tingkat adopsi program sapta pesona oleh … · pengelola rumah makan tradisional kelas c jakarta...

156
TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH PENGELOLA RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DI JAKARTA TIMUR AYAT TAUFIK AREVIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Upload: hahuong

Post on 07-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH

PENGELOLA RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C

DI JAKARTA TIMUR

AYAT TAUFIK AREVIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 2: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Tingkat Adopsi Program Sapta

Pesona oleh Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C di Jakarta Timur,

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan

dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

dibagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Ayat Taufik Arevin

NIM I32060031

Page 3: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

ABSTRACT

AREVIN, AYAT TAUFIK. 2009. Adoption Level of Sapta Pesona (Seven Amazing) Program by the Traditional Restaurant Managers of C-class in East Jakarta. Under direction of BASITA G. SUGIHEN as the chairman of supervisory team and SITI AMANAH as a member.

The sectors of transportation, telecommunication, tourism development raised since of 1980th, have been able to overcome the social problems and economics in the ASEAN countries. Tourism development represents Indonesian pledge in the effort of accelerating economics growth. Sapta Pesona is one of the programs to promote tourism development. Sapta Pesona (the Seven Amazed Program) consists of safety, cleanliness, orderliness, comfort, beauty, hospitality, and enhancing memories. The success of Sapta Pesona program will positively contribute to the tourism businesses that are majority managed by low medium levels of restaurant businesses. The study was focused on management of C-class restaurants. Management of C-class restaurants still ran in very traditional strategy. The aims of this study were (1) to learn the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program, (2) to identify the factors related to the participation of the managers in adoption, and (3) to find out strategic to improve participation of the managers in adoption Sapta Pesona program. The research method used was survey, supported by participatory observation technique. The populations of the study were 63 restaurants managers at the east of Jakarta. The data collection was carried out from February until September 2008. The data analysis used was correlation test of Rank Spearman. The results showed that (1) the participation of traditional restaurant managers were of medium level, (2) the personal characters (age, experience, level of educations and communication intensity) were positively related to the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program, (3) the business characters were closely related to the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program. Key words: traditional C-class restaurant managers, adoption, Sapta Pesona.

Page 4: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

RINGKASAN

AREVIN, AYAT TAUFIK. 2009. Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. Dibimbing oleh BASITA G. SUGIHEN sebagai Ketua Komisi dan SITI AMANAH sebagai Anggota Komisi.

Pariwisata menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang prospektif dan kompetitif. Upaya pembangunan pariwisata ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan kemiskinan, mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan citra pariwisata suatu wilayah. Indonesia masih jauh tertinggal, dibandingkan dengan negara Asia lainnya, dalam merebut kunjungan wisata internasional. Indonesia juga belum mampu menjadikan pariwisata sebagai primadona dalam menghasilkan devisa bagi negara ini. Jika tidak segera berbenah, mungkin kita hanya akan menjadi penonton dalam persaingan global yang semakin ketat.

Salah satu item pajak daerah yang akan digenjot Pemprov DKI Jakarta untuk mendongkrak penerimaan asli daerah (PAD) sebagaimana ditargetkan rencana jangka menengah daerah 2007-2012 yaitu pajak hotel dan restoran (Bisnis Indonesia, 8 April 2008). Perolehan PAD kota Jakarta Timur pada tahun 2005 dari industri pariwisata total sebesar Rp. 32.117.784.180, masing dari penerimaan pajak hotel sebesar Rp. 7.109.812.177, pajak restoran Rp. 19.536.992.658 dan pajak hiburan Rp. 5.470.979.345 (http://www.jaktim.beritajakarta.com/). Hal ini membuktikan bahwa rumah makan atau restoran salah satu sarana usaha pariwisata yang memiliki potensi.

Sapta Pesona merupakan salah satu program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar mampu berpartisipasi dalam pembangunan di bidang pariwisata. Unsur-unsur Sapta Pesona yaitu: (1) aman, (2) tertib, (3) bersih, (4) sejuk, (5) indah, (6) ramah-tamah, dan (7) kenangan. Sapta Pesona merupakan kunci sukses bagi semua kegiatan bisnis di bidang pariwisata. Salah satu upaya peningkatan mutu atau citra rumah makan tradsional yaitu perlunya pengelola rumah makan mengadopsi dan menerapkan unsur-unsur dalam program Sapta Pesona.

Kondisi dan cara pengelolaan rumah makan tradisional (RMT) kelas C di Jakarta Timur masih sangat sederhana baik dari sisi manajemen SDM, metode pengolahan, teknik pelayanan, dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang dimiliki. Akibatnya mereka tidak mampu memenuhi kepuasan pelanggan dan rendah dalam kemampuan berkompetisi, sehingga berimbas pada kemajuan usahanya.

Pengelola RMT kelas C memiliki kemampuan rendah dalam adopsi program Sapta Pesona. Hal ini dipengaruhi faktor-faktor dalam ciri pribadi pengelola dan ciri lingkungan usaha rumah makan tradisional. Maka rumusan masalah penelitian ini yaitu (1) Apakah program Sapta Pesona sudah menjadi komitmen budaya bagi pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur? (2) Ciri-ciri apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur? (3) Bagaimana bentuk tingkatan adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur?

Page 5: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Populasi penelitian adalah 63 responden (pengelola RMT kelas C), dan pengumpulan data dilakukan secara sensus kepada 63 responden tersebut. Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dan informan penelitian, melalui wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Selanjutnya data dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif, serta untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan digunakan uji korelasi Rank Spearman.

Tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur termasuk kategori sedang. Ciri pribadi yang penting diperhatikan untuk mempercepat kemampuan adopsi pengelola RMT kelas C yaitu usia, tingkat pendidikan, pengalaman usaha, dan intensitas komunikasi. Sedangkan ciri lingkungan usaha yang menjadi pertimbangan yaitu kebijakan Pemda, skala usaha, modal tenaga kerja, sarana usaha, prasarana usaha, lokasi usaha, dan kompetitor.

Strategi mempercepat adopsi dapat dilakukan dengan meningkatkan interaksi penyuluh dengan pengelola RMT kelas C; penyuluh dan petugas suku dinas pariwisata hendaknya memotivasi pengelola RMT kelas C supaya terlibat aktif dalam kelompok usaha sejenis dan mendorong pengembangan kelompoknya sebagai wadah komunikasi antar pengelola tentang program-program yang dibutuhkan dan yang ditawarkan oleh pemerintah. Kata kunci : pengelola rumah makan tradisional kelas C, adopsi, Sapta Pesona.

Page 6: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 7: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH

PENGELOLA RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C

DI JAKARTA TIMUR

AYAT TAUFIK AREVIN

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

Page 8: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Judul Tesis : Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola

Rumah Makan Tradisional Kelas C di Jakarta Timur

Nama : Ayat Taufik Arevin

NIM : I 352060031

Disetujui

Komisi Pembimbing Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A. Ketua

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 4 Desember 2008 Tanggal Lulus: ....................................

Page 9: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof.(R).Dr.Ig.Djoko Susanto, SKM.

Page 10: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Februari hingga September 2008 adalah “Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C di Jakarta Timur”. Topik ini sengaja dipilih sebagai upaya kepedulian dan dukungan penulis terhadap program Visit Indonesia 2008. Insya Allah hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dalam penyusunan strategi pemberdayaan para pelaku usaha pariwisata, khususnya bidang usaha restoran.

Penyelesaian karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada komisi pembimbing yaitu: Bapak Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, M.A. dan Ibu Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc. yang telah memberi saran dan dan arahan. Ungkapan terima kasih juga ingin penulis sampaikan kepada : (1) Kedua orang tua, ibu mertua, istri (Rizka Handiani), anak-anak (Abang Adit,

Teteh Fina, Ade Rahman), serta seluruh keluarga atas segala do’a dan kasih sayangnya.

(2) Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Pariwisata (YLBPP) Jakarta dan Direktur Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta atas ijin melanjutkan studi program pascasarjana yang diberikan kepada penulis.

(3) Kepala Dinas Pariwisata Provinsi DKI Jakarta dan Kepala Suku Dinas Pariwisata Kota Jakarta Timur, yang telah membantu memberikan data dan informasi yang diperlukan.

(4) Para enumerator yang telah membantu pengumpulan data. (5) Seluruh responden/pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur yang telah

berkenan diwawancarai dalam pengumpulan data penelitian. (6) Sdr. Malta dan teman-teman mahasiswa S2 dan S3 PPN - SPs IPB atas

segala bantuan, masukan dan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2009 Ayat Taufik Arevin

Page 11: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut – Jawa Barat pada tanggal 20 Oktober 1965 dari ayah Drs. H. Juhanudin, Sp.Ed. dan Ibu Hj. Nani Patonah, Dip.Ed. Dari kedua orangtua yang berprofesi sebagai guru tersebut, penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Tahun 1985 penulis lulus dari SMA Negeri 28 Jakarta, dan pada tahun yang sama penulis mengikuti pendidikan diploma perhotelan. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program studi Tata Boga, Fakultas Pendidikan Teknologi Kejuruan (FPTK) IKIP Jakarta, memperoleh beasiswa Tunjangan Ikatan Dinas (TID), lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2006, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, dalam bentuk Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS).

Penulis pernah bekerja sebagai Guru Honor Bidang Studi Tata Boga di SMA Negeri 31 Jakarta (1989-1991). Tahun 1991 mengajukan penempatan ikatan dinas sebagai dosen Jurusan Perhotelan Akademi Pariwisata Indonesia (AKPINDO) Jakarta, dan tahun 1992 diangkat sebagai Dosen PNS Kopertis dipekerjakan (dpk) di AKPINDO Jakarta. Sebagai Dosen Luar Biasa di Program studi Tata Boga, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sejak tahun 2002 hingga sekarang.

Mata Kuliah yang diampu penulis sebagai dosen antara lain F&B Service, Stewarding, F&B Hygiene & Sanitation, dan F&B Service Supervisory. Penulis dipercayai sebagai Tenaga Ahli dalam Perbaikan Silabus Mata Kuliah di Program studi Tata Boga FT UNJ. Jabatan yang pernah diemban penulis di AKPINDO Jakarta selain tenaga pengajar dosen, yaitu: (1) Koordinator Program Kerjasama AKPINDO Jakarta dengan BPLP Bandung; (2) Koordinator Praktek F&B Service; (3) Ketua Jurusan Perhotelan; (4) Pembantu Direktur III Bidang Kemahasiswaan; dan (5) Pendiri dan Direktur Pusatkarier Akpindo & Stein (PAS).

Penulis memperoleh pengalaman dari organisasi profesi yaitu sebagai anggota Dewan Pengurus Pusat Indonesian Food & Beverage Executive Club (IFBEC). Penghargaan dan prestasi melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat yaitu (1) Dosen Teladan AKPINDO Tahun 2000 sebagai penyelamat kampus dari jaringan pengguna dan pengedar Narkoba; (2) Ketua penyelenggara Job Fair di kampus AKPINDO periode 2004, 2005 dan 2006; (3) Juri lomba Sapta Pesona bagi Usaha Pariwisata di Jakarta Timur tahun 2003; (4) Ketua Pelaksana Program Penyuluhan Sapta Pesona kerjasama AKPINDO - Sudin Pariwisata Jakarta Timur tahun 2003; (5) Penyuluh bagi pengusaha Restoran dan Jasa Boga di Jakarta Timur tahun 2003; (6) Penyuluh bagi siswa SLTA Kota DEPOK tentang Bahaya Penyalahgunaan NARKOBA tahun 2004; (7) Instruktur Pembekalan Materi Bidang Restoran dan Hotel bagi Siswa SMK korban Tsunami Daerah Istimewa Aceh tahun 2006; dan (8) Ketua Proyek dan Penyuluh bagi karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan – Milik Pemda DKI Jakarta tahun 2007 dan 2008.

Page 12: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................... .. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................... 1 Masalah Penelitian ......................................................................................... 4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5 Manfaat Penelitan ........................................................................................... 5 Batasan Istilah ................................................................................................ 5

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Makan Tradisional ............................................................................. 8 Peran dan Tugas Pengelola ............................................................................ 11 Ciri Pribadi ..................................................................................................... 12 Ciri Lingkungan Usaha .................................................................................. 19 Adopsi Inovasi ............................................................................................... 29 Program Sapta Pesona ................................................................................... 32

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir ......................................................................................... 36 Hipotesis Penelitian ...................................................................................... 46

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel .................................................................................... 47 Rancangan Penelitian ................................................................................... 47 Definisi Operasional ..................................................................................... 48 Instrumentasi ............................................................................................ .... 56 Pengumpulan Data ........................................................................................ 57 Analisis Data ................................................................................................. 59

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Wilayah Penelitian................................................................ 60 Ciri Pribadi Pengelola RMT Kelas C di Jakarta Timur.................................. 62 Ciri Lingkungan Usaha RMT Kelas C di Jakarta Timur............................... . 70

Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C.................. 77 Hubungan Ciri Pribadi dan Ciri Lingkungan Usaha dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C............................................ 81 Strategi Percepatan Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur..................................................................................... 85

KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 90

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 94

LAMPIRAN......................................................................................................... 99

Page 13: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Kelompok dan Populasi RMT Kelas C di Jakarta Timur ........................... 47

2. Peubah, Indikator, dan Skala Data ............................................................... 52

3. Deskripsi Ciri Pribadi RMT Kelas C di Jakarta Timur ............................... 63

4. Deskripsi Ciri Lingkungan Usaha RMT Kelas C di Jakarta Timur ............. 71

5. Skor Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C di

Jakarta Timur ........................................................................................ 77

6. Persepsi Pengelola RMT Kelas C terhadap Program Sapta Pesona ............ 80

7. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Pribadi dengan Tingkat

Adopsi Program Sapta Pesona ..................................................................... 82

8. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Lingkungan Usaha dengan

Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona ..................................................... 84

Page 14: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Proses Adopsi Inovasi .................................................................... 31

2. Proses Introduksi, Adopsi dan Inovasi dari Asal Sumbernya ....................... 38

3. Proses Adopsi dan Difusi Sapta Pesona ....................................................... 41

4. Kerangka Berpikir Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola

RMT Kelas C di Jakarta Timur ..................................................................... 46

5. Persentase menurut Kategori Adopter .......................................................... 80

Page 15: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lembar Pedoman Pengumpulan Data .......................................................... 99

2. Daftar Usaha Sarana Pariwisata (USP) Jakarta Timur Tahun 2007 Jenis

Usaha Rumah Makan/Restoran .................................................................. 110

3. Peta Sebaran Potensi RMT Kelas C di Jakarta Timur ................................. 111

4. Kuesioner Penelitian ................................................................................... 112

5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman ............................................................. 121

6. Foto Dokumentasi Profil RMT Kelas C di Jakarta Timur ........................... 130

Page 16: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pembangunan sektor transportasi, telekomunikasi dan

pariwisata semakin pesat sejak digulirkan sejak era 1980-an, telah mampu

mengatasi masalah ekonomi dan sosial di negara-negara ASEAN. Ketiga sektor

tersebut merupakan bagian dari strategi pembangunan ekonomi berkelanjutan,

searah dengan pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama di negara-

negara berkembang. Maka diperkirakan akan menjadi sektor andalan agar Asia

mampu berkompetisi di dalam era globalisasi.

Pariwisata menjadi salah satu industri terbesar di dunia yang prospektif dan

kompetitif. Industri ini mampu menjadi sumber devisa di berbagai negara,

Singapura, Malaysia, Hongkong, Thailand, Jepang, Hawaii, dan lainnya. Bahkan

di Kepulauan Karibia, Bahama, dan Fiji menjadikan pariwisata sebagai

penyumbang terbesar dalam penciptaan pendapatan masyarakat dan Negara.

Perkembangan industri pariwisata cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini,

menurut catatan World Tourism Organization (WTO), pada tahun 2002 tercatat

700 juta orang melakukan perjalanan wisata internasional, dan pada tahun 2005

tercatat lebih dari 850 juta. Dari angka tersebut lebih dari 25 persen tersebar di

kawasan Asia Timur dan Pasifik.

Di Asia Tenggara, Indonesia masih jauh tertinggal dari Thailand, Singapura,

dan Malaysia dalam merebut kunjungan wisata internasional. Indonesia juga

belum mampu menjadikan pariwisata sebagai primadona dalam menghasilkan

devisa bagi negara ini. Jika tidak segera berbenah, mungkin kita hanya akan

menjadi penonton dalam persaingan global yang semakin ketat.

Pembangunan pariwisata di Indonesia mengaplikasikan tiga paradigma

utama, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja dan

kesempatan berusaha, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(2) mewujudkan keadilan sosial, melestarikan serta memperkokoh jatidiri,

kemandirian bangsa, memperkaya kepribadian, mempertahankan nilai-nilai

agama, serta berfungsi sebagai media menciptakan ketertiban dunia.

(3) memperhatikan kelestarian lingkungan dan berkesinambungan.

Page 17: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

2

Dalam rangka pemantapan citra dan daya saing pariwisata Indonesia, pada

tahun 2008 ini Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (DEPBUDPAR) kembali

mencanangkan ‘Tahun Kunjungan Wisata Indonesia’ (Visit Indonesia 2008).

Menbudpar Jero Wacik dalam acara jumpa pers Kampanye Sadar Wisata di

Gedung Sapta Pesona, Jakarta (Suara Karya 22 Nopember 2007) mengatakan:

"Kalau pada tahun 2007 ini target wisman hanya 6 juta orang dan kami optimistis

target itu terpenuhi, maka untuk tahun 2008 jumlah wisman ditargetkan naik

menjadi 7 juta orang, sementara jumlah wisnus menjadi 118 juta, yang bisa

menghasilkan devisa Rp 90 triliun". Jero Wacik juga menyerukan agar

masyarakat Indonesia ikut berpartisipasi dalam menyukseskan program nasional

Sadar Wisata. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam hal penciptaan lingkungan

dan suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kegiatan

kepariwisataan di daerah. Menbudpar juga mengatakan masyarakat harus

senantiasa mengimplementasikan tujuh hal yaitu: rasa aman, tertib, bersih, sejuk,

indah, ramah, dan kenangan. Di dalam terminologi pariwisata Indonesia, tujuh hal

tersebut dikenal dengan istilah Sapta Pesona.

Sapta Pesona merupakan tolok ukur dalam peningkatan kualitas produk

wisata guna mewujudkan kesadaran dan tanggung jawab segenap lapisan

masyarakat termasuk pemerintah maupun swasta. Penyuluhan Sadar Wisata dan

program Sapta Pesona merupakan tugas bersama, bukan hanya tugas pemerintah

atau pihak tertentu saja. Kesuksesan dunia wisata membutuhkan kebersamaan

antara pemerintah dengan pihak terkait, saling membina kerjasama dengan

berbagai pihak dalam meningkatkan sapta pesona sebagai wujud sadar wisata di

tengah masyarakat.

Untuk tingkat Pemprov DKI Jakarta, salah satu item pajak daerah yang akan

digenjot untuk mendongkrak penerimaan asli daerah (PAD), pendapatan pajak

daerah di luar pajak kendaraan bermotor, sebagaimana ditargetkan rencana jangka

menengah daerah 2007-2012 adalah pajak hotel dan restoran (Bisnis Indonesia 8

April 2008). Dalam lima tahun terakhir, pajak hotel dan restoran menyumbang

12% dari total penerimaan pajak daerah, terbesar ketiga setelah bea balik nama

(36%) dan pajak kendaraan (27%). Hal ini merupakan kenyataan bahwa usaha

Page 18: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

3

sarana pariwisata jenis hotel dan restoran sangat memberikan kontribusi dalam

partisipasi pembangunan di wilayah DKI Jakarta.

Kota Jakarta Timur dalam program pengembangannya, dipersiapkan sebagai

kota wisata belanja dengan menggali berbagai hal yang dapat dijadikan potensi

obyek wisata, meningkatkan jumlah dan jenis atraksi wisata, mempermudah

birokrasi perizinan usaha dan industri penunjang pariwisata, serta meningkatkan

SDM. Dampak strategi tersebut sektor pariwisata pada tahun 2005 pemerintah

kota Jakarta Timur berhasil mendapatkan penerimaan masing-masing dari pajak

hotel sebesar Rp. 7.109.812.177, pajak restoran Rp. 19.536.992.658 dan pajak

hiburan Rp. 5.470.979.345. Total keseluruhan Rp. 32.117.784.180, dan

penerimaan pajak ini meningkat sebesar 64,3 persen di banding tahun sebelumnya

sebesar Rp. 20.810.713.117. (http://www.jaktim.beritajakarta.com/)

Berdasarkan data tentang Usaha Sarana Pariwisata (USP) di Jakarta Timur

pada tahun 2007 untuk jenis usaha restoran atau rumah makan terdapat 231 nama

usaha. Rumah makan tersebut dikelompokkan menurut klasifikasinya yaitu A, B,

C, dan D. Standar klasifikasi menggunakan skala usaha berdasarkan nilai total

investasi, jumlah kursi yang menyatakan kapasitas pelanggan (tamu) yang mampu

ditampung, dan jumlah karyawan yang dipekerjakan, juga mengenai kelayakan

fasilitas yang dimiliki.

Penelitian ini terfokus pada usaha Rumah Makan Tradisional kelas C

(selanjutnya disebut dengan RMT kelas C) karena termasuk pada kelompok usaha

kecil yang penuh dengan resiko. Rumah makan tradisional kelas C, sesuai dengan

jenis usaha kecil lain terbukti memiliki kontribusi yang cukup besar di bidang

pembangunan sosial-ekonomi di berbagai negara, di antaranya yaitu: 1) membuka

lapangan kerja yang luas dan bersifat fleksibel baik bagi laki-laki maupun

perempuan, untuk segala umur, dan penuh waktu, maupun paruh waktu; 2)

banyak produk baru yang bisa dikembangkan; dan 3) membuka peluang bagi

orang yang memiliki obsesi kuat, tekad besar, dan pekerja keras untuk menjadi

pemimpin untuk usahanya.

Beberapa faktor penyebab kegagalan usaha kecil menurut Puspopranoto

(2006) antara lain yaitu: (1) Akibat kebiasaan buruk atau kesehatan kurang baik;

(2) Kehilangan pasar; (3) Kurangnya pengalaman manajerial; dan (4) Lemahnya

Page 19: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

4

daya saing dan lokasi kurang baik. Faktor ini juga yang menyebabkan keberadaan

rumah makan tradisional semakin terdesak oleh restoran modern jenis fast food

waralaba baik lokal maupun asing. Meski ukuran restoran waralaba tersebut

ukurannya lebih kecil dari restoran tradisional, namun indutri jenis ini lebih

mengutamakan profesionalisme dengan menjunjung mutu dan citra produk serta

kualitas pelayanan.

Kunci keberhasilan menurut Rakhmawati (2003) antara lain restoran fast

food modern tunduk pada peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan

frenchise-nya di kantor pusat, seperti ketetapan : standar mutu produk, standar

manajemen, standar pemasaran, standar lay-out dan standar desain, dan standar

kerja karyawan. Jika semuanya dipenuhi maka dapat diperoleh izin franchising.

Berbagai pembinaan maupun pendampingan bagi industri usaha sarana

pariwisata telah dilakukan oleh kantor Suku Dinas Pariwisata Jakarta Timur dan

telah menjadi agenda kegiatan setiap tahunnya. Terakhir kali pada bulan Juli 2007

kegiatan sosialisasi Sapta Pesona diikuti oleh 100 pengusaha dan pengelola

industri pariwisata di wilayah Jakarta Timur, seperti pengelola akomodasi/hotel,

rumah makan/restoran, griya pijat, bioskop, salon dan bola sodok. Kegiatan

sosialisasi ini selain sebagai bentuk pembinaan juga untuk meningkatkan

pelayanan dari para pengelola industri pariwisata di Jakarta Timur.

Berhasil-tidaknya usaha restoran atau rumah makan merupakan

tanggungjawab pengelola (manajer), maka diperlukan pengalaman usaha,

kemampuan berwirausaha, dan keterampilan manajerial. Tidak hanya itu

pengelola rumah makan tradisional perlu pula mengadopsi program sadar wisata

dan konsep Sapta Pesona.

Masalah Penelitian

Penelitian tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola rumah

makan tradisional kelas C di Jakarta Timur ini diharapkan mampu menjawab

masalah tentang :

1. Apakah program Sapta Pesona sudah menjadi komitmen budaya bagi

pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur?

Page 20: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

5

2. Ciri-ciri apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona oleh pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur?

3. Bagaimana strategi percepatan adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola

rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tingkat adopsi program Sapta

Pesona oleh Pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur yaitu:

1. Mengetahui tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola rumah

makan tradisional kelas C di Jakarta Timur.

2. Menganalisis ciri-ciri yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona oleh Pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur.

3. Bahan rumusan untuk meningkatkan penerimaan nilai-nilai Sapta Pesona oleh

Pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur, dan ditampilkan

dalam bentuk tindakan nyata.

Manfaat Penelitian

Penelitian tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola rumah

makan tradisional kelas C di Jakarta Timur diharapkan berguna bagi semua pihak

yang terkait, antara lain:

1. Ikut berpartisipasi menyukseskan program pemerintah dalam pembangunan

dan pengembangan di bidang industri pariwisata.

2. Memberikan informasi guna menerbitkan standarisasi pelayanan bagi rumah

makan dalam upaya mewujudkan budaya layanan prima.

3. Memotivasi pengusaha tradisional mengembangkan usaha rumah makan

dalam upaya meningkatkan citra dan daya saing pariwisata nasional.

Batasan Istilah

Tingkat Adopsi

Untuk mendefinisikan adopsi tidak lepas dengan istilah inovasi, karena bila

orang sebagai individu atau kelompok masyarakat mempunyai sikap menerima

inovasi, berarti orang atau kelompok masyarakat itu telah mengadopsi inovasi

Page 21: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

6

tersebut. Dalam hal ini inovasi merupakan suatu ide atau gagasan yang dianggap

baru oleh perorangan atau unit kelompok yang mengadopsinya. Sedangkan

adopsi merupakan suatu keputusan untuk menggunakan inovasi sebagai suatu

pilihan terbaik.

Inovasi mempunyai tiga komponen, yaitu (1) ide atau gagasan, (2) metode

atau praktek, dan (3) produk (barang dan jasa). Untuk dapat disebut inovasi,

ketiga komponen tersebut harus mempunyai sifat “baru”. Sifat “baru” tersebut

tidak selalu berasal dari hasil penelitian mutakhir. Hasil penelitian yang telah lalu

pun dapat disebut inovasi, apabila diintroduksikan kepada seseorang atau unit

masyarakat yang belum pernah mengenal sebelumnya. Jadi, sifat “baru” pada

suatu inovasi dilihat dari sudut pandang calon pengadopsi atau pengetrap, bukan

kapan inovasi tersebut dihasilkan.

Adopsi sebagai suatu proses perubahan perilaku dalam bentuk pengetahuan,

sikap, maupun ketrampilan pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang

disampaikan. Apabila nilai-nilai tersebut di atas telah diadopsi, maka diharapkan

kesadaran masyarakat akan pentingnya a spirit of cooperation tumbuh dan

berkembang. Semangat kerja sama, pada gilirannya menstimulus tumbuhnya rasa

memiliki, partisipasi, dan tanggung jawab sosial untuk meningkatkan kualitas

hidup dan kesejahteraan mereka.

Program Sapta Pesona

Sapta Pesona mengandung 7 (tujuh) unsur yang menentukan citra baik

pariwisata Indonesia, yaitu aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramahtamah, dan

kenangan. Bukan hanya sebagai kebutuhan pokok wisatawan, tetapi juga sebagai

tolok ukur peningkatan kualitas produk pariwisata nasional. Melalui Keputusan

Menteri Parpostel Nomor KM 05/UM.209/MPPT-89 tertanggal 18 Januari 1988,

Sapta Pesona ditetapkan sebagai program nasional yang bertujuan meningkatkan

kualitas produk dan memperbaiki mutu pelayanan pariwisata nasional.

Program Sapta Pesona merupakan salah satu inovasi dalam pembangunan

kepariwisataan di Indonesia. Diharapkan ke-tujuh unsur yang terkandung di

dalamnya mampu diadopsi oleh pihak-pihak yang harus melaksanakan Sapta

Pesona yaitu pemerintah, industri pariwisata, dan masyarakat.

Page 22: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

7

Pengelola

Pimpinan dalam suatu organisasi atau perusahaan yang bertanggungjawab

atas kinerja dari satu atau lebih anggota atau stafnya disebut sebagai manajer atau

pengelola. Pengelola melaksanakan fungsi manajemen, yaitu melaksanakan suatu

proses yang melibatkan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran perusahaan. Pengelola

yang bergerak dalam bisnis rumah makan atau restoran, agar lebih produktif dan

bekerja efisien mutlak memerlukan pengalaman usaha, kemampuan wirausaha,

dan keterampilan manajerial.

Rumah Makan Tradisional Kelas C

Rumah makan suatu usaha yang menyediakan jasa pelayanan makan dan

minum bagi pelanggannya, sebagai salah satu unit usaha sarana pariwisata (USP)

yang ijin operasionalnya dari pemerintah terkait dan kewajibannya membayar

retribusi (pajak) dikelompokkan berdasarkan nilai investasi, kelengkapan fasilitas

dan sistim pelayanan yang diberikan. Rumah makan kelas C adalah tergolong

sebagai perusahaan kecil. Pengertian perusahaan kecil mengacu pada ciri-ciri

manajemen berdiri sendiri, investasi modal terbatas baik dari sisi keuangan maupun

jumlah tenaga kerja, daerah operasinya lokal, dan ukuran secara keseluruhan

relatif kecil.

Rumah makan tradisional terdiri dari 2 (dua) karakteristik, yaitu positif dan

negatif. Karakter positif menggambarkan bahwa rumah makan tradisional selain

menyajikan hidangan ciri khas suatu daerah, juga suasana dengan nuansa desain

dan dekor maupun ciri khas pelayanan didominasi oleh etnik budaya. Sedangkan

karakter negatif rumah makan tradisional yang dikelola dengan segala

kesederhanaan dan keterbatasan yang dimilikinya jauh dari sentuhan modern

dengan ciri khas konvensional yaitu lebih mengutamakan keunggulan produk

daripada kualitas pelayanan.

Page 23: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Makan Tradisional

Restoran termasuk industri pariwisata dalam kelompok usaha penyediaan

makanan dan minuman. Pada pengembangan usahanya dapat menyediakan fasilitas

dan atraksi rekreasi dan hiburan serta fasilitas lainnya. Jenis restoran antara lain

seperti restoran, café, coffee shop, kantin, dan kafetaria (Perda Provinsi DKI Jakarta

Nomor 10 Tahun 2004).

Dalam konteks pengembangan pariwisata, usaha restoran memiliki beberapa

peran penting antara lain yaitu: (1) penyedia jasa layanan kebutuhan makan dan

minum bagi wisatawan; (2) meningkatkan lama tinggal wisatawan sebagai dampak

pelayanan yang memuaskan; (3) sebagai pendukung sumber informasi memperlancar

perjalanan wisatawan; (4) memberikan jaminan keamanan, ketertiban, kebersihan,

kesejukan, keindahan, keramah-tamahan, dan kenangan bagi pengunjung

(wisatawan); (5) menyediakan peluang kerja bagi masyarakat yang membutuhkan;

dan (6) kebutuhan tenaga profesional dan kompeten turut mempengaruhi keberadaan

dan peningkatan jumlah lembaga pendidikan dan pelatihan bidang restoran.

Keputusan Menteri Keuangan RI tentang Uraian Klasifikasi Lapangan Usaha

Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum mengklasifikasikan restoran

dan rumah makan menjadi 4 kelompok, berdasarkan kelasnya yang tertinggi yaitu: (a)

Restoran Talam Kencana; (b) Restoran Talam Selaka; (c) Restoran Talam Gangsa;

dan (d) Restoran Non-talam. Peringkat klasifikasi restoran diurut berdasarkan kriteria

berikut:

(1) Penggunaan sebagian atau seluruh bangunan, dengan sifat bangunan yang

permanen atau non-permanen;

(2) Kepemilikan dapur pengolahan dan tempat penyajian pada bangunan yang sama;

(3) Kelengkapan peralatan dan fasilitas proses pembuatan dan penyimpanan; dan

(4) Ijin kelayakan operasional dari instansi yang membinanya dan mengeluarkan

surat keputusan.

Page 24: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

9

Restoran Non-talam disebut juga sebagai rumah makan, yaitu restoran yang

belum mendapatkan surat keputusan sebagai yang berklasifikasi talam. Restoran

Non-Talam terbagi lagi menjadi 3 (tiga) kelas yaitu (1) Rumah Makan Kelas A; (2)

Rumah Makan Kelas B; dan (3) Rumah Makan Kelas C. Kelas tersebut dibedakan

menurut kapasitas meja/kursi tamu, dan jumlah karyawanya.

Tradisional menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) adalah sikap dan

cara berpikir serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat

kebiasaan yang ada secara turun temurun. Dalam konteks rumah makan memiliki 2

cara tinjau berbeda, yaitu dari sisi positif dan negatif. Rumah makan tradisional

(RMT) jika ditinjau dari sisi positif yaitu suatu bentuk usaha yang menjual hidangan

(menu makanan dan minuman) khas suatu daerah, lengkap dengan suasana baik

dekorasi eksterior maupun interior, seragam karyawan, latar belakang musik atau

hiburan dan keramah-tamahan sebagai ciri dari daerah tersebut. Selanjutnya konsep

dengan unsur etnik tersebut yang menjadi kebanggaan bagi pengunjungnya, atau

sebagai daya tarik bagi wisatawan yang selalu ingin mencoba sesuatu yang baru. Hal-

hal tersebut yang memiliki nilai jual dari rumah makan tradisional. Rumah makan

tradisional berdasarkan sudut pandang negatif yaitu rumah makan yang dikelola

secara konvensional, dengan pengelola cenderung bersikap, cara pikir dan cara

bertindak yang tidak sesuai dengan tuntutan masa kini (modern).

Perbedaan pengelolaan antara bisnis tradisional dengan bisnis modern yaitu:

(1) Pebisnis tradisional cenderung berorientasi pada penjualan, fokus pada nilai

produk, kontak pelanggan tidak berkesinambungan, dan komitmen pada mutu hanya

bagi staf produksi; sedangkan (2) Pebisnis modern berorientasi untuk

mempertahankan pelanggan, fokus pada nilai pelayanan, kontak pelanggan

berkesinambungan, dan komitmen mutu berlaku bagi seluruh staf (Kotler, 2002).

Perbedaan bisnis tradisional dan modern ditambahkan Nickel (2005) yaitu:

(1) Bisnis Tradisional memuaskan pelanggan, orientasi laba dan produk, dan

cenderung menerapkan etika reaktif, dan fokus pada masalah manajerial, sedangkan

(2) Bisnis Modern sudah pada taraf mempesonakan pelanggan, orientasi laba,

pelanggan dan stakeholder, dan fokus pada kepentingan pelanggan.

Page 25: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

10

Karakteristik RMT Kelas C

Rumah makan tradisional kelas C (selanjutnya disingkat RMT Kelas C)

merupakan bidang usaha sarana pariwisata (USP) pada kelompok usaha kecil dan

menengah, berdasarkan aturan instansi pemerintah terkait yaitu:

(1) Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan pada industri rumah tangga dengan

jumlah pekerja 1–4 orang, sedangkan industri kecil memiliki pekerja 5–19 orang.

(2) Suku Dinas (Sudin) Pariwisata Jakarta Timur mengelompokkan RM kelas C

dengan kisaran jumlah meja antara 4-12, jumlah kursi antara 20-50 dan jumlah

karyawan antara 5-12.

Industri berskala kecil menurut istilah ketenagakerjaan (Depnakertrans RI)

yaitu industri yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) Pemilik adalah golongan

ekonomi lemah dan pada umumnya sekaligus menjadi pimpinan (single ownership

and management) dan memerlukan bimbingan kewirausahaan; (2) Administrasi

perusahaan pada umumnya masih bersifat sederhana, kurang teratur, belum

berbentuk badan hukum; (3) Tidak mampu menyediakan jaminan (coliateral) guna

mendapatkan kredit dari dunia perbankan; (4) Hubungan kerja antara pengusaha

dengan pekerja masih lebih bersifat kekeluargaan; (5) Pembiayaan/permodalan pada

umumnya belum memungkinkan dapat menyediakan bahan yang cukup untuk

kontinuitas produksi; (6) Proses produksinya masih sederhana dan sebagian besar

masih bersifat tradisional; dan (7) Produksinya pada umumnya belum tetap dan

disainnya kurang dapat mengikuti selera pasar.

