analisi pengolahan pasar citeureup i · kakak penulis: ir. karyawati & suami, kartia, bidan...

132
ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor) HASTAN MATTANETE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

Upload: nguyenngoc

Post on 02-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)

HASTAN MATTANETE

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

ERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor, September 2008 Hastan Mattanete NIM A15344175

2

RINGKASAN

HASTAN MATTANETE. Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor). (Di bawah bimbingan W. H. LIMBONG dan MA’MUN SARMA).

Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah melembaga serta tempat bertemunya antara pedagang dan pembeli untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk. Tantangan yang dihadapi pasar terutama pasar tradisional adalah pelayanan dan pengelolaan yang mampu memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Oleh karena itu Pasar Citeureup I yang merupakan pasar tradisonal dituntut untuk memberikan kepuasan kepada konsumennya.

Tujuan kajian ini adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I, (2) Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, (3) Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan (4) Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I.

Metode analisis yang digunakan antara lain Importance and Performance Analysis, Customer Satisfaction Index, analisis Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (Eksternal Factor Evaluation-EFE) dan Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT), dan analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM).

Hasil analisis Importance and Performance Analysis penilaian terhadap 17 atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ke dalam empat kuadran yang terdiri dari: (1) Prioritas utama atribut kualitas jasa, yaitu kondisi bangunan/gedung pasar, kondisi kebersihan pasar, kondisi tempat usaha/berdagang, pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada, (2) Pertahankan prestasi atribut kualitas jasa, yaitu kondisi MCK di pasar, pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar, keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi, (3) Prioritas rendah atribut kualitas jasa, yaitu besarnya retribusi, petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang, pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur, pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum dan (4) Berlebihan untuk atribut kualitas jasa, yaitu kebersihan kantor unit pasar, kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, besarnya sewa tempat usaha, kejujuran petugas penarik retribusi, pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang, sikap pegawai unit pasar. Hasil perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa sebesar 56,023 persen, menunjukkan pedagang pasar Citeureup I ”Cukup Puas” dengan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, Pasar Citeureup I dalam pengelolaannya menekankan pada strategi yang bertujuan menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi S-T). Hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I memiliki kondisi internal yang kuat, yaitu mampu memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi

3

kelemahan. Kekuatan utama yang di miliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha, sedangkan kelemahan utama yang dihadapi adalah kondisi kebersihan pasar. Hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman. Peluang terbesar yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar. Selanjutnya, ancaman terbesar yang dihadapi adalah kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif. Strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal. Prioritas strategi pengelolaan Pasar Citeureup I yang terpilih adalah: (1) Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I (TAS = 6,988); (2) Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800); (3) Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775); (4) Rehabilitasi Pasar Citeureup I. (TAS = 6,597); (5) Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I. (TAS = 6,483); (6) Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. (TAS = 6,383); dan (7) Penerapan peraturan pasar. (TAS = 5,917)

4

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

5

ANALISIS KEPUASAN PEDAGANG TERHADAP PENGELOLAAN PASAR DAN STRATEGI

PENGEMBANGAN PASAR (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)

HASTAN MATTANETE

Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

6

Judul Tugas Akhir : Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)

Nama : Hastan Mattanete NRP : A15344175

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. WH. Limbong, MSKetua

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEcAnggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 24 September 2008

Tanggal Lulus :

7

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah Penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala nikmat yang senantiasa diberikan oleh-Nya. Berkat rahmat serta hidayah-Nya pula Kajian Pembangunan Daerah ini dapat penulis selesaikan.

Kajian Pembangunan Daerah berjudul “Analisis Kepuasan Pedagang

Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)” ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan kajian ini Penulis banyak mendapatkan bantuan,

bimbingan serta pengetahuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan kajian ini.

Semua koreksi serta saran yang bersifat membangun dari semua pihak

sangat Penulis harapkan. Besar harapan penulis agar tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, September 2008, Hastan Mattanete

8

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbila’lamin, atas nikmat dari Allah SWT akhirnya Kajian Pembangunan Daerah ini dapat Penulis selesaikan. Segala pujian dan Ucapan yang baik hanya ditujukan kepada Allah SWT. Banyak pihak yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, dukungan tenaga maupun bantuan materi selama penyusunan kajian ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya, semoga amal baik semua pihak yang telah memberikan bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada: 1. Prof. Dr. Ir.WH. Limbong, MS dan Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, MEc sebagai

komisi pembimbing. 2. Dosen Penguji Sidang Komisi, A. Faroby Faletehan, SP, MSi. 3. Ketua Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah: Dr. Ir. Yusman

Syaukat, serta Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc dan Ir. Lukman M. Baga, MAEc atas bantuan dan dukungan morilnya.

4. Orang tua penulis: H. Hasma Tane yang telah membesarkan, mendidik, memberikan kepercayaan, dan doa yang tiada hentinya untuk kesuksesan Penulis.

5. Kakak Penulis: Ir. Karyawati & suami, Kartia, Bidan Kalsum dan Suami (Ka Bram), Kartini & suami, serta AKP. Takdir Mattanete, SH, SIK & Istri (Ka Misly) dan keponakan tercinta Fitri, Kiki, Rifda, Uul, Anti, Si kembar Nabila & Naswa, Arya, Lisa serta Saffana, dan seluruh keluarga besar Penulis, terima kasih atas dukungan moril maupun materil.

6. Pemerintah Kab.Bogor, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor beserta Kepala Unit Pasar Citeureup I dan Karyawan atas dukungan dan bantuannya.

7. Pengurus APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia) Kab.Bogor dan Komisariat Pasar Citeureup I atas dukungan, dan bantuannya.

8. Bapak Walikota Bogor Drs.Diani Budiarto atas dukungan moril dan materil. 9. Staf Pengajar Pascasarjana Manajemen Pembangunan Daerah atas ilmu dan

dukungannya. 10. Rekan-rekan di Manajemen Pembangunan Daerah kelas Bogor I: Pa

Chardiman, Bang Makmur, Teny, Kang Asep Aang, Pak Robert, Bu Rita, Bu Yuni, Pa Abbas, Pak Muhdar, Pak Eko, Wahyu Jakarta, Mas Wahyu, Erwin, Pak Rendra, Risna, Ibu Nana, Adam. Juga kepada rekan-rekan MPD kelas Bogor II.

11. Ratna Darlilis FEM IPB angkatan 41, Bapak Chardiman Kelas MPD Bogor I atas waktu, bantuan pikiran, bimbingan, dukungan dan kerjasamanya dalam penyelesaian tugas akhir ini.

12. Pengurus dan Sekretariat MPD: A. Faroby Faletehan, SP, MSi; Teh Fieta Resnia Handayani dan Lina Fitriani; serta kang Yadi atas semua bantuannya.

Pengurus HMI dan KOHATI Cabang Kota Bogor, Badan Eksekutf Mahasiswa Universitas Ibn Khaldun, KAHMI Cabang Kota Bogor; Sulhan, Suhandi,

9

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Pinrang Makassar pada tanggal 24 Juli 1978 sebagai anak terakhir dari enam bersaudara pasangan Abd. Latif Mattanete dan Hasma. Pada tahun 1990 penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 57 Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Selama tiga tahun penulis mendapatkan pendidikan menengah di SMP Negeri Langnga Kabupaten Pinrang dan lulus pada tahun 1993. Tiga tahun kemudian, tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri Langnga Kabupaten Pinrang. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Teknik Jurusan Sipil, Universitas Muslim Indonesia Makassar pada tahun 1996 dan kemudian pindah kuliah tahun 2000 di Universitas Ibn Khaldun Bogor pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil dan lulus pada bulan Oktober Tahun 2004. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan, pers, dan kepemudaan. Penulis menjadi Ketua Umum KMP UMI Makassar pada tahun 1998-2000, Senat FT UMI Makassar pada tahun 1998-1999, Pers Cakrawala Ide UMI Makassar pada tahun 1998 dan Tabloid Sulo Sawitto Makassar pada tahun 1999. Penulis menjadi Sekretaris Jenderal BEM UIKA Bogor tahun 2001-2002, HMI Cabang Bogor pada tahun 2001-2002, Presiden Mahasiswa UIKA Bogor perode 2002-2003. KNPI Kab. Bogor pada tahun 2005, MAPANCAS Kota Bogor pada tahun 2003-2006. Pada tahun 2005, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan lulus pada bulan September 2008.

10

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .................................................................................... xvDAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 11.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 31.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 51.4. Manfaat Penelitian ........................................................................ 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6

2.1. Pasar Secara Umum ....................................................................... 62.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik .................................... 62.1.2 Permasalahan Utama Pasar ............................................... 7

2.2. Sistem Pengelolaan Pasar............................................................... 92.2.1 Manajemen pasar .............................................................. 92.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar ............................ 112.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya ................................. 15

2.3. Jasa ................................................................................................ 172.3.1 Pengertian Jasa ................................................................... 172.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa ....................................................... 182.3.3 Pemasaran Jasa .................................................................. 192.3.4 Kualitas Jasa ...................................................................... 202.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa .................................... 22

2.4. Persepsi Pelanggan......................................................................... 252.4.1 Tingkat Kepentingan Pelanggan ....................................... 252.4.2 Kepuasan Pelanggan ......................................................... 252.4.3 Nilai Pelanggan ................................................................. 262.4.4 Proses Kepuasan Pelanggan .............................................. 272.4.5 Survei Kepuasan Pelanggan .............................................. 282.4.6 Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan ...... 29

2.5. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 30

III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 333.1. Lokasi dan Waktu Kajian ............................................................... 333.2. Data dan Sumber Data .................................................................... 333.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner ............................................. 333.4. Metode Penarikan Sample dan Jumlah Sample .............................. 353.5. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 373.6. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 37

3.6.1 Importance and Performance Analysis ............................. 383.6.2 Customer Satisfaction Indeks ............................................ 42

3.7. Rancangan Program ....................................................................... 43

11

3.7.1 Analisis Matriks IFE-EFE ................................................. 443.7.2 Analisis Matriks SWOT .................................................... 483.7.2 Analisis Matriks QSPM .................................................... 49

IV. GAMBARAN UMUM ....................................................................... 52

4.1 Letak dan Kondisi Fisik Wilayah ................................................... 524.2 Administrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan ..................... 534.3 Struktur Perekonomian ................................................................. 534.4 Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor .......................... 54

4.4.1 Pasar Citeureup I ................................................................ 554.4.2 Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I ................................... 564.4.3 Struktur Organisasi Pasar Citeureup I ................................ 57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 58

5.1 Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner ....................................... 585.2 Karakteristik Responden ............................................................... 595.3 Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang .. 67

5.3.1 Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I 675.3.2 Analisis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I ..... 705.3.3 Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I ...... 725.3.4 Importance and Performance Matrix ................................... 755.3.5 Customer Satisfaction Index ................................................ 83

5.4 Penyusunan Program ..................................................................... 845.4.1 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal .....................

5.4.1.1 Analisis Lingkungan Internal ................................ 5.4.1.2 Analisis Lingkungan Eksternal .............................

5.4.2 Tahap Masukan ................................................................. 5.4.2.1 Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE Matriks) ... 5.4.2.2 Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks)

5.4.3 Tahap Pencocokan ............................................................ 5.4.3.1 Strategi Strength – Opportunity (S – O) ............... 5.4.3.2 Strategi Weakness – Opportubity (W – O) ........... 5.4.3.3 Strategi Strength – Threath (S – T) ....................... 5.4.4.4 Strategi – Weakness – Threath (W – T).................

5.4.4 Tahap Pengambilan Keputusan ......................................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................

6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

858586888991939595969698

100100101

103

12

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1. Perkembangan pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 ............... 3

2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I..........................................38

3. Matriks External Factor Evaluation ......................................................... 44

4. Matriks Internal Factor Evaluation .......................................................... 46

5. Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Internal .................................... 47

6. Bentuk penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal ................................. 47

7. Matriks Analisis SWOT ........................................................................... 48

8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM ................................ 50

9. Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor............................................54

10. Nilai Korelasi Uji Validitas pernyataan kuesioner ................................... 58

11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I........ 68

12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I ............... 71

13. Tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja

pada setiap atribut kualitas jasa ................................................................ 73

14. Urutan Prioritas ........................................................................................ 74

15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa ......... 76

16. Perhitungan Customer Satisfaction Index atribut kualitas jasa ................. 83

17. Matrix Evaluasi Faktor Internal Pasar Citeureup I ................................... 90

18. Matrix Evaluasi Faktor Eksternal Pasar Citeureup ................................... 91

19. Matriks SWOT Pasar Citeureup I .............................................................. 94

13

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional ................................. 11

2. Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas jasa............................22

3. Zona Toleransi ......................................................................................... 23

4. Diagram Proses Kepuasan Pelanggan ...................................................... 28

5. Alur Kerangka Pemikiran ........................................................................ 32

6. Diagram Kartesius .................................................................................... 41

7. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I........................................................57

8. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ...................................... 60

9. Frekuensi responden berdasarkan jenis umur .......................................... 60

10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan ......................................... 61

11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan ............................... 61

12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga ......................... 62

13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga .................... 62

14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang ................................... 63

15. Frekuensi rata-rata omzet per hari ............................................................ 64

16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari .................................................. 65

17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan ................................... 65

18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar Citeureup I.. 66

19. Frekuensi responden berdasarkan berdagang selain di Pasar Citeureup I 67

20. Importance and performance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I.......77

21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I...........................................97

14

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi pihak Pemerintah Daerah, paradigma pengelolaan Pemerintahan dari

Government menjadi Governance, adalah merupakan paradigma atau cara

pandang baru bagi manajemen/pengelolaan pemerintahan. Paradigma Government

(orientasi kekuasaan masih menguat, partisipasi dan kontrol masyarakat belum

berjalan optimal) beralih pada paradigma Governance, yang mengasumsikan

bahwa dalam masyarakat terdapat banyak kelompok kepentingan yang bersaing

(competing interest groups) dalam proses politik pengelolaan pemerintahan.

Peranan masyarakat semakin besar dan memegang peranan kunci. Oleh karena

itu, pemerintah harus menawarkan saluran-saluran akses kepada masyarakat untuk

berpartisipasi. Untuk terciptanya good governance dan clean governance di era

Costumer Driven government (pemerintahan yang berbasis masyarakat)

pengelolaan manajemen pemerintahan dalam setiap pelaksanaan pembangunan

harus mengacu kepada 9 (sembilan) asas umum penyelenggaraan negara yang

sekarang tertuang pada Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV Bagian kedua

Pasal 20 (ayat 1) yaitu: akuntabilitas, keterbukaan (transparansi), kepastian

hukum, profesionalitas, tertib penyelenggaraan negara, efisiensi, efektivitas,

proporsionalitas, dan asas kepentingan umum.

Sesuai dengan pandangan (Khan;1996) mengenai konsep Governance yang

menekankan kepada 3 (tiga) fungsi pokok yaitu : (1) Kemampuan masyarakat

untuk menyatakan kebutuhannya dan mengakses kebutuhannya secara bebas, (2)

Kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan (politik dan birokrasi) untuk

menterjemahkan kebutuhan rakyat kedalam rencana yang realistis dan

melaksanakannya secara efektif, dan (3) Kemampuan masyarakat dan lembaga-

lembaga pemerintahan untuk menilai kebutuhan dengan rencana dan menilai

rencana dengan pelaksanaannya. Dengan mengacu kepada pandangan paradigma

governance, pemerintah (Pemda) tidak lagi sebagai lokomotif melainkan sebagai

pengarah dan fasilitator.

15

Hal tersebut di atas sejalan dengan salah satu rekomendasi konsep

reinventing government, yaitu steering rather than rowing. Perubahan peranan

pengelola pemerintahan, dari lokomotif (rowing) menjadi pengarah (steering) dan

fasilitator yang idealnya berlangsung secara alamiah. Artinya birokrasi pemerintah

responsif terhadap perubahan lingkungan dan tuntutan pihak yang dilayani. Azas

dan prinsip demokrasi harus tetap dipertahankan karena otonomi daerah tidak

akan berkembang tanpa didahului oleh komitmen terhadap demokrasi dari bangsa

dan pemerintahannya. Implikasinya kesembilan prinsip yang tertuang dalam

Undang-Undang Otonomi Daerah Bab IV bagian kedua pasal 20 (ayat 1)

merupakan aspek yang harus mendapat perhatian. Begitu pun dalam hal-hal

pembangunan sarana dan prasarana umum seperti pasar. Artinya, pemerintah

daerah dalam mengeluarkan kebijakan tetap memperhatikan Undang-Undang

Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004, paragraf 3, pasal 28.

Dalam era globalisasi ini persaingan bisnis menjadi sangat tajam, untuk

memenangkan persaingan, setiap perusahaan dituntut untuk mengenali

pasar/pelanggan sebaik mungkin. Perusahaan yang mampu mengenali pelanggan

akan mempunyai korelasi positif terhadap kinerja penjualannya. Kepuasan atau

ketidakpuasan pelanggan merupakan respon pelanggan terhadap evaluasi terhadap

ketidaksesuaian atas kinerja maupun pelayanan yang di lakukan oleh perusahaan.

Pasar Citeureup I yang merupakan salah satu pasar tradisional yang memberikan

pelayanan harus mampu memberikan kepuasan kepada konsumennya.

Meningkatkan pelayanan pasar akan mempengaruhi terhadap kepuasan pelanggan

Pasar Citeureup I. Kepuasan pelanggan akan dipengaruhi oleh indikator-indikator

seperti kebersihan, kenyamanan, keamanan, dan tersedianya sarana dan prasarana

pasar tradisional yang memadai seperti jalan masuk ke pasar. Artinya bagaimana

mengelola pasar tradisional agar tertata dengan rapi, bersih dan aman serta

peningkatan sistem manajemen pengelolaan pasar.

Penelitian terhadap masalah di atas belum pernah dilakukan, sedangkan

kegunaan dari penelitian sangat diharapkan untuk input terhadap pengelolaan

Pasar Citeureup I. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka akan

dilakukan penelitian dengan melakukan survei pelanggan (pedagang kios,

16

pedagang los, pedagang radius, dan pedagang kaki lima) terhadap kepuasan

pengelolaan Pasar Citeureup I.

1.2. Rumusan Masalah

Pengelolaan pasar tradisional oleh pemerintah daerah khususnya di

Kabupaten Bogor melalui Perusahaan Daerah (PD) Pasar Tohaga, belum

mencerminkan pengelolaan yang profesional. Minimnya fasilitas pelayanan

publik, retribusi yang belum terkelola dengan baik, keadaan jalan untuk masuk ke

dalam pasar (kios dan los) tertutup oleh pedagang kaki lima perlu menjadi

perhatian serius pihak pengelola Pasar Citeureup I. Sebagai gambaran

perkembangan pedagang pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan Pedagang Pasar Citeureup I Tahun 2004-2008 Jumlah (unit)

No

Jenis Sarana

2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah bangunan

629 627 629 629 627

Buka/aktif 200 200 340 403 408 Tutup 429 429 289 226 219

1

Kios (unit)

% (buka/ aktif)

31,79 31,89 54,05 64,07 65,07

Jumlah bangunan

176 176 176 176 176

Buka/aktif 176 150 100 92 97 Tutup 0 26 76 84 79

2

Los (unit)

% (buka/ aktif)

100 85,23 56,82 52,27 55,11

Jumlah bangunan

120 120 125 190 100

Buka/aktif 110 100 40 185 100 Tutup 10 20 85 5 0

3

Radius (unit)

% (buka/ aktif)

91,67 83,33 32 97,37 100

Jumlah bangunan

200 400 372 475 475

Buka/aktif 180 370 280 375 362 Tutup 20 30 92 100 113

4

Kaki lima (unit)

% (buka/ aktif)

90 92,50 75,27 78,95 76,21

Jumlah bangunan

3 4 6 6 7

Buka/aktif 3 4 6 6 7 Tutup 0 0 0 0 0

5

MCK (unit)

% (buka/ aktif)

100 100 100 100 100

Sumber : Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008

17

Pasar Citeureup I adalah pasar yang terletak di Kecamatan Citeureup

Kabupaten Bogor serta merupakan pasar Kategori A atau kelas I (satu) dengan

luas pasar kurang lebih 13.800 m2. Pasar Citeureup I saat ini terdiri dari 627 unit

kios, 176 unit los dan 475 pedagang kaki lima serta 7 Unit MCK. Kondisi pasar

Citeureup I saat ini sangat memprihatinkan. Terlihat dari kondisi pasar yang tidak

terawat, dan jalan masuk ke pasar tertutup oleh pedagang kaki lima. Hal tersebut

mengakibatkan para pedagang yang berjualan di pasar meninggalkan pasar dan

menelantarkan kios-kios dan los mereka.

Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa masih banyak kios maupun los yang

belum digunakan, sementara pedagang kaki lima semakin tumbuh. Saat ini

konsumen yang berkunjung ke Pasar Citeureup I semakin berkurang, hal ini

disebabkan karena kondisi pasar tersebut dari sisi fisik bangunan yang sudah tidak

layak dan memadai, juga dari sisi pelayanan dan pengelolaan pasar yang kurang

memuaskan. Konsumen ketika masuk ke dalam pasar merasa tidak aman dan

tidak nyaman, dengan kondisi pasar yang kotor dan berbau tidak sedap. Masih

banyak kios maupun los yang tutup dikarenakan tempat mereka tertutup oleh

awning dan lapak-lapak PKL, sehingga tidak terlihat oleh pengunjung. Begitupun

pengunjung merasa tidak nyaman untuk berbelanja dengan kondisi jalan-jalan

antar kios maupun los yang sempit akibat dipenuhi oleh pedagang-pedagang kaki

lima yang semakin banyak di Pasar Citeureup I.

Oleh karena itu diperlukan penanganan dan pengelolaan pasar ke arah yang

lebih modern dan memadai. Berkurangnya jumlah pedagang dan menjamurnya

pedagang kaki lima serta tidak terawatnya kondisi kebersihan pasar diikuti oleh

menurunnya pendapatan dari retribusi pasar dan retribusi kebersihan pasar adalah

cerminan kurangnya kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I.

Berpijak dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan

penelitian adalah:

1. Bagaimana karakteristik pedagang Pasar Citeureup I ?

2. Bagaimana tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar

Citeureup I ?

18

3. Apakah pedagang sudah merasa puas dengan kualitas pengelolaan Pasar

Citeureup I ?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Mengidentifikasi karakteristik pedagang Pasar Citeureup I

2. Menganalisis tingkat kepentingan pedagang terhadap kualitas pengelolaan

Pasar Citeureup I

3. Menganalisis tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas pengelolaan Pasar

Citeureup I

4. Menyusun rancangan program pengelolaan Pasar Citeureup I

1.4. Manfaat Penelitian

1. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi mereka yang berminat untuk

menindaklanjuti hasil penelitian ini, dengan mengambil kancah penelitian

yang berbeda dan dengan sampel penelitian yang lebih banyak.

2. Secara praktis hasil penelitian ini dapat memberi masukan bagi Pasar

Citeureup I untuk lebih memperbaiki pengelolaan pasar melalui manajemen

pengelolaan yang lebih terarah dan terpadu.

19

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasar Secara Umum

Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah

melembaga serta tempat bertemunya antara produsen (pedagang) dan konsumen

(pembeli) untuk melaksanakan transaksi di mana proses jual beli terbentuk yang

menurut kelas mutu pelayanan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, dan

menurut pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar

perkulakan/grosir (Yogi, 2000).

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah,

swasta, koperasi, atau swadaya masyarakat dengan tempat usaha berupa toko, kios

atau los, dan tenda, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil dan menengah, dan

koperasi, dengan usaha skala kecil dan modal kecil, dengan proses jual beli

melalui tawar menawar. Sedangkan pasar modern adalah pasar yang umumnya

dimiliki oleh pemodal kuat, mempunyai kemampuan untuk menggaet konsumen

dengan cara memberikan hadiah langsung, hadiah khusus, dan juga discount-

discount menarik (Zumrotin, 2002). Pasar modern pada umumnya diisi oleh

retailer (pengecer) besar, baik perusahaan pengecer dengan skala lokal maupun

nasional. Mereka ini merupakan pesaing yang mulai mengancam keberadaan

pasar-pasar tradisional. Oleh karena itulah modernisasi pasar dengan manajemen

pengelolaan secara modern baik dari sistem pengelolaan maupun kelembagaannya

perlu ditingkatkan untuk mengembangkan perekonomian pedagang kecil serta

memacu pertumbuhan ekonomi daerah (PAD dan APBD).

2.1.1 Pasar sebagai Infrastruktur Publik

Pengertian infrastruktur ini pada dasarnya mudah dinyatakan namun sulit

untuk didefinisikan, akan tetapi hal ini dapat dilihat dari segi investasi yang

dilakukan yaitu dengan menyediakan pelayanan dasar untuk industri dan rumah

tangga (Martini, 1996), di mana hal tersebut merupakan kunci utama dalam

ekonomi, dan masukan yang krusial untuk kegiatan ekonomi. Saat ini yang

termasuk kegiatan infrastruktur ini adalah sebagai berikut, (Darrin & Mervin,

2001):

20

1. Energi (Power generation dan supply)

2. Transportasi (jalan tol, sistem penerangan rel, jembatan dan terowongan)

3. Air (air limbah, pengelolaan air limbah, dan penyediaan air)

4. Telekomunikasi (telepon)

5. Social infrastructure (rumah sakit, lembaga pemasyarakatan, pengadilan,

museum, sekolah dan akomodasi yang disediakan pemerintah)

Pasar sebagai public infrastructure dalam hal ini termasuk akomodasi yang

disediakan pemerintah dalam suatu tempat jual beli yang disediakan Pemerintah

Daerah (milik Pemda) tempat pedagang secara teratur dan langsung

diperdagangkan barang dan jasa (Perda DKI Jakarta No. 7 Tahun 1992).

