tinjauan kebijakan moneter - februari 2010 filekebijakan moneter yang akomodatif sehingga arus modal...
TRANSCRIPT
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
1
Tinjauan Kebijakan MoneterFebruari 2010
Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan
oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada
setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,
November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai
media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan
penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi
moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian
Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang
dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara
triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara
rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini
mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan
laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh
Bank Indonesia.
Dewan Gubernur
Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior
Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur
Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur
S. Budi Rochadi Deputi Gubernur
Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur
Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur
Budi Mulya Deputi Gubernur
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
2
Daftar Isi
I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3
II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................6
Perkembangan Ekonomi Dunia ..............................................................6
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................8
Inflasi ..............................................................................................11
Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................13
Kebijakan Moneter .........................................................................15
Suku Bunga .................................................................................15
Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................17
Pasar Saham ................................................................................18
Pasar SUN ....................................................................................19
Pasar Reksadana ..........................................................................20
Kondisi Perbankan .......................................................................20
III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................21
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
3
I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER
Pemulihan perekonomian global masih menunjukkan perkembangan yang positif. Selain ditopang oleh ekspansi
perekonomian negara emerging market, seperti China, pemulihan
ekonomi global juga ditopang oleh menguatnya permintaan domestik
di negara maju, seperti AS dan Jepang, walaupun dengan laju yang
lebih moderat. Sementara itu, pemulihan di Eropa berjalan sedikit lebih
lambat akibat konsumsi yang masih melemah sejalan dengan tingginya
tingkat penggangguran, membengkaknya defisit fiskal di sejumlah negara
di kawasan Eropa. Dengan perkembangan ekonomi global tersebut,
pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2009 dan 2010 diperkirakan
lebih optimis dari perkiraan sebelumnya.
Di pasar keuangan global, perbaikan ekonomi global yang terus berlanjut mendorong kinerja pasar keuangan global. Indeks saham
di berbagai bursa menunjukkan tren yang meningkat, meski sempat
terkoreksi akibat sentimen negatif yang dipicu oleh sinyal pengetatan
kebijakan moneter di China. Optimisme di pasar keuangan global tersebut
juga disertai oleh membaiknya persepsi risiko di emerging market. Hal ini
mendorong derasnya aliran modal ke emerging market, yang mendukung
penguatan di pasar keuangan dan apresiasi mata uang di sejumlah negara.
Inflasi global diperkirakan relatif masih rendah sehingga mendorong
otoritas moneter di sebagian besar negara maju untuk melanjutkan
kebijakan moneter yang akomodatif sehingga arus modal masuk ke
negara emerging, termasuk Indonesia diperkirakan masih akan berlanjut.
Berlanjutnya perbaikan pada perekonomian global berdampak positif pada perekonomian domestik. Dari sisi permintaan,
pertumbuhan ekspor menunjukkan kinerja yang kian membaik sejalan
dengan peningkatan permintaan global. Demikian juga konsumsi rumah
tangga, akan tetap tumbuh relatif tinggi, didukung oleh daya beli
masyarakat yang membaik dan keyakinan konsumen yang menguat.
Penerapan Asean China-Free Trade Agreement (AC-FTA) berpotensi
membawa dampak positif bagi perekonomian domestik baik dari jalur
ekspor maupun impor. Melalui jalur ekspor, tingginya daya saing Indonesia
dalam komoditas sumber daya alam akan semakin mendorong kenaikan
ekspor terutama ke China. Dari jalur impor, AC-FTA akan mendorong
ketersediaan bahan baku dan barang modal yang lebih murah sehingga
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
4
dapat memperbaiki efisiensi produksi. Kegiatan investasi juga akan
meningkat meskipun belum terlalu signifikan. Kegiatan investasi terutama
terjadi pada sektor bangunan, yaitu sektor infrastruktur. Sektor-sektor lain
yang akan menunjukkan ekspansi ekonomi antara lain sektor manufaktur
dan sektor perdagangan, terutama terkait dengan meningkatnya konsumsi
masyarakat dan permintaan komoditas ekspor, serta sektor pengangkutan
dan komunikasi seiring dengan aktivitas ekonomi yang meningkat.
Dari sisi harga, tekanan inflasi menunjukkan sedikit peningkatan di bulan Januari 2010, namun perkembangan ini diyakini masih sesuai dengan kisaran sasaran Bank Indonesia 2010 sebesar 5±1%. Inflasi bulan Januari 2010 tercatat 0,84% (mtm), atau 3,72 (yoy), lebih
tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 0,33% (mtm)
atau 2,78% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber
dari faktor non-fundamental, yaitu kelompok volatile food akibat kendala
di sisi pasokan komoditas pangan strategis, khususnya beras. Kenaikan
harga beras ini selain dipicu oleh penurunan produksi pada masa paceklik,
juga didorong oleh kenaikan HPP beras 10% dan ekspektasi petani
terhadap kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi pada
bulan April 2010. Sementara itu, tekanan dari faktor fundamental, yang
tercermin pada inflasi inti, tidak menunjukkan peningkatan yang berarti.
Dari sisi domestik, sisi penawaran masih mampu merespons kenaikan sisi
permintaan sehingga berhasil menahan tekanan harga. Sementara itu dari
faktor eksternal, tekanan inflasi impor relatif meningkat pada komoditas
tertentu, terutama gula, sejalan dengan terus meningkatnya harga gula
internasional. Namun demikian tren apresiasi rupiah yang masih berlanjut
dapat meredam inflasi dari faktor eksternal.
Membaiknya kinerja ekspor dan aliran modal asing yang terus berlangsung menjaga kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) tetap solid. Perkembangan ekonomi global yang kondusif, terutama
kondisi perekonomian mitra dagang, mendukung perbaikan kinerja ekspor.
Kenaikan ekspor tersebut diprakirakan dapat mengimbangi kenaikan
impor yang terjadi sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi. Selain
itu, perkembangan harga di pasar internasional menumbuhkan optimisme
akan dukungan terhadap kinerja ekspor selama triwulan I-2010. Kondisi
tersebut cukup kondusif dalam mendukung surplus transaksi berjalan.
Kinerja NPI juga ditopang oleh surplus neraca transaksi modal dan finansial
(TMF). Terjaganya kondisi makroekonomi, imbal hasil rupiah yang relatif
tinggi, serta kenaikan Fitch rating untuk Indonesia semakin meningkatkan
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
5
daya tarik aset berdenominasi rupiah dan memicu maraknya investasi
asing di aset domestik. Penerbitan medium term notes oleh pemerintah
di pasar global senilai 2 miliar dolar AS turut mendukung surplus neraca
TMF. Dengan berbagai perkembangan tersebut, cadangan devisa pada
akhir Januari 2010 mencapai 69,6 miliar dolar AS, cukup untuk membiayai
5,9 bulan impor dan utang luar negeri pemerintah. Solidnya kinerja neraca
pembayaran Indonesia mendorong penguatan nilai tukar rupiah. Nilai
tukar rupiah secara rata-rata menguat 1,90% ke level Rp9.275 per dolar
AS. Pada akhir periode rupiah ditutup di level Rp9.350 per dolar AS atau
menguat 0,8% (p-t-p) dari akhir Desember 2009.