Fuad (2000) memberikan ciri-ciri umum perusahaan kecil mengacu pada: (1)

Manajemen berdiri sendiri, umumnya manajer adalah juga pemilik; (2) Investasi

modal terbatas; (3) Daerah operasinya lokal; dan (4) Ukuran secara keseluruhan

relatif kecil. Menurut Puspopranoto (2006) perusahaan kecil adalah usaha yang

memenuhi dua atau lebih kriteria berikut: (1) Pihak pemilik mengelola perusahaan;

(2) Seorang atau sekelompok kecil menyediakan pembiayaan; (3) Pihak pemilik

dan para karyawan tinggal berdekatan dengan perusahaan; (4) Perusahaan itu kecil

dibandingkan dengan perusahaan lainnya dalam industri yang sama, diukur menurut

aset, jumlah karyawan, atau pendapatan penjualan.

Page 26: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

11

The Dun & Bradstreet Corporation (Puspopranoto, 2006) mengidentifikasi

faktor-faktor penyebab kegagalan usaha kecil antara lain yaitu: (1) Kelalaian (akibat

kebiasaan buruk atau kesehatan kurang baik); (2) Faktor ekonomis (kehilangan

pasar); (3) Pengalaman (tidak cakap, kurangnya pengalaman manajerial); dan (4)

Penjualan (lemah daya saing, kesulitan persediaan, lokasi kurang baik).

Hasil riset Parsa (2005), salah satu unsur sukses dipengaruhi pengetahuan para

pengelola melalui pendidikan lanjutan tentang pemasaran dan lokakarya. Suatu

lingkungan yang mendukung profesionalisme akan menumbuhkan produktivitas lebih

baik. Unsur-unsur penyebab kegagalan bisnis rumah makan yaitu: (1) Kurangnya

pengalaman dalam berbisnis dan rendahnya pengetahuan pengelolaan restoran; (2)

Ketidakmampuan untuk memelihara standard operasional, terlalu banyak masalah

dalam layanan, serta rendahnya standard kebersihan dan kesehatan; dan (3) Untuk

rumah makan yang bernuansa etnis (tradisional), hilangnya keaslian berakibat

hilangnya integritas konseptual.

Peran dan Tugas Pengelola

Peran pengelola atau manajer secara konkret dikemukakan Puspopranoto

(2006) sebagai berikut: (1) Orang dalam organisasi yang bertanggung jawab atas

kinerja dari satu atau lebih orang lain; (2) Orang yang tugasnya menggunakan sumber

daya material seperti informasi, teknologi, bahan baku, fasilitas, dan uang untuk

memproduksi barang dan jasa yang dapat ditawarkan organisasi (perusahaan) kepada

para pelanggan; dan (3) Tugas setiap manajer terkait dengan satu tanggung jawab

utama, yaitu membantu organisasi dalam mencapai kinerja tinggi melalui

pemanfaatan semua sumber daya, baik tenaga manusia maupun material.

Tugas-tugas di dalam organisasi menurut Fuad (2000) dapat dibedakan

berdasarkan tiga tingkatan manajemen yaitu: (1) Manajemen Tertinggi (Top

Management), bertugas mengembangkan rencana-rencana yang luas dan

melakukan pengambilan keputusan strategis. (2) Manajemen Menengah (Middle

Management), tanggung jawab yang harus dilaksanakan para manajer tingkat ini

Page 27: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

12

adalah mengembangkan rencana-rencana operasi untuk melaksanakan semua rencana

yang telah disusun manajemen puncak. (3) Manajemen Pelaksana (Operating

Management), bertanggung jawab untuk melaksanakan semua rencana yang telah

dibuat manajemen menengah serta bertugas untuk mengawasi para pekerja dalam

menjalankan pekerjaan sehari-hari. Manajer pelaksana sering pula disebut

pengawas atau penyelia tingkat pertama (First line supervisor).

Hal yang dikerjakan manajer menurut Nickels (Puspopranoto 2006) yaitu:

(1) Merencanakan; menetapkan sasaran organisasi, menyusun strategi guna mencapai

sasaran, menentukan sumber daya yang dibutuhkan, menetapkan standar yang

tepat.

(2) Mengorganisasikan; (a) mengalokasikan sumber daya dan pemberian tugas,

(b) menetapkan prosedur untuk mencapai sasaran dan menyiapkan struktur

organisasi yang menunjukkan garis kewenangan/tanggung jawab, (c) merekrut,

menyeleksi, melatih, dan mengembangkan karyawan, (d) menempatkan

karyawan di tempat di mana mereka sangat efektif.

(3) Memimpin/mengarahkan; memandu dan memotivasi karyawan untuk bekerja

secara efektif merealisasikan sasaran dan tujuan organisasi.

(4) Mengendalikan; mengukur kinerja dibandingkan tujuan perusahaan, memantau

kinerja relatif terhadap standar, memberi penghargaan atas kinerja yang menonjol,

dan mengambil tindakan korektif sesuai dengan kebutuhan.

Ciri Pribadi

Ciri pribadi yaitu segala sesuatu yang melekat pada diri seseorang yang sifatnya

khas untuk setiap orang. Ciri pribadi muncul karena terjadinya proses alam seperti:

usia, persepsi terhadap sesuatu, motivasi, maupun proses yang sengaja diciptakan

untuk meningkatkan kualitas diri, seperti: tingkat pendidikan, intensitas komunikasi,

frekuensi mencari inforniasi. Ciri pribadi mempengaruhi seseorang dalam

memberikan respon terhadap stimuli yang diterimanya, dan akan mengubah

perilakunya.

Page 28: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

13

Lionberger (1960) menyatakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi cepat

lambatnya adopsi adalah usia, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, pola

hubungan dan kekosmopolitan, keberanian mengambil resiko, sikap terhadap

perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, sifat fatalisme dan diagnosisme (sistem

kepercayaan yang tertutup).

Soekartawi (1988) menjelaskan terdapat 11 peubah yang mempengaruhi proses

difusi dan adopsi inovasi yaitu: usia, pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola

hubungan, sikap terhadap perubahan, pendapatan usaha tani, luas usaha tani, status

pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber informasi yang digunakan dan jenis

inovasi.

Pengaruh ciri pribadi terhadap perubahan perilaku, dikemukakan pada paragraf

tersebut, menunjukkan bahwa ciri pribadi mutlak dipertimbangkan dalam program-

program penyuluhan. Ciri pribadi yang melekat pada diri seseorang, baik yang

muncul dari kawasan kepribadiannya maupun yang dimiliki karena status dan

peranannya, akan memunculkan kekuatan atau dorongan untuk bertindak terutama

yang menguntungkan dirinya.

Usia

Usia mempengaruhi kecepatan perubahan perilaku, karena usia akan

mempengaruhi kemampuan fisik dan kemampuan fikir. Orang yang lebih tua

cenderung kurang responsif terhadap ide-ide baru. Padmowihardjo (1978)

menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk belajar berkembang secara gradual,

sejalan dengan meningkatnya usia. Akan tetapi setelah mencapai usia tertentu akan

berkurang secara gradual pula, dan sangat nyata pada usia 55-60 tahun. Sementara itu

Vener dan Davidson (Lunandi, 1986) menyatakan bahwa dengan bertambahnya

usia secara fisiologis terdapat perubahan daya penglihatan dan pendengaran yang

dapat menurunkan tingkat efektivitas belajar orang dewasa. Klausmeijer dan

Goodwin (1966) mengemukakan bahwa ada pengaruh usia terhadap minat seseorang

terhadap macam pekerjaan tertentu sehingga usia seseorang juga akan berpengaruh

terhadap motivasinya untuk belajar.

Page 29: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

14

Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Padmowihardjo (1994)

mengatakan usia bukan merupakan faktor psikologis, tetapi sesuatu yang diakibatkan

oleh usia adalah faktor fisiologis. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan

seseorang berhubungan dengan usia. Faktor pertama adalah mekanisme belajar dan

kematangan otak, organ-organ sensual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua

adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar lainnya. Selanjutnya

Wiraatmadja (1990) mengemukakan bahwa usia petani akan mempengaruhi

penerimaan petani terhadap hal-hal baru.

Seseorang yang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan

kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya; sedangkan

orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi

sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya (Bird, 1989).

Pendidikan

Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan daya

pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas

pengetahuannya. Pengaruh pendidikan terhadap perubahan perilaku, hasil penelitian

Maryani (1995), menunjukkan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih mudah

untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang

dihadapinya.

Pendidikan merupakan proses pembentukan watak seseorang, sehingga

memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku (Winkel, 1991).

Gonzales (Jahi, 1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan bahwa pendidikan

merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan pengetahuan.

Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan derajat ilmu

pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Russel (1993) mengatakan bahwa pendidikan senantiasa mempunyai dua

sasaran, yaitu pengajaran dan pelatihan perilaku yang lebih baik. Salam (1997)

mengemukakan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha yang disadari

Page 30: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

15

untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di

dalam maupun di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Tichenor et al., (Padi,

2005) mengemukakan bahwa kenaikan pendidikan formal menunjukkan suatu

perluasan dan penganekaragaman ruang kehidupan, jumlah kelompok referensi yang

lebih besar, keterampilan dan kesadaran ilmu pengetahuan dan masalah umumnya

lainnya yang lebih besar serta lebih luasnya dedahan pada isi media tentang lingkup

masalah.

Pendidikan diartikan sebagai rangkaian proses belajar-mengajar yang

menghasilkan perubahan perilaku. Pendidikan menjadi urutan pertama dalam

menentukan tingkat keinovatifan seseorang, demikian pendapat Rogers dan

Shoemaker (1971). Menurut Slamet (1975) tingkat pendidikan warga belajar akan

mempengaruhi pemahamannya terhadap sesuatu yang akan dipelajari. Artinya, hasil

belajar yang diperoleh dari proses belajar (proses pendidikan) akan membuat warga

belajar mampu melihat hubungan yang nyata antara berbagai fenomena yang

dihadapi. Selain itu, hasil belajar yang pernah diperoleh warga belajar dari pendidikan

yang pernah diikutinya akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar.

Pengalaman Usaha

Pengalaman berusaha merujuk pada jumlah tahun lamanya seorang pengelola

berbisnis rumah makan. Pengalaman berusaha yang lebih lama dapat menumbuhkan

motivasi yang lebih kuat untuk berbuat sesuatu yang menguntungkan. Pengalaman

seseorang bertambah sejalan dengan bertambahnya usia. Pengalaman dapat diukur

secara kuantitatif berdasarkan jumlah tahun seseorang dalam bidang usaha; serta

pengalaman yang bersifat kualitatif. Konsekuensi masa depan ditentukan oleh

pengalaman masa lalu, dampak dari pengalaman, serta pengamatan seseorang

terhadap yang lain. (Bandura, 1986)

Hal ini sependapat dengan Stanton (1978) bahwa motivasi untuk berbuat

tergantung dari pengalamannya, sebab pengalaman akan menentukan minat dan

kebutuhan yang dirasakan. Dalam proses belajar-mengajar, pengalaman juga

Page 31: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

16

memiliki peran penting. Klausmeijer dan Goodwin (1966) menyatakan bahwa

pengalaman masa lampau akan mempengaruhi efisiensi belajar karena menurut

Havelock (1969) pengalaman masa lampau yang telah dimiliki seseorang akan

mempengaruhi kecenderungannya merasa memerlukan dan siap untuk menerima

pengetahuan pengetahuan baru. Pengalaman seseorang juga akan memberikan

kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak (Dahama and

Bhatnagar, 1980). Pemahaman terhadap pengalaman merupakan awal dan proses

belajar karena pengalaman akan dapat mengarahkan perhatian warga belajar kepada

minat, kebutuhan dan masalah masalah yang dihadapi.

Intensitas Komunikasi

Soekartawi (1988) menyatakan bahwa jumlah sumber informasi yang

digunakan oleh seseorang berhubungan positif dengan tingkat penerapan dan

penyebaran inovasi. Aktifitas mencari informasi adalah salah satu peubah komunikasi

yang berhubungan positif dengan tingkat penerapan inovasi (Van den Ban and

Hawkins, 1988). Perilaku pencarian informasi berhubungan dengan tingkat

pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung mencari isi informasi

melalui media cetak, demikian pendapat Schramm (1973).

Kajian berbagai hasil penelitian dan pendapat para ahli menunjukkan bahwa

intensitas komunikasi menentukan kecepatan perubahan perilaku. Pengelola rumah

makan melalui aktivitas komunikasi aktif dan komunikasi pasif akan lebih cepat

mengubah perilaku bisnisnya. Aktifitas komunikasi aktif artinya pengelola rumah

makan sengaja mencari informasi tentang cara atau strategi menjalankan bisnisnya,

sedangkan komunikasi pasif artinya pengelola rumah makan sekedar menerima

informasi tentang bisnis restoran dari pihak lain.

Keanggotaan kelompok

Keanggotaan dalam kelompok mencerminkan perilaku komunikasi seseorang

karena dalam kelompok terjadi proses komunikasi dan proses pendidikan. Seseorang

dapat berubah perilakunya karena pengaruh kelompok. Kelompok, menurut Slamet

Page 32: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

17

(1995) adalah dua atau lebih orang yang berhimpun atas dasar kesamaan, berinteraksi

melalui pola atau struktur tertentu guna mencapai tujuan bersama, dalam kurun waktu

yang relatif panjang.

Sherip (Bahraini, 1984) mengartikan kelompok sebagai suatu kesatuan sosial

yang terdiri atas dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang

cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu sudah terdapat pembagian

tugas, struktur, dan norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut.

Hare (Bahraini, 1984) suatu kelompok bisa berbentuk asosiasi, yaitu organisasi yang

dibentuk oleh dan untuk pekerja yang berfungsi mewakili para pekerja dari satu atau

beberapa perusahaan saja yang bertujuan meningkatkan profesionalisme atau

kesejahteraan pekerja. Dalam kelompok terjadi interaksi antara anggota satu dan

anggota lainnya, mempunyai tujuan yang menjadi pedoman gerak kelompok dan

anggota, membentuk norma yang mengatur ikatan dan aktivitas anggota, serta

mengembangkan peranan dan jaringan ikatan perorangan dalam kelompok.

Menurut Slamet (1995) kelompok mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1)

terdiri dan individu-individu, (2) saling ketergantungan antara individu, (3) partisipasi

yang terus menerus dan individu, (4) mandiri atau mengarahkan diri sendiri, (5)

selektif dalam hal anggota, tujuan dan kegiatan, serta, (6) memiliki keragaman yang

terbatas. Soekartawi (1988) juga mengatakan bahwa salah satu faktor yang

mempengaruhi proses adopsi adalah interaksi antar individu, interaksi individu-

individu dengan kelompok-kelompok masyarakat.

Keberanian Mengendalikan Resiko

Entrepreneurship menurut Hendro (2006) memiliki tiga komponen utama

yaitu: wirausaha, wiraswasta, atau pengusaha. Ada hal berbeda, yaitu antara

wirausaha dan wiraswasta. Wirausaha berasal dari kata "wira" artinya berani dan

"usaha" yang bersumber bahasa Melayu. Begitu juga kata wiraswasta yang berasal

dari kata "wira" berani dan 'swasta’ yang berarti non pemerintahan, dahulu orang

cenderung hanya bekerja di sektor pemerintahan saja, sehingga bila seseorang berani

mengambil risiko dan keluar dari sektor pemerintahan, maka disebut wiraswasta.

Page 33: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

18

Secara umum menurut Fuad (2000) pengertian wiraswastawan menunjuk

kepada pribadi tertentu yang secara kualitatif lebih dari kebanyakan manusia pada

umumnya, yaitu pribadi yang memiliki kemampuan untuk: (a) Berdiri di atas

kekuatan sendiri dalam mengambil keputusan dan menetapkan tujuan;

(b) Memperkenalkan fungsi faktor produksi baru, merespon secara kreatif dan

inovatif; (c) Belajar dari pengalaman (mawas diri), memiliki semangat bersaing dan

berprestasi yang kuat; (d) Menguasai berbagai pengetahuan; ketrampilan dalam

menyusun, menjalankan, dan mencapai tujuan organisasi usaha.

Hendro (2006), setiap wirausahawan (entrepreuneur) yang sukses memiliki

empat unsur pokok yaitu:

(1) Kemampuan (hubungannya dengan IQ dan skill) dalam membaca peluang,

berinovasi, mengelola, dan menjual;

(2) Keberanian (hubungannya dengan emotional quotient dan mental) dalam

mengatasi ketakutannya, mengendalikan resiko, dan untuk keluar dari zona

kenyamanan;

(3) Keteguhan hati (hubungannya dengan motivasi diri): persistence (ulet), pantang

menyerah, determinasi (teguh akan keyakinannya), dan kekuatan akan pikiran

(power of mind) bahwa anda juga bisa; dan

(4) Kreatifitas yang menelurkan sebuah inspirasi sebagai cikal bakal ide untuk

menemukan peluang berdasarkan intuisi (hubungannya dengan pengalaman).

Keterampilan Teknis

Fuad (2000) memberikan tiga keterampilan yang perlu dikuasai oleh manajer

berdasarkan tingkatan manajemen yaitu: (1) Manajemen Puncak membutuhkan

ketrampilan bersifat konseptual (Conceptual Skills), (2) Manajemen Menengah dituntut

memiliki ketrampilan bersifat manajerial (Managerial Skills), dan (3) Manajemen

Pelaksana sebagai pengawas atau penyelia tingkat pertama (First line supervisor)

membutuhkan ketrampilan bersifat teknik (Technical Skills).

Untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, para manajer atau pengelola usaha

memerlukan berbagai kemampuan dan keterampilan. Menurut Katz (1974) terdapat 3

Page 34: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

19

(tiga) macam keterampilan manajer yaitu: (1) Keterampilan teknis adalah

kemampuan untuk menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-teknik dari suatu

bidang tertentu; (2) Keterampilan manusiawi adalah kemampuan untuk interaksi

dengan orang lain dalam memahami dan memotivasi serta mendorong orang lain baik

sebagai individu atau kelompok; dan (3) Keterampilan konseptual adalah kemampuan

mental para manajer untuk mengkoordinasi dan mengintegrasikan seluruh

kepentingan dan kegiatan organisasi sehingga organisasi dapat dilihat sebagai suatu

kesatuan yang utuh.

Ketiga kemampuan dan keterampilan tersebut sama pentingnya, namun

kepentingan itu sangat tergantung kepada kedudukan manajer itu dalam tingkat

organisasi. Komposisi teknis lebih besar untuk manajer rendah dan kemampuan

konsepsional lebih utama bagi manajer tingkat atas, karena harus mengambil putusan

yang berpengaruh luas dan berjangka waktu yang panjang.

Ciri Lingkungan Usaha

Schoell (1993) menyatakan faktor-faktor yang menunjukkan kekuatan utama

dari perusahaan kecil adalah: (1) Fleksibilitas lebih besar. Perusahaan kecil

cenderung lebih dapat menyesuaikan rencana dengan sangat cepat dalam

merespon perubahan lingkungan; (2) Lebih banyak perhatian secara pribadi terhadap

pelanggan dan karyawan; dan (3) Biaya tetap lebih rendah. Biaya personalia lebih

hemat, hal ini memungkinkan untuk menjual produknya pada harga lebih rendah. 4)

Motivasi pemilik lebih besar, pemilik usaha kecil memiliki perusahaannya sendiri

maka hal ini memotivasinya untuk bekerja lebih keras.

Tingkat pendapatan usaha, ukuran luas usaha, dan sumber informasi yang

digunakan turut mempengaruhi cepat lambatnya adopsi Lionberger (1960). Faktor-

faktor dari lingkungan usaha berikut yaitu: (1) pasar input antara lain tenaga kerja,

bahan baku, modal, dan usaha; dan (2) pasar output antara lain tuntutan pelanggan

dan pengaruh terhadap kompetitor, turut mempengaruhi keuntungan dari perusahaan,

dan pada akhirnya akan mempengaruhi penilaian untung ruginya suatu investasi.

Page 35: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

20

Kebijakan Pemda

Kebijakan pembangunan pariwisata bertujuan, memperluas kesempatan kerja,

berusaha, meningkatkan devisa negara, memperkenalkan alam dan lingkungan

Indonesia. Adapun pengembangan dan pembinaannya, lewat penataran, penyuluhan

dalam rangka sosialisasi peraturan perundangan di bidang kepariwisataan.

Menyelenggarakan kursus keterampilan industri kecil. Kerjasama dengan pihak

swasta terkait.

Sejak diterapkannya Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 mengenai pembagian

wewenang antara sistem dan organisasi pemerintah pusat dan daerah, maka peran

pemerintah daerah semakin besar dalam mengurus ketatalaksanaan administrasi

pemerintahan wilayahnya. Sehubungan dengan hal tersebut Peraturan Daerah (Perda)

Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004 tentang Kepariwisataan, merupakan salah

satu kebijakan Pemda. Peraturan yang terkait dengan kegiatan operasional usaha

penunjang pariwisata, khususnya usaha rumah makan, yaitu:

(1) Pasal 9; mengatur tentang Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap

industri pariwisata melalui peningkatan standar kualitas pelayanan dan

peningkatan daya saing usaha pariwisata, sebagai upaya mewujudkan iklim usaha

yang kondusif.

(2) Pasal 16; Setiap industri pariwisata, wajib melakukan upaya pelestarian

lingkungan melalui AMDAL.

(3) Pasal 24; setiap industri pariwisata harus memperoleh ISUP (Izin Usaha

Sementara Usaha Pariwisata) dari Kepala Dinas Pariwisata, sebagai syarat Izin

Mendirikan Bangunan (IMB) dan untuk menyusun dokumen Analisa Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) serta Izin Tetap Usaha Pariwisata (ITUP).

(4) Pasal 31; Dinas Pariwisata menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan

mutu tenagakerja bidang kepariwisataan berpedoman pada standar kompetensi

profesi kepariwisataan berdasarkan profesi/jabatan masing-masing.

Page 36: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

21

(5) Pasal 32; Setiap tenaga kerja pariwisata wajib memiliki Sertifikat Profesi

Kepariwisataan sebagai lisensi kekaryaan berdasarkan profesi/jabatan di

bidangnya masing-masing.

(6) Pasal 35; tentang kewajiban dan larangan di antaranya tentang kewajiban untuk:

- menjamin dan bertanggung jawab terhadap keamanan, keselamatan,

ketertiban dan kenyamanan;

- memelihara kebersihan, keindahan dan kesehatan lokasi kegiatan;

- memberikan kesempatan kepada karyawan untuk melaksanakan ibadah;

- menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja;

- membayar Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; dan tentang larangan di

antaranya menggunakan tenaga kerja di bawah umur.

(7) Pasal 40; aturan tentang usaha penyediaan makanan dan minuman, terdiri dari

restoran, bar, pusat jajan, jasa boga, dan bakeri harus disertifikasi halal oleh

lembaga yang berkompeten. Tanda sertifikasi diletakkan pada tempat yang mudah

dibaca oleh konsumen.

(8) Pasal 41; Dinas Pariwisata melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan

kepariwisataan.

(9) Pasal 42 Dinas Pariwisata melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan

kepariwisataan

Skala Usaha

Skala usaha dapat diukur dengan melihat luas areal yang diusahakan oleh

petani atau satuan ternak yang dimiliki peternak. skala usaha dapat dilihat dari

keuntungan yang diperoleh dengan cara menjabarkan berbagai prasyarat teknis

maupun ekonomi yang memberikan kontribusi terhadap keuntungan tersebut.

(Soedjana, 2007)

Suatu industri dapat diklasifikasikan atas dasar skala atau besar kecilnya

usaha. Besar kecilnya usaha bisnis ditentukan oleh besar kecilnya modal yang

ditanamkan. Klasifikasi industri berdasarkan skala usaha dapat dibagi menjadi 3

Page 37: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

22

kriteria sebagai berikut: 1) Industri skala usaha kecil, 2) Industri skala menengah, dan

3) Industri skala usaha besar (Prawirosentono, 2002).

Dari waktu ke waktu, karena nilai uang yang selalu makin turun,

menyebabkan kriteria usaha berdasarkan modal yang ditanamkan sering berubah-

ubah. Pengertian usaha kecil tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1995, yang

menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak

Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil

penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000.

BPS memberikan batasan jumlah tenaga kerja dalam menentukan skala usaha

terutama di sektor industri, yaitu industri kerajinan rumah tangga (IKRT) dengan 1-4

pekerja, dan industri kecil (IK) dengan 5-19 pekerja termasuk pemiliknya.3

Departemen Perindustrian dan Perdagangan juga memberikan batasan yang sama

dalam membagi skala usaha, yaitu industri dagang mikro (1- 4 pekerja), industri

dagang kecil (5-19 pekerja), dan industri dagang menengah (20-99 pekerja).

Skala usaha dalam suatu sistem usaha rumah makan dapat juga diukur dengan

berbagai cara, antara lain dari nilai investasi, biaya tetap, biaya variabel, total omzet

penjualan, luas areal rumah makan, dan jumlah kursi yang menggambarkan kapasitas

tamu yang mampu di tampung.

Modal Keuangan

Permodalan dan bentuk usaha industri pariwisata sebagaimana di maksud

dalam Pasal 7 Perda DKI Jakarta No. 10 tahun 2004 adalah sebagai berikut:

(a) seluruh modalnya dimiliki oleh Warga Negara Republik Indonesia dapat

berbentuk Badan Hukum atau usaha perseorangan sesuai dengan peraturan

perundangan yang berlaku;

(b) modal patungan antara Warga Negara Republik Indonesia dan Warga Negara

Asing, bentuk usahanya harus Perseroan Terbatas;

(c) seluruh modalnya dimiliki warga negara asing dalam bentuk penanaman modal

asing wajib mematuhi peraturan perundangan yang berlaku.

Page 38: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

23

Modal merupakan faktor penunjang utama dalam kegiatan usaha rumah

makan tradisional. Tanpa adanya modal, pemilik RMT Kelas C akan sulit

mengembangkan usaha yang dilakukannya. Dalam pengertian ekonomi, (Hernanto,

1993) mengatakan bahwa modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama

dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan barang-

barang baru yakni produksi pertanian.

Berdasarkan sumbernya, menurut (Hernanto, 1993) modal dapat dibedakan

menjadi: (1) milik sendiri, (2) pinjaman atau kredit; (a) kredit bank, dan (b) dari

pelepas uang/tetangga/famili dan lain-lain, (3) warisan, (4) dari usaha lain, dan (5)

kontrak sewa. Modal sendiri, pemilik RMT bebas menggunakan. Modal yang berasal

dari kredit yang milik orang lain tentunya ada persyaratan.

Persyaratan dapat diartikan pembebanan yang menyangkut waktu

pengambilan maupun jumlah serta angsurannya. Untuk modal yang berasal dari

warisan, tergantung dari pemberi. Sumber modal dari luar usaha RMT dimaksud bila

pemilik RMT memiliki usaha dari luar usaha RMT yang cukup besar. Modal dari

kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu sampai peminjam dapat

mengembalikan.

Ketersediaan modal mempengaruhi kemampuan pemilik RMT Kelas C dalam

upaya mengembangkan usaha rumah makan tradisionalnya, karena berpengaruh pada

produktivitas hasil usaha secara optimal. Dengan demikian, keterbatasan modal usaha

RMT Kelas C berhubungan dengan kompetensi pemilik RMT Kelas C dalam

mengelola usaha rumah makannya.

Modal Tenaga Keja

Sumber daya pariwisata dalam pembangunan kepariwisataan, sebagaimana di

maksud dalam Pasal 7 Perda DKI Jakarta No. 10 tahun 2004, terdiri atas: sumber

daya alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, berupa letak geografi, kepulauan, laut,

flora dan fauna, sungai, danau, hutan, bentang alam, iklim; sumber daya hasil karya

manusia, berupa hasil-hasil rekayasa sumber daya alam, perkotaan, kebudayaan,

Page 39: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

24

nilai-nilai sosial, warisan sejarah, dan teknologi; sumber daya manusia berupa,

kesiapan, kompetensi, komitmen dan peran serta masyarakat.

Modal tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang penting dalam

melaksanakan kegiatan usaha RMT, bahkan kekurangan tenaga kerja dapat

mengakibatkan turunnya produksi. Pekerja dengan tingkat keahlian tertentu memiliki

status lebih tinggi daripada pekerja tanpa keahlian (Boserup, 1984). Perbedaan status

(karena perbedaan keahlian, keterampilan dan latihan yang dimiliki seseorang), yang

menurut Belante dan Jackson (1983) disebut sebagai modal tenaga keja (human

capital) termasuk pula ukuran sampai batas mana masyarakat menilai keahlian,

keterampilan dan latihan tersebut.

Pendidikan dan latihan menurut Simanjuntak (Tjiptoherijanto, 1982)

merupakan salah satu aspek yang penting dalam pengembangan sumber daya

manusia. Pendidikan dan latihan di satu pihak dapat meningkatkan produktifitas

kerja, sedangkan di pihak lain merupakan indikator tingkat kemiskinan masyarakat

bilamana suatu negara memiliki sejumlah besar penduduk buta hurup dan

berpendidikan rendah.

Sarana Usaha

Sarana kepariwisataan (tourism superstructure) adalah perusahaan-perusahan

yang memberikan pelayanan langsung kepada wisatawan, baik secara langsung

maupun tidak, dan kehidupan usahanya banyak bergantung pada kedatangan para

wisatawan tersebut.

Yoeti (1996) membagi tiga bagian penting dari sarana kepariwisataan, yaitu:

sarana pokok, sarana pelengkap, dan sarana penunjang. Sarana pokok kepariwisataan

yaitu agen perjalalanan, perusahaan angkutan, hotel, restoran, obyek dan atraksi

wisata. Perusahaan tersebut merupakan fasilitas minimal yang harus ada pada daerah

tujuan wisata (DTW). Jika salah satu tidak ada, dapat dikatakan perjalanan wisata

tidak berjalan seperti diharapkan.

Sarana pelengkap kepariwisataan, Nyoman S.Pendit (Yoeti, 1996), merupakan

perusahaan pariwisata sekunder, karena tidak seluruhnya bergantung kepada

Page 40: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

25

wisatawan melainkan bagi masyarakat setempat. Perusahaan termasuk ini yaitu; toko

pakaian dan perhiasan, toko kelontong, photostudio, usaha binatu, cukur rambut,

salon kecantikan dan lainnya. Sedangkan sarana penunjang kepariwisataan seperti

niteclub, steambath, casinos, dan lain-lain.

Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat/media dalam

mencapai maksud atau tujuan. Sarana rumah makan mencakup perabotan dan

peralatan yang diperlukan sebagai kelengkapan setiap gedung/ruangan dalam

menjalankan fungsinya untuk meningkatkan mutu dan relevansi hasil produk dan

layanannya. Berdasarkan jenisnya sarana rumah makan dibagi dalam 4 (empat)

kelompok yaitu:

(1) Sarana pengolahan, mencakup: (a) sarana untuk melaksanakan proses persiapan,

seperti pisau pemotong, alat bantu dan wadah (b) peralatan memasak, sesuai

tugas/kegiatan para juru masak di dapur (c) peralatan penyajian hidangan. (c)

peralatan penyimpanan bahan segar dan makanan siap saji.

(2) Sarana pelayanan mencakup: (a) furniture seperti meja, kursi, almari persediaan

alat; (b) lenan (jenis kain) seperti taplak meja, serbet tamu, dan serbet kerja.

(3) Peralatan makan dan minum tamu seperti piring, gelas, cangkir, sendok, garpu,

dan pisau makan.

(4) Sarana penunjang seperti seragam karyawan dan asesoris kerjanya.

Manajemen sarana yang profesional merupakan suatu keharusan, dimulai

dengan adanya rencana strategik, rencana tahunan, rencana operasional yang

diterjemahkan dalam rencana kerja anggaran tahunan yang disepakati bersama.

Kemudian didukung oleh unit pengelola yang handal yang memiliki program

perencanaan, pengadaan, pemanfaatan, pemeliharaan serta pengendaliannya.

Kelayakan sarana, baik kwalitas dan kwantitasnya, yang mendukung kegiatan

usaha dan pelayanan pada pelanggan rumah makan merupakan aset perusahaan

karena dapat mendorong peningkatan produktifitas, kepuasan pelanggan dan pada

gilirannya akan membantu meningkatkan kesejahteraan tamu dan karyawan serta

sebagai kebanggaan dalam memberikan citra perusahaan. Sebagai aset perusahaan,

Page 41: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

26

sarana perlu dinventarisir dan didokumentasikan dengan baik, dipelihara dan

dimanfaatkan secara efektif, efisien dan terintegrasi.

Prasarana Usaha

Prasarana (infrastructures) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan

proses perekonomian berjalan dengan lancar dan dalam upaya memudahkan manusia

untuk memenuhi kebutuhannya. Kreck (Yoeti, 1996) membagi prasarana atas dua

bagian yang penting yaitu (1) Prasarana Perekonomian (economic infrastructure),

terdiri atas pengangkutan (transportation), prasarana komunikasi (communication

infrastructure), sistim instalasi (utilities), dan sistem perbankan; dan (2). Prasarana

Sosial, terdiri atas sistim pendidikan, pelayanan kesehatan, faktor keamanan, dan

petugas pelayanan. Sedangkan Wahab (Yoeti, 1996) membagi menjadi tiga prasarana

yaitu: (1) Prasarana umum, bertujuan untuk membantu kelancaran roda

perekonomian; (2) Prasarana kebutuhan masyarakat banyak; dan (3) Prasarana

kepariwisataan.

Perbedaan antara pasarana kepariwisataan dengan sarana kepariwisataan adalah

semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan

berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi

kebutuhan mereka yang beraneka ragam (Yoeti, 1996). Restoran atau rumah makan

agar dapat melayani tamu-tamunya dengan baik dan lancar, membutuhkan (a)

instalasi tenaga listrik, instalasi air, gas, dan sumber energi lainnya; (b) alat

transportasi; (c) distributor bahan dan peralatan; (d) tenaga maintenance, yang

merawat dan memperbaiki peralatan/mesin; (e) tenaga pelayanan kesehatan,

keamanan, dan pendidikan; (f) sistim telekomunikasi; dan (g) sistem perbankan dan

moneter.

Prasarana rumah makan adalah perangkat penunjang utama suatu proses atau

usaha rumah makan agar tujuan tercapai. Prasarana rumah makan dapat dibagi dalam

2 (dua) kelompok yaitu: (1) Prasarana bangunan. Mencakup lahan dan bangunan

gedung baik untuk keperluan ruang makan, ruang kantor, ruang karyawan, ruang

dapur, ruang gudang basah dan kering, fasilitas umum seperti toilet dan musholla.

Page 42: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

27

(2) Prasarana umum berupa air, penampungan sampah, saluran limbah, listrik,

instalasi gas/BBM, peralatan pemadam kebakaran, lahan parkir dan taman.

Pembangunan maupun pengembangan prasarana rumah makan ini mengacu

pada masterplan rumah makan, sehingga misi, tujuan dan suasana rumah makan yang

diharapkan dapat tercapai. Demikian pula pada kegiatan pengadaan, pengoperasian,

perawatan dan perbaikan alat sangat diperlukan agar peralatan dapat dioperasikan

dengan baik.

Lokasi Usaha

Dalam industri pariwisata lokasi menjadi keunggulan bersaing yang kuat,

dalam hal ini misalnya restoran yang berhadapan dengan pusat taman kota akan

mempunyai keunggulan bersaing dibandingkan restoran yang terletak satu blok lebih

jauh yang tidak dapat melihat taman itu secara langsung. Rumah makan yang

berlokasi tepat di pintu keluar jalan tol akan dapat memiliki keunggulan tingkat

kunjungan lebih tinggi dibandingkan yang berada satu blok lebih jauh. Restoran di

puncak gunung mengiklankan pemandangan pegunungan sebagai keunggulan

bersaing dan restoran yang mempunyai pemandangan laut melakukan hal yang sama.

Perusahaan pariwisata harus mencari manfaat yang diciptakan oleh lokasi

mereka dan mengunakan manfaat tersebut untuk membedakan diri dari kompetitor

mereka. Dalam hal kemudahan akses juga menjadi pertimbangan pelanggan rumah

makan, misalnya di beberapa kota besar, banyak orang tidak suka menghabiskan

waktu lebih dari 10 menit untuk pergi ke suatu restoran. Maka dari itu, rumah makan

di daerah urban harus berada dalam radius 10 menit berkendara dari pelanggannya.

Di jalan raya yang bersekat, jalur pemisah dapat membuat restoran di seberang jalan

seperti sulit didatangi. Pengemudi mungkin akan lebih memilih mencari restoran siap

saji di sisi jalan yang sama, ketimbang harus mencari putaran untuk menyeberang

(Kotler, 2002).

Page 43: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

28

Kompetitor

Setiap perusahaan akan memiliki dan berhadapan dengan banyak kompetitor

(pesaing). Konsep pemasaran menyatakan bahwa agar berhasil sebuah perusahaan

harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumennya lebih baik daripada para

pesaingnya. Para pemasar harus berusaha keras untuk tidak saja menyesuaikan diri

dengan kebutuhan pelanggan sasaran. Mereka juga harus menyesuaikan diri dengan

strategi perusahaan lain yang melayani pasar sasaran yang sama. Perusahaan harus

memperoleh keunggulan strategis dengan cara memposisikan produknya secara

mantap dalam benak konsumen.