2.1.2 Permasalahan Utama Pasar

Permasalahan utama yang timbul di pasar sebagai publik infrastructure

adalah sebagai berikut:

Tata ruang dan lokasi. Masalah timbul dari operasional tata ruang, lokasi,

dan masih tersedianya tempat usaha yang tidak produktif.

Pengelolaan. Masalah lain adalah ketidakmampuan pengelolaan pasar

tradisional dalam menciptakan pasar yang bersih dan aman serta tidak ada usaha

untuk melakukan pcmbinaan kepada para pedagang untuk berpraktek dagang

yang sehat dan jujur, hal ini menyebabkan konsumen enggan berbelanja dipasar

tradisional. Selain itu pasar yang becek, berbau tidak sedap, kerawanan keamanan,

dan praktek dagang yang tidak sehat menimbulkan kekecewaan dan

ketidakpercayaan konsumen sehingga mereka lebih baik meninggalkan pasar

tradisional karena mempunyai resiko yang tinggi (Zumrotin, 2002).

Pola pembangunan dan pendanaan. Yang selama ini dilakukan oleh

pemerintah untuk pengadaan atau penyediaan pasar khususnya pasar tradisional

sebagai salah satu infrastruktur, yaitu dengan melaksanakan pembangunan fisik

pasar yang belum ada wujudnya, dimulai dengan penyediaan lahan sampai

berdirinya bangunan pasar yang dioperasikan (Thamrin, 2000). Keterbatasan dan

tantangan yang dihadapi oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sebagai

pengelola pasar tradisional (Undang-Undang No.34 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah) saat ini adalah adanya kebijakan regulasi di bidang dunia

21

usaha Nasional yang mulai menitikberatkan pada usaha perekonomian rakyat.

Situasi pasar yang lebih bebas dengan tingkat kepuasan konsumen terhadap

kualitas dan kuantitas, menghasilkan produk yang lebih tinggi. Kurang dan

terbatasnya modal yang diperlukan perusahaan untuk operasional dan

pemeliharaan perusahaan, dan rendahnya hasil usaha (Laba), mengakibatkan

terhambatnya pertumbuhan dan pengembangan investasi, kurangnya

profesionalisme, transparansi, dan pengawasan dalam manajemen pengelolaan

perusahaan serta banyaknya BUMD yang mengalami kesulitan keuangan

(Subowo, 2002).

Pengembangan penyediaan prasarana yang efisien melalui keterlibatan pihak

swasta tidak lain karena untuk memenuhi keinginan masyarakat, artinya tidak saja

efisien dan ekonomis tetapi juga harus memiliki dimensi sosial. Keterlibatan

swasta dalam sektor prasarana dikarenakan hal berikut ini (Darrin & Mervin,

2001):

1. Keterbatasan Pemerintah dalam membiayai pembangunan infrastruktur, di

satu sisi disebabkan oleh keterbatasan teknologi, daya, dan dana. Sedangkan di

pihak lain kebutuhan dan infrastruktur semakin mendesak

2. Partisipasi pembangunan berdasarkan keinginan masyarakat (Community

driven development) melalui pembagian resiko yang sebelumnya menjadi

tanggung jawab pemerintah, digeser atau didistribusikan kepada pihak swasta

3. Motivasi profit dari pihak swasta akan mendorong organisasi yang dikelola

menjadi lebih efisien, transparan, dan kompetitif

4. Capacity Building

5. Kebijakan pemerintah, diantaranya adalah peraturan perundang-undangan

yang mengatur mengenai Perusahaan Daerah yang masih berlaku hingga saat

ini adalah undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah.

Berdasarkan ketentuan tersebut maka dalam rangka melakukan usaha

Perusahaan Daerah mengenai “Bisnis birokrasi” yaitu kebijakan

pengembangan sangat ditentukan oleh Pemerintah Daerah sebagai pihak yang

mewakili daerah sebagai pemilik Perusahaan Daerah. Pada masa itu direksi

dan mayoritas pegawai merupakan bagian yang tak terpisahkan dari birokrasi

Pemerintahan Daerah. Sehingga dalam prakteknya pengelolaan mirip dengan

22

pengelolaan lembaga birokrasi. Akibatnya dalam banyak kasus, manajemen

kurang memiliki independensi dan fleksibilitas inovasi usaha guna mencapai

tujuan organisasinya (Subowo, 2002). Pengaturan misi Perusahaan Daerah

secara luas yaitu memberi jasa, menyelenggarakan kepentingan umum, dan

memupuk pendapatan tanpa melihat apakah usaha Perusahaan Daerah tersebut

sesungguhnya merupakan bidang komersial (Public Mission) atau bukan.

Keberadaan Perusahaan Daerah berorientasi ganda yaitu Public Service

orientied dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum dan profit

oriented untuk memupuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan tetapi jika

dilihat secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip koperasi, public mission

dan profit hal tersebut merupakan dua sisi yang sangat sulit untuk disatukan.

Menurut Davey adalah: “Bagaimana Perusahaan Daerah memaksimumkan

keuntungan tanpa mengorbankan layanan terhadap masyarakat, terutama kelas

bawah dan menengah” (Davey. 1983).

2.2 Sistem Pengelolaan Pasar

2.2.1 Manajemen Pasar

Pengertian umum manajemen adalah pendayagunaan sumber daya manusia

dengan cara yang paling baik agar dapat mencapai rencana-rencana dan sasaran

perusahaan (Madura, 2001). Manajemen berasal dari to manage yang mempunyai

arti mengatur. Jadi pada hakikatnya berarti manajemen merupakan suatu proses

untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Untuk dapat mengatur kegiatan yang

berlangsung maka harus ada unsur-unsur manajemen yang menunjang proses

kegiatan tersebut yaitu: manusia, uang, metode, material, mesin dan pasar.

Keenam unsur tersebut perlu diatur agar lebih berdaya guna, berhasil guna,

terintegrasi, dan terkoordinasi dalam mencapai tujuan yang diinginkan (Hasibuan,

1996).

Pengaturan yang berlangsung tidak dapat dilakukan oleh semua orang yang

terlibat dalam kegiatan tersebut, tetapi oleh satu orang yang di tunjuk menjadi

pemimpin (Rivai, 2003). Pemimpin tersebut memiliki wewenang kepemimpinan

melalui instruksi atau persuasi sehingga keenam unsur yang ada serta semua

proses manajemen tertuju dan terarah pada tujuan yang diinginkan.

23

Proses tujuan mempunyai urutan fungsi-fungsi manajemen seperti

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian. Kesemua wujud

pengaturan di tampung dalam suatu organisasi yang disebut wadah atau alat. Pada

dasarnya manajemen hanya dapat dilakukan dalam suatu organisasi. Dalam suatu

organisasi atau wadah inilah tempat kerja sama, proses manajemen, pembagian

kerja, koordinasi, dan integrasi yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang ingin

dicapai. Pada dasarnya manajemen sudah ada sejak adanya pembagian kerja,

tugas, tanggung jawab, dan kerja sama formal bagi sekelompok orang untuk

mencapai tujuannya. Manajemen ada karena pemimpin mampu mengatur

bawahannya untuk mencapai tujuan bersama (Hasibuan, 1996).

Manajemen pasar merupakan proses pengaturan kegiatan perdagangan yang

berlangsung di pasar dengan sumber daya meliputi pedagang, tempat usaha dan

pengorganisasiannya. Serangkaian aktivitas yang dilakukan dalam fungsi-fungsi

manajemen pasar merupakan sebuah proses manajemen. Untuk melaksanakan

manajemen tersebut maka diperlukan adanya manajer, yang dalam pelaksanaan

tugas kegiatan serta kepemimpinannya harus melakukan tahap-tahap seperti di

bawah ini:

1. Perencanaan, adalah suatu proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan

dengan memilih alternatif yang terbaik dan beberapa perencanaan yang ada.

2. Pengorganisasian, adalah suatu proses penentuan, pengelompokan, dan

pengaturan bermacam-macam aktivitas yang diperlukan untuk mencapai

tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitasnya masing-masing,

menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan wewenang secara

relatif untuk kemudian didelegasikan kepada setiap individu yang melakukan

aktivitas-aktivitas tersebut.

3. Pengarahan, adalah mengarahkan semua bawahan agar mau bekerja sama

secara aktif untuk mencapai tujuan. Tujuan dan pengarahan untuk membuat

semua anggota kelompok mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas untuk

mencapai tujuan dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian.

4. Pengendalian, adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu

perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana. Tujuan

24

untuk mengukur dan memperbaiki kinerja bawahan, apakah sudah sesuai

dengan rencana sebelumnya atau tidak.

Dengan menjalankan fungsi manajemen di atas, maka diperlukan suatu

organisasi yang menjadi wadah serta pedoman pelaku kegiatan dalam

menjalankan perannya sesuai dengan tingkatan yang ada.

2.2.2 Penataan Hubungan antar Pelaku Pasar

Agustiar (1996) mengajukan suatu model altenatif yang mampu

mengembangkan pasar tradisional melalui pola penataan dan mekanisme

hubungan antara para pelaku pasar. Pola hubungan itu digambarkan seperti pada

Gambar 1.

Sumber: Agustiar (1996)

Gambar 1. Konsepsi Model Pengembangan Pasar Tradisional

Bentuk hubungannya yaitu: hubungan Pedagang - Pembeli (AB), Pedagang -

Pemerintah (AC), Pembeli - Pemerintah (CB) dan hubungan ketiganya (ABC).

1. Penataan hubungan Pemerintah dengan Pedagang (AC)

Dua pelaku utama dalam pasar adalah pedagang pasar tradisional sebagai

pelaku operasional dan Pemerintah sebagai pelindung, pembina dan pengelola

pasar, dalam hubungan ini yang perlu diperhatikan adalah:

25

a. Ukuran Ruang Toko: Memang sering terdapat keluhan dari pihak pedagang

tentang ukuran kios yang sempit dan kecil sehingga menyulitkan pedagang

untuk menata dan menyimpan barang mereka, perlu dilakukan dua

pendekatan yaitu:

1). Menentukan ukuran standar ruang toko yang layak untuk pedagang

sesuai dengan jenis komoditi yang diperdagangkan

2). Memberikan informasi tentang tata letak dan tata ruang kepada para

pedagang agar ruang yang terbatas dapat dimanfaatkan seefisien

mungkin

b. Retribusi dan pajak: Hampir semua pasar memiliki berbagai macam

retribusi seperti: retribusi sampah, retribusi kebersihan, retribusi kebakaran,

retribusi air, retribusi pengelolaan dan pajak penghasilan. Retribusi

memang penetapannya masih ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah

dan diberlakukan kepada para pedagang. Untuk menghindari adanya

retribusi yang terlalu tinggi perlu dilakukan studi keinginan para pedagang

untuk membayar.

c. Status kepemilikan kios: Status dan cara kepemilikan kios dan los perlu

dipertegas, mengingat para pedagang di pasar tradisional umumnya sangat

peka terhadap perubahan, pola mobilitas pedagang kecil cukup besar,

misalnya karena peluang-peluang yang cukup menjanjikan di luar sektor

perdagangan. Karena itu bentuk sewa dan kontrak jangka panjang

dihindari

d. Penempatan pedagang kaki lima (PKL) yang menutup jalan masuk pasar

bahkan banyak jalan besar yang tadinya jalan masuk ke pasar tertutup oleh

pedagang kaki lima sehingga para konsumen tidak bisa masuk ke pasar

apalagi membawa kendaraan dan pada akhirnya konsumen banyak yang

enggan masuk untuk belanja ke kios. Hal tersebut perlu ketegasan aturan

hukum dari pihak pemerintah

2. Penataan hubungan Pedagang dan Pembeli (AB)

a. Harga Jual : Umumnya barang yang di tawarkan di pasar tradisional tidak

memperlihatkan harga jual seperti apa yang diberlakukan pada

supermarket, oleh karena posisi tawar menawar antara penjual dan pembeli

26

akan sangat menentukan berapa harga riil yang terjadi, mekanisme tawar

menawar barang seperti salah satu keunggulan pasar tradisional. Perlunya

pembeli mengetahui informasi harga yang berlaku, harga jual dalam

transaksi harus dapat dipertahankan dengan sistem tawar menawar.

b. Alat timbangan : Alat berdagang yang dipergunakan di pasar tradisional

seperti timbangan yang dipergunakan sebagai pengukur berat masih sangat

sederhana, sehingga akurasi ukurannya pun masih diragukan. Oleh karena

itu sistem standarisasi ukuran yang masih belum terawasi dengan baik

sangat merugikan pembeli, untuk itu perlu dilakukan pengontrolan oleh

pemerintah atau Asosiasi Pedagang agar pembeli bisa merasa puas dengan

hasil barang yang dibelinya.

c. Kualitas barang dagangan : Beberapa komoditi barang yang dijual seperti

sayur-sayuran dan buah-buahan yang diperdagangkan lebih segar, karena

langsung berasal dan petani (produsen). Namun kesegaran barang tersebut

relatif terbatas akibat tidak tersedianya alat pendingin, sehingga sebagian

barang yang tidak terjual akan menjadi cepat rusak dan busuk. Oleh karena

itu salah satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah penyediaan alat

pendingin yang memadai dan dikelola secara bersama.

3. Penataan hubungan Pemerintah dan Pembeli (CB)

a. Bentuk pungutan masuk ke Pasar : Ada pasar-pasar tertentu yang biasanya

membebankan pungutan informal kepada pembeli pada saat masuk dan

keluar dari pasar. Seperti keterpaksaan pembeli untuk membayar

pengamen dan sumbangan dana sosial yang cenderung memaksa. Di

beberapa kota diperlukan kebijakan Gate System yang mewajibkan semua

pemakai kendaraan bermotor untuk membayar sejumlah uang ketika

mereka masuk ke suatu kompleks pertokoan. Hal ini justru memberikan

respons yang negatif dari masyarakat, bahkan pedagang yang mengeluh

karena jumlah pembeli menjadi berkurang.

b. Perlindungan harga : Walaupun prinsip tawar menawar dikembangkan di

pasar tradisional, namun pada saat tertentu seperti pada saat hari raya

lebaran atau natal harga dinaikkan secara drastis oleh para pedagang. Pada

saat inilah peran pemerintah diperlukan untuk mengontrol kenaikan harga

27

yang disesuaikan terhadap daya beli konsumen (pembeli) terutama untuk

pemenuhan kebutuhan 9 (sembilan) bahan pokok.

4. Penataan hubungan Pemerintah, Pedagang dengan Pembeli (ABC)

a. Kebersihan pasar : Kebersihan pasar merupakan persoalan pokok yang

dihadapi oleh semua pelaku pasar. Umumnya pasar yang ada sekarang

dalam kondisi kotor, becek, bau, dan sumpek, hal ini erat kaitannya

dengan tata ruang yang ada. Pasar tradisional bersifat terbuka dan sangat

sensitif terhadap hujan. Jika terjadi hujan maka kondisinya menjadi

semakin becek dan menimbulkan banjir kecil di sekitar pasar. Maka untuk

mengatasi hal tersebut yang perlu diperhatikan adalah: 1. Usahakan pasar

dalam bentuk beratap. 2. Sistem drainase (sistem pengairan) dan

pengelolaannya harus diserahkan kepada lembaga tersendiri yang dibayar

oleh para pedagang.

b. Jalan antar kios dan los/bangsal : Untuk menghindari los/bangsal kosong

pada bangunan pasar maka jalan antar los/bangsal harus sama besarnya

dengan jalan yang melingkari pada bangunan pasar. Jika jalan lingkar

pasar sebesar 3-4 meter, maka jalan-jalan di dalam pasar yang

menghubungkan los/bangsal satu dengan lainnya juga harus sebesar 3-4

meter pula. Keadaan ini sangat menguntungkan konsumen dan pedagang

pasar karena mereka akan lebih leluasa (tidak berhimpit himpitan

memasuki los/bangsal yang berada di dalam dan relatif gelap), hal ini

penting karena letak los/bangsal yang berada di tengah sering kosong

pengunjung, akibatnya pembeli merasa enggan ke kawasan yang relatif

gelap dan pengap.

c. Keamanan pasar : Semua pelaku pasar merasakan bahwa salah satu

kendala berbelanja di pasar tradisional adalah faktor keamanan yang tidak

terjamin. Pihak keamanan haruslah dapat menciptakan rasa aman bagi

pedagang dan konsumen dari resiko pencurian, perkelahian dan kebakaran.

2.2.3 Pedagang dan Struktur Kegiatannya

Kegiatan perdagangan di pasar merupakan kegiatan perdagangan yang

dilakukan oleh pedagang-pedagang kecil, pedagang ini pasti tidak mempunyai

28

kemampuan untuk membentuk pranata-pranata ekonomi yang efisien, mereka

adalah pengusaha tanpa perusahaan.

Kegiatan perdagangan di pasar merupakan suatu kegiatan ekonomi pasar

(Bazar Type) seperti yang di gambarkan oleh Geertz (1969), yaitu suatu

perekonomian di mana arus total perdagangan terpecah-pecah menjadi transaksi-

transaksi orang ke orang yang masing-masing tak ada hubungannya, yang mana

jumlahnya sangat besar, sangat berbeda dengan ekonomi barat yang berpusatkan

firma (Firm Type), di mana perdagangan dan industri dilakukan melalui

serangkaian pranata sosial yang tidak bersifat pribadi, yang mengorganisasikan

berbagai pekerjaan yang bertalian dengan tujuan-tujuan produksi dan distribusi

tertentu, maka ekonomi sejenis ini adalah berdasarkan pada kegiatan yang

independen dan pedagang terpacu untuk bersaing secara sehat, yang hubungan

satu dengan lainnya dilakukan dengan pertukaran Ad Hock yang sangat besar

jumlahnya (Nas, 1986).

Kegiatan ekonomi di pasar tradisional, fungsinya diatur oleh adat kebiasaan

dagang yang tradisional dan terus menerus digunakan selama ini, sedangkan

ekonomi Firma Type merupakan penciptaan pranata-pranata produksi atau

distribusi menyerupai firma seperti adanya toko-toko kecil.

Pedagang yang menempati kios dianggap telah masuk ke sektor formal

karena telah menjadi pedagang tetap di pasar. Pedagang tetap ini merupakan

kelompok pedagang yang telah mapan di kota, berusaha mengorganisasikan

kegiatan mereka secara lebih sistematis dengan modal usaha yang besar seperti

yang dahulu pernah dilakukan oleh orang tua mereka. Sedangkan pedagang yang

tidak menempati los/bangsal menjadi sektor informal atau yang lebih terkenal

dengan pedagang kaki lima (PKL) atau pedagang pengecer, hanya menggunakan

jalan masuk dan wilayah sekitar pasar sebagai tempat menggelar dagangannya.

Jenis kegiatan usahanya cenderung berkelompok sesuai dengan ciri-ciri khas

daerah atau suku bangsa mereka. Barang dagangan diperoleh dari juragan atau

tokoh yang menjadi fatron bagi pedagang kaki lima sekaligus menyewakan

peralatan jualan berupa gerobak ataupun meja gelaran.

Sejalan dengan perkembangan waktu, baik di desa maupun di kota timbul

keinginan masyarakat untuk berbelanja berdasarkan tradisi masyarakat untuk

29

menggunakan alat tukar yang sah, sehingga timbullah beberapa jenis pasar

tradisional yang pada umumnya dikelola oleh pedagang kecil dan menengah.

Pertumbuhan ekonomi yang merupakan ujung tombak perekonomian nasional

perlu ditingkatkan antara lain melalui terbentuknya pasar tradisional yang dapat

memenuhi permintaan masyarakat yang usahanya dikelola secara maju dan

modern. Untuk itu tiba saatnya membenahi ekonomi pedesaan maupun perkotaan

melalui peningkatan pengelolaan pasar tradisional yang maju dan kegiatannya

digerakkan oleh pedagang kecil dan menengah.

Kondisi pasar tradisional sekarang dapat terlihat dalam perpasaran dewasa

ini, di mana sering timbul dikotomi pasar modern dan pasar tradisional. Pasar

modern sering dianggap sebagai penyebab tersingkirnya pasar tradisional,

sementara lingkungan strategis perpasaran berubah dengan pesat. Perubahan ini

meliputi beberapa aspek antara lain kependudukan, pemukiman,

pertumbuhan/perkembangan ekonomi, perkembangan IPTEK, RUTR/RTRW dan

perkembangan kebijakan pemerintahan secara global, regional, nasional maupun

karena proses otonomi daerah.

Pasar tradisional mengingat peranannya yang sangat strategis, selain akan

menciptakan lapangan kerja juga akan menumbuhkan dunia usaha dan

kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai

keterkaitan dengan sektor industri dan jasa lainnya. Dalam kegiatan inilah proses

membangun pasar tradisional perlu dilakukan, pembinaan dan penataan melalui

uluran tangan pemerintah secara menyeluruh dan terus menerus (sustainability)

dilakukan. Dengan demikian, diharapkan karena peranannya, maka pasar

tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar,

efektif, efisien dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional

yang kokoh. (Yogi, 2000).

2.3. Jasa

Pengertian jasa yang baik perlu di dukung dengan pengertian jasa itu sendiri.

Aspek-aspek yang menciptakan jasa serta strategi yang di perhatikan oleh para

penyedia jasa itu sendiri. Elemen-elemen apa saja yang mengisi sistem dan jasa

tersebut. Hal ini akan di uraikan sebagai berikut :

30

2.3.1 Pengertian Jasa

Sejumlah ahli bidang jasa telah berusaha untuk merumuskan definisi jasa

yang konklusif, namun hingga saat ini belum ada satu pun definisi yang di terima

secara bulat. Keberagaman definisi tentang jasa tersebut dapat di lihat dalam

definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli, di bawah ini:

a. Kotler (1997) merumuskan tentang jasa sebagai berikut “Setiap tindakan atau

unjuk kerja yang di tawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara

prinsip ketidaknyataan (intangible) dan tidak menyebabkan perpindahan

kepemilikan apapun. Produksinya bisa terkait dan bisa juga tidak terikat pada

suatu produk fisik.

b. Menurut Lovelock dan Wright (2005) Jasa adalah :

1. Tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya.

Walaupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada

dasarnya tidak nyata dan tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor-

faktor produksi.

2. Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat

bagi pelanggan pada waktu dan tempat tertentu, sebagai hasil dari tindakan

yang mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama

penerima jasa tersebut. Sedangkan manfaat yang diperoleh pelanggan dari

kinerja jasa atau pengguna barang fisik.

c. Mudrick, dkk (1990). Mendefinisikan jasa dari sisi penjualan dan konsumsi

secara kontras dengan barang. “Barang adalah suatu obyek yang tangible yang

dapat di ciptakan dan di jual atau dapat di gunakan setelah jangka waktu

tertentu. Jasa adalah intangible (Seperti kenyamanan hiburan, kecepatan,

kesenangan dan kesetiaan dan perishable (jasa tidak mungkin di simpan

sebagai persediaan yang siap di jual atau di konsumsi pada saat di butuhkan).

Jasa dapat di ciptakan dan dikomsumsi secara simultan.

Definisi jasa dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian kinerja atau

tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti, 2003).

Sukses suatu industri jasa tergantung pada sejauh mana perusahaan mampu

mengelola ketiga aspek berikut :

1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada pelanggan.

31

2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji

tersebut.

3. Kemampuan karyawan untuk menyampaikan janji tersebut kepada pelanggan.

2.3.2 Ciri/Karakteristik Jasa

Menurut Kotler (1997) jasa memiliki empat ciri utama yaitu:

1. Ketidaknyataan (intangibility)

Jasa adalah tidak nyata, tidak dapat dilihat, di rasakan, di raba, di dengar atau

di cium sebelum produknya di konsumsi. Untuk mengurangi ketidakpastian

pembeli akan mencari tanda/bukti dari mutu jasa tersebut dari tempat orang,

peralatan, bahan komunikasi, bahan simbol-simbol dan harga yang mereka

lihat.

2. Keadaan tidak dapat terpisahkan (inseparability)

Jasa-jasa umumnya di produksi secara khusus dan di konsumsi pada waktu

bersamaan. Jika jasa di berikan oleh seseorang maka orang tersebut baik

penyedia, maupun konsumen akan mempengaruhi jasa tersebut.

3. Keragaman (variability)

Jasa-jasa yang sangat beragam karena tergantung kepada siapa yang

menyediakan jasa dan kapan serta di mana jasa tersebut di sediakan. Di sini

pembeli jasa akan berhati-hati terhadap keragaman seperti ini dan seringkali

membicarakannya dengan orang lain sebelum memilih seorang penyedia jasa.

4. Keadaan tidak tahan lama (perishability)

Keadaan tidak tahan lama dan jasa-jasa bukanlah suatu masalah jika

permintaannya adalah stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan

pelayanan sebelumnya. Jika permintaan terhadapnya adalah berfluktuasi,

maka perusahaan jasa menghadapi masalah yang sulit.

2.3.3 Pemasaran Jasa

Produk jasa merupaka kinerja yang tidak berwujud, meskipun jasa sering

melibatkan elemen yang berwujud namun kinerja jasa merupakan elemen tidak

berwujud (intangible) sehingga manfaat jasa berasal dari sifat penyampaiannya

32

(Lovelock, 2005). Tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai

tingkat kualitas pelayanan tertentu. Hal ini mempunyai kaitan erat dengan

pelanggan sehingga sering dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan

(Rangkuti, 2003).

