tingkat superovulasi pada beberapa bangsa sapi … · riwayat hidup penulis dilahirkan pada tanggal...

49
TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) YANG BERBEDA SKRIPSI DHEDY PRASETYO DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

Upload: vanmien

Post on 21-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI

DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE

(FSH) YANG BERBEDA

SKRIPSI

DHEDY PRASETYO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 2: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

RINGKASAN

DHEDY PRASETYO D14054326. Tingkat Superovulasi pada Beberapa Bangsa

Sapi dengan Sumber Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang Berbeda. Skripsi.

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Pembimbing Anggota : Muhammad Imron, S.Pt. M.Si.

Permintaan daging dan susu sapi akan terus meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk. Namun peningkatan tersebut tidak sebanding dengan

perkembangan populasi sapi potong dan sapi perah. Upaya peningkatan populasi

ternak khususnya ternak sapi dapat dilakukan dengan mengembangkan bioteknologi

di bidang peternakan yang salah satunya adalah sistem transfer embrio. Penelitian ini

bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian variasi sumber Follicle

Stimulating Hormone (FSH) terhadap tingkat superovulasi pada beberapa bangsa

sapi yang meliputi Response Rate, total Corpus Luteum (CL), total embrio dan ovum

terkoleksi serta Recovery Rate.

Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu mulai bulan April

2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio

Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten

Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder produksi embrio

yang diperoleh dari BET Cipelang. Data tersebut berupa catatan produksi embrio

secara in vivo selama tahun 2009 sampai tahun 2010. Data tersebut meliputi semen

yang digunakan, FSH yang digunakan dalam superovulasi, jumlah CL, jumlah

embrio grade A, B, C, D, dan ovum tidak dibuahi atau Unfertilized (UF). Ternak sapi

donor yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 90 ekor sapi, terdiri atas 29

ekor sapi Friesian Holstein (FH), 23 ekor sapi Simmental, 27 ekor sapi Limmousin

dan 11 sapi Angus. Data yang didapatkan diolah dengan metode Rancangan Acak

Lengkap (RAL) pola faktorial 3x4 dengan 2 faktor yaitu sumber FSH (Folltropin-V,

Opti-Stim dan Ovagen) dan bangsa sapi (FH, Simmental, Limousin dan Angus).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bangsa sapi memberikan

pengaruh nyata (p<0,05) terhadap Response Rate, total CL dan total embrio dan

ovum terkoleksi serta Recovery Rate. Sumber FSH tidak berpengaruh nyata pada

Response Rate, total CL, rasio dari CL, total embrio dan Recovery Rate.

Kata-kata kunci : superovulasi, transfer embrio, bangsa sapi.

Page 3: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

ii

ABSTRACT

Superovulation Level in Some Cattle Breeds with Different Source of Follicle

Stimulating Hormone (FSH)

Prasetyo, D., C. Sumantri, and M. Imron

Demand for beef and milk will continue to increase along with population

growth. But the increases of demand are not proportional to the population growth of

beef and dairy cattle. Attempt to improve livestock population especially cattle

population can be done by developing biotechnology of animal science such embryo

transfer system. This study aimed to evaluate the effects of variations source Follicle

Stimulating Hormone (FSH) to superovulation in cattle which includes Response

Rate, total of Corpus Luteum (CL), CL ratio, total of embryos and Recovery Rate.

This research has been carried out for three months, from April 2011 to June

2011. Research conducted at the Balai Embrio Ternak (BET) Laboratory located in

the Cipelang Village, Cijeruk district, Bogor. The research was conducted using data

of embryos production obtained from BET Cipelang. The data contains in vivo

embryo production during 2009 to 2010. The data include semen used, FSH used in

superovulation, total of CL, total of embryos grade A, B, C, D, and Unfertilized

(UF). Ninety cows were used in the research, consisting of twenty-nine Holstein

Friesian (HF), twenty-three Simmental, twenty-seven Limousin and eleven Angus.

The data obtained is processed by the method of Randomized Block Design (RBD)

factorial 3x5 pattern with 2 factors consist FSH source (Folltropin-V, Opti-Stim and

Ovagen) and cattle breeds (HF, Simmental, Limousin and Angus).

Based on the research, data showed that breeds of cattle gives significantly

effect (p<0,05) to the Response Rate, Recovery Rate, total of CL and total of embryo

and ovum collected. The source of FSH didn’t gives significantly effect on Response

Rate, total of CL, ratio of CL, total of embryos and Recovery Rate.

Keywords : superovulation, embryo transfer, cattle breeds.

Page 4: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

iii

TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI

DENGAN SUMBER FOLLICLE STIMULATING HORMONE

(FSH) YANG BERBEDA

DHEDY PRASETYO

D14054326

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

Page 5: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

iv

Page 6: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis

adalah anak pertama dari pasangan Bapak Mat Sari dan Ibu Suciyanti. Pendidikan di

Taman Kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1993 di TK Dharma Wanita Petrokimia

Gresik. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1999 di SDN 1 Kebomas, Gresik.

Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SMPN 4

Gresik dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2005 di

SMAN 1 Gresik, Jawa Timur.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama, Institut

Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Produksi

dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun

2006. Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, Penulis pernah aktif

di Himpunan Mahasiswa Surabaya dan Badan Esekutif Mahasiswa Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Page 7: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan, hidayah

dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi hingga tugas akhir

penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Tingkat Superovulasi pada Beberapa Bangsa Sapi

dengan Sumber Follicle Stimulating Homone (FSH) yang Berbeda” ini disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti

pengaruh pemberian variasi sumber FSH terhadap tingkat superovulasi pada berbagai

bangsa sapi yang meliputi respon superovulasi, jumlah CL, jumlah total embrio dan

ovum terkoleksi dan Recovery Rate, yang dapat dijadikan sebagai acuan pemberian

FSH yang tepat dalam program superovulasi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh

dari kata sempurna, oleh sebab itu Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak

kekurangan. Ucapan terima kasih tidak lupa Penulis sampaikan kepada semua pihak

yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pemurah dan

Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia

pendidikan dan memberikan sumbangan yang berarti bagi kemajuan dunia

peternakan di Indonesia. Amin.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 8: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ................................................................................................ i

ABSTRACT ................................................................................................... ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3 vii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... 5 ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... 5 x

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. 5 xi

PENDAHULUAN ......................................................................................... 5 1

Latar Belakang ................................................................................... 6 1

Tujuan ................................................................................................ 5 1

Manfaat ............................................................................................... 2

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4 3

Siklus Estrus Sapi Betina .................................................................... 3 3

Folikulogenesis ................................................................................... 3

Follicle Stimulating Hormone (FSH) ................................................. 5

Seleksi Betina Donor .......................................................................... 6

Sinkronisasi Estrus ............................................................................. 7

Superovulasi ....................................................................................... 4 7

Inseminasi Buatan ............................................................................... 8

Koleksi Embrio .................................................................................. 9

Corpus Luteum (CL) .......................................................................... 5 12

Klasifikasi Embrio .............................................................................. 5 12

Transfer Embrio ................................................................................. 5 13

METODE ....................................................................................................... 11 15

Lokasi dan Waktu .............................................................................. 11 15

Materi ................................................................................................. 12 15

Prosedur ............................................................................................. 15 17

Pengumpulan Data ................................................................. 11 17

Peubah yang Diamati ............................................................. 17

Analisis Data .......................................................................... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 20

Keadaan Umum Lokasi Penelitian ..................................................... 11 20

Respon Sapi Terhadap Superovulasi .................................................. 12 20

Page 9: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

viii

Tingkat Ovulasi .................................................................................. 21

Produksi Embrio ................................................................................. 23

Recovery Rate .................................................................................... 28 25

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 27

Kesimpulan ........................................................................................ 11 27

Saran ................................................................................................... 28 27

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 29

LAMPIRAN ................................................................................................... 32

Page 10: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Tahap Perkembangan Embrio ........................................................................................ 11

2 Kualitas Embrio ............................................................................................................ 13

3 Respon Sapi Terhadap Superovulasi ............................................................................. 21

4 Persentase Corpus Luteum Hasil Superovulasi .............................................................. 22

5 Rataan Corpus Luteum Hasil Superovulasi .................................................................... 23

6 Rataan Jumlah Embrio dan Ovum Terkoleksi ................................................................ 24

7 Recovery Rate Hasil Superovulasi .................................................................................. 25

Page 11: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

2

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Tahap Perkembangan Embrio.....................................…………………….. 10

2. (a) FH (b) Simmental (c) Limousin (d) Angus............…………………….. 15

3. (a) Folltropin-V (b) Ovagen (c) Optistim...................................................... 16

4. (a) Luar Kandang (b) Dalam Kandang ........................................................ 20

Page 12: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

3

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Analisis Sidik Ragam Respon Sapi Terhadap Superovulasi................... 33

2. Uji t-Student Jumlah Corpus Luteum (CL) pada Ovarium Kanan dan

Kiri ………………………………………………..................................

