tingkat pemanfaatan siput gonggong (strombus sp.) di ...repository.umrah.ac.id/395/1/artikel.pdf ·...
TRANSCRIPT
Tingkat Pemanfaatan Siput Gonggong (Strombus sp.) di Perairan
Desa Pengujan Kabupaten Bintan.
Deddy Armanda¹, Khodijah2, Susiana3
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian ini mengenai tingkat pemanfaatan siput gonggong (Strombus sp.) telah
dilakukan di perairan Desa Pengujan Kabupaten Bintan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui parameter fisika, kimia, substrat, jenis, kepadatan dan
tingkat pemanfaatan siput gonggong di perairan Desa Pengujan Kabupaten
Bintan. Penelitian ini dilakukan dengan metode acak sebanyak 30 titik
menggunakan plot berukuran 1x1 meter. Hasil pengukuran suhu antara 28,4-29,7 oC, salinitas antara 29-32 o/oo, pH antara 7,5-7,9 dan oksigen terlarut antara 5,9-7,2
mg/L serta berjenis substrat pasir sedang. Ditemukan 3 jenis siput gonggong yaitu
Strombus canarium, Strombus turturella, Strombus urceus. Kepadatan jenis siput
gonggong untuk masing-masing jenis berbeda-beda yakni Strombus canarium
dengan nilai kepadatan 0,73 ind/m2. Sedangkan jenis Strombus turturella
kepadatannya hanya 0,30 ind/m2 serta kepadatan pada jenis Strombus urceus
hanya 0,23 ind/m2. Total kepadatan secara menyeluruh untuk ketiga jenis siput
gonggong yaitu 1,27 ind/m2. Nilai pemanfaatan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai jumlah tangkapan yang diperbolehkan yang artinya
telah terjadi peningkatan pemanfaatan siput gonggong. Sehingga diharapkan
pengambilan siput gonggong sebaiknya dapat di batasi.
Kata Kunci : kualitas perairan, jenis, kepadatan, tingkat pemanfaatan, pengujan
PENDAHULUAN
Desa Pengujan berada di Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. Daerah ini merupakan salah satu Desa yang memiliki kegiatan
perikanan cukup banyak, baik budidaya perikanan maupun perikanan tangkap.
Penduduk di Desa Pengujan sebagian besarnya berprofesi sebagai nelayan dan
memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada di perairan desa tersebut. Daerah
ini merupakan salah satu kawasan pesisir yang menjadi habitat bagi siput
gonggong di kawasan Pulau Bintan dan tidak terlepas dari aktivitas penangkapan
yang dilakukan oleh masyarakat setempat. Menurut Soeharmoko (2010), siput
gonggong telah di konsumsi secara luas masyarakat bahkan oleh para wisatawan,
baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Sehingga kerang siput jenis ini
menjadi sangat popular dan mempunyai nilai komersial. Sehingga meningkatnya
permintaan terhadap siput gonggong mengakibatkan tingginya tingkat
penangkapan dan secara tidak langsung kurang memperhatikan pada ukuran.
Kondisi ini di khawatirkan akan menyebabkan kelangkaan terhadap siput
gonggong, sehingga populasinya di alam semakin terancam. Menurut Rosady et
al. (2016), Selain karena penangkapan, ancaman terhadap penurunan populasi
siput ganggong juga datang dari perubahan lingkungan di habitatnya. Akibat
tingginya permintaan dan konsumsi, keberadaan siput gonggong semakin sulit
ditemukan karena terus di buru. Indikasi terhadap penurunan jumlah populasi
siput gonggong mulai dirasakan oleh nelayan setempat dengan semakin
berkurangnya hasil tangkapan mereka serta ukuran siput yang semakin mengecil.