Tidak ada strategi bersaing yang cocok (pas) bagi semua perusahaan, karena

masing-masing perusahaan perlu mempertimbangkan ukuran dan posisi di dalam

industrinya dalam hubungannya dengan pesaing. Perusahaan besar yang dominan

dalam sebuah industri dapat menggunakan strategi tertentu yang tidak mungkin

dilakukan oleh perusahaan kecil. Tetapi perusahaan kecil pun dapat memilih strategi

yang memberikan keunggulan tertentu. Sebagai contoh, sebuah restoran waralaba

besar dapat memanfaatkan daya belinya untuk beriklan secara nasional. Biaya yang

besar ditanggung bersama oleh ratusan atau ribuan restoran. Tetapi restoran yang

kecilpun mampu dengan cepat menyesuaikan diri terhadap kecenderungan setempat,

dan dapat menawarkan menu yang lebih bervariasi karena tidak perlu meng-

khawatirkan standar menu untuk ribuan restoran. Maka perusahaan besar dan kecil

harus mencari strategi pemasaran yang memberikan keunggulan spesifik dalam

menghadapi pesaing yang beroperasi di pasar masing-masing (Kotler, 2002).

Kotler (2002) merumuskan bahwa setiap perusahaan berhadapan dengan empat

level persaingan yaitu: (1) Sebuah perusahaan dapat menganggap pesaingnya adalah

perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa serupa kepada pelanggan yang

sama dengan harga yang sama; (2) Sebuah perusahaan dapat menganggap pesaingnya

adalah semua perusahaan dengan produk atau kelas produk yang sama; (3) Sebuah

perusahaan dapat menganggap pesaingnya adalah semua perusahaan pemasok jasa

yang sama; dan (4) Lebih luas lagi, sebuah perusahaan dapat menganggap pesaingnya

Page 44: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

29

adalah semua perusahaan yang bersaing untuk memperoleh uang dari pelanggan yang

sama.

Perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang kuat melalui pene-

rimaan dan pelatihan kompetensi karyawannya secara lebih baik dibandingkan

pesaingnya, misalnya dalam hal kesopanan santun, menciptakan semangat kerja pada

para karyawan, pelayanan konsumen secara konsisten dan cermat, untuk memahami

pelanggan, berkomunikasi secara jelas dengan pelanggan, dan menanggapi secara

cepat permintaan dan masalah pelanggan.

Adopsi Inovasi

Inovasi

Havelock (Syafruddin, 2003) menyatakan bahwa inovasi merupakan segala

perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang

mengalaminya. Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah suatu ide,

perilaku, produk, informasi, dan pratek-praktek baru yang belum banyak diketahui,

diterima, dan digunakan/diterapkan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam

suatu lokalitas tertentu, yang mendorong terjadi perubahan-perubahan disegala aspek

kehidupan masyarakat demi terwujudnya perbaikan mutu hidup setiap individu/warga

masyarakat yang bersangkutan.

Menurut Samsudin (Syafruddin, 2003) inovasi adalah sesuatu yang baru yang

disampaikan kepada masyarakat lebih baik dan lebih menguntungkan dari hal-hal

sebelumnya. Selain itu Depari (1995) menyatakan bahwa inovasi adalah gagasan,

tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang.

Adopsi

Rogers dan Shoemaker (1971) adopsi adalah proses mental, dalam mengambil

keputusan untuk menerima atau menolak ide baru dan menegaskan lebih lanjut

tentang penerimaan dan penolakan ide baru tersebut. Selanjutnya menurut

Mardikanto (1993) adopsi sebagai proses perubahan perilaku berupa pengetahuan,

sikap, maupun keterampilan pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang

Page 45: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

30

disampaikan penyuluh kepada sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak

sekedar “tahu” tetapi dengan benar-benar dapat dilaksanakan atau diterapkan dengan

benar serta menghayatinya. Penerimaan inovasi dapat diamati secara langsung

maupun tidak langsung oleh orang lain sebagai cerminan dari adanya perubahan

sikap, pengetahuan, dan keterampilannya.

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan lima tahap proses adopsi yaitu

awareness, interest, evaluation, trial, adoption. Kemudian Wiriatmadja (1978)

menguraikan indikasi-indikasi pada tiap tahapnya yaitu: (1) pada tahap kesadaran

atau penghayatan sasaran sudah maklum atau menghayati sesuatu hal yang baru atau

yang aneh (tidak biasa). Hal ini diketahui sebagai hasil berkomunikasi dengan

penyuluh; (2) pada tahap minat sasaran mulai ingin mengetahui perihal yang baru

atau aneh itu. Ia menginginkan keterangan lebih rinci dan mulai bertanya-tanya; (3)

pada tahap penilaian sasaran mulai berpikir dan menilai keterangan. Juga

menghubungkan dengan keadaan sendiri (kesanggupan, resiko, modal, dan

seterusnya); (4) pada percobaan sasaran mulai mencoba dan menerapkannya secara

lebih luas. Bila gagal dalam percobaan ini orang biasa akan berhenti, namun sesorang

yang ulet akan mengulangi percobaan hingga mendapat keyakinan; dan (5) pada

tahap penerimaan sasaran sudah yakin akan kebenaran atau keunggulan hal baru itu.

Maka ia akan menerapkan anjuran secara lebih luas dan kontinyu. Juga akan

menganjurkannya kepada tetangga, teman, dan orang lain yang dikenalnya.

Rogers (1983) selanjutnya melengkapi proses keputusan inovasi tersebut

menjadi lima tahapan yang dianggapnya lebih menggambarkan alur penerimaan

inovasi, yaitu:

(1) Tahap pengenalan (knowledge), terjadi ketika seseorang atau pembuat keputusan

lainnya membuka diri terhadap inovasi dan memperoleh beberapa pengertian

mengenai bagaimana inovasi tersebut berfungsi;

(2) Tahap persuasi (persuasion), terjadi ketika individu atau pengambil keputusan

lainnya membentuk sikap senang atau tidak senang terhadap inovasi. Pada tahap

ini seseorang lebih terlibat secara psikologis dengan inovasi dan giat mencari

keterangan atau informasi mengenai inovasi;

Page 46: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

31

(3) Tahap keputusan (decision), terjadi ketika individu atau pembuat keputusan

lainnya dalam situasi menentukan pilihan menerima atau menolak inovasi;

(4) Tahap implementasi (implementation), terjadi ketika individu atau pembuat

keputusan lainnya membuat keputusan mengunakan inovasi;

(5) Tahap konfirmasi (confirmation), terjadi ketika individu atau pembuat keputusan

mencoba memperkuat keputusan inovasi atau menarik keputusan inovasi,

mungkin akan menolak keputusan sebelumnya jika dihadapkan pada informasi

yang bertentangan dengan inovasi yang telah diterapkan atau pernah ditolak.

Untuk mempermudah dalam memahami proses adopsi inovasi dapat dilihat

pada gambar berikut:

Gambar 1. Tahapan Proses Adopsi Inovasi

Faktor-Faktor Mempengaruhi Adopsi Inovasi

Beberapa hasil penelitian yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang

mempengaruhi adopsi inovasi. Suparlan (Syafruddin, 2003) menyatakan bahwa

adopsi inovasi dipengaruhi oleh (a) tidak bertentangan dengan pola kebudayaan yang

telah ada, (b) struktur sosial masyarakat dan pranata sosial, dan (c) persepsi

masyarakat terhadap inovasi. Menurut Deptan (2001), bahwa kecepatan proses adopsi

dipengaruhi oleh klasifikasi pengadopsi, ciri-ciri pribadi, sosial, budaya dan

lingkungan serta sumber informasi. Di lain pihak Lionberger dan Gwin (1993)

Inovasi

Kesadaran (awareness)

Minat (interest)

Penilaian (evaluation)

Mencoba (trial)

Penolakan (rejection)

Konfirmasi (confirmation)

Menerapkan (adoption)

Introduksi

Page 47: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

32

mengelompokkan faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi antara lain, variabel

internal (personal), variabel eksternal (situasional) dan variabel kelembagaan

(pendukung).

Adopsi inovasi di usaha kecil menengah (UKM) didorong oleh persepsi

manfaat, sumber daya yang meliputi kecukupan dana untuk mengadopsi dan

dukungan terhadap pengembangan diri karyawan, kesiapan dukungan sistem yang

meliputi pengertian dan pemahaman pemilik/pengelola terhadap suatu inovasi.

Inovasi dapat mempengaruhi strategi perusahaan, kecukupan staff, dan kecukupan

infrastruktur, pasar yang meliputi tuntutan pelanggan dan pengaruh terhadap

kompetitor (persaingan). Faktor infrastruktur diwakili oleh biaya bahan, serta vendor

dan konsultan yang meliputi kemudahan memperoleh jasa konsultan dan kecukupan

bantuan konsultan. Faktor lembaga perbankan tentang kecukupan dukungan

keuangan dan kecukupan dukungan non keuangan dari pemerintah berupaa regulasi,

kebijakan, dan pembinaan.

Program Sapta Pesona

Program Sapta Pesona merupakan salah satu inovasi, yang didefinisikan

sebagai sebuah konsep yang menggambarkan partisipasi dan dukungan masyarakat

dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif pengembangan kepariwisataan di

suatu wilayah/tempat. Partisipasi dan dukungan masyarakat tersebut terkait dengan

penciptaan kondisi yang mampu mendorong tumbuh dan berkembangnya industri

pariwisata, antara lain unsur keamanan, kebersihan, ketertiban, kenyamanan,

keindahan, keramahan, dan unsur kenangan.

Sebelum krisis moneter 1997, program Visit Indonesia Year pernah menuai

sukses dengan mendongkrak jumlah wisatawan mancanegara dan devisa sektor

pariwisata. Sejarahnya, dimulai pada 1991 saat pariwisata masih berada di bawah

Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi yang dipimpin Soesilo Sudarman.

Tahun itulah pertama kali Visit Indonesia Year (VIY) ditetapkan.

Proses pelaksanaannya antara lain lewat kampanye sadar wisata. Bentuknya beragam,

mulai dari penyuluhan hingga lokakarya. Isinya antara lain menggugah kesadaran

Page 48: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

33

kebersihan, keamanan, sampai mempersiapkan hal terkecil berupa kenangan yang

bisa dibawa pulang. Program VIY 1991 dianggap sukses. Pada 1990, jumlah wisman

yang semula 2,18 juta, meningkat menjadi 2,57 juta pada 1991. Kenaikan itu

dianggap istimewa karena saat itu banyak negara disibukkan dengan Perang Teluk.

Maka, VIY diperpanjang 10 tahun dalam sebuah program bernama Dekade

Kunjungan Wisata Indonesia (Dekuni) yang berlaku mulai 1992 hingga 2000.

Tahun ini dimulai program Visit Indonesia Year 2008 yang diluncurkan

bertepatan dengan momentum 100 tahun kebangkitan nasional. Menteri Pariwisata

dan Kebudayaan Jero Wacik optimistis tercapainya target 7 juta wisman dan US$6,4

miliar devisa dari sektor pariwisata. Beberapa target yang dikemukakan, seperti Bali

1,5 juta wisman, Sumatra Barat 1 juta, Jakarta 1,6 juta, dan Jawa Barat 600 ribu. Dari

empat daerah itu saja, jelasnya, sudah tercapai 4,7 juta wisatawan asing.

Penjabaran Konsep Sapta Pesona

Program Sapta Pesona bertujuan untuk menyadarkan warga masyarakat untuk

bangkit, dan berpartisipasi aktif dalam sektor pariwisata. Partisipasi semua warga

masyarakat diarahkan pada kemampuan memiliki kesadaran wisata, kesadaran

tentang lingkungannya, kesadaran sebagai tuan rumah, kesadaran akan seni budaya,

kesadaran akan hukum dan kesadaran akan berwisata. Melalui partisipasi aktif

anggota masyarakat sesuai dengan seluruh aspek sapta pesona, diharapkan dapat

menciptakan kondisi kawasan wisata yang aman, bersih, tertib, nyaman, indah,

ramah, dan memenuhi unsur kenangan.

Agar masyarakat dapat berperan aktif sesuai dengan tujuan yang diharapkan

maka perlu disusun strategi untuk memudahkan mereka mengadopsi. Penjabaran

Sapta Pesona seperti tercantum pada Panduan Sadar Wisata yang dapat disesuaikan

dengan lingkungan usaha rumah makan seperti berikut di bawah ini.

Aman (Keamanan), bertujuan menciptakan lingkungan yang aman bagi

wisatawan dan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, sehingga wisatawan tidak

merasa cemas dan dapat menikmati kunjungannya ke suatu destinasi wisata. Bentuk

aksi: (1) Memelihara keamanan lingkungan, aman dari gangguan preman dan

Page 49: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

34

pengutil; (2) Membantu memberi informasi kepada wisatawan; (3) Menjaga

lingkungan yang bebas dari bahaya penyakit menular; dan (4) Meminimalkan resiko

kecelakaan dalam penggunaan fasilitas publik.

Tertib (Ketertiban), bertujuan menciptakan lingkungan yang tertib bagi

berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan teratur

dan efektif bagi wisatawan. Bentuk aksi: (1) Mewujudkan budaya antri; (2)

Memelihara lingkungan dengan menaati peraturan yang berlaku; (3) Disiplin

waktu/tepat waktu; dan (4) Semua sisi kehidupan berbangsa dan bermasyarakat

menunjukkan keteraturan yang tinggi.

Bersih (Kebersihan), bertujuan: menciptakan lingkungan yang bersih bagi

berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu memberikan layanan higienis

bagi wisatawan. Bentuk aksi: (1) Tidak membuang sampah/limbah sembarangan;

(2) Turut menjaga kebersihan sarana dan lingkungan obyek dan daya tarik wisata;

(3) Menyiapkan sajian makanan dan minuman yang higienis; (4) Menyiapkan

perlengkapan penyajian makanan dan minuman yang bersih; dan (5) Pakaian dan

penampilan petugas bersih dan rapi

Sejuk (Kesejukan), bertujuan: menciptakan lingkungan yang nyaman dan

sejuk bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan

suasana yang nyaman, sejuk, sehingga menimbulkan rasa “betah” bagi wisatawan,

sehingga mendorong lama tinggal dan kunjungan yang lebih panjang. Bentuk aksi:

(1) Memelihara penghijauan di obyek dan daya tarik wisata serta jalur wisata; dan

(2) Menjaga kondisi sejuk dalam ruangan umum, hotel, penginapan, restoran dan alat

transportasi dan tempat lainnya.

Indah (Keindahan), bertujuan: menciptakan lingkungan yang indah bagi

berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana yang

menarik dan menumbuhkan kesan yang mendalam bagi wisatawan, sehingga

mendorong promosi ke kalangan/pasar yang lebih luas dan potensi kunjungan ulang.

Bentuk Aksi: (1) Menjaga keindahan obyek dan dayatarik wisata dalam tatanan yang

alami dan harmoni; (2) Menata tempat tinggal dan lingkungan secara teratur, tertib

Page 50: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

35

dan serasi serta menjaga karakter kelokalan; dan (3) Menjaga keindahan vegetasi,

tanaman hias dan peneduh sebagai elemen estetika lingkungan yang bersifat natural.

Ramah (Keramah-tamahan), bertujuan: menciptakan lingkungan yang ramah

bagi berlangsungnya kegiatan kepariwisataan yang mampu menawarkan suasana

yang akrab, bersahabat serta seperti di ”rumahsendiri” bagi wisatawan, sehingga

mendorong minat kunjungan ulang dan promosi yang positif bagi prospek pasar yang

lebih luas. Bentuk aksi: (1) Bersikap sebagai tuan rumah yang baik dan rela

membantu wisatawan; (2) Memberi informasi tentang adat istiadat secara sopan; (3)

Para petugas bisa menampilkan sikap dan perilaku yang terpuji; dan (4) Menampilkan

senyum dan keramah-tamahan yang tulus.

Kenangan, bertujuan: menciptakan memori yang berkesan bagi wisatawan,

sehingga pengalaman perjalanan/kunjungan wisata yang dilakukan dapat terus

membekas dalam benak wisatawan, dan menumbuhkan motivasi untuk kunjungan

ulang. Bentuk aksi: (1) Menggali dan mengangkat keunikan budaya lokal; (2)

Menyajikan makanan dan minuman khas lokal yang bersih, sehat dan menarik; dan

(3) Menyediakan cinderamata yang menarik, unik/khas serta mudah dibawa.

Page 51: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir Prinsip Pembangunan Pariwisata

Pembangunan pariwisata harus mampu memberikan kesejahteraan kepada

masyarakat dengan memberikan kesempatan agar masyarakat mampu berperan

serta secara aktif untuk mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya. Usaha

pariwisata harus mengedepankan kepentingan masyarakat sehingga masyarakat

dapat mengambil bagian dalam pengelolaan sumber daya dan obyek wisata atau

daerah tujuan wisata. Menuruti kode etik pariwisata dunia, bahwa dalam

pembangunan bidang pariwisata perlu untuk memiliki keterkaitan dengan

pengaturan pelestarian lingkungan hidup, pemberdayaan masyarakat setempat,

perencanaan berorientasi pada perlindungan sumber daya alam dan budaya, hak

asasi manusia, hak dan kewajiban para pelaku pariwisata, pelestarian warisan

budaya dan globalisasi.

Jika memperhatikan prinsip-prinsip dan unsur-unsur yang harus dipenuhi

dalam pembangunan pariwisata tersebut, maka kata kunci pembangunan

pariwisata adalah bagaimana membangun partisipasi masyarakat. Namun

berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Budpar RI (2003), diperoleh fakta

bahwa: “Partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata

(DTW) di Indonesia masih rendah”. Hal ini disebabkan: (1) tidak adanya

ketentuan yang jelas dan rinci tentang pelibatan masyarakat dalam pengembangan

DTW; (2) kebijakan tentang peran serta masyarakat dalam pengembangan

pariwisata hanya berisi himbauan agar masyarakat diikutsertakan dalam upaya

pengembangan tersebut tanpa adanya penjelasan persyaratan, tata cara dan tahap-

tahap pelaksanaannya; dan (3) tradisi politik dan budaya Indonesia yang kurang

mendukung yaitu kondisi perekonomian yang kurang baik, kurangnya keahlian di

bidang kepariwisataan, kurangnya saling pengertian antara pihak-pihak yang

terlibat, kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan keterbatasan modal

masyarakat.

Page 52: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

37

Partisipasi Pengelola RMT

Masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholder)

pembangunan memiliki peran strategis tidak saja sebagai penerima manfaat,

namun sekaligus menjadi pelaku yang mendorong keberhasilan pengembangan

kepariwisataan. Keberhasilan pengembangan pariwisata perlu iklim yang

kondusif dalam bentuk dukungan dan partisipasi masyarakat melalui peningkatan

sadar wisata.

Sadar wisata didefinisikan sebagai sebuah konsep yang menggambarkan

partisipasi dan dukungan masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang

kondusif pengembangan kepariwisataan di suatu wilayah/tempat. Partisipasi dan

dukungan masyarakat tersebut terkait dengan penciptaan kondisi yang mampu

mendorong tumbuh dan berkembangnya industri pariwisata, antara lain unsur

keamanan, kebersihan, ketertiban, kenyamanan, keindahan, keramahan dan unsur

kenangan (Sapta Pesona). Sadar wisata sebagai bentuk komitmen strategis dalam

pengembangan pariwisata harus mengakar, dipahami dan disikapi secara tepat dan

konkret dikalangan masyarakat. Tiap produk pariwisata harus mengandung Sapta

Pesona sebagai tolok ukur peningkatan kualitas produk pariwisata.

Untuk wilayah DKI Jakarta, jasa akomodasi yaitu hotel dan rumah makan

merupakan sarana pendukung pembangunan sektor pariwisata yang cukup

potensial. Selain dapat mencipatakan situasi nyaman dan aman bagi pengunjung

(tamu), karena hotel dan rumah makan mempunyai peran cukup penting dalam

pembangunan pariwisata untuk menarik pengunjung selain sektor lainnya.

Kontribusi sektor kuliner terutama restoran dalam memberikan sumbangan bagi

peningkatan pendapatan asli daerah juga cukup tinggi.

Pengelola rumah makan merupakan orang terdepan (front-liner) dalam

menjamin kepuasan kualitas produk makanan, minuman, serta pelayanan bagi

pelanggannya. Pengelola juga yang bertanggungjawab atas profesionalisme dan

jaminan kesejahteraan karyawannya. Pelanggan dan karyawan merupakan aset

dalam menjadikan bisnis yang dikelolanya sehat dan mampu berkembang. Maka

jika kondisi usaha rumah makan tradisional yang ada di kota besar seperti Jakarta,

sekarang ini justru semakin terdesak oleh restoran waralaba baik lokal maupun

dari luar negeri, adalah akibat rendahnya pengalaman usaha, kemampuan

Page 53: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

38

wirausaha, dan keterampilan manajerial bagi pengelola yang terkadang sekaligus

pemilik usaha rumah makan tradisional. Maka penelitian ini ingin mengetahui

tingkat adopsi pengelola rumah makan tradisional (RMT) kelas C untuk

menjadikan Sapta Pesona sebagai komitmen budaya bagi seluruh pemangku

kepentingan (stakeholder) dalam bisnis yang dijalaninya.

Adopsi, Kategori dan Klasifikasinya

Rogers (Hanafi, 1986) pada dasarnya adopsi merupakan proses yang terjadi

di dalam diri seseorang ketika menghadapi suatu inovasi, sebelum mengadopsi

inovasi mereka memerlukan waktu untuk berfikir lebih rasional, jika inovasi

tersebut dapat memberikan suatu harapan, maka dengan sendirinya secara

bertahap mereka akan mengadopsi teknologi tersebut secara utuh. Slamet (1987)

menyatakan bahwa penyuluhan bertujuan untuk merubah perilaku petani yaitu

perwujudan dari bertambahnya pengetahuan, perubahan sikap, keterampilan, dan

dapat meningkatkan tingkat adopsinya dalam suatu kegiatan.

Gambar 2. Proses Introduksi, Adopsi, dan Difusi Inovasi dari Asal Sumbernya

Inovator

Laggard

Early Adopter

Early Majority

Late Majority

Sumber Inovasi (Sudin Pariwisata): - Teknologi - Kelembagaan - Kebijakan

2,5% 13,5% 34% 34% 16%

Page 54: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

39

Berikut kategori adopter berikut ciri-cirinya yang disarikan dari

Wiriaatmadja (1978), Rogers (1983), dan Mardikanto (1993) yaitu:

(1) Pelopor (innovator); sebagai mereka yang langsung mencoba menerapkan

inovasi sebelum yang lainnya bahkan sebelum direkomendasikan penyuluh,

berusia setengah baya (40-an), memiliki lahan usaha luas, usahanya maju,

pendapatan dan status sosial tinggi, pengetahuan tinggi, dan aktif mencari

informasi. Namun kurang peduli pada sekitarnya, cenderung tidak aktif

menyebarluaskan pengetahuan dan pengalamannya. Gerak-gerik mereka akan

selalu diamati dan diperhatikan oleh orang lain.

(2) Pelopor (early adopter); merupakan golongan pembaharu yang mencoba

menerapkan inovasi setelah melalui proses pengamatan. Mereka beusia lebih

muda antara 25 dan 40 tahun, pendidikan lebih tinggi, banyak berhubungan

dengan sumber informasi seperti penyuluh dan mass media (TV, radio, surat

kabar, majalah dan buletin). Keaktifannya berpartisipasi dan besar dalam

prakarsa, maka kelompok ini disegani dan dianggap sebagai contoh oleh

masyarakat.

(3) Pengikut dini (early majority); sebagai tokoh masyarakat yang cenderung jaga

gengsi untuk tidak segera terpengaruh terhadap anjuran atau sesuatu hal yang

baru. Mencoba menerapkan inovasi setelah pertimbangan yang berulangkali

dan melihat bukti dari orang lain. Usianya lebih dari 40-an, memiliki

pendidikan, pengalaman, dan status sosial tergolong sedang. Jika tokoh ini

sudah menerapkan anjuran, maka golongan pengikut akhir dan kelompok

lamban akan mengikutinya.

(4) Pengikut akhir (late majority); usia lebih dari 45 tahun, kurang kemampuan,

pendidikan kurang, dan kurang aktif berpartisipasi. Tetapi jika dipengaruhi

oleh tokoh masyarakat (pengikut awal), maka merekapun akan melaksanakan

anjuran yang baru tersebut. Jadi mengadopsi lebih disebabkan karena

perasaan malu dan segan melihat sebagian besar menerapkan, bukan karena

penilaian yang positif terhadap inovasi.

(5) Kelompok lamban atau kolot (laggard); usianya sudah tua 50 tahun ke atas,

pendidikan kurang, dan sosial-ekonominya juga kurang. Mereka kurang

menyukai perubahan atas sesuatu yang lazim dilakukan. Dibutuhkan waktu

Page 55: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

40

lama untuk meyakinkan mereka agar mengadopsi inovasi, atau bahkan akan

menolak selamanya.

Pengetahuan dan keterampilan tentang program sapta pesona yang dapat

dimanfaatkan untuk mengembangkan sumberdaya yang ada untuk dipadukan

dengan berbagai pengetahuan tentang standar dan teknik pelayanan penting bagi

keberhasilan pengelola RMT untuk membangun usahanya. Keterbelakangan

masyarakat ekonomi menengah ke bawah antara lain karena kekurangan pada

bidang ini. Ditambah lagi dengan sikap mental yang sering kurang sesuai

dengan tuntutan pembangunan. Masyarakat sering masih bersikap tradisional,

sulit untuk diajak berpikir dan bertindak yang berbeda dengan tradisi yang sudah

dimilikinya selama ini.

Faktor Mempengaruhi Adopsi Pengelola RMT

Penelitian di bidang pariwisata mengenai tingkat adopsi program Sapta

Pesona sejauh ini belum ada. Maka penelitian ini memanfaatkan literatur dan

jurnal ilmiah di bidang lain dengan keeratan teoritis terkait. Adopsi program

Sapta Pesona diduga berhubungan dengan beberapa faktor dari ciri pribadi, ciri

usaha, dan lingkungan usaha RMT kelas C.

Hasil penelitian Subagiyo (2005) membuktikan bahwa tingkat adopsi

inovasi para nelayan dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain :

(1) Karakteristik responden yaitu usia, tingkat pendidikan, luas lahan;

(2) Variabel faktor internal yaitu motivasi, keterlibatannya dalam organisasi,

komunikasi interpersonal, tingkat, kosmopolitan, dan terpaan media masa; dan

(3) Variabel eksternal yaitu kebijakan pemerintah, peran tokoh-tokoh informal,

formal dan tokoh agama, sistem sosial dan nilai-nilai/norma-norma.

Sudarmadji (Balitbang Pertanian, 2000) mengatakan seringnya seorang

kelayan mengadakan kontak atau komunikasi dengan penyuluh melalui berbagai

kegiatan akan menambah pengetahuan dan keterampilannya dalam mengadopsi

teknologi dengan lebih baik. Soekartawi (1988) bahwa mereka yang

berpendidikan tinggi adalah relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi

inovasi. Lionberger dan Gwin (1982) mengelompokkan faktor yang

mempengaruhi adopsi teknologi antara lain, variabel internal (personal), variabel

eksternal (situasional) dan variabel kelembagaan (pendukung). Kecepatan proses

Page 56: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

41

adopsi dipengaruhi oleh klasifikasi pengadopsi, ciri-ciri pribadi, sosial, budaya

dan lingkungan serta sumber informasi (Deptan, 2001).

Adopsi dalam proses penyuluhan, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai

proses perubahan perilaku baik yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap

(affective), maupun keterampilan (psychomotor) pada diri seseorang setelah

menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh. Penerimaan disini

mengandung arti tidak sekedar tahu, tetapi sampai benar-benar melaksanakan

ataupun menerapkan dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan

penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung oleh orang

lain, sebagai cerminan adanya perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan

(Mardikanto, 1993).

Gambar 3. Proses Adopsi dan Difusi Sapta Pesona

Pada proses adopsi dan difusi program Sapta Pesona seperti peneliti

gambarkan di atas dapat diuraikan dalam beberapa langkah yaitu:

(1) Dalam rangka mendongkrak devisa dari sektor pariwisata melalui proses

pemberdayaan masyarakat untuk berpartisipasi mengembangkan pariwisata di

wilayahnya, pemerintah Indonesia membuat suatu konsep dalam bentuk

program Sapta Pesona. Proses sosialisasi antara lain melalui kampanye sadar

wisata yang bentuknya beragam, mulai dari penyuluhan hingga lokakarya.

Isinya antara lain menggugah kesadaran akan keamanan, kebersihan,

1. Penyu luhan

2. Proses Adopsi

3. Proses Difusi

Pemerintah/Institusi (Sumber Inovasi)

Pengelola RMT (penerima/pengadopsi inovasi)

Sapta Pesona (inovasi)

Stakeholder RMT (penerima/pengetrap

inovasi lain)

Stakeholder RMT (penerima/pengetrap

inovasi lain)

Stakeholder RMT (penerima/pengetrap

inovasi lain)

4. Evaluasi 5. Umpan Balik

Page 57: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

42

ketertiban, kenyamanan, keindahan, keramahan, sampai hal terkecil berupa

kenangan. Target program adalah segenap lapisan masyarakat termasuk

pemerintah maupun swasta.

(2) Pengelola rumah makan tradisional merupakan salah satu target yang

diharapkan mampu mengadopsi Sapta Pesona. Melalui proses adopsi oleh

pengelola RMT diharapkan akan mengembangkan usahanya melalui

peningkatan kualitas dan kemampuan bersaing.

(3) Proses adopsi yang dilakukan oleh pengelola RMT yaitu dengan menyebarkan

melalui pemberian pelatihan kepada stakeholder, diantaranya pramusaji,

sehingga mampu mengetrapkan pada kegiatan pelayanan kepada tamunya.

Penyebaran melalui pelatihan ini disitilahkan dengan proses difusi.

(4) Pemerintah selayaknya turun langsung untuk mengevaluasi efektifitas

pelaksanaan program Sapta Pesona oleh masyarakat, dalam hal ini pengelola

RMT, apa yang menjadi keunggulan dan kelemahan padanya.

(5) Pihak pengelola RMT-pun tidak hanya berpartisipasi pasif terhadap suatu

program pemerintah, diharapkan merekapun dapat berpartisipasi aktif

memberikan umpan balik kepada pemerintah apa yang menjadi hambatan

dalam pelaksanaan Sapta Pesona.

Selanjutnya penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara beberapa

faktor yang berasal dari ciri pribadi (X1) dan ciri lingkungan usaha (X2) dengan

tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola RMT (Y).

Hubungan Ciri Pribadi dengan Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C

Ciri pribadi yang diduga berhubungan dengan pengelola RMT kelas C

dalam adopsi program Sapta Pesona adalah usia (X1.1), pendidikan (X1.2),

intensitas komunikasi (X1.3), keanggotaan kelompok (X1.4), pengalaman usaha

(X1.5), keberanian mengendalikan resiko (X1.6), dan keterampilan teknis (X1.7)

memiliki peran yaitu:

(1) Usia akan mempengaruhi kemampuan psikologis, fisiologis, dan cara berpikir.

Seseorang muda usia mungkin memiliki pengalaman dan pendidikan kurang,

tetapi memiliki energi atau semangat untuk mencoba usahanya; sedangkan

orang yang sudah berumur memiliki pengalaman dan pendidikan lebih tinggi

Page 58: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

43

sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya. Maka kemampuan adopsi

sangat dipengaruhi oleh tingkat usia atau kedewasaan seseorang.

(2) Pendidikan merupakan proses pembentukan watak, sehingga seseorang

memperoleh pengetahuan, pemahaman dan perilaku sesuai dengan tujuan

pendidikan tersebut. Pendidikan menentukan tingkat keinovatifan seseorang

seorang dewasa, diperoleh dalam bentuk formal dan diperkaya melalui jalur

non-formal.

(3) Intensitas komunikasi menentukan kecepatan perubahan perilaku. Bentuk

komunikasi sebagai sarana penyampaian inovasi bisa diusahakan baik secara

lisan misalnya interaksi dengan penyuluh atau para pakar, ataupun secara tidak

langsung dengan sumber informasi dalam bentuk media massa majalah, koran,

radio, dan televisi.

(4) Keanggotaan kelompok merupakan bagian interaksi sosial yang cukup intensif

dan teratur, sehingga diantara indvidu terdapat pembagian tugas, struktur, dan

norma-norma tertentu, yang khas bagi kesatuan sosial tersebut. Hal ini turut

mempengaruhi efektifitas adopsi inovasi.

(5) Pengalaman usaha akan mempengaruhi pengelola RMT kelas C dalam

pengambilan keputusan untuk mengadopsi inovasi dalam upaya

pengembangan usaha rumah makan yang dikelolanya.

(6) Keberanian mengendalikan resiko bagi seorang pengelola merupakan salah

satu faktor yang penting dalam pengembangan usahanya. Kemauan dan

kemampuan mengambil resiko merupakan salah satu nilai utama dalam

kewirausahaan. Wirausahawan yang tidak mau ambil resiko akan sukar

memulai atau berinisiatif meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya

dalam mengadopsi suatu inovasi dengan lebih baik.

(7) Keterampilan yang dibutuhkan oleh manajer tergantung kepada tempat pada

tingkatan organisasi, yang rendah lebih membutuhkan keterampilan dan

kemampuan teknis dibandingkan dengan keterampilan manajerial pada

manajer tingkat atas. Keterampilan teknis merupakan syarat yang perlu

dikuasai pengelola RMT kelas C, keterampilan ini meliputi pemahaman dan

kompetensi dalam aktivitas yang spesifik, khususnya yang berkaitan dengan

suatu metode, proses, prosedur tertentu yang bersifat teknis.

Page 59: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

44

Hubungan Ciri Lingkungan Usaha dengan Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C

Ciri lingkungan usaha RMT kelas C yang diduga berpengaruh pada

kemampuan adopsi yaitu kebijakan pemda (X2.1), skala usaha (X2.2), modal

keuangan (X2.3), modal tenaga kerja (X2.4), sarana usaha (X2.5), prasarana usaha

(X2.6), lokasi usaha (X2.7), dan kompetitor (X2.8). Peranan masing-masing ciri

lingkungan usaha tersebut sebagai pendorong bagi pengelola RMT kelas C dalam

adopsi program Sapta Pesona yaitu:.

(1) Kebijaksanaan Pemda; implikasi otonomi daerah yaitu kewenangan daerah

mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat.

Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi positif dan negatif terhadap

pelaku bisnis kecil dan menengah. Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka

akan menurunkan daya saing UKM.

(2) Skala usaha; luas RMT kelas C, kapasitas duduk, atau jumlah karyawan yang

merupakan karakter dari skala usaha pumempunyai hubungan yang positip

dengan tingkat produktifitas. Maka hal ini akan pula berpengaruh pada

kemauan, kemampuan, dan kesempatan pengelola RMT kelas C dalam

mengadopsi suatu inovasi.

(3) Modal keuangan; permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk

mengembangkan suatu unit usaha. Besaran modal RMT kelas C sangatlah

relatif, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan

usaha perorangan, yang mengandalkan pada modal dari si pemilik dengan

jumlah sangat terbatas. Sedangkan modal pinjaman dari bank atau lembaga

keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan

teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.

(4) Modal tenaga kerja; keterbatasan modal tenaga kerja bagi RMT kelas C, baik

dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilannya sangat

berpengaruh terhadap optimalisasi perkembangan usahanya. Disamping itu

dengan keterbatasan kondisi modal tenaga kerja dapat mempengarui kualitas

adopsi perkembangan teknologi baru dan peningkatan dayasaing.

(5) Sarana Usaha; seluruh fasilitas utama untuk kebutuhan operasional rumah

makan tersebut dan kepuasan pelayanan bagi pelanggannya. Sarana yang

dimaksud dikelompokan menjadi tiga terdiri dari: (a) sarana pokok yaitu

Page 60: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

45

peralatan makan (sendok, garpu, pisau, piring, mangkuk, dan gelas); (b)

sarana pelengkap yaitu jenis perabot rumah makan (meja, kursi, dan

lemari/meja tempat persediaan alat makan); (c) sarana penunjang yaitu

perlengkapan lenan (taplak meja, dan serbet tamu), asesoris meja (tempat

lada-garam, vas bunga, nomor meja, dan asbak), dan perlengkapan

penghidang (macam-macam baki).

(6) Prasarana usaha; seluruh fasilitas penunjang untuk kelancaran operasional

rumah makan dan kepuasan pelayanan bagi pelanggannya, terdiri dari instalasi

komunikasi, PLN, gas, air bersih, penampungan sampah dan saluran limbah,

fasilitas taman parkir, fasilitas penunjang keselamatan kerja, dan fasilitas

ibadah.