Di sektor keuangan domestik, kinerja pasar keuangan terus meningkat sejalan dengan stabilitas ekonomi domestik dan sentimen global yang semakin membaik. Di pasar uang, kondisi
likuiditas perbankan meningkat tercermin dari suku bunga PUAB O/N
yang terjaga di sekitar BI Rate, serta risiko PUAB yang menurun. Di pasar
saham, IHSG menguat 3,02% (mtm). Peningkatan kinerja saham ini
sejalan dengan membaiknya likuiditas di pasar saham. Pergerakan harga
saham sempat diwarnai oleh sentimen negatif dinamika global seperti
pengetatan moneter di China, ekspektasi rencana pembatasan bidang
usaha perbankan dan rencana Pemerintah AS untuk mulai keluar dari
strategi kebijakan quantitative easing, serta sustainabilitas fiskal Yunani. Di
pasar obligasi, perbaikan rating utang luar negeri Indonesia dari BB ke BB+
mendorong penurunan yield SUN hampir di semua tenor. Secara rata-rata,
yield SUN turun sebesar 11 bps (mtm).
Transmisi kebijakan moneter di sektor keuangan juga terus berlanjut. Hal ini tercermin dari masih menurunnya suku bunga deposito
dan kredit walaupun BI rate tidak mengalami perubahan sejak September
2009. Kredit yang disalurkan di akhir tahun 2009 meningkat dibandingkan
dengan bulan sebelumnya. Secara bulanan, pertambahan kredit (termasuk
channeling) pada Desember 2009 mencapai Rp39,9 triliun, atau tumbuh
2,8%. Ke depan, transmisi kebijakan moneter ini diperkirakan terus
membaik sejalan dengan membaiknya persepsi pelaku ekonomi di sektor
riil dan perbankan terhadap perekonomian dan komitmen perbankan
untuk menurunkan suku bunga.
Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional tetap stabil. Hal itu tercermin dari masih terjaganya rasio kecukupan modal (CAR) per
Desember sebesar 17,4%. Sementara itu, rasio gross non-performing loan
(NPL) tetap terkendali pada 3,8%, dengan rasio neto sebesar 0,9%. Selain
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
6
itu likuiditas perbankan, termasuk likuiditas di pasar uang antar bank kian
membaik dan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) terus meningkat.
Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat BI Rate 6,5% masih konsisten dengan sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5% ±1% dan arah kebijakan moneter saat ini juga dipandang masih kondusif bagi proses pemulihan perekonomian dan berlangsungnya intermediasi perbankan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 4 Februari 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5% dengan koridor suku bunga yang juga tetap sebesar
+/-50 bps dari BI Rate, yakni 7% Repo dan 6% FASBI..
II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETERKinerja perekonomian Indonesia terus menunjukkan perbaikan seiring
dengan kondisi perekonomian dan pasar keuangan global yang semakin
membaik. Di sisi harga, tekanan inflasi sedikit menunjukkan peningkatan
memasuki awal tahun 2010, walaupun untuk keseluruhan tahun
diperkirakan masih dalam kisaran target. Sementara itu, kebijakan moneter
yang cenderung longgar pada tahun 2009 mendorong peningkatan harga
aset termasuk IHSG. Di sisi mikro perbankan, kondisi perbankan nasional
tetap stabil.
Perkembangan Ekonomi DuniaPerekonomian global masih berkembang dalam tren yang positif ditopang oleh kokohnya pertumbuhan negara berkembang, khususnya Asia. Sementara itu, proses pemulihan ekonomi negara maju
terus berlangsung meski dengan laju yang lebih moderat. Tertahannya
pemulihan di negara maju ditengarai akibat masih tingginya angka
pengangguran dan tersendatnya penyaluran kredit perbankan. Meskipun
demikian, paket stimulus fiskal di AS dan Jepang telah mampu mendorong
penguatan permintaan domestik yang tercermin dari meningkatnya
pengeluaran konsumsi rumah tangga.
Pemulihan ekonomi di negara maju berlangsung dengan laju yang moderat. Tingginya angka pengangguran dan penyaluran kredit yang
masih tersendat menjadi penghambat laju pemulihan ekonomi khususnya
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
7
di negara-negara maju. Meskipun demikian, dampak pengucuran paket
stimulus fiskal kedua di AS dan Jepang mampu mendorong penguatan
permintaan domestik yang tercermin dari menguatnya indikator penjualan
eceran dan pengeluaran rumah tangga. Sementara itu, pemulihan di Uni
Eropa berjalan lambat seiring dengan lemahnya konsumsi rumah tangga
akibat meningkatnya jumlah pengangguran dan membengkaknya defisit
fiskal pada beberapa negara seperti Yunani dan Irlandia.
Perekonomian AS mengalami peningkatan yang didukung oleh perbaikan konsumsi meskipun perbaikan di tenaga kerja relatif belum stabil. Secara umum, sisi konsumsi AS terus mengalami perbaikan
tercermin dari indikator penjualan eceran, meningkatnya pengeluaran
rumah tangga (Grafik 2.1), serta menguatnya tingkat keyakinan konsumen.
Meningkatnya konsumsi rumah tangga didorong oleh masa liburan akhir
tahun dan stimulus potongan harga untuk pembelian mobil (cash for
clunkers). Di sisi lain, tingkat pengangguran AS masih berada pada level
yang tinggi yakni sebesar 10,0% pada bulan Desember 2009, meskipun
telah turun dari level tertinggi sebesar 10,2% pada Oktober tahun lalu.
Sektor produksi di AS mengalami perbaikan merespons meningkatnya permintaan. Musim liburan akhir tahun dan berbagai
paket stimulus fiskal mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga
dan memicu peningkatan produksi sektor industri di AS. Perbaikan sektor
produksi AS terindikasi dari indeks produksi dan kapasitas produksi yang
mulai meningkat setelah sempat terpuruk pada triwulan II-2009 (Grafik
2.2). Sejalan dengan kedua indikator produksi tersebut, Purchasing
Manager Index (PMI) kembali meningkat di bulan Desember dan sudah
berada pada fase ekspansi.
Kondisi ekses likuiditas dan kebijakan the Fed serta bank sentral
utama lainnya untuk menjaga suku bunga di level rendah mendorong
berlanjutnya arus masuk aliran dana termasuk ke negara emerging
markets. Namun demikian, kinerja pasar keuangan global sempat
mengalami tekanan akibat sinyal pengetatan moneter di China dan
rencana Federal Reserve USA untuk membatasi usaha perbankan yang
bersifat spekulatif. Derasnya aliran dana investor masuk ke negara
emerging markets dan terjaganya persepsi risiko investor menyebabkan
penguatan nilai tukar dan bursa saham di kawasan Asia.
Tekanan inflasi global mulai menunjukkan peningkatan sejalan dengan naiknya harga komoditas internasional dan aktivitas perekonomian dunia. Prakiraan laju inflasi global untuk keseluruhan
Grafik 2.1 Real Income Spending Rumah Tangga AS
�����������������
������������
������������
��������������
�������������������
��
��
��
�
�
�
�
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ����
���
���
������
Grafik 2.2 Industrial Production dan Capacity Utilisation AS
�����������������
������ �
���� ��������
��
��
��
��
��
��������
������������������������������������������������
���
���
����
�����
�������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
8
tahun 2010 pada bulan Januari sedikit meningkat menjadi sebesar 3,05%
(yoy). Tekanan inflasi di negara berkembang diprakirakan sebesar 4,92%
(yoy), sementara di kelompok negara maju diperkirakan sebesar 1,56%
Suku bunga kebijakan di negara maju masih bertahan pada level yang rendah. Pada Januari 2010, sebagian besar bank sentral utama
seperti AS dan Jepang masih menahan kenaikan suku bunga sebagai
upaya mendorong pemulihan ekonomi domestik. Di sisi lain, BoE
mengalami pilihan yang sulit akibat masih lambatnya pemulihan ekonomi
Inggris namun tekanan inflasinya sangat kuat, bahkan sudah berada di luar
target BoE. Sementara itu, bank sentral Denmark masih menurunkan suku
bunganya sebesar 10 bps untuk menyesuaikan dengan suku bunga Eropa
sebesar 1,0%. Injeksi likuiditas dan pembelian aset-aset bermasalah (toxic
assets) dalam kerangka kebijakan quantitative easing masih dilakukan
oleh beberapa bank sentral utama seperti AS dan Inggris, namun dengan
intensitas dan skala yang lebih kecil. Sinyal pengetatan kebijakan moneter
di negara berkembang mulai terlihat meskipun kenaikan suku bunga
kebijakan masih tertahan. Pesatnya pemulihan ekonomi dan meningkatnya
tekanan inflasi di negara Asia memicu respons beberapa bank sentral
di Asia untuk menahan penurunan suku bunga lebih lanjut. Bahkan di
beberapa negara seperti China dan India, sinyal pengetatan sudah terlihat
dengan adanya kebijakan untuk menaikkan reserves ratio masing-masing
sebesar 50 bps dan 75 bps.
Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaMembaiknya pertumbuhan ekonomi diprakirakan masih akan berlanjut pada triwulan I-2010 seiring dengan peningkatan permintaan dan perkembangan perekonomian global. Di sisi
permintaan, kenaikan pertumbuhan PDB tersebut didorong oleh perbaikan
pertumbuhan konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. Konsumsi
rumah tangga diperkirakan mengalami sedikit peningkatan didorong
oleh daya beli masyarakat yang membaik serta masih kuatnya keyakinan
konsumen. Kinerja ekspor juga diperkirakan semakin membaik ditopang
oleh meningkatnya permintaan negara mitra dagang serta kenaikan
harga komoditas internasional. Sejalan dengan itu, investasi diperkirakan
juga tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya
seiring dengan meningkatnya permintaan dan optimisme pelaku usaha.
Merespons indikasi perbaikan permintaan domestik dan eksternal, kinerja Grafik 2.3 Penjualan Produk Elektronik
��������
���
���
��
��
��
��
�
�
�
�
�
��������
���� ��������� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ���
�������������������� ����������� ����������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
9
impor juga diprakirakan tumbuh meningkat. Di sisi penawaran, beberapa
sektor ekonomi diprakirakan akan menunjukkan perbaikan seiring dengan
membaiknya permintaan eksternal dan permintaan domestik pada
triwulan I-2010. Perbaikan permintaan diperkirakan dapat mendorong
pertumbuhan sektor-sektor utama perekonomian diantaranya sektor
industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.
Sementara itu, kinerja sektor lainnya seperti sektor pengangkutan dan
komunikasi masih berada dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi dan
menjadi kontributor utama terhadap pertumbuhan.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2010 diprakirakan masih tumbuh stabil. Prakiraan tersebut sejalan dengan perkembangan
indikator penuntun konsumsi rumah tangga yang mengindikasikan
perbaikan. Rencana kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri sebesar 5% dan
kenaikan UMP pada awal tahun 2010 berpotensi menopang perbaikan
daya beli masyarakat. Perbaikan konsumsi rumah tangga juga didukung
oleh perkembangan beberapa indikator dini. Konsumsi barang tahan
lama (durable goods) seperti penjualan mobil, motor, dan elektronik
tumbuh meningkat (Grafik 2.3). Indeks penjualan eceran sampai dengan
akhir triwulan IV-2009 masih tumbuh tinggi ditopang oleh meningkatnya
konsumsi pada kelompok pakaian dan peralatannya serta makanan dan
tembakau (Grafik 2.4). Perbaikan pertumbuhan konsumsi juga tercermin
pada kenaikan pertumbuhan impor barang konsumsi hingga Desember
2009 (Grafik 2.5). Searah dengan perkembangan tersebut, indikator yang
terkait dengan pembiayaan konsumsi seperti pertumbuhan M1 riil juga
menunjukkan tren yang meningkat (Grafik 2.6).
Pertumbuhan investasi (PMTB) pada triwulan I-2010 diprakirakan meningkat seiring dengan membaiknya permintaan eksternal dan domestik. Peningkatan investasi terutama ditopang oleh realisasi
investasi bangunan seperti ditunjukkan oleh masih tingginya konsumsi
semen (Grafik 2.7). Hal tersebut juga dibarengi dengan impor barang
modal (Grafik 2.8) yang tumbuh membaik seiring dengan optimisme
pelaku usaha. Jika dilihat dari strukturnya, pangsa utama pertumbuhan
investasi pada triwulan I-2010 diperkirakan masih didominasi oleh
investasi bangunan. Namun demikian, dukungan pembiayaan perbankan
masih relative terbatas sebagaimana ditunjukkan oleh pertumbuhan
kredit investasi riil yang menurun (Grafik 2.9). Perkembangan hasil
survei persepsi pelaku bisnis mengindikasikan minat pelaku usaha untuk
berinvestasi masih berada dalam level optimis. Berdasarkan Hasil Survei
Grafik 2.4 Indeks Penjualan Eceran
���������������
�����������
���� ���� ������ �� �� �� �� ��� �� �� �� �� �� ��� �� ��
������
Grafik 2.5 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi dan PDB Konsumsi RT
��� ���
���������������������������������
�
�
�
�
�
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
���
���
���
��
��
��
��
��
�����
Grafik 2.6 Pertumbuhan M1 Riil dan PDB Konsumsi RT
��� ���
������������������������������
���
��
�
��
��
��
�
�
�
�
�
� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ����� ���� ���� ����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
10
Keyakinan Dunia Usaha (SKDU-BI), realisasi kegiatan usaha pada triwulan
IV-2009 mengalami ekspansi sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan
sebelumnya yaitu sebesar 15,33%, terutama disumbang oleh sektor
keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pertambangan, dan
sektor pertanian (Grafik 2.10). Meskipun masih melambat, kegiatan usaha
pada triwulan I-2010 diperkirakan akan kembali mengalami ekspansi
usaha yang didorong oleh optimisme terhadap situasi bisnis dan kondisi
keuangan perusahaan serta kenaikan harga jual dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya.
Sejalan dengan terus membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang, kinerja ekspor pada triwulan I-2010 tumbuh meningkat. Hal tersebut tercermin dari perbaikan permintaan negara
maju terutama Amerika dan negara emerging markets seperti China
dan Singapura. Tren peningkatan indeks produksi, tingkat kepercayaan
konsumen serta sentimen bisnis negara G3 dan China hingga akhir
triwulan IV-2009 juga mendukung semakin membaiknya laju pertumbuhan
ekspor. Selain itu, harga komoditas yang cenderung meningkat di pasar
internasional turut berdampak positif pada masih tingginya volume
perdagangan global yang tercermin pada indeks Baltic Dry. Menurut sektor
dan golongan komoditas, pertumbuhan ekspor nonmigas masih ditopang
oleh ekspor komoditas primer berupa produk pertambangan seperti
batubara dan produk hasil industri seperti minyak kelapa sawit.
Pertumbuhan impor pada triwulan I-2010 juga diprakirakan semakin membaik sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik dan eksternal. Perbaikan pertumbuhan impor ditopang oleh
membaiknya konsumsi rumah tangga serta dorongan permintaan bahan
baku dan barang modal untuk kegiatan produksi terutama di sektor
industri. Di samping itu, indikasi berlanjutnya peningkatan pertumbuhan
impor dikonfirmasi oleh peningkatan pertumbuhan bea masuk impor
hingga akhir tahun 2009. Bea masuk impor yang semakin meningkat
mencerminkan nilai impor yang juga semakin meningkat. Menyusul
implementasi AC-FTA pada Januari 2010, impor hasil industri seperti tekstil
yang bersumber dari China juga diperkirakan akan meningkat. Pangsa
pertumbuhan impor terutama bersumber dari impor bahan baku/penolong
yang tumbuh membaik. Pertumbuhan nilai impor sepanjang Januari-
Desember 2009 masih didorong oleh pertumbuhan impor beberapa
komoditas yang terkait dengan penambahan kapasitas produksi, seperti
mesin/pesawat mekanik serta mesin dan peralatan listrik.