33

3. Analisis Sidik Ragam Jumlah Corpus Luteum Hasil Superovulasi........ 34

4. Analisis Sidik Ragam Jumlah Embrio dan Ovum Hasil Superovulasi.... 35

5. Analisis Sidik Ragam Recovery Rate...................................................... 36

Page 13: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan daging dan susu sapi akan terus meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk dan peningkatan kesejahteran masyarakat. Kesadaran

masyarakat akan pentingnya protein hewani juga menjadi penyebab peningkatan

permintaan daging dan susu sapi. Namun peningkatan tersebut tidak sebanding

dengan perkembangan populasi sapi potong dan sapi perah. Saat ini terdapat

kecenderungan yang menunjukkan semakin lebarnya kesenjangan antara laju

permintaan dan laju penawaran. Permasalahan utama di dalam upaya pemenuhan

kebutuhan protein hewani nasional adalah ketidakmampuan sektor produksi

domestik untuk mengimbangi laju pertumbuhan konsumsi.

Upaya peningkatan populasi ternak khususnya ternak sapi dapat dilakukan

dengan mengembangkan bioteknologi di bidang peternakan yang salah satu

diantaranya adalah sistem transfer embrio. Transfer embrio merupakan suatu metode

perkawinan yang dilakukan dengan cara memproduksi banyak embrio pada seekor

betina unggul, kemudian diimplantasikan pada banyak resipien sampai anak tersebut

dilahirkan. Ternak sapi merupakan hewan monotokus, sehingga untuk memperoleh

sejumlah embrio yang memadai untuk ditransfer ke resipien perlu dilakukan

superovulasi pada sapi donor.

Superovulasi bertujuan memperbanyak oosit yang diovulasikan dengan

menggunakan hormon gonadotropin eksogen seperti Follicle Stimulating Hormone

(FSH) dengan cara penyuntikan hormon secara terus-menerus selama empat hari

dengan dosis menurun. Pemberian hormon tersebut dengan dosis tertentu akan

menstimulasi proses pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan ovulasi dari

sejumlah besar folikel pada ternak sapi.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian variasi FSH

yang diproduksi oleh produsen yang berbeda terhadap tingkat superovulasi pada

beberapa bangsa sapi yang meliputi respon superovulasi, jumlah total CL, jumlah

total embrio dan ovum terkoleksi serta Recovery Rate.

Page 14: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

2

Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah mengetahui tingkat superovulasi sapi terhadap

penggunaan FSH untuk meningkatkan produktivitas superovulasi dari sapi.

Perlakuan tersebut berupa pemberian FSH yang diproduksi oleh produsen yang

berbeda, sehingga dapat diketahui sumber FSH terbaik yang dapat meningkatkan

efisiensi program superovulasi.

Page 15: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

3

TINJAUAN PUSTAKA

Siklus Estrus Sapi Betina

Sistem reproduksi sapi betina lebih kompleks daripada hewan jantan, karena

terdiri atas beberapa organ yang memiliki peran dan fungsi masing- masing.

Ovarium merupakan dua organ kecil yang terletak di ruang abdominal dengan fungsi

utama adalah untuk menghasilkan ovum sekaligus sebagai tempat terjadinya proses

oogenesis (proses produksi sel telur). Tugas lain dari ovarium adalah menghasilkan

estrogen dan progesteron dimana kedua hormon ini memiliki peran penting dalam

siklus reproduksi betina (Hafez dan Hafez, 2000). Partodiharjo (1982)

menambahkan, ternak sapi bersifat poliestrus dan memperlihatkan berahi secara

periodik sepanjang tahun. Estrus berasal dari kata latin oestrus yang dikenal dengan

istilah berahi yaitu satu periode secara psikologis maupun fisiologis pada hewan

betina yang bersedia menerima pejantan untuk kopulasi.

Toliehere (1985) menerangkan bahwa tanda-tanda berahi pada sapi adalah

sapi betina menjadi tidak tenang, kurang nafsu makan, menguak, berkelana mencari

pejantan, mencoba menaiki betina lain dan diam jika dinaiki sapi lain, selain itu vulva

sapi tersebut terlihat membengkak, memerah, hangat dan penuh dengan lendir. Saat

hewan betina mengalami estrus, serviks akan membuka sehingga sperma bisa masuk.

Serviks berhubungan dengan vagina yang merupakan organ mirip pipa atau

selongsong (sheath-like organ) dan berfungsi sebagai saluran kelahiran agar fetus

dapat keluar dari uterus induk. Bagian paling luar dari saluran reproduksi betina

adalah vulva yang sekaligus merupakan akhir dari saluran urinari (Herren, 2000).

Folikulogenesis

Mekanisme intraovarian mengatur pertumbuhan jumlah folikel ovulasi yang

spesifik pada setiap spesies. Manusia dan sapi merupakan makhluk monotokus,

terjadi pertumbuhan beberapa lusin folikel antral dalam pola seperti gelombang

setiap 7-14 hari selama setiap menstruasi atau siklus estrus. Sebuah gelombang

folikuler yang bertepatan dengan fase folikular dari hasil siklus menstruasi atau

estrus menghasilkan pengembangan folikel ovulasi dominan, sedangkan folikel

dominan yang berkembang pada gelombang yang tidak sinkron dengan fase folikular

akan mengalami atresia. Setiap gelombang folikuler didahului dengan kenaikan

konsentrasi serum FSH. Proses seleksi terjadi dimana satu folikel dominan terus

Page 16: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

4

tumbuh dan berkembang sementara semua folikel subordinat lainnya mengalami

atresia (Evans et al., 2004).

Menurut Fortune (1994) perkembangan folikel (folikulogenesis) dimulai dari

proses rekrutmen, mekanisme seleksi dan akhirnya sampai pada satu titik folikel

dihadapkan pada dua pilihan, terus berkembang kemudian berovulasi atau berhenti

berkembang dan mengalami atresia atau mati Istilah rekrutmen identik dengan proses

pertumbuhan folikel pada saat sebagian besar folikel lain mengalami atresia dan

masing-masing folikel berusaha untuk mencapai tahap ovulasi. Rekrutmen tidak

berlangsung secara acak, melainkan dalam kelompok folikel mereka akan terus

berkembang apabila terjadi peningkatan konsentrasi Follicle Stimulating Hormone

(FSH) dalam sistem sirkulasi.

Menurut Bo et al. (1995), perkembangan folikel di dalam ovarium

merupakan proses yang berkesinambungan dan tidak hanya melibatkan satu folikel

selama siklus, tetapi sekelompok folikel sehingga dianalogikan sebagai gelombang

folikel. Gelombang folikel didefinisikan sebagai perkembangan folikel dengan

diameter 4-5 mm dalam jumlah besar secara serentak yang diikuti dengan

mekanisme seleksi, perkembangan menjadi folikel dominan dan penekanan atau

supresi terhadap perkembangan folikel subordinat.

Proses perkembangan folikel hanya melibatkan beberapa folikel yang

berkembang dan berhasil diovulasikan, sedangkan sebagian besar di antaranya akan

mengalami atresia sebelum mencapai tahap ovulasi. Atresia dapat muncul pada

setiap proses perkembangan folikel, namun frekuensi atresia tidak selalu terjadi dan

tidak terdistribusi merata sepanjang proses folikulogenesis (Fortune, 1994).

Triwulanningsih et al. (2001) menambahkan bahwa atresia dapat disebabkan

degenerasi sel-sel kumuius, degenerasi oosit, peredaran darah yang memberi nutrisi

ke oosit berkurang dan faktor penghambat dari folikel dominan terhadap folikel

lainnya (folikel subordinat).

Perkembangan folikel diketahui sebagai proses yang berkesinambungan dan

tidak hanya melibatkan satu folikel selama siklus, tetapi sekelompok folikel sehingga

dianalogikan sebagai "gelombang" folikel. Gelombang folikel (follicular wave)

merupakan perkembangan folikel dalam jumlah besar secara sinkron yang diikuti

dengan mekanisme seleksi berupa perkembangan folikel dominan dan penekanan

Page 17: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

5

(supresi) terhadap folikel subordinat. Pada ternak, setiap gelombang terdiri atas

kelompok folikel (15 folikel). Kemudian mereka berkompetisi (mekanisme seleksi)

sehingga menghasilkan folikel dominan dan menekan perkembangan folikel lain (Bo

et al., 1995). Folikulogenesis ovarium merupakan sistem yang kompleks dari

morfologis dan peristiwa biokimia yang mengatur pertumbuhan serta diferensiasi

dari folikel primordial ke tahap ovulasi (folikel ovulasi tunggal pada sapi) dan

pelepasan oosit. Peningkatan folikulogenesis terkait dengan perubahan pada produksi

dari faktor pertumbuhan dan hormon ovarium tetapi tidak dalam sekresi

gonadotropin (Echternkamp, 2000).

Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH)

Gonadotropin adalah kelompok hormon yang bekerja pada gonad, misalnya

FSH dan LH yang berperan dalam menginduksi perkembangan folikel ovari dan

stimulasi ovulasi (Triwulanningsih et al., 2001). Eyestone dan Boer (1993)

menjelaskan bahwa FSH berfungsi merangsang pertumbuhan folikel dalam ovari,

proses pematangan Oosit dan perkembangan embrio secara dini, tetapi kurang

berperan untuk perkembangan selanjutnya. Untuk meningkatkan pematangan folikel

dalam jumlah besar (gelombang), diberikan perlakuan hormon gonadotropin selama

fase luteal siklus estrus (Armstrong, 1993).