(7) Lokasi usaha; meskipun tidak terlalu mendominasi kondisi lokasi usaha yang

strategis (kedekatan dengan target pasar, sumber perolehan bahan baku, dan

dampak lingkungan terhadap citra perusahaan) turut berpengaruh pada tingkat

kunjungan dan pendapatan RMT kelas C. Selanjutnya sangat tergantung pada

kemampuan pengelola untuk memaksimalkan potensi lokasi usaha yang

dimiliki.

(8) Kompetitor; iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, hal ini terlihat antara

lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-

pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar. Perlu dikembangkan

kemitraan yang saling membantu antara usaha rumah makan atau antara RMT

kelas C dengan pengusaha besar. Maka diperlukan pengendalian,

pengawasan, dan kebijaksanaan dari Pemerintah untuk menumbuh

kembangkan UKM, dalam hal ini RMT kelas C, berhubungan dengan

terpenuhinya suasana kondusif.

Ciri-ciri Berhubungan dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C

Tingkat adopsi pengelola RMT kelas C (Y) dapat dibedakan menurut

tahapannya yaitu tahap kesadaran, minat, penilaian, mencoba, penerimaan,

konfirmasi, dan penolakan. Selanjutnya berdasar tipologi tersebut akan

berhubungan dengan keputusan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program

Sapta Pesona pada kegiatan bisnisnya.

Page 61: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

46

Berdasarkan kerangka pemikiran tentang hubungan antara ciri pribadi dan

ciri lingkungan usaha dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola

RMT kelas C dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Kerangka Berpikir Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan,

maka hipotesis penelitian adalah:

(1) Ciri pribadi memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur.

(2) Ciri lingkungan usaha memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi

program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur.

Tahapan Adopsi Program Sapta Pesona (Y): 1. Kesadaran 2. Minat 3. Penilaian 4. Mencoba 5. Penerimaan 6. Konfirmasi 7. Penolakan

Ciri Pribadi (X1) 1. Usia (X1.1) 2. Pendidikan (X1.2) 3. Pengalaman berusaha (X1.3) 4. Intensitas komunikasi (X1.4) 5. Keanggotaan kelompok (X1.5) 6. Kemampuan mengendalikan

resiko (X1.6) 7. Keterampilan teknis (X1.7)

Lingkungan Usaha RMT (X2) 1. Kebijakan Pemda (X2.1) 2. Skala usaha (X2.2) 3. Modal keuangan (X2.3) 4. Modal tenaga kerja (X2.4) 5. Sarana usaha (X2.5) 6. Prasarana usaha (X2.6) 7. Lokasi usaha (X2.7) 8. Kompetitor (X2.8)

Page 62: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pengelola usaha RMT kelas C di

Jakarta Timur. Populasi RMT kelas C yang ada di Jakarta Timur adalah 63 unit

usaha (Tabel 1). Setiap seorang responden dalam penelitian ini mewakili

seorang pengelola yang ada pada setiap unit usaha RMT kelas C di Jakarta Timur.

Jumlah pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur adalah 63 orang, maka

populasi penelitian ini adalah 63 pengelola dan pengumpulan data dilakukan

secara sensus kepada 63 pengelola RMT tersebut.

Rumah makan dikelompokkan menurut jumlah meja tersedia, kelompok

pertama memiliki kapasitas 2 hingga 5 meja, kelompok kedua kapasitas lebih dari

5 hingga 8 meja, dan kelompok ketiga diatas 8 hingga 12 meja. Setiap satu meja

rata-rata terdapat 4 kursi. Maka kapasitas rumah makan dihitung berdasarkan

jumlah kursi tersedia.

Tabel 1. Kelompok dan Populasi RMT kelas C di Jakarta Timur

Kelompok RMT kelas C menurut Kapasitas Duduk

Populasi RMT (unit)

8 s.d 20 tamu 16

> 20 s.d 32 tamu 32

> 32 s.d 48 tamu 15

TOTAL = 63 Ket: 1 unit usaha = 1 pengelola RMT kelas C

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif (descriptive

research). Dalam metode ini, dilakukan eksplorasi dan klarifikasi atas fenomena

yang terjadi, sesuai dengan tujuan penelitian untuk menguraikan sifat-sihat dari

suatu keadaan. Menurut Nazir (1999), metode deskriptif adalah pencarian fakta

dengan interpretasi yang tepat serta bertujuan untuk membuat gambaran secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat dan fenomena yang

diselidiki.

Page 63: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

48

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian survey korelasional yang dilaksanakan untuk

melihat hubungan antara peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesis yang

telah dirumuskan sebelumnya. Penelitian terdiri dari dua peubah bebas yaitu ciri

pribadi pengelola RMT kelas C (X1) dan ciri lingkungan usaha RMT kelas C (X2),

peubah intervening yaitu tingkat adopsi pengelola RMT kelas C (Y).

Untuk mengetahui adanya hubungan dilakukan uji statistik, sehingga

menggunakan pendekatan kuantitatif dan untuk menjelaskan substansi hasil uji

statistik digunakan pendekatan kualitatif.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian secara sengaja dipilih yaitu rumah makan tradisional

(RMT) kelas C yang berada di wilayah Kota Jakarta Timur. Pelaksanaan

penelitian ini pada bulan Februari sampai dengan September 2008.

Kota Jakarta Timur dipilih sebagai lokasi penelitian dengan alasan sebagai

berikut yaitu: (a) Merupakan sentra UKM terbesar di DKI Jakarta; (b) Kota

Jakarta Timur dalam program pengembangannya dipersiapkan sebagai kota wisata

belanja, dan usaha sarana pariwisata jenis restoran merupakan pemberi kontribusi

terbesar; (c) Penyuluhan Sapta Pesona menjadi kalender kegiatan tahunan melalui

aktifitas yang padat, namun dalam tiga tahun belakangan kurang intensif dengan

alasan masalah anggaran; (d) Jika dibandingkan RMT kelas di atasnya, adopsi

para pengelola RMT kelas C masih sangat rendah. Hal ini ada kaitannya dengan

faktor, baik internal dan eksternal, yang mempengaruhi kemauan, kemampuan,

dan kesempatan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona.

Definisi Operasional dan Pengukuran Peubah

Definisi operasional dalam kegiatan penelitian ditetapkan untuk mencegah

terjadinya kesalahan arah terhadap konsep yang telah ditetapkan, dengan

demikian pengukuran terhadap peubah dapat dilakukan secara jelas dan terukur.

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

Ciri Pribadi (X1)

Ciri pribadi pengelola RMT kelas C adalah ciri-ciri dari dalam diri pribadi

pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur yang diduga berhubungan dengan

Page 64: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

49

tingkat adopsi pengelola RMT kelas C dalam usaha rumah makan di Jakarta

Timur, yang meliputi:

(1) Umur (X1.1), adalah lamanya (tahun) hidup responden yang dihitung sejak

dilahirkan sampai dengan saat wawancara/penelitian dilakukan.

(2) Pendidikan (X1.2), adalah lamanya (tahun) pendidikan formal dan jenis

pelatihan yang pernah diikuti responden hingga dilakukannya wawancara.

(3) Pengalaman usaha (X1.3) adalah jumlah tahun lamanya responden sebagai

pengelola dan atau berusaha rumah makan, pengalaman sebelumnya, asal

pengalaman diperoleh sejak awal sampai saat penelitian dilaksanakan.

(4) Intensitas komunikasi (X1.4), adalah derajat tingkat frekuensi komunikasi,

lamanya interaksi, sumber informasi (penyuluh, media massa, dan kegiatan

pertemuan). Termasuk bentuk interaksi dengan sumber informasi, dan jenis

komunikasi (personal, kelompok, dan massa) yang paling sering diikuti

sampai saat wawancara/penelitian dilaksanakan.

(5) Keanggotaan kelompok (X1.5), adalah keterlibatan responden dalam kelompok

formal dan atau kelompok informal, meliputi nama kelompok,

status/kedudukan, lamanya keikutsertaan dalam kelompok, dan frekuensi

pertemuan yang diadakan kelompok.

(6) Keberanian mengambil resiko (X1.6) adalah resiko yang paling sering dihadapi

responden, dampaknya terhadap pengembangan usaha rumah makan, jenis

resiko yang mampu dihadapi, dan usaha yang dilakukan terhadap resiko yang

tidak mampu dihadapi. Termasuk keputusan yang akan diambil responden

jika usahanya menghadapi kemerosotan ataupun keuntungan besar, dan sikap

keberanian mengambil resiko pada beberapa kasus dalam pengelolaan rumah

makan tradisional.

(7) Keterampilan teknis (X1.7) adalah keterampilan yang meliputi pemahaman dan

kompetensi dalam aktivitas yang spesifik berkaitan dengan suatu metode,

proses, dan prosedur tertentu yang bersifat teknis terkait dengan fungsi

manajemen dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan

pengendalian.

Page 65: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

50

Ciri Lingkungan Usaha (X2)

Ciri usaha adalah ciri-ciri di luar pribadi pengelola yang berhubungan

dengan kegiatan pengelolaan usaha RMT kelas C di Jakarta Timur, yang meliputi:

(1) Kebijakan Pemda (X2.1) adalah pengaruh kebijakan Pemda di era otonomi

dalam penetapan peraturan, perizinan, memonitor dan pembinaan

keberlangsungan usaha rumah makan. Perlunya mengetahui reaksi dan

perilaku para pengelola atas pemberlakuan sistem yang ada, juga apakah ada

implikasi positif dan negatif terhadap pelaku bisnis kecil dan menengah. Hal

ini sebagai umpan balik bagi Pemda setempat atas kebijakan yang dibuatnya.

(2) Skala usaha (X2.2) adalah kapasitas usaha menurut luas lahan rumah makan,

kapasitas kursi, jumlah pramusaji, dan total tenaga kerja yang digunakan

untuk menjalankan usaha rumah makan pada saat pengambilan data

dilaksanakan. Indikatornya kapasitas usaha adalah jumlah kursi maksimal

tersedia yang menggambarkan jumlah pelanggan maksimal. Indikator jumlah

tenaga kerja adalah jumlah orang tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan

usaha rumah makan.

(3) Modal keuangan (X2.3) adalah gambaran mengenai asal modal, kecukupan

modal yang dikelola, lembaga keuangan yang menjadi rekanan, dan tingkat

kemudahan dalam memperoleh modal keuangan baik sebagai investasi awal

maupun untuk pengembangan perusahaan.

(4) Modal tenaga kerja (X2.4), istilah lain human capital adalah ukuran atau nilai

keahlian, keterampilan dan latihan baik dari segi pendidikan formal maupun

pengetahuan dan keterampilannya yang berpengaruh terhadap optimalisasi

perkembangan usahanya dan kualitas adopsi perkembangan teknologi baru

dan peningkatan daya saing.

(5) Sarana usaha (X2.5) adalah tersedianya sarana dengan kondisi memenuhi

syarat kuantitas guna mendukung kelancaran operasional pelayanan dan

kelayakan dalam memenuhi kepuasan pelanggan rumah makan.

(6) Prasarana usaha (X2.6) adalah tersedianya prasarana yang menunjang

komunikasi, ketersediaan energi, air bersih, penampungan sampah dan

saluran limbah, fasilitas taman parkir, fasilitas penunjang keselamatan kerja,

dan fasilitas ibadah.

Page 66: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

51

(7) Lokasi usaha (X2.7) adalah kondisi lokasi usaha yang berpengaruh pada tingkat

kunjungan dan pendapatan, indikatornya yaitu daya jangkau, kualitas

pemandangan, dan citra kesan menurut pendapat pelanggan.

(8) Kompetitor (X2.8) adalah merujuk kepada orang atau sekelompok orang yang

menjadi pesaing. Bentuk persaingan usaha antar usaha sejenis pada akhirnya

akan membangkitkan pengusaha untuk membuat strategi dalam menghadapi

persaingan dan agar lebih unggul daripada yang lainnya.

Tingkat Adopsi (Y)

Adopsi pengelola RMT kelas C adalah ikut sertanya responden

memanfaatkan konsep Sapta Pesona dengan mengambil inisiatif sendiri untuk

mengubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung, sebagai dampak dari

adopsi inovasi. Tahapan adopsi inovasi terdiri dari tujuh yaitu:

(1) Tahap kesadaran adalah tingkatan di mana responden membuka diri terhadap

keberadaan inovasi dan memperoleh pengetahuan tentang program Sapta

Pesona.

(2) Tahap minat adalah tingkatan di mana responden membentuk sikap menyukai

atau tidak menyukai terhadap program Sapta Pesona.

(3) Tahap penilaian adalah tingkatan di mana responden memberikan penilaian

terhadap isi materi dan cara penyampaian program Sapta Pesona.

(4) Tahap mencoba adalah tingkatan di mana responden mencoba menerapkan

nilai-nilai yang ada pada program Sapta Pesona ke dalam kegiatan usahanya

dan tingkat kesulitan dalam tahap ini.

(5) Tahap penerimaan adalah tingkatan di mana responden memperkuat

keputusan adopsi inovasi program Sapta Pesona terhadap kegiatan usahanya.

(6) Tahap konfirmasi adalah tingkatan di mana responden memperoleh umpan

balik dari karyawan, tamu, tingkat pendapatan, dan citra perusahaan atas

keputusannya mengadopsi program Sapta Pesona.

(7) Tahap penolakan adalah tingkatan di mana responden akan terus menerapkan

dan menghimbau pada orang lain tentang program Sapta Pesona, serta

sikapnya terhadap inovasi program lainnya.

Page 67: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

52

Tabel 2. Peubah, Indikator, dan Skala Data

Kelompok Peubah

Nomor & Nama Peubah Definisi Indikator Skala

Data

Ciri Pribadi (X)

1. Umur (X1.1) Lamanya tahun ke-hidupan responden Jumlah tahun kehidupan Rasio

2. Pendidikan (X1.2)

Lamanya pendidi-kan formal & pela-tihan yg pernah diikuti responden

Jumlah tahun mengikuti pendidikan formal Rasio

Jenis pelatihan pernah diikuti. Ordinal

3. Pengalaman Usaha (X1.3)

Lamanya respon-den melakukan usaha rumah makan

Jumlah tahun lamanya melakukan kegiatan usaha rumah makan saat ini dijalani.

Rasio

Jumlah tahun lamanya melakukan kegiatan usaha rumah makan sebelumnya

Rasio

Asal muasal pengalaman usaha rumah makan. Ordinal

4. Intensitas Komunikasi (X1.4)

Intensitas kontak & kualitas komu-nikasi antara responden dengan sumber informasi

Jenis sumber informasi Ordinal

Frekuensi dan lamanya berinteraksi Rasio

Bentuk interaksi pada sumber informasi Ordinal

Bentuk komunikasi bisnis yang dipilih untuk diikuti. Ordinal

5. Keanggota- an kelom- pok (X1.5)

Keanggotaan & keikutsertaan responden dalam kegiatan kelompok profesional

Keikutsertaan dalam kelompok Ordinal

Nama Kelompok Ordinal

Status dalam kelompok Ordinal

Frekuensi pertemuan Rasio

Motivasi keikutsertaan Ordinal

Page 68: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

53

Kelompok Peubah

Nomor & Nama Peubah Definisi Indikator Skala

data

6. Kemampuan Mengendali- kan resiko (X1.6)

Kemampuan me-ngendalikan resiko yang muncul pada pengembangan usaha rumah makan

Jenis resiko paling sering dihadapi & dampaknya. Ordinal

Kemampuan mengenali dan mengendalikan hambatan/gangguan lain

Ordinal

Bentuk rencana pengem-bangan usaha Ordinal

Keterampilan Teknis (X2.4)

Keterampilan teknis dalam mengelola tenaga kerja.

Tanggapan jenis keteram-pilan yang perlu dikuasai dalam pengelolaan usaha

Ordinal

Keterampilan teknis ber-kaitan metode, proses, dan prosedur dalam: - kegiatan seleksi kayawan - menentukan kebutuhan pelatihan karyawan,

- pengarahan pelayanan - penilaian kinerja - evaluasi & umpan balik kepuasan pelanggan

Ordinal

Ciri Ling-kungan Usaha (X2)

Kebijakan Pemda (X2.1)

Tanggapan atas kebijakan Pemda setempat terkait dengan keberlang-sungan usaha.

Tanggapan atas: - administrasi perizinan, - pungutan pajak/retribusi - monitoring dan kegiatan pembinaan

Ordinal

Skala Usaha (X2.2)

Data usaha rumah makan yang dikelola oleh responden pada saat pe-nelitian dilakukan

Luas total bangunan Rasio

Kapasitas berdasarkan jumlah kursi tersedia Rasio

Jumlah pengunjung harian yang memperoleh pelayanan

Rasio

Jumlah omzet yang diperoleh per-hari Rasio

Modal keu-angan (X2.3)

Gambaran menge-nai modal yang dikelola dan keterlibatan pada lembaga keuangan dalam investasi awal & pengem-bangan usaha

Asal modal keuangan Ordinal

Tingkat kecukukan besar-an modal keuangan dan modal investasi

Rasio

Lembaga keuangan sum-ber modal usaha Ordinal

Tingkat kemudahan da-lam memperoleh modal dari lembaga keuangan.

Rasio

Page 69: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

54

Kelompok Peubah

Nomor & Nama Peubah Definisi Indikator Skala

Data

Modal tenaga kerja (X2.4)

Kondisi modal tenaga kerja dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan keterampilan.

Asal tenaga kerja Ordinal Latar belakang pendidikan karyawan Ordinal

Status kepegawaian karyawan Ordinal

Frekuensi pemberian pelatihan karyawan Rasio

Tanggapan atas kecocok-kan jenis pelatihan Ordinal

Sarana usaha (X2.5)

Kondisi sarana rumah makan yang dikelola responden

Kelayakan sarana yaitu: - alat makan tamu - alat minum tamu - perabot rumah makan - asesoris meja - seragam karyawan - peralatan memasak - area dapur - gudang bahan makanan - area cuci peralatan

Ordinal

Jumlah frekuensi kegiatan inventarisasi peralatan Rasio

Prasarana usaha (X2.6)

Kondisi prasarana rumah makan yang dikelola responden

Kelayakan prasarana yaitu: - instalasi listrik, - instalasi gas, - instalasi air bersih, - penampungan sampah - saluran limbah, - pemadam kebakaran - fasilitas parkir - fasilitas toilet umum - fasilitas ibadah sholat

Ordinal

Lokasi usaha (X2.7)

Pengaruh lokasi usaha yg dikelola responden terhadp tingkat kunjungan.

Tingkat strategis menurut pengunjung Ordinal

Pengaruh lokasi terhadap tingkat kunjungan tamu Ordinal

Kondisi lingkungan Ordinal Kelompok pengunjung Ordinal Jenis pengunjung Ordinal

Kompetitor (X2.8)

Bentuk persaingan antara usaha yg dijalankan respon-den dgn kompeti-tor usaha sejenis

Bentuk persaingan: produk, harga, pelayanan, dan promosi

Ordinal

Strategi dalam mengha-dapi persaingan Ordinal

Page 70: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

55

Kelompok Peubah

Nomor & Nama Peubah Definisi Indikator Skala

Data Adosi pro-gram Sapta Pesona (Y) Tahap

Kesadaran (Y1)

Tingkatan di mana responden membuka diri.

Tingkat pengetahuan tentang program Sapta Pesona

Rasio

Tingkat pemahaman tentang tujuan Sapta Pesona

Rasio

Tahap Kepeminatan (Y2)

Tingkatan di mana responden mem-bentuk sikap menyukai atau tidak menyukai.

Keingintahuan tentang program Sapta Pesona Ordinal

Minat terhadap isi materi program Sapta Pesona Ordinal

Mengenal manfaat prog-ram Sapta Pesona Ordinal

Tahap Penilaian (Y3)

Tingkatan di mana responden membe-rikan penilaian

Kesan terhadap penyuluh program Sapta Pesona Ordinal

Kesan terhadap isi materi program Sapta Pesona Ordinal

Tahap Mencoba (Y4)

Tingkatan di mana responden menco-ba menerapkan nilai-nilai.

Kecocokan penerapan program Sapta Pesona pada usaha rumah makan

Ordinal

Keinginan mencoba me-nerapkan program Sapta Pesona

Ordinal

Kesulitan penerapan butir-butir Sapta Pesona Ordinal

Tahap Penerimaan (Y5)

Tingkatan di mana responden mem-perkuat keputusan adopsi inovasi

Proses kegiatan usaha terkait penerapan program Sapta Pesona

Ordinal

Intensitas bentuk aksi penerapan butir-butir Sapta Pesona

Ordinal

Tahap konfirmasi (Y6)

Tanggapan respon-den atas umpan balik keputusan penerapan Sapta Pesona

Tanggapan atas faktor yang dipengaruhi: a. Kepuasan pengunjung b. Jumlah omzet c. Citra perusahaan d. Kepuasan karyawan e. Produktivitas kerja karyawan

Ordinal

Tahap penolakan (Y7)

Tingkatan di mana responden meno-lak atau tidak menolak

Sikap menolak/tidak menolak menerapkan program Sapta Pesona

Ordinal

Alasan menolak/tidak menolak menerapkan program Sapta Pesona

Ordinal

Page 71: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

56

Instrumentasi

Instrumen yang dipakai pada penelitian adalah kuesioner yang berisi daftar

pertanyaan yang berhubungan dengan peubah dalam penelitian. Daftar pertanyaan

untuk peubah yang berhubungan dengan tingkat adopsi pengelola RMT kelas C di

Jakarta Timur, terdiri atas ciri pribadi pengelola meliputi: umur, pendidikan

formal, intensitas komunikasi, dan keanggotaan kelompok. Ciri usaha pengelola

RMT kelas C meliputi: skala usaha, pengalaman usaha, kewirausahaan, dan

keterampilan manajerial. Daftar pertanyaan peubah interevening, yakni tingkat

adopsi serta peubah terikat, yakni kinerja pengelola dalam usaha rumah makan

tradisional kelas C di Jakarta Timur.

Uji Validitas

Validitas instrumen adalah validitas pengukuran variabel. Makna validitas

dalam suatu instrumen tercermin dari pertanyaan ’apakah kita sungguh-sungguh

mengukur hal yang memang ingin kita ukur?” (Kerlinger, 2004). Instrumen yang

sahih atau valid, berarti memiliki validitas tinggi, demikian pula sebaliknya.

Sebuah instrumen dikatakan sahih, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

atau mengungkapkan data dari peubah yang diteliti secara tepat (Hasan, 2002).

Penelitian ini menggunakan teknik validitas konstruk (construct validity),

dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) penyesuaian daftar pertanyaan

dengan esensi kerangka konsep yang diperoleh dalam kajian pustaka, terutama

yang berfokus pada variabel dan indikator-indikator yang diteliti; (2) memeriksa

butir tes satu persatu untuk mengetahui hubungannya dengan tujuan yang ingin

diukur; dan (3) konsultasi dengan dosen pembimbing dan pihak lain tentang

materi alat ukur.

Uji Reliabilitas

Reliabilitas atau keandalan adalah ketepatan instrumen pengukur (Kerlinger,

2004). Keandalan juga berarti konsistensi internal suatu test atau alat pengukur di

dalam mengukur gejala yang sama. Suatu instrumen yang andal adalah instrumen

yang jika digunakan untuk mengukur himpunan obyek yang sama berulangkali

akan memperoleh hasil yang sama atau serupa pula.

Page 72: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

57

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pengujian reliabilitas alat ukur

dalam penelitian ini menggunakan rumus koefisien alpha, yaitu:

k

α = [ 1 - (Vi - Vt) ]

k – 1

keterangan:

α = reliabilitas alat ukur ; k = banyaknya butir pertanyaan

Vi = jumlah varians butir pertanyaan; Vt = varians total

Uji coba akan instrumen dilakukan di kota Cibinong, pada 10 orang

pengelola RMT kelas C di luar populasi penelitian yang mempunyai karakteristik

dan kondisi yang hampir sama dengan responden, pada akhir Juni 2008. Hasil uji

reliabilitas instrumen menunjukkan bahwa nilai r yang diperoleh sebesar 0,828.

Jika dibandingkan dengan nilai tabel, rtabel = 0,666 (signifikansi 5 %) dan rtabel =

0,798 (signifikansi 1 %). Ternyata nilai r (α) lebih besar dari rtabel ; jadi instrumen

dapat dipercaya.

Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara

data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif adalah data yang nilainya

numerik atau angka sedangkan data kualitatif adalah data dalam bentuk penjelasan

atau keterangan, yang dikategorikan menjadi tiga yaitu: hasil pengamatan,

wawancara mendalam, dan bahan tertulis berupa petikan atau keseluruhan bagian

dokumen atau kasus historis.

Data primer tentang ciri pribadi dan ciri lingkungan usaha yang

berhubungan dengan pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona

dan tingkat adopsi pengelola RMT kelas C. Dalam pengumpulan data primer ini

peneliti melibatkan enumerator, diperoleh melalui:

(1) Metode survei-korelasional menggunakan kuesioner sebagai instrumen utama

untuk mengumpulkan data kuantitatif tentang: (a) Ciri pribadi yaitu: umur

(X1.1), pendidikan (X1.2), pengalaman usaha (X1.3), intensitas komunikasi

(X1.4), keanggotaan kelompok (X1.5); dan (b) Ciri lingkungan usaha yaitu:

Page 73: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

58

kebijakan Pemda (X2.1), skala usaha (X2.2), modal keuangan (X2.3), dan

modal tenaga kerja (X2.4).

(2) Metode wawancara tidak terstruktur dan metode observasi, dengan peneliti

sebagai instrumen (participant-observer) untuk mengumpulkan data kualitatif

tentang: (a) Ciri pribadi yaitu: kemampuan mengendalikan resiko (X1.6),

keterampilan teknis (X1.7); (b) Ciri lingkungan usaha yaitu: sarana usaha

(X2.5), prasarana usaha (X2.6), lokasi usaha (X2.7), kompetitor (X2.8); (c)

Tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C menurut

tahapan kesadaran (Y1), minat (Y2), penilaian (Y3), mencoba (Y4),

penerimaan (Y5), konfirmasi (Y6), dan penolakan(Y7).

Irawan (2006) mengingatkan bahwa penelitian dengan kuesioner ini

memerlukan responden dalam jumlah yang cukup agar validitas dapat dicapai

dengan baik, sebab apa yang digali dari kuesioner cenderung informasi umum

tentang fakta atau opini yang diberikan responden. Satu-satunya instrumen

terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Peneliti mungkin

menggunakan alat-alat bantu untuk mengumpulkan data seperti tape recorder.

Kelebihan participant-observer antara lain: (1) dapat melihat langsung,

merasakan dan mengalaminya; (2) mampu menetukan kapan data jenuh dan

penelitian dihentikan; dan (3) data terkumpul dan dapat langsung dianalisa.

Hal yang perlu diperhatikan peneliti menurut Irawan (2006) adalah:

(1) tidak mudah menjaga obyektifitas dan netralitas; (2) instrumen ini sangat

dipengaruhi oleh kemampuan dalam menulis, menganalisis, dan melaporkan

hasil penelitian; dan (3) harus memiliki cukup kesabaran untukmengikuti dan

mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada obyek/subyek yang diteliti.

Data sekunder diperoleh melalui wawancara ciri lingkungan usaha RMT

kelas C untuk mengetahui pendapat pejabat Dinas Pariwisata Propinsi DKI

Jakarta dan Sudin Pariwisata Jakarta Timur tentang kebijakan Pemda (X2.1). Data

didukung dengan wawancara pihak terkait yaitu pengunjung dan masyarakat

sebagai informan untuk kasuistik yaitu tuntutan sesuai ciri lingkungan usaha (X2).

Page 74: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

59

Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah melalui tahapan editing, coding, dan

tabulasi dengan interval yang dihasilkan pada masing-masing hasil pengukuran.

Data yang diperoleh, diolah dan analisis secara kuantitatif dan kualitatif.

Pengujian hipotesis menggunakan statistik non parametrik untuk mengukur

keeratan hubungan antara ciri pribadi pengelola RMT dan ciri lingkungan usaha

RMT dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola RMT.

Pengujian hipotesis adalah dengan menggunakan analisis uji korelasi Rank

Spearman pada α = 0,05 atau α = 0,01 (Siegel, 1992) dan untuk memudahkan

pengolahan data digunakan program SPSS (Statistical Package for the Social

Science) versi 15.

Page 75: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah Penelitian

Jakarta Timur berbatasan dengan Jakarta Utara, di bagian timur dengan

Bekasi, di bagian selatan dengan Depok dan di bagian barat dengan Jakarta

Selatan dan Jakarta Pusat. Luas wilayah Kota Jakarta Timur adalah 187,73 km².

Jakarta Timur merupakan kota administrasi Terluas di provinsi DKI Jakarta,

dengan jumlah penduduk di wilayah Kota Jakarta Timur yaitu 1.959.022 jiwa

(Data BPS 2007) dengan kepadatan sekitar 10.455 jiwa/km², yang tersebar pada 10

kecamatan terdiri dari 65 kelurahan/desa.

Potensi Wisata Jakarta Timur

Potensi obyek wisata yang dimiliki Jakarta Timur berjumlah 29 obyek

terdiri dari Wisata Rekreasi (3), Wisata Sejarah (1), Wisata Monumen (1), Wisata

Minat khusus (3), Wisata Belanja (16), Wisata Industri (1), dan Wisata Olah Raga

(4). Sejumlah obyek wisata andalan Kotamadya Jakarta Timur, yang selama ini

menjadi daya tarik bagi wisatawan nusantara maupun manca negara, adalah

Taman Mini Indonesia Indah, Monumen Pancasila Sakti, Kawasan Wiladatika,

Makam Pangeran Jayakarta, Pasar Burung, Pusat Perdagangan Permata, Condet

Cagar Buah, dan Perkampungan Industri Kecil.

Seluruh obyek wisata tersebut mampu menyerap diatas 15 juta pengunjung

tiap tahunnya (sejak 2001) dan mampu menampung hampir seribu tenaga kerja.

Jumah tenaga kerja tersebut belum termasuk yang ada di fasilitas pariwisata

seperti hotel dan restoran, serta usaha penunjang pariwisata lainnya seperti pusat

olahraga, rekreasi dan hiburan. Maka tidak salah jika Kota Jakarta Timur dalam

program pengembangannya, disiapkan sebagai kota wisata belanja dengan

menggali berbagai hal yang dapat dijadikan potensi obyek wisata, di samping

meningkatkan jumlah dan jenis atraksi wisata serta meningkatkan SDM.

Jenis Usaha Rumah Makan di Jakarta Timur

Perizinan mendirikan usaha rumah makan dikeluarkan oleh Gubernur

Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, melalui Kepala Dinas Pariwisata

Propinsi DKI Jakarta, dan atas rekomendasi dari Kepala Suku Dinas Pariwisata

Page 76: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

61

wilayah kota Jakarta Timur. Persyaratan untuk memperoleh Izin Sementara

Usaha Pariwisata (ISUP), mengajukan Surat Permohonan yang dilengkapi dengan

Akte Pendirian Perusahaan, Kejelasan Bukti Status Tempat dari Dinas Tata Kota,

Bukti Tidak Keberatan Lingkungan yang diketahui RT, RW, Lurah dan Camat

setempat, melampirkan Gambar Situasi dan Denah Ruangan, dan Nomor Pokok

Wajib Pajak (NPWP). Sedangkan persyaratan untuk memperoleh Izin Tetap

Usaha Pariwisata (ITUP), surat permohonan dilengkapi Izin Mendirikan

Bangunan (IMB), Tanda Daftar Izin perusahaan dari Lurah diketahui Camat

setempat, Keterangan domisili perusahaan dari Lurah diketahui Camat setempat,

dan salinan Izin Sementara Usaha Pariwisata (ISUP).

Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 tentang Kepariwisataan

menjelaskan tentang Restoran yaitu jenis usaha penyediaan makanan dan

minuman yang melakukan pengolahan bahan-bahan masakan dan hidangan pada

suatu tempat atau lokasi tetap tertentu dengan bangunan permanen, termasuk di

dalamnya dapat menyediakan fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan serta

pengembangan fasilitas lainnya, antara lain seperti Rumah Makan, Café, Coffee

Shop, Kantin, Kafetaria dan pengembangan fasilitas sejenis lainnya.

Atas dasar Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2004 dan

penjelasan tentang restoran, dapat diuraikan bahwa klasifikasi usaha rumah makan

di Jakarta Timur mengacu pada: (1) Bentuk usaha dan permodalan, (2) kelompok

hidangan, (3) lokasi pengolahan, (4) Kondisi bangunan (usaha), (5) penyediaan

fasilitas dan atraksi rekreasi dan hiburan; serta (6) pengembangan fasilitas lainnya.

Jenis restoran antara lain seperti Rumah Makan, Café, Coffee Shop, Kantin,

Kafetaria dan pengembangan fasilitas sejenis lainnya.

Berdasarkan Daftar Usaha Sarana Pariwisata (USP) Jakarta Timur Tahun

2007 Jenis Usaha Rumah Makan/Restoran, yang diterbitkan oleh Suku Dinas

Pariwisata Jakarta Timur (terlampir), jumlah jenis usaha rumah makan di Jakarta

Timur pada tahun 2007 (data sekunder) berdasarkan klasifikasinya yaitu (1)

Rumah Makan Kelas A terdapat 8 usaha, (2) RM Kelas B terdapat 15 usaha, (3)

RM Kelas C terdapat 68 usaha, (4) RM Kelas D terdapat 21, dan selebihnya

sebanyak 119 usaha rumah makan belum teridentifikasi oleh Pemda Jakarta Timur

(Sudin Pariwisata).

Page 77: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

62

Populasi rumah makan kelas C, menurut Daftar Usaha Sarana Pariwisata

(USP) Jakarta Timur Tahun 2007 Jenis Usaha Rumah Makan/Restoran,

berjumlah 68 rumah makan. Dari hasil survei terdata hanya 63 rumah makan,

selisih 5 rumah makan diduga pindah ke lokasi lain, terjadi peningkatan kelas

menjadi A/B, atau penurunan kelas menjadi D.

Pada Peta Sebaran Potensi Rumah Makan Tradisional Kelas C di Jakarta

Timur (terlampir) menunjukkan bahwa sebanyak: (1) 27% berada di wilayah

kecamatan Kramat Jati, (2) 22% di Pulogadung, (3) 19% di kecamatan Jatinegara,

(4) 11% di Duren Sawit, (5) 8% di Cipayung dan (6) 13% lainnya menyebar di

kecamatan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada kecamatan yang

mendominasi sebagai lokasi yang paling strategis untuk berusaha rumah makan.

Keunggulan bagi kecamatan Kramat Jati yaitu terdapat pasar Kramat Jati,

terminal Cililitan, dan Batu Ampar (Condet) sebagai kawasan cagar budaya

Betawi. Kecamatan Pulogadung selain sebagai kawasan industri juga memiliki 2

terminal Bus, yaitu Terminal Pulogadung dan Terminal Rawamangun. Kecamatan

Jatinegara merupakan kawasan yang cukup ramai, di wilayah ini terdapat

Terminal Bus Kampung Melayu, Stasiun Kereta Api, dan Pasar Jatinegara sebagai

sentra wisata belanja. Kecamatan Duren Sawit merupakan sentra industri kayu

(mebel) dan kawasan perumahan. Kecamatan Cipayung merupakan kawasan

tujuan wisata karena terdapat Taman Mini Indonesia Indah.

Berdasarkan hasil survei Pemilik RMT kelas C di Jakarta Timur lebih

memilih lokasi dekat terminal bus, pasar, dan pusat industri dibandingkan dengan

daerah perumahan maupun daerah tujuan wisata. Target konsumen RMT kelas C

di Jakarta Timur yaitu para pelanggan yang sedang melakukan perjalanan dan

berbelanja di pasar ataupun bertransaksi di kawasan industri. Hal tersebut

membuktikan teori dari Kotler (1996) yaitu: a restaurant’s location in its market

and its ability to differentiate itself from its competition also help determine

whether it will survive. Keadaan ini cukup potensial untuk promosi tidak langsung

tentang Jakarta Timur kepada masyarakat di luar wilayah tersebut.