Grafik 2.7 Pertumbuhan Konsumsi Semen
Grafik 2.8 Pertumbuhan Impor Barang Modal
Grafik 2.9 Pertumbuhan Kredit Investasi dan PMTB
� �
�
�
�
�
�
��
��
��
��
�������������������������
�����������������
���� ���� ������ �� �� �� �� ��� �� �� �� �� �� ��� �� ��
� ������
�
�
�
�
�
��
��
��
��
���
����
��
��
��
��
���
���
���
���� ���� ������ �� �� �� �� ��� �� �� �� �� �� ��� �� ��
������������������������
������
���
��
�
���
��
��
��
��
��
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
��
�
�
��
��
��
��
������
���������������������������������
�����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
11
Perbaikan kinerja sektoral diprakirakan akan berlanjut pada triwulan
I-2010 seiring dengan membaiknya permintaan eksternal dan stabilnya
permintaan domestik. Kinerja sektor utama yaitu sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan diprakirakan tumbuh membaik pada
awal triwulan 2010. Sementara itu, kinerja sektor utama lainnya yaitu
sektor pertanian diprakirakan tumbuh melambat dibandingkan dengan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut ditengarai karena adanya pergeseran
musim tanam pada Oktober-Desember 2009 akibat dampak El Nino.
Kinerja sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor listrik, gas dan
air bersih masih berada dalam tingkat pertumbuhan yang tinggi. Tingginya
pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi terutama ditopang
oleh masih tingginya kinerja subsektor telekomunikasi. Sementara itu,
sektor pertambangan diprakirakan memiliki potensi untuk tumbuh lebih
tinggi didukung oleh tren peningkatan permintaan komoditas sektor
pertambangan seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian global.
Jika dilihat dari strukturnya, pangsa terbesar terhadap perekonomian
masih berasal dari sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel
dan restoran, serta sektor pertanian. Sementara itu, penyumbang utama
dalam pertumbuhan berasal dari sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor perdagangan, hotel dan restoran, serta sektor industri pengolahan.
I n f l a s i Memasuki awal tahun 2010, tekanan inflasi sedikit meningkat karena
faktor non fundamental. Namun demikian, untuk keseluruhan tahun
inflasi diperkirakan masih dalam kisaran target 5%±1%. Inflasi Januari
2010 tercatat sebesar 0,84% (mtm) atau 3,72% (yoy), meningkat
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,33% (mtm)
atau 2,78% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi terutama bersumber
dari faktor nonfundamental, khususnya kelompok volatile food terutama
akibat meningkatnya harga komoditas pangan strategis (beras). Sementara
itu, tekanan dari faktor fundamental yang tercermin pada inflasi inti juga
terlihat sedikit meningkat. Dari sisi eksternal, berlanjutnya tren apresiasi
rupiah dapat meredam peningkatan inflasi impor terkait kecenderungan
peningkatan harga komoditas tertentu. Dari sisi domestik, interaksi sisi
permintaan dan penawaran belum menimbulkan tekanan pada harga
secara umum.
Grafik 2.10 Rencana Investasi (SKDU-BI)
��������
����������������
���
��
�
��
��
��
���� ���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ��
�����������������������������
�����������������������������
Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi
������ ������
������������
�
�
�
�
�
�
�
��
��
��
��
�
�
�
�
��
���� ���� ���� ����� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ �
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
12
Jika dilihat dari faktor yang memengaruhinya, peningkatan inflasi terutama dipicu oleh kenaikan pada kelompok volatile food. Peningkatan inflasi kelompok volatile food terutama disumbang oleh
kenaikan harga beras sejalan dengan penurunan produksi beras pada
masa paceklik. Selain itu, dampak kenaikan HPP beras (10%) dan perkiraan
kenaikan HET (Harga Eceran Tertinggi) pupuk bersubsidi pada April 2010
turut mendorong peningkatan harga beras. Di sisi lain, perkembangan
harga komoditas internasional hanya sedikit berdampak terhadap inflasi
bahan pangan domestik.
Secara umum, laju inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran meningkat. Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada kelompok
bahan makanan terkait berkurangnya produksi komoditas utama seperti
beras akibat faktor musiman, dampak psikologis kenaikan HPP dan HET
pupuk bersubsidi. Jika dilihat secara bulanan, kelompok bahan makanan
juga menjadi penyumbang inflasi terbesar pada Januari 2010 yaitu sebesar
0,40%. Kelompok lainnya yang juga signifikan memberikan tekanan inflasi
IHK adalah kelompok makanan jadi dengan sumbangan inflasi sebesar
0,33%. Sementara itu, satu-satunya kelompok yang menyumbang deflasi
pada Januari 2010 adalah kelompok sandang terkait penurunan harga
emas perhiasan.
Inflasi administered prices pada bulan laporan masih relatif rendah dikarenakan tidak adanya kebijakan strategis dari Pemerintah. Inflasi administered prices pada Januari 2010 tercatat sebesar 0,44%
(mtm), menurun bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 0,68% (mtm). Komoditas yang dominan memberikan sumbangan
inflasi pada bulan laporan adalah bahan bakar rumah tangga (0,03%)
dan rokok (0,04%). Inflasi administered di bulan Januari 2010 antara lain
berasal dari kenaikan harga BBM nonsubsidi (pertamax, Pertamax Plus, dll),
namun tidak signifikan menyumbang pada inflasi Januari 2010.
Tekanan inflasi volatile food meningkat baik secara bulanan maupun tahunan terutama didorong oleh penurunan produksi beras domestik sesuai pola musiman paceklik pada awal tahun (Grafik 2.13). Masa tanam untuk tahun 2010 diperkirakan mundur sekitar
10-20 hari terkait dengan dampak El Nino, walaupun untuk keseluruhan
tahun 2010 produksi padi diperkirakan masih akan meningkat. Adanya
dampak psikologis kenaikan HPP beras pada 1 Januari 2010 lalu dan
rencana kenaikan HET pupuk bersubsidi per 1 April 2010 mendorong
inflasi volatile food. Dengan perkembangan tersebut, laju inflasi volatile
Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm)
������������������������������������������
���������������������������������
���������
�������
��������������������������������������������
�����������������������������������������
�������������
�
���� ���� ���� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
������������������������������
��������
�������
��������
���������
������������
����
����
����
Grafik 2.13 Raskin dan Harga Beras
Grafik 2.14 Ekspektasi Inflasi Pedagang - SPE BI
���
�������
�������
�������
�������
�������
�������
�������
������
�
�����
������
�����
�����
�����
�����
�����
�����
�������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����������������������
����������
������������
��������������������������������������������������������������������������������������������������������������������
������ ������
���
���
���
���
���
���
���
���� ���� ����
��
��
��
��
�
�� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��
��������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
13
food tercatat sebesar 1,98% (mtm) atau 5,17% (yoy), lebih tinggi
dibandingkan dengan bulan sebelumnya yakni sebesar -0,19% (mtm) dan
3,95% (yoy).
Inflasi inti mulai menunjukkan peningkatan, baik secara bulanan dan tahunan, meskipun relatif masih rendah seiring dengan masih minimalnya tekanan eksternal dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi inti pada bulan laporan tercatat sebesar 0,59% (mtm) atau 4,43%
(yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang
sebesar 0,40% (mtm) atau 4,28% (yoy). Berlanjutnya tren apresiasi
rupiah dapat meredam peningkatan inflasi impor terkait kecenderungan
peningkatan harga komoditas tertentu dan terjaganya ekspektasi inflasi
(Grafik 2.14). Peningkatan harga komoditas internasional masih relatif
moderat, kecuali untuk komoditas gula (Grafik 2.15). Sementara itu,
komoditas emas menjadi penyumbang deflasi pada kelompok inti
(0,04%). Di sisi lain, pemulihan ekonomi belum memberikan tekanan
berarti dari sisi permintaan seiring dengan masih memadainya respons
dari sisi penawaran. Indikator meningkatnya permintaan tercermin dari
indeks penjualan riil per Desember yg meningkat baik secara bulanan dan
tahunan yaitu sebesar 3,7% (mtm) dan 32,3% (yoy) (Grafik 2.16).