Definisi pemasaran jasa dapat disimpulkan sebagai bagian dari sistem jasa

keseluruhan dimana perusahaan tersebut memiliki semua bentuk kontak dengan

pelanggannya, mulai dari pengiklanan hingga penagihan. Hal ini mencakup

kontak yang dilakukan pada saat penyerahan jasa (Lovelock, 2005).

Menurut Rangkuti (2003) ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan

dalam konsep manajemen jasa pelayanan, antara lain:

1. Merumuskan strategi pelayanan

Strategi pelayanan dimulai dengan perumusan suatu tingkat keunggulan yang

dijanjikan kepada pelanggan. Perumusan strategi pelayanan dilakukan dengan

merumuskan apa bidang usaha perusahaan, siapa pelanggan perusahaan, dan

apa yang bernilai bagi pelanggan.

2. Menkomunikasikan kualitas kepada pelanggan

Mengkomunikasikan kualitas kepada pelanggan membantu pelanggan agar

tidak salah menafsirkan tingkat kepentingan yang akan diperolehnya.

3. Penetapan standar kualitas dengan jelas

Penetapan standar kualitas dengan jelas dapat membantu setiap orang

mengetahui dengan jelas tingkat kualitas yang harus dicapai.

4. Menetapkan sistem pelayanan efektif

Menghadapi pelanggan tidaklah cukup hanya dengan senyuman dan sikap

ramah, tetapi perlu suatu sistem yang terdiri dari metode dan prosedur untuk

dapat memenuhi kebutuhan pelanggan secara tepat.

5. Karyawan berorientasi kepada kualitas pelayanan

Setiap karyawan yang terlibat dalam jasa pelayanan harus mengetahui dengan

jelas standar kualitas pelayanan.

6. Survei kepuasan dan kebutuhan pelanggan

33

Pihak yang menentukan kualitas jasa pelayanan adalah pelanggan. Perusahaan

perlu mengetahui sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan dan kebutuhan

pelanggan yang perlu dipenuhi oleh perusahaan.

2.3.4 Kualitas Jasa

Menurut Rangkuti (2003) kualitas jasa dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu

jasa yang dirasakan (perceived service) dan jasa yang diharapkan (expected

service). Bila jasa yang dirasakan lebih kecil daripada yang diharapkan, para

pelanggan menjadi tidak tertarik pada penyedia jasa yang bersangkutan.

Sedangkan bila sebaliknya jasa yang dirasakan lebih besar daripada yang

diharapkan, ada kemungkinan para pelanggan akan menggunakan penyedia jasa

itu lagi. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa

jasa ini memadai (Lovelock, 2005).

Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan

terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima.

Kesenjangan jasa didefenisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan

pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan

(Lovelock, 2005).

Menurut Zeithaml et al dalam Rangkuti (2003), ada lima kesenjangan (gap)

yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan, yaitu :

1. Kesenjangan tingkat kepentingan pelanggan dan persepsi manajemen

Pihak manajemen perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami

secara tepat apa yang diinginkan oleh para pelanggannya. Akibatnya

manajemen tidak mengetahui bagaimana produk jasa seharusnya didesain dan

jasa pendukung apa saja yang diinginkan oleh pelanggan.

2. Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap tingkat kepentingan

pelanggan dan spesifikasi kualitas jasa

Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan

oleh pelanggan, tetapi pihak manajemen tidak menyusun standar kinerja yang

jelas.

3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa

34

Hal ini dapat terjadi apabila karyawan kurang terlatih (belum menguasai

tugasnya), beban kerja karyawan yang terlalu berat, dan ketidak mampuan

memenuhi standar kinerja yang ditetapkan.

4. Kesenjangan antara penyampaian jasa komunikasi eksternal

Seringkali tingkat kepentingan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan

pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi oleh

perusahaan adalah apabila janji yang diberikan ternyata tidak dapat dipenuhi,

yang menyebabkan terjadinya persepsi negatif terhadap kualitas jasa

perusahaan.

5. Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan

Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan

cara yang berbeda, atau apabila pelanggan keliru mempersepsikan kualitas

jasa tersebut. Ada lima dimensi yang di gunakan dalam menentukan kualitas

pelayanan yaitu:

2.3.5 Penilaian Kualitas Pelayanan Jasa

Salah satu cara agar penjualan jasa perusahaaan lebih unggul dibandingkan

para pesaingnya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas dan

bermutu, yang memenuhi tingkat kepentingan pelanggan. Tingkat kepentingan

pelanggan dapat dibentuk berdasarkan pengalaman dan saran yang diperoleh.

Konsumen memilih pemberi jasa berdasarkan peringkat kepentingan. Setelah

menikmati jasa tersebut mereka cenderung akan membandingkannya dengan yang

mereka harapkan. Dalam merumuskan strategi dan program pelayanan,

perusahaan harus beriorientasi pada kepentingan pelanggan dengan

memperhatikan komponen kualitas pelayanan (Rangkuti, 2003).

Pelanggan menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah

menggunakan jasa dan informasi untuk memperbaharui persepsi mereka tentang

kualitas jasa, tetapi sikap terhadap kualitas tidak bergantung pada pengalaman.

Orang sering mendasarkan penilaian tentang kualitas jasa yang belum pernah

mereka pakai pada informasi dari mulut atau iklan perusahaan. Namun pelanggan

harus benar-benar menggunakan jasa untuk mengetahui apakah mereka puas atau

35

tidak dengan hasilnya (Lovelock, 2005). Gambar 2 menunjukkan hubungan antara

harapan, kepuasan pelanggan, dan kualitas jasa.

Ukuran-ukuran kualitas jasa

Keunggulan jasa yang dipahami atau dipersepsikan

Memadainya jasa yang dipahami

Jasa diharapkan

Jasa diinginkan

Jasa memadai

Jasa yang dipahami

Jasa yang diperkirakan

Kepuasan

Sumber: Lovelock et al (2005)

Gambar 2. Hubungan antara Harapan, Kepuasan dan Kualitas Jasa yang

dipersepsikan

Harapan pelanggan terdiri atas beberapa elemen, termasuk jasa yang

diinginkan, jasa yang memadai, jasa yang dipahami, dan zona toleransi yang

berkisar antara tingkat-tingkat jasa yang diinginkan dan memadai. Menurut

Lovelock (2005) jasa yang diinginkan (desired service) adalah jenis jasa yang

diharapkan pelanggan akan mereka terima. Sedangkan tingkat harapan yang lebih

rendah disebut jasa yang memadai (adequate service) yaitu tingkat jasa minimun

yang dapat diterima pelanggan tanpa merasa tidak puas. Selain itu terdapat elemen

harapan pelanggan yang lain dipandang dari sudut produsen yaitu jasa yang

diperkirakan (predicted service) adalah tingkat jasa yang sesungguhnya

diharapkan untuk diterima pelanggan dari penyedia jasa selama pertemuan jasa

tertentu (Lovelock, 2005). Diantara tingkat jasa yang diinginkan (desired service)

dan jasa yang memadai (adequate service) terdapat zona toleransi (zone of

tolerance). Hubungan ini diilustrasikan oleh Gambar 3.

36

Desire Service

Adequate Service

Zone Of Tolerance

Sumber: Lovelock et al (2005)

Gambar 3. Zona Toleransi

Menurut Lovelock (2005) pelanggan menggunakan lima dimensi kualitas untuk

menilai kualitas jasa :

1. Reliability (Keandalan)

Kemampuan untuk memberikan jasa secara akurat sesuai dengan yang

dijanjikan.

2. Responsiveness (Cepat tanggap)

Kemampuan karyawan untuk membantu konsumen menyediakan jasa dengan

cepat sesuai dengan yang diinginkan oleh konsumen.

3. Assurance (Jaminan)

Pengetahuan dan kemampuan karyawan untuk melayani dengan rasa percaya

diri.

4. Emphaty (Empati)

Karyawan harus memberikan perhatian secara individual kepada konsumen

dan mengerti kebutuhan konsumen.

5. Tangible (Keberwujudan)

Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan alat-alat komunikasi.

Kriteria yang di gunakan oleh konsumen untuk mengevaluasi kualitas jasa yaitu:

1. Credibility (kredibilitas) perusahaan dan pegawainya jujur dan dapat di

percaya sebagai penyedia jasa.

2. Security (keamanan), jasa yang di berikan bebas dari bahaya, resiko dan

kerugian. Access (akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat

tanpa perlu banyak menunggu.

3. Communication (komunikasi), menjelaskan dalam bahasa yang dapat

dimengerti oleh konsumen.

4. Understanding The Custoumer (memahami konsumen), berusaha memahami

kebutuhan dan keinginan konsumen.

5. Tangibles (nyata), penampilan dan fasilitas fisik, perlengkapan dan pegawai

6. Reliability (keandalan) kemampuan memberikan jasa secara konsisten dan

tepat.

37

7. Responsiveness (responsif), kemampuan untuk menolong konsumen dan

penyediaan jasa dengan tepat.

8. Competence (kompetensi), para pegawai memiliki kemampuan dan keahlian

serta pengetahuan yang di perlukan.

9. Courtesy (kesopanan), pegawai harus ramah, terhormat, perhatian dan

bersahabat.

10. Access (Akses), mudah di dapat pada tempat dan waktu yang tepat tanpa perlu

banyak menunggu.

2.4. Persepsi Pelanggan

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses memperhatikan dan menyeleksi,

mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus lingkungan melalui panca indera

(pendengaran, penglihatan, perasa, penciuman, dan peraba). Meskipun demikian,

makna dari proses persepsi tersebut juga dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu

individu yang bersangkutan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

persepsi pelanggan adalah harga, citra, tahap pelayanan, dan momen pelayanan.

Persepsi pelanggan terhadap produk atau jasa berpengaruh terhadap tingkat

kepentingan pelanggan, kepuasan pelanggan, dan nilai pelanggan (Rangkuti,

2003).

2.4.1. Tingkat Kepentingan Pelanggan

Tingkat kepentingan pelanggan didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan

sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar

acuan dalam menilai kinerja produk jasa tersebut (Rangkuti, 2003). Menurut

Lovelock (2005), menyatakan bahwa ada dua tingkat kepentingan pelanggan,

yaitu :

1. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang akan diterima

pelanggan tanpa merasa tidak puas.

2. Desire service adalah tingkat kualitas jasa yang diidam-idamkan, yang

diyakini pelanggan dapat dan seharusnya diberikan.

38

Diantara adequate service dengan desire service terdapat zone of tolerance, yaitu

rentang dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan

(Lovelock, 2005).

2.4.2. Kepuasan Pelanggan

Irawan (2007) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai persepsi

pelanggan terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Pelanggan

tidak akan puas apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum

terpenuhi dan sebaliknya pelanggan akan puas apabila persepsinya sama atau

lebih dari yang diharapkan. Kepuasan pelanggan, selain dipengaruhi oleh persepsi

kualitas jasa, juga ditentukan oleh kualitas produk, harga, kualitas pelayanan

(service quality) dan faktor-faktor yang bersifat situasional (emotional factor).

Menurut Kotler (2005), kepuasan didefenisikan sebagai perasaan senang

atau kecewaa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara

persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-

harapannya. Jika kinerja berada dibawah harapan pelanggan tidak puas, jika

kinerja memenuhi harapan pelanggan puas dan jika kinerja melebihi harapan

pelanggan sangat puas. Sedangkan menurut Lovelock (2005), kepuasan pelanggan

adalah keadaan emosional, reaksi pasca pembelian mereka dapat berupa

kemarahan, ketidakpuasan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan, atau

kesenangan.

2.4.3. Nilai Pelanggan

Drucker dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa tugas pertama sebuah

perusahaan adalah menciptakan pelanggan. Nilai yang diterima pelanggan

(Customer Delivered Value) adalah selisih antara total customer value atau jumlah

nilai bagi pelanggan dan total customer cost atau biaya total pelanggan. Total

customer value adalah kumpulan mamfaat yang diharapkan diperoleh pelanggan

dari produk atau jasa tertentu. Total customer cost adalah kumpulan pengorbanan

yang diperkirakan pelanggan akan terjadi dalam mengevaluasi, memperoleh dan

menggunakan produk jasa tersebut.

39

Menciptakan nilai untuk pelanggan berkaitan dengan konsep 8 P (Lovelock,

2005), yaitu :

1. Tempat dan waktu (place and time), keputusan manajemen tentang kapan, di

mana, dan bagaimana menyampaikan jasa tersebut kepada pelanggan.

2. Proses (process), metode pengoperasian atau serangkaian tindakan tertentu,

yang umumnya berupa langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu urutan

yang telah ditetapkan.

3. Produktivitas (productivity), seberapa efisien pengubahan input jasa menjadi

output yang menambah nilai bagi pelanggan.

4. Produk (product), semua komponen kinerja jasa yang menciptakan nilai bagi

pelanggan.

5. Orang (people), karyawan (dan kadang-kadang pelanggan lain) yang terlibat

dalam proses produksi.

6. Promosi dan edukasi (promotion and education), semua aktivitas dan alat

yang menggugah komunikasi yang dirancang untuk membangun prefensi

pelanggan terhadap jasa dan penyedia jasa tertentu.

7. Bukti fisik (phisical evidence), petunjuk visual atau berwujud lainnya yang

memberi bukti atas kualitas jasa.

8. Harga dan biaya jasa lainnya (price and others cost service), pengeluaran

uang, waktu dan usaha oleh pelanggan untuk membeli dan mengkomsumsi

jasa.

Menurut Rangkuti (2003) nilai didefinisikan sebagai pengkajian secara

menyeluruh manfaat suatu produk yang didasarkan pada persepsi pelanggan atas

apa yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh produk

tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari produk. Selain

uang, pelanggan mengeluarkan waktu dan tenaga guna mendapatkan suatu

produk.

2.4.4. Proses Kepuasan Pelanggan

Kepuasan pelanggan terhadap suatu jasa ditentukan oleh tingkat kepentingan

pelanggan sebelum menggunakan jasa dibandingkan dengan hasil persepsi

pelanggan terhadap jasa tersebut setelah pelanggan merasakan kinerja jasa

40

tersebut. Salah satu faktor yang menentukan kepuasan pelanggan adalah kualitas

pelayanan yang terdiri dari lima dimensi pelayanan. Kesenjangan merupakan

ketidaksesuaian antara pelayanan yang dipersepsikan (perceived service) dan

pelayanan yang diharapkan (expected service).

Kesenjangan terjadi apabila pelanggan mempersepsikan pelayan yang

diterimanya lebih tinggi daripada desired service atau lebih rendah daripada

adequate service kepentingan pelanggan tersebut. Dengan demikian, pelanggan

dapat merasakan sangat puas, atau sebaliknya, sangat kecewa (Rangkuti 2003).

Persepsi Pelanggan

Perceived Service

Desired Service

Adequate Services

Pelanggan sangat puas

Pelanggan sangat tidak puas

Harapan Pelanggan

Sumber: Rangkuti, 2003

Gambar 4. Diagram Proses Kepuasan Pelanggan

2.4.5. Survei Kepuasan Pelanggan

Survei kepuasan pelanggan merupakan salah satu cara untuk mengetahui

nilai-nilai yang terdapat dalam diri pelanggan (customer values). Survei kepuasan

pelanggan perlu dilakukan oleh suatu perusahaan agar perusahaan memperoleh

umpan balik (feed back) dari pelanggan sehingga tercapai komunikasi dua arah

(two ways traffic communication) antara kedua belah pihak.

Menurut Berry dalam Lovelock (2005) agar survei yang berkelanjutan

seharusnya dilakukan dengan menggunakan portfolio teknik riset yang

membentuk sistem informasi kualitas jasa (service quality information system)

suatu perusahaan. Pendekatan yang memungkinkan mencakup :

1. Survei transaksi (transactional survey), didesain untuk mengukur kepuasan

dan persepsi pelanggan tentang pengalaman jasa pada saat masih segar dalam

ingatan pelanggan tersebut.

41

2. Survei pasar menyeluruh (total market survey), mengukur penilaian total

pelanggan terhadap kualitas jasa.

3. Belanja misterius, orang yang disewa perusahaan untuk bertindak sebagai

pelanggan biasa.

4. Survei pelanggan yang baru, berkurang, dan sebelumnya, bertanya kepada

pelanggan sebelumnya mengapa mereka berpindah dapat sangat membantu –

kalau informasinya menenangkan hati – untuk melihat bidang – bidang di

mana kekurangan kualitas jasa suatu perusahaan.

5. Wawancara kelompok fokus (focus group interview), dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan kepada sekelompok wakil pelanggan tentang masalah

atau topik khusus.

6. Laporan lapangan karyawan, merupakan metode sistematis untuk mengetahui

apa yang dipelajari karyawan dari interaksi mereka dengan pelanggan dan dari

pengamatan langsung mereka terhadap perilaku pelanggan.

Salah satu tujuan penting dari survei kepuasan pelanggan adalah untuk membuat

produk atau jasa yang ditawarkan dapat memberikan keuntungan yang optimal

kepada pelanggan tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan yang

bersangkutan sehingga perusahaan dapat menghasilkan produk atau jasa yang

mampu menciptakan nilai superior kepada pelanggan.

2.4.6. Manfaat Pengukuran Mutu dan Kepuasan Pelanggan

Supranto (2001) menyatakan bahwa pengukuran tingkat kepuasan erat

hubungannya dengan mutu produk (barang atau jasa). Pengukuran aspek mutu

bermanfaat bagi pimpinan bisnis, antara lain :

1. Mengetahui dengan baik bagaimana jalannya atau bekerjanya proses bisnis.

2. Mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan

perbaikan secara terus-menerus untuk memuaskan pelanggan, terutama untuk

hal-hal yang dianggap penting oleh para pelanggan.

3. Menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan

(improvement).

Menurut Gerson (2004), ada lima manfaat dari pengukuran mutu dan kepuasan

pelanggan, sebagai berikut :

42

1. Pengukuran menyebabkan orang memiliki rasa berhasil dan berprestasi, yang

kemudian diterjemahkan menjadi pelayanan yang prima kepada pelanggan.

2. Pengukuran bisa dijadikan dasar menentukan standar kinerja dan standar

prestasi yang harus dicapai, yang akan mengarahkan menuju mutu yang

semakin baik dan kepuasan pelanggan meningkat.

3. Pengukuran memberikan umpan balik segera kepada pelaksana, terutama bila

pelanggan sendiri yang mengukur kinerja pelaksana atau perusahaan yang

memberikan pelayanan.

4. Pengukuran memberitahukan anda apa yang harus dilakukan untuk

memperbaiki mutu dan kepuasan pelanggan serta bagaimana harus

melakukannya.

5. Pengukuran memotivasi orang untuk melakukan dan mencapai tingkat

produktivitas yang lebih tinggi.

2.5. Kerangka Pemikiran

Semangat kewirausahaan pada era Global ini tidak hanya di dominasi oleh

sektor privat saja, sektor publik pun perlu segera menerapkannya, betapa tidak,

dengan munculnya dan berkembangnya sektor privat yang mampu memberikan

public service maupun public good yang lebih baik kepada masyarakat maka

secara langsung maupun tidak langsung birokrasi pemerintahan mempunyai

kompetitor (Krisna: 2003).

Pengelolaan pasar adalah menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai

pelayanan sektor publik terhadap masyarakat karena dengan meningkatkan

pelayanan dan pengelolaan Pasar Citeureup I akan meningkatkan pula retribusi

pasar, maupun retribusi kebersihan pasar. Sebaliknya jika pengelolaan dan

pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah kurang efektif dan kurang

efisien sementara pihak yang dilayaninya terus dituntut untuk memenuhi

kewajiban dengan jalan membayar berbagai jenis retribusi, sementara di sisi lain

hak-hak mereka kurang dipenuhi, pada akhirnya akan timbul ketidakpuasan dari

para konsumen/pelanggan pasar, maka semakin lama akan meninggalkan pasar

tradisional karena ketika mereka masuk ke pasar sudah di pungut berbagai biaya,

43

sementara kenyamanan serta pelayanan terhadap sarana dan prasarana tidak

dirasakan sesuai dengan keinginan para pelanggan.

Pengelolaan pasar tradisional sebagai indikatornya adalah : (1) Sistem

manjemen pengelolaan keuangan, (2) Sistem pengelolaan sampah, (3) Sistem

sarana dan parasarana, (4) Pengelolaan dan rasa aman, (5) pengelolaan dan

proteksi harga, dan (6) kepastian hukum. Jika semua telah terpenuhi maka tidak

menutup kemungkinan konsumen/pelanggan pasar yang tadinya sudah

meninggalkan pasar tradisional akan kembali lagi.

Dalam persaingan yang semakin tajam diantara perusahaan saat ini, maka

kepuasan pelanggan menjadi prioritas dimana tingkat kepentingan dan harapan

pelanggan serta pelaksanaan atau kinerja yang dilakukan perusahaan haruslah

sesuai. Perusahaan harus memperhatikan hal-hal yang dianggap penting oleh para

pelanggan, agar mereka merasa puas.

Meningkatnya pengelolaan pasar dan pengelolaan kebersihan pasar akan

meningkatkan retribusi pasar dan retribusi kebersihan, meningkatnya kedua

retribusi tersebut kalau pengelolaan pasar sudah berjalan dengan efektif dan

efisien sehingga konsumen akan menyukai berbelanja di pasar tradisional. Selain

itu pula pihak pemerintah harus mampu meningkatkan pengelolaan pasar dengan

menciptakan rasa aman, nyaman terhadap para konsumen yang berbelanja di pasar

tradisional.

Dengan meningkatkan pengelolaan pasar, nantinya akan berdampak kepada

sejauh mana tingkat kepuasan, terutama tingkat kepuasan pedagang di lingkungan

pasar. Selanjutnya akan dianalisis dan hasilnya akan dijadikan sebagai dasar

dalam penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I untuk pengelolaan

pasar yang lebih baik kedepan. Alur kerangka pemikiran yang telah diuraikan di

atas dapat dilihat pada Gambar 5.

44

Gambar 5: Alur Kerangka Pemikiran

Pasar Citeureup I

Visi & Misi

Pengelolaan Pasar

Kinerja

Kualitas Produk Kualitas jasa

Tanggapan pedagang

IPA dan CSI

Tingkat Kepentingan Tingkat kepuasan

Kepuasan pedagang

Analisis SWOT

Pemerintah Daerah

Rancangan Program

45

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian dilakukan di Pasar Citeureup I yang beralamat di Jalan Mayor Oking

Jaya Atmaja, Desa Citeureup, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, yang

dipilih secara sengaja. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan (dari

bulan Mei sampai Juli 2008).

3.2. Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder.

Data primer bersumber dari pedagang Pasar Citeureup I, Direksi PD Pasar Tohaga

Kab.Bogor dan pegawai Unit Pasar Citeureup I selaku penentu kebijakan. Data

sekunder diperoleh dari sumber berupa studi literatur dan data-data lain yang

berkaitan, seperti buku, literatur, internet dan surat kabar. Selain itu dilakukan

observasi kelapangan secara langsung.

3.3. Penyusunan dan Uji Coba Kuesioner

Kuesioner dibuat setelah didapatkan kerangka dari konsep penelitian yang

akan diukur. Kuesioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah

tertulis dan tersusun rapi. Isi kuesioner secara umum meliputi data karakteristik

responden, tingkat kepentingan responden terhadap kualitas pengelolaan,

permasalahan atau keluhan yang dihadapi pedagang, serta evaluasi tingkat

kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.

Sebelum kuesioner disebarkan kepada pedagang, kuesioner yang telah

disusun terlebih dahulu diuji dengan menggunakan sampel beberapa orang

responden. Pengujian kelayakan kuesioner dilakukan dengan uji coba kuesioner

kepada tiga puluh orang responden.

a. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau

keabsahan suatu instrumen penelitian. Instrumen dianggap valid apabila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan mampu memperoleh data yang tepat dari

46

variabel yang diteliti. Uji validasi digunakan untuk menentukan suatu besaran

yang menyatakan bagaimana kuat hubungan suatu variabel dengan variabel lain

(Umar,2001). Untuk korelasi antar pertanyaan dengan skor total digunakan rumus

teknik korelasi product moment Pearson (Umar, 2001) yaitu :

( ) ( )( )[ ] ( )[ ]∑ ∑∑ ∑

∑ ∑∑−−

−=

2222 YYnYXn

YXXYnr ……………………………….(1)

Dimana :

r = Angka Korelasi

n = Jumlah contoh dalam penelitian

X = Skor Pertanyaan

Y = Skor Total Responden n dalam menjawab seluruh pertanyaan

Bila diperoleh r hitung lebih besar dari r tabel pada tingkat signifikasi ( ά )

0,05 maka pernyataan pada kuesioner mempunyai validitas konstruk atau terdapat

konsistensi internal dalam pernyataan tersebut dan layak digunakan.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah tingkat keandalan kuesioner. Kuesioner yang reliabel

adalah kuesioner yang apabila dicobakan secara berulang kepada kelompok yang

sama akan menghasilkan data yang sama. Uji reliabilitas dilakukan terhadap

pertanyaan tingkat kepentingan pedagang dan tingkat kepuasan pedagang untuk

mengetahui konsistensi alat ukur dalam mengukur gejala yang sama atau untuk

mengetahui tingkat kesalahan pengukuran. Menurut Supranto (2001) pengukuran

reliabilitas kuesioner dapat menggunakan teknik Cronbach Alpha dengan bantuan

Microsoft SPSS versi 13.00 for Windows. Rumus dari teknik Cronbach ditulis

sebagai berikut :

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

−= ∑

2

2

11 t

b

kkr

σ

σ……………....…………...............(2)

Dimana :

r = Reliabilitas instrumen

k = Banyak butir pertanyaan

σt² = Ragam total

47

Σσb² = Jumlah ragam butir

Rumus ragam yang digunakan :

( )

nnX

X∑ ∑=

22

σ ……………………………………………..(3)

Dimana :

N = Jumlah responden

X = Nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor

butir pertanyaan)

Menurut George dan Malary dalam Gliem (2003), dinyatakan bahwa nilai

reliabilitas terbagi dalam beberapa kriteria, yaitu α.> 0,9 artinya sempurna

(exellent), α.> 0,8 artinya baik (good), α > 0,7 artinya dapat diterima (acceptable),

α > 0,6 artinya diragukan (questionable), > 0,5 artinya lemah (poor) dan α < 0,5

artinya tidak dapat diterima (inacceptable).

