepatitis.

Patogenesis anemia aplastik akibat virus hepatitis belum diketahui

pasti. Mungkin virus mempunyai efek toksik langsung pada sel induk

hemopoetik atau sel stoma, atau melalui gangguan imunologik.9

e. Kehamilan

Kadang-kadang dijumpai anemia aplastik pada wanita hamil,

meskipun belum dapat dipastikan apakah hal ini merupakan suatu

koinsiden atau hubungan sebab akibat, Patogenesisnya belum

diketahui pasti, ada yang menghubungkan dengan tingginya hormon

estrogen yang dapat menekan hemopoesis. 9

Tabel. 2 Penyebab Anemia Aplastik10

Anemia Aplastik yang Didapat (Acquired Aplastic Anemia)

Anemia aplastik sekunder

  Radiasi

  Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

     Efek regular

       Bahan-bahan sitotoksik

       Benzene

     Reaksi Idiosinkratik

       Kloramfenikol

       NSAID

       Anti epileptik

       Emas

       Bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

  Virus

     Virus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)

     Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)

     Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)

     Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

  Penyakit-penyakit Imun

     Eosinofilik fasciitis

Page 11: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

     Hipoimunoglobulinemia

     Timoma dan carcinoma timus

     Penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi

  Paroksismal nokturnal hemoglobinuria

  Kehamilan

Idiopathic aplastic anemia

Anemia Aplastik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia)

Anemia Fanconi

   Diskeratosis kongenital

   Sindrom Shwachman-Diamond

   Disgenesis reticular

   Amegakariositik trombositopenia

   Anemia aplastik familial

   Preleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)

   Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

2.4 Klasifikasi

Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :

A. Klasifikasi menurut kausa1 :

Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada

kira-kira 50% kasus.

Sekunder : bila kausanya diketahui.

Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat

diturunkan, misalnya anemia Fanconi

B. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan atau prognosis (lihat

tabel 3).Tabel 3. Klasifikasi anemia aplastik berdasarkan tingkat keparahan.1

Klasifikasi Kriteria

Anemia aplastik tidak berat Sumsum tulang hiposelular namun

sitopenia tidak memenuhi kriteria berat

Anemia aplastik berat

Selularitas sumsum tulang

Sitopenia sedikitnya dua dari

<25%

Hitung neutrofil < 500/µl

Page 12: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

tiga seri sel darah Hitung trombosit < 20.000/µl

Hitung retikulosit absolute <

60.000/µl

Anemia aplastik sangat berat

Selularitas sumsum tulang

Sitopenia sedikitnya dua dari

tiga seri sel darah

<25%

Hitung neutrofil < 200/µl

Hitung trombosit < 20.000/µl

Hitung retikulosit absolute <

60.000/µl

2.5 Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya anemia aplatik disimpulkan dari berbagai observasi

klinis keberhasilan terapi dan eksperimen laboratrium. Mekanisme primer

terjadinya anemia aplastik diperkirakan melalui:

1. Kerusakan pada sel induk (seed theory)

2. Kerusakan lingkungan mikro (soil theory)

3. Mekanisme imunologi (immune suppression). Mekanisme ini

terjadi melalui berbagai faktor (multi faktorial) yaitu : familial (herediter),

idiopatik (penyebabnya tidak dapat ditemukan) dan didapat yang

disebabkan oleh obat-obatan, bahan kimia, radiasi ion, infeksi, dan

kelainan imunologis.6

Kerusakan sel induk telah dapat dibuktikan secara tidak langsung

melalui keberhasilan transpaltasi sumsum tulang pada penderita anemia

aplastik, memperlihatkan adanya kondisi defisiensi sel asal (stem sel) dan

yang berarti bahwa penggantian sel induk dapat memperbaiki proses

patologik yang terjadi.6

Teori kerusakan lingkungan mikro dibuktikan melalui tikus

percobaan yang diberikan radiasi, sedangkan teori imunologik ini

dibuktikan secara tidak langsung dengan keberhasilan terapi

immunosupresif.6 Adanya reksi autoimunitas pada anemia aplastik juga

dibuktikan oleh percobaan in vitro yang memperlihatkan bahwa limfosit

dapat menghambat pembentukan koloni hemopoetik alogenik dan

Page 13: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

autologus. Setelah itu, diketahui bahwa limfosit T sitotoksik menjadi

perantara dekstruksi sel- sel aal hemopoetik pada kelainan ini. Sel- sel T

efektor tampak lebih jelas di sumsum tulang dibandingkan dengan darah

tepi pasien anemia aplastik. Sel- sel tersebut menghasilkan interferon γ dan

TNF α yang merupakan inhibitor langsung hemopoesis dan meningkatkan

ekspresi Fas pada sel- sel CD34+. Klon sel- sel T immortal yang positif

CD4 dan CD8 dari pasien anemia aplastik juga mensekresi sitokin T-

helper yang bersifat toksik langsung ke sel- sel CD34 positif autologus.4

Kelainan imunologik diperkirakan menjadi penyebab dasar dari

kerusakan sel induk atau lingkungan mikro sumsum tulang. Patofisiologi

timbulnya anemia aplastik digambarkan secara skematik pada gambar 1

Gambar. 1 Patofisiologi anemia aplastik (Bakta, 2003)

2.6 Manifestasi Klinis

Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya anemia, leukopenia dan

trombositopenia6 :

Sindrom anemia yang bervariasi dari ringan sampai berat, berupa:

Page 14: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

- Sistem kardiovaskuler : berdebar, lesu, cepat lelah, sesak waktu

kerja

- Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata

bekunang-kunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada

ekstremitas

- Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit

menurun, rambut tipis dan halus

Gejala perdarahan : paling sering berupa petechie dan echymosis pada

kulit.Perdarahan mukosa dapat berupa epistaxis, perdarahan sub

konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis atau melena. Pada anemia

yang berat atau trombositopenia dapat dijumpai perdarahan retina.

Perdarahan organ dalam lebih jarang, tetapi jika terjadi perdarahan otak

sering bersifat fatal.

Gejala infeksi : dapat berupa nyeri tenggorokan, luka pada mulut dan

faring, demam disertai menggigil dan berkeringat, dan pada tingkat yang

lebih berat dijumpai sepsis sampai syok septik.

Organomegali berupa hepatomegali, splenomegali atau limfadenopati

tidak dijumpai. Jika terdapat organomegali diagnosis anemia aplastik

maka perlu untuk dikaji ulang.

2.7 Diagnosis

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala

subjektif, gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum

tulang. Gejala subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang

terjadi. Namun, gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang

mengalami depresi paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah

berdasarkan pemeriksaan darah dan pemeriksaan sumsum tulang, serta

menyingkirkan adanya infiltrasi dan supresi pada sumsum tulang.

2.7.1 Anamnesis

Data subjektif diperoleh dari anamnesis ke pada pasien. Anamnesis

dilakukan untuk mengetahui keluhan pasien berdasarkan sacred seven dan

Page 15: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

basic four. Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki

onset yang berkembang dengan cepat. Perdarahan merupakan gejala awal

yang paling sering terjadi; keluhan mudah terjadi memar selama beberapa

hari hingga minggu, gusi yang berdarah, mimisan, darah menstruasi yang

berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya thrombositopenia,

perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan kecil pada sistem

saraf pusat dapat berbahaya pada intracranial dan menyebabkan

perdarahan retina. Gejala anemia juga sering terjadi termasuk mudah lelah,

sesak napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan gejala awal yang

jarang terjadi pada anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis,

dimana faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering terjadi pada

permulaan penyakit). Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah

keterbatasan gejala pada sistem hematologist dan pasien sering merasa dan

sepertinya terlihat sehat walaupun terjadi penurunan drastis pada hitung

darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya

mengarahkan penyebab pasitopenia lainnya.10

Anamnesis juga dilakukan untuk mengetahui etiologi/penyebab

anemia aplastik dari pasien dan untuk mengetahui kemungkinan penyebab

kelainan kongenital. Perlu diketahui adanya riwayat menjalani radiasi,

kemoterapi, menderita suatu penyakit selain flu dan gastroenteritis, serta

penderita juga tidak minum obat-obatan sebelumnya yang berisiko

menimbulkan anemia aplastik, tidak pernah tinggal ataupun bekerja pada

pabrik ataupun industri yang berhubungan dengan kulit, cat, zat-zat

pembersih rumah tangga, dan anggota keluarga penderita tidak ada yang

mengalami keluhan yang sama. Jika tidak ditemukan hal- hal tersebut

dalam anamnesis, dapat disimpulakn penyebabnya adalah ididopatik.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Peteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat

ditemukan. Pemeriksaan pelvis dan rectal tidak dianjurkan namun jika

dikerjakan, harus dengan hati-hati dan menghindari trauma; karena

pemeriksaan ini biasanya menyebabkan perdarahan dari servikal atau

darah pada tinja. Kulit dan mukosa yang pucat sering terjadi kecuali pada

Page 16: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

kasus yang sangat akut atau yang telah menjalani transfusi. Infeksi pada

pemeriksaan pertama jarang terjadi namun dapat timbul jika pasien telah

menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati dan

splenomegaly juga tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Café

au lait dan postur tubuh yang pendek merupakan tanda anemia Fanconi;

jari-jari yang aneh dan leukoplakia menandakan dyskeratosis congenita.10

2.7.3 Pemeriksaan Penunjang

Temuan laboratorik yang dapat dijumpai pada anemia aplastik adalah: 4,6

Anemia normokromik normositer dengan retikulositopenia. Akan

tetapi bilai nilai retikolosit dikoreksi terhadap beratnya anemia

(corrected reticolocyte count) maka akan diperoleh presentase

retikolosit normal atau rendah juga. Adanya retikulositosis setelah

dikoreksi menandakan bukan anemia aplastik.

Anemia sering berat dengan kadar Hb <7

Leukopenia dengan relatif limfositosis terdapat pada 75% kasus,tidak

dijumpai sel muda dalam darah tepi. Adanya eritrosit muda atau

leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik.

Trombositopenia, yang bervariasi dari ringan sampai sangat berat

Besi serum normal atau meningkat, TIBC normal, HbF meningkat.

Laju endap darah selalu meningkat, 62 dari 70 kasus (89%)

mempunyai laju endap darah lebih dari 100 mm dalam jam pertama.

Faal Hemostasis4

Waktu perdarahan memanjang dan retraksi bekuan buruk disebabkan oleh

trombositopenia. Faal hemostasis lainnya normal.

Sumsum Tulang4

Sumsum tulang memperlihatkan adanya hipoplasia, dengan hilangnya

jaringan hemopoietik dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih dari

75% sumsum tulang. Biopsy trephine sangat penting dilakukan dan dapat

memperlihatkan daerah selular berbercak pada latar belakang yang

hiposelular. Sel-sel utama yang tampak adalah limfosit dan sel plasma;

megakariosit sangat berkurang atau tidak ada.

Virus4

Page 17: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Evaluasi diagnosis anemia aplastik meliputi pemeriksaan virus Hepatitis,

HIV parvovirus sitomegalovirus.

Tes Ham atau Tes Hemolisis Sukrosa4

Tes ini diperlukan untuk mengetahui adanya PNH sebagai penyebab.

Page 18: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Kromosom4

Pada anemia aplastik didapat, tidak ditemukan kelainan kromosom.

Pemeriksaan sitogenik dengan fluroscence in situ hybridization (FISH)

dan immunofenotipik dengan flow cytometry diperlukan untuk

menyingkirkan diagnosis banding, seperti myelodisplasia hiposelular.

Defisiensi Imun4

Adanya defisiensi imun diketahui melalui penentuan titer immunoglobulin

dan pemeriksaan imunitas sel T.

Lain-lain4

Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak, dan mungkin

ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.Kadar eritropoietin

ditemukan meningkat pada anemia aplastik.

Pemeriksaan Radiologis4

Nuclear Magnetic Resonance Imaging

Pemeriksaan ini merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya

perlemakan karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum

tulang berlemak dan sumsum tulang berelular.

Radionuclide Bone Marrow Imaging (Bone Marrow Scanning)

Luasnya kelainan sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh

setelah disuntik dengan koloid radioaktif technetium sulfur yang akan

terikan pada makrofag sumsum tulang atau iodium chloride yang akan

terikat pada transferin. Dengan bantuan scan sumsum tulang dapat

ditentukan daerah hemopoiesis aktif untuk memperoleh sel-sel guna

pemeriksaan sitogenetik atau kultur sel-sel induk.