Nilai Tukar RupiahSelama Januari 2010, nilai tukar rupiah bergerak menguat, walaupun sempat mengalami sedikit tekanan pada akhir bulan. Prospek perekonomian domestik yang cukup solid serta spread imbal hasil
investasi rupiah yang masih tinggi di antara negara kawasan Asia mampu
menopang stabilitas pergerakan rupiah. Tekanan yans empat terjadi pada
akhir bulan antara lain dipengaruhi oleh sentimen negatif yang terjadi di
pasar keuangan global. Sentimen negatif tersebut muncul setelah dirilisnya
kerugian JP Morgan dan kebijakan sektor keuangan AS, besarnya defisit
fiskal beberapa negara di kawasan Eropa, dan keputusan otoritas moneter
India dan China menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) .
Mengawali tahun 2010, nilai tukar rupiah bergerak menguat. Selama
Januari 2010, rata-rata nilai tukar rupiah menguat 1,90% ke level Rp9.275
per dolar AS (Grafik 2.17) dan ditutup pada level Rp9.350 per dolar AS
atau menguat 0,80% dari periode bulan lalu. Nilai tukar rupiah sempat
menyentuh level Rp9.153 per dolar AS, level terkuat sejak Oktober 2008,
meskipun kemudian bergerak melemah dikarenakan sentimen negatif
Grafik 2.15 Harga Gula Internasional dan Domestik
������������������
�����������������������������
��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���� ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� ���� �� �� � ��� � ��� � ��� �� �� �� �� �� �� �� �� � ���
���
��
��
��
��
��
��
��
��
�
����
����
����
����
����
����
����
����
Grafik 2.16 Pertumbuhan Penjualan Riil (SPE-BI)
��
��
��
�
��
���
���
���� ���� ����� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��
��������
������������������������������
�������������������������������������������
Grafik 2.17 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah
������
����������������
�����������������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ���� ����
�����
������
���������������������������������������������
����������
�����
�����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
14
akibat masih tingginya ketidakpastian di sektor eksternal. Pergerakan
nilai tukar rupiah selama Januari 2010 berdampak pada meningkatnya
volatilitas dari 0,20% (posisi Desember 2009) menjadi 0,96% pada bulan
laporan (Grafik 2.18).
Persepsi risiko investasi di Indonesia masih relatif baik sejalan dengan relatif terjaganya ekspektasi positif terhadap nilai tukar rupiah. Meski sempat mengalami peningkatan sebagai respons dari
kondisi pasar keuangan global yang kembali tertekan, secara umum
indikator risiko investasi di Indonesia relatif stabil dibandingkan dengan
Desember 2009 dikarenakan fundamental perekonomian dometik yang
masih solid dan upgrade rating Indonesia oleh Fitch dari BB menjadi BB+.
Hal tersebut memberikan insentif terhadap prospek investasi di Indonesia.
Spread EMBIG bergerak naik ke level 323 bps dari level 294 bps pada
periode Desember 2009 (Grafik 2.21). Yield spread global bond Indonesia
dengan US T-Note juga meningkat ke level 228 bps dari level 174 bps pada
periode Desember 2009. Sementara itu, CDS spread sedikit turun dari 192
bps pada periode Desember 2009 menjadi 190 bps pada bulan laporan
searah dengan pergerakan CDS kawasan emerging markets Asia. Indikator
risiko lain, yakni premi swap, juga bergerak stabil yang mengindikasikan
tekanan terhadap rupiah relatif rendah (Grafik 2.22).
Masih tingginya spread imbal hasil investasi rupiah turut menopang stabilitas pergerakan rupiah. Selisih suku bunga dalam negeri dan
luar negeri (Uncovered Interest Rate Parity - UCIP) pada Januari 2010
mencapai level 6,48%, relatif stabil jika dibandingkan dengan level 6,51%
pada bulan sebelumnya. Sementara itu, sedikit meningkatnya indikator
risiko di akhir periode menyebabkan selisih suku bunga dalam negeri
dan luar negeri yang sudah mempertimbangkan risiko (Covered Interest
Rate Parity - CIP) mengalami penurunan ke level 4,21% dari level 4,77%
pada Desember 2009. Meskipun mengalami penurunan, namun spread
imbal hasil rupiah yang relatif lebih tinggi dibandingkan negara kawasan
masih menjadi daya tarik investasi global (Grafik 2.23). Hal tersebut
mengakibatkan aliran dana asing masih mengalir masuk ke perekonomian
domestik dan stabilitas pergerakan nilai tukar masih terjaga di tengah
kondisi pasar keuangan global yang kembali bergejolak pada akhir Januari
2010.
Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah
����
��������������������������������������������������
� �������
�
�
�
�
�
��
��
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ���
���� ���� ����
��������
����
����
���� ����
��������
Grafik 2.20 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Januari 2010 dibandingkan dengan Desember 2009
Grafik 2.19 Pergerakan Bursa Saham Global
������
�����������������
�������
������������
�
����� ���� ���� ���� ���� ��� ��� ���
��������
�����
����
����
��������
��������
��������
����
�
���
���
���
���
���
���
���
���
�����������������������������������������������������������������
������ ������ ������ ������ ���� ���� ����
�����
����
�����
����
����
����
����
�����
����
����
�����
����
����
�����
���������
����������
���������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
15
Kebijakan Moneter
Suku BungaPada Januari 2010, transmisi kebijakan moneter ke suku bunga jangka pendek berjalan baik. Di tengah kondisi BI Rate yang tetap
dipertahankan pada level 6,50%, rata-rata harian suku bunga PUAB
O/N menurun sebesar 3bps menjadi 6,23%. Perkembangan tersebut
menunjukkan bahwa pergerakan suku bunga PUAB O/N relatif stabil
berada di sekitar BI Rate. Di samping itu, transmisi kebijakan moneter ke
suku bunga PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang. Likuiditas
perbankan yang melimpah mendorong suku bunga PUAB untuk terus
turun khususnya untuk jangka waktu di atas 27 hari. Kondisi tersebut
sekaligus mengindikasikan adanya perbaikan persepsi counterparty risk.
Terjaganya kondisi likuiditas di pasar uang sejalan dengan menurunnya persepsi risiko. Distribusi likuiditas di pasar uang lebih
merata sebagaimana tercermin pada semakin kecilnya spread rata-rata
harian suku bunga tertinggi dan suku bunga terendah di PUAB O/N.
Kondisi tersebut tak lepas dari upaya untuk menjaga kecukupan likuiditas
di pasar uang melalui instrumen Operasi Pasar Terbuka dan koridor suku
bunga (standing facilities).