Menurut Santoso (2006), setelah didapat korelasi hitung, lalu bandingkan

dengan korelasi pada tabel r product moment dengan taraf significansi 5 persen.

Jika r yang di hitung positif dan lebih besar dari tabel maka kuesioner tersebut

reliabel dan sebaliknya jika r yang di hitung lebih kecil dari r pada tabel, maka

kuesioner tersebut tidak reliabel. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa angka

αCronbach minimal adalah 0,7 untuk menyatakan bahwa pertanyaan dapat dikatakan

reliabel (Santoso, 2006).

3.4. Metode Penarikan Sampel dan Jumlah Sampel

Metode penarikan sampel yang di gunakan adalah Accidental Sampling.

Jumlah responden ditentukan secara proporsional.

Penentuan jumlah responden didasarkan pada pendapat Slovin dalam

Umar (2001) dengan rumus :

)1( 2NeNn

+= ......……………………...........................(4)

48

Dimana :

n = Jumlah responden

N = Ukuran populasi

e = Persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan

pengambilan contoh yang dapat ditolerir

Menurut Sevilla dalam Umar (2001) dalam penggunaan rumus diatas

persentase kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel

yang masih dapat ditolerir adalah sebesar 10%. Populasi pedagang Pasar

Citeureup I per Mei 2008 sebesar 967 pedagang. Dengan demikian jumlah

sampel yang diambil berdasarkan rumus di atas adalah :

967…… ……

n = = 90,63 ≈ 100 responden

(1 + 967x 0,1 ²)

Berdasarkan proporsi yang ada, ditentukan :

Jumlah pedagang di kios diambil sebanyak : 408 x n = 42,19 ≈ 42 responden 967

Jumlah pedagang di los diambil sebanyak : 97 x n = 10,03 ≈ 10 responden 967

Jumlah pedagang di radius diambil sebanyak : 100 x n = 10,34 ≈ 10 responden 967

Jumlah pedagang kaki lima diambil sebanyak:362 x n = 37,44 ≈ 38 responden 967

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data mengenai kepuasan pedagang yang ditinjau melalui tingkat

kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup

I diperoleh melalui :

1. Kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang berkaitan dengan topik penelitian,

disebarkan kepada responden.

49

2. Wawancara, yaitu suatu metode pengumpulan data primer dengan cara

mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden. Selain itu juga

dilakukan wawancara kepada pihak pengelola Pasar Citeureup I.

3. Studi kepustakaan, dengan cara mencari literatur, penelusuran data

kepustakaan, buku, surat kabar dan internet.

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengidentifikasian karakteristik pedagang Pasar Citeureup I menggunakan

teknik analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif. Sedangkan untuk menganalisis

mengenai tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap kualitas

pengelolaan Pasar Citeureup I dilakukan dengan metode Importance and

Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Indeks (CSI).

Pengukuran tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan menggunakan skala 5

peringkat (Skala Likert) dengan jenis data adalah data ordinal. Menurut Kinnear

dalam Umar (2001), Skala Likert ini berhubungan dengan pernyataan tentang

sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju-tidak setuju, senang-tidak

senang, dan baik-tidak baik. Dalam Skala Likert, kemungkinan jawaban tidak

hanya sekedar “setuju” dan “tidak setuju” saja, melainkan dibuat dengan lebih

banyak kemungkinan jawaban (Rangkuti, 1997). Skala 5 peringkat yang

dimaksud dalam penelitian terdiri dari Sangat Penting/Sangat Puas,

Penting/Puas, Netral, Kurang Penting/Kurang Puas, Tidak Penting/Tidak Puas.

Kelima penilaian tersebut diberi bobot sebagai berikut :

a. Jawaban sangat penting/sangat puas diberi bobot 5

b. Jawaban penting/puas diberi bobot 4

c. Jawaban netral diberi bobot 3

d. Jawaban kurang penting/kurang puas diberi bobot 2

e. Jawaban tidak penting/tidak puas diberi bobot 1

3.6.1. Importance and Performance Analysis

Analisis Importance-Performance dan Costumer Satisfaction Index (CSI)

digunak an untuk menjawab perumusan masalah mengenai sejauh mana tingkat

50

kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap pengelolaan Pasar Citeureup

I. Atribut penentu kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I

No Atribut Kualitas Pengelolaan Pasar Citeureup I Tangible (Kenyataan/bentuk fisik) 1 Kebersihan kantor unit pasar 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 3 Kondisi kebersihan pasar 4 Kondisi MCK di pasar 5 Kondisi Tempat Usaha/berdagang Reliability (Keandalan/kepercayaan) 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 8 Besarnya sewa tempat usaha 9 Besarnya retribusi Responsiveness (Ketanggapan)

10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 11 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada Assurance (Jaminan/kepastian)

12 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 14 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang Emphaty (Empati)

15 Sikap pegawai unit pasar Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan

16 teratur 17 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum

Analisis tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pelanggan dilakukan

dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan pedagang terhadap

atribut pengelolaan Pasar Citeureup I. Analisis tingkat kepentingan dan tingkat

kepuasan pelanggan dilakukan dengan diagram tingkat kepentingan dan tingkat

kepuasan pedagang terhadap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I.

Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja

akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat

kepentingan dan kinerja Pasar Citeureup I. Tingkat kesesuaian adalah hasil

perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan (Supranto,

2001). Tingkat kesesuaian ini akan menentukan urutan prioritas peningkatan

faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pedagang. Pada prioritas peningkatan

51

ini digunakan variabel X mewakili tingkat kinerja Pasar Citeureup I dan variabel

Y untuk tingkat kepentingan pedagang.

Menurut Supranto (2001) variabel-variabel tersebut dapat dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

%100xYXTk

i

ii = …………………………...........................(5)

Dimana :

Tk = Tingkat kesesuaian responden i

X = Skor penilaian kinerja perusahaan i

Y = Skor penilaian kepentingan pelanggan i

Sumbu mendatar (X) diisi oleh skor tingkat kepuasan pedagang, sedangkan

sumbu tegak (Y) diisi oleh skor tingkat kepentingan. Adapun skor tingkat

kepuasan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I ( X ) dan skor tingkat

kepentingan tiap atribut pengelolaan Pasar Citeureup I (Y ). Menurut Supranto

(2001), setiap faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan disederhanakan

dengan rumus sebagai berikut :

nX

X i∑= …………………………………………………(6)

nY

Y i∑= ………………………….………………………..(7)

Dimana :

N = Jumlah responden

= Skor rata-rata tingkat kepuasan pada tiap atribut pengelolaan

Pasar Citeureup I X

= Skor rata-rata kepentingan pada tiap atribut pengelolaan

Pasar Citeureup I Y

Selanjutnya nilai rata-rata tingkat kepentingan atribut dan kepuasan/kinerja

perusahaan kemudian dianalisis pada diagram kartesius (Importance-Performance

52

Matrik). Diagram kartesius (Importance-Performance Matrik) merupakan suatu

bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang

berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X XY, ) (Supranto,2001) dimana

merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang terhadap

seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup,. dan Y adalah rata-rata dari skor

tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas pengelolaan Pasar

Citeureup I. Seluruh atribut kualitas pengelolaan diberi simbol K dengan rumus

sebagai berikut :

KX

X iNi 1=∑

= ………………….....………………………(8)

KY

Y iNi 1=∑

= ……………………......…………………….(9)

Dimana :

K = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan

Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi

menjadi empat bagian kedalam diagram kartesius yang menunjukkan bahwa

kuadran I adalah prioritas utama, kuadran II adalah pertahankan, kuadran III

adalah prioritas rendah, kuadran IV adalah berlebihan. Keempat kuadran tersebut

disajikan pada Gambar 6.

Penting

Kepentingan

Kurang penting

XKurang Baik Kinerja Baik

A Prioritas Utama

B Prioritas Prestasi

C Prioritas Rendah

D Berlebihan

Y

Y

X

53

Sumber: Supranto (2001)

Gambar 6. Diagram Kartesius (Importance-Performance Matrik)

Berdasarkan diagram tersebut, maka perusahaan dapat merumuskan srategi

yang dapat dilakukan berkenaan dengan posisi masing-masing atribut pada

keempat kuadran tersebut yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Kuadran A (Atributtes to Improve)

Menunjukkan faktor atau atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan

pelanggan, termasuk unsur-unsur jasa yang dianggap sangat penting, namun

manajemen belum melaksanakannya sesuai keinginan pelanggan. Sehingga

mengecewakan/tidak puas.

2. Kuadran B (Maintenace Performance)

Posisi ini menunjukkan unsur jasa pokok yang telah berhasil dilaksanakan

oleh pasar, untuk itu wajib dipertahankannya. Dianggap sangat penting dan

memuaskan.

3. Kuadran C (Atributtes to Maintain)

Posisi ini menunjukkan beberapa atribut kualitas jasa yang kurang penting

pengaruhnya bagi pelanggan, dan pelaksanaannya oleh pasar biasa-biasa saja.

Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. Peningkatan atribut-atribut

ini dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat

yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.

4. Kuadran D (Main Priority)

Posisi ini menunjukkan faktor yang kurang penting pengaruhnya bagi

pelanggan, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting

tetapi sangat memuaskan dalam pelaksanaannya. Atribut-atribut yang

termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat

menghemat biaya.

3.6.2. Customer Satisfaction Indeks

Customer Satisfaction Indeks (CSI) digunakan untuk menentukan tingkat

kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang

mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut kualitas jasa yang

54

diukur. Menurut Santoso (2006), perusahaan yang memperoleh nilai indeks

tertinggi akan mendapatkan penghargaan ICSA (Indonesian Customer Satisfaction

Award). ICSA dilakukan untuk mengetahui rangking perusahaan yang

memperhatikan kepuasan pelanggan yang melibatkan ribuan responden.

Metode pengukuran CSI ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut (Stratford,

2007);

1. Menghitung importance weighting factors, yaitu mengubah nilai rata-rata

tingkat kepentingan menjadi angka persentase dari total nilai rata-rata tingkat

kepentingan untuk seluruh atribut yang diuji, sehingga didapatkan total

importance weighting factor 100%.

2. Menghitung weighted score, yaitu nilai perkalian antara rata-rata tingkat

kinerja/kepuasan masing-masing atribut dengan importance weighting factor

masing-masing atribut.

3. Menghitung weighted total, yaitu menjumlahkan weighted score dari semua

atribut kualitas jasa.

4. Menghitung satisfaction indeks, yaitu weighted total dibagi skala maksimal

yang digunakan (penelitian ini menggunakan skala maksimal 5), kemudian

dikali 100%.

Tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dapat dilihat dari kriteria

tingkat kepuasan pelanggan. Adapun kriterianya berdasarkan panduan survei

kepuasan pelanggan PT. Sucofindo dalam Aditiawarman (2000), yaitu sebagai

berikut :

0,00-0,34 = tidak puas

0,35-0,50 = kurang puas

0,51-0,65 = cukup puas

0,66-0,80 = puas

0,81-1,00 = sangat puas

3.7. Rancangan Program

Perancangan program merupakan bagian lanjutan dari kegiatan hasil

penelitian “Analisis Kepuasan Pedagang Terhadap Pengelolaan Pasar dan Strategi

Pengembangan Pasar (Kasus di Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor)”, selanjutnya

55

dikomunikasikan kepada stakeholders untuk sama-sama menyusun rancangan

program yang aplikatif. Metode perancangan program digunakan untuk

mengetahui hasil kajian melalui pembahasan hasil kajian yang dilandasi pada

tinjauan pustaka. Metode perancangan ini diarahkan untuk meningkatkan peran

aktif pemerintah daerah sebagai penyelenggara pengelolaan pasar dan peran serta

masyarakat dalam hal ini pedagang.

Perumusan strategi yang digunakan dibagi dalam tiga tahap pengambilan

keputusan. Tahap satu dalam kerja perumusan strategis terdiri dari Matriks

Evaluasi Faktor Eksternal (External Factor Evaluation-EFE), Matriks Evaluasi

Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE), dan Matriks Profil Kompetitif

(Competitive Profile Matrix-CPM). Tahap satu disebut tahap input, meringkas

informasi dasar yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi. Tahap dua disebut

tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi yang layak

dengan mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci.

Teknik tahap dua mencakup Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-

Ancaman (SWOT), Matriks Evaluasi Tindakan dan Posisi Strategis (SPACE),

Matriks Boston Consulting Group (BCG), Matiks Internal-Eksternal (IE), dan

Matriks Strategi Besar. Tahap tiga disebut tahap keputusan yang melibatkan

strategi tunggal yaitu Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (QSPM). Matriks

Perencanaan Strategis Kuantitatif menggunakan input dari tahap satu untuk

mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan

demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik (David,

2006) Dalam kajian pembangunan daerah ini metode perumusan strategi yang

dipilih adalah Matriks IFE-EFE, Analisis SWOT dan Analisis QSPM.

3.7.1. Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)

Matriks evaluasi faktor eksternal (External Factor Evaluation-EFE Matrix)

merupakan alat bantu dalam merangkum dan mengevaluasi informasi eksternal

yang meliputi informasi ekonomi, sosial, budaya, demografi, linkungan, politik,

pemerintah, hukum, teknologi dan persaingan. Bentuk matriks EFE dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Matriks External Factor Evaluation.

56

Faktor Kunci Sukses Bobot Rating Nilai terbobot

Peluang :

1.

2.

Ancaman :

1.

2.

Total 1,000 Sumber : Tripomo dan Udan (2005)

Tahapan-tahapan untuk membentuk suatu matriks EFE menurut David

(2006) yang juga dikemukakan oleh Tripomo dan Udan (2005) adalah :

1. Buat daftar faktor eksternal yang diperoleh dari proses identifikasi situasi

organisasi, yaitu berupa faktor peluang dan ancaman yang diduga akan

muncul dan sangat mempengaruhi keberhasilan organisasi-organisasi tersebut.

2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai

dengan 1,0 (sangat penting). Bobot ini menunjukkan tingkat penting relatif

dari faktor eksternal tersebut. Peluang sering dibobot lebih tinggi dari

ancaman, tetapi ancaman juga dapat diberi bobot yang tinggi jika sangat serius

atau sangat mengancam. Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan

kepada semua faktor harus sama dengan 1,0.

3. Berikan rating setiap faktor untuk menujukkan seberapa efektif strategi

organisasi saat ini untuk merespon faktor tersebut. Nilai 4 menunjukkan

bahwa kondisi organisasi saat ini sangat sesuai untuk mengantisipasi

peluang/ancaman pada setiap faktor. Nilai 1 menunjukkan bahwa kondisi

organisasi saat ini diperkirakan tidak mampu menangani peluang/ancaman

pada faktor tersebut. Pemberian rating mengacu kepada kondisi organisasi

sedangkan pemberian bobot mengacu kepada pentingnya suatu faktor pada

industri.

4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai

terbobot (weight score).

5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot

bagi organisasi.

57

6. Kemungkinan total jumlah nilai terbobot tertinggi adalah 4,0 dan

kemungkinan terendah adalah 1,0. Rata-rata jumlah nilai terbobot adalah 2,5.

Total nilai sama dengan 4,0 menunjukkan bahwa organisasi merespon sangat

baik untuk setiap peluang dan ancaman, yaitu memaksimalkan peluang dan

meminimumkan ancaman yang ada.

Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal Factor Evaluation-IFE Matriks)

merupakan alat formulasi strategis yang meringkas dan mengevaluasi kekuatan

dan kelemahan utama organisasi. Bentuk matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 4.

Seperti diungkapkan David (2006) serta Tripomo dan Udan (2005), langkah-

langkah membentuk matriks IFE adalah sebagai berikut:

1. Tuliskan faktor internal utama yang diidentifikasi dari audit internal, termasuk

faktor kekuatan dan kelemahan organisasi.

2. Berikan bobot untuk setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (sangat

penting). Bobot ini menunjukkan seberapa penting keberhasilan faktor

tersebut dalam industri yang bersangkutan. Jumlah seluruh bobot untuk setiap

faktor harus sama dengan 1,0.

3. Berikan rating untuk setiap faktor. Nilai 4 menunjukkan bahwa kondisi

organisasi pada suatu faktor sangat kuat, sedangkan nilai 1 menunjukkan

bahwa kondisi organisasi pada suatu faktor sangat lemah.

4. Lakukan perkalian bobot dengan rating setiap faktor untuk menentukan nilai

terbobot.

5. Lakukan penjumlahan seluruh nilai terbobot untuk menentukan nilai terbobot

bagi organisasi. Jumlah total nilai terbobot dapat bervariasi dari yang terendah

(1,0) sampai dengan yang tertinggi (4,0) dengan nilai rata-rata 2,5. Nilai

dibawah 2,5 menunjukkan bahwa organisasi lemah secara internal, sedangkan

nilai diatas 2,5 menunjukkan bahwa organisasi memiliki posisi yang kuat

secara internal.

Tabel 4. Matriks Internal Factor Evaluation

Faktor Kunci Sukses Bobot Rating Nilai Terbobot

58

Kekuatan :

1.

2.

Kelemahan :

1.

2.

Total 1,000 Sumber : Tripomo dan Udan (2005)

Pembobotan di tempatkan pada kolom kedua matrik IFE dan matriks EFE.

Penentuan bobot variabel dilakukan dengan melakukan identifikasi faktor internal

dan eksternal dengan menggunakan metode Paired Comparison. Metode ini di

gunakan untuk memberikan penilaian pada bobot setiap faktor penentu internal

dan eksternal. Bentuk penilaian bobot faktor strategis internal oleh Tabel 5

sedangkan Tabel 6 menunjukan bentuk penilaian bobot faktor strategis eksternal.

Tabel 5. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal

Faktor Strategis Internal A B C ... Total Bobot

A

B

C

...

Total

Untuk menentukan bobot setiap varibel di gunakan skala 1,2, dan 3. Skala

yang di gunakan untuk pengisian kolom adalah :

1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal

2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal

3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap

jumlah nilai keseluruhan variabel dengan rumus :

59

∑=

= n

i

i

Xi

Xia

1

Dengan : = Bobot variabel ke 1 ia

Xi = Nilai variabel ke 1

i = 1,2,3...,n

n = Jumlah variabel

Tabel 6. Bentuk Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal

Faktor Strategis Eksternal A B C ... Total Bobot

A

B

C

...

Total

3.7.2. Analisis Matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT)

Analisis dengan menggunakan SWOT bertujuan untuk mengidentifikasikan

alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan sesuai untuk

dilaksanakan (Tripomo dan Udan, 2005). Salah satu alasan perlunya dilakukan

identifikasi terhadap faktor-faktor internal dan eksternal dengan menggunakan

matriks IFE dan EFE adalah penentuan analisis SWOT dilakukan setelah

mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada.

Unsur-unsur SWOT meliputi Strength (S) yang berarti mengacu kepada

keunggulan kompetisi lainnya; Weakness (W) yang merupakan hambatan yang

membatasi pilihan-pilihan pada pengembangan strategi, Oppurtunity (O) yang

menggambarkan kondisi yang menguntungkan atau peluang yang membatasi

penghalang, dan Threat (T) yang berhubungan dengan kondisi yang dapat

menghalangi atau ancaman dalam mencapai tujuan. Matriks SWOT ini

mengembangkan empat tipe strategi yaitu: SO (kekuatan-peluang – strength-

opportunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-opportunities), ST

60

(kekuatan-ancaman – strengths-threats) dan WT (kelemahan-ancaman –

weakness-threats).

Input strategi yang digunakan pada matriks SWOT berasal atas responden

pemerintah daerah/pengelola pasar yang kemudian digabungkan dengan pihak

responden pasar. Hasil penggabungan tersebut diharapkan menghasilkan alternatif

strategi yang bermanfaat bagi kedua belah pihak. Matriks SWOT dapat dilihat

pada Tabel 7.

Tabel 7. Matriks SWOT

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (Strengths) 1............................ 2............................

Kelemahan (Weaknesses) 1............................. 2.............................

Peluang (Opportunities) STRATEGI S-O1............................. 2............................. 3.............................

STRATEGI W-O

Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang

Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Ancaman (Threats) STRATEGI S-T1............................. 2.............................

STRATEGI W-T

Gunakan kekuatan untuk menghindari ancaman

Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Dalam matriks SWOT alternatif formula strategi dilakukan dengan

melakukan perbandingan berpasangan. Perbandingan berpasangan adalah teknik

membandingkan sesuatu komponen dengan komponen lain dalam satu kategori

yang sama. Matriks SWOT membantu dalam melakukan perbandingan

berpasangan, antara kekuatan, peluang, kelemahan dan ancaman.

Penyajian yang sistematis dari matriks SWOT terdapat pada Tabel 7.

Matriks tersebut terdiri atas sembilan sel: empat sel faktor kunci, empat sel

strategi, dan satu sel yang dibiarkan kosong. Selanjutnya, ada delapan langkah

dalam pembuatan matriks SWOT:

1. Tuliskan peluang eksternal

2. Tuliskan ancaman eksternal

3. Tuliskan kekuatan internal

4. Tuliskan kelemahan internal

5. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan peluang-peluang eksternal

dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-O.

61

6. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal

dan mencatat hasilnya dalam strategi W-O.

7. Menyesuaikan kekuatan-kekuatan internal dengan ancaman-ancaman eksternal

dan mencatat hasilnya dalam sel strategi S-T.

8. Menyesuaikan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman-ancaman eksternal

dan mencatat hasilnya dalam strategi W-T.

3.7.3. Analisis Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (QSPM)

Setelah melewati tahap input dan pencocokan, selanjutnya adalah tahap

keputusan yang melibatkan strategi tunggal yaitu Matriks Perencanan Strategis

Kuantitatif ( Quantitative Strategic Planning Matrix - QSPM ). Matriks

Perencanaan Strategis Kuantitatif adalah alat yang memungkinkan penyusun

strategi untuk mengevaluasi alternatif dan eksternal yang telah diidentifikasi

sebelumnya (David, 2006)

Format dasar dari QSPM ditunjukkan pada Tabel 8. Kolom kiri QSPM

terdiri atas informasi yang didapat langsung dari matriks IFE-EFE. Masing-

masing bobot yang diterima oleh setiap faktor dalam matriks EFE dan matriks IFE

dicatat pada kolom yang berdekatan dengan faktor keberhasilan kunci.

Tabel 8. Penentuan Pilihan Strategis dengan Matriks QSPM

Alternatif Strategi

Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 Faktor-faktor

Strategis Bobot

NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT

PELUANG

ANCAMAN

KEKUATAN

KELEMAHAN

JUMLAH TOTAL NILAI DAYA TARIK

Keterangan : NDT (Nilai Daya Tarik)

TNDT (Total Nilai Daya Tarik)

62

Baris atas terdiri dari strategi alternatif yang layak dan dibagi-bagi ke dalam

setiap kolom yang berisi Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score - AS) dan Nilai

Total Daya Tarik (Total Attractiveness Score - TAS), serta pada baris paling

bawah yaitu penjumlahan Total Nilai Daya Tarik (Sum Total Attractiveness Score

-STAS). Tahap ini merupakan tahap keputusan strategi yang akan dilakukan oleh

sebuah organisasi, berdasarkan alternatif solusi yang didapat dari matriks EFI/IFE,

Analisis SWOT, dan Matriks SPACE. Matriks QSP menentukan daya tarik relatif

dari berbagai strategi berdasarkan sejauh mana faktor-faktor sukses kritis

eksternal dan internal dimanfaatkan atau diperbaiki.

Quantitative Strategic Planning Matriks (QSPM) merupakan alat yang

memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara objektif berdasarkan

pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Data yang ada dimasukkan dalam

tabel yang telah dipersiapkan dan selanjutya dianalisis. Selanjutnya untuk

menentukan strategi yang paling sesuai maka dilanjutkan dengan analisis dengan

menggunakan Tabel Analisis Strategi (Tabel 8) dengan langkah-langkah yang

dilakukan sebagai berikut :

Langkah 1 : Daftarkan peluang/ancaman kunci eksternal dan

kekuatan/kelemahan internal dalam kolom kiri QSPM.

Langkah 2 : Berikan nilai/bobot untuk setiap faktor (identik dengan nilai yang

diberikan pada matriks IFE dan EFE ).

Langkah 3 : Memeriksa (Pencocokan) Matrik dan mengidentifikasi strategi

alternatif yang harus dipertimbangkan untuk ditetapkan.

Langkah 4 : Menetapkan nilai daya tarik, yaitu 1 = tidak menarik, 2 = agak

menarik, 3 = cukup menarik, dan 4 = amat menarik.

Langkah 5 : Menghitung total nilai daya tarik, yang merupakan hasil perkalian

bobot dengan nilai daya tarik dalam setiap baris. Semakin tinggi

total nilai daya tarik semakin menarik strategi tersebut.

Langkah 6 : Menghitung Jumlah total nilai daya tarik. Menunjukkan total nilai

daya tarik, dalam setiap kolom strategi QSPM, jumlah ini

menunjukkan strategi mana yang paling menarik dalam setiap sel

strategi. Semakin tinggi nilai daya tarik menunjukkan strategi itu

semakin menarik.