Toelihere (1985) menyatakan bahwa hormon utama yang digunakan pada

superovulasi adalah hormon gonadotropin. yaitu FSH dan LH. FSH merupakan

hormon gonadotropin dengan unsur glikopeptida yang memiliki reseptor pada sel

granulosa folikel yang berfungsi menstimulasi pertumbuhan folikel, sehingga sangat

diperlukan dalam proses superovulasi. Kaiin dan Tappa (2006) menambahkan

hormon yang umum digunakan untuk menginduksi superovulasi pada sapi adalah

Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang berasal dari hipofisa. FSH merupakan

hormon glikoprotein yang mempunyai waktu paruh pendek, sehingga memerlukan

pemberian secara berulang untuk merangsang aktivitas folikel secara lebih efisien.

Selain FSH dapat pula digunakan hormon lain, yaitu Pregnant Mare Serum

Gonadotropine (PMSG) yang mempunyai waktu paruh lebih panjang sehingga hanya

perlu dilakukan salu kali injeksi. Waktu paruh yang panjang tersebut akan

berdampak pada : (1) hasil superovulasi sangat bervariasi, (2) sering timbul folikel

yang menetap dalam ovarium sehingga terjadi ketidakseimbangan hormonal dan (3)

Page 18: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

6

kualitas embrio yang kurang memenuhi klasifikasi yang telah ditentukan (Yusuf et

al., 1993). Waktu paruh PMSG yang panjang menyebabkan terus terjadi stimulasi

pembentukan folikel baru, meskipun ovulasi sudah selesai sehingga dari folikel yang

terbentuk akan menghasilkan estrogen dengan kadar cukup tinggi yang pada

akhirnya akan mengganggu transpor dan daya tahan hidup embrio (Mustofa, 1999).

Baik FSH maupun PMSG telah banyak digunakan dalam teknik-teknik tertentu

(misalnya produksi embrio) untuk menginduksi superovulasi (Hunter, 1995). Respon

imunologi terhadap pemberian injeksi berulang hormon gonadotropin dapat

membatasi kemampuan respon sapi donor terhadap superovulasi. PMSG dan FSH

merupakan hormon protein sehingga sangat potensial menginduksi reaksi anafilaksis.

Hal ini menandakan bahwa injeksi berulang dapat merangsang pembentukan anti-

gonadotropin yang dapat mengurangi respon selanjutnya terhadap hormon

gonadotropin endogen (Seidel dan Elsden, 1985).

Seleksi Betina Donor

Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan

dengan memeriksa keadaan alat reproduksi. Sapi dengan kondisi reproduksi yang

memenuhi syarat digunakan sebagai ternak resipien. Setelah itu sapi diprogram dan

disinkronisasi berahi dengan penyuntikan PGF2α (Prosolvin, Intervet) dengan dosis

dua ml/ekor secara intra muskular (Kaiin et al., 2008). Sapi yang digunakan sebagai

ternak donor harus mempunyai kriteria : memiliki genetik unggul (genetic

superiority), memiliki kemampuan reproduksi (reproductive ability) dan memiliki

keturunan yang marketable atau memiliki nilai ekonomi yang tinggi (Grimes, 2008).

Seidel dan Elsden (1985) mendefinisikan donor sebagai hewan sumber

embrio dipanen. Nilai (value) dari hewan donor biasanya hanya dilihat dari

kemampuan produksi susu dan daging. Hewan donor harus memiliki tubuh yang

sehat karena sapi yang sakit umumnya tidak memberikan respon terhadap perlakuan

superovulasi. Kondisi tubuh donor yang terlalu gemuk atau terlalu kurus dapat

mengurangi fertilitas (Herren, 2000). Menurut Wright (1987) sapi donor harus bebas

penyakit dan bebas abnormalitas gerak, mempunyai catatan produksi atau

produktifitas yang baik dan siklus estrus yang teratur.

Page 19: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

7

Sinkronisasi Estrus

Sinkronisasi estrus adalah pencocokan siklus estrus dari ternak donor dan

penerima dengan injeksi prostaglandin (PGF2) untuk merangsang estrus (Kunkel,

1998). Preparat Prostaglandin F2α (PGF2α) dikenal sebagai agen luteolitik yang

dapat menyamakan siklus estrus dalam waktu yang bersamaan, sedangkan hCG

dapat menginduksi ovulasi, sehingga pemberian hCG pada pertengahan estrus dapat

merangsang pelepasan ovum dalam waktu yang lebih seragam. Dengan demikian

perkembangan folikel dapat diamati sehingga dapat ditentukan waktu inseminasi

yang lebih tepat (Arifiantini et al., 2010).

Superovulasi

Ovulasi adalah proses pemecahan folikel de graaf yang terjadi sewaktu ovum

dilepaskan dari ovarium. Tingkatan ovarium adalah primer, sekunder dan tersier dan

folikel de graaf. LH menyebabkan pengendoran dinding folikel sehingga lapisan-

lapisan pecah dan melepaskan ovum dan cairan folikel, sesudah ovulasi terbentuk

Corpus luteum di dalam folikel yang telah pecah dan mulai mensekresikan

progesterone. Hewan-hewan betina dewasa yang disuntikan hormon gonadotropin

dapat menghasilkan 20-100 ova pada satu estrus. FSH menggertak pematangan

beberapa folikel, sedangkan LH menyebabkan ovulasi hal ini disebut superovulasi

(Toelihere, 1985). Dalam program Transfer Embrio (TE), untuk merangsang ovulasi

ganda (multiple ovulation), maka diberikan hormon superovulasi sehingga diperoleh

12-15 sel telur dalam satu kali ovulasi (Herren, 2000).

Superovulasi dapat diinduksi secara buatan melalui pemberian hormon

gonadotropin eksogen (berasal dari luar tubuh), misalnya FSH dan PMSG.

Pemberian hormon tersebut dengan dosis tertentu akan menstimulasi proses

pertumbuhan, perkembangan, pematangan dan ovulasi dari sejumlah besar folikel

pada ternak sapi. Betina donor diinjeksikan setiap hari dengan FSH (Herren, 2000)

yang dapat berasal dari ekstrak hipofise babi dan domba (Wheeler dan Bowen, 1989)

atau dari esktrak hipofise sapi (Wilson, 1992). Donor tertentu memerlukan

penambahan LH selain FSH, namun umumnya preparat FSH yang dijual sudah

ditambahkan LH (Wright, 1987).

Perlakuan superovulasi dapat dilakukan tepat waktu apabila siklus estrus

dapat segera dikenal (Seidel dan Elsden, 1985). Hal yang terpenting adalah menjaga

Page 20: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

8

agar siklus estrus berjalan normal dan teratur sehingga perlakuan superovulasi dapat

sinkron dengan pola hormonal hewan secara normal. Jika siklus estrus abnormal,

maka perlakuan superovulasi mungkin mengalami kegagalan Wilson (1992).

Inseminasi Buatan

Setelah berhasil memilih hewan donor berkualitas tinggi, kunci keberhasilan

Transfer Embrio (TE) selanjutnya terletak pada inseminasi dengan semen yang

berasal dari sapi jantan bibit unggul (Davis, 2004). Setelah perlakuan superovulasi,

perlu dilakukan pengamatan terhadap tanda-tanda estrus pada sapi donor sehingga

dapat dijadikan acuan untuk menentukan waktu inseminasi yang tepat dan IB

dilakukan 6 - 24 jam setelah estrus. Herren (2000) menyarankan agar inseminasi

segera dilakukan pada saat sel telur diovulasikan karena daya hidup sperma yang

singkat (20-30 jam).

Dengan semen kualitas yang baik dan banyak pengalaman dengan program

TE, cukup dilakukan sekali inseminasi saja. Jika hanya satu inseminasi yang

dilakukan, penting untuk memeriksa berahi dan inseminasi 10 sampai 20 jam setelah

awal berahi (Inseminasi dilakukan ketika sejumlah besar telur dilepaskan dari

ovarium, ovulasi dapat terjadi selama 24 jam atau lebih). Pada saat telur terakhir

dilepaskan dari ovarium mungkin tidak ada cukup sperma untuk membuahi. Sangat

penting bahwa prosedur IB harus dilakukan secara tepat dan hanya dilakukan oleh

teknisi IB yang sangat berpengalaman (Lewis, 1996).

Fertilisasi yang rendah dapat disebabkan kualitas semen yang rendah, teknik

serta waktu inseminasi yang kurang tepat (Seidel dan Elsden, 1989) . Greve et, al.

(1995) menyatakan jumlah embrio layak transfer rendah pada ternak yang

disuperovulasi dapat diakibatkan oleh kondisi ovum, tingkat fertilisasi dan

perkembangan embrio awal yang terganggu. Hardjopranjoto (1995) juga menyatakan

bahwa faktor-faktor yang kurang menguntungkan dalam superovulasi adalah

menghasilkan sel telur yang belum dewasa sehingga setelah pembuahan banyak

terjadi kematian embrio muda. Faktor yang dapat mempengaruhi kematian embrio

awal antara lain zat kekebalan kurang berfungsi, ketidakseimbangan nutrisi pakan,

lingkungan uterus yang kurang baik, defisiensi hormon serta umur ovum dan sperma.

Semen segar lebih baik digunakan daripada semen beku karena semen segar

dapat lebih lama bertahan di dalam saluran reproduksi betina. Pada program TE,

Page 21: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

9

dapat digunakan semen segar dengan konsentrasi 10-50 juta sperma motil atau semen

beku yang mengandung 30 juta sperma motil dan diberikan dengan dosis ganda.

Grimes (2008) menyarankan agar inseminasi dilakukan 1-3 kali selama dan setelah

estrus dengan interval yang sama.