Di tengah level BI Rate yang tetap, suku bunga deposito terus menurun secara signifikan. Pada Desember 2009, suku bunga deposito
1 bulan menurun sebesar 29bps, lebih besar dari bulan sebelumnya yang
hanya sebesar 22bps. Dengan perkembangan tersebut selama tahun
2009, suku bunga deposito 1 bulan turun sebanyak 353bps atau jauh
lebih besar dari total penurunan BI Rate sebesar 300bps. Sementara
itu, suku bunga deposito berbagai jangka waktu secara rata-rata turun
mencapai 33bps pada Desember 2009. Penurunan terbesar terjadi pada
suku bunga deposito dengan jangka waktu 12 bulan, yaitu sebesar 86bps,
sedangkan suku bunga deposito 24 bulan justru mengalami peningkatan
sebesar 4bps. Kondisi tersebut mencerminkan intensi perbankan untuk
memberikan insentif lebih kepada nasabah untuk penempatan dana
jangka panjang. Jika dilihat berdasarkan kelompok banknya, suku bunga
deposito bank persero mengalami penurunan terbesar selama periode
BI Rate tetap. Pada Desember 2009, bank persero tercatat menurunkan
suku bunga depositonya sebesar 51bps, diikuti oleh bank swasta nasional
sebesar 23bps. Sementara itu, kelompok bank asing dan campuran hanya
menurunkan suku bunga depositonya sebesar 14bps.
Grafik 2.21 Indikator Persepsi Risiko Indonesia
Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor
Grafik 2.23 Perbandingan Yield Spread Government Bond Beberapa Negara Regional
����
�����������������
�����������
����������������������������������������������������������������������
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
���
��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
�
�
�
��
��
����������� ���������
��������� ����������
���� �����������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
����
�
��
�
�
��
��
��
����������������������������������������������������������
��������� ���������������� �����������������
��� ������������ ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ������������ ��� ��� ��� ������ ��� ��� ���
���� ���� ����
����
����
����
���������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
16
Transmisi kebijakan moneter ke suku bunga kredit masih berjalan lambat. Meskipun lambat, penurunan suku bunga kredit masih terus
berlangsung hingga Desember 2009. Secara agregat (rata-rata suku bunga
Kredit Modal Kerja, Kredit Investasi, dan Kredit Konsumsi) pada Desember
2009 menurun sebesar 13bps, atau lebih baik dari bulan sebelumnya
yang hanya menurun 9bps. Penurunan terbesar terjadi pada suku bunga
Kredit Modal Kerja (KMK) yang menurun sebesar 29bps, sedangkan Kredit
Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) masing-masing menurun sebesar
7bps dan 5bps. Sementara itu, jika dilihat berdasarkan kelompok banknya,
penurunan suku bunga kredit terbesar terjadi pada kelompok bank swasta
nasional yang diikuti oleh kelompok bank persero.
Tabel 2.1Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Suku Bunga (%)
BI Rate 8,75 8,25 7,75 7,5 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50Penjaminan Deposito 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00Dep 1 bulan (Weighted Average) 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87Base Lending Rate 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13.00 12,96 13,01 12,94 12,83Kredit Modal Kerja (KMK) 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 14,30 14,17 14,09 13,96 13,69Kredit Investasi (KI) 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 13,48 13,20 13,20 13,03 12,96Kredit Konsumsi (KK) 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 16,62 16,67 16,53 16,47 16,42
2009
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Grafik 2.24 Perkembangan Berbagai Suku Bunga
Masih lambatnya transmisi ke suku bunga kredit terutama terkait dengan
persepsi risiko perbankan dan penetapan margin yang masih tinggi.
Persepsi risiko perbankan yang masih tinggi tercermin pada lebarnya
spread antara suku bunga kredit dan Base Lending Rate (BLR), sedangkan
masih tingginya margin yang ditetapkan perbankan diindikasikan oleh
spread antara suku bunga deposito riil dan suku bunga kredit riil yang
melebar. Di sisi lain, cost of fund bank terbilang masih lebih tinggi
dibandingkan dengan periode 2007-2008 meskipun BI Rate saat ini lebih
rendah dibandingkan dengan periode tersebut. Kondisi itu terutama
terkait dengan proses realignment suku bunga deposito, sehingga suku
bunga deposito menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan BI Rate sejak
krisis global Oktober 2008.
����
����
�����
�����
�����
�����
�����
�����
������� ��������������� ����������������
������������������ �������������������
���������
���� ���� ���� ������������� ��� ������ ��������� ��� ������ ��������� ��� ��������������� ��� ������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
17
Dana, Kredit, dan Uang BeredarPada Desember 2009, DPK meningkat sebesar Rp76,1 triliun menjadi Rp1.973 triliun. Peningkatan tersebut bersumber dari dana
Rupiah khususnya dalam bentuk tabungan Rupiah sebesar Rp50 triliun
dan deposito Rupiah sebesar Rp19,9 triliun. Sementara itu, peningkatan
posisi giro Rupiah relatif lebih rendah sebesar Rp8,1 triliun yang terutama
berasal dari meningkatnya kepemilikan dari kelompok badan usaha milik
swasta-lainnya dan perorangan. Meskipun secara keseluruhan posisi
DPK meningkat, pertumbuhan DPK di 2009 sedikit melambat dari tahun
sebelumnya yaitu menjadi sebesar 12,5% (yoy) dari 16,1% (yoy) di akhir
tahun sebelumnya (Grafik 2.25).
Di jalur kredit, pertumbuhan kredit secara bulanan mengalami peningkatan. Pada Desember 2009 pertumbuhan kredit (termasuk
channeling) mencapai 8,7% (yoy) atau meningkat dari bulan sebelumnya
yang hanya sebesar 4,3% (yoy). Posisi kredit (termasuk channeling)
pada Desember 2009 meningkat dari bulan sebelumnya sebesar Rp39,9
triliun yang merupakan pertambahan tertinggi selama 4 (empat) tahun
berturut-turut untuk periode yang sama. Jika dilihat berdasarkan jenis
penggunaannya, kredit konsumsi masih menjadi penopang pertumbuhan
kredit pada Desember 2009. Sementara itu, kredit modal kerja yang
sebelumnya mengalami kontraksi yang cukup dalam mulai mengalami
perbaikan. Secara tahunan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit
investasi dan kredit konsumsi pada Desember 2009 mencapai 2,7%,
16,4%, dan 19,0% (Grafik 2.26).
Meskipun secara bulanan mengalami peningkatan, pertumbuhan kredit
untuk keseluruhan tahun 2009 masih lebih rendah dari pencapaian tahun
sebelumnya. Masih terhambatnya transmisi kebijakan moneter melalui
jalur kredit berasal baik dari sisi permintaan (demand side) maupun sisi
penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, pertambahan kredit berjalan
lambat seiring dengan aktivitas ekonomi domestik maupun eksternal
yang melambat dan disertai dengan suku bunga kredit yang masih tinggi.
Sementara itu, dari sisi penawaran, hambatan penyaluran kredit bersumber
dari persepsi risiko perbankan yang masih tinggi sehingga menyebabkan
resistensi suku bunga kredit untuk turun.
Likuiditas perekonomian pada Desember 2009 mengalami perbaikan dari bulan sebelumnya. Secara tahunan, pertumbuhan
M1, M2 dan M2 Rupiah yang meningkat masing-masing menjadi 8,4%,
13,1% dan 13,9% (yoy) dari bulan sebelumnya sebesar 6,8%, 11,5%
Grafik 2.25 Pertumbuhan Kredit, DPK, dan BI Rate
���������� �����������
���
��������������������
���� ����
�
���
�
���
�
���
�
���
������������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
Grafik 2.26 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
�������
���
�
��
��
��
��
��
������������������������������������
��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���
���� ����
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
18
dan 13,0% (yoy) (Grafik 2.27). Posisi M1 menurun sebesar Rp1,9 triliun
dari bulan sebelumnya, menjadi Rp505,6 triliun terkait dengan pola
realisasi anggaran belanja Pemerintah di akhir tahun. Sementara itu, posisi
M2 dan M2 Rupiah masing-masing meningkat sebesar Rp77,7 triliun
dan Rp80,1 triliun seiring dengan pertambahan komponen uang kuasi.