63

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Letak dan Kondisi Fisik Wilayah

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Propinsi

Jawa Barat yang pada tahun 2004 memiliki luas wilayah 2.301,95 kilometer

persegi dan terletak antara 6 19’- 6 47’ Lintang selatan dan 106 1’- 107 103’

Bujur Timur. Secara geografis, batas sebelah utara Kabupaten Bogor adalah

Kabupaten Tangerang, Kabupaten/Kota Bekasi dan Kota Depok, sedangkan

sebelah selatan adalah Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur. Sebelah

timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Karawang, sementara

di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan di

tengah-tengah Kabupaten Bogor terdapat Kota Bogor (BPS Kabupaten Bogor,

2005).

Wilayah Kabupaten Bogor saat ini merupakan wilayah penyangga DKI

Jakarta. Posisi geografis kecamatan-kecamatan yang termasuk dalam wilayah

pembangunan Bogor Tengah yang berdampingan dengan pusat-pusat

pertumbuhan ekonomi menunjukkan fungsi dan peran Kabupaten Bogor tersebut.

Dengan demikian Kecamatan Citeureup yang terletak di wilayah Bogor Tengah

berperan sebagai pemasok berbagai kebutuhan pasar di wilayah sekitarnya

terutama pusat-pusat kegiatan ekonomi seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan

Bekasi.

Ditinjau dari topografi, wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi yaitu

terdiri dari daerah pegunungan dan dataran rendah. Posisi sungai-sungai

membentang dan mengalir dari daerah pegunungan di daerah selatan kearah utara.

Daerah Aliran Sungai (DAS) terdiri dari enam DAS, yaitu: DAS Cidurian, DAS

Cimanceuri, DAS Cisadane, DAS Ciliwung, Sub Das Kali Bekasi dan Sub DAS

Cipamingkit dan Cibeet. Di Kabupaten Bogor juga terdapat 95 buah danau atau

situ-situ dengan luas 437.3 Ha (BPS Kabupaten Bogor 2005).

64

4.2. Adminstrasi Pemerintahan dan Wilayah Pelayanan

Secara administrasi Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan dan 427

desa yang terbagi menjadi 199 desa kota dan 228 desa pedesaan. Lima diantara 40

kecamatan di Kabupaten Bogor merupakan kecamatan baru hasil pemekaran.

Kelima kecamatan tersebut adalah Kecamatan Leuwisadeng yang merupakan

pemekaran dari Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Tanjungsari yang merupakan

pemekaran dari Kecamatan Cariu, Kecamatan Cigombong yang merupakan

pemekaran Kecamatan Cijeruk, Kecamatan Tajur Halang merupakan Pemekaran

Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Tenjolaya yang merupakan pemekaran

Kecamatan Ciampea (BPS Kabupaten Bogor 2005).

Wilayah Kabupaten Bogor dikelompokkan ke dalam tiga wilayah

pembangunan, yaitu: strategi percepatan di wilayah Bogor Barat mencakup 13

kecamatan; strategi pengendalian di wilayah Bogor Tengah mencakup 20

kecamatan; dan strtaegi pemantapan di wilayah Bogor Timur mencakup 7

kecamatan. Wilayah Bogor Tengah terdiri dari Kecamatan Dramaga, Ciomas,

Tamansari, Cijeruk, Cigombong, Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung,

Sukaraja, Babakan Madang, Citeureup, Cibinong, Bojonggede, Tajur Halang,

Kemang, Rancabungur, Parung, Ciseeng dan Kecamatan Gunungsindur.

4.3. Struktur Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bogor yang tinggi merupakan potensi

yang menguntungkan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan Pendapatan

Asli Daerah (PAD). Pada tahun 2003, PAD Kabupaten Bogor sebesar

Rp.148.921,78 juta sedangkan pada tahun 2004 meningkat menjadi

Rp.166.260,11 juta. Jika dihitung persentasenya terhadap PDRB maka perubahan

setiap tahunnya cenderung meningkat. Tahun 2004, persentase PAD terhadap

PDRB Kabupaten Bogor adalah 0,58 persen. Disamping itu, jika dilihat dari aspek

pendapatan perkapita, secara umum pendapatan per kapita di Kabupaten Bogor

adalah Rp. 6.470.000 pada tahun 2003 dan Rp 7.090.000 juta pada tahun 2004.

Bahkan pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan RAPBD 2008 sebesar

Rp. 1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun 2007.

65

Struktur mata pencaharian penduduk di Kabupaten Bogor didominasi oleh

sektor perdagangan, industri, dan pertanian. Persentase jumlah penduduk yang

bekerja pada sektor perdagangan pada tahun 2004 adalah sebesar 24,82 persen,

sedangkan penduduk yang bekerja di sektor industri berjumlah 22,51 persen.

Selanjutnya, terdapat 20,30 persen penduduk Kabupaten Bogor yang bekerja pada

sektor pertanian (BPS Kabupaten Bogor 2005)

4.4. Keberadaan Pasar di Wilayah Kabupaten Bogor

Secara keseluruhan jumlah pasar yang terdapat di Kabupaten Bogor

sebanyak 24 unit pasar tradisonal. Dari jumlah tersebut dibagi kedalam tiga kelas,

yaitu kelas I, kelas II dan kelas III. Jumlah pasar dan kelasnya yang ada di

Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pasar menurut kelasnya di Kabupaten Bogor

NO NAMA PASAR

KELAS I KELAS II KELAS III

1 Cileungsi Ciampea Parunpung

2 Cibinong Ciawi Ciseeng

3 Citeureup I Jasinga Cikereteg

4 Parung Panjang Cigombong Cimayang

5 Leuwiliang Citayam Nanggung

6 Cisarua Cicangkal

7 Parung Cigudeg

8 Jonggol

9 Citeureup II

10 Cariu

11 Ciluar

12 Laladon

Sumber. Data Unit Pasar Citeureup I Tahun 2008

Adapun pengertian dari kelas I, II dan III pada penggolongan kelas pasar

tradisional di Kabupaten Bogor yaitu:

66

1. Pasar Kelas I; yaitu pasar dengan cakupan pelayanan wilayah daerah dan

sekitarnya.

2. Pasar Kelas II; yaitu pasar dengan cakupan wilayah terbatas pada wilayah

tertentu sekitar pasar

3. Pasar Kelas III; yaitu pasar dengan cakupan yang lebih terbatas pada

lingkungan tertentu dan jam operasional tertentu pula

Pengelolaan pasar tersebut berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No.4 Tahun

2005 dikelola oleh Perusahaan Daerah yang disebut PD Pasar Tohaga Kabupaten

Bogor. Berdasarkan Perda tersebut, tujuan didirikannya PD Pasar Tohaga adalah:

1. Meningkatkan pelayanan umum dalam memenuhi kebutuhan sarana dan

prasarana pasar

2. Menigkatkan Pendapatan Asli Daerah

Dengan motto “Belanja nyaman harga terjangkau”

4.4.1. Pasar Citeureup I

Pasar Citeureup I terletak di Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor yang

berdiri tahun 1928, kemudian mengalami pemugaran pada 9 Juni 1988 dengan

luas tanah 13.800 m2. Belakangan ini mengalami perubahan dari perencanaan

diantaranya tata ruang dan lokasi, dimana jalan yang mengelilingi pasar tersebut

sudah tertutup dan berdiri kios-kios serta pedagang kaki lima sehingga kendaraan

sudah tidak bisa masuk lagi kedalam pasar begitu pula tempat parkir yang tidak

memadai lagi.

Sesuai dengan luas areal yang ada, pemanfaatan ruang Pasar Citeureup I

saat ini meliputi satu kantor unit pasar , bangunan kios, los, juga dilengkapi

dengan toilet umum, tempat parkir roda dua dan roda empat didepan kantor unit

pasar, juga terdapat pembuangan sampah sementara.

Jumlah pedagang Pasar Citeureup I saat ini berjumlah 967 pedagang, yang

terdiri dari 408 pedagang di kios, 97 pedagang di los, 100 pedagang di radius serta

menampung juga 362 pedagang kaki lima. Adapun besarnya iuran retribusi yang

dibayarkan oleh pedagang berbeda sesuai dengan jenis pedagang, dengan rincian

sebagai berikut:

a. Retribusi pasar

67

Tarif retribusi pasar yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di

kios Rp.1000,- per hari, pedagang di los Rp.700,- per hari, pedagang di

radius dan pedagang kaki lima masing- masing Rp.500,- per hari

b. Retribusi kebersihan

Tarif retribusi yang dikenakan kepada pedagang adalah: pedagang di kios

Rp.300,- per hari, pedagang di los Rp.400,- per hari dan pedagang kaki lima

Rp.400,- per hari. Sedangkan pedagang radius tidak dikenakan retribusi

kebersihan

4.4.2. Jenis Komoditi di Pasar Citeureup I

Jenis komoditi yang ada di Pasar Citeureup I dapat dirinci sebagai berikut:

a. Kios

Blok A terdiri dari: pakaian, sepatu, alat listrik, klontong, emas, bahan

bangunan

Blok A1 terdiri dari:bBesi, klontong, elektronik, plastik, beras

Blok B terdiri dari: lansam, klontong, beras

Blok B1 terdiri dari: kaleng, home industri

Blok Ainpres terdiri: dari kelapa, sayuran, ikan

Blok Binpres terdiri dari: kelapa, sayuran, ikan

b. Los

Los D terdiri dari: sayuran, lansam, ikan, nasi

c. PKL

Jenis komoditi yang dijual pedagang kaki lima terdiri dari: ayam, daging,

bakso, ikan, sayuran, bumbu, klontong, kelapa, tahu tempe

d. Radius

Jenis komoditi yang dijual pedagang radius terdiri dari: bahan bangunan,

plastik, elektronik, alat-alat listrik, makanan, sembako

4.4.3. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I

Pelaksanaan pengelolaan pasar di Kabupaten Bogor dikelola oleh

Perusahaan Daerah Pasar Tohaga, yang kemudian di setiap unit pasar yang

tersebar di wilayah Kabupaten Bogor dibentuk organisasi pengelola pasar untuk

68

kelancaran proses koordinasi, pengelolaan yang sinergi. Unit pasar ini di pimpin

oleh seorang kepala unit, seperti yang ada di Pasar Citeureup I. Selanjutnya kepala

unit ini membentuk perangkat-perangkat kebawahnya sesuai dengan kebutuhan

yang ada di Pasar Citeureup I. Untuk urusan administrasi dan keuangan misalnya,

Kepala Pasar Citeureup I cukup membutuhkan satu orang staf tata usaha yang

kemudian tata usaha ini membentuk perangkat yang bertanggung jawab terhadap

penarikan retribusi, yang lebih dikenal pengutip retribusi sebanyak 6 orang dan

petugas kebersihan sebanyak 13 orang. Begitupun halnya kepala pasar

membutuhkan kepala keamanan yang beranggotakan 17 orang untuk menjaga

keamanan dan ketertiban lingkungan pasar. Semua pegawai unit pasar ini bekerja

dengan tanggung jawab yang di berikan di bawah pimpinan Kepala Unit Pasar

Citeureup I. Hal ini dapat di lihat pada Gambar 7.

PD. Pasar Tohaga Kab. Bogor

Kepala Unit Pasar Citeureup I

Kepala Keamanan Tata Usaha

Pengutip Retribusi

Pesapon/ Petugas Kebersihan Anggota

Sumber. Pasar Unit Citeureup I Gambar 7. Struktur Organisasi Pasar Citeureup I

69

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Pengujian terhadap kuesioner dilakukan melalui uji validitas dan uji

reliabilitas. Pengujian dilakukan terhadap 30 orang responden yang menjadi

pedagang Pasar Citeureup I. Hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai korelasi uji validitas pernyataan kuesioner

Nilai Korelasi (r) Atribut Mutu

Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan

1. 0.528 0.401

2. 0.742 0.603

3. 0.547 0.717

4. 0.512 0.613

5. 0.798 0.808

6. 0.463 0.720

7. 0.552 0.783

8. 0.699 0.822

9. 0.678 0.807

10. 0.482 0.770

11. 0.763 0.779

12. 0.415 0.530

13. 0.448 0.648

14. 0.365 0.577

15. 0.457 0.722

16. 0.684 0.780

17. 0.531 0.397

Nilai r tabel (n=30; db=28 α 0,05)=0,361

Uji validitas dilakukan dengan menghitung nilai korelasi antara skor

masing-masing pernyataan dengan skor total, memakai rumus teknik korelasi

70

Product Moment Pearson yang diolah dengan software SPSS versi 13.00 for

Windows.

Hasil pengujian validitas untuk masing-masing hasil pengukuran tingkat

kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap seluruh pernyataan lebih besar dari r

tabel pada selang kepercayaan 95 persen yaitu sebesar 0,361. Hal ini

menunjukkan bahwa seluruh pernyataan adalah signifikan dan dapat dinyatakan

valid. Dalam hal ini berarti responden dapat mengerti maksud dari setiap

pernyataan yang diajukan penulis dalam kuesioner. Adapun hasil pengujian

validitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Uji reliabilitas dilakukan dengan teknik αCronbach. Dalam teknik ini,

instrumen diujicobakan pada 30 responden dan hasilnya dicatat. Pengolahan

teknik αCronbach menggunakan bantuan software SPSS versi 13.00 for Windows.

Berdasarkan hasil pengolahan dimensi kualitas jasa dihasilkan nilai αcrombach untuk

tingkat kepentingan atribut kualitas jasa yaitu sebesar α = 0,753 dan nilai αcrombach

untuk tingkat kepuasan yaitu sebesar α = 0,925.

Berdasarkan hasil uji reliabilitas, diperoleh nilai αcrombach yang lebih besar

dari 0,7 dan 0,9. Hal ini dapat disimpulkan kemungkinan terjadinya kesalahan

pengukuran dalam kuesioner cukup rendah sehingga penggunaannya dapat

diandalkan dan mampu memberikan hasil pengukuran yang konsisten apabila

penulis menyebarkan kuesioner secara berulang kali dalam waktu yang berlainan.

Adapun hasil pengujian reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4

dan Lampiran 5.

5.2. Karakteristik Responden

Penyebaran Kuesioner pada penelitian ini dilakukan kepada 100 orang

responden pedagang Pasar Citeureup I.

Kuesioner pada penelitian ini mencakup dua bagian, yaitu :

1. Bagian Karakter Responden meliputi karakteristik demografi responden dan

keadaan responden secara umum.

2. Bagian Dimensi Kualitas Jasa meliputi penilaian responden terhadap tingkat

kepentingan dan tingkat kepuasan terhadap atribut-atribut pengelolaan Pasar

Citeureup I.

71

Analisis demografi responden Pasar Citeureup I adalah sebagai berikut :

1. Jenis kelamin

Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang yang

menjadi responden sebanyak 77 responden (77%) berjenis kelamin pria, dan

jumlah responden yang berjenis kelamin wanita sebanyak 23 orang (23%).

Jenis Kelamin

77%

23%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Pria Wanita

Gambar 8. Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin

2. Umur

Umur

Berdasarkan Gambar 9 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I

yang menjadi responden memiliki umur yang dapat dirinci sebagai berikut :

sebesar 3 persen berumur kurang dari 20 tahun, 30 persen berumur 20 – 30 tahun,

40 persen berumur antara 31 – 40 tahun, dan 27 persen berumur antara 41 – 60

tahun.

3%

30%40%

27%

0%10%20%30%40%50%60%

< 20 thn 20-30 thn 31-40 thn 41-60 thn

Gambar 9. Frekuensi responden berdasarkan umur

3. Pendidikan

Berdasarkan Gambar 10 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I

yang menjadi responden mempunyai pendidikan yang dapat dirinci sebagai

72

Pendidikan

24%

5%

39% 32%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

SD SMP SMU Sarjana

berikut : sebesar 24 persen berpendidikan SD, 39 persen berpendidikan

SMP, 32 persen berpendidikan SMU dan 5 persen berpendidikan sarjana.

Gambar 10. Frekuensi responden berdasarkan pendidikan

Jadi pedagang yang menjadi responden di Pasar Citeureup I yang

mempunyai pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) jumlahnya paling

banyak.

4. Status pernikahan

Berdasarkan Gambar 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar

Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 81 responden (81%) berstatus

menikah, dan jumlah responden yang berstatus belum menikah sebanyak 19 orang

(19%). Status Pernikahan

81%

19%0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

Menikah Belum Menikah

Gambar 11. Frekuensi responden berdasarkan status pernikahan

5. Status dalam keluarga

Berdasarkan Gambar 12 dapat dilihat bahwa sebanyak 64 responden (64%)

dalam keluarga berstatus ayah (kepala keluarga), 17 responden (17%) adalah ibu

73

rumah tangga, 15 responden (15%) merupakan anak, kemudian pedagang yang

berstatus saudara/family adalah sebanyak 3 responden (3%) dan 1 responden (1%)

berstatus sebagai orang lain (pekerja).

Status Dalam Keluarga

Jumlah Anggota Keluarga

Gambar 12. Frekuensi responden berdasarkan status dalam keluarga

6. Jumlah anggota keluarga

Gambar 13. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga

Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa sebanyak 42 responden (42%)

mempunyai anggota keluarga antara dua sampai empat orang, kemudian untuk

pedagang yang mempunyai anggota keluarga kurang dari dua orang dalam satu

rumah adalah 7 responden (7%). Pedagang yang mempunyai jumlah anggota

keluarga lebih besar dari empat orang dalam satu rumah adalah sebanyak 51

responden (51%). Hal ini menginterpretasikan bahwa pedagang Pasar Citeureup I

64%

17% 15%

3% 1%0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Ibu Rumah TanggaAyah (Kepala Keluarga AnakSaudara/ Family Orang Lain (Pekerja)

7%

42%51%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

2 Orang > 2-4 Orang > 4 Orang

74

sebagian besar mempunyai jumlah anggota keluarga yang cukup besar dalam satu

rumah.

7. Jenis pedagang

Berdasarkan Gambar 14 dan penentuan jumlah responden sebelumnya,

dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden dapat di

rinci sebagai berikut : sebesar 42 persen adalah pedagang di kios, 10 persen

pedagang di los, 10 persen pedagang di radius dan 38 persen merupakan pedagang

kaki lima.

Jenis Pedagang

42%

10%10%

38%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Pedagang Di Loss Pedagang Di KiosPedagang Kaki Lima Pedagang Di Radius

Gambar 14. Frekuensi responden berdasarkan jenis pedagang

Berdasarkan Gambar 14 tersebut menginterpretasikan bahwa pedagang

Pasar Citeureup I yang menempati kios-kios tidak jauh jumlahnya dengan

pedagang kaki lima.

8. Omzet per hari

Besarnya rata-rata omzet per hari pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi

responden adalah sebagai berikut : sebanyak 8 responden (8%) mempunyai omzet

per hari kurang dari Rp. 200.000, kemudian 39 responden (39%) mempunyai

75

omzet per hari antara Rp. 200.000 sampai Rp. 500.000, selanjutnya sebanyak 28

responden (28%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp. 500.000 sampai Rp.

1.000.000, yang 16 responden (16%) mempunyai omzet per hari lebih dari Rp.

1.000.000 sampai Rp. 2.000.000, dan 9 responden (9%) mempunyai omzet per

hari diatas Rp. 2.000.000.

Dari Gambar 15 dapat diketahui proporsi terbesar responden yang menjadi

pedagang Pasar Citeureup I mempunyai pendapatan antara Rp. 200.000 sampai

Rp. 500.000.

Omzet Per Hari

8%

39%28%

16%9%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

Gambar 15. Frekuensi rata-rata omzet per hari

9. Pengeluaran per hari

Besarnya pengeluaran rata-rata per hari pedagang Pasar Citeureup I yang

menjadi responden adalah sebagai berikut : sebanyak 41 responden (41%)

mempunyai pengeluaran rata-rata perhari Rp. 50.000, kemudian sebanyak 46

responden (46%) mempunyai pengeluaran rata-rata per hari antara Rp. 51.000

sampai Rp. 100.000, dan sebanyak 13 responden (13%) mempunyai pengeluaran

rata-rata per hari lebih dari Rp.100.000. Dari Gambar 16 dapat diketahui proporsi

terbesar responden yang menjadi pedagang Pasar Citeureup I mempunyai

pengeluaran per hari antara Rp. 51.000 sampai Rp. 100.000.

> Rp. 1 Juta - 2 Juta < Rp. 200.000

> Rp. 2 Juta Rp. 200.000-500.000 > Rp. 500.000-1 Juta

76

Jenis Dagangan

Pengeluaran Per Hari

41%

46%

13%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

< Rp.50.000 Rp. 50.000-100.000 > Rp.100.000

Gambar 16. Frekuensi rata-rata pengeluaran per hari

10. Jenis dagangan

Berdasarkan Gambar 17 proporsi responden dari jenis dagangan adalah

sebagai berikut : sebesar 19 persen responden yang menjadi pedagang Pasar

Citeureup I adalah pedagang jenis sandang (pakaian dan lain-lain), 5 persen

tergolong pedagang jenis papan (material, bahan bangunan dan lain-lain), 28

persen responden merupakan pedagang dengan jenis dagangan pangan (sembako

dan lain-lain), dan sebanyak 48 persen responden menjawab lainnya dengan

sebagian memberikan keterangan (plastik dan cetakan kue, obat, service jam,

restoran,VCD, alat dapur, kosmetik).

19%

5%

28%

48%

0%

10%

20%

30%

40% 50%

60%

Papan Pangan Lainnya

Sandang

Gambar 17. Frekuensi responden berdasarkan jenis dagangan

11. Lama berdagang di Pasar Citeureup I

Berdasarkan Gambar 18 dapat dilihat bahwa pedagang Pasar Citeureup I

yang menjadi responden berdasarkan lama berdagang dapat di rinci sebagai

berikut : sebesar 11 persen selama kurang dari satu tahun, 45 persen lebih dari

satu sampai dengan lima tahun, kemudian 20 persen responden menjawab lebih

77

dari lima sampai sepuluh tahun, dan 24 persen berdagang di Pasar Citeureup I

selama lebih dari sepuluh tahun.

Lama Berdagang di Pasar Citeureup I

11%

45%

20% 24%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

< 1 Tahun > 1- 5 Tahun > 5-10 tahun > 10 Tahun

Gambar 18. Frekuensi responden berdasarkan lama berdagang di Pasar

Citeureup I

12. Berdagang selain di Pasar Citeureup I

Berdasarkan Gambar 19 dapat dilihat bahwa sebagian besar pedagang Pasar

Citeureup I yang menjadi responden sebanyak 70 responden (70%) belum pernah

berdagang selain di Pasar Citeureup I, dan jumlah responden yang pernah

berdagang selain di Pasar Citeureup I sebanyak 30 orang (30%). Adapun alasan

mereka pindah berdagang ke Pasar Citeureup I bermacam-macam antara lain :

karena digusur, cari suasana baru, ikut bos ataupun istri, ada juga karena dekat

dengan rumah, daerah Citeureup banyak industri, juga termasuk harga kios yang

murah di Pasar Citeureup I.

78

Pernah Berdagang Selain di Pasar Citeureup I

30%

70%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%

Pernah Tidak Pernah

Gambar 19. Frekuensi responden berdasarkan pernah berdagang selain di

Pasar Citeureup I

5.3. Analisis Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan Pedagang

5.3.1. Analisis Tingkat Kepentingan Pedagang Pasar Citeureup I

Pedagang Pasar Citeureup I yang menjadi responden memiliki harapan

bagaimana kualitas pengelolaan pasar yang akan mereka terima dalam rangka

pemenuhan kebutuhan mereka. Selain itu mereka juga memiliki harapan

mengenai kinerja Pasar Citeureup I yang efektif apabila mereka memiliki keluhan

terhadap pelayanan yang mereka terima untuk merubah ketidakpuasan menjadi

kepuasan.

Harapan responden mengenai kinerja dan kualitas pengelolaan dari Pasar

Citeureup I tampak pada dimensi yang dianggap penting bagi mereka. Informasi

ini dapat diperoleh melalui kuesioner yang menanyakan tingkat kepentingan

dimensi kualitas pengelolaan tersebut. Dimensi-dimensi kualitas layanan dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I dicerminkan melalui atribut-atribut kualitas jasa

yang ditanyakan dalam kuesioner. Nilai rata-rata tingkat kepentingan untuk

masing-masing dimensi kualitas dan atribut kualitas pelayanan jasa yang

mengikutinya diperlihatkan pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat kepentingan atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I

79

No Atribut Rata-rata

Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 4.23 1 Kebersihan kantor unit pasar 3.99 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 3 Kondisi kebersihan pasar 4.31 4 Kondisi MCK di pasar 4.14 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 4.36 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 3.90 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 4.11 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 3.89 8 Besarnya sewa tempat usaha 3.7 9 Besarnya retribusi 3.91 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 4.08

Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 4

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 4.16 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 3.97

12 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 4.05 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92

Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman 14 kepada pedagang 3.95 Dimensi Emphaty (Empati) 3.93

15 Sikap pegawai unit pasar 3.9 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan

16 secara baik dan teratur 3.94 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan

17 kepastian hukum 3.95

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa dimensi tangible merupakan dimensi

pengelolaan yang paling dianggap penting oleh pedagang dibandingkan dimensi-

dimensi kualitas pengelolaan lainnya. Hal ini ditunjukkan dari nilai rata-rata

tingkat kepentingan tertinggi (4.23) yang dimiliki oleh dimensi tangible,

sedangkan dimensi reliability memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang

terendah yaitu sebesar (3.90), hal ini menunjukkan bahwa dimensi pengelolaan

yang bersifat reliability merupakan dimensi yang dianggap tidak penting oleh

pedagang.