Koleksi Embrio

Panen atau koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke-7 sampai

hari ke-8 setelah berahi saat sebagian besar embrio sudah memasuki ujung cornua

uteri pada masa itu. Embrio akan berkembang sekitar satu minggu, kemudian embrio

dipanen pada tahap morula sampai blastocyst (Grimes, 2008). Embrio dikoleksi

antara hari ke-6 dan ke-8 setelah estrus (Herren, 2000). Pemanenan embrio tidak

dilakukan lebih awal karena dapat menurunkan efisiensi koleksi embrio dengan

metode non bedah. Sebelum hari ke-4, hampir semua embrio terletak di dalam

oviduk yang dipisahkan dari uterus oleh utero-tubal junction. Struktur ini berfungsi

sebagai katup (valve) yang dapat mengatur masuknya sperma dari uterus menuju

oviduk sehingga fertilisasi terjadi tepat waktu dan mengatur transpor embrio ke arah

sebaliknya. Embrio akan ditranspor menuju uterus pada hari ke-4 sampai hari ke-5

setelah estrus, melalui kontraksi ritmik pada dinding oviduk dan relaksasi dari otot

pada dinding utero-tubal junction sehingga tingkat keberhasilan koleksi embrio akan

lebih tinggi pada hari ke-6 dan seterusnya daripada hari ke-4. Kadang-kadang

beberapa embrio masih ditemukan dalam oviduk pada sapi yang disuperovulasi

sampai hari ke-10 (Seidel dan Elsden, 1989).

Teknik koleksi embrio pada sapi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

bedah dan non bedah (Herren, 2000). Secara empiris, teknik bedah telah diketahui

dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut (scar tissue) sehingga terjadi

perlekatan ovarium pada uterus. Selanjutnya digunakan cara lain yaitu teknik koleksi

embrio non bedah dengan resiko yang lebih kecil, aplikasi sederhana, tidak

memerlukan fasilitas khusus sehingga dapat dilakukan di lapangan dengan biaya

yang lebih ekonomis (Hunter, 1995). Namun, menurut Wright (1987), teknik bedah

masih dapat dijadikan alternatif untuk menangani kasus infertilitas tertentu (misalnya

causa mekanis seperti sumbatan pada oviduk) atau karena kesulitan memasukkan

kateter melalui serviks. Tahap perkembangan embrio dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 22: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

10

Gambar 1. Tahap Perkembangan Embrio (Robertson dan Nelson, 2009)

Batas waktu paling akhir untuk koleksi embrio adalah hari ke-14 setelah

estrus, sedangkan di luar batas ini embrio yang dikoleksi akan rusak. Pada hari ke-9,

embrio mulai keluar dari zona pellusida dan koleksi embrio tidak disarankan pada

tahap ini karena kesulitan dalam mengidentifikasi embrio ketika ia sudah keluar dari

zona pellusida. Hampir semua embrio telah keluar pada hari ke-11, pada saat

diameter embrio meningkat secara drastis. Hari ke-12 sampai ke-13, embrio mulai

memanjang (elongate) dan tampak seperti bola (American football). Hari ke-14

sampai ke-15, bentuk embrio sangat panjang seperti spaghetti. Hari ke-18 sampai

1 Sel

(hari 1) 2 Sel

(hari 2)

4 Sel

(hari 3)

8 Sel

(hari 4)

16 Sel

(hari 5)

Morula awal

(hari 5-6)

Morula (hari 6) Blastosit awal

(hari 7)

Blastosit (hari 7-8)

Expanded blastocyst

(hari 8-9)

Hatched blastocyst

(hari 9) Expanding hatched blastocyst

(hari 9)

Page 23: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

11

hari ke-19, embrio hampir memenuhi cornua uteri. Koleksi embrio mungkin dapat

dilakukan pada hari ke-17 dengan teknik non bedah, tetapi potensi terjadinya

kerusakan/cacat pada embrio sangat besar sejak hari ke-14 (Seidel dan Elsden, 1989).

Tahap perkembangan embrio dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tahap Perkembangan Embrio

Tahap Deskripsi

1 Belum dibuahi

2 2-12 sel

3 Morula awal

4 Morula

5 Blastosit awal

6 Blastosit

7 Expanded blastocyst

8 Hatched blastocyst

9 Expanded hatched blastocyst

Sumber: Wright (2009)

Faktor yang mempengaruhi perkembangan embrio menurut Hunter (1995)

adalah : (1) keadaan uterus, karena mempunyai fungsi penting bagi embrio sebagai

penyedia nutrisi, tempat implantasi differensiasi embrio dan memanjang foetus

waktu normal kalahiran, (2) cadangan makanan dalam sitoplasma, (3) nutrisi pada

cairan uterus yang disebut susu uterus atau histrotop, komponen dari cairan uterus ini

mungkin secara khusus terlibat dalam mendorong pertumbuhan embrio, (4)

kecepatan memasuki uterus yang terlalu cepat, hal tersebut merugikan karena embrio

masih memerlukan perkembangan di tuba falopii. FSH berfungsi merangsang

pertumbuhan Follikel dalam ovari, proses pematangan oosit dan perkembangan

embrio secara dini, tetapi kurang berperan untuk perkembangan lebih lanjut

(Eyestone dan Boer, 1993).

Page 24: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

12

Corpus Luteum (CL)

Corpus Luteum (CL) merupakan benda yang terbentuk pada tempat ovum

diovulasikan dan dijadikan patokan untuk mendeteksi berapa jumlah ovum yang

diovulasikan oleh seekor sapi (Adriani et al., 2009). Setelah terjadi ovulasi maka

pada situs pelepasan oosit akan terbentuk Corpus Luteum (CL). Selama awal fase

luteal (metestrus). CL dibentuk dari sel-sel luteal. Pada pertengahan fase luteal

(diestrus) sel-sel luteal menghasilkan sejumlah besar progesteron. Selama akhir fase

luteal, CL dilisiskan PGF2α yang dihasilkan endometrium uterus. Lisis CL diikuti

dengan penurunan kadar progesteron. sehingga mekanisme umpan balik negatif

progesteron pada hypotalamus hilang, mengakibatkan peningkatan GNRH yang

menandakan dimulai fase folikular. Ukuran CL pada hari ke 3-5 mulai meningkat

sampai maksimal disertai dengan peningkatan produksi progesteron sampai kadar

maksimal sekitar hari ke-10 (Senger, 1999).

Menurut Amiridis et al. (2006), CL tersusun atas sel-sel luteal yang berperan

menghasilkan progesteron. Konsitensi atau kekenyalan badan CL sangat ditentukan

jumlah sel-sel luteal dan vaskuralisasi darah kebagian tersebut. Demikian juga

kemampuan CL memproduksi progesteron tergantung pada tingkat vaskularisasi

pada lapisan seluler. Fungsi CL yang rendah (sintesis dan sekresi progesteron

sedikit) diyakini akan menjadi penyebab penting kegagalan reproduksi dan

ketidakmampuan uterus dalam mendukung perkembangan embrio dini. Senger

(1999) menambahkan, dalam satu siklus estrus CL harus mengalami lisis agar fase

folikular dimulai. Ovulasi tidak dapat terjadi dalam kondisi saat kadar progesteron

dominan. Luteolisis berarti disintengrasi atau dekomposisi dari CL yang terjadi 2-3

hari pada akhir fase luteal. Dua hormon yang berperan penting dalam lisis CL yaitu

oxytocin yang dihasilkan CL dan hormon PGF2α yang dihasilkan endometrium

uterus.

Klasifikasi Embrio

Evaluasi embrio merupakan faktor yang menentukan keberhasilan program

Transfer Embrio (TE) (Wright, 1987). Evaluasi morfologi embrio telah terbukti

berguna dalam memprediksi angka kebuntingan (pregnancy rate) bagi sekelompok

embrio, namun teknik ini kurang dapat menentukan kemampuan bertahan hidup

(viabilitas) embrio. Embrio dievaluasi agar diketahui kualitas sehingga dapat

Page 25: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

13

ditransfer ke resipien yang tepat, dimana embrio dengan kualitas terbaik ditransfer ke

respien yang paling baik pula (Seidel dan Elsden, 1985).

Seidel dan Elsden (1985) menyatakan beberapa karakteristik yang dapat

digunakan dalam evaluasi embrio sebagai berikut: (1) kepadatan sel-sel; (2)

keteraturan bentuk embrio; (3) variasi ukuran sel; (4) warna dan tekstur sitoplasma;

(5) ada tidaknya rongga (vesikel) berukuran besar; (6) ada tidaknya sel yang keluar;

(7) diameter embrio; (8) keteraturan bentuk zona pellusida; dan (9) ada tidaknya se-

sel debris. Embrio yang ideal mempunyai bentuk seperti bola (spherical) dan sel-sel

di dalam terlihat kompak (padat). Blastomer memiliki ukuran yang hampir sama,

warna dan tesktur sama, terlihat tidak terlalu cerah dan tidak terlalu gelap.