Ciri Pribadi Pengelola RMT Kelas C di Jakarta Timur

Ciri pribadi pengelola RMT kelas C Jakarta Timur yang diamati dalam

penelitian ini adalah: (1) usia, (2) pendidikan, (3) pengalaman usaha, (4) intensitas

Page 78: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

63

komunikasi, (5) keanggotaan kelompok, (6) kemampuan mengendalikan resiko,

dan (7) keterampilan teknis. Deskripsi lengkap disajikan pada Tabel berikut:

Tabel 3. Deskripsi Ciri Pribadi Pengelola RM kelas C Jakarta Timur

No Ciri Pribadi (X1) Rataan Kisaran Kategori Persentase (%)

1 Usia (tahun) 49 22–75 Muda (22 - 39) Sedang (40 - 57) Tua (58 – 75)

25,4 60,3 14,3

2 Pendidikan formal (tahun) 12 6 – 18

SD (6) SMP (9) SMA (12) Diploma(13-15) S-1 (16) S-2 (18)

7,9 17,5

46 11,1 15,9

1,6

3 Pengalaman usaha (tahun) 11 0,5–48

Rendah (0,5-16) Sedang (17 - 32) Tinggi (33 - 48)

76,2 22,2

1,6

4 Intensitas komunikasi (skor) 3 2 – 6

Rendah (2-3) Sedang (4) Tinggi (5-6)

73,0 20,6

6,3

5 Keanggotaan kelompok (skor) 2 1 – 6

Rendah (1-2) Sedang (3-4) Tinggi (5-6)

76,2 6,3

17,5

6 Kemampuan mengendalikan resiko (skor)

42 30 – 52 Rendah (30-37) Sedang (38-44) Tinggi (45-52)

17,5 63,5 19,0

7 Keterampilan teknis (skor) 24 10 – 35

Rendah (10-18) Sedang (19-26) Tinggi (27-35)

12,7 57,1 30,2

Keterangan: n = 63 Usia

Usia pengelola RMT kelas C di Jakarta, sebagai pengelola RMT kelas C

dalam penelitian ini, bervariasi mulai dari 22 tahun sampai dengan 75 tahun,

dengan rataan 49 tahun. Berdasarkan Tabel frekuensi di atas, sebanyak 60,3

persen dari pengelola RMT kelas C berusia antara 40-57 tahun. Kelompok usia

tersebut termasuk tenaga kerja produktif, karena berada diantara 15 sampai

dengan 64 tahun (BPS, 2001). Pengelola RM pada kelompok ini masih memiliki

produktifitas untuk mengembangkan diri dan mengembangkan usahanya. Mereka

memiliki kemampuan bekerja atau beraktivitas yang lebih tinggi dibandingkan

dengan pengelola yang sudah tidak produktif.

Page 79: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

64

Kecenderungan lain bahwa dalam proses adopsi inovasi baru, pengelola

RMT kelas C yang berusia muda lebih tanggap bila dibandingkan dengan

pengelola yang berusia lebih tua. Selain masalah fisik, pengelola RMT kelas C

yang lebih tua cenderung penuh pertimbangan dan kehati-hatian dalam

pengambilan keputusan, sehingga kurang responsif terhadap ide-ide baru. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Wiriaatmadja (1990), bahwa usia seseorang

mempengaruhi penerimaannya terhadap hal-hal baru.

Sebagian besar (74,6%) pengelola RMT kelas C berusia di atas 40 tahun,

berdasarkan hasil wawancara mendalam, fenomena tersebut muncul karena

diperlukan kedewasaan dengan pengalaman dan tingkat kemandirian kuat.

Mengelola usaha rumah makan dianggap sulit bagi tenaga kerja berusia muda (di

bawah 30 tahun). Hal ini terkait resiko yang harus dihadapi seperti resiko

produksi, penentuan harga, resiko pelayanan, dan pelaksanaan pemasarannya.

Investasi yang diperlukan juga tidak sedikit, mengingat pengelola RMT adalah

sebagai pemilik. Orang muda lainnya beralasan yaitu takut untuk memutuskan

menjadi seorang wirausahawan. Adanya kecenderungan ingin tetap nyaman

bekerja atau tetap pada posisinya, mendapat gaji, inventaris dan sebagainya. Tidak

terpikirkan bilamana suatu saat mereka kehilangan pekerjaan.

Maka strategi melalui pemberian dorongan ataupun peningkatan motivasi

kepada mereka yang usia di bawah 40 tahun agar tertarik untuk berwirausaha dan

berprofesi sebagai pengelola RM. Seseorang yang muda usia mungkin memiliki

pengalaman dan pendidikan kurang, tetapi memiliki energi atau semangat untuk

mencoba usahanya; sedangkan orang yang sudah berusia memiliki pengalaman

dan pendidikan lebih tinggi sehingga menentukan keberhasilan dalam usahanya

(Bird, 1989). Upaya dilakukan dengan cara memperkenalkan para pelaku bisnis

RMT, utamanya mereka yang mampu mengadopsi program Sapta Pesona.

Keteladanan dan tuntunan para tokoh tersebut berpengaruh sebagai sumber

inspirasi keinginan untuk mencoba ataupun menerapkan program yang telah

dinilai mampu memberikan kesuksesan.

Pendidikan

Sumberdaya manusia pengelola rumah makan kelas C yang diteliti memiliki

keragaman yang tinggi dalam hal tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan

Page 80: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

65

pengelola RMT kelas C bervariasi mulai dari SD (7,9%), SMP (17,5%), SMA

(46%), Diploma (11,1%), S-1 (15,9%), dan S-2 (1,6%). Beberapa di antaranya

yaitu 7,9% pernah mendapat pendidikan non-formal tentang ilmu komputer,

bisnis dan farmasi. Terdapat sekitar 10% mengikuti pendidikan khusus di bidang

yang berhubungan dengan usaha rumah makan, yaitu dari usaha katering,

pendampingan oleh restoran hotel, kelompok usaha rumah makan, dan dari dinas

peternakan DKI.

Lamanya mengikuti pendidikan formal, dilengkapi pendidikan nonformal

dan terlebih pendidikan khusus menambah pengalaman dan kedewasaan berpikir

seseorang. Pendidikan memiliki tujuan menciptakan manusi-manusia yang

berkualitas, termasuk dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan juga

mempengaruhi perilaku seseorang, baik dari segi pola pikir, bertindak serta

kemampuan menerapkan inovasi baru. Jadi pendidikan menjadi urutan pertama

dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang (Rogers & Shoemaker, 1971)

dan seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi

dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya Maryani (1995).

Berikut ini berbagai alasan yang memotivasi pengelola RMT kelas C

untuk mengelola usaha rumah makan. Pengelola RMT kelas C dengan latar

belakang tingkat pendidikan tinggi (28,6%) mengelola sektor usaha ini karena

alasan pensiun muda dari pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja

(PHK), dan bermaksud memutar uang dari tunjangan yang diperoleh. Mereka

yang memiliki latar belakang rendah mengawali usaha melalui pengalaman

sebagai karyawan, kemudian memutuskan untuk berwirausaha. Sedangkan bagi

mereka yang berpendidikan menengah, memutuskan untuk meraih masa depan

melalui kegiatan usaha ini daripada melanjutkan pendidikan tinggi.

Bentuk pendidikan, baik formal maupun nonformal, terbukti mampu

meningkatkan daya pikir dan meluaskan pengetahuan seseorang. Mengingat

kenyataan usia pengelola RMT kelas C dan rata-rata memiliki pendidikan

tertinggi SMA (46%), maka penyuluhan merupakan strategi tepat bagi

pendidikan orang dewasa. Materi yang dirancang bagi pendidikan orang dewasa

sangat fleksibel, karena dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka.

Page 81: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

66

Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan materi yang dapat memperkuat

kemampuan berwirausaha melalui berbagai keberanian dalam memutuskan.

Pengalaman Usaha

Konsekuensi masa depan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, dampak

dari pengalaman, serta pengamatan seseorang terhadap yang lain (Bandura 1986).

Hasil survei terhadap pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur, pengalaman usaha

pengelola RMT kelas C didistribusikan menjadi tiga tingkatan. Pengalaman

usaha terendah antara 0,5 hingga 16 tahun dialami oleh 76,2%. Maka pengelola

RMT kelas C masih perlu menggali pengalaman, karena pengalaman usaha yang

dimiliki merupakan bagian dari proses belajar bagi pengelola rumah makan.

Selanjutnya atas pijakan pengalaman yang dimiliki dapat memberikan

kemampuan mengasah intuisi bagaimana mengatasi suatu masalah tentang

kegiatan pengolahan, menentukan harga, memilih karyawan dan memeliharanya

sebagai bagian dari aset perusahaan. Hal demikian turut mempengaruhi tingkat

kepuasan tamu atas pelayanan yang diterimanya.

Intensitas Komunikasi

Kualitas intensitas komunikasi pengelola rumah makan kelas C di Jakarta

Timur sangat rendah, yaitu sebanyak 73% mengandalkan sumber informasi bisnis

dari orang tua dan keluarga dekat saja. Jumlah pengelola RMT kelas C tersebut

lebih memilih bentuk interaksi secara langsung, dan komunikasi secara personal.

Kualitas intensitas komunikasi ini berkaitan erat dengan tingkat pendidikan di

bawah SMA bagi 71,4% pengelola RMT kelas C. Hal ini sesuai dengan pendapat

Schramm (1973) bahwa perilaku pencarian informasi berhubungan dengan tingkat

pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung mencari isi

informasi melalui media cetak.

Pengelola RMT kelas C yang mulai mencari informasi melalui dengan

memanfaatkan teman bisnis, media massa elektronik, dan beberapa sumber

bacaan koran, majalah ataupun buku sebagai sumber informasi bagi kelangsungan

usahanya sebanyak 20,6 %. Sebagian kecil pengelola RMT kelas C (6,3%)

mencoba memperluas wawasan mendapatkan informasi bisnis dengan mengikuti

Page 82: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

67

suatu pertemuan kelompok sejenis, juga memperoleh kesempatan mengikuti

kegiatan seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh instansi terkait.

Strategi peningkatan intensitas komunikasi antar pengelola dan pengusaha

RMT dapat dilakukan melalui wadah organisasi kelompok usaha sejenis. Melalui

wadah tersebut diupayakan adanya kegiatan berbagi pengalaman dengan para

pengusaha yang lebih dahulu sukses.

Keanggotaan Kelompok

Keterlibatan pengelola RMT kelas C dalam organisasi kelompok pengelola

dan pengusaha rumah makan masih rendah, hanya 17,5 % pengelola rumah makan

kelas C di Jakarta Timur yang terdaftar sebagai anggota kelompok. Diperoleh data

terdapat seorang sebagai ketua kelompok, dan seorang lainnya sebagai pengurus

bendahara di kelompok yang berbeda. Kelompok yang konsisten mengadakan

pertemuan yaitu kelompok pengusaha RM Padang, dan RM Lapo (Medan).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok adalah selain untuk meningkatkan

kekerabatan melalui arisan, berbagi pengalaman dan informasi seputar bisnis

rumah makan, mengatasi masalah dalam hal kesulitan memperoleh bahan baku,

hingga berdiskusi membahas mengenai kesepakatan harga jual produk. Mereka

sepakat meskipun tidak ada persaingan harga, pelanggan loyal jika puas terhadap

pelayanan yang diterima.

Hasil wawancara terhadap pengelola RMT kelas C yang tidak terlibat

keanggotan kelompok (76,2%) menyampaikan beberapa alasan dan penyebab,

antara lain: (1) menganggap tidak perlu menjadi anggota kelompok karena

mengurangi waktu/kesempatan untuk berusaha yang berdampak pada penurunan

omzet, (2) sulit untuk memberikan kepercayaan kepada bawahan untuk mengolah

hidangan sesuai standar, (3) pengelola masih harus terlibat langsung dalam

pemberian pelayanan bagi pelanggannya. Sebagian lagi pengelola RMT kelas C

(6,3%) belum terlibat dalam kelompok karena belum ada waktu luang dan belum

ada informasi tentang keberadaan kelompok.

Perlu ada pembinaan, kegiatan pendampingan dan penyuluhan dalam

rangka memberi kesadaran kepada pengelola rumah makan kelas C tentang

manfaat pembentukan dan keterlibatannya dalam kelompok terhadap

kelangsungan bisnisnya. Melalui keanggotaan dalam kelompok, pengelola rumah

Page 83: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

68

makan mengalami proses komunikasi dan proses pendidikan. Keterlibatan dalam

kelompok berpengaruh pada perilakunya, misalkan mengikuti jejak atas

kesuksesan anggota kelompok, untuk menyusun strategi sesuai kondisi yang ada

di tempat usahanya.

Kemampuan Mengendalikan Resiko

Lebih dari sebagian pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur memiliki

tingkat kemampuan ambil resiko sedang (63,5%). Data survei dan wawancara

mendalam menggambarkan bahwa: (1) resiko produksi, harga, pelayanan, dan

promosi masih mampu dikendalikan pengelola RMT kelas C, (2) hambatan lain

berupa sepi pengunjung, kesulitan bahan baku, kenaikan harga BBM,

ketenagakerjaan, keamanan, pungutan liar, dan pengamen juga masih dapat diatasi

dengan baik, (3) adanya keterlibatan keluarga dan karyawan dalam membantu

menghadapi resiko dan mengatasi hambatan yang ada, (4) pengelola RMT kelas C

memiliki semangat untuk mengembangkan usaha dengan memperluas usaha di

tempat lain.

Sebanyak 17,5% pengelola RMT kelas C yang rendah dalam kemampuan

ambil resiko, cenderung pasrah saja tanpa berusaha mencari jalan keluar ketika

menghadapi kesulitan memperoleh bahan baku. Untuk mengatasi kenaikan harga

BBM, mereka mengurangi porsi atau pengurangan bahan. Cenderung mengambil

langkah mem-PHK untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan dan merekrut

karyawan baru sebagai penggantinya. Mereka juga lebih memilih berdiskusi

dengan keluarga untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapinya.

Berbeda dengan 19% pengelola RMT kelas C lainnya yang memiliki

kategori lebih berani mengambil resiko. Untuk mengatasi masalah kesulitan bahan

baku, hal yang dilakukan yaitu mencari pemasok atau pasar lain dalam upaya

mempertahankan kekhas-an menu yang dijual. Upaya antisipasi kenaikan harga

BBM (minyak tanah) mereka berusaha untuk mencari alternatif mengganti bahan

bakar gas, dan lebih memilih menaikan harga jual dalam upaya menjaga kualitas

produknya. Sedangkan dalam upaya mempertahankan loyalitas karyawan, mereka

memberikan pelatihan dan peduli pada kesejahteraannya. Dalam hal

pengembangan usaha, mereka lebih memilih melakukan diversifikasi usaha dan

Page 84: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

69

pembukaan cabang di tempat lain. Merekapun melibatkan kelompok dan sumber

informasi lain dalam rangka mencari solusi atas masalah yang mereka hadapi.

Hasil data menunjukkan bahwa pengelola rumah makan kelas C di Jakarta

Timur yang memiliki kemampuan mengambil resiko terdapat 82,5%.

Kemampuan mengambil resiko merupakan bagian dari jiwa kewirausahaan, yaitu

kemampuan dalam membaca peluang, berinovasi, mengelola, dan menjual

(Hendro, 2006).

Keterampilan Teknis

Pengelola usaha, baik itu usaha RMT maupun bentuk usaha lainnya,

membutuhkan keterampilan bersifat teknis (Technical Skills). Keterampilan

teknis adalah kemampuan untuk menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-

teknik dari suatu bidang tertentu (Katz, 1974). Keterampilan teknis diperlukan

dalam pelaksanaan fungsi pengawasan.

Penelitian ini berusaha mencari informasi tentang tingkat kemampuan dan

keterampilan teknis yang dimiliki pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur,

terutama dalam pengelolaan produk, harga, pelayanan, promosi, hal-hal yang

terkait dengan pengelolaan karyawan sejak rekrutmen hingga evaluasi kinerja, dan

evaluasi kepuasan pelanggan. Hasil yang diperoleh yaitu 12,7% berada pada

tingkat rendah, 57,1% tingkat sedang, dan selebihnya 30,2% tingkat tinggi.

Hasil tersebut menggambarkan bahwa pengelola RMT kelas C di Jakarta

Timur sebanyak 87,3% telah memiliki kemampuan dan keterampilan teknis dalam

pengelolaan aset karyawan dan pelanggan. Kemampuan dalam mempertahankan

kualitas produk, penyesuaian harga dengan keadaan pasar, memberikan pelayanan

sesuai kebutuhan tamu, dan berpromosi untuk merebut hati pelanggan. Meski

tenaga kerja umumnya berasal dari teman atau keluarga dengan kemampuan

terbatas, pengelola dengan keterampilan teknisnya telah memberikan pelatihan

sesuai kebutuhan operasional. Pengelola RMT kelas C juga peduli terhadap

kepuasan pelanggan, secara rutin memperoleh umpan balik tentang kualitas dari

pelanggan dengan cara bertanya langsung.

Pengelola RMT kelas C Jakarta Timur yang merespon alasan pentingnya

keterampilan di bidang produksi untuk menghasilkan produk berkualitas yaitu

35%, respon tentang keterampilan mengelola harga 20%, respon tentang

Page 85: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

70

keterampilan mengelola pelayanan 12%, dan respon tentang perlunya

keterampilan promosi 18%. Data ini membuktikan bahwa fokus memberikan

pelayanan terbaik untuk kepuasan pelanggan masih sangat rendah. Hasil

penelitian ini menjawab tentang ciri pengelolaan pebisnis tradisional cenderung

berorientasi pada penjualan, fokus pada nilai produk, kontak pelanggan tidak

berkesinambungan, dan komitmen pada mutu hanya bagi staf produksi (Kotler,

2002), dan pebisnis modern sudah pada taraf mempesonakan pelanggan, orientasi

laba, pelanggan dan stakeholder (sosial), dan fokus pada kepentingan pelanggan

(Nickel, 2005).

Ciri Lingkungan Usaha RMT kelas C di Jakarta Timur

Ciri lingkungan usaha RMT kelas C Jakarta Timur yang diamati dalam

penelitian ini adalah: (1) kebijakan Pemda, (2) skala usaha, (3) modal keuangan,

(4) modal tenaga kerja, (5) sarana usaha, (6) prasarana usaha, (7) lokasi usaha, dan

(8) kompetitor. Deskripsi selengkapnya disajikan pada Tabel 4.

Kebijakan Pemda

Pendapat pengelola RMT kelas C tentang kebijakan Pemerintah Daerah

terkait dengan keberlangsungan usaha rumah makan menunjukkan tingkat

kepuasan sangat tinggi sebanyak 22,2%, tingkat kepuasan sedang 55,6%, dan

selebihnya 22,2% merasa tidak puas. Dari data yang diperoleh dapat dijelaskan

bahwa tingkat kepuasan pengelola RMT kelas C pada umumnya cukup puas atas

kebijakan Pemerintah Daerah setempat tentang pelayanan administrasi perijinan,

pungutan pajak dan retribusi. Begitupula dalam hal kegiatan pengawasan,

pembinaan daya saing, pembinaan kualitas produk, dan pembinaan kualitas

pelayanan.

Berdasarkan informasi hasil survei, pemerintah daerah kota Jakarta Timur

beserta jajarannya di tingkat kecamatan dan kelurahan telah cukup berperan dalam

tatalaksana administrasi sesuai UU Nomor 32 Tahun 2004 dan PP Nomor 25

Tahun 2000. Demikian halnya dengan kegiatan pengawasan dan pembinaan di

bidang pariwisata sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2004,

khususnya Pasal 35 tentang kewajiban dan larangan; Pasal 41 tentang pembinaan

Page 86: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

71

terhadap penyelenggaraan kepariwisataan; dan Pasal 42 Dinas Pariwisata

melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kepariwisataan.

Tabel 4. Deskripsi Ciri Lingkungan Usaha RM Kelas C Jakarta Timur

Keterangan: n = 63

No Ciri Lingkungan Usaha (X2)

Rataan/ Median Kisaran Kategori Persentase

(%)

1 Kebijakan Pemda (skor) 18 7 – 28

Kurang mendukung (7-13) Cukup mendukung (14-21) Sangat mendukung (22-28)

22,2 55,6 22,2

2

Skala usaha a. Luas usaha (m²) 116 50 – 600

Sempit (50-233) Sedang (>233-416) Luas (>416-600)

93,7 3,2 3,2

b. Kapasitas (kursi) 35 10 – 100 Sedikit (10-40) Sedang (>40-70) Banyak (>70-100)

65,1 22,2 12,7

c. Jumlah tenaga kerja (orang) 7 2 – 25

Sedikit (2-9) Sedang (10-17) Banyak (18-25)

82,5 12,7 4,8

d. Jumlah pengun- jung perhari (orang)

102 50 – 300 Sedikit (50-133) Sedang (134-216) Banyak (217-300)

79,4 11,1 9,5

e. Omzet perhari (ribu rupiah) 1780 150-6500

Rendah (<2267rb) Sedang(2267-4383) Tinggi (>4383)

34,9 9,5 4,8

3 Sumber modal keuangan (skor) 6 3 – 7

Rendah akses sumber luar (3-4) Cukup akses sumber luar (5) Tinggi akses sumber luar (6-7)

7,9

23,8

68,3

4 Modal tenaga kerja (skor) 32 16 – 43

Rendah (16-24) Sedang (25-34) Tinggi (35-43)

12,7 42,9 44,4

5 Sarana usaha (skor) 47 30 – 63

Rendah (30-40) Sedang (41-52) Tinggi (53-63)

11,1 71,4 17,5

6 Prasarana usaha (skor) 26 17 – 40

Rendah (17-24) Sedang (25-32) Tinggi (33-40)

34,9 52,4 12,7

7 Lokasi usaha (skor) 17 12 – 23

Rendah (12-15) Sedang (16-19) Tinggi (20-23)

28,6 61,9 9,5

8 Kompetitor (skor) 11 4 – 17

Rendah (4-8) Sedang (9-12) Tinggi (13-17)

25,4 36,5 38,1

Page 87: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

72

Perlu diupayakan agar kebijakan pemerintah terkait mampu mendukung dan

memenuhi kebutuhan para pengelola untuk meningkatkan kemampuan berusaha.

Kebijakan yang perlu di pertahankan seperti penyuluhan di bidang kesehatan dan

pariwisata, sedangkan yang perlu diupayakan yaitu peningkatan kemampuan

manajemen, kemampuan berwirausaha, dan peningkatan kualitas tenaga kerja

sehingga mampu meningkatkan kualitas sarana dan prasarana usaha, serta lokasi

usaha dengan demikian akan tercipta persaingan sehat antara industri usaha.

Skala Usaha

Data skala usaha rumah makan kelas C di Jakarta Timur hasil penelitian

menunjukkan yaitu:

1) Luas rumah makan 93,7% rendah yaitu antara 50 hingga 233 meter persegi,

dengan rataan sebesar 116 m². SK Menparpostel No. KM.37/PW.304/MPPT-

86, mencantumkan salah satu persyaratan yaitu tentang luas rumah makan

dihitung berdasarkan kapasitas tempat duduk, dengan perbandingan yaitu

1,5m²/tempat duduk. Maka rumah makan dengan luas rumah makan 50 meter

persegi secara standar hanya bisa menampung antara 30 hingga 33 tempat

duduk.

2) Rumah makan kelas C di Jakarta Timur sebanyak 65,1% adalah sedikit (antara

10 hingga 40) dengan rataan 35 tempat duduk. Kapasitas tempat duduk rataan

35, jika memperhatikan persyaratan SK Menparpostel tersebut, harus memiliki

luas 52,5 m². Jadi luas rumah makan minimal sudah sebanding dengan rataan,

hal ini sesuai dengan persyaratan.

3) Jumlah karyawan (tenaga kerja) yang dipekerjakan oleh sebagian besar

(82,5%) rumah makan kelas C di Jakarta Timur yaitu berkisar antara 2-9 orang

karyawan, dengan rataan 7 orang tenaga kerja. Jika dibandingkan dengan

rataan kapasitas tempat duduk 35 orang, maka setiap seorang tenaga kerja

menangani rata-rata 5 orang. Untuk jenis rumah makan kelas hal ini masih

dalam batas kewajaran, yaitu semestinya setiap tamu memperoleh pelayanan

sesuai dengan harapan.

4) Rumah makan kelas C di Jakarta Timur memiliki jumlah pengunjung harian

terendah (79,4%) yaitu berkisar antara 50 hingga 133 orang pengunjung,

dengan rataan 102 orang pengunjung.

Page 88: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

73

5) Informasi yang diperoleh dari sebagian (49,2%) rumah makan kelas C di

Jakarta Timur yaitu jumlah pendapatan (omzet) terendah (34,9%) mampu

mencapai Rp. 2.267.000,- (dua juta dua ratus enam puluh tujuh ribu rupiah)

per-hari, dengan rataan Rp. 1.780.000,- (satu juta tujuh ratus delapan puluh

ribu rupiah) per-hari. Dihubungkan dengan rataan 102 orang pengunjung, maka

setiap tamu membelanjakan uangnya rata-rata Rp. 17.450,- (tujuh belas ribu

empat ratus lima puluh rupiah) di rumah makan kelas C Jakarta Timur tersebut.

Jika dihitung pendapatan dalam setahun (365 hari) hasil penjualan yang

mampu dicapai rumah makan kelas C Jakarta Timur dengan rataan Rp.

1.780.000,- (satu juta tujuh ratus delapan puluh ribu rupiah) per-hari, omzet

setahun total yaitu berkisar Rp. 649.700.000,- (enam ratus empat puluh

sembilan juta tujuh ratus ribu rupiah) per-tahun.

Data hasil penelitian tentang skala usaha dapat membuktikan hal yang

tercantum dalam pengertian usaha kecil tercantum pada UU No. 9 Tahun 1995,

yang menyebutkan bahwa usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih

paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)

dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-. Sedangkan

total penghasilan rumah makan kelas C Jakarta Timur masih jauh lebih rendah

Rp. 350.000.000,-

Modal Keuangan

Tanggapan pengelola RMT kelas C tentang besaran modal keuangan dan

kemudahan dalam memperoleh modal keuangan antara tingkat sedang (23,8%)

dan tinggi (68,3%) yaitu 92,1%. Rendahnya modal keuangan dan kesulitan

memperoleh modal keuangan hanya dialami oleh sedikit pengelola RMT kelas C

yaitu 7,9%.

Fenomena yang muncul bahwa seluruh (100%) pengelola RMT kelas C

mengandalkan modal sendiri (berasal dari warisan keluarga), sebanyak 25% yang

mencari bantuan modal dari bank pemerintah, 18% dari bank swasta, 15% dari

lembaga koperasi, 15% dari pegadaian, dan 11,7% masih memanfaatkan dana

pinjaman dari rentenir.

Ketersedian modal dan asal modal yang telah diuraikan di atas sekaligus

membuktikan bahwa rumah makan kelas C sebagai usaha kecil menengah (UKM)

Page 89: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

74

dengan administrasi perusahaan yang pada umumnya masih bersifat sederhana,

kurang teratur, belum berbentuk badan hukum tidak mampu menyediakan

jaminan (coliateral) guna mendapatkan kredit dari dunia perbankan

(Depnakertrans). Hal ini menjadi penyebab investasi modal terbatas (Fuad, 2000),

dan pembiayaan hanya mampu disediakan oleh seorang atau sekelompok kecil

(Puspopranoto, 2006).

Modal Tenaga Kerja

Hasil penelitian mengungkap bahwa kualitas tenaga kerja berdasarkan asal

tenaga kerja, latar belakang pendidikan, status karyawan, dan kualitas materi

pelatihan yang dimiliki. Kondisi tenaga kerja RMT Kelas C Jakarta Timur yang

berhasil dikumpulkan yaitu tenaga kerja kualitas rendah 12,7%, kualitas sedang

42,9%, dan kualitas tinggi 44,4%.

Hal ini membuktikan kenyataan meski karakteristik usaha kecil cenderung

menggunakan pekerja yang masih ada hubungan kekeluargaan dengan pengusaha

namun kualitasnya masih dapat dipertanggungjawabkan yaitu rata-rata

menggunakan karyawan berlatarbelakang antara lulusan SMP dan SMU. Hal ini

disesuaikan dengan kemampuan perusahaan dalam memberi upah bagi

karyawannya.

Dalam upaya meningkatkan kualitas tenaga kerja, sebanyak 60% dari

pengelola RMT kelas C memberikan pelatihan pada saat pertama kali karyawan

bekerja. Bentuk materi pelatihan yang diberikan pada umumnya yaitu mengenai

cara produksi, cara pelayanan, kecepatan pelayanan, cara komunikasi,

keramahtamahan pelayanan, mengenai keutamaan keamanan, kebersihan, dan

kesehatan dalam pelaksanaan kerja. Materi tersebut direspon sebagai modal

utama bagi tenaga kerja dan merupakan faktor penting dalam melaksanakan

kegiatan usaha rumah makan.

Sarana Usaha

Penelitian ini mengukur obyek sarana usaha RMT Kelas C di Jakarta Timur

dari sisi kuantitas dan kualitas peralatan makan-minum, meja makan dan

asesorisnya, seragam karyawan, dan peralatan memasak sebagai penunjang bisnis

rumah makan. Juga tentang ketersediaan tempat penyimpanan kering dan basah,

Page 90: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

75

termasuk kualitas kebersihan area kerja di dapur dan restoran, serta ada tidaknya

kegiatan inventarisasi terhadap sarana usaha tersedia.

Hasil penelitian tentang kuantitas dan kualitas sarana usaha yaitu 11,1% dari

RMT Kelas C berada pada tingkat kondisi yang rendah, 71,4% diantaranya pada

tingkat sedang, dan sisanya 17,5% tingkat tinggi. Dapat dideskripsikan bahwa

sebagian besar RMT kelas C di Jakarta Timur memiliki peralatan makan-minum

dengan kondisi layak pakai dan jumlahnya mencukupi, sesuai dengan standar

kebutuhan operasional sehari-hari usaha mereka. Begitupun dengan kualitas

kebersihan peralatan memasak dan area dapur sudah sesuai standar di kelasnya.

Kegiatan inventarisasi peralatan, bagi 60% RMT kelas di Jakarta Timur,

belum dilakukan secara rutin. Kegiatan ini hanya dilakukan jika diperlukan saja,

misalkan usaha mereka terganggu karena kurangnya peralatan. Seandainya

inventarisasi peralatan dilakukan secara rutin, kekurangan alat dapat segera

diantisipasi jika perlu diperbaiki atau membeli baru. Proses inventarisasi jika

dilakukan secara rutin harian, terutama peralatan makan-minum, juga mengurangi

terjadinya keluhan pelanggan mengenai kondisi dan kelayakannya.

Prasarana Usaha

Penilaian terhadap kondisi prasarana usaha RMT Kelas C di Jakarta Timur

meliputi kelayakan instalasi listrik, gas, air bersih, tempat penampungan sampah,

saluran limbah, pemadam kebakaran, area parkir, toilet umum dan tempat ibadah

solat. Hasil penelitian menunjukkan dari 63 rumah makan kelas C sebanyak

34,9% tingkat kelayakannya rendah, 52,4% tingkat sedang, dan hanya 12,7% yang

memiliki tingkat kelayakan tinggi.

Berdasarkan pengamatan juga diperoleh kenyataan bahwa 68% tidak

menyediakan fasilitas ibadah sholat. Hal ini menyulitkan karyawan dan dapat

mengganggu kegiatan operasional karena karyawan perlu mencari tempat ibadah

di musholla terdekat. Sedangkan bagi pelanggan yang ingin menikmati makanan

di tempat juga tidak memperoleh fasilitas kemudahan tersebut.

Kenyataan lain sebanyak 10% dari rumah makan tidak memiliki fasilitas

toilet umum, dan 22,2% memiliki fasilitas toilet yang kurang layak dari segi

fasilitas kelengkapan maupun kebersihannya. Sebanyak 9,52% rumah makan

tidak memiliki fasilitas parkir kendaraan, hal ini mengganggu lalu-lintas

Page 91: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

76

disekitarnya, dan berakibat kemacetan jika rumah-makan dalam keadaan ramai.

Hal yang paling berisiko yaitu sebanyak 46% dari 63 rumah makan tidak memiliki

fasilitas pemadam kebakaran. Atas kenyataan-kenyataan tersebut perlu menjadi

perhatian bagi pemerintah setempat untuk merumuskan persyaratan pokok yang

perlu dilengkapi oleh para pengelola rumah makan.

Lokasi Usaha

Hasil observasi tentang lokasi RMT kelas C di Jakarta Timur terdapat dua

hal yang perlu menjadi pertimbangan yaitu lokasi rumah makan cukup strategis

dan situasi lingkungan sekitarnya. Kedua hal tersebut besar pengaruhnya terhadap

tingkat kunjungan, kelompok tamu yang datang, dan jenis tamu yang datang

apakah pengunjung tetap atau tidak tetap. Menurut lokasi usaha, RMT kelas C di

Jakarta Timur terdiri dari 28,6% memiliki tingkatan rendah, 61,9% tingkat

sedang, dan lainnya 9,5% tingkat tinggi. Tingkatan rendah artinya lokasi kurang

strategis dan lingkungan kurang mendukung, kebalikannya tingkatan tinggi berarti

lokasi usaha sangat strategis dengan situasi lingkungan terbaiknya.

Hasil tersebut di atas menggambarkan bahwa sebagian besar RMT Kelas C

menurut pengelolanya memiliki lokasi yang cukup strategis, namun lingkungan

kurang ideal baik dari sisi kebersihan maupun keamanannya. Telah dikemukakan

sebelumnya tentang peta lokasi, pada umumnya RMT Kelas C di Jakarta Timur

berada di sekitar terminal bis, pasar tradisional, daerah wisata belanja dan setasiun

kereta. Maka lingkungan yang terbentuk sangat tergantung pada kondisi terminal

bis dan pasar, yang pada umumnya untuk wilayah Jakarta Timur kurang tertata

secara apik. Hal ini juga berpengaruh pada kelompok tamu/pengunjung yang

datang ke rumah makan tersebut, yaitu masyarakat umum dan bukan pelanggan

tetap.

Kompetitor

Konsep pemasaran menyatakan bahwa agar berhasil sebuah perusahaan

harus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumennya lebih baik daripada

para pesaingnya. Tidak ada strategi bersaing yang cocok (pas) bagi semua

perusahaan, karena masing-masing perusahaan perlu mempertimbangkan ukuran

dan posisi di dalam industrinya dalam hubungannya dengan pesaing (Kotler,

Page 92: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

77

2002). Maka penelitian ini ingin mengetahui tingkat persaingan usaha RMT Kelas

C di Jakarta Timur dengan rumah makan sekelas lainnya.

Tingkat persaingan pada umumnya dianggap rendah oleh 25,4% RMT Kelas

C di Jakarta Timur, 36,5% menganggap tingkat persaingan cukup ketat,

sedangkan 38,1% RMT lainnya menganggap tingkat persaingan sangat ketat. Data

ini menggambarkan bahwa pada umumnya tingkat persaingan RMT Kelas C di

Jakarta Timur tidak begitu ketat, baik dari bentuk persaingan produk, harga,

pelayanan, maupun promosi. Mengacu pada teori sebelumnya hal ini

mempengaruhi kemampuan dan semangat berusaha bagi pengelola untuk lebih

unggul dari yang lainnya. Para pengelola RMT Kelas C hanya beranggapan

persaingan hanya untuk wilayah sempit di sekitar wilayah usahanya, belum

memperhitungkan RMT yang berdiri di kecamatan atau wilayah kota lainnya.

Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

oleh Pengelola RMT kelas C Penelitian tentang tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola

RMT Kelas C meliputi tujuh hal yaitu tingkat kesadaran, tingkat minat, tingkat

penilaian, tingkat mencoba, tingkat penerapan, tingkat konfirmasi, dan tingkat

penolakan. Berdasarkan hasil survei menunjukkan tingkat adopsi pengelola RMT

kelas C pada posisi sedang, karena rataan 1,70 berada di antara skor 1,67 dengan

2,33 (lihat data Tabel 5).

Tabel 5. Skor Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur

No Tingkat Adopsi Skor 1 Kesadaran 1,40 2 Minat 1,68 3 Penilaian 1,52 4 Mencoba 2,30 5 Penerapan 1,78 6 Konfirmasi 1,70 7 Penolakan 1,51

Rataan 1,70 Keterangan: n = 63, skor 1,00 – 1,66 = rendah 1,67 – 2,33 = sedang 2,34 – 3,00 = tinggi

Page 93: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

78

Tingkat kesadaran pengelola RMT Kelas C di Jakarta Timur yang diamati

meliputi pengenalan program pemerintah di bidang pariwisata, tujuan program

sapta pesona, dan kesadaran tentang kisaran tahun pertamakali diperkenalkannya

program Sapta Pesona. Tingkat kesadaran rendah dengan skor 1,40, hal ini

diperkuat dengan hasil analisis terhadap jawaban pengelola RMT kelas C atas

kuesioner yang disebarkan, yaitu 54% tidak mengenal program pemerintah di

bidang pariwisata, 49% tidak tahu program Sapta Pesona beserta tujuannya, dan

52% tidak tahu kapan program Sapta Pesona mulai diluncurkan.

Tingkat minat pada program Sapta Pesona hanya diperoleh dari pengelola

RMT kelas C 34 orang (54%) yang memberi tanggapan atas pertanyaan-

pertanyaan yang diajukan pada kuesioner. Dari sejumlah 34 orang pengelola RMT

kelas C tersebut, sebanyak 53% memperoleh informasi program Sapta Pesona

melalui media massa dan media elektronik, 32% memperoleh informasi dari para

penyuluh pariwisata, serta hanya 15% yang berusaha mencari informasi melalui

kegiatan seminar dan pertemanan bisnis. Data ini memberikan bukti bahwa

peranan penyuluh pariwisata dalam sosialisasi program pemerintah di bidang

pariwisatam khususnya Sapta Pesona, masih terlalu rendah. Perlu dicari upaya

menguatkan minat para pengelola untuk lebih memahami suatu program, sehingga

mampu menerapkan dan memanfaatkan program tersebut pada kegiatan bisnisnya.