Dalam dimensi tangible, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata

tertinggi (4.36) adalah kondisi tempat usaha/berdagang, sedangkan atribut kualitas

jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.99) adalah kebersihan kantor unit

80

pasar. Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap penting karena pedagang sangat

mengharapkan tempat berdagang mereka yang memadai dan tertata dengan baik

sehingga dapat membuat pelanggan tertarik dan betah untuk berbelanja ditempat

mereka, dan pada akhirnya dapat menambah omzet mereka.

Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi

reliability (4.11) adalah pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar. Sedangkan

atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.70) adalah besarnya

sewa tempat. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar dianggap paling

penting dalam dimensi reliability, karena pedagang sangat mengharapkan pegawai

unit pasar memberikan pelayanan yang baik dan cepat selama mereka berdagang

dipasar, baik pelayanan secara administrasi, keluhan pedagang, maupun hal lain

yang berhubungan dengan usaha mereka sebisa mungkin cepat untuk

diperhatikan.

Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi

responsiveness (4.16) adalah pengelola pasar cepat tanggap dalam menghadapi

masalah yang ada. Sedangkan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata

terendah (4.00) adalah petugas unit pasar cepat tanggap atas keluhan pedagang.

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada dianggap

penting di dalam atribut kualitas jasa, hal ini dikarenakan pedagang sangat

mengharapkan pengelola pasar dalam menghadapi dan menangani permasalahan

baik tentang kenaikan retribusi, pengaturan lapak-lapak tempat berdagang atau

kesemrawutan tempat berdagang dipasar, maupun hal lain yang berhubungan

dengan usaha berdagang dipasar oleh pengelola pasar secepatnya diselesaikan.

Dalam dimensi assurance, atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata

tertinggi (4.05) adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi.

Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.92) adalah kejujuran

petugas penarik retribusi. Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik

retribusi dianggap penting karena pedagang mengharapkan petugas bersikap

ramah dan sopan, tidak bersikap kasar dan memaksa untuk membayar retribusi

sehingga mereka merasa nyaman untuk tetap usaha/berdagang, begitupun tidak

terganggu dalam melayani para pelanggan/pembeli.

81

Atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata tertinggi dalam dimensi

emphaty (3.95) adalah pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian

hukum. Sedangkan atribut yang memiliki nilai rata-rata terendah (3.90) adalah

sikap pegawai unit pasar. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan

kepastian hukum dianggap penting karena pedagang mengharapkan adanya rasa

keadilan dalam hal sewa tempat usaha, juga rasa keadilan untuk pedagang yang

baru maupun yang sudah lama berdagang. Begitupula halnya pedagang

mengharapkan kepastian hukum selama berdagang sehingga tidak khawatir

sewaktu-waktu bisa dipindahkan ketempat yang tidak strategis. Tidak ada

perbedaan perlakuan terhadap para pedagang, baik pedagang di kios, los, radius

maupun pedagang kaki lima.

5.3.2. Analis Tingkat Kepuasan Pedagang Pasar Citeureup I

Dalam analisis tingkat kinerja kualitas jasa ini responden diminta untuk

menilai kinerja Pasar Citeureup I berdasarkan dimensi-dimensi pengelolaan yang

diberikan oleh Pasar Citeureup I tersebut. Dalam melakukan penilaian mengenai

sejauh mana dimensi atau atribut tersebut lebih lanjut diuraikan dalam butir-butir

pertanyaan kuesioner yang menjabarkan masing-masing dimensi dan atribut.

Langkah selanjutnya responden diminta untuk menilai tingkat kepuasan mereka

terhadap kinerja setiap atribut pengelolaan yang ditanyakan. Hasil penilaian

terhadap kinerja pengeloaan Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 12.

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa dimensi assurance memiliki nilai rata-

rata tertinggi (3.20) dibandingkan dimensi pengelolaan lainnya. Artinya, tingkat

kepuasan yang paling tinggi terdapat pada dimensi assurance, hal tersebut

dikarenakan petugas Pasar Citeureup I dalam hal ini petugas penarik retribusi

setiap hari selalu bersentuhan langsung dengan pedagang untuk mengutip/menarik

retribusi, sehingga untuk kelancaran tugas mereka selalu bersikap ramah dan

sopan, mengedepankan kejujuran ketika menghadapi para pedagang di Pasar

Citeureup I. Demikian pula pengelola pasar berusaha untuk selalu menjaga

keamanan para pedagang supaya pedagang merasa nyaman untuk terus berdagang

dan pembayaran retribusi merekapun lancar tanpa ada keluhan.

82

Tabel 12. Tingkat kinerja atribut kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I

No Atribut Rata-rata

Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 2.67 1 Kebersihan kantor unit pasar 2.94 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 2.30 3 Kondisi kebersihan pasar 2.33 4 Kondisi MCK di pasar 3.16 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 2.64 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 2.85 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 2.90 7 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 2.89 8 Besarnya sewa tempat usaha 2.87 9 Besarnya retribusi 2.74 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 2.42

Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 2.47

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 2.36 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 3.20

Keramahan dan kesopanan petugas penarik 12 retribusi 3.52 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.20

Pengelola pasar memberikan rasa aman dan 14 nyaman kepada pedagang 2.89 Dimensi Emphaty (Empati) 2.75

15 Sikap pegawai unit pasar 3.50 Pengelola pasar memberikan

16 pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 2.39 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan

17 kepastian hukum 2.36

.

Dimensi responsiveness memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang

paling rendah (2.42) hal ini diartikan bahwa pegawai unit Pasar Citeureup I

dianggap kurang cepat dan tanggap dalam menangani keluhan dan masalah

pedagang.

Atribut kualitas jasa yang memiliki tingkat kepuasan tertinggi adalah

keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi dengan nilai rata-rata atribut

sebesar 3.52. Hal ini dikarenakan berdasarkan penilaian pedagang, petugas

83

penarik retribusi ketika mengutip retribusi sangat ramah dan sopan, ini pula

didukung fakta bahwa pedagang merasa nyaman dan lancar membayar retribusi.

Kondisi bangunan/gedung pasar dianggap paling rendah tingkat

kepuasannya oleh pedagang dengan nilai rata-rata (2.30). Hal tersebut

dikarenakan kondisi bangunan/gedung Pasar Citeureup I saat ini sangat

memprihatinkan, terlihat dari tempat usaha mereka yang tidak terawat, bangunan

yang tua, tidak tertata selayaknya pasar tradisional yang umum di Kab.Bogor. Hal

ini harus mendapatkan perhatian serius dari pihak Pasar Unit Citeureup I

Kab.Bogor mengingat atribut kondisi bangunan/gedung pasar dianggap penting

oleh pedagang dengan nilai rata-rata atribut sebesar 4.33.

5.3.3. Urutan Prioritas Atribut Pengelolaan Pasar Citeureup I

Urutan Prioritas peningkatan kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I pada

atribut-atribut kualitas jasa diperoleh dari tingkat kesesuaian pada masing-masing

atribut kualitas jasa. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan antara nilai

kinerja dengan nilai kepentingan. Tingkat kinerja merupakan tindakan yang

dilakukan seseorang atau perusahaan untuk mengelola dan menjalankan usahanya.

Sedangkan tingkat kepentingan merupakan tingkat harapan konsumen akan suatu

produk atau jasa, baik dari segi kualitas produk maupun pelayanannya.

Tabel 13 menunjukkan tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan

tingkat kinerja pada atribut-atribut kualitas pelayanan jasa. Dari keseluruhan

tingkat kesesuaian tersebut, diperoleh gambaran umum bahwa konfirmasi antara

kinerja aktual yang diterima responden dengan harapan responden relatif belum

terpenuhi karena sebagian besar performance atribut jasa lebih rendah

dibandingkan dengan ekspektasinya. Hal tersebut bisa dilihat dari tingkat

kesesuaian yang berada dibawah nilai 100 persen. Oleh karena itu Pasar Citeureup

I harus melakukan peningkatan kualitas pengelolaan dan pelayanan secara terus

menerus untuk menjaga jangan sampai pada tingkat pedagang memutuskan untuk

pindah berdagang dari Pasar Citeureup I.

Tabel 13. Tingkat Kesesuaian antara tingkat kepentingan dengan tingkat kinerja pada setiap atribut kualitas jasa

No Skor Kesesuaian

Atribut (%)

84

Dimensi Tangible (Kenyataan/Bentuk fisik) 63.548 1 Kebersihan kantor unit pasar 73.684 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 53.118 3 Kondisi kebersihan pasar 54.060 4 Kondisi MCK di pasar 76.329 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 60.550 Dimensi Reliability (Keandalan/Kepercayaan) 73.125 6 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 70.560

Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat 7 usaha 74.293 8 Besarnya sewa tempat usaha 77.568 9 Besarnya retribusi 70.077 Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) 59.241

Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 10 pedagang 61.750

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam 11 menghadapi masalah yang ada 56.731 Dimensi Assurance (Jaminan/Kepastian) 80.571

Keramahan dan kesopanan petugas penarik 12 retribusi 86.914 13 Kejujuran petugas penarik retribusi 81.633

Pengelola pasar memberikan rasa aman dan 14 nyaman kepada pedagang 73.165 Dimensi Emphaty (Empati) 72.329

15 Sikap pegawai unit pasar 89.744 Pengelola pasar memberikan

16 pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 60.660 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan

17 kepastian hukum 66.582

Dari 17 atribut kualitas pelayanan jasa tersebut, atribut sikap pegawai unit

pasar secara umum adalah atribut yang mempunyai kinerja yang paling mendekati

harapan pedagang yaitu dengan skor kesesuaian 89.744 persen.

Secara umum rata-rata tingkat kesesuaian dari seluruh dimensi belum ada

yang mencapai 100 persen namun dapat dikatakan bahwa tingkat kinerja Pasar

Citeureup I sudah relatif cukup baik, dimana rata-rata tingkat kesesuain terendah

dari seluruh dimensi adalah sebesar 59.241 persen yaitu dimensi responsiveness,

sedangkan rata-rata tingkat kesesuaian yang paling tinggi adalah dimensi

assurance yaitu sebesar 80.571 persen. Nilai rata-rata dimensi tangible 63.548

85

persen, dimensi reliability 73.125 persen, dan dimensi emphaty adalah sebesar

72.329 persen.

Tabel 14. Urutan Prioritas (Diurutkan dari tabel kesesuaian mulai dari yang terkecil sampai terbesar)

Prioritas

Skor kesesuaian

Atribut (%) 1 Kondisi bangunan/gedung pasar 53.118 2 Kondisi kebersihan pasar 54.060

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi 3 masalah yang ada 56.731 4 Kondisi tempat usaha/berdagang 60.550

Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan 5 secara baik dan teratur 60.660

Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan 6 pedagang 61.750

Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan 7 kepastian hukum 66.582 8 Besarnya retribusi 70.077 9 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 70.560

Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman 10 kepada pedagang 73.165 11 Kebersihan kantor unit pasar 73.684 12 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 74.293 13 Kondisi MCK di pasar 76.329 14 Besarnya sewa tempat 77.568 15 Kejujuran petugas penarik retribusi 81.633 16 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 86.914 17 Sikap petugas penarik retribusi 89.744

Tingkat kesesuaian dapat digunakan untuk melihat peringkat atau rangking

dari atribut-atribut kualitas pengelolaan yang diteliti dari yang terendah sampai

tertinggi, sehingga terlihat urutan prioritas upaya peningkatan atau perbaikan

kualitas pengelolaan di Pasar Citeureup I pada Tabel 14.

5.3.4. Importance and Performance Matrix

Importance and Performance Matrix merupakan suatu bentuk diagram yang

terbagi menjadi empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis yang

berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y). Sumbu X (sumbu mendatar) akan

mengisi skor tingkat kinerja/kepuasan (performance), sedangkan sumbu Y

(sumbu tegak) akan mengisi skor untuk tingkat kepentingan (importance).

86

Importance and Perpormance Matrix diperlukan untuk melihat kedudukan

17 atribut kualitas jasa yang diperoleh berdasarkan skor tingkat kepentingan dan

skor tingkat kinerja dari 100 responden pedagang Pasar Citeureup I. Sehingga

perusahaan dapat mengkaitkan pentingnya atribut-atribut tersebut dengan

kenyataan yang dirasakan oleh pedagang, sehingga memungkinkan pihak Pasar

Citeureup I untuk memfokuskan usaha-usaha yang harus dilaksanakan. Namun

sebelumnya perlu dihitung terlebih dahulu nilai rata-rata dari skor tingkat

kepentingan dan skor tingkat kinerja yang akan diplotkan pada diagram kartesius.

Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang

dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X Y,

), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan pedagang

terhadap seluruh kualitas pengelolaan Pasar Citeureup I, dan Y adalah rata-rata

dari skor tingkat kepentingan pedagang terhadap seluruh atribut kualitas

pengelolaan Pasar Citeureup I. Hasil perhitungan nilai rata-rata tingkat

kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja atribut kualitas jasa

No Atribut Rata-rata kepentingan

Rata-rata kepuasan

1 Kebersihan kantor unit pasar 3.99 2.94 2 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 2.3 3 Kondisi kebersihan pasar 4.31 2.33 4 Kondisi MCK 4.14 3.16 5 Kondisi tempat usaha/berdagang 4.36 2.64

Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 6 4.11 2.9 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 7 3.89 2.89

8 Besarnya sewa tempat usaha 3.7 2.87 9 Besarnya retribusi 3.91 2.74 10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas 4 2.47

87

keluhan pedagang Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 11 4.16 2.36 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 12 4.05 3.52

13 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92 3.2 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 14 3.95 2.89

15 Sikap pegawai unit pasar 3.9 3.5 Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 16 3.94 2.39 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum 17 3.95 2.63 Rata-rata 4.036 2.808

Selanjutnya nilai rata-rata dari skor tingkat kepentingan dan skor tingkat

kinerja yang telah dihitung diplotkan pada diagram kartesius. Hasilnya dapat

dilihat pada Gambar 20.

3.6003.4003.2003.0002.8002.6002.4002.200

Kinerja

4.400

4.300

4.200

4.100

4.000

3.900

3.800

3.700

Kep

entin

gan

1716

15

14

13

12

11

10

9

8

7

6

5

4

32

1

Importance and Performance Analysis

Prioritas Utama (A)

Pertahankan Prestasi (B)

Prioritas Rendah (C)

Berlebihan (D)

Gambar 20. Importance and Perpormance Matrix kualitas jasa Pasar Citeureup I

88

Keterangan :

1. Kebersihan kantor unit pasar 2. Kondisi bangunan/gedung pasar 3. Kondisi kebersihan pasar 4. Kondisi MCK di pasar 5. Kondisi tempat usaha/berdagang 6. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 7. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 8. Besarnya sewa tempat usaha 9. Besarnya retribusi 10. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 11. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 12. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 13. Kejujuran petugas penarik retribusi 14. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 15. Sikap pegawai unit pasar 16. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur 17. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum

Berdasarkan Gambar 20. terlihat bahwa letak atribut-atribut kualitas jasa

yang dianalisis tersebar menjadi empat bagian yaitu kuadran A (Prioritas Utama),

kuadran B (Pertahankan Prestasi), kuadran C (Prioritas Rendah) dan kuadran D

(Berlebihan). Adapun interpretasi dari diagram kartesius tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Kuadran A (Prioritas Utama)

Atribut-atribut kualitas jasa yang ada dalam kuadran ini dianggap paling

berpengaruh terhadap kepuasan pedagang, karena keberadaan atribut-atribut

kualitas jasa ini dinilai sangat penting oleh pedagang sedangkan tingkat

kinerjanya masih belum memuaskan. Oleh karena itu penanganannya perlu

diprioritaskan dan ditingkatkan karena jika tidak, dapat mengurangi kepuasan

pedagang sehingga upaya perbaikan yang diperlukan pun akan semakin besar.

Atribut-atribut kualitas jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah :

1. Kondisi bangunan/gedung pasar (2)

2. Kondisi kebersihan pasar (3)

3 Kondisi tempat usaha/berdagang (5)

4. Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada (11)

Atribut kondisi bangunan/gedung pasar dirasakan kurang memuaskan oleh

pedagang. Hal tersebut didukung oleh fakta bahwa kondisi bangunan/gedung

Pasar Citeureup I saat ini sudah tua dan tidak terurus, serta tidak layak lagi.

89

Kondisi kebersihan pasar dianggap tidak memuaskan pedagang. Hal

tersebut juga didukung oleh fakta bahwa kondisi kebersihan Pasar Citeureup I saat

ini sangat kotor dan jorok, jalan sekitar pasar yang becek dan bau sampah

disekitar pasar yang terkadang telat diambil oleh petugas, sehingga membuat

konsumen tidak nyaman berada di pasar.

Kondisi tempat usaha/berdagang dianggap kurang memuaskan pedagang,

hal ini disebabkan kondisi tempat usaha/berdagang mereka sudah tidak memadai,

pedagang di kios merasa kios mereka ukurannya sangat sempit sehingga ruang

gerak mereka sangat terbatas, disamping itu pula pengaturan tempat berdagang

yang tidak teratur oleh pihak pengelola, sehingga berdampak pada tingkat

kenyamanan serta pendapatan mereka. Pedagang di kios dan di radius merasa

tempat mereka tertutup dengan keberadaan tempat-tempat pedagang kaki lima di

depan kios maupun toko-toko di pedagang radius, sehingga membuat pembeli

susah untuk melihat ataupun berjalan ke kios dan toko mereka.

Atribut pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang

ada dianggap kurang memuaskan oleh pedagang. Hal tersebut dikarenakan selama

ini permasalahan-permasalahan mereka lambat dalam penyelesaiannya, terkadang

menunggu beberapa hari, minggu bahkan terkadang berbulan-bulan untuk solusi

penyelesaiannya.

2. Kuadran B (Pertahankan Prestasi)

Atribut yang terletak pada kuadran B merupakan atribut kualitas jasa Pasar

Citeureup I yang perlu dipertahankan atau ditingkatkan karena tingkat kinerja

aktual pada umumnya telah sesuai dengan tingkat kepentingan atau harapan

pedagang. Atribut-atribut kualitas jasa yang berada pada kuadran ini berjumlah 3

atribut, antara lain :

1. Kondisi MCK di pasar (4)

2. Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar (6)

3. Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi (12)

Atribut kondisi MCK di pasar, dianggap pedagang telah memuaskan karena

di pasar telah tersedia fasilitas MCK yang memadai dan cukup terawat dengan

adanya penjaga MCK, meskipun fasilitas MCK ini harus dibayar ketika

menggunakannya.

90

Atribut pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar mempunyai kinerja

yang memuaskan oleh pedagang. Hal ini dikarenakan pegawai unit pasar selalu

berada ditempat ketika mereka membutuhkan pelayanan dan informasi-informasi

yang mereka butuhkan.

Atribut keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi mempunyai

kinerja yang memuaskan dan dianggap penting oleh pedagang. Hal ini

dikarenakan keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi ketika

menghadapi pedagang yang mempunyai karakter yang berbeda-beda. Selain itu

didukung oleh penampilan yang mengenakan pakaian seragam yang baik dan

rapih mencirikan sebagai pegawai unit pasar.

3. Kuadran C (Prioritas Rendah)

Atribut yang terletak pada kuadran C merupakan atribut kualitas pelayanan

yang kurang penting atau rendah pengaruhnya bagi pedagang, dan tingkat kinerja

pihak Pasar Citeureup I terhadap atribut-atribut kualitas jasa tersebut tergolong

rendah. Sama halnya seperti kuadran A, hanya saja atribut-atribut pada kuadran A

tingkat kepentingannya tinggi sehingga perlu diprioritaskan kinerjanya, sedangkan

tingkat kepentingan kuadran C rendah, sehingga prioritasnya juga rendah.

Implikasi yang terjadi pada kuadran C walaupun kinerjanya ditingkatkan, tidak

akan meningkatkan kepuasan konsumen secara signifikan. Adapun atribut kualitas

jasa yang termasuk dalam kuadran ini adalah :

1. Besarnya retribusi (9)

2. Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang (10)

3. Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan teratur

(16)

4. Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum (17)

Walaupun atribut-atribut dalam kuadran ini kurang dianggap penting oleh

pelanggan akan tetapi atribut-atribut ini perlu diperhatikan dan dikelola dengan

baik karena ketidakpuasan pelanggan dapat berawal pada kinerja atribut tersebut,

tetapi atribut-atribut dalam kuadran A tetap menjadi prioritas utama.

Besarnya retribusi merupakan atribut yang dirasakan sudah memuaskan oleh

responden. Hal tersebut dirasakan sudah terjangkau dengan omzet pedagang

91

walau dampak dari hasil pembayaran retribusi terhadap kebersihan dan

pengelolaan pasar belum berjalan dengan baik.

Atribut petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang

merupakan atribut yang dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut

berkaitan dengan pengalaman pedagang ketika menyampaikan keluhan terkadang

hanya ditampung dan lambat penyelesaiannya.

Pengelola memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur

dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal ini berkaitan dengan kenyataan

dilapangan bahwa jarang sekali dilakukan pembinaan kepada pedagang oleh

pengelola, dan hal ini mereka bisa dapatkan melalui kelompok-kelompok asosiasi

pedagang.

Atribut pengelola pasar memberi rasa keadilan dan kepastian hukum

dianggap kurang penting oleh pedagang. Hal tersebut berkaitan dengan mereka

mendapatkan tempat usaha tidak perlu proses panjang yang penting ada perjanjian

dengan pengelola pasar mengenai sewa tempat usaha.

4. Kuadran D (Berlebihan)

Atribut yang terletak pada kuadran D merupakan atribut kualitas pelayanan

jasa Pasar Citeureup I yang mempunyai tingkat kinerja yang sangat baik menurut

pedagang, tetapi atribut-atribut kualitas jasa ini memiliki tingkat kepentingan yang

tidak begitu penting. Jadi atribut-atribut kualitas jasa ini perlu dipertimbangkan

kembali karena dirasakan terlalu berlebihan dalam pelaksanaannya. Atribu-atribut

yang termasuk dalam kuadran ini adalah :

1. Kebersihan kantor unit pasar (1)

2. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha (7)

3. Besarnya sewa tempat usaha (8)

4. Kejujuran petugas penarik retribusi (13)

5. Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang (14)

6. Sikap pegawai unit pasar (15)

Pihak Pasar Unit Citeureup I tidak perlu terlalu fokus pada peningkatan

pelayanan atribut-atribut di kuadran ini, karena kinerjanya sudah sangat baik.

Maka yang perlu dilakukan adalah mengelola investasi yang ada sehingga dapat

dikontribusikan secara optimal dan proporsional sesuai prioritas yang telah

92

ditentukan. Dengan begitu pihak pengelola pasar dapat mengalokasikan dana pada

faktor-faktor yang dianggap lebih penting oleh pedagang, dimana faktor-faktor ini

membutuhkan biaya yang lebih besar dalam peningkatan pelaksanaannya.

Kebersihan kantor unit pasar telah memuaskan pedagang namun dianggap

kurang penting. Hal tersebut dikarenakan pada kenyataan dilapangan kebersihan

kantor unit pasar tidak berpengaruh besar pada proses usaha mereka, melainkan

kondisi kebersihan pasar secara umum, karena berpengaruh besar pada konsumen

yang akan berkunjung ke pasar, konsumen yang berkunjung ke pasar akan melihat

dan nyaman untuk berbelanja ketika kondisi kebersihan pasar terawat. Kebersihan

kantor unit pasar dirasakan pada waktu-waktu tertentu saja ketika mereka

membutuhkan pelayanan atau menyampaikan keluhan-keluhan atas masalah yang

pedagang hadapi.

Atribut kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha dianggap telah

memuaskan pedagang. Hal ini dikarenakan prosedur dan mekanisme sewa tempat

usaha yang sederhana dan cepat, cukup dengan perjanjian dengan pihak pengelola

pasar atau pemilik kios, los maupun toko-toko di kawasan radius.

Besarnya sewa tempat usaha merupakan atribut yang dianggap memuaskan

pedagang. Hal ini dikarenakan besarnya sewa tempat usaha tidak terlalu

membebani, sesuai dengan kemampuan dan omzet mereka, serta sesuai dengan

kondisi tempat usaha yang mereka tempati saat ini.

Kejujuran petugas penarik retribusi dirasakan telah memuaskan pedagang.

Hal tersebut terkait dengan pengalaman pedagang bahwa petugas retribusi

bersikap sopan dan jujur ketika melakukan tugasnya tiap hari. Retribusi yang

pedagang bayarkan disertai dengan kwitansi pembayaran sehingga mudah untuk

diketahui jika terjadi penyelewengan di tingkat petugas retribusi.

Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang

termasuk dalam atribut yang memuaskan pedagang. Hal tersebut sesuai dengan

kenyataan dilapangan bahwa adanya petugas keamanan dari pihak pegawai unit

pasar dan tingkat keamanan pasar selama ini cukup terjaga, meskipun kondisi

fasilitas keamanan pasar yang tidak memadai. Juga didukung oleh tingkat

kesadaran pedagang dan pegawai unit pasar untuk menjaga keamanan lingkungan

pasar.

93

Atribut sikap pegawai unit pasar, dianggap sangat memuaskan pedagang.

Hal ini dikarenakan sikap pegawai unit pasar sopan dan ramah ketika bertemu dan

menerima keluhan pedagang. Hal ini didukung fakta ketika berkunjung ke kantor

unit pasar, pegawai unit pasar sangat ramah dan sopan menerima tamu.