Sitoplasma tidak bergranular atau tersebar merata serta terdapat beberapa vesikel

berukuran sedang. Ruang periviteim tampak kosong, zona pellusida tidak berkerut

apalagi kolaps serta tidak ditemukan sel-sel debris. Klasifikasi kualitas embrio dapat

dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kualitas Embrio

Kode Deskripsi

1 Excellent or Good

2 Fair

3 Good

4 Dead or Degenerating

Sumber: Wright (2009)

Transfer Embrio

Transfer embrio (TE) pada sapi adalah teknik manipulasi genetik yang

merupakan salah satu teknologi terbaru dalam bidang reproduksi. Berbeda dengan

inseminasi buatan (IB) yang meningkatkan mutu genetik hanya melalui hewan jantan

(parental), TE juga berusaha meningkatkan mutu ternak hewan betina (Herren,

2000). Teknologi TE memungkinkan diperoleh anak sapi unggul dalam jumlah yang

lebih banyak (Wilson, 1992). Dengan demikian, perbaikan genetik dapat dilakukan

dalam waktu yang lebih singkat (Seidel dan Elsden, 1989).

Page 26: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

14

Salah satu masalah utama dalam program transfer embrio (TE) adalah

tingginya variabilitas respon terhadap superovulasi pada induk donor. Padahal

kuantitas dan kualitas embrio donor sangat berpengaruh terhadap keberhasilan TE.

Superovulasi merupakan kunci keberhasilan TE dan tidak hanya ditentukan oleh

tingginya laju ovulasi dan jumlah embrio yang diperoleh, tetapi superovulasi

dipengaruhi juga oleh berbagai faktor seperti faktor-faktor yang mempengaruhi

respon superovulasi pada induk donor, faktor yang mempengaruhi fertilisasi dan

viabilitas embrio serta faktor yang berhubungan dengan manajemen induk donor

(Kaiin dan Tappa, 2006).

Page 27: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

15

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan melalui magang selama tiga bulan, yaitu mulai

bulan April 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium

Balai Embrio Ternak (BET) yang terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk,

Kabupaten Bogor.

Materi

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder produksi embrio

yang diperoleh dari Balai Embrio Ternak (BET), Cipelang, Bogor. Data tersebut

berupa catatan produksi embrio secara in vivo selama tahun 2009-2010. Data tersebut

meliputi tanggal superovulasi, kode dan jenis ternak donor, kode semen yang

digunakan, merk dagang hormon superovulasi yang digunakan, jumlah Corpus

Luteum (CL), jumlah embrio grade A, B, C, dan D serta jumlah embrio layak

transfer dan jumlah ovum tidak dibuahi atau Unfertilized (UF). Ternak sapi donor

yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 90 ekor sapi, terdiri atas 29 ekor sapi

FH, 23 ekor sapi Simmental, 27 ekor sapi Limmousin dan 11 ekor sapi Angus.

Sebagian besar sapi disuperovulasi lebih dari sekali dengan jarak antar superovulasi

sekitar tiga bulan sehingga didapatkan data superovulasi sebanyak 223 data. Data

yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam program Microsoft Access Database

2010. Pakan yang diberikan kepada sapi donor adalah rumput dan konsentrat.

Gambaran sapi donor yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

FSH yang digunakan dalam program superovulasi terdiri atas 3 jenis yaitu

Folltropin®-V yang diproduksi Bioniche Animal Health Pty. Ltd., Australia;

Opti-Stim yang diproduksi Jurox Pty. Ltd., Australia; dan OvagenTM

yang diproduksi

Immuno-Chemical Product Ltd., New Zealand. Hormon FSH diperoleh dari ekstrak

hipofisa domba dan babi. Semen yang digunakan untuk inseminasi mempunyai

konsentrasi 25 x 106 spermatozoa per straw. Semen diimpor dari Australia yang

berasal dari pejantan sapi FH, Limousin, Simmental dan Angus. Gambaran FSH

yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 28: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

16

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 2. (a) FH, (b) Limousin, (c) Simmental, (d) Angus

(a) (b) (c)

Gambar 3. (a) Folltropin-V, (b) Ovagen, (c) Optistim

Page 29: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

17

Prosedur

Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menyeleksi data

produksi embrio di BET yang dilakukan secara rutin. Program superovulasi di BET

dilakukan dengan dua kali penyuntikan hormon FSH perhari yaitu pagi dan sore

secara intra muscular pada hari ke-10 sampai hari ke-13 setelah estrus. Hormon

Prostaglandin PGF2α diberikan tiga hari setelah awal pemberian hormon

gonadotropin yang berfungsi untuk meregresikan corpus luteum, sehingga 2-3 hari

setelah penyuntikan hormon PGF2α sapi akan berahi. Palpasi rektal pada hari ke-7

setelah IB, sehingga diperoleh data jumlah corpus luteum pada ovarium kiri dan

kanan. Panen atau koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke-7 sampai

hari ke-8 setelah berahi.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dari tingkat superovulasi ternak donor adalah sebagai

berikut:

1) Response Rate, yaitu perbandingan jumlah ternak donor yang respon terhadap jumlah

ternak yang disuperovulasi

ternak donor respon (ekor)

ternak yang disupero ulasi (ekor)

2) Persentase corpus luteum pada ovarium kiri dan kanan;

3) Jumlah total corpus luteum;

4) Jumlah total embrio dan ovum terkoleksi;

5) Recovery Rate yaitu perbandingan jumlah embrio dan ovum terkoleksi

terhadap jumlah corpus luteum.

embrio dan o um ( F)

orpus luteum

Analisis Data

Perbandingan jumlah corpus luteum kiri dan kanan pada masing-masing dosis

dianalisis menggunakan uji t-student. Formula dari uji t-student menurut Steel dan

Torrie (1993) adalah:

Page 30: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

18

2 √

2

n 2

2

n2

t 2

2

db

( 2

n 22

n2)

2

[

(

2

n )

(n - )

]

[

(

2

2

n2)

(n2- )

]

Keterangan :

= simpangan baku gabungan kelompok

S12 = nilai varian kelompok pertama

S22 = nilai varian kelompok kedua

n1 = jumlah data kelompok pertama

n2 = jumlah data kelompok kedua

t = nilai uji t

= rata-rata kelompok pertama

2 = rata-rata kelompok kedua

db = derajat bebas.

Nilai response rate dari masing-masing bangsa diuji statistik dengan metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan bangsa terhadap

response rate. Menurut Steel dan Torrie (1993) model matematika yang digunakan

adalah :

Yij = µ + Bi + ij

Keterangan:

Yij = respon percobaan karena pengaruh perlakuan bangsa ke-i

μ = rataan umum hasil percobaan

Bj = perlakuan bangsa ke-i

εijk = pengaruh kesalahan percobaan perlakuan bangsa ke-j.

Page 31: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

19

Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 3x4 dengan 2 faktor yaitu

sumber FSH (Folltropin-V, Opti-Stim dan Ovagen) dan bangsa sapi (FH,

Simmental, Limousin dan Angus) digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

parameter rataan jumlah corpus luteum, embrio dan ovum terkoleksi. Model

matematikanya menurut Steel dan Torrie (1993) sebagai berikut:

i k μ i ( )i εi k

Keterangan : Yijk = respon percobaan karena pengaruh perlakuan dosis FSH ke-i dan perlakuan

bangsa ke-j dan ulangan ke-k

μ = rataan umum hasil percobaan

αi = perlakuan sumber FSH ke-i

j = perlakuan bangsa ke-j

(α)ij = interaksi antar perlakuan sumber FSH ke-i dan perlakuan bangsa ke-j

εijk = pengaruh kesalahan percobaan perlakuan sumber FSH ke-i dan perlakuan

bangsa ke-j pada ulangan ke-k.

Data sebelum diolah ditransformasi kedalam bentuk logaritma (untuk data

jumlah corpus luteum dan jumlah embrio) dan arsin (untuk data response rate,

recovery rate serta persentase jumlah corpus luteum di ovarium kiri dan kanan). Jika

hasil berbeda nyata maka dilanjutkan uji Duncan. Semua data dianalisis dengan

bantuan program statistik komputer SPSS Statistics 17.0.

Page 32: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Balai Embrio Ternak (BET) yang

terletak di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Topografi lokasi

ini berada di punggung sebelah timur gunung Salak dengan kemiringan 8-400 dan

ketinggian 600-1,350m dpl. Lingkungan lokasi penelitian ini mempunyai temperatur

18-22°C, kelembaban 70-80% dan curah hujan 3,222 mm per tahun. Menurut Abidin

(2006) lingkungan yang baik untuk sapi adalah mempunyai temperatur optimal

dengan kisaran suhu 10-270C, curah hujan 800-1.500 mm pertahun, sehingga lokasi

penelitian ini cocok untuk pertumbuhan dan reproduksi sapi. Gambaran lokasi

penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

(a) (b)

Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

Respon Sapi terhadap Superovulasi

Hasil pengamatan terhadap seluruh sapi donor yang disuperovulasi disajikan

pada Tabel 1. Dari seluruh sapi donor yang disuperovulasi sebanyak 169 ekor sapi

memberikan respon. Tabel 1 menunjukkan bahwa sapi Angus yang disuperovulasi

dengan Folltropin-V memberikan respon terbaik. Penggunaan FSH dengan merk

yang sama pada bangsa sapi yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda.

Superovulasi sapi Simmental menunjukkan hasil yang lebih tinggi daripada sapi

Limousin. Hal ini berbeda dangan hasil penelitian Suradi (2004) pada sapi

Simmental yang memberikan respon yang sama dengan sapi Limousin terhadap

Page 33: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

21

superovulasi yaitu sebesar 100%. Analisis sidik ragam respon sapi terhadap

superovulasi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Menurut Muawanah (2000) beberapa faktor yang mempengaruhi respon

ternak donor terhadap superovulasi antara lain faktor umur ternak donor, dosis FSH

yang digunakan, Body Condition Score (BCS) dan jumlah pemakaian ternak tersebut

sebagai donor. Kanagawa (1995) menambahkan rendahnya respon ternak donor

terhadap perlakuan superovulasi dapat disebabkan oleh gangguan reproduksi ternak

donor tersebut.