Jika hal ini berlangsung terus menerus akan berakibat pada kelangkaan dan
punahnya biota. Hal ini berimplikasi terhadap kegiatan perekonomian masyarakat
setempat. Oleh karena itu, perlu dilakukannya usaha-usaha penyelamatan habitat
siput gonggong guna untuk menjaga keberadaannya di alam. Minimnya data dan
informasi tertulis tentang populasi siput gonggong di perairan Desa Pengujan
maka perlu kiranya dilakukan penelitian tentang tingkat pemanfaatan siput
gonggong (strombus sp) di Desa Pengujan Kabupaten bintan, kajian ini dapat
dijadikan penunjang upaya pengelolaan siput gonggong agar tetap berkelanjutan
dan tercipta penangkapan yang lestari.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini telah dilakukan dari bulan Oktober-Januari 2018. Lokasi penelitian
di perairan Desa Pengujan, Kabupaten Bintan. Metode yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah survei lapangan, yaitu melakukan pengamatan
langsung dilapangan. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
dan data skunder. Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan metode random sampling, yaitu pemilihan lokasi sampling
dilakukan secara acak sederhana yang digunakan untuk memilih sampel dari
populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi
mempunyai peluang yang sama besar untuk di ambil sebagai sampel.
Pengambilan sampel dilakukan di daerah perairan Desa Pengujan pada saat
kondisi surut hal ini untuk mempermudah dalam pengamatan siput gonggong dan
menggunakan tangan kosong. Lokasi terdiri dari 30 titik sampling yang di acak
diperairan Desa Pengujan dengan ukuran plot 1x1 m². Gambar wilayah Desa
Pengujan akan ditampilkan dalam bentuk peta.
Gambar. Peta Lokasi Penelitian
Pengambilan contoh siput gonggong dilakukan pad a saat surut dengan kedalaman
air antara 20-50 cm dengan menggunakan plot di buat berukuran 1x1 m². Siput
gonggong yang digunakan untuk dijadikan sebagai data adalah siput gonggong
yang berada pada permukaan substrat. Pengambilan siput gonggong dilakukan
dengan cara memungut dengan tangan. Jenis siput gonggong yang didapat di
lokasi penelitian di identifikasi menggunakan website gastropods.com.
Pengukuran parameter perairan meliputi suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut.
Data pemanfaatan siput gonggong di dapat dengan wawancara terhadap 20
nelayan penangkapan dan dilengkapi komponen-komponen seperti ukuran
tangkapan, teknologi penangkapan, lokasi tangkapan, yang di ambil meliputi dan
jumlah tangkapan.
Kepadatan
Kepadatan adalah jumlah individu per satuan luas. Kepadatan siput gonggong
pada setiap stasiun di hitung dan dikonversikan dalam satuan individu/m² dengan
menggunakan persamaan (Brower et al. 1990) dalam Ira et al. 2015):
𝐷 =𝑛𝑖
𝐴
Keterangan :
D = kepadatan siput gonggong (ind/m²)
ni = jumlah individu satuan jenis
A = luas petakan pengambilan sampel (m²)
Hasil Tangkapan Per Upaya Penangkapan (CPUE)
CPUE = Catch
Effort
Keterangan:
Catch = Total hasil tangkapan (kg)
Effort = Total upaya penangkapan (trip)
CPUE = Hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/trip)
Nilai potensi lestari (MSY)
Rumus-rumus untuk mencari potensi lestari (MSY) hanya berlaku bila parameter b
bernilai negatif, artinya untuk penambahan akan menyebabkan penurunan CPUE.
Bila dalam perhitungan nilai b positif, maka perhitungan potensi dan upaya
penangkapan tidak dapat dilanjutkan, tetapi hanya dapat disimpulkan bahwa
penambahan masih memungkinkan hasil tangkapan. Besarnya parameter a dan b
secara matematik dapat di cari dengan menggunakan persamaan regresi sederhana
dengan rumus:
Y = a + bx
Keterangan :
a = intercept
b = slope
Selanjutkan parameter a dan b dapat di cari dengan rumus:
α = ∑ 𝑦𝑖− 𝑏∑ 𝑥𝑖
𝑛 ; ƅ =
𝑛 ∑ 𝑥¡𝑦¡−∑𝑥¡∑𝑦¡
𝑛 ∑𝑥2¡−(∑𝑥¡)²
Keterangan :
x = upaya penangkapan pada periode-i
y = hasil tangkapan per satuan upaya pada periode-i
Setelah diketahui nilai a dan b selanjutnya dapat ditentukan beberapa persamaaan
yang diperlukan hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan (f).