Tingkat penilaian pengelola RMT kelas C terhadap manfaat program Sapta

Pesona terkait dengan keberlangsungan usaha rumah makan juga rendah yaitu

memiliki skor 1,52 yang berada diantara skor 1 dan 1,66. Kesan terhadap

penyuluh sebanyak 67% tidak mengenal dan bahkan tidak tahu jika ada penyuluh

di bidang pariwisata, 10% di antara pengelola RMT kelas C yang mengenali

penyuluh mengatakan kurang menarik dalam hal penyampaian informasi, dan

23% lainnya mengatakan cukup menarik. Hal tersebut dikarenakan selama ini

peran penyuluh hanya melakukan sosialisai peraturan pemerintah kepada beberap

pengelola RMT kelas C (kurang menyeluruh). Materi penyuluhan belum terkait

dengan kegiatan dalam memajukan usaha mereka. Sedangkan berdasarkan

penilaian isi program 21% pengelola RMT kelas C mengaku tidak paham, dan

52% mengatakan sulit untuk dapat memahami isi program Sapta Pesona.

Pengelola RMT, tanpa mengetahui isi program Sapta Pesona, sebenarnya telah

Page 94: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

79

menerapkan sebagian butir seperti keamanan, ketertiban, kebersihan, kesejukkan,

keindahan, keramahtamahan, dan kenangan. Beberapa diantara mereka

menganggap sebagai tuntuan dan kebutuhan dasar bagi tamunya, maka mereka

menjadikan habitual dalam kegiatan pelanyanan oleh karyawannya. Kenyataan

tersebut merupakan pekerjaan rumah bagi para penyuluh pariwisata untuk lebih

intensif dalam menjalankan fungsinya.

Pada tahap mencoba, setelah diberikan informasi dan pemahaman oleh

peneliti, keinginan pengelola RMT kelas C untuk menerapkan butir-butir Sapta

Pesona dalam kegiatan usaha mereka cukup tinggi dengan skor 2,30 yang berada

diantara interval 1,67 dan 2,33. Umumnya pengelola RMT kelas C sulit untuk

menerapkan butir keamanan dan ketertiban. Hal ini sesuai dengan kenyataan

bahwa usaha mereka yang berlokasi di pusat keramaian seperti daerah wisata

belanja, lingkungan pasar, terminal, dan setasiun.

Kemampuan pengelola RMT kelas C pada tahap penerapan butir-butir

program Sapta Pesona cukup tinggi skornya 1,78. Tingkat intensitas untuk

menerapkan dalam enam unsur pertama program Sapta Pesona (keamanan,

ketertiban, kebersihan, kesejukan, keindahan, dan keramahtamahan) pada bentuk

aksi pengelola RMT kelas C pada kegiatan sehari-hari bisnisnya yaitu cukup

sering. Namun untuk unsur kenangan tidak sering dilakukan, baru pada tahap

kemampuan menyajikan hidangan ciri khas lokal, sedangkan untuk cinderamata

yang unik khas lokal belum terpikirkan.

Kemampuan pengelola RMT kelas C untuk mengkonfirmasikan cukup

tinggi (skor 1,70) atas keputusan mencoba menerapkan butir dan unsur yang ada

dalam program Sapta Pesona. Berdasarkan rekaman informasi bahwa penerapan

Sapta Pesona berpengaruh terhadap kepuasan pengunjung, jumlah pendapatan,

citra perusahaan, kepuasan karyawan, dan produktifitas kerja karyawan. Skor

meningkat jika pengelola memiliki tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku yang

tinggi sebagai dampak pemahamannya pada program Sapta Pesona.

Tingkat penolakan pengelola RMT kelas C terhadap program Sapta Pesona

sebagai suatu inovasi dalam kegiatan bisnisnya rendah dengan skor 1,51 berada di

antara 1 dan 1,66. Penolakan pada umumnya karena ketidaktahuan dan

Page 95: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

80

ketidakpahaman mereka tentang unsur-unsur yang ada dalam program Sapta

Pesona.

Tabel 6. Persepsi Pengelola RMT kelas C terhadap Program Sapta Pesona

Hasil analisis persepsi program Sapta Pesona pada Tabel 6 menunjukkan

bahwa masih ada keraguan pengelola RMT kelas C untuk memutuskan

mengadopsi dan menerapkan butir-butir Sapta pesona pada kegiatan usahanya.

Keraguan tentang program Sapta Pesona akan mampu mewujudkan keamanan,

kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, dan kenangan. Bahkan

terdapat tidak setuju jika menerapkan program Sapta Pesona akan mampu

mewujudkan ketertiban.

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

45,0%

50,0%

InnovatorEarly Adopter

EarlyMajority

LateMajority Laggard

9,5%

42,9%

36,5%

6,3% 4,8%

Gambar 5. Persentase Kategori Adopter

Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur mengadopsi program Sapta Pesona

dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Menurut ciri-cirinya, yang disarikan dari

Wiriaatmadja (1978), Mardikanto (1982), dan Rogers (1983), pengelola RMT

kelas C di Jakarta Timur dapat dikelompokkan dalam 5 (lima) kategori adopter

Persepsi Sapta Pesona Aman Tertib Bersih Sejuk Indah Ramah Kenangan

Tidak Setuju

22 (34,9%)

32 (50,8%)

18 (28,6%)

20 (31,7%)

23 (36,5%)

13 (20,6%)

8 (12,7%)

Ragu 27 (42,9%)

17 (27,0%)

30 (47,6%)

32 (50,8%)

31 (49,2%)

38 (60,3%)

48 (76,2%)

Setuju 14 (22,2%)

14 (22,2%)

15 (23,8%)

11 (17,5%)

9 (14,3%)

12 (19,0%)

7 (11,1%)

Total 63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

Page 96: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

81

(gambar 5) terdiri dari: (1) 9,5% sebagai innovator (inovator); (2) 42,9% early

adopter (pelopor); (3) 36,5% early majority (pengikut dini); (4) 6,3% late majority

(pengikut akhir); dan (5) 4,8% laggard (kelompok lamban).

Hubungan Ciri Pribadi dan Ciri Lingkungan Usaha dengan

Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

Pada bagian ini disajikan hasil penelitian berisi uraian sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan tentang:

(1) hubungan antara ciri pribadi pengelola rumah makan tradisional kelas C di

Jakarta Timur dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona; dan

(2) hubungan antara ciri lingkungan usaha rumah makan tradisional kelas C di

Jakarta Timur dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona.

Hubungan Antara Ciri Pribadi dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

Hasil analisis dari uji statistik non-parametrik Rank Spearman (rs) disajikan

pada Tabel 7. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada keeratan hubungan

antara ciri pribadi dengan tingkat kesadaran, karena peluang kesalahan (galat)

lebih tinggi dari α = 0,01 maupun α = 0,05. Namun terdapat hubungan cukup tipis

yaitu antara tingkat pendidikan dan tingkat kesadaran pengelola RMT kelas C

pada α = 0,10. Hal ini berarti dari 57 pengelola RMT kelas C (90%) terbukti

memiliki kesadaran yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dimiliki,

sebanyak 6 pengelola RMT kelas C (10%) yang tidak memiliki hubungan.

Antara ciri pribadi dengan minat pengelola RMT kelas C pada program

Sapta Pesona tidak memiliki keeratan hubungan. Hasil analisis menunjukkan

bahwa hubungan antara ciri pribadi dengan minat memiliki peluang kesalahan

diatas 50%. Penelitian ini membuktikan bahwa usia, tingkatan pendidikan,

pengalaman yang dimiliki, intensitas komunikasi dan keanggotaan kelompok

tidak mampu mempengaruhi minat pengelola RMT kelas C untuk mengadopsi

program Sapta Pesona. Bahkan kemampuan berwirausaha dan keterampilan teknis

(manajemen) memiliki tingkat kesalahan (galat) di atas 90%, artinya sangat tidak

berhubungan nyata.

Page 97: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

82

Tabel 7. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Pribadi dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

n = 63 pengelola RMT kelas C ; * Berhubungan nyata pada α = 0,05 ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01

Kemampuan menilai dan memahami isi program Sapta Pesona berhubungan

nyata dengan usia pengelola RMT kelas C pada α = 0,01 dan berhubungan sangat

nyata dengan lamanya pengalaman usaha pada α = 0,05. Namun tingkat

pendidikan, intensitas komunikasi, keanggotaan kelompok, kemampuan

berwirausaha dan manajemen tidak mampu mempengaruhi kemampuan menilai

dan memahami isi program Sapta Pesona. Maka penelitian ini mampu

membuktikan bahwa tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT

kelas C dipengaruhi oleh usia dan lamanya pengalaman usaha.

Keinginan mencoba pengelola RMT kelas C, yaitu menerapkan butir-butir

Sapta Pesona pada kegiatan usaha RMT kelas C di Jakarta Timur tidak memiliki

keeratan hubungan dengan ciri pribadi pengelola RMT kelas C. Ketidakeratan

hubungan dibuktikan dengan peluang kesalahan (nilai p) umumnya lebih tinggi

dari α = 0,01 maupun α = 0,05.

Ketidakeratan hubungan juga terjadi antara ciri pribadi dengan tingkat

adopsi pengelola RMT kelas C dalam bentuk aksi penerapan unsur aman, tertib,

bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan. Hasil penelitian membuktikan adanya

arah hubungan negatif (berlawanan). Hubungan negatif nyata pada α = 0,05 antara

intensitas komunikasi dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona. Artinya jika

tingkat intensitas komunikasi pengelola RMT kelas C naik maka keinginan

menerapkan unsur-unsur dalam program Sapta Pesona akan menurun, atau juga

No Kesa-daran Minat Peni-

laian Men-coba

Pene-rapan

Konfir-masi

Peno-lakan

1 Usia -0,030 -0,080 0,312* -0,032 0,025 0,108 -0,032

2 Pendidikan 0,208 0,035 -0,007 0,088 -0,137 -0,147 0,041

3 Pengalaman 0,130 0,072 0,424** 0,142 0,075 0,257* 0,068

4 Intensitas Komunikasi 0,169 -0,046 0,018 -0,099 -0,295* -0,328** -0,125

5 Keanggotaan Kelompok 0,187 0,071 0,071 0,074 -0,133 -0,140 -0,016

6 Kemampuan Resiko -0,018 -0,008 0,025 0,162 0,119 0,106 0,146

7 Keterampilan Teknis 0,053 0,012 0,011 -0,097 0,196 -0,051 -0,025

Page 98: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

83

sebaliknya jika keinginan pengelola RMT kelas C untuk menerapkan unsur-unsur

Sapta Pesona semakin tinggi maka tingkat intensitas komunikasi semakin

menurun.

Tingkat adopsi dalam hal kemampuan mengkonfirmasi, tentang pengaruh

penerapan program Sapta Pesona (terhadap kepuasan pengunjung, tingkat

pendapatan, citra perusahaan, kepuasan dan produktifitas karyawan) berhubungan

nyata dengan pengalaman pengelola RMT kelas C pada α = 0,05. Namun

kemampuan konfirmasi berhubungan negatif (berlawanan) sangat nyata dengan

intensitas komunikasi pada α = 0,01. Tanda negatif menunjukkan arah perubahan

yang berlawanan, yaitu jika tingkat intensitas komunikasi naik maka kemampuan

konfirmasi akan menurun, sebaliknya jika kemampuan konfirmasi semakin tinggi

maka tingkat intensitas komunikasi semakin menurun.

Ciri pribadi tidak memiliki keeratan hubungan nyata dengan tindakan

pengelola RMT kelas C dalam hal menerima maupun menolak keputusan

mengadopsi, karena memiliki peluang kesalahan (galat) di atas 25%. Artinya

bahwa keputusan pengelola RMT kelas C untuk mengadopsi program Sapta

Pesona dan program bidang pariwisata lainnya tidak dipengaruhi oleh faktor ciri

pribadi yang dimiliki pengelola RMT kelas C.

Hubungan Ciri Lingkungan Usaha dengan tingkat

Adopsi Program Sapta Pesona

Hasil analisis uji statistik non-parametrik Rank Spearman (rs) disajikan pada

Tabel 8. Tidak ditemukan keeratan hubungan yang nyata antara ciri lingkungan

usaha dengan tingkat kesadaran pengelola RMT kelas C pada program Sapta

Pesona, baik pada peluang kesalahan (galat) lebih tinggi dari α = 0,01 maupun α =

0,05.

Hubungan antara kebijakan Pemda dan skala usaha terhadap tingkat

kesadaran pengelola RMT kelas C terjadi pada peluang kesalahan 18% dan 12%,

artinya dari 63 RMT kelas C terjadi hubungan pada 52 dan 56 RMT kelas C.

Hubungan cukup tipis antara keberadaan lokasi usaha dan adanya persaingan

usaha (kompetitor) terhadap tingkat kesadaran nyata pada α = 0,10.

Page 99: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

84

Tabel 8. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Lingkungan Usaha dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

n = 63 pengelola RMT kelas C ; * Berhubungan nyata pada α = 0,05 ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01

Besaran modal keuangan sebagai salah satu ciri lingkungan usaha RMT

kelas C di Jakarta Timur berhubungan nyata dengan minat pengelola RMT kelas

C terhadap program Sapta Pesona pada α = 0,10. Artinya dari 63 pengelola RMT

terdapat 6 pengelola yang tidak memiliki minat terhadap program. Ciri lingkungan

usaha lainnya tidak memiliki hubungan dengan minat karena memiliki peluang

kesalahan lebih dari 10%.

Hubungan antara ciri lingkungan usaha pada sub peubah sarana usaha

berhubungan dengan kemampuan penilaian sangat nyata pada α = 0,01, karena

dari setiap 1000 kasus memiliki peluang kesalahan pada 2 pengelola RMT kelas C

dengan koefisien korelasi (Spearman) sebesar 0,378. Jadi dari 63 pengelola RMT

hanya berpeluang kurang dari 1 orang yang tidak memberikan penilaian terhadap

program Sapta Pesona. Sedangkan komponen skala usaha dan modal tenaga kerja

berhubungan dengan kemampuan menilai pada α = 0,10.

Ciri lingkungan usaha pada sub peubah skala usaha dan modal tenaga kerja

berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan keinginan mengadopsi pada taraf

mencoba mengaplikasikan pada kegiatan usaha RMT kelas C di Jakarta Timur.

Sedangkan pada sub peubah prasarana usaha dan persaingan usaha terjadi

hubungan dengan keinginan mencoba pengelola RMT kelas C pada α = 0,10.

Tingkat skala (luas) usaha dan kemampuan memelihara prasarana usaha

berhubungan nyata dengan kemampuan pengelola RMT kelas C menerapkan

No Ciri Lingkungan Usaha

Kesa- Daran Minat Penilai-

An Men- coba

Pene- rapan

Konfir- masi

Peno- lakan

1 Kebijakan Pemda 0,170 0,142 0,085 0,165 0,134 0,273* 0,240 2 Skala Usaha 0,198 0,073 0,209 0,272* 0,270* 0,156 0,102 3 Modal Keuangan 0,034 0,216 0,056 0,160 0,043 0,131 0,008 4 Modal Tenaga 0,175 -0,043 0,221 0,300* 0,080 0,002 -0,015 5 Sarana Usaha 0,158 -0,019 0,378** 0,166 0,325** 0,291* 0,278* 6 Prasarana Usaha 0,168 0,148 -0,007 0,227 0,250* 0,264* 0,293* 7 Lokasi Usaha 0,228 0,034 0,226 0,107 0,070 0,020 -0,043 8 Kompetitor 0,212 -0,074 0,161 0,207 0,094 0,013 0,193

Page 100: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

85

unsur-unsur program Sapta Pesona pada α = 0,05. Hubungan sangat nyata pada α

= 0,01 terjadi antara kualitas (kemampuan merawat) sarana usaha dengan tingkat

adopsi pengelola RMT kelas C dalam bentuk aksi penerapan unsur aman, tertib,

bersih, sejuk, indah, ramah dan kenangan. Semakin baik kualitas sarana usaha

maka semakin baik kemampuan pengelola RMT kelas C dalam menerapkan

program Sapta Pesona, dari setiap 1000 kasus hanya terjadi 9 peluang kesalahan

dengan koefisien korelasi pada angka 0,325.

Kemampuan konfirmasi pengelola RMT kelas C tentang pengaruh

penerapan program Sapta Pesona terhadap kepuasan pengunjung, jumlah

pendapatan (omzet), citra perusahaan, kepuasan karyawan, dan tingkat

produktivitas kerja karyawan berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan kebijakan

Pemda, kondisi sarana usaha, dan prasarana usaha. Jadi pada setiap seratus kasus

hanya terjadi kurang dari 5 peluang kesalahan atau tidak adanya hubungan antara

kebijakan Pemda, kualitas sarana dan prasarana usaha dengan kemampuan

pengelola RMT kelas C dalam konfirmasi program Sapta Pesona.

Kondisi sarana usaha dan prasarana usaha yang dimiliki pengelola RMT

kelas C berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan keputusan untuk menolak

adopsi program Sapta Pesona. Artinya mereka menolak karena baik-tidaknya

kondisi sarana usaha dan prasana usaha yang dimiliki bukan akibat pengaruh dari

mengadopsi program Sapta Pesona. Penolakan mengadopsi program Sapta

Pesona juga berhubungan dengan kebijakan Pemda pada α < 0,10. Mereka

menolak karena penyuluhan Sapta Pesona hanya berkaitan dengan kebijakan

Pemda dan tidak memiliki dampak terhadap kemajuan usaha mereka.

Strategi Percepatan Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur

Berdasarkan bahasan hasil analisis keeratanhubungan antara ciri pribadi

dan ciri lingkungan usaha terhadap tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh

Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur, maka berikut merupakan strategi

percepatan adopsi program Sapta Pesona yaitu:

(1) Program Sapta Pesona harus bersifat inovasi yang tepat guna.

Meskipun telah diperkenalkan sejak 1991 melalui kampanye Sadar Wisata,

kenyataan hasil survei pada penelitian ini menemukan bahwa tingkat

Page 101: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

86

kesadaran pengelola RMT Kelas C di Jakarta Timur masih sangat rendah.

Bahkan masih ada keraguan pengelola RMT kelas C untuk memutuskan

mengadopsi dan menerapkan butir-butir Sapta pesona pada kegiatan

usahanya. Salah satu faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi adalah

sifat dari inovasi itu sendiri. Inovasi yang akan diintroduksi harus mempunyai

banyak kesesuaian (daya adaptif) terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan

budaya dari pengelola RMT. Sapta Pesona sebagai inovasi yang tepat guna

dengan kriteria-kriteria berikut:

(a) Sapta Pesona harus dapat dirasakan sebagai kebutuhan oleh

pengelola RMT kebanyakan.

Jika diharapkan masyarakat (pengelola RMT) akan menerima

(mengadopsi) suatu inovasi, para warga masyarakat harus yakin bahwa

inovasi itu memenuhi suatu kebutuhan yang benar-benar dirasakan

(Bunch, 2001). Sapta Pesona akan menjadi kebutuhan apabila dapat

memecahkan masalah yang sedang dihadapi pelaku usaha bidang

pariwisata, khususnya bagi pengelola RMT. Jika para pengelola RMT

melalui penilaiannya kemudian berminat untuk mencoba menerapkan

butir-butir Sapta Pesona, akan mampu mengatasi masalah misalkan saja

seperti keamanan dan keindahan yang memberikan jaminan kebersihan

lingkungan guna mendukung keamanan pangan dari kontaminasi.

(b) Sapta Pesona harus memberi keuntungan secara konkrit bagi

pengelola RMT.

Faktor tunggal yang paling menentukan dalam menimbulkan semangat

akan suatu program adalah peningkatan pendapatan perorangan yang

dapat dicapai dengan teknologi anjuran program (Bunch, 2001). Secara

lebih tegas Soekartawi (1988) mengatakan bahwa jika memang benar

teknologi baru akan memberikan keuntungan yang relatif lebih besar dari

nilai yang dihasilkan teknologi lama, maka kecepatan adopsi inovasi

akan berjalan lebih cepat. Perlu di berikan kesadaran tentang dampak

positif dari penerapan butir-butir dalam program Sapta Pesona adalah

terpenuhinya kepuasan pelanggan. Konsep berpikir bahwa kepuasan

konsumen akan mendorong meningkatnya profit adalah bahwa konsumen

Page 102: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

87

yang puas akan bersedia membayar lebih untuk “produk” yang diterima

dan lebih bersifat toleran akan kenaikan harga. Konsumen yang puas

akan membeli “produk” lain yang dijual oleh perusahaan, sekaligus

menjadi “pemasar” yang efektif melalui word of mouth yang bernada

positif. Hal ini dapat membantu meningkatkan penjualan dan kredibilitas

Perusahaan. Konsep Sapta Pesona dapat menjadi Attributes related to

purchase (Dutka, 1994) meliputi: courtesy, communication, ease or

convenience acquisition, company reputation, dan company competence.

(c) Sapta Pesona harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada.

Teknologi atau inovasi program Sapta Pesona untuk para pengelola RMT

harus menggunakan sumberdaya yang sudah mereka miliki. Kalau

sumberdaya dari luar mutlak diperlukan, harus dapat dipastikan bahwa

sumberdaya itu murah, dapat diperoleh secara teratur dengan mudah dari

suatu sumber tetap yang dapat diandalkan (Bunch, 2001) dan perlu

dijamin bahwa perusahaan sanggup membiayai. Implementasi dari

program Sapta Pesona sebaiknya masih dapat mengandalkan sumber

daya tersedia tanpa harus melakukan perubahan atau renovasi yang ketat.

Ada baiknya dilakukan secara bertahap dari mulai penerapan rasa aman,

tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah, dan kenangan.

(d) Penerapan Sapta Pesona harus terjangkau oleh kemampuan

finansial perusahaan.

Hasil penelitian Musyafak et al. (2002) menunjukkan bahwa beberapa

kendala adopsi adalah inovasi/teknologi dirasa mahal sehingga tidak

terjangkau oleh kemampuan finansial, dan ketersediaan sarana produksi

tidak terjamin. Kendala adopsi yang datang secara internal dari inovasi

itu sendiri adalah inovasi tersebut dirasakan mahal. Sedangkan kendala

adopsi dari luar inovasi itu sendiri adalah orientasi usaha, pasar, dan

ketersediaan sarana pendukung (saprodi, dll). Sebagus apapun teknologi

kalau tidak terjangkau oleh kemampuan finansial pengguna, maka akan

susah untuk diadopsi. Apalagi kebanyakan RMT kelas C merupakan

usaha kecil dengan modal terbatas. Maka jika implementasi program

Page 103: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

88

Sapta Pesona dirasakan murah akan lebih cepat diadopsi dibanding

inovasi yang mahal.

(e) Sapta Pesona harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba.

Semakin mudah butir-butir Sapta Pesona untuk dapat dipraktekkan, maka

makin cepat pula proses adopsi inovasi yang dilakukan pengelola RMT.

Sapta Pesona yang memiliki kecenderungan rumit dalam penerapan yaitu

butir keamanan, keramahtamahan, dan kenangan. Pada butir keamanan

belum menyentuh kemanan pangan, belum ada standar pelayanan yang

mengandung unsur keramahtamahan dan kenangan. Oleh karena itu,

agar proses adopsi dapat berjalan cepat, maka penyajian inovasi harus

lebih sederhana (Sukartawi,1988). Dengan demikian kompleksitas suatu

inovasi mempunyai pengaruh yang besar terhadap percepatan adopsi

inovasi. Untuk menemukan teknologi dengan kriteria tersebut, dilakukan

dengan mengevaluasi apakah teknologi yang diintroduksikan sederhana

(tidak rumit), jika memang rumit lakukan peragaan, percontohan,

pelatihan secara partisipatif.

(2) Memilih metode penyuluhan Sapta Pesona yang efektif.

Faktor lain yang mempengaruhi percepatan adopsi dan difusi inovasi adalah

tepat tidaknya dalam menggunakan metode penyuluhan. Penggunaan metode

yang efektif akan mempermudah untuk dipahami oleh pengelola RMT.

Dalam penyuluhan selalu ada unsur komunikasi, akan tetapi dalam

komunikasi belum tentu ada unsur penyuluhan. Perbedaan mendasar adalah

adanya unsur pendidikan dalam penyuluhan, sedangkan dalam komunikasi

tidak selalu ada. Dengan demikian dalam penyuluhan perlu adanya materi

yang perlu disiapkan dan penyampaian yang sistematis. Materi penyuluhan

pariwisata biasanya berupa inovasi-inovasi di bidang pariwisata. Agar pesan

inovasi tersebut dapat diterima dan diaplikasikan oleh target sasaran maka

diperlukan metode penyuluhan. Menurut van den Ban dan Hawkins (1996)

dan Adam (1988), terdapat tiga klasifikasi metode penyuluhan yaitu metode

penyuluhan media massa, metode penyuluhan kelompok, dan metode

penyuluhan individu.

Page 104: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

89

(3) Memberdayakan agen penyuluhan pariwisata secara optimal.

Petugas penyuluhan mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap

keberhasilan suatu program. Menurut Mundy (2000), kecepatan adopsi suatu

inovasi tergantung pada beberapa hal, yaitu sifat inovasi, sifat adopter, dan

perilaku pengantar perubahan (peneliti atau penyuluh). Menurut Bunch

(2001), rancangan terbaik di duniapun tidak akan menjadi program yang

berhasil kalau petugasnya tidak berkemampuan dan kemauan untuk

menjadikannya berhasil. Seringkali kompetensi dan motivasi petugas menjadi

faktor pembatas efektifitas suatu program, dan yang paling sering menjadi

masalah adalah kurangnya motivasi. Agen penyuluhan merupakan individu

atau institusi yang mempunyai tugas pokok memberikan pendidikan

nonformal tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pariwisata

dengan maksud agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki

atau meningkatkan kesejahteraan diri dan bila memungkinkan mampu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekelilingnya. Agen penyuluh dapat

berasal dari pengelola RMT, dan penyuluh profesional (penyuluh dinas),

sedangkan peneliti/pengkaji berperan sebagai pendukung. Pemahaman

tentang golongan pengelola RMT adopter sangat diperlukan. Golongan

inovator dan early adopter perlu diidentifikasi untuk dijadikan agen transfer

inovasi ke pengelola RMT lain. Kedua kelompok adopter tersebut akan

sangat membantu proses difusi inovasi dalam sistem sosial masyarakat.

Penyuluh yang baik harus menguasai ilmu dan mempunyai seni. Seni dalam

penyuluhan dapat diartikan sebagai daya kreatifitas dan improvisasi penyuluh

dalam melaksanakan tugasnya, sehingga tercapai perubahan mental, sikap,

dan perilaku Pengelola RMT untuk mengadopsi suatu inovasi yang

diintroduksikan. Pemberdayaan berarti memberi motivasi (Wahyuni, 2000),

dengan demikian memberdayakan petugas penyuluh berarti menumbuhkan

motivasi pada individu petugas penyuluh agar dapat memberikan kinerja yang

terbaik.

Page 105: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Rumah Makan Tradisional Kelas C adalah kelompok rumah makan non-talam

dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 12 orang, dengan kapasitas antara 20

hingga 50 kursi. Ciri usaha RMT kelas C yaitu:

a. Menggunakan sebagian bangunan permanen sebagai tempat usaha, dan

sebagian lagi sebagai rumah tinggal pemilik, terkadang berikut berikut

pekerjanya. Dapur pengolahan berada satu atap dengan area pelayanan.

b. Pemilik merangkap atau berlaku sebagai pengelola (manajer) RMT tersebut

dan memiliki kedekatan hubungan dengan para pekerjanya.

c. Ijin kelayakan operasional diterbitkan oleh kantor suku dinas kesehatan;

melalui proses penilaian kondisi tempat, sarana, dan prasarana dari sisi

kesehatan, kebersihan, dan keamanan produk olahan. Sedangkan ijin usaha

dikeluarkan oleh suku dinas pariwisata, karena tergolong sebagai industri

penunjang pariwisata.

d. RMT kelas C menurut jenis usahanya menjual hidangan (menu) khusus

yang menjadi ciri khas tradisional dari suatu daerah (budaya lokal) tertentu.

Namun di sisi lain cara pelayanan RMT kelas C masih dikelola secara

tradisional (belum moderen); yaitu orientasi pada penjualan, fokus pada

nilai produk, komitmen pada mutu hanya bagi staf produksi, kurang fokus

pada kepentingan pelanggan.

e. Kurangnya pengalaman manajerial, pengalaman berbisnis, dan rendahnya

pengetahuan pengelolaan restoran (ketidakmampuan untuk memelihara

standard operasional) menjadi penyebab rendahnya tingkat penjualan dan

lemahnya daya saing. Kondisi tersebut menyebabkan perbankan dan

pemilik modal tidak tertarik untuk berinvestasi bagi RMT kelas C.

2. Tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola usaha rumah makan

tradisional kelas C di Jakarta Timur termasuk kategori sedang. Pengelola RMT

telah mengadopsi sebagian dari program Sapta Pesona. Menurut tingkat

adopsi, mereka berada pada tingkat menilai dan sedang menuju proses

mencoba, sehingga Program Sapta Pesona belum menjadi komitmen budaya

bagi pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur.

Page 106: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

91

3. Ciri pribadi yang berhubungan positif dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur

adalah usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha. Sedangkan intensitas

komunikasi berhubungan negatif dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona

pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur. Maka ciri

pribadi yang penting diperhatikan untuk meningkatkan kemampuan adopsi

program Sapta Pesona adalah:

a. Untuk mencapai efektifitas yang tinggi maka target penyuluhan sebaiknya

adalah para pengelola RMT kelas C yang berusia kurang dari 50 tahun,

dengan tingkat pendidikan minimal SMA, dan pengalaman usaha dibawah

16 tahun.

b. Intensitas komunikasi penyuluhan dilakukan melalui kegiatan pelatihan

seperti lokakarya (workshop) dengan kasus-kasus nyata kesulitan yang

dihadapi pengelola RMT kelas C dalam menerapkan program Sapta Pesona.

4. Ciri lingkungan usaha yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur

adalah kebijakan Pemda setempat, skala usaha, modal tenaga kerja, sarana

usaha, prasarana usaha, lokasi usaha, dan kompetitor. Hal penting diperhatikan

untuk meningkatkan kemampuan adopsi program Sapta Pesona pengelola

RMT kelas C terkait dengan ciri lingkungan usaha adalah:

a. Kebijakan Pemda setempat selain mengatur perijinan usaha, pungutan

retribusi, dan sosialisasi peraturan untuk kepentingan pemerintah setempat

dan lingkungan masyarakat di sekitarnya, sesuai Perda Propinsi DKI Jakarta

Nomor 10 tahun 2004 tentang Kepariwisataan, Dinas Pariwisata (melalui

Suku Dinas Pariwisata) perlu melakukan pengembangan dan pembinaan

melalui penataran dan penyuluhan tentang:

- peningkatan standar kualitas pelayanan dan peningkatan daya saing

usaha pariwisata,

- upaya pelestarian lingkungan melalui AMDAL,

- sertifikasi profesi kepariwisataan, dalam rangka meningkatkan mutu

tenagakerja bidang kepariwisataan berpedoman pada standar kompetensi

profesi kepariwisataan berdasarkan profesi/jabatan.

Page 107: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

92

- usaha penyediaan makanan dan minuman harus disertifikasi halal oleh

lembaga yang berkompeten.

b. Penyuluhan sadar wisata dan sapta pesona merupakan tugas bersama, bukan

hanya tugas pemerintah pusat maupun daerah. Kesuksesan pembangunan

bidang pariwisata membutuhkan kebersamaan antar departemen di dalam

pemerintahan, juga dengan organisasi/kelompok industri sejenis, lembaga

swadaya masyarakat (LSM), lembaga pendidikan, maupun individu

masyarakat yang saling membina kerjasama dalam meningkatkan sapta

pesona sebagai wujud sadar wisata di tengah masyarakat.

Saran

1. Kemampuan manajerial pengelola RMT kelas C perlu ditingkatkan, terutama

dalam hal kemampuan bertugas mengawasi para pekerja dalam menjalankan

pekerjaan sehari-hari, karena tingkatan mereka adalah manajer pelaksana

atau penyelia. Beban tugas yang perlu difungsikan yaitu:

a. kemampuan mengorganisasikan sumber daya dan menetapkan prosedur

pencapaian sasaran,

b. menyiapkan struktur organisasi yang menunjukkan garis kewe-

nangan/tanggung jawab,

c. merekrut, menyeleksi, melatih, dan mengembangkan karyawan, serta

menempatkan karyawan di tempat di mana mereka sangat efektif.

2. Usaha meningkatkan kemampuan adopsi program Sapta Pesona pengelola

usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur dilakukan dengan

meningkatkan intensitas komunikasi pengelola RMT melalui kegiatan

penyuluhan maupun melalui media organisasi kelompok usaha RMT.

3. Penyuluh dan petugas Suku Dinas Kesehatan maupun Suku Dinas Pariwisata

hendaknya memotivasi pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur untuk

membentuk organisasi kelompok pengusaha RMT dan terlibat aktif dan

mendinamikakan kelompok sebagai wadah belajar dengan program-program

yang dibutuhkan.

4. Kelembagaan lain, seperti sumber modal dan koperasi perlu secara bersama-

sama mendukung upaya nyata peningkatan kemampuan berusaha pengelola

Page 108: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

93

usaha RMT kelas C di Jakarta Timur dengan memberi kemudahan dalam akses

modal.

5. Penyuluh pariwisata harus kompeten dalam hal pengetahuan industri

kepariwisataan dan memiliki keterampilan menyuluh, serta memiliki strategi

sikap dalam menghadapi kliennya. Kompetensi penyuluh perlu menghayati

asas, prinsip dan metoda penyuluhan, hindari kesalahan persepsi tentang

kegiatan penyuluhan yaitu:

a. Penerangan (pemberian informasi) bersifat komunikasi searah, hanya

menyentuh ranah kognitif,

b. Non dialogis yg cenderung anjuran, instruksi bahkan keharusan lebih

mengutamakan pencapaian target pemerintah,

c. Perencanaan top down, seharusnya mengacu pada kepentingan kelompok

dengan fasilitasi penyuluh,

d. Rekayasa sosial, sasaran penyuluhan adalah obyek bukan subyek

perencanaan,

e. Target pembangunan harus memenuhi kebutuhan rakyat sekaligus

pemerintah, dan

Penyuluhan efektif menjadikan rakyat mandiri, tidak menjadi tergantung,

apatis dan labil.

Page 109: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

DAFTAR PUSTAKA

Adams, M.E. 1988. Agricultural Extension in Developing Countries [First Edition]. Singapore:

Longman Singapore Publisher Pte Ltd.

Anonim. 2008. Metode Aplikasi Teknologi di Kawasan Transmigrasi. http://202.78.200.96/ hasil_penelitiantrans/Metode%20Aplikasi%20Teknologi.pdf Minggu, 08 Juni 2008

Ardiwidjaja, Roby. Menilik Kebijakan Pembangunan Kepariwisataan http://www.sinarharapan.co.id/feature/wisata/2004/0624/wis02.html

Badan Litbang Pertanian. 2000. Penyebaran Inovasi Pertanian Era Otonomi Daerah Prosiding Lokakarya Nasional. Jakarta: Pusat Perpustakaan Dan Penyebaran Teknologi Pertanian.

Badan Litbang Pertanian. 2004. Rancangan Dasar: Program Rintisan Dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI). Jakarta: Badan Litbang Pertanian.

Bahraini. 1984. Hubungan Dinamika Kelompok Tani Hamparan dan Penerapan Teknologi Padi Sawah pada Peserta dan Non-peserta Intensifikasi Khusus [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Bandura, A.J. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

______, Berita Pajak: Pajak Hotel dan Restoran Digenjot. Bisnis Indonesia, 8 April 2008 Bird, B.J. 1989. Entrepreneurial Behavior. Glenview, Illinois: Scott Foresman and Company. Boserup, Esther. 1984. Peranan Wanita dalam Perkembangan Ekonomi [terjemahan].

Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Belante, D. dan M. Jackson. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Bunch, Roland. 2001. Dua Tongkol Jagung: Pedoman Pengembangan Pertanian Berpangkal pada Rakyat [edisi ke dua]. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Dahama dan Bhatnagar. 1980. Communication for Development. New Delhi – Bombay – Calcutta, India: Oxford and IBH Publishing Co.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Panduan Sadar Wisata, Jakarta. http://www.budpar.go.id/filedata/1468_1263-1468357sadarwisata.pdf

http://www.budpar.go.id/filedata/1468_1264-1468362bukusakusadarwisata11.pdf Depari, E dan C.M Andrew. 1978. Peranan Komunikasi Massa dalam Pembangunan.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Kepariwisataan Nasional, 2004-2009 Depdikbub, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: PT. Balai Pustaka Deptan. 2001. Penyuluhan Pertanian. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.