Tabel 3. Respon Sapi terhadap Superovulasi

Bangsa Sapi Jenis FSH upero ulasi

(ekor)

Sapi Donor

yang Respon

(ekor)

Response

Rate (%)

FH Folltropin-V 9 5 56

FH Opti-Stim 20 15 75

FH Ovagen 29 17 59

Simmental Folltropin-V 9 7 78

Simmental Opti-Stim 23 21 91

Simmental Ovagen 23 20 87

Limousin Folltropin-V 19 17 89

Limousin Opti-Stim 36 24 67

Limousin Ovagen 15 12 80

Angus Folltropin-V 6 6 100

Angus Opti-Stim 13 8 62

Angus Ovagen 11 7 64

Tingkat Ovulasi

Tingkat ovulasi dapat diketahui berdasarkan jumlah corpus luteum (CL) yang

dihasilkan pada ovarium kanan dan ovarium kiri yang pada umumnya berbentuk oval

dan berdiameter 0,75-5 cm. Ovarium kanan umumnya lebih besar daripada ovarium

kiri. Persentase corpus luteum (CL) yang dihasilkan pada ovarium kanan dan

ovarium kiri disajikan pada Tabel 2.

Page 34: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

22

Berdasarkan uji statistik jumlah CL sebelah kanan dan kiri tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan adanya perlakuan

superovulasi menyebabkan kedua ovarium memberikan respon yang sama. Hal ini

sesuai dengan penelitian Maret (2001) yang menyatakan bahwa aktivitas ovulasi dari

kedua ovarium kiri dan kanan terhadap pemberian hormon FSH eksogen dengan

dosis 40, 44 dan 50 mg tidak dijumpai perbedaan. Uji t-Student jumlah Corpus

Luteum (CL) pada Ovarium Kanan dan Kiri dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4. Persentase Corpus Luteum Hasil Superovulasi

Bangsa

Sapi Jenis FSH Superovulasi (ekor)

Persentase CL Ovarium (%)

Kanan Kiri

FH Folltropin-V 9 47 53

FH Opti-Stim 20 39 61

FH Ovagen 29 46 54

Simmental Folltropin-V 9 35 65

Simmental Opti-Stim 23 49 51

Simmental Ovagen 23 41 59

Limousin Folltropin-V 19 44 56

Limousin Opti-Stim 36 39 61

Limousin Ovagen 15 57 43

Angus Folltropin-V 6 50 50

Angus Opti-Stim 13 50 50

Angus Ovagen 11 52 48

Banyaknya jumlah CL yang terbentuk pada ovarium kiri maupun ovarium

kanan menggambarkan aktivitas ovarium tersebut. Meskipun jumlah CL pada

ovarium kiri dan ovarium kanan tidak berbeda nyata (P>0,05), namun pada data hasil

penelitian dapat dilihat bahwa presentase CL ovarium kiri lebih banyak daripada

ovarium kanan. Berbeda dengan pendapat Hardjopranjoto (1995) yang menyatakan

bahwa ukuran ovarium kanan yang lebih besar daripada ovarium kiri terjadi karena

secara fisiologis ovarium kanan lebih banyak memperoleh aliran darah sehingga

lebih aktif.

Page 35: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

23

Rataan jumlah total CL hasil superovulasi disajikan pada Tabel 3. Jumlah

total CL yang terbentuk pada ovarium dapat menunjukkan tingkat keberhasilan

program superovulasi. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa bangsa

sapi memberikan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah CL. Sumber FSH yang

digunakan dalam superovulasi tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Interaksi

antara bangsa sapi dan sumber FSH tidak berpengaruh terhadap jumlah CL. Analisis

sidik ragam jumlah total CL dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 5. Rataan Corpus Luteum Hasil Superovulasi

Bangsa Sapi Sumber FSH

uperovulasi

(ekor)

Rataan CL

(buah/ekor) Kisaran

FH Folltopin-V 4 4,5 ± 1 3-5

FH Opti-Stim 11 5,2 ± 5,9 2-22

FH Ovagen 15 6,5 ± 4,7 2-18

Simmental Folltopin-V 6 8,3 ± 4,2 4-14

Simmental Opti-Stim 18 9,5 ± 8,7 2-40

Simmental Ovagen 17 9,3 ± 6,5 2-24

Limousin Folltopin-V 16 7,2 ± 5,5 2-22

Limousin Opti-Stim 20 9,5 ± 7,2 2-32

Limousin Ovagen 11 8,8 ± 4,3 4-17

Angus Folltopin-V 6 9 ± 4,6 2-15

Angus Opti-Stim 6 4 ± 2,9 2-9

Angus Ovagen 7 7,7 ± 5,4 2-17

Pengaruh lingkungan pemeliharaan, umur dan nutrisi pada setiap individu

ternak sapi yang sama dapat juga memberikan hasil tingkat ovulasi yang berbeda.

Toelihere (1985) menjelaskan bahwa tingkat ovulasi pada ternak dipengaruhi oleh

berbagai faktor termasuk makanan, kondisi fisik dan umur.

Produksi Embrio

Rataan jumlah embrio dan ovum terkoleksi disajikan pada Tabel 4.

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui bahwa bangsa memberikan pengaruh yang

berbeda terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sapi FH dan Angus memberikan

respon yang sama terhadap total embrio. Sapi Simmental dan Limousin memberikan

Page 36: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

24

respon yang sama terhadap total embrio dan ovum terkoleksi. Sedangkan sapi FH

dengan Simmental memberikan respon yang berbeda terhadap total embrio dan

ovum terkoleksi. Sumber FSH tidak berpengaruh terhadap total embrio dan ovum

terkoleksi. Analisis sidik ragam jumlah embrio dan ovum terkoleksi dapat dilihat

pada Lampiran 4.

Tabel 6. Rataan Jumlah Embrio dan Ovum Terkoleksi Hasil Superovulasi

Bangsa Sapi Sumber FSH uperovulasi

(ekor)

Rataan Embrio

dan Ovum

(buah/ekor)

Kisaran

FH Folltopin-V 4 4,5 ± 1 3-5

FH Opti-Stim 11 5,2 ± 5,9 2-22

FH Ovagen 15 6,5 ± 4,7 2-18

Simmental Folltopin-V 6 8,3 ± 4,2 4-14

Simmental Opti-Stim 18 9,5 ± 8,7 2-40

Simmental Ovagen 17 9,3 ± 6,5 2-24

Limousin Folltopin-V 16 7 ± 5,6 2-22

Limousin Opti-Stim 20 9,5 ± 7,2 2-32

Limousin Ovagen 11 8,3 ± 3,5 4-14

Angus Folltopin-V 6 9,3 ± 4,7 2-15

Angus Opti-Stim 6 4 ± 2,9 2-9

Angus Ovagen 7 7,7 ± 5,4 2-17

Faktor-faktor seperti sumber dan kondisi sperma, kualitas oosit yang

diperoleh, kondisi alat reproduksi sapi betina, nutrisi pakan, ketrampilan inseminator,

lingkungan pemeliharaan dan jadwal pengkoleksian embrio yang tepat dapat juga

mempengaruhi pembuahan dan perkembangan ovum. Seidel dan Elsden (1989)

menjelaskan bahwa Koleksi dengan metode tanpa pembedahan melalui serviks

dilakukan pada hari ke-7 atau ke-8 setelah estrus, koleksi pada hari ke-7 akan

menghasilkan embrio stadium kompak morula dan blatosit awal sedangkan pada hari

ke-8 embrio mencapai stadium blatosit penuh.

Betteridge (1980) menyatakan bahwa dari sejumlah ovum yang diovulasikan

tidak semua dibuahi dan berkembang normal karena adanya sel telur yang mungkin

Page 37: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

25

hilang, tidak dibuahi atau tidak terkembang. Lebih lanjut lagi dikatakan bahwa

koleksi embrio tanpa pembedahan memungkinkan adanya sekitar 10% embrio yang

tidak berhasil dibilas karena masih berada di oviduk.

Recovery Rate

Respon sapi terhadap superovulasi, yang ditandai dengan jumlah CL

berkorelasi positif dengan jumlah embrio yang dihasilkan. Berdasarkan Tabel 5

menunjukkan nilai recovery rate yang berada pada kisaran 80%. Hanya ada satu nilai

recovery rate yang lebih dari 100% yaitu pada sapi Angus yang disuperovulasi

dengan Folltropin-V. Hasil ini berbeda dengan penelitian Suradi (2004) dan Maret

(2001) yang mendapatkan hasil recovery rate lebih dari 100%. Hal ini disebabkan

teknik palpasi rektal yang sudah lebih baik sehingga kemungkinan CL yang tidak

terhitung semakin kecil. Pengalaman dan keahlian petugas palpasi rektal juga

mempengaruhi keakuratan perhitungan jumlah CL.