CPUE = a + bf
Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (f)
c = CPUE x f
c = af + bf²
Nilai potensi lestari (MSY) di peroleh dengan mensubstitusikan nilai upaya
penangkapan optimum (fopt ) ke dalam persamaan pada point (b) di atas:
Cᴍѕу= -a² / 4b
Nilai upaya penangkapan optimum (fopt) di peroleh dengan cara menyamakan
turunan pertama hasil tangkapan (c) terhadap upaya penangkapan (f) dengan nol:
fopt = - (a / (2b))
Tingkat Pemanfaatan
Adapun rumus tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan adalah sebagai berikut:
𝑇𝑃 =C¡
MSYx 100%
Keterangan :
TP = Tingkat Pemanfaatan
C¡ = Hasil Tangkapan pada periode ke-i
MSY = (Maximum Sustainable Yield)
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB)
JTB = 80% x MSY
Jika JTB>MSY berarti terjadi over fishing tetapi jika JTB<MSY berarti
penangkapan ikan masih bisa ditingkatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih,
tetapi tidak melebihi batas MSY yang sudah ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas perairan
Pengukuran kualitas perairan meliputi suhu, salinitas, pH dan DO. Nilai
pengukuran kualitas perairan dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran kualias perairan
Kualitas perairan Minimum Maksimum Baku mutu
Suhu (˚C) 28,4 29,7 29-30
Salinitas (‰) 29 32 33-34
pH 7,5 7,98 7-8,5
DO (mg/L) 5,9 7,2 >5
Substrat Pasir Sedang
Sumber: Baku mutu (Kepmen LH No.51 tahun 2004).
Hasil pengukuran suhu antara 28,4-29,7oC, salinitas antara 29-32 o/oo, pH antara
7,5-7,9 dan oksigen terlarut antara 5,9-7,2 mg/L serta berjenis substrat pasir
sedang. Secara keseluruhan, parameter kualitas perairan tergolong baik bagi
kehidupan siput gonggong. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di
perairan Desa Pengujan dijumpai 3 jenis siput gonggong yang tangkap dan
dikonsumsi oleh masyarakat antara lain Strombus turturella, Strombus canarium,
Strombus urceus. Untuk lebih jelasnya jenis siput gonggong jenis siput gonggong
di Desa Pengujan dapat di lihat pada Gambar 1.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 9. Jenis siput gonggong di perairan Desa Pengujan.
Keterangan :
(a) : Jenis Strombus canarium yang dijumpai dilapangan
(b) : Identifikasi Strombus canarium (gastropods.com)
(c) : Jenis Strombus turturella yang dijumpai dilapangan
(d) : Identifikasi Strombus turturella (gastropods.com)
(e) : Jenis Strombus urceus yang dijumpai dilapangan
(f) : Identifikasi Strombus urceus (gastropods.com)
Jenis siput gonggong S. turturella memiliki ciri-ciri warna kuning keemasan yang
lebih terang dibandingkan dengan S. canarium dan juga memiliki cangkang yang
tidak begitu tebal. Menurut Siddik (2011), siput gonggong memiliki cangkang
yang tepinya menebal dan berwarna serta memiliki tutup memipih panjang
dengan siphon. Cangkang siput gonggong terdiri atas 4 lapisan, lapisan terluar
adalah periostrakum yang merupakan lapisan tipis terdiri dari bahan protein
seperti zat tanduk, disebut conchiolin atau conchin. Pada lapisan ini terdapat 9
endapan pigmen berwarna. Periostrakum berfungsi untuk melindungi lapisan
dibawahnya yang terdiri dari kalsium karbonat terhadap erosi.