Berbagai kondisi di atas mencerminkan masih belum pulihnya aktifitas
perekonomian masyarakat sebagaimana tampak pada pertumbuhan M1
yang masih berada pada level yang lebih rendah dari historisnya.
Pasar SahamKinerja IHSG pada Januari 2010 membaik. IHSG menguat sebesar
3,02% dan ditutup pada level 2.610,8. Pelaku pasar menangkap sinyal
bahwa belum terdapat tekanan inflasi yang signifikan hingga semester I
2009. Tidak berubahnya level BI Rate diterjemahkan sebagai upaya bank
sentral untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi dengan
tetap menjaga pencapaian sasaran inflasi pada tahun 2010. Hal tersebut
kemudian direspon pelaku pasar dengan peningkatan transaksi di pasar
saham.
Dinamika yang berkembang di pasar keuangan global sempat meredam
peningkatan IHSG di awal tahun. Kebijakan pengetatan moneter dan
rencana pembatasan ekspansi kredit yang terjadi di Cina, rencana
Pemerintah AS untuk mulai keluar dari strategi kebijakan quantitative
easing, melakukan penyesuaian operasi moneter, dan membatasi ukuran
dan kegiatan bisnis bank di AS1 serta krisis pasar utang Yunani akibat
membengkaknya defisit fiskal menyebabkan koreksi yang cukup dalam
pada indeks regional yang pada akhirnya turut mempengaruhi kinerja
IHSG. Namun, pada akhirnya IHSG berhasil rebound yang dipicu oleh:
(1) langkah the Fed untuk mempertahankan Fed Fund Rate pada kisaran
0-0,25%, (2) rencana pemotongan pajak oleh Pemerintah AS, (3) pidato
Presiden AS Barrack Obama yang memberikan penegasan tidak bermaksud
untuk ”menghukum” bank, serta (4) peningkatan rating oleh lembaga
rating “Fitch” untuk delapan bank umum domestik, dari ‘BB’ menjadi
‘BB+’, setelah sebelumnya, peringkat utang pemerintah Indonesia juga
dinaikkan menjadi satu level di bawah invesment grade. Perkembangan
yang demikian pada akhirnya menyebabkan IHSG mampu melampaui
kinerja indeks regional (Grafik 2.29)
Grafik 2.27 Pertumbuhan Uang Beredar (Nominal)
Grafik 2.28 Pertumbuhan Uang Beredar (Riil)
������� �
���� ���� ���� ���� ����
�
�
�
��
��
��
��
�� ���������
� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� �� � � � ��
�������
���� ���� ���� ���� ����� � � � � ��
����
������
����
����������
���� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��
���������������������������
Grafik 2.29 IHSG dan Indeks Regional
����������������������������������
�����������������������
�����������������������
�������������������������������������
��������������������������������
����������������������������
�����������������������������
������������
�����������
������������
������������
������������
������������
������������
������������
��� �� �� ��
1 Antara lain dengan pembatasan aktivitas bisnis trading yang dapat membahayakan kondisi capital adequacy ratio dan termasuk pelarangan bank memiliki dan berinvestasi dengan hedge fund.
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
19
Peningkatan kinerja IHSG juga sejalan dengan mulai membaiknya likuiditas
di pasar saham. Volume perdagangan di bursa domestik selama Januari
2010 meningkat menjadi Rp3,79 triliun per hari dibandingkan dengan
Desember 2009 yang mencapai Rp2,9 triliun per hari (Grafik 2.30).
Perkembangan tersebut menunjukkan terus membaiknya keyakinan pelaku
pasar secara umum selama Januari 2010. Di tengah meningkatnya volume
perdagangan, net beli asing hanya sebesar Rp0,58 triliun atau turun
dibandingkan dengan Desember 2009 yang mencapai Rp3,84 triliun.
Pasar SUNTransmisi kebijakan moneter di pasar SUN ditandai oleh penurunan yield SUN untuk hampir seluruh tenor. Yield SUN turun secara rata-
rata sebesar 11bps dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan
yield SUN juga didorong oleh perbaikan rating utang luar negeri Indonesia
dari BB ke BB+ sejalan dengan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia
kedepan. Penurunan yield SUN terutama terjadi pada SUN dengan tenor
jangka menengah dan panjang sebesar 25bps dan 16bps, sedangkan
untuk SUN tenor jangka pendek justru mengalami kenaikan yield sebesar
22bps sebagai respon atas dinamika ekonomi global yang terjadi di China,
AS dan Yunani.
Penurunan yield SUN dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berasal baik dari eksternal maupun domestik. Faktor eksternal
berkontribusi positif terhadap kinerja di pasar SUN seperti tercermin
pada tingginya minat investor asing di pasar SUN serta stabilitas nilai
tukar rupiah dan credit default swap index yang cenderung membaik.
Sementara itu, faktor fundamental ekonomi yang memberikan sentimen
positif antara lain pertumbuhan ekonomi yang masih positif serta inflasi
yang masih terkendali. Risiko fiskal2 juga tidak memberi tekanan terhadap
kinerja pasar SUN pasca koreksi harga komoditas global pada Januari
2010. Namun, seiring dengan rencana pembatasan ekspansi kredit di
China dan pembatasan investasi bank di AS pada pertengahan Januari
2010, penurunan yield SUN sedikit tertahan.
Penurunan yield SUN selama Januari 2010, diikuti oleh meningkatnya volume perdagangan. Volume perdagangan SUN
secara rata-rata kembali naik menjadi Rp3,3 triliun per hari dibandingkan
posisinya pada Desember 2009 yang mencapai Rp2,9 triliun per hari
Grafik 2.30 IHSG dan Rata-Rata Harian Volume Perdagangan
�����������
�
�
�
�
�
��
���� ���� ���� ����� � � � � � � � �������� � � � � � � � �������� � � � � � � � ��������
���
�����
�����
�����
�����
���������������������������
����������
2 Salah satu pendekatan adalah rasio stock utang per PDB.
Grafik 2.31 Nilai Perdagangan SUN
����������� �
�
�
�
�
�
��
���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � ��� � � � � �� �
�
��
��
����������������������������������������
�������������������
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
20
(Grafik 2.31). Sejalan dengan meningkatnya volume perdagangan, pelaku
asing mencatatkan peningkatan posisi kepemilikan SUN sebesar Rp25
triliun3. Meningkatnya aktivitas perdagangan di pasar SUN meningkatkan
frekuensi rata-rata harian perdagangan SUN menjadi 255 kali perhari pada
Januari 2010 dibandingkan frekuensi perdagangan pada Desember 2009
yang mencapai 196 kali per hari (Grafik 2.32).
Pasar ReksadanaPerkembangan positif di pasar saham dan surat berharga negara serta penurunan suku bunga simpanan mendorong berkembangnya kinerja reksadana. Membaiknya kinerja underlying asset reksadana
terus mendorong peningkatan Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana pada
akhir tahun 2009 (16 Des 2009). NAB reksadana pada Desember 2009
mencapai Rp112,9 triliun atau meningkat pesat dibandingkan dengan
awal tahun yang hanya sebesar Rp 74,3 triliun atau tumbuh sebesar
47.7% (ytd) (Grafik 2.33).
Sejalan dengan meningkatnya NAB reksadana, rata-rata imbal hasil harian per produk reksadana dalam 1 tahun terakhir4 juga meningkat. Imbal hasil untuk reksadana saham mencapai 99,2%
dengan jumlah produk sebanyak 63, imbal hasil reksadana pendapatan
tetap sebesar 15,15% dengan jumlah produk 114, imbal hasil reksadana
campuran mencapai 49,6% dengan jumlah produk 104, serta imbal
hasil reksadana pasar uang mencapai 3,8% dengan jumlah produk 27.