Page 110: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

95

Dutka, Alan, 1994. AMA Hand Book for Customer Satisfaction. NTC Business Book, Lincolnwood, Illinois.

Fuad, M. 2000. Pengantar Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Hanafi, Abdillah. 1986. Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Surabaya: Usaha Nasional.

Hasan, M.I. 2002. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian & Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Hendro dan Chandra. 2006. Be a Smart and Good Entrepreuneur. Jakarta: CLA Publishing dan Universitas Bina Nusantara.

Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hornby, AS. 1987. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. New York:

Oxford University Press. Ife J. 1995. Community Development: Creating community alternatives-vision, analysis and

practice. Melbourne: Longman House. Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP UI. ______, Kajian Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pengembangan Daerah Tujuan

Wisata, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bekerjasama dengan Kelompok Penelitian dan Pengembangan Kepariwisataan, LPPM ITB, Jakarta, 2003

Jahi, Amri. 1988. Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-negara Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Katz, R. L. (1974). Skills of an Effective Administrator. Harvard Business Review 52, no.5 (September-October): 90-102.

Kerlinger, Fred N. 2004. Asas-asas Penelitian Behavioral. Cetakan ke-10. Penerjemah Landung R.Simatupang. Disunting oleh H.J.Koesoemanto. Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Klausmeijer, Herbert J dan William Goodwin. 1966. Learning and Human Abilities, Educational Psychology. Harper & Row, Publisher, New York and London.

Kottler, Philip. 1996. Marketing for Hospitality & Tourism. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kottler, Philip.2002. Edisi Bahasa Indonesia: Pemasaran Perhotelan dan Kepariwisataan. Jakarta: PT Prenhallindo.

Kusmayadi, dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Lionberger, H.F. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. The Iowa State University Press.

Lionberger, H.F. dan PH Gwin. 1993. Communication Strategies: A Guide for Agricultural Change Agent. Illionis: University of Missiori.

Lunandi, AG. 1986. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: Gramedia.

Page 111: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

96

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Percetakan Sebelas Maret University.

Maryani. 1995. Kreativitas Transmigrasi Berdasarkan Daerah Asal dalam Pemanfaatan Lahan Pekarangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mintarti. 2001. Efektifitas Buklet Makjan sebagai Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Perilaku Berusaha bagi Pedagang Makanan Jajanan (Kasus di Kabupaten Cianjur) [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Mundy, Paul. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor

Musyafak, A. Hazriani, Suyatno, A. Sahari, J dan Kilmanun, J.C. 2002. Studi Dampak Teknologi Pertanian di Kalimantan Barat. Pontianak: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat.

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

Nickel, WG. 2005. ”Understanding Business”, 7th Ed., McGraw-Hill Companies, Inc., New York, USA.

Ndraha, T. 1990. Pembangunan Masyarakat: Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Bandung: Rineka Cipta.

Padi. 2005. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Kewirausahaan Petani Ikan: Kasus Petani Pengelola Pusat Pelatihan dan Pertanian Swadaya Ikan Gurame, Ikan Mas, dan Ikan Hias di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Padmowihardjo, S. 1994. Materi Pokok: Psikologi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Parsa, H.G. (2005). 'Why Restaurants Fail'. Cornell University Pitana, I Gde. 2005. Sosiologi Pariwisata. Penerbit Andi Yogyakarta.

______, Potensi Kota, Demografi, dan Letak Geografis Kotamadya Jakarta Timur, http://www.timur.jakarta.go.id/

Prawirosentono, Prawiro. 2002. Pengantar Bisnis Modern (Studi Kasus Indonesia dan Analisis Kuantitatif)

______, Presiden Republik Indonesia: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata.

______, Profil Pariwisata Kotamadya Jakarta Timur. http://www.jaktim.beritajakarta.com/ Puspopranoto, Sawaldjo. 2006. Manajemen Bisnis: Konsep, Teori, dan Aplikasi. Jakarta :

Penerbit PPM. Rahayu, Emik. 2008. Membangun pariwisata berbasis masyarakat

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=21528&Itemid=62 Rabu, 9 April 2008

Rakhmawati, Lenny dan Jeliteng Pribadi. 2003. Perbedaan Lay-out dan Desain Interior Restoran Fast Food dengan Restoran Tradisional dalam Kaitannya dengan Kepuasan

Page 112: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

97

Konsumen di Banda Aceh [laporan penelitian]. Banda Aceh: Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

Roger, EM. and F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach. New york: The Free Press.

Rogers, EM. 1983. Diffusion of Innovations [Fourth Edition]. New york: The Free Press. Rusell, B. 1993. Pendidikan dan Tatanan Sosial. S. Abadi, penerjemah. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Salam, H.B. 1997. Pengantar Pedagogi: Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Schoell, William., Joseph P.Guiltiman dan Laura Valvatne. 1993. Marketing Essentials: Mastering Concepts and Practice. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Schramm, W. dan Porter W. 1973. Men, Women, Message, and Media. New York: Harper and Row Publisher.

Slamet, M. 1975. Psikologi Belajar Mengajar. BPLP, Ciawi Bogor.

________, 1978. Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. Edisi ke-3 Bogor-IPB. ________, 1995. Kelompok, Organisasi dan Kepemimpinan. Bogor: IPB, tidak dipublikasikan.

Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik: untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Padmowihardjo, S. 1978. Beberapa Konsepsi Belajar dan Aplikasinya. Tidak Dipublikasikan.

Soedjana, Tjeppy D. 2007. Sistem Usaha Tani Terintegrasi Tanaman-Ternak Sebagai Respons Petani Terhadap Faktor Risiko. Jurnal Litbang Pertanian, 26(2), 2007.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI-Press.

Stanton, Thomas F. 1978. Cara-cara Mengajar dengan Hasil yang Baik. Penerjemah: J.F.Tahalele. Bandung: CV Diponegoro.

Subagiyo, Rusidi dan R. Sekarningsih. 2005. Kajian Faktor-faktor Sosial yang Berpengaruh terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Vol. 8, No.2, Juli 2005 : 300-312.

Suranti, Ratna Suranti. 2005. Pariwisata Budaya dan Peran Serta Masyarakat, Workshop Wisata Budaya Bagi Kelompok Masyarakat Propinsi DKI Jakarta 12 Juli 2005.

Syafruddin, 2003. Pengaruh Media Cetak Brosur dalam Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Beternak Ayam Broiler di Kota Kendari [Tesis]. Yogyakarta: Program Studi Ekonomi Pertanian Jurusan Ilmu-Ilmu Pertanian, Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.

Tjiptoherijanto, dkk (1982) Sumber Daya Manusia, Kesempatan Kerja dan Pembangnan Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

______, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, Sekretariat Negara, Jakarta, 1990

Van den Ban, A.W. and Hawkins, H.S. 1996. Agricultural Extension [second edition]. New York: John Wiley & Son, Inc.

Page 113: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

98

Wahyuni, S. 2000. Pemberdayaan Kelembagaan Mayarakat Tani Mendukung Percepatan Adopsi dan Keberlanjutan Adopsi Teknologi Usahatani Lahan Rawa. Makalah disampaikan pada Workshop Sistem Usahatani Lahan Pasang Surut-ISDP, Badang Litbang Pertanian, 26-29 Juni 2000, Cipanas-Bogor.

Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Wiriatmadja, S. 1990. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna.

Wiwoho, B. 1990. Pariwisata, Citra dan Manfaatnya. Jakarta: PT. Bina Rena Pariwara.

Yoeti, H.Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Penerbit Angkasa.

Yoeti, H.Oka A. 2006. Pariwisata Budaya, Masalah dan Solusinya. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Page 114: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

99

Lampiran 1 LEMBAR PEDOMAN PENGUMPULAN DATA

NO MASALAH TUJUAN PEUBAH

DATA NOMOR PERTANYAAN KUESIONER

DATA DIKUMPUL-

KAN

SUMBER DATA

TEKNIK PEROLEH-AN DATA

I. Ciri pribadi yaitu: umur, pendidikan, intensitas komuni-kasi, keanggotaan kelompok, penga-laman usaha, kebe-ranian mengendali-kan resiko, dan keterampilan teknis berhubungan lang-sung dengan ting-kat partisipasi pengelola rumah makan tradisional kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona di Jakarta Timur.

Mengidentifikasi ciri pribadi yaitu: umur, pendidikan, intensitas komuni-kasi, keanggotaan kelompok, penga-laman usaha, kebe-ranian mengendali-kan resiko, dan keterampilan teknis berhubungan lang-sung dengan partisi-pasi pengelola rumah makan tradi-sional kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona di Jakarta Timur.

Ciri Pribadi

1. Umur Primer-Responden Wawancara Halaman muka

2. Pendidikan Primer-Responden Wawancara Halaman muka

3. Pengalaman Usaha

Primer-Responden Wawancara 1-3

4. Intensitas Komunikasi

Primer-Responden

Pengisian Angket

4 (a) s.d (g), 5, dan 6

5. Keanggotaan Kelompok

Primer-Responden Wawancara 7, 8 (a) s.d (c),

dan 9 (a) dan (b)

6. Kemampuan Mengendali- kan Resiko

Primer-Responden

Wawancara & pengisian

Angket

10 (a) s.d (d) 11-13 (a) s.d (g)

14-18

7. Keterampilan Teknis

Primer-Responden Wawancara 19 (a) s.d (d)

20-25

Page 115: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

100

NO MASALAH TUJUAN PEUBAH

DATA NOMOR PERTANYAAN KUESIONER

DATA DIKUM-PULKAN

SUMBER DATA

TEKNIK PEROLEHAN DATA

II. Ciri lingkungan usaha yaitu: kebijakan pemda, skala usaha, modal keuangan, modal tenaga kerja, sarana usaha, prasarana usaha, lokasi usaha, & kompetitor berhubungan lang-sung dengan tingkat partisipasi pengelola rumah makan tradisional kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona di Jakarta Timur.

Mengidentifikasi ciri lingkungan usaha yaitu: kebijakan Pemda, skala usaha, modal keuangan, modal tenaga kerja, sarana usaha, prasarana usaha, lokasi usaha, & kompetitor berhubungan langsung dengan partisipasi penge-lola rumah makan tradisional kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona di Jakarta Timur.

Ciri Lingkungan Usaha

8. Kebijakan Pemda

Sekunder-Sudinpar & Primer-Responden

Wawancara & Angket 26 (a) s.d (g)

9. Skala Usaha

Sekunder-Sudinpar & Primer-Responden

Angket 27 (a) s.d (e)

10. Modal Keuangan

Primer-Responden Angket 28-31

11. Modal Tenaga Kerja

Primer-Responden

Observasi & Angket 32-37 (a) s.d (g)

12. Sarana usaha

Primer-Responden

Observasi Partisipatif &

Angket

38 (a) s.d (m) 39

13. Prasarana Usaha

Primer-Responden

Observasi Partisipatif &

Angket 40 (a) s.d (i)

14. Lokasi usaha

Primer-Responden Sekunder- pengunjung

Observasi Partisipatif &

Angket 41-45

15. Kompetitor Primer-Responden

Observasi Partisipatif &

Angket 46 (a) s.d (d)

Page 116: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

101

NO MASALAH TUJUAN PEUBAH

DATA NOMOR PERTANYAAN KUESIONER

DATA DIKUM-PULKAN

SUMBER DATA

TEKNIK PEROLEHAN DATA

III. Pengelola rumah makan tradisional kelas C belum mampu mengadop-si program Sapta Pesona secara me-nyeluruh sehingga belum maksimal dalam mengimple-mentasikan pro-gram Sapta Pesona pada kegiatan usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur

Mengetahui tingkat adopsi adopsi Sapta Pesona pengelola RMT kelas C (yaitu pada tahap kesadar-an, minat, penilaian, mencoba, penerima-an, konfirmasi, atau penolakan) dalam pada kegiatan usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur

Pengelola RMT kelas C dalam adopsi program Sapta Pesona

16. Tahap Kesa- daran

Primer- Responden

Observasi Partisipatif &Angket

47-50

17. Tahap Ke- peminatan 51-53

18. Tahap Peni- laian 54-55

19. Tahap Mencoba 56-58

20. Tahap Penerimaan 59-77

21. Tahap Konfirmasi 78 (a) s.d (e)

22. Tahap Peno- lakan 79-83

Page 117: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

,11i , \ r r r f , ^1, , \Rl , \

l rNnrR r^ l l l r r l00l

n-N \ l ! \ l l^ r { \ t ! r \11r1\} : r l l \ i rnt ' \ \

F FN O IGCU NG JAWA D I ALAMAT PENANGGUNGI ]AWAB USANA

KLS

RM NasiGorena a Albur

tunr n Poid.k liakai s.r

,^"_"-:;:,,il".r1 or Njrr Lai

JlRaya Pondok Gede No r

IJal saru Bundeo No 5 RT003/09

Jl Kunt No 50RT01/05

]Pcndok cabe ud* (ec Pimuranq

lr Kram6rAsen Rl00l/006

lG,eei carden Fr/r7 An 0a/0,lKe, t(edoya urara Ke Kerron

t*-*-***"lxp curuo Rr 01'07 KelPond.k

lher4arE. Dus saw,r

Lr R3F nank.d RT 0!r02

1.,, "-,,*,, "*." "",u

o',,u

li. Bai Mes'.,r<ec rarres!b

kq a pel . sealan t(e.Crandak

tsunu rj )nu Rara s 4/?3

JrKe ala Ou3 Welan ltT 03104

I

Ji riay3 rloa.,1 t)eDan Kran,3rJarr rrdah) ]<e KramaiJ.l

J Baa Fls lar . r .an n. 125

J Rara l , . idrr Ke:oi Ri t r (

i2t r5!1.r31:, 0314 ' : iaD5a

Ke Jr.r,ior 3ar tL, c;:r iiLrz

I

. r 5r ,L: ! t r Ri ! . i C 1Rl005l1i l

. r r ' i ,ar , ,ur Ki . Pordoi ceC:

1r..", c"- n. ' . r ' r : nr.r,, .

f.: 9L . aPrang Ke. Cakurg

5

c

B

1

" l:l

2

2

2

2

2.

Page 118: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

ALAI,4AT PENANGGUNG

: I ;

* l ' l ' l 'l5

lKa, Ai.a a Bok E/7Rr oir/aot T .a.er sawr Kec Duren sawir

It t "1,," , . , "^. , . - . , ,1lxe

;da€cnaKecJaIreqa*

|

t t 'i, n-"0""

"". r*", ro,oo *. I u

105/0r? Kcla safar Beka6 Baa'

IlJ Paangan 6atu Rrc04/005 | 5

t t 'lon o**",*, *.,0. *" o* | u

]serabnKecramboaJakbm Ilcawdnq I RT010RW05 I 6

lKd Kebon Para (* Makasr

IlJr r.rahd6r UIM Dc 10/33 | l0Pon':ok Karya Ks.Pondok Aren I

l<abianq*eollKomp wR slokcRT003/013 | 6

fartRahavu K4 emdok cede

Jlr (untrNo 50 Rroro5 IiPonmr.dbeudr reL pamuarq I Lo

l ' - ' "*-1."] , , " , - , ,^" ," . , " , , " , ]

"

lr(, ciiran Be.'K, Kmma'Jarr

II P.qqunrn B:,ai No J6

lra,u Furh x{ Puocadunq I 5

lJ , I mo N.,3 Rr 07/3'

I

t^- ' - " -**- llJr K.rron Pa]l n Rr001013 | 6

lKebm M.rar Ke. rsahAbans

Ir caah Maca No 2cir, I :s

lKes:xam']nrDlJr Knkap Raya No 10 Rl t5/05 | 3KejJ3lKe.Plocadunol

ii sLiG, HFU.r6ya sr23 Rro?/id ja

ix' su'i'1e'.rava K{ ra'llnq P''o'kl

t3l llJr MLlarr r r42 Rr 0071010 | aiK! ( r i ! Purh Kec P!ocadlrc I

J Fra Pos Peneumben Rr 01106 ] 6

i , . " , " , " .o,"K' .K"b""J"* i 1o*"", t""""" t ' r rr"r"" t , . , * t i .

t'''"-*'*"^*"*"-'-ltJ, .h ' f tqearm!,No 57 | s

iK:3aro$.kecJalrcqaiaIJ .r3!os crafra Lesta. E r/r. Rl5/q 3kecPrnd" 'AsKab%nqe6el

l

l l ' li , J3ra & N. rs RT oi3 R' ,v ood , IlK: Pr r.r.nam Ke. lrlahanran I

lJrKahaano srdk E/r kav AqramlrndEiry Ksnawan

lxer outr s.h'0r1 a6r6633

|lJrPond.k Keraoa Raya sror I r5 frasbL 3h

lJr or'ra Raya No 73 iN!.,'

lJrKa turanq Komp 3 iys,Moon lsanbanq subardo

lsok E Bz No 0l

lJMaraka RayaBrokr4i Rr rD/oa lMade Kflspand!

lKe! Maakastr 0r1 366113o!

IlJlJalrneaarJ r mur 123 GarE r,,t6s l^..r

I Rr 001/0, Bari M*'ef 7071033

IiJr Raya acoo' No 40 lH Y6urA.ir:nar

iKeKmarJar]lJr oewisanika No.164 iAiu umaii

lKer cfi(an 0r1 30e5877

|lr ca*eo Bau No ,a Fr orrlo

'roh yu.i,iar z

lcernano cemDedak 0,1 a5r00,36]

lJr3a3' PusiabTimur Brok1225 lP.y f le 'u^irayr sHrRlko E Ker Ra.{amanqun

I

llJ Raya 8oao, No 1, xm 26. lDsaAyadaa

it li Raya Bosor rr3rrKraFarJar iA uEir.

l.rr RayaciDayury lsuqar3rrri

Ilr Raya raru. Mft rrd'6a

lrndsh Ke Prd's Rmr

lJr Bansunan 8a.ar No 35 lAriJr re

lK ' ' ]KavuPurhll.li Mabes tlankanr N.

l (eBamrruAnF.,"2J"- lJ. Bala Pusraka i nrr No3sr3! l fa, A.rrmmA s

iRuk. eP, x--, Rawammqtri

tJr Raya karnarmq K3! Dx tDE p!:r. r^/rd.,o

lKePurdl |xea,ailJr P,us N. 34lKe RdwanEn4f

t, -","""",..""."," l^""".,""".i ** ' * ' " ' - ' " " ilJ, P6' @n Ldia I ND sKe Ps$xai T rnu; lt liJr s,no!n3n BarerNl

lKdK3!!P!r , r0, , i r r54a3]l r Raya londor c. : je No i iF. .en: isNrnrr .s

lr Raya Poidor Gede No i

l, o* **',*- -..". l'. .,.,.

J orsia F.y. No 45s

iK 'Bd3-cmipr Pemuda N. ,.rD

lKeJa'0 '14' ]865N1,

l , n" ,"e".* , , , " r2r l r " r r" . - .s-""ItJr F,ahda Rd: N' d4lKd ulai r(3y! .rr ar!3r.!

Page 119: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

J Jrmbo's i LC bubrr l ' r ' r t i r

xerirsaan gorav no t c

Rt03i00a Kel Aa Mesr:r

sei ta PanrdrN. ' r

Rl I t i .3

Jr Jarwar nqLn No 7 R1.44r05

Ka m.anq Rat: Nr 14 3

J1 Cnndel l io l3 Rl i5r i , : l

Jr o!$a No 2iBRr 0r,12

. r DrPaia{af N.27 RT r4rr :

J Fdr C-;Jr (nniP r !3 rrrr

j (e iakaan r iNo 25 Rl or2ro11P.id.k Aambu Kec ouren Sawt

sendrnaan Hrlr No 5 Rl01rr001a:rduiqar ll ir KecTanah ADang

J leq.ran No 2rA RI o13 RWKr r iL Mrran K!. Mahmai

(: Lltan KaY! Kec Mataman

r. iJ A r . r No )6 PL 07/06K,! Utan Kayu S Kec MaBmai

Pelanib!'ar rG wazar Ri 051 02a:l:m!u,an (ec -lanah Aban!

l r Lenpaia B.tu l l l -A Rl0r3

{'may..an Jakada Pusa{

G,!rn GarcEn 31k F r2;'A Rt01/9K-'1ia llrara K-'c Keroi.lsiuk

.r Liyuf B ok Dil5 Rt0r9r 06K. Jal/ Krc Puo Gaduns

.f P'rri,buNan xl/32 Rt 01r007x-arJ3r r .c Pu. Gaduno

l l t i3yJ J ' l ieqara Ba;al |75 R- l

Page 120: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Ke! (ranalJal i02r 91r61S6

Pulo Gaduna lrade ceiierrPr C

Kel Jati 021 1743007

J InsPeki Sa urar No 9 D sawrr

J Rawa Ter.le lr/2 K ndrstrrPu ogadunq Ke rarneqaJa

Jr . lar*arnqn No7 Rl 1101r05

Pnano R3nI C2i S77305r i

JL Bara Pusraka Banr N1 i

1", ."

P.ndok Bambu Duren Saw I

J W.'akasv G3nq 4 No 136

P:ltrrbi,a I lG w.z.f Rt o5io2Perambu.an Kec T.nah Abanq

J1 Peaambnaf N. 5RTo12;007Ke Jar Xec Pul. Gaduno

. M.iqea !! 1 Rl 0r)4 tuv 00t

.]rai KaY! Ulara K.c fialraman

J s.u alanl lT 2i1319 Rl10 i r5

K,, Pr o G.b.rq Kec C.kulrq

Jl . l . r ' : !arr T | ! Fi ar .z

PnaLtr f j t3 lAslKe .rn Benrr! (a. P.idnK G.de

Jl { ; ! rn, I . . r , i ; r l : )2r ' r ;

r r R.vr Eair , i i l i l r l r r , l

JrPirr awr Rev.u: N. :5 .L I . .n! nng ND 5Rr0r3/009Ke Krru P!r :h (ec P0oGadunq

Rf"f s.lcriudls ibu sr

Page 121: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

NO KLS

PT MdDpo ilan Dever.ome

PT Ntrsanlara Se ahtera Ra

Pondor C lanllnq lFood C.

JI H TEN NO 74

Jl Raya Pondok Kerapaabk c

JrJarrneoara Barar abk c,7 RT0i4/0.4 KeL (ampunq Melayu

JL. Kol sug ono No 3l .32

Jl Se^ira Prme. Baru No 1c

I

lJrRayacedonq lce.rurq PP Prezai

lKer G.donq 0r1 640383e

I

1., """.,",-.,,",",".,,,,,,,,,,,,

Jr rraya tsoqoj Kxi 21 No 1i

021 377930f 41790937

lr Or sra Rayi No 92 Rl 0!/.i;

J l Fe i rJf r r l r a a,a r i

.r Pranruka R3ya N. 6r a

l , r . l . i ra i P! , i i i , r nrJr- ,

I

I

l **I

i

l"*-iL!

D.: t Rr rr

Ke.Kayu Pu[h Kec Pulo Gaduno

K€r Rempoarr Kec Bat! R!d-.n

J Pramuka Jay. N. 33 ARt0r/1Uian Kayu Ulara Kec Malraman

Jl wa6kas V Ganq 4 No 136

r Banqka r /17 RroB Rw 05aanqka MampanoP.analan

r(p Karbara RT002 RW 007

J 6.3!ku tuhmarNd 13 Rr

Rawamanorn kec P cadri!

{edrrnqan I nr Raya F,4r

J Or s!. I N. '2A

RT 004it'CiK. C r C.fp.ibk k.c lariDira

J T3i:i C p naiq RT ill rDoKej C,p Mua'a K,". Ja!.€!!!L

5

c

B

o

c

c

12

7

15

2

Page 122: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

f f i ; "s s"d s sh"r" l ,L , 'p+. Nr nE-qi 'oa's

narofrb n PD taserJayar.s AXs

RM cahaya Batu lJi Rtrt. BGGI Ni 0rr'r'

J Cendrawas,h No 30 Deman0an

Jr Tanah l\la5 selalan No4 RlKer Kay! Puth K,cc Malraman

[: Jal X.. PrL. Oadlra

K.r o! ,?n sa4t02r 3525'e!

J Pin! l .k s i , ,bu Bi ! r N..r

J De$ S3rtka rlT 04141

KeRawamaiqmK{P.u| ! !add

r r ' . rL iot sadl iu Sarrs N.1

orenra F anlhse l l Pa/: c uubu' I rmrr 6u 'a

lcburn{Jmdff Ker cibubs

Kalelana R.mayana Jl Rrva aolorKatrrp KJ

PT Carefour ndof,esLa K! Kr.malJa!

1.,,".,.,,,",""-,.,,,",

:lJ i .p !a, ! Bui ia. Rr 02113

Lr ' . r r1,{ i i i r rU Nl i l

J ^r'ru

l,1an s 8:ral r1?Rln302Kr KlyL Mai. Kec rrlalramar

i ]v€y1 ir23 Rl9i! Fer.o..lank:: K.lJto:J| sJiU Jakse

(d RJwa Buiqa Xe. Jat rclara

K.xip EFm35 20C0 l)u;o Gebanq|(!. car.u,a Jakada I'rur

t r r , . r f l 0, , , : xa n, .o, ,wK:. c,r.as Ja?a'1; T ur

-r Pe.hlrlrqtrr x N3 10 RT rolal(r Jrl (!. Furo oaJuiq

Page 123: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

B-Akas, T mrr Permai C 29lrBRl 006/012 sefa Mekar _Tambun

Ke (ramarJal "qlgtorq

J Jar i .qa.a Id i r Nr t lBK. Ra-a Bu.qa Ke. J.nneQara

xe srkarasa Kr. Ianderanq

I

1". ,

J J l i .qarainlrNo sr

. l Rtr ! . iaI a,Jro!J: : N I

ur. a Kec Mdtaman Jakrd

K., aedcN (Ec P3sar R.bo

K:r ,n AD xl lN.22 Fr 10/02c,r c.n,pedrr Kec JarielraE

Jr iebcl Ea.al Darad lxArl

r l r ,a.D lDasnt iT Rl Dt i !3Kr K,r(ul Kei T:iian Saf

.r RJlac.n:rerN. 21Ri0201

" {rsenaE,r No 1i trT ia/n1

arrd!nir4 f i i r .Tan3h Abanq

J Cir i3rq c! r . , r rak r i . l

i rYl.n,.i.r tunr N. r' i

J qa/a Edq. 'N. - tn 71

Nal6bu Niinanq R:stauranl

Page 124: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

xebpaAl (e Fo4.bk Kekpa

K€ Cbubur 021 377035d7

soto Kldus Kembanq Jowo i i""';l:i;;;;;i;;; I l021 36e0{314 iPrs ou,ei sawr R 1/s Rr lE'r 's lhd IoNTroos K. ourcr sai'r I

';"?:r*#*il:":r'" 1"^'-^-"- j::rs:r"-;":l:::::JrJa,wannq,No' 1", ' "^ '* ' " IKel cumano Mer.Yu I

t lrpdd.kxeapaB.kc, 1,,y"* hl::l: l:1ru:";J:::""#l:ill;'id;"*' I 1i;:r";n";;i;-r'-

'

l , -* .* . . "" *"* ' , , ' 11 HJ3v3' sL

lj:l;.;-ilr:,,l,lrl!:'" ''- =" '--" r,1, i,1.!a,. h-.ai

J r . i r r ' rn1.< ^ i ! , l rJr I

i

1i .l11it"t.,ffii,k:;; ".],1l,,, i,r; ';..",, j. i. ',. ' ' '

l;i:1li.ii." """ "' 'I rd. l ; ! ! . f ! . 1 i a i r , ts . .

L

"--*" . ' .

J : 'n,i i i ,(:a,iR.r.t i ' t :r. ir,. lrJar:r l l i i ' ; l : i i : :: i l in"flf i^Kr. rrc.q KDiYa Behs

r1 r,.tri'.tr.,13i' '.''

j, ,' 1,.r...,*,,,,,.,,1rtt:::.Jl Lf3tri ' .tr lR3F Nr J /l

lli ,'."1 :: ";l:; h:1'j,"1':;l: i::"'

: : . - ' , "" ;

" -"" ' '

Page 125: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

ALAMAI PENANGGUNC KLS

225

J Pondok Keapa abk G 1No 93 KeL PoDddk Kel6pa

J Raya Nusa Indah lNc 13

Jr sekasr T mur Raya No 1

Jr Raya Flanksm lLlrrP$lu I

Jl ianbore Nj i3 RT004/014

J Raya Kanaanq No i2RT 103/0r6l<e Du'en Sawi

K3 JariKec PuroGadunq

RT 02106 Ke apa Dla KecKebon Jetuk Jakana Ba6l

JrKedondons 46/15RT 13/r 0

cibuburNo 13RT.004i014

Pnma L'ngkarAsn A 7No 13RT 002/04 J3[ Bening KecPondok Gede Kodva Bekasi

16

c

c

1

1

5

Page 126: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran 3

Page 127: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran 4. Kuesioner Penelitian

TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH

PENGELOLA RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C

DI JAKARTA TIMUR

KUESIONER PENELITIAN

Nomor Responden

Nama Pengelola/Manajer : ................................................................................................ (L/P)

Usia : .........................................

Pendidikan Formal : ......................................... (SD, SLTP, SLTA, Diploma, S-1, dll.)

Pendidikan Nonformal : 1. Tidak 2. Ya, 1 kali 3. Ya, >1 kali

.........................................................................................................

Pelatihan Khusus Boga : 1. Tidak 2. Ya, 1 kali 3. Ya, >1 kali

.........................................................................................................

Nama Usaha : .........................................................................................................

Alamat Usaha : .........................................................................................................

.........................................................................................................

Perusahaan berdiri sejak : .........................................................................................................

Status Usaha : a. Lokasi Bangunan : 1. sewa 2. milik sendiri 3. kongsi

b. Kepemilikan Usaha : 1. kontrak 2. milik sendiri 3. kongsi

Nama Enumerator : .......................................

Tanggal : .......................................

Tanda tangan : .......................................

* Kuesioner ini bukan merupakan ujian, jadi tidak ada jawaban benar maupun salah. Jawaban yang diberikan tidak akan berpengaruh pada pekerjaan dan status Bp/Ibu. Maka jawablah semua pertanyaan, tidak perlu ragu menjawab sesuai pekerjaan sehari-hari, karena kami akan menjaga kerahasiaannya.

Page 128: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

113

Petunjuk: Isilah titik-titik atau berilah tanda (ü) pada pilihan jawaban yang sesuai dengan kondisi dan jawaban responden!

I. Ciri Pribadi Pengelola RMT

Pengalaman Usaha

1. Berapa tahun Bp/Ibu berusaha rumah makan tradisional yang saat ini dijalani? …………............. tahun

2. Berapa tahun Bp/Ibu berusaha rumah makan sejenis sebelumnya? ................. tahun 3. Pengalaman usaha Bp/Ibu jalani selama ini diperoleh dari mana/siapa?

…………………………………………………………………………………........... (warisan keluarga, teman bisnis, dan pendidikan)

Intensitas komunikasi

4. Informasi tentang bisnis rumah makan tradisional diperoleh Bp/Ibu dari:

No. Sumber Informasi Frekuensi (kali dlm 1 bln)

Lama interaksi (jam)

a. Penyuluh ………… ……………… b. Semiloka ………… ……………… c. Televisi/Radio ………… ……………… d. Buku ………… ……………… e. Koran/majalah ………… ……………… f. Rekan bisnis ………… ……………… g. Keluarga ………… ………………

5. Bentuk interaksi Bp/Ibu pada sumber informasi tersebut yaitu

1. Mendengarkan 2. Menonton 3.Membaca 4. Menghadiri pertemuan 5. Bertanya langsung

6. Bentuk komunikasi terkait dengan bisnis rumah makan manakah yang paling sering diikuti? 1. massa, 2. personal, 3. kelompok Alasan Bp/Ibu memilih bentuk komunikasi tersebut yaitu: ......................................... .......................................................................................................................................

Keanggotaan Kelompok

7. Apakah Bp/Ibu terdaftar sebagai anggota kelompok pengelola/pengusaha rumah makan? 1. Tidak Perlu 2. Belum ada kesempatan 3. Ya

8. Apa bentuk keterlibatan Bp/Ibu dalam kelompok tersebut?

No a. Nama kelompok b. Status dlm kelompok c. Frekuensi Pertemuan

Agota P’urus Ketua Per-1 bln Per-2 bln Per-3 bln

9. a. Mengapa Bp/Ibu perlu bergabung dalam kelompok tersebut? (digali lebih dalam)

...................................................................................................................................... b. Apa alasan Bp/Ibu tidak bergabung dalam kelompok? (digali lebih dalam)

......................................................................................................................................

Page 129: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

114

Kemampuan Mengendalikan Risiko

10. Risiko apa yang paling sering Bp/Ibu dihadapi dalam pengelolaan usaha ini? 1. produk, 2. harga, 3. pelayanan, 4. promosi

No. Jenis Risiko

Respon/tanggapan Dampak Risiko yang Muncul TT SR R C T ST

a. Produk b. Harga c. Pelayanan d. Promosi

Ket.: TT = Tidak Tahu SR = Sangat Rendah, R = Rendah, C = Cukup, T = Tinggi, ST = Sangat Tinggi 11. Sehubungan dengan pertanyaan nomor 10, risiko mana yang dapat dihadapi sendiri?

......................................................................................................................................... 12. Pada kasus risiko yang tidak mampu Bp/Ibu hadapi, ke mana mencari penyelesaian

masalah? 1. Atasi dengan keluarga 2. Atasi dengan karyawan 3. Atasi bersama kelompok lain

13. Masalah/hambatan/gangguan lain yang sering dialami Bp/Ibu?

Hambatan/Gangguan Hal yang akan dilakukan

a. Sepi pengunjung .............................................................................................................. b. Sulit bahan baku .............................................................................................................. c. Harga BBM .............................................................................................................. d. Ketenagakerjaan .............................................................................................................. e. Keamanan .............................................................................................................. f. Pungutan Liar .............................................................................................................. g. Pengamen .............................................................................................................. 14. Jika usaha rumah makan ini mengalami keuntungan besar, bentuk rencana

pengembangan yang akan Bp/Ibu lakukan yaitu : 1. diversifikasi usaha 2. perluasan usaha 3. pembukaan cabang usaha

No. Pertanyaan Respons/Tanggapan TT TS KS S SS

15. Keuntungan perusahaan dapat berkurang akibat: a. penggunaan karyawan tetap

b. penggunaan karyawan nonkontrak

16. Bp/Ibu perlu menindaklanjuti setiap keluhan tamu berkaitan dengan usaha rumah makannya.

17. Tata ruang rumah makan berpengaruh pada: a. efektivitas pelayanan

b. efisiensi pelayanan

18. Perawatan sarana dan prasarana merupakan faktor terpenting dalam usaha rumah makan.

Ket.: TT = Tidak Tahu, TS = Tidak Setuju, KS = Kurang Setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju

Page 130: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

115

Keterampilan Teknis

19. Menurut Bp/Ibu, keterampilan teknis yang terpenting dikuasai dalam pengelolaan:

Jenis Keterampilan Teknis

Respons/Tanggapan Keterangan

TT TS KS S SS a. Produk b. Harga c. Pelayanan d. Promosi Ket.: TT = Tidak Tahu, TS = Tidak Setuju, KS = Kurang Setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju

20. Metode yang Bp/Ibu gunakan pada kegiatan rekrutmen karyawan adalah:

1. Keluarga/Teman 2. Iklan/Agen 3. Umum melalui pelatihan

21. Bp/Ibu menentukan kebutuhan pelatihan karyawan jika: 1. ada tawaran instansi/lembaga 2. ada keluhan pelanggan 3. rutinitas perusahaan

22. Apakah ada standar prosedur kerja yang Bp/Ibu terapkan bagi karyawan? 1. Tidak Ada 2. Ya 1 prosedur 3. Ya >1 prosedur Standar prosedur kerja tersebut yaitu tentang: .............................................................................................................................................

23. Apakah Bp/Ibu melaksanakan penilaian kinerja karyawan? 1. Tidak Ada 2. Ya 1 kali/tahun 3. Ya >1 kali/bulan

Apa alasan Bp/Ibu? ............................................................................................................ .............................................................................................................................................

24. Apakah Bp/Ibu juga melakukan evaluasi kepuasan pelanggan? 1. Tidak Ada 2. Ya 1 kali/bulan 3. Ya >1 kali/bulan

Apa alasan Bp/Ibu? ............................................................................................................ .............................................................................................................................................

25. Bp/Ibu memperoleh umpan balik tentang kualitas dari pelanggan yaitu dengan cara: 1. Tidak ada 2. Bertanya langsung 3. Pengisian angket

II. Ciri Lingkungan Usaha Kebijakan Pemerintah Daerah 26. Bagaimana pendapat Bp/Ibu tentang kebijakan Pemerintah Daerah terkait dengan

keberlangsungan usaha rumah makan?