Pada jenis S. urceus memiliki ciri-ciri warna hitam keabu-abuan yang sedikit
gelap dan juga mempunyai bentuk yang lebih kecil. Jenis siput gonggong ini
biasanya di sebut masyarakat dengan sebutan gonggong jantan, siput gonggong
ini juga banyak ditemukan di area dengan substrat yang halus hingga sedang.
Hidup jenis siput gonggong ini juga berkoloni dan berada pada area yang rendah
sampai sedang kerapatan lamunnya, sehingga jenis siput gonggong ini mudah
ditemukan. Rata-rata panjang cangkang berkisar antara 51,2 mm sampai 61.82
mm, (Cob et al. 2009).
Kepadatan Siput Gonggong
Kepadatan populasi adalah rata-rata jumlah individu per satuan luas area
pengamatan. Nilai kepadatan siput gonggong pada setiap titik sampling dapat di
lihat pada Gambar 10.
Gambar 2. Grafik kepadatan siput gonggong di perairan Desa Pengujan.
Diketahui bahwa nilai kepadatan jenis gonggong untuk masing-masing jenis
berbeda-beda. Untuk jenis yang memiliki kepadatan tertinggi yakni S. canarium
dengan nilai kepadatan 0,73 ind/m². Sedangkan jenis S. turturella kepadatan nya
hanya sekitar 0,30 ind/m² serta kepadatan terkecil pada jenis S. urceus dengan
nilai kepadatan hanya 0,23 ind/m². Total kepadatan secara menyeluruh untuk
ketiga jenis gonggong yakni 1,27 ind/m². Membandingkan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Marwoto et al. (1993), terkait dengan komunitas siput gonggong
di perairan Pulau Bintan memperoleh kepadatan pada wilayah sekitar Pengujan
dan Pulau Los cukup rendah yakni hanya 0,60 ind/m². Melihat dari hasil
penelitian tersebut, kepadatan gonggong pada saat ini juga tergolong rendah. Jika
melihat dari penelitian Siddik (2011), mendapatkan kepadatan siput gonggong di
Teluk Klabat, Bangka Belitung berkisar antara 2-5 ind/m². Nilai kepadatan
tersebut cukup tinggi jika dibandingkan hasil penelitian ini. Rendahnya kepadatan
siput gonggong di Desa Pengujan merupakan pengaruh dari intensifnya
penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Penangkapan siput gonggong akan
membuat populasi siput gonggong semakin menipis. Lebih lanjut Siddik (2011),
mengatakan bahwa pengaruh kelimpahan siput gonggong selain dari kandungan
bahan organik serta padang lamun, juga dipengaruhi oleh adanya eksploitasi oleh
manusia. Pengaruh lain dari rendahnya kepadatan adalah jenis substat di suatu
perairan. Diketahui jenis substrat di perairan Desa Pengujan mengandung pasir
sedang. Menurut Ira et al. (2015), substrat berpasir tidak menyediakan tempat
melekat bagi organisme gastropoda. Tempat melekat berguna untuk bertahan dari
aksi gelombang secara terus menerus yang dapat menggerakkan partikel substrat.
Pemanfaatan Siput Gonggong di Desa Pengujan
Penangkapan siput gonggong di perairan Desa Pengujan dilakukan pada pasang
surut total (terendah). Gonggong yang bermunculan di permukaan lumpur atau
pasir di tangkap dengan cara manual (di pungut dengan tangan). Lama
penangkapan biasanya berlangsung selama kurang lebih 2-3 jam, dan hanya
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
S. canarium S. turturella S. urceus
Nil
ai K
epad
atan
(In
s/m
2)
Jenis
dilakukan pada siang hari. 90% nelayan Desa Pengujan menjadikan penangkapan
siput gonggong sebagai pekerjaan sampingan dan 10% pekerjaan pokok. 70%
nelayan Desa Pengujan menangkap gonggong bercangkang tebal dan 30%
menangkap cangkang tipis. Dari hasil pengukuran hasil tangkapan nelayan yang
dilakukan sebanyak 4 kali ulangan terhadap 1 orang nelayan selama 4 minggu.