Sementara itu, jenis reksadana yang paling berkontribusi pada peningkatan
NAB reksadana adalah reksadana saham, yang meningkat sebesar Rp16,6
triliun atau tumbuh 83,9% (ytd). Meningkatnya reksadana saham sejalan
dengan meningkatnya harga saham sebagai underlying asset reksadana
saham dengan pertumbuhan IHSG sebesar 86,1% selama tahun 2009.
Kondisi PerbankanKinerja sektor perbankan secara umum tetap baik. Indikator-indikator
utama perbankan seperti rasio kecukupan modal (Capital Adequacy
Ratio - CAR), rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan - NPL), Net
Interest Margin (NIM) dan Return On Asset (ROA) tetap menunjukkan
3 Posisi SBN termasuk SBSN dan SPN.4 Sampai dengan 26 Januari 2010
Grafik 2.32 Frekuensi Perdagangan SBN
����������� �
�
���
���
���
���
���
���
���� ���� ����� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� ��
�
�
��
��
��
��
��
���������������������������������������
Grafik 2.33 Perkembangan Reksadana
����������
����������������������������������������������������������������
�
��
��
��
��
���
���
����������������������
��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ������ ����������
��������
��������
��������
�������� ����
� �
��
��
���
��
��
��
�� �� �� ����
�� ��������
���������
���
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
21
perkembangan yang cukup baik dan stabil di tengah kondisi global yang
belum stabil. NPL pada Desember 2009 jauh lebih rendah dibandingkan
dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 3,8%, sedangkan CAR masih
solid di level 17,4%, jauh berada di atas level minimal yang ditetapkan
BI sebesar 8%. Sementara itu, Return On Asset (ROA) dan Net Interest
Margin (NIM) tetap stabil sebesar 2,6% dan 0,5% (Tabel 2.2).
III. RESPONS KEBIJAKAN MONETERPada 4 Februari 2010, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia
memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,50%. Rapat
Dewan Gubernur memandang bahwa tingkat suku bunga BI Rate yang
berlaku saat ini sebesar 6,50% masih konsisten dengan pencapaian
sasaran inflasi tahun 2010 sebesar 5%±1% dan cukup kondusif untuk
mendukung proses pemulihan perekonomian dan intermediasi perbankan.
Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan
Indikator Utama
Total Aset (T Rp) 2.310,6 2.307,1 2.344,9 2.352,1 2.327,4 2.309,8 2.354,3 2.331,4 2.384,6 2.388,6 2.392,7 2.439,7 2.534,1
DPK (T Rp) 1.753,3 1.745,6 1.767,1 1.786,2 1.780,9 1.783,6 1.824,3 1.806,6 1.847,0 1.857,3 1.863,5 1.897,0 1.973,0
Kredit (T Rp) 1.353,6 1.325,3 1.334,2 1.342,1 1.332,1 1.339,2 1.368,9 1.370,2 1.400,4 1.399,9 1.410,4 1.430,9 1.470,8
LDR (%) 77,2 75,9 75,5 75,1 74,8 75,1 75,0 75,8 75,8 75,4 75,7 75,4 74,5
NPLs Gross* (%) 3,8 4,2 4,3 4,5 4,6 4,7 4,5 4,6 4,5 4,3 4,3 4,4 3,8
NPLs Net * (%) 1,5 1,6 1,6 1,9 2,0 1,9 1,7 1,7 1,5 1,3 1,2 1,4 0,9
CAR (%) 16,2 17,6 17,7 17,4 17,6 17,3 17,0 17,0 17,0 17,7 17,6 17,0 17,4
NIM (%) 0,5 0,5 0,3 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5
ROA (%) 2,3 2,7 2,6 2,8 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 2,6 2,7 2,6 2,6
2008 2009
Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
* dengan channeling
Tinjauan Kebijakan Moneter - Februari 2010
22
* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS
Indikator Terkini
SEKTOR KEUANGAN
H A R G A
SEKTOR EKSTERNAL
INDIKATOR KUARTALAN
SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 1 bln 1)
Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2
JIBOR satu minggu 2)
IHSG Indeks 3)
BESARAN MONETER (miliar RpBase Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum
Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)
Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)
Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor
9,50 8,74 8,21 7,59 7,25 6,95 6,71 6,58 6,48 6,49 6,47 6,46 - 9,93 9,25 8,61 7,95 7,39 7,05 6,79 6,63 6,55 6,60 6,59 6,59 - 10,52 9,89 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87 - 11,34 11,13 10,65 10,09 9,68 9,25 8,99 8,73 8,35 7,97 7,68 7,49 - 9,43 8,71 8,30 8,03 7,69 7,09 6,96 6,56 6,46 6,46 6,47 6,46 - 1.333 1.285 1.434 1.723 1.917 2.027 2.323 2.342 2.468 2.368 2.416 2.534 2.611
314.662 303.777 304.718 308.277 309.232 322.994 322.850 324.663 354.297 364.869 376.938 402.118 - 437.388 434.233 448.452 454.221 455.364 483.053 469.346 490.575 490.501 485.979 495.554 507.682 - 191.339 186.611 186.538 191.194 192.143 203.838 201.172 200.871 210.822 206.305 212.547 228.009 - 246.049 247.622 261.914 263.027 263.221 279.215 268.174 289.704 279.679 279.674 283.007 279.673 - 1.754.293 1.773.980 1.794.004 1.794.888 1.807.388 1.859.690 1.841.112 1.871.955 1.889.157 1.900.907 1.928.840 2.004.617 - 1.316.905 1.339.747 1.345.553 1.340.667 1.352.024 1.376.637 1.371.766 1.381.381 1.398.656 1.414.928 1.433.286 1.496.935 - 1.175.565 1.190.990 1.202.724 1.205.976 1.217.906 1.245.822 1.245.247 1.251.225 1.272.217 1.285.497 1.297.781 1.359.001 - 686.919 703.027 706.002 705.379 715.139 726.088 724.888 727.889 731.202 741.072 738.118 755.996 - 488.645 487.964 496.722 500.597 502.767 519.733 520.359 523.336 541.015 544.425 559.663 603.005 - 141.341 148.757 142.828 134.691 134.118 130.815 126.519 130.156 126.439 129.431 135.505 137.934 - 1.612.953 1.625.223 1.651.176 1.660.197 1.673.270 1.728.875 1.714.594 1.741.800 1.762.718 1.771.476 1.793.335 1.866.683 -
1.391.619 1.403.408 1.401.342 1.387.947 1.392.747 1.419.799 1.435.290 1.465.870 1.463.662 1.478.447 1.503.304 1.543.901 - 1.293.600 1.305.681 1.303.885 1.292.306 1.298.095 1.320.131 1.333.469 1.351.511 1.348.857 1.361.096 1.383.567 1.408.669 -
-0,07 0,21 0,22 -0,31 0,04 0,11 0,45 0,56 1,05 0,19 -0,03 0,33 0,84 9,17 8,60 7,92 7,31 6,04 3,65 2,71 2,75 2,83 2,57 2,41 2,78 3,72
11.355 11.980 11.575 10.713 10.340 10.225 9.920 10.060 9.681 9.545 9.480 9.400 9.365 6.345 6.713 7.473 7.053 8.229 8.470 8.437 8.966 8.200 9.714 8.678 - - 5.706 5.008 5.819 5.488 6.366 6.987 7.720 7.313 5.589 7.405 7.109 - - 47,96 47,17 50,68 51,72 51,65 50,99 50,72 50,84 53,81 55,68 56,15 57,69 61,59
4,40 4,00 4,20 7,30 6,30 5,40 -0,80 3,20 4,20 -146,40 88,20 23,80 -18,70 -15,50 -8,20 -26,00 -23,90 -18,30
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan
2009 2010
Tw.I Tw.II Tw.III
2009