Tabel 7. Recovery Rate Hasil Superovulasi

Bangsa

Sapi Jenis FSH upero ulasi

(ekor)

CL

(buah)

Embrio

dan Ovum

(buah)

Recovery

Rate

FH Folltropin-V 9 19 19 100%

FH Opti-Stim 30 61 61 100%

FH Ovagen 29 99 99 100%

Simmental Folltropin-V 9 51 51 100%

Simmental Opti-Stim 23 174 174 100%

Simmental Ovagen 23 161 161 100%

Limousin Folltropin-V 19 116 113 97%

Limousin Opti-Stim 36 194 192 99%

Limousin Ovagen 15 98 92 94%

Angus Folltropin-V 6 56 56 100%

Angus Opti-Stim 13 26 26 100%

Angus Ovagen 11 54 54 100%

Nilai recovery rate yang terendah terdapat pada sapi Limousin, hal ini dapat

disebabkan oleh banyak faktor diantaranya adalah kurangnya asupan nutrisi atau

Page 38: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

26

kegagalan teknik dari superovulasi. Semakin banyak CL yang terdeteksi maka

semakin banyak pula jumlah embrio yang dihasilkan. Hasil recovery rate

menunjukkan bahwa pemanenan embrio (flushing) di BET Cipelang telah berjalan

dengan baik. Analisis sidik ragam recovery rate dapat dilihat pada Lampiran 4.

Page 39: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan pemberian sumber FSH yang berbeda tidak menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap tingkat superovulasi. Sapi yang disuperovulasi dengan

hormon Folltropin-V menghasilkan rataan jumlah CL, embrio dan ovum yang lebih

tinggi daripada sapi yang disuperovulasi dengan hormon lainnya. Bangsa sapi

berpengaruh nyata terhadap nilai response rate, recovery rate, rataan jumlah CL dan

rataan jumlah embrio. Sapi yang menghasilkan jumlah total CL, jumlah embrio dan

ovum terkoleksi adalah Simmental. Hal ini diduga karena daya adaptasi sapi

Simmental terhadap iklim dan lingkungan lebih baik dibanding sapi lainnya.

Saran

Perlu penelitian lanjutan untuk mempelajari pengaruh individu dalam bangsa

sapi yang sama terhadap tingkat superovulasi dan kualitas embrio sehingga

diharapkan dapat membantu program seleksi betina donor di BET Cipelang.

Page 40: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

28

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan, hidayah

dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi hingga tugas akhir

penelitian dan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulis menyampaikan terimakasih

sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc. sebagai Dosen

Pembimbing Utama dan Muhammad Imron, S.Pt. M.Si. sebagai Pembimbing

Anggota yang banyak memberikan masukan, saran dan pengarahan sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir. Rini Herlina Mulyono,

M.Si. dan Dr. Despal, S.Pt. M.Agr.Sc sebagai dosen penguji ujian lisan yang

memberikan banyak masukan dan koreksi terhadap skripsi ini. Terima kasih kepada

Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si. selaku Pembimbing Akademik yang telah memberi

pengarahan mulai awal hingga akhir perkuliahan. Terimakasih pula penulis ucapkan

kepada seluruh staf pengajar Fakultas Peternakan yang telah membagi ilmu

pengetahuan dan pengalaman selama menyelesaikan pendidikan di Fakultas

Peternakan IPB.

Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibunda Suciyanti dan

Ayahanda Mat Sari selaku orang tua penulis atas dukungan, doa, kasih sayang,

bantuan moril dan materil yang selalu diberikan hingga penulis dapat menyelesaikan

tugas akhir. Terimakasih kepada adinda Dwi Fatmala Sari dan Gala Prima Dana atas

motivasi yang diberikan. Terimakasih kepada Kepala Balai Embrio Ternak (BET)

Cipelang dan staff (Bu Lela dan Pak Darlin) serta teman penelitian Aidil Marsan

yang banyak membantu penelitian. Terimakasih penulis ucapkan kepada Mayagita

Yunidar yang telah memberikan inspirasi dan dukungan dalam menyelesaikan tugas

akhir. Terimakasih kepada teman-teman kost Wisma Wijayakusuma (Adit, Iwan,

Panda dan Dadang). Terimakasih penulis ucapkan juga kepada Fachri, Erli, Hida,

Revan, Lia, Andwie dan seluruh teman-teman IPTP 42 yang tidak dapat disebutkan

satu per satu atas persahabatannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 41: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

29

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Tangerang.

Adriani, B. Rosidi & Depison. 2009. Penggunaan follicle stimulating hormone dan

pregnant mare serum gonadotropin untuk superovulasi pada sapi persilangan

brahman. Med. Pet. 32: 163-170.

Amiridis, G. S., T. Tsiligianni & N. C. Rawling. 1994. Follicular waves and

circulating gonadotropins in 8-month-old prepubertal heifer. J. Reprod. Fertil.

100 : 27-33.

Arifiantini, R. I., B. Purwatara, T. L. Yusuf, D. Sajuthi & Amrozi. 2010. Angka

konsepsi hasil inseminasi semen cair versus semen beku pada kuda yang

disinkronisasi estrus dan ovulasi. Med. Pet. 33: 1-5.

Armstrong, D.T. 1993. Recent advances in superovulation of cattle. Theriogenology

39: 7-24.

Betteridge, K. J. 1980. Producere and Result Obtainable in Cattle. In: A. D. Morrow

(Ed.). Current Theraphy in Theriogenology. 2nd

ed. W. B. Saunders and Co.,

Philadelphia.

Bo, G. A., G. P. Adams, R. A. Pierson & P. J. Mapietoft. 1995. Exogenous control of

follicular wave emergence in cattle. Theriogenology 43: 31-40.

Davis, R. L. 2004. Embryo transfer in beef cattle. http://www.davis-

rairdan.com/embryo-transfer.htm.[3 April 2011].

Echternkamp, S. E. 2000. Endocrinology of Increased Ovarian Folliculogenesis in

Cattle Selected for Twin Births. USDA, Nebraska.

Evans, E. C. O., J. L. H. Ireland, M. E. Winn, P. Lonergan, G. W. Smith, P. M.

Coussens & J. J. Ireland. 2004. Identification of genes involved apoptosis and

dominant follicle development during follicular waves in cattle. J. Biol. Repr.

70: 1475-1484.

Eyestone, W. H. & H. A. Boer. 1993. FSH enhance development potential at bovine

oocytes mature in chemically defined medium. Theriogenology 39: 216.

Fortune, J. E. 1994. Ovarian follicular growth and development in mammals. J. Biol.

Repr. 50: 225-232.

Greve, T., H. Callesen, P. Hyttel, R. Hoier & R. Assey. 1995. Effects of exogenous

gonadotropins on oocyte and embryo quality in cattle. Theriogenology 43:

41-50.

Grimes, J. F. 2008. Utilization of embryo transfer in beef cattle. http://ohioline.

osu.edu/anr-fact/pdf/ANR_17_08.pdf. [12 Desember 2011].

Hafez, E. S. E. & B. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal. 7th

ed. Lippincott

Williams & Wilkins, Piladelphia.

Hardjopranjoto, H. S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University

Press, Surabaya.

Page 42: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

30

Herren, R. 2000. The Science of Animal Agriculture. 2nd

ed. Delmar Thomson

Learning, Albany.

Hunter, R. H. F. 1995. Fisiologi dan Teknologi Reproduksi Hewan Betina Domestik.

Penerbit ITB, Bandung.

Kaiin, E. M. & B. Tappa. 2006. Induksi superovulasi dengan kombinasi CIDR,

hormon FSH dan hCG pada induk sapi potong. Med. Pet. 29: 141-146.

Kaiin, E. M., S. Said & B. Tappa. 2008. Kelahiran anak sapi hasil fertilisasi secara in

vitro dengan sperma hasil pemisahan. Med. Pet. 31: 22-28.

Kanagawa, H., I. Shimamora & N. Saito. 1995. Manual of Bovine Embryo Transfer.

Japan Livestock Technology Association, Tokyo.

Kunkel, J. R. 1998. Embryo transfer. www.wvu.edu/agexten/forglvst/Dairy/dirm26

.pdf. [12 Desember 2011].

Lewis, I. 1996. Conventional Embryo Transfer. In: I. Lewis, J. Owens, S.

McClintoch dan M. Trevean (Eds.). Cattle Breeding Technology. Genetics

Australia, Australia.

Maret, D. 2001. Pengaruh dosis follicle stimulating hormone (FSH) dan body

condition score (BCS) terhadap superovulasi sapi perah fries holstein (FH).

Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Muawanah. 2000. Superovulasi pada sapi perah fries holland (FH) dengan

pemberian dosis FSH yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Mustofa, I. 1999. Pengaruh pengunduran waktu penyuntikan hCG terhadap hasil

superovulasi pada sapi perah. J. Med. Vet. 15: 242-247.

Partodiharjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.

Robertson, I. & R. E. Nelson. 2009. Certification and Identification of Embryos. In:

D. A. Stringfellow & M. D. Givens (Eds.). Manuals of the International

Embryo Transfer Society. 4th

ed. International Embryo Transfer Society,

Illionis.

Seidel, G. E. Jr. 1981. Superovulation and embryo transfer in cattle. Sci. 211: 351-

358.

Seidel, G. E. & R. P. Elsden. 1985. Procedures for Recovery, Bisection, Freezing and

Transfer of Bovine Embryos. Colorado State Univ, Colorado.

Seidel, G. E. & R. P. Elsden. 1989. Embryo Transfer in Dairy Cattle. WD Hoard &

Sons, Colorado.