Berdasarkan hasil pengamatan, ukuran tangkap siput gonggong di perairan Desa
Pengujan pada minggu pertama berkisar antara 50,4-68,6 mm dengan rata-rata
60,4 mm. Pada minggu berkisar antara 45,8-70,0 mm dengan rata-rata 60,1 mm.
Pada minggu ketiga berkisar antara 45,8-66,2 mm dengan rata-rata 59,5 mm dan
sedangkan pada minggu keempat berkisar antara 49,0-64,6 mm dengan rata-rata
57,0 mm. Menurut Siska (2011), siput gonggong yang berukuran 39-49 mm (3,9-
4,9 cm) merupakan siput gonggong yang berukuran kecil, 50-59 mm (5-5,9 cm)
siput gonggong berukuran sedang dan 60-69 mm (6-6,9 cm) siput gonggong yang
berukuran besar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada tangkapan
minggu pertama dan kedua dikategorikan besar, sedangkan pada minggu ketiga
dan keempat dikategorikan ukurannya sedang. Ukuran tangkap yang demikian
tidak berpengaruh terhadap populasi siput gonggong di perairan Desa Pengujan,
karena yang dimanfaatkan cuma gonggong dengan ukuran remaja dan dewasa.
Bila kondisi seperti ini bisa dipertahankan masyarakat nelayan Desa Pengujan,
maka populasi siput gonggong bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan.
Teknologi penangkapan adalah cara penangkapan siput gonggong. Teknologi
penangkapan siput gongong sudah mendukung dan baik untuk keberlanjutan
kehidupan populasi siput gonggong karena 20 orang nelayan siput gonggong di
Desa Pengujan menangkap dengan cara tradisonal, memungut langsung dengan
tangan. Dari hasil wawancara tersebut maka dapat disimpulakan bahwa seluruh
nelayan Desa Pengujan yang melakukan penangkapan siput gonggong dengan
cara memungut. Teknologi penangkapan langsung dengan menggunakan tangan
merupakan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan karena tidak merusak
ekosistem kehidupan siput gonggong. Lokasi penangkapan dibagi menjadi 2 yaitu
lumpur berpasir dan pasir berlumpur. Berdasarkan hasil wawancara terhadap 20
responden nelayan di Desa Pengujan sebanyak 11 responden nelayan mengatakan
lokasi penangkapan siput gonggong dilakukan pada pasir berlumpur, sedangkan 9
responden nelayan lagi melakukan penangkapan di daerah lumpur berpasir.
Sebagian besar dari responden (55%) menyatakan bahwa umumnya lokasi yang
banyak dijumpai siput gonggong merupakan area pasir berlumpur. Area pasir
berlumpur merupakan wilayah yang dijadikan sebagai area tangkapan, karena
banyaknya jenis gonggong yang dijumpai. Selain itu, akses penangkapan pada
area pasir berlumpur akan lebih mudah dibandingkan dengan kawasan berlumpur
yang dalam. Pada kawasan dengan substrat lumpur akan menyulitkan nelayan
untuk berjalan, serta gonggong agak sulit terlihat dibandingkan dengan kawasan
pasir berlumpur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dody (2012), bahwa siput
gonggong di perairan Pulau Bintan umumnya ditemukan di antara tumbuhan
lamun dengan substrat pasir berlumpur. Berdasarkan hasil wawancara dari 20
responden nelayan di Desa Pengujan, 16 responden mengatakan jumlah siput
gonggong yang di ambil untuk setiap 1 kali tangkapan berkisar antara 0-100 ekor
dan 4 responden jumlah tangkapan siput gonggong yang di dapat lebih dari 100
ekor. Dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu 50 – 100 ekor,
dan > 100 ekor. Dalam setiap minggunya untuk rata-rata masing-masing
masyarakat nelayan dapat memperoleh hasil antara 100-200 individu dengan rata-
rata turun lapangan sebanyak 2 kali.