2.7.4 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis anemia aplastik menurut International

Agranulocytosis and Anemia Study Group (IAASG).6

1. Satu dari tiga:

- Hemoglobin kurang dari 10 gr/dl, atau hematokrit kurang dari 30%

- Trombosit kurang dari 50 x 10 9/L

Page 19: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

- Leukosit kurang dari 3,5 x 10 9/L, atau neutrofil kurang dari 1,5 x

109/L

2. Retikulosit < 30 x 109/L (< 1 %)

3. Dengan gambaran sumsum tulang ( harus ada spesimen adekuat ):

- Penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua

sel hemopoetik atau selularitas normal oleh karena hiperplasia

eritroid fokal dengan deplesi seri granulosit dan megakariosit

- Tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik

4.Pansitopenia karena obat sitostatika atau radiasi terapeutik harus

diekslusi.

Setelah diagnosis maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia

aplastik. Hal ini sangat penting dilakukan karena menentukan strategi

terapi. Kriteria yang dipakai pada umumnya ialah kriteria Camitta et al.

Tergolong anemia aplastik berat (severe aplastic anemia) bila memenuhi

kriteria berikut:

I. Paling sedikit dua dari tiga:

- granulosit < 500 x 109/L

- trombosit < 20 x 1012/L

- corrected reticulocyte < 1 %

II. Selularitas sumsum tulang < 25 %, atau selularitas < 50% dengan <

30% sel-sel hematopoietik

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai

dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia terlihat pada

tabel 4.

Tabel 4. Penyebab pansitopenia6

Kelainan sumsum tulang

   Anemia aplastik

   Myelodisplasia

   Leukemia akut

   Myelofibrosis

   Penyakit Infiltratif: limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia

Page 20: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

   Anemia megaloblastik

Kelainan bukan sumsum tulang

   Hipersplenisme

   Sistemik lupus eritematosus

   Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu

sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma

myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat

membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada

myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya

poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid

sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta

sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada

anemia aplastik. Selain itu, prekursor granulosit dapat berkurang atau terlihat

granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus

abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).11

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik

yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau

dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga

biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.11

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy

cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya

splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.11

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan

oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Selularitas

sumsum tulang yang normoselular jelas membedakannya dengan anemia aplastik.

2.9 Penatalaksanaan

Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas: 

1. Terapi kausal;

2. Terapi suportif;

Page 21: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang: terapi untuk

merangsang pertumbuhan sumsum tulang;

4. Terapi definitif yang terdiri atas:

a. Pemakaian anti-lymphocyte globulme; 

b. Transplantasi sumsum tulang.

Terapi Kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan

pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering

hal ini sulit dilakukan karena etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya

tidak dapat dikoreksi. 

Terapi Suportif

Terapi untuk mengatasi akibat pansitopenia. 

1. Untuk mengatasi infeksi antara lain: 5,6

Higiene mulut

Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan

adekuat. Pemberian obat antibiotika dipilih yang tidak menyebabkan

depresi sumsum tulang. Sebelum ada hasil biakan berikan antibiotika

berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan

negatif. Biasanya dipakai derivat penisilin semisintetik (ampisilin) dan

gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin generasi

ketiga. Jika hasil biakan sudah datang, sesuaikan antibiotika dengan

hasil tes kepekaan. Jika dalam 5-7 hari panas tidak turun, pikirkan

adanya infeksi jamur, dapat diberikan amphotericin- B atau flukonasol

parenteral. Untuk menghindarkan anak dari infeksi, anak diisolasi

dalam ruangan khusus yang “suci hama”.

Tranfusi granulosit konsentrat diberikan pada sepsis berat kuman

gram negatif, dengan neutropenia berat yang tidak memberikan respon

pada antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan

mas efektifnya sangat pendek.

2. Usaha untuk mengatasi anemia: berikan transfusi packed red cell (PRC)

jika hemoglobin <7 g/dl atau ada tanda payah jantung atau anemia yang

sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9 – 10 g%, tidak perlu sampai Hb

Page 22: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

normal, karena akan menekan eritropoesis internal. Pada penderita yang

akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsum tulang pemberian transfusi

harus lebih berhati-hati.

3. Usaha untuk mengatasi perdarahan: berikan transfusi konsentrat trombosit

jika terdapat perdarahan major atau trombosit < 20.000/ mm3 : transfusi

trombosit (tiap unit/10 kgBB dapat meningkatkan jumlah trombosit ±

50.000/mm3) Transfusi trombosit untuk profilaksis tidak dianjurkan.

Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektivitas trombosit

karena timbulnya antibodi antitrombosit. Kortikosteroid dapat

mengurangi perdarahan kulit.