Senger, P. L. 1999. Pathways to Pregnancy and Parturition. Current Concept Inc.,

Washington.

Steel, R. G. D. & R. A. Torrie. 1993. Prinsip Prosedur Statistika. Terjemahan: B.

Sumantri. Edisi ke-2. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suradi. 2004. Kualitas embrio hasil inseminasi buatan (IB) sapi limousin dan

simmental dengan sapi bali. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Page 43: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

31

Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa,

Bandung.

Triwulanningsih, E., M. R. Toelihere, J. J. Rutledge, T. L. Yusuf, B. Purwantara &

K. Djuyanto. 2001. Produksi embrio in vitro dengan modifikasi waktu dan

hormon gonadotropin selama pematangan oosit. JITV 6: 179.

Wheeler, M. B. & R. A. Bowen. 1989. Endocrinology and Superovulation. In:

Bovine Embryo Transfer : 1989 Short Course Proceedings. Colorado State

Univ, Colorado.

Wilson, R. 1992. Embryo Transfer in Cattle. http://www.cruachan.com.au/embryo_

transfer.htm. [3 April 2011].

Wright, J. M. 2009. Photographic Illustrations of Embryo Developmental Stage and

Quality Codes. In: D. A. Stringfellow & M. D. Givens (Eds.). Manuals of the

International Embryo Transfer Society. 4th

ed. International Embryo Transfer

Society, Illionis.

Wright, R. 1987. Present Status of and Prospects for Embryo Transfer in the United

States. In: Technical Meeting on Embryo Transfer and Animal Production.

National Academy Press, Washington DC.

Yusuf, T. L., M. R. Toelihere, I. Supriatna, L. Arifiantini. 1993. Penggunaan

Berbagai Dosis Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) untuk Kegiatan

Superovulasi dan Transfer Embrio pada Sapi FH. Pusat Antar Universitas,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Page 44: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

32

LAMPIRAN

Page 45: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

33

Lampiran 1. Analisis Sidik Ragam Respon Sapi Terhadap Superovulasi

SK DB JK KT F Hitung P

Bangsa 3 6,705 2,235 4,075 0,008*

Hormon 2 2,812 1,406 2,563 0,079***

Bangsa*Hormon 6 3,621 0,604 1,100 0,363***

Galat 211 115,728 0,548

Total 222 130,363

Keterangan : * = Sangat Nyata (p<0,01)

** = Nyata (p<0,05)

*** = Tidak Nyata (p>0,05)

Pada analisis sidik ragam di atas, kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

1. Pengaruh bangsa

H0 : α1 α2 … α4=0 H1 : minimal ada satu i dimana αi≠

P-value (0,008) α ( , 1) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

bangsa sangat berpengaruh terhadap response rate. Untuk mengetahui bangsa

mana yang memberi pengaruh yang berbeda terhadap response rate maka

perlu melakukan uji lanjut Duncan.

Duncana,,b,,c

Bangsa N

Subset

1 2

FH 68 0,69

Angus 30 0,99

Limousin 70 1,05

Simmental 55 1,17

2. Pengaruh hormon

H0 : β1 β2 β3=0 H : ada minimal satu dimana βj≠

P-value (0,079) > α ( , 5) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

hormon tidak berpengaruh terhadap response rate sehingga tidak perlu uji

lanjut Duncan.

Page 46: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

34

3. Pengaruh interaksi antara bangsa dan hormon

H0 : (αβ)11 (αβ)12 …. (αβ)43=0 H1 : minimal ada satu (αβ)ij≠

P-value (0,363) > α ( , 5) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

interaksi antara bangsa dan hormon tidak berpengaruh terhadap response rate

sehingga tidak perlu uji lanjut Duncan.

Lampiran 2. Uji t-Student Jumlah Corpus Luteum (CL) pada Ovarium Kanan dan

Kiri

N Rataan SB SE Rataan

CL KANAN 238 2,16 3,13 0,20

CL KIRI 238 2,62 3,38 0,22

95% SK untuk mu cl kanan – mu cl kiri: (-1,049; 0,125)

Uji-T mu cl kanan = mu cl kiri (vs tidak =): T= -1,55 P= 0,122* db = 471

Keterangan : * = Nyata (p<0,05)

** = Tidak Nyata (p>0,05)

Lampiran 3. Analisis Sidik Ragam Jumlah Corpus Luteum Hasil Superovulasi

SK DB JK KT F Hitung P

Bangsa 3 0,831 0,277 3,026 0,032*

Hormon 2 0,322 0,161 1,760 0,176**

Bangsa*Hormon 6 0,599 0,100 1,091 0,372**

Galat 125 11,445 0,092

Total 136 13,159

Keterangan : * = Nyata (p<0,05)

** = Tidak Nyata (p>0,05)

Pada analisis sidik ragam di atas, kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

1. Pengaruh bangsa

H0 : α1 α2 … α4=0 H1 : minimal ada satu i dimana αi≠

P-value (0,032) < α ( , 5) maka tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa

bangsa mempengaruhi jumlah CL. Untuk mengetahui bangsa mana yang

memberi pengaruh yang berbeda terhadap total CL maka perlu melakukan uji

lanjut Duncan.

Page 47: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

35

Duncana,,b,,c

Bangsa N

Subset

1 2

FH 30 0,65

Angus 19 0,73 0,73

Limousin 47 0,83

Simmental 41 0,87

2. Pengaruh hormon

H : β1 β2 β3=0 H : ada minimal satu dimana βj≠

P-value (0,176) > α ( ,05) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

hormon tidak berpengaruh terhadap jumlah CL sehingga tidak perlu uji lanjut

Duncan.

3. Pengaruh interaksi antara bangsa dan hormon

H0 : (αβ)11 (αβ)12 …. (αβ)43=0 H1 : minimal ada satu (αβ)ij≠

P-value (0,372) > α ( ,05) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

interaksi antara bangsa dan hormon tidak berpengaruh terhadap jumlah CL.

Lampiran 4. Analisis Sidik Ragam Jumlah Embrio dan Ovum Hasil Superovulasi

SK DB JK KT F Hitung P

Bangsa 3 0,778 0,259 2,836 0,041*

Hormon 2 0,304 0,152 1,661 0,194**

Bangsa*Hormon 6 0,664 0,111 1,211 0,305**

Galat 125 11,428 0,091

Total 136 13,144

Keterangan : * = Nyata (p<0,05)

** = Tidak Nyata (p>0,05)

Pada analisis sidik ragam di atas, kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

1. Pengaruh bangsa

H0 : α1 α2 … α4=0 H1 : minimal ada satu i dimana αi≠

P-value (0,041) < α ( , 5) maka tolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa

bangsa mempengaruhi jumlah embrio dan ovum terkoleksi. Untuk

mengetahui bangsa mana yang memberi pengaruh yang berbeda terhadap

total embrio dan ovum terkoleksi maka perlu melakukan uji lanjut Duncan.

Page 48: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

36

Duncana,,b,,c

Bangsa N

Subset

1 2

FH 30 0,65

Angus 19 0,74 0,74

Limousin 47 0,82

Simmental 41 0,87

2. Pengaruh hormon

H : β1 β2 β3=0 H : ada minimal satu dimana βj≠

P-value (0,194) > α ( ,05) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

hormon tidak berpengaruh terhadap jumlah embrio dan ovum terkoleksi

sehingga tidak perlu uji lanjut Duncan.

3. Pengaruh interaksi antara bangsa dan hormon

H0 : (αβ)11 (αβ)12 …. (αβ)43=0 H1 : minimal ada satu (αβ)ij≠

P-value (0,305) > α ( ,05) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa

interaksi antara bangsa dan hormon tidak berpengaruh terhadap jumlah

embrio dan ovum terkoleksi.

Lampiran 5. Analisis Sidik Ragam Recovery Rate

SK DB JK KT F Hitung P

Bangsa 3 0,084 0,028 1,855 0,141**

Hormon 2 0,005 0,002 0,160 0,853**

Bangsa*Hormon 6 0,019 0,003 0,213 0,972**

Galat 125 1,879 0,015

Total 136 1,985

Keterangan : * = Nyata (p<0,05)

** = Tidak Nyata (p>0,05)

Pada analisis sidik ragam di atas, kesimpulan yang diperoleh sebagai berikut:

1. Pengaruh bangsa

H0 : α1 α2 … α4=0 H1 : minimal ada satu i dimana αi≠

P-value (0,141) α ( , 5) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa tidak

berpengaruh terhadap recovery rate sehingga tidak perlu uji lanjut Duncan.

Page 49: TINGKAT SUPEROVULASI PADA BEBERAPA BANGSA SAPI … · RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 29 Mei 1987 di Gresik, Jawa Timur. Penulis ... spesifik pada setiap spesies. Manusia

37

2. Pengaruh hormon

H : β1 β2 β3=0 H1 : ada minimal satu dimana βj≠

P-value (0,853) > α ( , 5) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa hormon

tidak berpengaruh terhadap recovery rate sehingga tidak perlu uji lanjut Duncan.

3. Pengaruh interaksi antara bangsa dan hormon

H0 : (αβ)11 (αβ)12 …. (αβ)43=0 H1 : minimal ada satu (αβ)ij≠

P-value (0,972) > α ( , 5) maka terima H0. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi

antara bangsa dan hormon tidak berpengaruh terhadap recovery rate sehingga tidak

perlu uji lanjut Duncan.