Nilai Potensi Lestari (MSY) Siput Gonggong
Potensi lestari (MSY) untuk sumber daya siput gonggong di perairan Desa
Pengujan sebesar Di peroleh nilai MSY (Maximum Sustainable Yield) sebesar
60,72 kg/minggu, sementara nilai upaya optimal (fopt) sebesar 53, trip/minggu dan
nilai rata-rata effort sebesar 39,5 trip/minggu, yang artinya jika effort belum
melebihi effort optimum maka bisa meningkatkan nilai produksi. Menurut
Lubis et al. (2013), jika effort dilakukan melebihi effort optimum maka akan
menurunnya produksi. Kurva potensi lestari terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. (Maximum sustainable yield).
Gambar 3 Jika dibandingkan rata-rata nilai hasil penangkapan sebesar 56,6
kg/minggu dengan nilai MSY sebesar 60,7 kg/minggu maka dapat disimpulkan
bahwa hasil tangkapan lebih rendah dibandingkan dengan nilai MSY, sehingga
penangkapan siput gonggong masih dapat ditingkatkan. Kecenderungan hubungan
catch per unit effort dan upaya penangkapan dalam periode 1-4 adalah menurun,
dimana operasi penangkapan yang dilakukan di perairan Desa Pengujan belum
efisien karena semakin meningkatnya upaya penangkapan yang dilakukan
ternyata hasil tangkapan per unit usaha penangkapan (CPUE) yang di peroleh
semakin kecil, artinya penangkapan siput gonggong masih dapat ditingkatkan.
Akan tetapi peneliti menganjurkan untuk tidak menambah upaya penangkapan
agar tidak terjadi over eksploitasi. Dan di lihat juga pada nilai kepadatan
gonggong di Desa Pengujan tergolong rendah, sehingga akan lebih baik
peningkatan upaya penangkapan tidak dilakukan. Sesuai dengan pernyataan
Wurlianti et al. (2015), penangkapan berlebihan harus segera diperhatikan dengan
cara pengelolaan sumberdaya seperti pengaturan upaya penangkapan, pengaturan
ukuran mata jaring dan penutupan musim atau daerah penangkapan. Namun
demikian dalam pengelolaan perikanan sangat sulit untuk mengatur dan merubah
kondisi yang telah ada sehingga upaya yang mungkin dilakukan adalah hanya
berupa pembatasan seperti tidak mengizinkan penambahan upaya tangkapan serta
membatasi jumlah tangkapan nelayan tanpa mengurangi jumlah upaya tangkapan
yang telah ada saat ini sehingga tercapai pemanfaatan yang optimum. Menurut
Hertini dan Gusrini (2013), bahwa konsep tangkapan lestari atau Maximum
Sustainability Yield (MSY), bertujuan untuk mempertahankan ukuran populasi
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
To
tal
ca
tch
(K
g)
Effort (trip)
cMSY 60.72
Under exploited
Over exploited
pada titik maksimum dimana tingkat pertumbuhan dengan pemanenan yang
biasanya akan ditambahkan ke dalam populasi dan memungkinkan populasi
tersebut menjadi produktif selamanya.
Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) dan Tingkst Pemanfaatan Hasil perhitungan nilai pemanfaatan siput gonggong dan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) dan tingkat pemanfaatan siput gongging secara lengkap
dapat disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Nilai Pemanfaatan Siput Gonggong.