5.3.5 Customer Satisfaction Index (CSI)

Nilai rata-rata untuk tingkat kepentingan dan tingkat kinerja atau kepuasan

masing-masing atribut kualitas jasa digunakan untuk menghitung Customer

Satisfaction Index (CSI) dan perhitungan yang dilakukan pada Tabel 16 diperoleh

hasil bahwa CSI untuk atribut kualitas jasa Pasar Citeureup I adalah sebesar

56.023 persen.

Tabel 16. Perhitungan Customer Satisfaction Index Atribut Kualitas Jasa

No. atribut

Rata- rata Tingkat

Kepentingan

Rata- rata Tingkat Kinerja Importance

Weighting Factors (%)

CSI Tiap Atribut (%)

Weighted Score

⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Y⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

X

1 3.990 5.815 2.940 0.171 0.034 2 4.330 6.311 2.300 0.145 0.029 3 4.310 6.282 2.330 0.146 0.029 4 4.140 6.034 3.160 0.191 0.038 5 4.360 6.355 2.640 0.168 0.034 6 4.110 5.990 2.900 0.174 0.035 7 3.890 5.670 2.890 0.164 0.033 8 3.700 5.393 2.870 0.155 0.031 9 3.910 5.699 2.740 0.156 0.031 10 4.000 5.830 2.470 0.144 0.029 11 4.160 6.063 2.360 0.143 0.029 12 4.050 5.903 3.520 0.208 0.042 13 3.920 5.713 3.200 0.183 0.037 14 3.950 5.757 2.890 0.166 0.033 15 3.900 5.684 3.500 0.199 0.040 16 3.940 5.743 2.390 0.137 0.027

94

17 3.950 5.757 2.630 0.151 0.030 Total 68.610 100.000

Weighted Total 2.801 Satisfaction Index 56.023% 56.023 % Dari penilaian yang dilakukan oleh pedagang Pasar Citeureup I, tingkat

kepuasan secara keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu

mempunyai predikat ”cukup puas”. Hal ini dapat dilihat dari CSI dengan nilai

56.023 persen, sedangkan tingkat kepuasan terletak diantara rentang 0,66-0,80.

Ketidakpuasan pedagang dikarenakan kinerja Pasar Citeureup I belum sesuai

dengan tingkat kepentingan yang diharapkan pedagang.

Meskipun demikian, diharapkan Pasar Citeureup I dapat terus berkomitmen

untuk meningkatkan kepuasan pedagang pada tahun-tahun berikutnya untuk

mencapai kategori puas bahkan sangat puas atau mendekati angka 100 persen dan

mempertahankannya. Hal ini diharapkan Pasar Citeureup I kedepan menjadi salah

satu pasar tradisional di Kabupaten Bogor yang memiliki pengelolaan yang lebih

baik, sehingga memberikan kepuasan kepada pelanggannya. Hasil CSI tiap atribut

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 16.

5.4. Penyusunan Program

Penyusunan proram ini diarahkan untuk meningkatkan peran aktif

pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan dan peran serta masyarakat dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I Kabupaten Bogor. Tahap yang dilakukan dalam

penyusunan proram ini melalui tiga tahap yaitu tahap identifikasi faktor internal

dan eksternal; tahap pencocokan dan pemaduan yang berfokus pada perumusan

alternatif strategi yang layak dengan mencocokkan faktor internal dan eksternal;

serta tahap keputusan. Metode yang dipilih dalam kajian ini yang ditujukan untuk

memformulasikan strategi tersebut adalah Matriks faktor internal dan eksternal

(IFE-EFE Matrix/Internal Factors Evaluation-External Factor Evaluation

Matrix), analisis matriks Kekuatan-Kelemahan-Ancaman-Peluang (SWOT), dan

analisis Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic

Planning Matrix – QSPM).

95

5.4.1. Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal

5.4.1.1. Analisis Lingkungan Internal

Analisis lingkungan internal ditujukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

yang dapat menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengelolaan Pasar Citeureup

I. Faktor-faktor strategis internal tersebut adalah :

a. Kekuatan

Faktor-faktor yang menjadi kekuatan yang dapat dimanfaatkan dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I antara lain :

1. Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I

Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang

terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kemudahan dalam pengurusan sewa

tempat usaha di Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan tinggi, yaitu

sebesar (2.89) dan nilai rata-rata tingkat kepentingan (3.89). Kemudahan dalam

pengurusan sewa tempat usaha ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat

dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

2. Pelayanan yang baik diberikan pegawai Pasar Citeureup I

Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang

terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, pelayanan yang diberikan pegawai unit

Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata kepuasan (2.90) tinggi, dan nilai rata-

rata kepentingan yang tergolong tinggi (4.11). Fakor pelayanan yang diberikan

pegawai unit pasar merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan

dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I

Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I memiliki nilai rata-rata

tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan yang tinggi, yaitu tingkat kepuasan

sebesar (3.20) dan tingkat kepentingan sebesar (3.92). Kejujuran petugas

penarik retribusi ini merupakan kekuatan yang seyogyanya dapat dimanfaatkan

dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

96

b. Kelemahan

Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor yang

merupakan kelemahan yang harus diatasi :

1. Pengelola Pasar Citeureup I kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan

secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I

Pengelola pasar dalam memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik

dan teratur direspon kurang baik oleh pedagang (responden). Nilai rata-rata

tingkat kepuasan sangat rendah (2.39) sedangkan tingkat kepentingan

memiliki nilai rata-rata yang tinggi (3.94). Pengelola pasar kurang

memberikan pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur merupakan

kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam pengelolaan Pasar

Citeureup I.

2. Kondisi tempat usaha di Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor

Kondisi tempat usaha berdagang sangat dirasakan kurang memuaskan oleh

responden (pedagang), hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata tingkat

kepuasan pedagang yang rendah (2.64), sedangkan nilai rata-rata tingkat

kepentingannya sangat tinggi (4.36). Kondisi tempat usaha yang tidak tertata

dan kotor merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat direspon dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I.

3. Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor

Berdasarkan analisis tingkat kepuasan dan tingkat kepentingan pedagang

terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I, kondisi kebersihan Pasar Citeureup I

memiliki nilai rata-rata tingkat kepuasan yang sangat rendah (2.33), namun

memiliki nilai rata-rata tingkat kepentingan yang tinggi (4.31). Kondisi

kebersihan pasar yang kotor ini merupakan kelemahan yang seyogyanya dapat

direspon dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

5.4.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal

97

Faktor-faktor strategis eksternal terdiri dari faktor-faktor yang dapat

dijadikan peluang dan ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun

faktor-faktor tersebut antara lain :

a. Peluang

Faktor peluang merupakan bagian dari faktor-faktor strategis eksternal, yang

mana faktor ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dalam pengelolaan

Pasar Citeureup I di Kabupaten Bogor.

Peluang-peluang tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar

Kecamatan Citeureup terletak di wilayah timur Kabupaten Bogor. Penduduk

Kecamatan Citeureup tersebar di 14 desa, dengan jumlah penduduk 167.769

jiwa. Jumlah penduduk yang besar merupakan calon konsumen dan peluang

yang dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

2. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I

Pendapatan daerah Kabupaten Bogor berdasarkan Rancangan APBD 2008

sebesar Rp.1.656.588.000 naik sebesar 5.72 persen dibandingkan pada tahun

2007. Sedangkan untuk anggaran belanja 2008 dianggarkan Rp.1.794.256.000

naik sebesar 4.85 persen dibandingkan tahun anggaran 2007. Besarnya dana

APBD Kabupaten Bogor ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat

dimanfaatkan dengan cara pengajuan bantuan dana untuk rehabilitasi Pasar

Citeureup I untuk pengelolaan pasar yang lebih baik.

3. Perpres No.112 Tahun 2007

Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar

tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan

departemen perdagangan terhadap pengelolaan pasar. Dengan Perpres ini

diharapkan pengelolaan pasar yang lebih baik kedepan. Perpres No.112 Tahun

2007 ini merupakan peluang yang seyogyanya dapat dimanfaatkan dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I.

b. Ancaman

Beberapa faktor yang menjadi ancaman yang harus diatasi dalam pengelolaan

Pasar Citeureup I adalah :

1. Adanya supermarket/minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

98

Keberadaan supermarket/minimarket yang berdekatan dengan pasar

mengancam keberadaan pasar-pasar tradisional, begitupun halnya di sekitar

Pasar Citeureup I terdapat supermarket/minimarket yang jaraknya tidak terlalu

jauh, sesuai dengan Perpres No.112 bahwa jarak pasar modern dengan pasar

tradisional adalah 2,5 km dan jarak minimarket dengan pasar tradisional adalah

0,5 km. Hal ini dapat menjadi ancaman dalam pengelolaan Pasar Citeureup I.

2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

Laju inflasi Januari 2008 masih mencapai 6,5 persen. Laju inflasi yang masih

tinggi ini tentunya berdampak terhadap kenaikan harga barang-barang, dan juga

berpengaruh terhadap kemampuan daya beli masyarakat yang mengalami

penurunan karena penghasilan mereka relatif sedangkan biaya hidup semakin

meningkat. Sehingga masyarakat mengurangi kegiatan untuk

mengkomsumsi/berbelanja barang-barang yang bersifat sekunder dan lebih

memfokuskan pada barang-barang yang bersifat primer, dan akhirnya akan

mengurangi keuntungan para pedagang karena menurunnya omzet

penjualannya. Untuk menghadapi persaingan pasar-pasar modern Pasar

Citeureup I sebagai pasar tradisonal perlu menyiapkan dan menjual barang-

barang dengan harga yang kompetitif, harga yang bersaing ini dapat menarik

minat pembeli untuk tetap berbelanja di pasar-pasar tradisional, terutama di

Pasar Citeureup I. Kenaikan harga barang-barang di pasaran yang tidak diikuti

penawaran harga barang yang kurang kompetitif ini akan menjadi ancaman

terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.

3. Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

Keberadaan Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

merupakan pesaing bagi keberlangsungan kegiatan ekonomi di Pasar Citeureup

I. Hal ini juga didukung dengan kondisi bangunan dan fasilitas yang ada di

Pasar Citeureup II lebih baik dibandingkan Pasar Citeureup I. Adanya Pasar

Citeureup II ini menjadi ancaman terhadap Pasar Citeureup I.

5.4.2. Tahap Masukan

Pada tahap ini dilakukan analisis IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE

(External Factor Evaluation). Analisis IFE-EFE tersebut didasarkan pada hasil

99

identifikasi kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor strategis internal

serta identifikasi peluang dan ancaman yang merupakan faktor strategis eksternal.

Pengisian matriks IFE-EFE dilakukan dengan memberikan bobot dan rating pada

setiap faktor strategis internal dan eksternal tersebut. Penentuan bobot dilakukan

dengan menggunakan metode Paired Comparison sehingga diperoleh skor bobot.

Analisis ini ditujukan untuk menilai dan mengevaluasi pengaruh faktor-faktor

strategis terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I.

5.4.2.1. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks)

Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE) merupakan hasil identifikasi faktor-

faktor strategis internal Pasar Citeureup I berupa kekuatan dan kelemahan yang

berpengaruh terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I. Dari hasil analisis matriks

IFE seperti ditunjukkan oleh Tabel 16 diperoleh total skor (nilai terbobot) untuk

faktor-faktor strategis internal sebesar 2,5. Jumlah nilai terbobot yang termasuk

rata-rata tersebut (rata-rata=2,5) menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I kuat

secara internal. Dengan demikian Pasar Citeureup I mampu memanfaatkan

kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi kelemahannya. Secara rinci, jumlah nilai

terbobot untuk elemen kekuatan adalah 1,67 sedangkan untuk elemen kelemahan

berjumlah 0,79.

Kekuatan utama yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam

pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I dengan skor 0,65. Di Pasar

Citeureup I, kemudahan pengurusan sewa tempat usaha menjadi modal penting

dalam berdagang dan merupakan bagian dari pelayanan, hal ini sesuai dengan

tingkat kepuasan pedagang yang tinggi terhadap faktor tersebut.

Kekuatan yang menempati urutan kedua adalah pelayanan yang baik

diberikan pegawai Pasar Unit Citeureup I (skor=0,57). Pelayanan ini menjadi

penting mengingat Pasar Citeureup I merupakan pasar tradisional yang sudah

tidak terawat secara fisik, sedangkan untuk mempertahankan keberadaan pasar

terutama kenyamanan pedagang dan konsumen adalah mutlak memberikan

pelayanan yang terbaik oleh pegawai Pasar Unit Citeureup I.

Kekuatan utama lainnya yang menempati urutan ketiga adalah kejujuran

petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I dengan skor 0,45. Retribusi

100

memberikan kontribusi bagi PAD Kabupaten Bogor, untuknya itu sangat penting

kejujuran dari petugas untuk menghindari penyelewengan iuran-iuran retribusi

dan kualitas pelayanan yang baik disertai dengan kejujuran.

Disamping kekuatan, pasar pun memiliki kelemahan. Kelemahan utama

yang dihadapi oleh Pasar Citeureup I adalah kondisi kebersihan pasar yang kotor.

Kelemahan tersebut terlihat dari skor terendah yang dimiliki faktor strategis

internal yaitu sebesar 0,18. Kondisi kebersihan pasar menjadi faktor yang sangat

penting dalam pengelolaan Pasar Citeureup I mengingat kebersihan pasar

berpengaruh terhadap minat konsumen untuk berkunjung ke pasar, pasar yang

kotor menyebabkan konsumen enggan untuk berbelanja sehingga mengakibatkan

omzet pedagang pun turun.

Tabel 17. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE matriks) Pasar Citeureup I

No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan 1,670 1. Kemudahan dalam

pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I

0,217 3,000 0,651

2. Pelayanan yang baik di berikan pegawai Unit Pasar Citeureup I

0,156 3,667 0,572

3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I

0,122 3,667 0,447

Kelemahan 0,795 1. Pengelola pasar Citeureup I

kurang memberikan Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I

0,183 2,000 0,366

2. Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor

0,189 1,333 0,252

3. Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor

0,133 1,333 0,177

Total 1 2,465

101

Kelemahan utama lainnya yang dihadapi Pasar Citeureup I adalah kondisi

tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor yang memiliki skor 0,25. Faktor

tersebut juga berpengaruh terhadap Pasar Citeureup I, kondisi ini mengakibatkan

pedagang tidak nyaman untuk berdagang, begitupun dengan konsumen yang pada

akhirnya akan berpaling ke pasar-pasar tradisional lainnya.

5.4.2.2. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matrix)

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) merupakan hasil dari

identifikasi faktor-faktor strategis eksternal Pasar Citeureup I berupa peluang dan

ancaman yang telah diberi bobot dan rating. Hasil analisis matriks EFE

ditampilkan pada Tabel 18. Dari hasil analisis tersebut diperoleh total skor untuk

faktor strategis eksternal sebesar 2,15 dengan skor elemen peluang sebesar 0,97

dan elemen dan elemen ancaman sebesar 1,18. Nilai total skor yang kurang dari

2,5 menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I belum mampu memanfaatkan peluang

eksternal untuk menghadapi ancaman

Tabel 18. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I

No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang 0,970 1. Jumlah penduduk Kecamatan Citeureup

(Calon Konsumen) besar 0,194 2,333 0,453

2. Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I

0,117 1,000 0,117

3. Adanya Perpres No 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern

0,150 2,667 0,400

Ancaman 1,179 1. Adanya Supermarket/Minimarket yang

berdekatan dengan Pasar Citeureup I 0,172 2,333 0,401

2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitip

0,167 2,667 0,445

3. Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,200 1,667 0,333

Total 1 2,149 Peluang utama yang dimiliki oleh Pasar Citeureup I adalah jumlah

penduduk Kecamatan Citeureup (calon konsumen) besar dengan skor 0,45. Hal

102

tersebut menunjukkan bahwa faktor jumlah penduduk Kecamatan Citeureup yang

besar sangat mempengaruhi perkembangan Pasar Citeureup I. Sebagian besar

calon konsumen yang akan berbelanja ke Pasar Citeureup I berasal dari wilayah

terdekat, yaitu penduduk Kecamatan Citeureup.

Peluang terbesar lainnya yang dimiliki Pasar Citeureup I adalah adanya

Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional,

pusat perbelanjaan dan toko modern, juga tantangan harapan departemen

perdagangan terhadap pengelolan pasar tradisional. Hal tersebut memberikan

dampak positif serta angin segar dalam penataan pasar-pasar rakyat kedepan.

Dengan payung hukum tersebut permasalahan-permasalahan pedagang di

Kabupaten Bogor khususnya di Pasar Citeureup I dapat diminimalisir untuk

peningkatan pendapatan daerah dan peningkatan pengelolaan pasar-pasar

tradisional.

Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk rehabilitasi Pasar Citeureup I

Kabupaten Bogor, tidak dipungkiri bahwa pendanaan untuk rehabilitasi pasar-

pasar tradisional di Kabupaten Bogor masih mengandalkan subsidi dana Anggaran

Pendapatan Belanja Daerah, begitupun dengan Pasar Citeureup I yang kondisinya

sudah tidak layak, perlu segera direhabilitasi untuk keberlangsungan Pasar

Citeureup I yang menampung pedagang dalam jumlah besar.

Selanjutnya, ancaman utama yang di hadapi Pasar Citeureup I adalah

kenaikan harga barang dan harga barang yang dijual kurang kompetitif dengan

skor 0,45. Harga barang yang kurang kompetitif ini menjadi ancaman karena

berdampak terhadap minat pembeli untuk tetap berbelanja di Pasar Citeureup I,

Pasar Citeureup I sebagai pasar tradisional harus mampu menjual barang dengan

harga yang bersaing dengan pasar-pasar modern sehingga menarik minat

konsumen untuk berkunjung dan tetap menjadi pelanggan setia pasar pasar

tradisional khususnya Pasar Citeureup I. Jika harga barang yang dijual kurang

kompetitif atau kalah bersaing akan mengakibatkan konsumen berpaling ke pasar-

pasar modern yang jelas ini juga berpengaruh pada omzet penjualan pedagang

karena konsumen yang berbelanja di pasar pasar tradisional juga menurun.

Faktor lain yang menjadi ancaman adalah adanya supermarket/minimarket

yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I. Kebijakan pemerintah terhadap ijin

103

pendirian supermarket/minimarket perlu lebih diawasi dan dibatasi, karena

kebijakan yang tidak saling mendukung dapat mempengaruhi implementasi

terhadap aturan yang lain, terutama untuk perdagangan, Perpres No.112 Tahun

2007 tentang pasar modern mengatur bahwa jarak minimarket dengan pasar

tradisiona adalah 0,5 km. Menjamurnya supermarket/minimarket yang kadang

tidak sesuai dengan ijin pendirian sangat mempengaruhi keberadaan pasar-pasar

tradisional apalagi yang berdekatan dengan pasar.

5.4.3. Tahap Pencocokan

Tahap selanjutnya adalah tahap pencocokan dari kerangka kerja perumusan

strategi dengan teknik matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT).

Matriks SWOT ini bersandar pada informasi yang diturunkan dari tahap input

untuk mencocokkan peluang dan ancaman eksternal dengan kekuatan dan

kelemahn internal. Mencocokkan faktor strategis internal dan eksternal ditujukan

untuk menghasilkan alternatif strategi yang layak dalam pengelolaan Pasar

Citeureup I. Matriks SWOT ini terdiri dari empat tipe strategi yang digunakan

dalam pengembangan Pasar Citeureup I kedepan, yaitu : SO (kekuatan-peluang –

strength-oppurtunities), WO (kelemahan-peluang – weakness-oppurtunities), ST

(kekuatan-ancaman – strength-threats) dan WT (kelemahan-ancaman – weakness-

threats). Matriks SWOT Pasar Citeureup I dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19.Matriks SWOT Pasar Citeureup I

FAKTOR KEKUATAN (S) INTERNAL 1.Kemudahan dalam

pengurusan sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I

KELEMAHAN (W) 1.Pengelola Pasar

Citeureup I kurang memberikan pembinaan dan penyuluhan secara

2.Pelayanan yang baik di

104

berikan pegawai unit Pasar Citeureup I

3.Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I

baik dan teratur kepada pedagang Pasar Citeureup I

2.Kondisi tempat usaha berdagang di Pasar Citeureup I yang tidak tertata, terawat dan kotor

FAKTOR 3.Kondisi kebersihan

Pasar Citeureup I yang kotor

EKSTERNAL

PELUANG (O) 1.Jumlah penduduk Kec.

Citeureup (Calon Konsumen) besar

STRATEGI S-O

2.Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I

3.Adanya Perpres No.112 tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern

1.Peningkatkan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen berkunjujng dan berbelanja di Pasar Citeureup I (S1,S2,S3,O1,O2)

STRATEGI W-O 1.Pembinaan

pedagang Pasar Citeureup I(W1,O1,O2)

2.Penerapan peraturan pasar (S2,S3,O3)

2.Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I (W2,W3,O2,O3)

ANCAMAN (T) STRATEGI S-T 1.Adanya

Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

1.Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau peiode tertentu di Pasar Citeureup I (S1,S2,S3,T1,T2,T3)

STRATEGI W-T 1.Rehabilitasi Pasar

Citeureup I (W2,W3,T1,T2,T3)

2.Peningktan SDM pengelola Pasar Citeureup I (W1,T1,T2,T3)

2.Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

3.Adanya Pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

5.4.3.1. Strategi S-O (Strength-Oppurtunities)

Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk

memanfaatkan peluang eksternal untuk memperoleh keuntungan dalam

pengelolaan Pasar Citeureup I. Adapun beberapa alternatif yang dihasilkan

adalah:

1. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen

berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I

105

Bantuan dana APBD Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I dialokasikan

untuk peningkatan kualitas SDM pegawai Pasar Citeureup I untuk

meningkatkan kualitas pelayanan, dengan peningkatan kualitas pelayanan ini

diharapkan dapat menarik konsumen untuk memilih berbelanja di Pasar

Citeureup I.

2. Penerapan peraturan pasar. Tegaknya suatu aturan atau peraturan pasar

diperlukan kualitas pelayanan dan kejujuran dari petugas pasar. Perpres

No.112 Tahun 2007 mengatur tentang pasar modern, penatan dan pembinaan

pedagang yang kesemuanya bisa diterapkan dalam pengelolaan pasar

tradisional dengan baik jika didukung pula oleh tingkat kualitas pelayanan

yang baik serta kejujuran dari petugas pasar.

5.4.3.2. Strategi Weakness-Oppurtunities (W-O)

Strategi W-O merupakan strategi yang disusun untuk mengatasi kelemahan

dan memanfaatkan peluang yang ada. Beberapa alternatif yang dihasilkan adalah :

1. Pembinaan pedagang Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk mengatasi

kelemahan kurangnya pembinaan secara baik dan teratur terhadap pedagang

Pasar Citeureup I. Dengan pembinaan diharapkan pedagang nantinya bisa

ditata dengan baik dalam peningkatan pengelolaan pasar sesuai dengan

Perpres No 112 Tahun 2007. Penataan pedagang bisa menarik minat

konsumen untuk berbelanja di Pasar Citeureup I.

2. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I. Strategi ini untuk

mengatasi kelemahan Pasar Citeureup I yang tidak tertata, kotor dan tidak

terawat. Penataan tempat-tempat pedagang diharapkan membuat pedagang

dan konsumen lebih nyaman, dengan menyediakan sarana kebersihan

diharapkan pasar tidak terlalu kotor dan jorok. Hal ini bisa dilakukan karena

adanya iuran retribusi kebersihan dan didukung alokasi dana APBD

Kabupaten Bogor untuk Pasar Citeureup I.

5.4.3.3. Strategi Strengths-Threats (S-T)

106

Strategi S-T merupakan strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk

menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal bagi pengelolaan Pasar

Citeureup I. Alternatif strategi S-T yang dihasilkan adalah :

Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu.

Kekuatan internal menjadi modal dasar untuk mengurangi ancaman. Dengan

diselenggarakannya bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu dengan

cara menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga rendah atau murah,

maka akan meningkatkan konsumen dan sekaligus mengurangi pesaing dari

supermarket dan Pasar Citeureup II serta akan mengurangi tekanan kenaikan

harga barang yang dialami masyarakat karena barang-barang yang dijual dalam

bazar harganya murah.

5.4.3.4. Strategi Weakness-Threats (W-T)

Strategi W-T merupakan strategi yang diusulkan untuk mengurangi

kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal yang ada. Alternatif

strategi W-T yang direkomendasikan adalah sebagai berikut:

1. Rehabilitasi Pasar Citeureup I

Strategi disusun untuk mengantisipasi kelemahan Pasar Citeureup I berupa

sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kelemahan-kelemahan tersebut

perlu diatasi untuk menghindari ancaman menjamurnya pusat perbelanjaan

modern, supermarket/minimarket yang menggeser keberadaan pasar-pasar

tradisional.

2. Peningkatan sumber daya manusia pengelola Pasar Citeureup I

Strategi ini berupaya untuk menghindari ancaman eksternal, dengan

peningkatan sumber SDM pengelola pasar nantinya akan memberikan

pembinaan dan penyuluhan ke pedagang secara baik dan teratur sehingga

pedagang bisa berdagang secara sehat dan jujur menghadapi persaingan pasar-

pasar modern dan harga-harga barang yang di jual lebih kompetitif ke depan.

Profil strategi pengelolaan ditunjukkan oleh Gambar 21. Kerangka kerja

empat kuadran ini mengindikasikan apakah strategi yang cocok adalah strategi

yang agresif, konservatif, defensive, atau kompetitif.