Terapi untuk Memperbaiki Fungsi Sumsum Tulang

Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan

sumsum tulang:

1. Anabolik Steroid: dapat diberikan oksimetolon atau stazonol.

Oksimetolon diberikan dalam dosis 2- 3 mg/kgBB/hari. Efek terapi

tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek samping berupa virilisasi dan

gangguan fungsi hati.

2. Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah: fungsi steroid dosis

rendah belum jelas. Prednison 2 mg/kgBB/24 jam. Jika dalam 4 minggu

tidak ada respon sebaiknya dihentikan untuk mengurangi fragilitas

pembuluh kapiler.

3. GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah

netrofil, tetapi harus diberikan terus menerus. Eritropoetin juga dapat

diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi sel darah merah.

Terapi Definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka

panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas 2 jenis pilihan

terapi: 

1. Terapi imunosupresif antara lain:

a. Pemberian anti lymphocyte globuline: Anti lymphocyte globulin (ALG)

atau anti thymocyte globulin (ATG) dapat menekan proses

Page 23: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

imunologik. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan

pelepasan haemopoietic growth factor. Sekitar 40 – 70% kasus

memberi respons pada ALG, meskipun sebagian respons bersifat tidak

komplit (ada defek kualitatif/ kuantitatif). Pemberian ALG merupakan

pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur di atas 40

tahun. 

b. Terapi imunosupresif lain: pemberian metilprednisolon dosis tinggi

dengan/atau sislckosporin – A dilaporkan memberikan hasil pada

beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih lanjut.

Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis

tinggi. 

2. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan

harapan kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan

canggih, serta adanya kesulitan dalam men-cari donor yang kompatibel.

Transplantasi sumsum tulang, yaitu:

a. Merupakan pilihan untuk kasus berumur di bawah 40 tahun; 

b. Diberikan siklosporin A untuk mengatasi GVHD (graft versus host

disease);

c. Transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang

pada 60—70% kasus, dengan kesembuhan komplit.

2.10 Prognosis

Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, dimana ada

penderita yang cepat memburuk dan ada sebagian lagi mempunyai

perjalanan penyakit yang berlahan-lahan. Faktor prognostik yang paling

penting adalah pansitopenia 1.

Pengalaman klinis menunjukkan prognosis sangat ditentukan oleh derajat

penyakit serta jenis pengobatan yang diberikan. Keberhasilan TST

(Transplantasi sumsum tulang) memberikan ketahanan hidup jangka

panjang yang sempurna. Sedangkan ALG dapat disertai kekambuhan pada

sebagian penderita serta timbul kelainan hemopoetik klonal di kemudian

hari 1,7.

Page 24: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa

pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis

dapat dibagi menjadi 3 yaitu 9

1. Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam waktu 3 bulan.

Keadaan ini mencakup 10-15% kasus.

2. Penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan relaps.

Meninggal dalam waktu 1 tahun, merupakan 50% kasus.

3. Penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial, hanya

merupakan sebagian kecil dari penderita.

Penyebab kematian utama anemia aplastik adalah perdarahan dan infeksi.

Oleh karena itu derajat trombositopenia dan neutropenia sangat

menentukan prognosis ditunjang pula oleh terapi suportif yang baik saat

menunggu terapi definitif 1. KIE keluarga dan pasien diperlukan sehingga

dokter yang memberikan perawatan dapat memberikan pengertian kepada

keluarga dan pasien mengenai penyakit, perjalanan penyakit, kemungkinan

perburukan serta keberhasilan pengobatan sehingga pasien dapat

menerima keadaannya dan tetap berusaha untuk menjalani pengobatan.

BAB III

RINGKASAN

Page 25: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoisis yang ditandai oleh

penurunan produksi eritroid, myeloid dan megakariosit dalam sumsum tulang

dengan akibat adanya pansitopenia pada darah tepi, dimana tidak dijumpai adanya

keganasan sistem hematopoitik ataupun kanker metastatik yang menekan sumsum

tulang. Berdasarkan The International Agranulocytosis and Aplastic Anemia

Study (IAAS) disebut anemia aplastik bila kadar hemoglobin ≤ 10 g/dL atau

hematokrit ≤ 30 %; hitung trombosit ≤ 50.000/mm3 ; hitung lekosit ≤ 3.500/mm3

atau granulosit ≤ 1,5 x 109/L

Insiden anemia aplastik didapat bervariasi di seluruh dunia dan berkisar

antara 2 sampai 6 kasus per 1 juta penduduk per tahun dengan variasi geografis10.

Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di Negara barat dengan

insiden 1 – 3 kasus per 1 juta penduduk/tahun. Namun di Negara timur seperti

Thailand, Indonesia, Taiwan dan Cina, insidennya jauh lebih tinggi.

Anemia aplastik dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan, virus,

dan terkait dengan penyakit-penyakit yang lain. Anemia aplastik juga ada yang

ditururunkan seperti anemia Fanconi. Akan tetapi, kebanyakan kasus anemia

aplastik merupakan idiopatik.

Gejala klinik anemia aplastik timbul akibat adanya sindrom anemia

(lemah, pucat, cepat lelah, sakit kepala, pusing, telinga berdenging, mata

bekunang-kunang, kelemahan otot, lesu, perasaan dingin pada ekstremitas, warna

pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, rambut tipis dan halus),

leukopenia (Gejala infeksi : dapat berupa nyeri tenggorokan, luka pada mulut dan

faring, demam disertai menggigil dan berkeringat, dan pada tingkat yang lebih

berat dijumpai sepsis sampai syok septik) dan trombositopenia (gejala perdarahan:

paling sering berupa petechie dan echymosis pada kulit.Perdarahan mukosa dapat

berupa epistaxis, perdarahan sub konjungtiva, perdarahan gusi, hematemesis atau

melena. perdarahan retina)

Diagnosis anemia aplastik dapat ditegakkan berdasarkan gejala subjektif,

gejala objektif, pemeriksaan darah serta pemeriksaan sumsum tulang. Gejala

subjektif dan objektif merupakan manifestasi pansitopenia yang terjadi. Namun,

gejala dapat bervariasi dan tergantung dari sel mana yang mengalami depresi

Page 26: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

paling berat. Diagnosa pasti anemia aplastik adalah berdasarkan pemeriksaan

darah dan pemeriksaan sumsum tulang, serta menyingkirkan adanya infiltrasi dan

supresi pada sumsum tulang.

Secara garis besarnya terapi untuk anemia aplastik terdiri atas terapi

kausal, Terapi suportif, dan terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang:

terapi untuk merangsang pertumbuhan sumsum tulang dan terapi definitif yang

terdiri atas pemakaian anti-lymphocyte globulme, transplantasi sumsum tulang.

Perjalanan penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa

pengobatan pada umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis dapat

dibagi menjadi 3 yaitu Kasus berat dan progresif, rata-rata meninggal dalam

waktu 3 bulan. Keadaan ini mencakup 10-15% kasus. Penderita dengan perjalanan

penyakit kronik dengan remisi dan relaps. Meninggal dalam waktu 1 tahun,

merupakan 50% kasus, dan Penderita yang mengalami remisi sempurna atau

parsial, hanya merupakan sebagian kecil dari penderita.

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: Tinjauan Pustaka Anemia Aplastik Tami

1. Salonder H. Anemia aplastik. In: Suyono S, Waspadji S, et al (eds). Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta. Balai Penerbit

FKUI, 2001;501-8.

2. Bakshi S. Aplastic Anemia. Available in URL: HYPERLINK

http://www.emedicine.com/med/ topic162.htm

3. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 627-633.

4. Widjanarko, A. Anemia Aplastik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Jilid II Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2001. p. 637-643.

5. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Rumah

Sakit Umum Pusat Saglah Denpasar. Anemia Aplastik. Pedoman Pelayanan Medis

kesehatan Anak 2011. 151-153

6. Bakta, IM. Buku Ajar Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG, 2007. p. 97-112.

7. Young NS, Maciejewski J. The Pathophysiology of Acquired Aplastic

Anemia. Available in URL: HYPERLINK

http://content.nejm.org/cgi/content/fill/336/19/

8. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).

William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.

9. Adyana,Losen dkk. 2008. Diagnosis dan Penatalaksanaan Anemia

Aplastik. Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar. Akses tanggal 25 Agustus 2012.

10. Young NS. Aplastic Anemia, Myelodysplasia, and Related Bone Marrow

Failure Syndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al. Harrison’s Principle

of Internal Medicine. 16th ed. New York: McGraw Hill, 2007: 617-25.

11. Shadduck RK. Aplastic anemia. In: Lichtman MA, Beutler E, et al (eds).

William Hematology 7th ed. New York : McGraw Hill Medical; 2007.