Di lihat dari nilai tingkat pemanfaatan siput gonggong Desa Pengujan diketahui
tingkat pemanfaatan pada minggu pertama yakni sebesar 95,2%/minggu, tingkat
pemanfaatan pada minggu kedua yakni 92,4%/minggu, pada minggu ketiga
pemanfaatan sebesar 92,1%/minggu, serta pada minggu keempat nilai
pemanfaatan 92,9%/minggu, dengan rata-rata keseluruhan sebesar 93%/minggu.
Diketahui rata-rata nilai JTB sebesar 49%/minggu. Tetapi jika di lihat dari rata-
rata jumlah hasil tangkapan 56,6 kg/minggu masih di bawah nilai MSY yaitu
60,72 kg/minggu artinya hasil penangkapan masih dapat dilakukan. Nilai
pemanfaatan siput gonggong diperairan Desa Pengujan menunjukkan lebih besar
dibandingkan dengan nilai JTB, artinya bahwa adanya peningkatan pemanfaaatan
terus menerus akan mengarah kepada tangkapan lebih (over eksploitasi. Jika
mengacu pada pernyataan Ilhamdi et al. (2015), bahwa jika tingkat pemanfaatan
melebihi nilai JTB, sumberdaya tersebut mengalami kemungkinan terjadinya over
eksploitasi. Menurut Rosana dan Prasita (2015), bahwa sumberdaya perikanan
masih dikatakan underfishing jika pemanfaatannya masih dibawah nilai JTB
(kurang dari 80% dari MSY). Secara keseluruhan, nilai pemanfaatan cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai JTB yang artinya telah terjadi peningkatan
pemanfaatan siput gonggong. Sehingga diharapkan pengambilan siput gonggong
sebaiknya dapat di batasi. Fluktuasi tingkat pemanfaatan dapat disebabkan oleh
berbagai faktor, penurunan hasil tangkapan disebabkan karena menurunnya
ukuran populasi akibat tingginya upaya penangkapan dari waktu ke waktu.
Arahan Pengelolaan
Kualitas air masih tergolong baik sesuai dengan baku mutu, namun diperlukan
pemahaman kepada masyarakat untuk menjaga kondisi perairan agar tetap baik
dan sesuai untuk mendukung kehidupan siput gonggong. Total kepadatan secara
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
1 2 3 4
Nil
ai (
%)
Waktu sampling
TP
JTB
menyeluruh untuk ketiga jenis siput gonggong tergolong rendah yaitu 1,27 ind/m2.
Hal ini disebabkan oleh adanya penangkapan yang dilakukan oleh masyarakat
sehingga eksploitasi terus dilakukan. Untuk itu, diperlukan pengaturan jumlah
tangkapan siput gonggong dalam kg. Penentuan jumlah tangkapan optimum bagi
masing-masing nelayan untuk menjaga kelestarian populasi siput gonggong.
Dirumuskan beberapa kesepakatan bagi semua nelayan siput gonggong di Desa
Pengujan untuk menetapkan jumlah tangkapam optimum untuk mengurangi
tekanan eksploitasi. Nilai pemanfaatan cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan nilai JTB yang artinya telah terjadi peningkatan pemanfaatan siput
gonggong, serta nilai penangkapan optimum mendekati nilai MSY. Meskipun
nilai penangkapan optimum masih dibawah nilai MSY, akan tetapi sudah
mendekati titik MSY. Untuk itu, diperlukan pengaturan penangkapan siput
gonggong yakni pembatasan upaya tangkapan serta diberikan pemahaman kepada
masyarakat untuk mengatur waktu yang diperbolehkan untuk menangkap siput
gonggong.