107

Gambar 21. Profil Strategi Pengelolaan Pasar Citeureup I

Tahap yang dibutuhkan untuk membentuk profil strategi ini adalah :

menempatkan nilai skor akhir dari matriks IFE dan EFE untuk sumbu yang sesuai,

menambahkan dua nilai pada sumbu x dan menggambarkan titik hasil pada X,

menambahakan dua nilai pada sumbu y dan menggambarkan titik hasil pada Y,

menggambarkan perpotongan X dan Y, dan menggambarkan arah vektor dari titik

asal melalui titik perpotongan yang baru. Vektor arah yang diasosiasikan dengan

masing-masing profil menyiratkan tipe strategi yang harus dijalankan.

Berdasarkan matriks IFE, skor untuk kekuatan adalah 1,67 sedangkan skor

untuk kelemahan adalah 0,80 sehingga selisih antara keduanya bernilai 0,87, nilai

tersebut pada profil strategi ditempatkan pada sumbu X-ordinat. Selanjutnya

selisih antara nilai peluang dan nilai ancaman bernilai -0,21 yang kemudian

ditempatkan pada sumbu Y-axis. Perpotongan antara X dan Y tersebut berada di

kuadran IV, dengan tipe strategi diversive. Berdasarkan analisis tersebut maka

profil strategi yang muncul adalah strategi S-T, yaitu strategi menggunakan

kekuatan internal untuk menghindari ancaman eksternal.

108

5.4.4. Tahap Pengambilan Keputusan

Tahap selanjutnya dari penyusunan program pengelolaan Pasar Citeureup I

adalah tahap pengambilan keputusan dengan menggunakan matriks QSP

(Quantitative Strategic Planning). Analisis ini ditujukan untuk menentukan

prioritas strategi yang dapat disusun oleh pemerintah Kab.Bogor khususnya PD.

Pasar Tohaga Kabupaten Bogor untuk pengelolaan Pasar Citeureup I.

Matriks perencanaan strategi alternatif kualitatif (QSPM) merupakan alat

yang memungkinkan untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif

berdasarkan pada faktor-faktor kunci eksternal dan internal dari matriks IFE dan

matriks EFE yang disajikan pada bagian halaman sebelumnya. Secara konsep

matriks QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi berdasarkan

pada faktor-faktor sukses kritis eksternal dan internal.

Hasil analisis QSPM menunjukkan bahwa strategi yang memiliki nilai Total

Attractiveness Score (TAS) terbesar yaitu sebesar 6,988 adalah strategi penataan

tempat usaha, selanjutnya yang memilki nilai TAS terendah (5,917) adalah

strategi penerapan peraturan pasar. Hasil analisis QSPM disajikan pada Lampiran

12.

Urutan prioritas strategi berdasarkan nilai TAS tertinggi sampai dengan

terendah yang dihasilkan matriks QSPM adalah sebagai berikut:

1. Penataan tempat-tempat usaha di Pasar Citeureup I . (TAS = 6,988)

Strategi ini didasarkan pada kondisi Pasar Citeureup I saat ini yang tidak

tertata, kotor dan tidak terawat, sehingga ini menjadi prioritas utama dalam

peningkatan kualias pengelolaan Pasar Citeureup I. Penataan ini diharapkan

membuat pedagang dan konsumen lebih nyaman berada di Pasar Citeureup I demi

lancarnya proses jual beli yang dapat meningkatkan pendapatan para pedagang

dan membuat pengunjung lebih puas.

2. Peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I untuk menarik konsumen

berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup I. (TAS = 6,800)

Strategi ini didasarkan pada rendahnya kualitas pelayanan Pasar Citeureup I,

sehingga mendesak untuk dilakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan Pasar Citeureup I. Peningkatan kualitas pelayanan ini di harapkan dapat

109

lebih menarik para konsumen untuk berkunjung dan memilih berbelanja di pasar

tradisional, Pasar Citeureup I.

3. Menyelenggarakan bazar pada event-event tertentu atau periode tertentu di

Pasar Citeureup I. (TAS = 6,775)

Strategi ini diprioritaskan berdasarkan pada kenyataan tingginya harga-harga

barang sedangkan tingkat kebutuhan manusia makin meningkat, begitupula untuk

mengurangi pesaing dari supermarket dan minimarket. Dengan menyelenggarakan

bazaar pada event-event tertentu atau periode-periode tertentu dengan cara

menjual barang-barang yang berkualitas dengan harga murah akan menarik dan

meningkatkan minat konsumen untuk tetap berkunjung dan berbelanja di Pasar

Citeureup I.

110

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Karakteristik para pedagang di Pasar Citeureup I menunjukkan bahwa

sebagian besar adalah pedagang yang menempati kios yang tidak jauh beda

jumlahnya dengan pedagang kaki lima, kemudian pedagang di los dan

pedagang di radius. Sebagian besar pedagang memiliki omzet per hari yang

rendah, yaitu omzet per hari kurang dari Rp.1.000.000,-. Sedangkan pedagang

mempunyai pengeluaran rata-rata per hari Rp.51.000,- sampai Rp.100.000,-

dan sebagian besar adalah pedagang yang belum pernah berdagang

sebelumnya selain di Pasar Citeureup I.

2. Dari analisis tingkat kepentingan pedagang dapat disimpulkan bahwa dimensi

tangible (kenyataan/bentuk fisik) merupakan dimensi pengelolaan yang paling

penting oleh pedagang dibandingkan dimensi-dimensi kualitas pengeloaan

lainnya, dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan tertinggi. Dimensi

reliability ((keandalan/kepercayaan) merupakan dimensi yang dianggap tidak

penting oleh pedagang dengan nilai rata-rata tingkat kepentingan terendah.

Sedangkan atribut kualitas jasa yang dianggap paling penting oleh pedagang

adalah atribut kondisi tempat usaha/berdagang (dimensi tangible) dengan nilai

rata-rata tertinggi dan atribut kualitas jasa yang memiliki nilai rata-rata

terendah adalah besarnya sewa tempat usaha (dimensi reliability).

3. Dari analisis tingkat kepuasan/kinerja pedagang dapat disimpulkan bahwa

dimensi assurance (jaminan/kepastian) merupakan dimensi pengelolaan yang

memiliki tingkat kepuasan tertinggi dengan nilai rata-rata sedangkan dimensi

responsiveness (ketanggapan) merupakan dimensi yang memiliki nilai rata-

rata tingkat kepuasan terendah. Selanjutnya atribut kualitas jasa yang memiliki

tingkat kepuasan tertinggi adalah keramahan dan kesopanan petugas penarik

retribusi (dimensi assurance) dengan nilai rata-rata atribut dan kondisi

bangunan/gedung pasar dianggap paling rendah tingkat kepuasannya oleh

pedagang dengan nilai rata-rata. Tingkat kepuasan pedagang secara

keseluruhan terhadap pengelolaan Pasar Citeureup I yaitu mempunyai predikat

“cukup puas”.

111

4. Berdasarkan analisis faktor internal dan eksternal, pengelolaan Pasar

Citeureup I menekankan pada strategi yang bertujuan untuk menggunakan

kekuatan internal yang ada untuk menghindari ancaman eksternal (Strategi S-

T). Selanjutnya hasil analisis matriks IFE menunjukkan bahwa Pasar

Citeureup I kuat secara internal, sehingga mampu memanfaatkan kekuatan

yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan. Kekuatan utama yang dimiliki

Pasar Citeureup I adalah kemudahan dalam pengurusan sewa tempat

usaha,.dan dari hasil analisis EFE menunjukkan bahwa Pasar Citeureup I

belum mampu memanfaatkan peluang eksternal untuk menghadapi ancaman.

Peluang utama yang dimiliki adalah jumlah penduduk Kecamatan Citeureup

(calon konsumen) yang besar.

5. Berdasarkan hasil analisis QSPM prioritas strategi yang terpilih dalam

pengembangan Pasar Citeureup I diantaranya adalah: penataan tempat-tempat

usaha di Pasar Citeureup I, peningkatan kualitas pelayanan Pasar Citeureup I

untuk menarik konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di Pasar Citeureup

I, dan menyelenggarakan bazaar pada event-event tertentu atau periode

tertentu di Pasar Citeureup I.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan, beberapa saran yang dapat

direkomendasikan antara lain:

1. Dalam rangka peningkatan pengelolaan Pasar Citeureup I sebaiknya diarahkan

ke penataan fisik yang dibarengi dengan peningkatan kualitas pengelolaan

pasar dengan peningkatan SDM pengelola pasar.

2. Untuk pengelolaan Pasar Citeureup I yang lebih profesional dan mampu

bersaing dengan pasar modern, kerjasama dengan pihak swasta perlu

diaplikasikan dan dijalin secara baik oleh PD Pasar Tohaga Kab.Bogor dan

diarahkan untuk memperoleh nilai tambah yang sebesar-besarnya bagi

pedagang dan masyarakat secara umum sehingga tercipta hubungan saling

membutuhkan dan saling menguntungkan antar berbagai pihak.

3. Kebijakan yang mendesak perlu untuk segera diperjuangkan dan

direalisasikan berdasar pada kondisi yang ada adalah rehabilitasi Pasar

112

Citeureup I, juga sesuai dengan hasil analisis tingkat kepentingan dan

kepuasan pedagang.

4. Dalam menerapkan kebijakan dan peraturan pasar diperlukan pendekatan

secara kekeluargaan, adanya sosialisasi dan penegakan hukum melalui

penertiban dan pengawasan terhadap pedagang secara intensif dari aparat

Pemerintah Kabupaten Bogor (PD.Pasar Tohaga Kabupaten Bogor) agar

kebijakan dan peraturan yang dibuat dapat berjalan sebagaimana mestinya.

113

DAFTAR PUSTAKA

Agustiar, Memet.1996. Pengembangan Pasar Tradisional Menanggapi Tantangan Masa Depan : Konsep dan Penerapannya. Dalam Usahawan No. 02 Februari 1996.

Agung, I Gusti Ngurah. 2004. Manajemen Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, Kiat untuk mempersingkat waktu penulisan Karya Ilmiah yang bermutu. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

David, Fred R, 2002. Manajemen Strategis. Penerbit PT. Prenhallindo. Jakarta. Davey, K.J. 1983. Financing Regional Government, Ltd New York, Brisbane,

Toronto, Singapore : Wiley and Sons. Darlilis, R. 2008. Analisis Kepuasan Pelanggan Terhadap Kualitas Pelayanan

Berkaitan dengan Penanganan Komplain (Studi Kasus di PT PLN UPJ Pekalongan Kota). Skripsi pada Departemen Manajamen. Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Darrin, G. And Mervin K. Lewis .2001. Evaluating the risk of publik private

partnershif for infrastruktur project. East Asia Analitycal unit. 1998. Asias infrastruktur in the crisis, harnessing

private enterprise. Departemen of Foreign Affairs and Trade. Geertz, Clifford. 1992. Penjaja dan Raja: Perubahab Sosial dan Modernisasi

Ekonomi di Dua Kota Indonesia. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi UI.

Gerson, Richard. 2004. Mengukur Kepuasan Pelanggan. PPM. Jakarta. Hasibuan, H. Malayu S.P. 1996. Manajemen : Dasar, Pengertian dan Masalah.

Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. Irawan, H. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. PT. Elex Media Komputindo,

Jakarta. Khan, M. Adil. 1996. Economic Development Povertyalleviation and

Governance. Brookfield USA: Avebury. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran: analisis Perencanaan, Implementasi

dan Pengendalian Edisi 7 (Volume 1 dan 20. lembaga Penerbit FEUI. Jakarta.

Kotler, P. 2005. Manajemen Pemasaran (Terjemahan). PT. INDEKS Kelompok

Media, Jakarta.

114

Krisna, Eri. 2003. Local Governance, Paradigma Baru Pengelolaan Pemerintahan

Daerah. FISIP Universitas Djuanda. Bogor Lovelock, C. And L.K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa (Terjemahan).

Indeks, Jakarta. Madura, Jeff. 2001. Pengantar Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. Marfiani, T. 2007. Analisis Potensi Ekonomi dan Strategi Pembangunan Ekonomi

di Bogor Barat, Tesis pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Martini C. A. And Lee D.Q. 1996. Dificulties in Infrastructure and other longterm

Capital Projects. Journal of Applied Finance and Investment. Mowen, John C. 1995. Consumer Behaviour. : Fifth ed, Prentice Hall mc. New

Jersey Nas, Peter J. M. 1986. The indonesian City : Studies In Urban Development And

Planning. Holland : Foris Publications. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2004 Tentang Rencana Strategi Pemerintah

Kabupaten Bogor tahun 2003-2008 Perda DKI Jakarta. No. 7. 1992. Pulungan, Yogi R. L .2000.Pedoman Pembinaan Pasar Daerah. Diklat manajemen

Pasar Daerah, badan Pendidikan dan Pelatihan departemen Dalam Negeri. Pulungan, Thamrin. 2000. Transformasi Pengelolaan Pasar Tradisional PD Pasar

Jaya di DKI Jakarta. Magister Manajemen, Universitas Indonesia. Rangkuti, F. 1997. Riset pemasaran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rangkuti, F. 2003. Measuring Costumer Satisfaction. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. Rivai, Veithzal. 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada. Salusu, J. 2003. Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan

Organisasi Non Profit. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Santoso, S. 2006. Menggunakan SPSS Dan Excel Untuk Mengukur Sikap Dan

Kepuasan Konsumen. Elex Media Komputindo. Jakarta.

115

Subowo, Eko. 2002. Pokok-pokok Pikiran Deregulasi Perusahaan Milik Daerah (BUMD) sebagai lembaga pertumbuhan ekonomi. Diklat Manajemen Pasar daerah. Badan Pendidikan dan pelatihan Departemen dalam negeri.

Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan

Pangsa Pasar. Rineka Cipta. Jakarta. Stratford. Strafford-on-Avon District Council Custumer Satisfaction Index June

2004. http:\\www.strafford.gov.uk\community\council-805.cfm.htm. [29 Januari 2007}

Threadgold, A. 1996. Private Financing of infrastruktur Capital projects. Journal

of Applied Finance and Investment. Umar, H. 2001. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Raja Grafindo

Persada. Jakarta. Undang-undang Republik Indonesia No. 32 & 33 tahun 2004 tentang otonomi

daerah.: Citra Umbara. Bandung . Widodo. 2005. Cerdik Menyusun Proposal Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi:

Yayan Kelopak Magna Scarf Edisi ke Tiga, Jakarta Zaenudin, M. 1998. Metodologi Penelitian. Inpress, Surabaya Zumrotin KS. 2002. Pola Keterkaitan Pasar Modern Dengan Pasar Swalayan.

Diklat Manajemen Pasar Daerah, Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Dalam Negeri.

116

117

118

119 119

120

121

122

123

Lampiran 4. Uji reliability tingkat kepentingan kuesioner Case Processing Summary N % Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's N of Alpha Items

0.753 17 Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Cronbach's Corrected Alpha if Item-Total Item Correlation Deleted

B1 65.3667 22.999 0.537 0.730B2 64.9333 21.099 0.671 0.711B3 65.0333 22.033 0.523 0.725B4 65.2667 23.099 0.426 0.735B5 65.0000 21.034 0.633 0.713B6 65.3000 22.976 0.371 0.739B7 65.5000 23.983 0.162 0.758B8 65.7333 23.306 0.141 0.772B9 65.7000 24.355 0.036 0.784B10 65.3667 24.792 0.120 0.757B11 65.1000 22.300 0.553 0.725B12 65.3667 23.620 0.491 0.735B13 65.4333 21.771 0.519 0.724B14 65.3333 24.575 0.178 0.753B15 65.4000 24.179 0.397 0.742B16 65.2667 23.582 0.335 0.742B17 65.3000 24.286 0.218 0.750

Scale Statistics

Mean Variance Std. N of

Deviation Items 69.4000 25.766 5.07597 17

Lampiran 5. Uji reliability tingkat kepuasan kuesioner

124

Case Processing Summary N % Cases Valid 30 100.0 Excluded(a) 0 .0 Total 30 100.0

a Listwise deletion based on all variables in the procedure. Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.925 17 Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Cronbach's Corrected Alpha if Item-Total Item Correlation Deleted

C1 42.1667 126.420 0.334 0.928C2 42.6667 124.230 0.561 0.923C3 42.7333 122.892 0.686 0.921C4 42.0333 119.826 0.550 0.923C5 42.1667 114.557 0.771 0.917C6 42.0000 117.310 0.671 0.920C7 42.1333 117.430 0.748 0.918C8 42.0333 114.102 0.787 0.917C9 42.2333 115.013 0.770 0.917C10 42.2667 113.582 0.721 0.919C11 42.4667 116.947 0.742 0.918C12 41.6333 123.137 0.467 0.925C13 41.6000 119.490 0.592 0.922C14 42.0667 120.271 0.508 0.924C15 41.4667 117.292 0.673 0.920C16 42.6333 117.068 0.743 0.918C17 42.5000 126.052 0.324 0.928

Scale Statistics

Mean Variance Std. N of

Deviation Items 44.8000 133.890 11.57107 17

125

Lampiran 6. Urutan Tingkat Kepentingan No Atribut Rata-rata 1 Besarnya sewa tempat usaha 3.70 2 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 3.89 3 Sikap pegawai unit pasar 3.90 4 Besarnya retribusi 3.91 5 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.92

Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik dan 6 teratur 3.94 7 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum 3.95 8 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada pedagang 3.95 9 Kebersihan kantor unit pasar 3.99

10 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 4.00 11 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 4.05 12 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 4.11 13 Kondisi MCK 4.14 14 Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah yang ada 4.16 15 Kondisi kebersihan pasar 4.31 16 Kondisi bangunan/gedung pasar 4.33 17 Kondisi kebersihan pasar 4.36

Lampiran 7. Urutan Tingkat Kepuasan/Kinerja No Atribut Rata-rata 1 Kondisi bangunan/gedung pasar 2.30 2 Kondisi kebersihan pasar 2.33

Pengelola pasar cepat dan tanggap dalam menghadapi masalah 3 yang ada 2.36

Pengelola pasar memberikan pembinaan/penyuluhan secara baik 4 dan teratur 2.39 5 Petugas unit pasar cepat dan tanggap atas keluhan pedagang 2.47 6 Pengelola pasar memberikan rasa keadilan dan kepastian hokum 2.63 7 Kondisi tempat usaha/berdagang 2.64 8 Besarnya retribusi 2.74 9 Besarnya sewa tempat usaha 2.87

10 Kemudahan dalam pengurusan sewa tempat usaha 2.89 Pengelola pasar memberikan rasa aman dan nyaman kepada

11 pedagang 2.89 12 Pelayanan yang diberikan pegawai unit pasar 2.90 13 Kebersihan kantor unit pasar 2.94 14 Kondisi MCK 3.16 15 Kejujuran petugas penarik retribusi 3.20 16 Sikap pegawai unit pasar 3.50 17 Keramahan dan kesopanan petugas penarik retribusi 3.52

126

Lampiran 8. CSI tiap Atribut

No. atribut

Rata- rata Tingkat

Kepentingan Rata- rata Tingkat

Kinerja Importance Weighting

Factors (%)

CSI Tiap Atribut (%)

Weighted Score

⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

Y ⎟⎠⎞

⎜⎝⎛ −

X

1 3.990 5.815 2.940 0.171 0.034 2 4.330 6.311 2.300 0.145 0.029 3 4.310 6.282 2.330 0.146 0.029 4 4.140 6.034 3.160 0.191 0.038 5 4.360 6.355 2.640 0.168 0.034 6 4.110 5.990 2.900 0.174 0.035 7 3.890 5.670 2.890 0.164 0.033 8 3.700 5.393 2.870 0.155 0.031 9 3.910 5.699 2.740 0.156 0.031 10 4.000 5.830 2.470 0.144 0.029 11 4.160 6.063 2.360 0.143 0.029 12 4.050 5.903 3.520 0.208 0.042 13 3.920 5.713 3.200 0.183 0.037 14 3.950 5.757 2.890 0.166 0.033 15 3.900 5.684 3.500 0.199 0.040 16 3.940 5.743 2.390 0.137 0.027 17 3.950 5.757 2.630 0.151 0.030

Total 68.610 100.000 Weighted Total 2.801 Satisfaction Index 56.023% 56.023 %

127

Lampiran 9. Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Internal

Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor

1 1 2 1,333

Matriks Gabungan Penentuan Rating Faktor Eksternal

Rating Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Resp 1 Resp 2 Resp 3

Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup (calon konsumen) besar

2 2 3 2,333

Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I

1 1 1 1,000

Adanya Perpres No.112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern

3 2 3 2,667

Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

3 2 2 2,333

Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

4 2 2 2,667

Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

1 2 2 1,667

128

Lampiran 10. Nilai Bobot Strategis Internal dan Eksternal Pasar Citeureup I

Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Internal

Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor

0,100 0,133 0,167 0,133

Matriks Gabungan Penentuan Nilai Bobot Faktor Eksternal

Rating Faktor Strategis Eksternal Rata-Rata Resp 1 Resp 2 Resp 3

Peluang Jumlah penduduk Kec.Citeureup (calon konsumen) besar

0,200 0,200 0,183 0,194

Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I

0,100 0,117 0,133 0,117

Adanya Perpres No.112 tahun 2007 0,150 0,150 0,150 0,150 Ancaman Adanya Supermarket/Minimarket yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,200 0,150 0,167 0,172

Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

0,117 0,183 0,200 0,167

Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,233 0,200 0,167 0,200

129

Lampiran 11. Matriks IFE dan EFE

Matriks Evaluasi faktor internal (IFE matriks) pasar Citeureup I

No Faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor

Kekuatan 1,670 1. Kemudahan dalam pengurusan sewa

tempat di Pasar Citeureup I 0,217 3,000 0,651

2. Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeureup I

0,156 3,667 0,572

3. Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I

0,122 3,667 0,447

Kelemahan 0,795 1. Pengelola Pasar kurang memberikan

Pembinaan dan penyuluhan secara baik dan teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I

0,183 2,000 0,366

2. Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat dan kotor

0,189 1,333 0,252

3. Kondisi kebersihan pasar Citeureup I yang kotor

0,133 1,333 0,177

Total 1 2,465

Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE Matriks) Pasar Citeureup I No Faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor

Peluang 0,970 1. Jumlah penduduk Kec. Citeureup

(Calon Konsumen) besar 0,194 2,333 0,453

2. Bantuan dana APBD Kab.Bogor untuk Pasar Citeureup I

0,117 1,000 0,117

3. Adanya Perpres no 112 Tahun 2007 tentang penataan dan pembinaan pasar

0,150 2,667 0,400

Ancaman 1,179 1. Adanya Supermarket/Minimarket

yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,172 2,333 0,401

2. Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

0,167 2,667 0,445

3. Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,200 1,667 0,333

Total 1 2,149

130

Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I

Strategi 1 Strategi 2 No Faktor Strategis Internal Bobot NDT TNDT NDT TNDT Kekuatan 1 Kemudahan dalam pengurusan

sewa tempat usaha di Pasar Citeureup I

0,200 3,667 0,733 2,667 0,533

2 Pelayanan yang baik diberikan pegawai unit Pasar Citeuereup I

0,150 3,333 0,499 3,333 0,499

3 Kejujuran petugas penarik retribusi Pasar Citeureup I

0,133 3,667 0,488 3,333 0,443

Kelemahan 4 Pengelola kurang memberikan

pembinaan dan penyuluhan secara baik teratur terhadap pedagang Pasar Citeureup I

0,150 3,333 0,499 3,333 0,499

5 Kondisi tempat usaha yang tidak tertata, terawat, dan kotor

0,200 3,667 0,733 2,667 0,533

6 Kondisi kebersihan Pasar Citeureup I yang kotor

0,167 3,667 0,612 2,667 0,445

Peluang 7 Jumlah penduduk kec. Citeureup

(calon konsumen) besar 0,183 3,333 0,609 2,667 0,488

8 Bantuan dana APBD Kab. Bogor untuk Pasar Citeureup I

0,133 3,333 0,443 3,333 0,443

9 Adanya Perpres No. 112 Tahun 2007 tentang pentaan dan pembinaan pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan took modern

0,150 3,333 0,449 3,333 0,499

Ancaman 10 Adanya supermarket/ minimarket

yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,167 3,333 0,557 3,333 0,557

11 Kenaikan harga barang dan harga barang yang di jual kurang kompetitif

0,200 3,667 0,733 2,667 0,533

12 Adanya pasar Citeureup II yang berdekatan dengan Pasar Citeureup I

0,167 2,667 0,445 2,667 0,445

Jumlah Total Nilai Daya Tarik 6,800 5,917

131

Lanjutan Lampiran 12. Matriks QSP Pasar Citeureup I

Strategi 3 Strategi 4 Strategi 5 Strategi 6 Strategi 7 Faktor Strategis Bobot NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT NDT TNDT Kekuatan

1 0,20 3,333 0,667 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 3,333 0,667 2 0,15 3,333 0,499 3,667 0,550 3,333 0,499 3.333 0,499 3,333 0,499 3 0,133 3,333 0,443 3,667 0,488 3,667 0,488 3,667 0,488 3,333 0,443

Kelemahan 4 0,15 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499 3,667 0,450 5 0,20 3,667 0,733 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 3,667 0,733 6 0,167 3,333 0,557 3,333 0,557 3.333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557

Peluang 7 0,183 2,667 0,488 3,333 0,609 3,333 0,609 3,333 0,609 2,667 0,488 8 0,133 3,333 0,443 3,667 0,488 3,333 0,443 3,333 0,443 3,667 0,488 9 0,150 3,333 0,499 3,667 0,550 3,333 0,499 3,333 0,499 3,333 0,499

Ancaman 10 0,167 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557 3,333 0,557

11 0,20 2,667 0,533 3,333 0,667 3,667 0,733 3,333 0,667 3,333 0,667 12 0,167 2,667 0,445 3,333 0,557 3,333 0,557 2,667 0,445 2,667 0,445

Total 6,383 6,988 6,775 6,597 6,483

132