KESIMPULAN
Hasil pengukuran suhu antara 28,4-29,7oC, salinitas antara 29-32 o/oo, pH antara
7,5-7,9 dan oksigen terlarut antara 5,9-7,2 mg/L serta berjenis substrat pasir
sedang. Secara keseluruhan, parameter kualitas perairan tergolong baik bagi
kehidupan siput gonggong. Di perairan Desa Pengujan telah dijumpai 3 jenis siput
gonggong yang berbeda yaitu antara lain Strombus canarium, Strombus turturella,
Strombus urceus. Kepadatan jenis gonggong untuk masing-masing jenis yakni S.
canarium dengan nilai kepadatan 0,73 ind/m2. Sedangkan jenis S. turturella
kepadatannya hanya sekitar 0,30 ind/m2 serta kepadatan pada jenis S. urceus
hanya 0,23 ind/m2. Total kepadatan secara menyeluruh untuk ketiga jenis siput
gonggong yaitu 1,27 ind/m2. Nilai pemanfaatan cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai JTB yang artinya telah terjadi peningkatan
pemanfaatan siput gonggong. Sehingga diharapkan pengambilan siput
gonggong sebaiknya dapat di batasi.
DAFTAR PUSTAKA
Cob, Z.C., Arshad. A, Idris, M.H., Bujang, J.S., Ghaffar, M.A. 2009. Species
Description and Distribution of Strombus (Mollusca: Strombidae) in Johor
Straits and its Surrounding Areas. Sains Malaysiana. 38 (1): 39-46.
Dody, S. 2012. Pemijahan dan Perkembangan Larva Siput Gonggong (Strombus
Turturella). Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4 (1): 107-113.
Hertini, E., Gusriani, N. 2013. Maximum Sustainable Yield (MSY) Pada
Perikanan dengan Struktur Prey-Predator. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi Nuklir, 307e311.
Ilhamdi, H.,Telussa, R., Ernaningsih, D. 2016. Analisis Tingkat Pemanfaatan dan
Musim Penangkapan Ikan Pelagis di Perairan Prigi Jawa Timur. Ilmiah Satya
Mina Bahari. 1 (1): 52-64.
Ira., Rahmadani., Irawati, N. 2015. Keanekaragaman dan Kepadatan Gastropoda
di Perairan Desa Morindino Kecamatan Kambowa Kabupaten Buton Utara.
Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 3 (2): 266-272.
Lubis, R.S., Mulya, M.B., Desrita. 2013. Potensi, Tingkat Pemanfaatan dan
Keberlanjutan Ikan Terbang (Sardinella spp.) di Perairan Selat malaka,
Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. Aquacoastmarine. 1 (1): 1-12.
Marwoto, R.M., Andrianto, H., Widodo, R. 1993. Komunitas Keong Strombus
Canarium Linne, 1758 dan Asosiasinya dengan Moluska Lain di Perairan
Pulau Bintan, Riau. Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 1 (2): 44-55.
Rosady, V.P., Astuty, S., Prihadi, D.J. 2016. Kelimpahan dan Kondisi Habitat
Siput Gonggong (Strombus Turturella) di Pesisir Kabupaten Bintan Kepulauan
Riau. Perikanan Kelautan. 7 (2): 35-44.
Rosana, N., Prasita, V.D. 2015. Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Sebagai
Dasar Pengembangan Sektor Perikanan di Selatan Jawa Timur. Kelautan. 8.
71e76.
Siddik, J. 2011. Sebaran Spasial dan Potensi Reproduksi Populasi Siput
Gonggong (Strombus Turturella) di Teluk Klabat Bangka-Belitung. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Siska, M. 2011. Kadar Logam Berat (Cd, Cu,Pb,Zn) Pada Sedimen Dasar dan
Siput Gonggong (Strombus Canarium ) di Pantai Pulau Bintan Kepulauan
Riau. Proposal Penelitian Program Studi Lingkungan Program Pasca Sarjana
Universitas Riau.
Soeharmoko. 2010. Inventarisasi Jenis Kekerangan yang di Konsumsi Masyarakat
di Kepulauan Riau. Dinamika Maritim. 2 (1): 45-52.
Wurlianty, H.A., Wenno, J., Kayadoe, M.E. 2015. Catch Per Unit Effort (CPUE)
Periode Lima Tahunan Perikanan Pukat Cincin di Kota Manado dan Kota
Bitung. Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. 2 (1): 1-8.