Bentuk/Aturan Kebijakan Pemerintah Respons/Tanggapan

Keterangan STM TM C M SM

a. Pelayanan administrasi perizinan b. Pungutan pajak c. Penarikan retribusi d. Kegiatan pengawasan e. Pembinaan daya saing f. Pembinaan kualitas produk g. Pembinaan kualitas pelayanan Ket.: STM = Sangat Tidak Memuaskan, TM = Tidak Memuaskan C = Cukup,

M = Memuaskan, SM = Sangat Memuaskan

Page 131: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

116

Skala usaha 27. Data skala usaha

a. Luas Rumah Makan : ..................... m² b. Kapasitas : ................................kursi c. Jumlah Karyawan : .................... orang d. Pengunjung harian : ................. tamu e. Omzet per-hari : Rp. ..............................................................................................

Sumber Modal Keuangan 28. Modal keuangan usaha

ini berasal dari: 1. modal pinjaman 2. modal sendiri 3. modal patungan

29. Bagaimana besaran mo-dal keuangan saat ini:

1. kurang 2. cukup 3. berlebih

30. Bagaimana besaran mo-dal investasi saat ini:

1. kurang 2. cukup 3. berlebih

31. Lembaga/sumber keuangan yang Bp/Ibu manfaatkan sebagai modal usaha yaitu:

Lembaga/sumber keuangan Respons/Tanggapan

Keterangan SS S C M SM

a. Bank Pemerintah b. Bank Swasta c. Koperasi d. Pegadaian e. Perorangan/kerabat f. Rentenir

Ket.: SS = Sangat Sulit, S = Sulit, C = Cukup, M= Mudah, SM = Sangat Mudah

Modal Tenaga Kerja 32. Rumah makan yang Bp/Ibu kelola ini menggunakan karyawan berasal dari:

1. Keluarga dekat 2. Teman 3. Tetangga

4. Karang taruna 5. Umum (siapa saja bisa)

33. Karyawan rumah makan ini berlatar belakang: 1. Putus Sekolah 2. Siswa Aktif 3. Tamat sekolah

34. Umumnya pramusaji berlatar belakang pendidikan yaitu: 1. SD : ................................ 3. SMU/SMK: ................................ 2. SMP : ................................ 4. Diploma : ................................

35. Status karyawan rumah makan ini yaitu : 1. Tenaga lepas 2. Tenaga harian 3. Tenaga tetap

36. Apakah Bp/Ibu memberikan pelatihan khusus bagi karyawan? 1. Tidak 2. Ya 1 kali 3. Ya > 1 kali 37. Menurut Bp/Ibu, materi pelatihan yang sesuai untuk jenis usaha ini yaitu:

Materi Pelatihan Respons/Tanggapan Hasil Observasi TT TS KS S SS

a. Cara produksi b. Prosedur pelayanan c. Kecepatan pelayanan d. Cara komunikasi e. Keramah-tamahan f. Keamanan Kerja g. Kebersihan & kesehatan Ket.: TT = Tidak Tahu, TS = Tidak Setuju, KS = Kurang Setuju, S = Setuju, SS = Sangat Setuju

Page 132: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

117

Sarana Usaha

38. Jenis Sarana Respons/Tanggapan

Hasil Observasi TL KL CL L SL

a. Kualitas alat makan b. Kuantitas alat makan c. Kualitas alat minum d. Kuantitas alat minum e. Kualitas meja tamu f. Kualitas kursi tamu g. Kerapian Penataan Meja

h. Kelengkapan Asesoris Meja i. Kualitas pakaian seragam j. Kualitas alat masak k. Kebersihan area dapur l. Kebersihan gudang kering k. Kebersihan lemari es m. Kualitas area pencucian Ket.: TL= Tidak Layak, KL = Kurang Layak, C = Cukup Layak, L = Layak, SL = Sangat Layak 39. Apakah Bp/Ibu melakukan inventarisasi peralatan: 1. Jika perlu 2. Ya, tiap 3 bln 3. Ya, tiap 1 bln 4. Ya, tiap minggu 5. Ya tiap hari Prasarana Usaha

40. Jenis Prasarana Respons/Tanggapan Hasil Observasi STL TL CL L SL a. Instalasi PLN b. Instalasi gas c. Instalasi PAM d. Bak sampah e. Saluran limbah f. Pemadam kebakaran g. Fasilitas parkir h. Toilet umum i. Fasilitas ibadah sholat Ket.: STL= Sangat Tidak Layak, TL = Tidak Layak, CL = Cukup, L = Layak, SL = Sangat Layak

Lokasi usaha

41. Menurut rekaman Bp/Ibu, bagaimana tanggapan pengunjung tentang lokasi usaha rumah makan ini?

1. Sangat sulit dijangkau 2. Sulit dijangkau 3. Cukup strategis 4. Strategis 5. Sangat Strategis

42. Apakah lokasi rumah makan ini berhubungan dengan tingkat kunjungan tamu/pelanggan? 1. Sangat kurang berpengaruh 2. Kurang berpengaruh 3. Cukup berpengaruh 4. Berpengaruh 5. Sangat berpengaruh

Page 133: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

118

43. Bagaimana kondisi lingkungan sekitar rumah makan ini?

1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik

44. Menurut rekaman Bp/Ibu, kelompok tamu yang datang ke rumah makan ini :

1. Pembisnis 2. Karyawan/Buruh 3. Mahasiswa/Pelajar 4. Ibu Rumah Tangga 5. Umum

45. Menurut rekaman Bp/Ibu rata-rata jenis pengunjung rumah makan yaitu : 1. Pengunjung tidak tetap 2. Pengunjung tetap 3.Pengunjung keduanya

Kompetitor

46. Bagaimana tingkat persaingan usaha rumah makan yang Bp/Ibu kelola dengan rumah makan lainnya?

Bentuk Persaingan Respons/Tanggapan Strategi Menghadapi Persaingan TT TK CK K SK a. Produk b. Harga c. Pelayanan d. Promosi

Ket. TT = Tidak Tahu TK = Tidak Ketat CK = Cukup Ketat K= Ketat SK = Sangat Ketat

III. Adopsi Program Sapta Pesona Kesadaran

47. Apakah Bp/Ibu menge-nal program pemerintah di bidang pariwisata?

1. Tidak Kenal 2. Kurang Mengenal 3. Cukup Mengenal 4. Mengenal 5. Sangat Mengenal

48. Apakah Bp/Ibu tahu Sapta Pesona sebagai salah satu program pariwisata?

1. Tidak Tahu 2. Kurang Tahu 3. Cukup 4. Mengetahui 5. Sangat Mengetahui

49. Apakah Bp/Ibu tahu tuju-an pelaksanaan program Sapta Pesona?

1. Tidak Tahu 2. Kurang Mengetahui 3. Cukup Mengetahui 4. Mengetahui 5. Sangat Mengetahui

50. Berdasarkan rekaman Bp/Ibu sejak kapan program Sapta Pesona diperkenalkan? sekitar 1. baru-baru ini 2. 2005-an 3. 2000-an 4. 1995-an 5. 1990-an

Minat 51. Dari mana Bp/Ibu mengenal Sapta Pesona? 1. Media Massa 2. Media Elektronik 3. Seminar/Lokakarya 4. Teman Bisnis 5. Penyuluh

52. Apakah Bp/Ibu dapat menyebutkan butir-butir dalam program Sapta Pesona?

1. Tidak tahu 2. Tidak mampu 3. Cukup mampu 4. Mampu 5. Sangat mampu

53. Berdasarkan rekaman Bp/Ibu apakah program Sapta Pesona bermanfaat bagi kelangsungan usaha? 1. Tidak tahu 2. Kurang manfaat

3. Cukup manfaat 4. Bermanfaat 5. Sangat bermanfaat

Page 134: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

119

Penilaian 54. Bagaimana kesan Bp/Ibu pada penyuluh

Sapta Pesona? 1. Tidak tahu 2. Kurang menarik

3. Cukup menarik 4. Menarik 5. Sangat menarik

55. Bagaimana Bp/Ibu berpendapat tentang isi program Sapta Pesona? 1. Tidak tahu 2. Kurang menarik

3. Cukup menarik 4. Menarik 5. Sangat menarik

Mencoba 56. Apakah program Sapta Pesona dapat

diterapkan pada usaha rumah makan? 1. Tidak Tahu 2. Kurang dapat 3. Cukup 4. Dapat 5. Sangat Dapat

57. Apakah Bp/Ibu sudah menerapkan butir-butir Sapta Pesona? 1. Belum coba 2. Coba beberapa

3. Coba sebagian 4. Coba banyak 5. Coba seluruhnya

58. Butir manakah dari program Sapta Pesona yang sulit untuk diterapkan? 1. keamanan 2. ketertiban 3. kebersihan 4. kenyamanan 5. keindahan 6. keramahan 7. kenangan

Menerapkan 59. Pada kegiatan apakah Bp/Ibu menerapkan unsur program Sapta Pesona?

1. Tidak tahu 2. Proses produksi makanan 3. Proses pelayanan tamu 4. Proses pengelolaan lingkungan 5. Seluruh proses Butir-butir

Sapta Pesona Bentuk Aksi Responden Intensitas Hasil Observasi TT TS CS S SS

Aman

60. Memelihara lingkungan aman. 61. Menjaga lingkungan dari bahaya

penyakit menular

62. Meminimalkan risiko kecelakaan

Tertib 63. Mewujudkan budaya antre

64. Menaati peraturan yang berlaku

65. Menerapkan disiplin waktu

Bersih

66. Membuang sampah di tempatnya 67. Menyiapkan sajian higienis 68. Menyiapkan peralatan bersih 69. Menjaga kebersihan dan kerapian

penampilan petugas

Sejuk 70. Memelihara lingkungan hijau

71. Menjaga kesejukan ruangan

Indah

72. Menata keserasian lingkungan sesuai karakter kelokalan.

73. Menjaga keindahan tanaman lingkungan alami

Ramah 74. Membantu memberi informasi 75. Menghimbau untuk senyum dan

ramah.

Kenangan 76. Menyajikan hidangan khas lokal 77. Menyediakan cinderamata unik /

khas lokal

Ket.: TT= Tidak Tahu, TS = Tidak Sering, CS = Cukup Sering, S = Sering, SS = Sangat Sering

Page 135: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

Lampiran

120

Konfirmasi 78. Menurut rekaman Bp/Ibu penerapan Sapta Pesona berpengaruh terhadap:

Faktor yang dipengaruhi Respons/Tanggapan

Hasil Observasi TT KP CP BP SP

a. Kepuasan pengunjung

b. Jumlah pendapatan (omzet) c. Citra perusahaan d. Kepuasan karyawan e. Produktivitas kerja karyawan Ket.: TT = Tidak Tahu KP= Kurang Pengaruh, CP = Cukup Pengaruh, BP = Berpengaruh, SP = Sangat Pengaruh Penolakan 79. Apa sikap Bp/Ibu terhadap program Sapta Pesona? 1.Tidak Mendukung 2. Kurang Mendukung 3. Cukup Mendukung 4. Mendukung 5. Sangat Mendukung 80. Alasan Bp/Ibu tidak menerapkan Sapta Pesona pada kegiatan usaha ini yaitu: 1.Tidak tahu manfaat 2.Bukan keharusan 3.Butuh biaya 4.Karyawan tidak mendukung 5.Memiliki konsep/program sendiri

81. Jika mengetahui manfaatnya, apakah Bp/Ibu akan ikut serta menerapkan program Sapta

Pesona pada kegiatan usaha rumah makan ini? 1. Tidak tahu 2. Tidak menerapkan 3. Ya menerapkan

Alasannya: ........................................................................................................................ ...........................................................................................................................................

82. Apakah Bp/Ibu akan menghimbau orang lain dengan bisnis yang sama untuk menerapkan program Sapta Pesona? 1. Tidak tahu 2. Tidak menghimbau 3. Ya menghimbau

Alasannya: ........................................................................................................................ ...........................................................................................................................................

83. Jika ada program lain bidang pariwisata dari pemerintah, apakah Bp/Ibu akan peduli? 1. Tidak tahu 2. Tidak peduli 3. Ya peduli

Alasannya: .......................................................................................................................

Terima Kasih

Page 136: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

121

Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Rank Spearman

Usia

Responden Pendidikan Pengalaman

Usaha Intensitas

Komunikasi Keanggotaan

Kelompok Kemampuan

Resiko Keterampilan

Teknis Usia Responden

Correlation Coefficient 1.000 .039 .220 -.026 .031 -.173 .052

Sig. (2-tailed) . .762 .083 .842 .807 .176 .687 N 63 63 63 63 63 63 63 Pendidikan Correlation

Coefficient .039 1.000 -.181 .412(**) .155 -.037 .008

Sig. (2-tailed) .762 . .157 .001 .224 .772 .950 N 63 63 63 63 63 63 63 Pengalaman Usaha

Correlation Coefficient .220 -.181 1.000 -.106 .055 -.121 .010

Sig. (2-tailed) .083 .157 . .406 .669 .346 .939 N 63 63 63 63 63 63 63 Intensitas Komunikasi

Correlation Coefficient -.026 .412(**) -.106 1.000 .329(**) .037 .149

Sig. (2-tailed) .842 .001 .406 . .008 .772 .243 N 63 63 63 63 63 63 63 Keanggotaan Kelompok

Correlation Coefficient .031 .155 .055 .329(**) 1.000 .049 .007

Sig. (2-tailed) .807 .224 .669 .008 . .702 .955 N 63 63 63 63 63 63 63 Kemampuan Resiko

Correlation Coefficient -.173 -.037 -.121 .037 .049 1.000 -.002

Sig. (2-tailed) .176 .772 .346 .772 .702 . .989 N 63 63 63 63 63 63 63 Keterampilan Teknis

Correlation Coefficient .052 .008 .010 .149 .007 -.002 1.000

Sig. (2-tailed) .687 .950 .939 .243 .955 .989 . N 63 63 63 63 63 63 63 Kebijakan Pemda

Correlation Coefficient .314(*) .168 .123 -.114 -.046 .041 -.163

Page 137: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

122

Sig. (2-tailed) .012 .188 .337 .374 .721 .752 .203 N 63 63 63 63 63 63 63 Skala Usaha Correlation

Coefficient .039 .060 .078 -.033 .086 .186 -.020

Sig. (2-tailed) .763 .641 .542 .796 .504 .145 .877 N 63 63 63 63 63 63 63 Modal Keuangan

Correlation Coefficient .236 .154 .232 .166 .007 -.154 -.011

Sig. (2-tailed) .063 .228 .067 .192 .958 .229 .930 N 63 63 63 63 63 63 63 Modal Tenaga Kerja

Correlation Coefficient .050 -.173 .245 .003 .176 -.058 .182

Sig. (2-tailed) .695 .175 .053 .978 .167 .653 .153 N 63 63 63 63 63 63 63 Sarana Usaha

Correlation Coefficient .212 -.004 .212 -.074 -.012 .191 .203

Sig. (2-tailed) .095 .973 .095 .563 .924 .133 .111 N 63 63 63 63 63 63 63 Prasarana Usaha

Correlation Coefficient -.127 .204 -.008 .060 .159 .131 .120

Sig. (2-tailed) .322 .109 .952 .642 .214 .307 .348 N 63 63 63 63 63 63 63 Lokasi Usaha

Correlation Coefficient -.028 .033 .171 .128 .184 .306(*) -.009

Sig. (2-tailed) .829 .799 .181 .318 .149 .015 .945 N 63 63 63 63 63 63 63 Kompetitor Correlation

Coefficient -.044 .037 .067 .067 .212 .224 -.037

Sig. (2-tailed) .730 .773 .602 .601 .096 .078 .771 N 63 63 63 63 63 63 63 Kesadaran Correlation

Coefficient -.030 .208 .130 .169 .187 -.018 .053

Sig. (2-tailed) .813 .101 .310 .185 .142 .892 .682

Page 138: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

123

N 63 63 63 63 63 63 63 Minat Correlation

Coefficient -.080 .035 .072 -.046 .071 -.008 .012

Sig. (2-tailed) .531 .788 .574 .720 .579 .953 .927 N 63 63 63 63 63 63 63 Penilaian Correlation

Coefficient .312(*) -.007 .424(**) .018 .071 .025 .011

Sig. (2-tailed) .013 .955 .001 .890 .579 .846 .931 N 63 63 63 63 63 63 63 Mencoba Correlation

Coefficient -.032 .088 .142 -.099 .074 .162 -.097

Sig. (2-tailed) .802 .495 .266 .441 .566 .204 .447 N 63 63 63 63 63 63 63 Penerapan Correlation

Coefficient .025 -.137 .075 -.295(*) -.133 .119 .196

Sig. (2-tailed) .848 .285 .558 .019 .300 .352 .124 N 63 63 63 63 63 63 63 Konfirmasi Correlation

Coefficient .108 -.147 .257(*) -.328(**) -.140 .106 -.051

Sig. (2-tailed) .400 .251 .042 .009 .273 .411 .692 N 63 63 63 63 63 63 63 Penolakan Correlation

Coefficient -.032 .041 .068 -.125 -.016 .146 -.025

Sig. (2-tailed) .803 .750 .596 .330 .902 .253 .844 N 63 63 63 63 63 63 63

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 139: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

124

Kebijakan

Pemda Skala Usaha Modal

Keuangan Modal

Tenaga Kerja Sarana Usaha

Prasarana Usaha

Lokasi Usaha Kompetitor

Usia Responden

Correlation Coefficient .314(*) .039 .236 .050 .212 -.127 -.028 -.044

Sig. (2-tailed) .012 .763 .063 .695 .095 .322 .829 .730 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Pendidikan Correlation

Coefficient .168 .060 .154 -.173 -.004 .204 .033 .037

Sig. (2-tailed) .188 .641 .228 .175 .973 .109 .799 .773 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Pengalaman Usaha

Correlation Coefficient .123 .078 .232 .245 .212 -.008 .171 .067

Sig. (2-tailed) .337 .542 .067 .053 .095 .952 .181 .602 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Intensitas Komunikasi

Correlation Coefficient -.114 -.033 .166 .003 -.074 .060 .128 .067

Sig. (2-tailed) .374 .796 .192 .978 .563 .642 .318 .601 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Keanggotaan Kelompok

Correlation Coefficient -.046 .086 .007 .176 -.012 .159 .184 .212

Sig. (2-tailed) .721 .504 .958 .167 .924 .214 .149 .096 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Kemampuan Resiko

Correlation Coefficient .041 .186 -.154 -.058 .191 .131 .306(*) .224

Sig. (2-tailed) .752 .145 .229 .653 .133 .307 .015 .078 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Keterampilan Teknis

Correlation Coefficient -.163 -.020 -.011 .182 .203 .120 -.009 -.037

Sig. (2-tailed) .203 .877 .930 .153 .111 .348 .945 .771 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Kebijakan Pemda

Correlation Coefficient 1.000 .359(**) .218 .050 .050 .049 -.149 .093

Sig. (2-tailed) . .004 .086 .696 .700 .701 .245 .469 N 63 63 63 63 63 63 63 63

Page 140: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

125

Skala Usaha Correlation Coefficient .359(**) 1.000 .108 .152 .306(*) .470(**) .164 .219

Sig. (2-tailed) .004 . .399 .234 .015 .000 .200 .085 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Modal Keuangan

Correlation Coefficient .218 .108 1.000 .054 .175 .053 -.114 -.046

Sig. (2-tailed) .086 .399 . .676 .171 .682 .374 .721 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Modal Tenaga Kerja

Correlation Coefficient .050 .152 .054 1.000 .275(*) .091 .040 -.070

Sig. (2-tailed) .696 .234 .676 . .029 .476 .759 .588 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Sarana Usaha

Correlation Coefficient .050 .306(*) .175 .275(*) 1.000 .485(**) .086 -.031

Sig. (2-tailed) .700 .015 .171 .029 . .000 .505 .810 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Prasarana Usaha

Correlation Coefficient .049 .470(**) .053 .091 .485(**) 1.000 -.001 .006

Sig. (2-tailed) .701 .000 .682 .476 .000 . .996 .964 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Lokasi Usaha

Correlation Coefficient -.149 .164 -.114 .040 .086 -.001 1.000 .391(**)

Sig. (2-tailed) .245 .200 .374 .759 .505 .996 . .002 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Kompetitor Correlation

Coefficient .093 .219 -.046 -.070 -.031 .006 .391(**) 1.000

Sig. (2-tailed) .469 .085 .721 .588 .810 .964 .002 . N 63 63 63 63 63 63 63 63 Kesadaran Correlation

Coefficient .170 .198 .034 .175 .158 .168 .228 .212

Sig. (2-tailed) .184 .120 .792 .170 .215 .189 .072 .095 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Minat Correlation

Coefficient .142 .073 .216 -.043 -.019 .148 .034 -.074

Page 141: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

126

Sig. (2-tailed) .268 .569 .090 .739 .885 .247 .792 .566 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Penilaian Correlation

Coefficient .085 .209 .056 .221 .378(**) -.007 .226 .161

Sig. (2-tailed) .510 .100 .662 .081 .002 .957 .075 .208 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Mencoba Correlation

Coefficient .165 .272(*) .160 .300(*) .166 .227 .107 .207

Sig. (2-tailed) .195 .031 .210 .017 .194 .074 .403 .104 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Penerapan Correlation

Coefficient .134 .270(*) .043 .080 .325(**) .250(*) .070 .094

Sig. (2-tailed) .295 .032 .738 .535 .009 .049 .585 .462 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Konfirmasi Correlation

Coefficient .273(*) .156 .131 .002 .291(*) .264(*) .020 .013

Sig. (2-tailed) .030 .221 .305 .988 .021 .036 .875 .922 N 63 63 63 63 63 63 63 63 Penolakan Correlation

Coefficient .240 .102 .008 -.015 .278(*) .293(*) -.043 .193

Sig. (2-tailed) .058 .428 .948 .908 .028 .020 .736 .129 N 63 63 63 63 63 63 63 63

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 142: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

127

Kesadaran Minat Penilaian Mencoba Penerapan Konfirmasi Penolakan Usia Responden

Correlation Coefficient -.030 -.080 .312(*) -.032 .025 .108 -.032

Sig. (2-tailed) .813 .531 .013 .802 .848 .400 .803 N 63 63 63 63 63 63 63 Pendidikan Correlation

Coefficient .208 .035 -.007 .088 -.137 -.147 .041

Sig. (2-tailed) .101 .788 .955 .495 .285 .251 .750 N 63 63 63 63 63 63 63 Pengalaman Usaha

Correlation Coefficient .130 .072 .424(**) .142 .075 .257(*) .068

Sig. (2-tailed) .310 .574 .001 .266 .558 .042 .596 N 63 63 63 63 63 63 63 Intensitas Komunikasi

Correlation Coefficient .169 -.046 .018 -.099 -.295(*) -.328(**) -.125

Sig. (2-tailed) .185 .720 .890 .441 .019 .009 .330 N 63 63 63 63 63 63 63 Keanggotaan Kelompok

Correlation Coefficient .187 .071 .071 .074 -.133 -.140 -.016

Sig. (2-tailed) .142 .579 .579 .566 .300 .273 .902 N 63 63 63 63 63 63 63 Kemampuan Resiko

Correlation Coefficient -.018 -.008 .025 .162 .119 .106 .146

Sig. (2-tailed) .892 .953 .846 .204 .352 .411 .253 N 63 63 63 63 63 63 63 Keterampilan Teknis

Correlation Coefficient .053 .012 .011 -.097 .196 -.051 -.025

Sig. (2-tailed) .682 .927 .931 .447 .124 .692 .844 N 63 63 63 63 63 63 63 Kebijakan Pemda

Correlation Coefficient .170 .142 .085 .165 .134 .273(*) .240

Sig. (2-tailed) .184 .268 .510 .195 .295 .030 .058 N 63 63 63 63 63 63 63

Page 143: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

128

Skala Usaha Correlation Coefficient .198 .073 .209 .272(*) .270(*) .156 .102

Sig. (2-tailed) .120 .569 .100 .031 .032 .221 .428 N 63 63 63 63 63 63 63 Modal Keuangan

Correlation Coefficient .034 .216 .056 .160 .043 .131 .008

Sig. (2-tailed) .792 .090 .662 .210 .738 .305 .948 N 63 63 63 63 63 63 63 Modal Tenaga Kerja

Correlation Coefficient .175 -.043 .221 .300(*) .080 .002 -.015

Sig. (2-tailed) .170 .739 .081 .017 .535 .988 .908 N 63 63 63 63 63 63 63 Sarana Usaha

Correlation Coefficient .158 -.019 .378(**) .166 .325(**) .291(*) .278(*)

Sig. (2-tailed) .215 .885 .002 .194 .009 .021 .028 N 63 63 63 63 63 63 63 Prasarana Usaha

Correlation Coefficient .168 .148 -.007 .227 .250(*) .264(*) .293(*)

Sig. (2-tailed) .189 .247 .957 .074 .049 .036 .020 N 63 63 63 63 63 63 63 Lokasi Usaha

Correlation Coefficient .228 .034 .226 .107 .070 .020 -.043

Sig. (2-tailed) .072 .792 .075 .403 .585 .875 .736 N 63 63 63 63 63 63 63 Kompetitor Correlation

Coefficient .212 -.074 .161 .207 .094 .013 .193

Sig. (2-tailed) .095 .566 .208 .104 .462 .922 .129 N 63 63 63 63 63 63 63 Kesadaran Correlation

Coefficient 1.000 .446(**) .397(**) .403(**) .326(**) .295(*) .424(**)

Sig. (2-tailed) . .000 .001 .001 .009 .019 .001 N 63 63 63 63 63 63 63 Minat Correlation

Coefficient .446(**) 1.000 .311(*) .226 .286(*) .512(**) .271(*)

Page 144: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

129

Sig. (2-tailed) .000 . .013 .075 .023 .000 .032 N 63 63 63 63 63 63 63 Penilaian Correlation

Coefficient .397(**) .311(*) 1.000 .291(*) .400(**) .315(*) .311(*)

Sig. (2-tailed) .001 .013 . .021 .001 .012 .013 N 63 63 63 63 63 63 63 Mencoba Correlation

Coefficient .403(**) .226 .291(*) 1.000 .331(**) .319(*) .344(**)

Sig. (2-tailed) .001 .075 .021 . .008 .011 .006 N 63 63 63 63 63 63 63 Penerapan Correlation

Coefficient .326(**) .286(*) .400(**) .331(**) 1.000 .620(**) .556(**)

Sig. (2-tailed) .009 .023 .001 .008 . .000 .000 N 63 63 63 63 63 63 63 Konfirmasi Correlation

Coefficient .295(*) .512(**) .315(*) .319(*) .620(**) 1.000 .485(**)

Sig. (2-tailed) .019 .000 .012 .011 .000 . .000 N 63 63 63 63 63 63 63 Penolakan Correlation

Coefficient .424(**) .271(*) .311(*) .344(**) .556(**) .485(**) 1.000

Sig. (2-tailed) .001 .032 .013 .006 .000 .000 . N 63 63 63 63 63 63 63

* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Page 145: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

130

Lampiran 6. Foto Dokumentasi Profil RMT Kelas C di Jakarta Timur

Foto 1. Profil Bagian Depan RMT Kelas C Foto 2. Profil Bagian Belakang (Dapur) RMT di Jakarta Timur Kelas C di Jakarta Timur

Foto 3 dan 4 Profil Ruang Pelayanan (Makan) RMT Kelas C di Jakarta Timur

Page 146: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA : AYAT TAUFIK AREVIN NOMOR POKOK : I 352060031 PROGRAM STUDI : ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN JUDUL PENELITIAN : TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH PENGELOLA RUMAH MAKAN

TRADISIONAL KELAS C DI JAKARTA TIMUR

DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. BASITA G. SUGIHEN, M.A. (Ketua) Dr. Ir. SITI AMANAH, M.Sc. (Anggota)

KELOMPOK/BIDANG ILMU : ILMU-ILMU SOSIAL

HARI/TANGGAL : SENIN, 10 NOPEMBER 2008 WAKTU : PUKUL 09.00-10.00 WIB TEMPAT : AUDITORIUM B1 Lt. 1 SOSEK FAPERTA KAMPUS IPB DRAMAGA BOGOR

Page 147: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

2

TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH PENGELOLA RUMAH MAKAN TRADISIONAL KELAS C DI JAKARTA TIMUR1

Adoption Level Sapta Pesona Program of Traditional Restaurant Managers in East Jakarta

Ayat Taufik Arevin2, Basita G.Sugihen3, Siti Amanah3 ABSTRACT

The sectors of transportation, telecommunication, tourism development raised since of 1980th, have been able to overcome the social problems and economics in the ASEAN countries. Tourism development represents Indonesian pledge in the effort of accelerating economics growth. Sapta Pesona is one of the programs to promote tourism development. Sapta Pesona (the Seven Amazed Program) consists of safety, cleanliness, orderliness, comfort, beauty, hospitality, and enhancing memories. The success of Sapta Pesona program will positively contribute to the tourism businesses that are majority managed by low medium levels of restaurant businesses. The study was focused on management of C-class restaurants. Management of C-class restaurants still ran in very traditional strategy. The aims of this study were (1) to learn the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program, (2) to identify the factors related to the participation of the managers in adoption, and (3) to find out strategic to improve participation of the managers in adoption Sapta Pesona program. The research method used was survey, supported by participatory observation technique. The populations of the study were 63 restaurants managers at the east of Jakarta. The data collection was carried out from February until September 2008. The data analysis used was correlation test of Rank Spearman. The results showed that (1) the participation of traditional restaurant managers were of medium level, (2) the personal characters (age, experience, level of educations and communication intensity) were positively related to the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program, (3) the business characters were closely related to the participatory level of the traditional restaurant managers in adoption Sapta Pesona program. Key words: traditional C-class restaurant managers, adoption, Sapta Pesona.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembangunan pariwisata merupakan andalan Indonesia dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Sapta Pesona sebagai salah satu program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mampu berpartisipasi dalam pembangunan di bidang pariwisata. Program Sapta Pesona yaitu aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-tamah, dan kenangan merupakan kunci sukses bagi semua kegiatan bisnis di bidang pariwisata. Rumah makan salah satu sarana usaha pariwisata yang cukup berpotensi. Dari total penerimaan pajak daerah di DKI Jakarta, pajak yang berasal dari bidang usaha hotel dan restoran mampu menyumbang 12%.

Pada tahun 2005 pemerintah kota Jakarta Timur berhasil mendapatkan penerimaan masing-masing dari pajak hotel sebesar Rp. 7.109.812.177, pajak restoran 1 Makalah sebagai bagian dari Tesis pada Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SPs IPB 2 Mahasiswa pada Program Magister SPs IPB 3 Berturut-turut adalah Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing

Page 148: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

3

Rp. 19.536.992.658 dan pajak hiburan Rp. 5.470.979.345. Total keseluruhan Rp. 32.117.784.180, dan penerimaan pajak ini meningkat sebesar 64,3 persen di banding tahun sebelumnya sebesar Rp. 20.810.713.117. (http://www.jaktim.beritajakarta.com/)

Pengelolaan rumah makan kelas C masih tradisional, belum mampu memenuhi kepuasan pelanggan dan rendah dalam kemampuan berkompetisi. Salah satu upaya peningkatan mutu ataupun citra rumah makan tradsional yaitu perlunya pengelola rumah makan berpartisipasi dalam menerapkan unsur-unsur dalam program Sapta Pesona. Beberapa faktor penyebab kegagalan usaha kecil menurut Puspopranoto, et.al (2006) antara lain yaitu: (1) Akibat kebiasaan buruk atau kesehatan kurang baik; (2) Kehilangan pasar; (3) Kurangnya pengalaman manajerial; dan (4) Lemahnya daya saing dan lokasi kurang baik. Faktor ini juga yang menyebabkan keberadaan rumah makan tradisional semakin terdesak oleh restoran modern jenis fast food waralaba baik lokal maupun asing. Kunci keberhasilan menurut Rakhmawati, et.al (2003) antara lain restoran fast food modern tunduk pada peraturan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan frenchise-nya di kantor pusat, seperti ketetapan: standar mutu produk, standar manajemen, standar pemasaran, standar lay-out dan standar desain, dan standar kerja karyawan.

Masalah Penelitian Penelitian tingkat adopsi program sapta Pesona oleh Pengelola rumah makan

tradisional kelas C di Jakarta Timur ini diharapkan mampu menjawab masalah tentang: (1) Apakah program Sapta Pesona belum menjadi komitmen budaya bagi pengelola

rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur? (2) Ciri-ciri apa saja yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona

oleh pengelola rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur? (3) Bagaimana strategi percepatan adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola rumah

makan tradisional kelas C di Jakarta Timur? Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur yaitu: (1) Mengetahui penerapan unsur-unsur Sapta Pesona oleh pengelola rumah makan

tradisional kelas C di Jakarta Timur. (2) Menganalisis ciri-ciri yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta

Pesona oleh Pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur. (3) Bahan rumusan untuk meningkatkan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh

Pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

Kerangka Berpikir Berdasarkan studi yang dilakukan Kementerian Budpar RI (2003), diperoleh fakta

bahwa: “Partisipasi masyarakat dalam pengembangan daerah tujuan wisata (DTW) di Indonesia masih rendah”. Hal ini disebabkan: (1) tidak adanya ketentuan yang jelas dan rinci tentang pelibatan masyarakat dalam pengembangan DTW; (2) kebijakan tentang peran serta masyarakat dalam pengembangan pariwisata hanya berisi himbauan agar masyarakat diikutsertakan dalam upaya pengembangan tersebut tanpa adanya penjelasan persyaratan, tata cara dan tahap-tahap pelaksanaannya; dan (3) tradisi politik dan budaya Indonesia yang kurang mendukung yaitu kondisi perekonomian yang kurang baik, kurangnya keahlian di bidang kepariwisataan, kurangnya saling pengertian antara pihak-pihak yang terlibat, kualitas sumber daya manusia yang rendah, dan keterbatasan modal masyarakat.

Page 149: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

4

Pengelola rumah makan merupakan orang terdepan dalam menjamin kepuasan kualitas produk makanan, minuman, serta pelayanan bagi pelanggannya. Pengelola juga yang bertanggungjawab atas profesionalisme dan jaminan kesejahteraan karyawannya. Pelanggan dan karyawan merupakan aset dalam menjadikan bisnis yang dikelolanya sehat dan mampu berkembang. Usaha rumah makan tradisional di kota besar sekarang ini semakin terdesak oleh restoran waralaba baik lokal maupun dari luar negeri. Kondisi ini adalah akibat rendahnya pengalaman usaha, kemampuan wirausaha, dan keterampilan manajerial bagi pengelola yang terkadang sekaligus pemilik usaha rumah makan tradisional. Maka penelitian ini ingin mengetahui tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola rumah makan tradisional (RMT) kelas C, untuk menjadikan Sapta Pesona sebagai komitmen budaya bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam bisnis yang dijalankannya.

Berdasarkan kerangka pemikiran tentang hubungan antara ciri pribadi dan ciri lingkungan usaha dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola RMT kelas C dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 1. Kerangka Berpikir Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C

Hipotesis Penelitian (1) Ciri pribadi memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona

oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur. (2) Ciri lingkungan usaha memiliki hubungan nyata dengan tingkat adopsi program

Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur. METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah seluruh pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta

Timur. Populasi RMT kelas C yang ada di Jakarta Timur adalah 63 unit usaha. Setiap seorang pengelola RMT kelas C dalam penelitian ini mewakili seorang pengelola yang ada pada setiap unit usaha RMT kelas C di Jakarta Timur. Populasi penelitian ini adalah 65 pengelola dan pengumpulan data dilakukan secara sensus. Pelaksanaan penelitian ini pada bulan Februari 2008 sampai dengan September 2008.

Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona (Y): 1. Kesadaran 2. Minat 3. Penilaian 4. Mencoba 5. Penerimaan 6. Konfirmasi 7. Penolakan

Ciri Pribadi (X1) 1. Umur (X1.1) 2. Pendidikan (X1.2) 3. Pengalaman berusaha (X1.3) 4. Intensitas komunikasi (X1.4) 5. Keanggotaan kelompok (X1.5) 6. Kemampuan mengendalikan resiko (X1.6) 7. Keterampilan teknis (X1.7)

Lingkungan Usaha RMT (X2) 1. Kebijakan Pemda (X2.1) 2. Skala usaha (X2.2) 3. Modal keuangan (X2.3) 4. Modal tenaga kerja (X2.4) 5. Sarana usaha (X2.5) 6. Prasarana usaha (X2.6) 7. Lokasi usaha (X2.7) 8. Kompetitor (X2.8)

Page 150: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

5

HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Pribadi Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur

Umur pengelola RMT Kelas C di Jakarta bervariasi mulai dari 22 tahun sampai dengan 75 tahun, dengan rataan 49 tahun. Sebanyak 60,3% berusia antara 40-57 tahun. Kelompok umur tersebut termasuk tenaga kerja produktif, karena berada diantara 15 sampai dengan 64 tahun (BPS, 2001). Orang yang lebih muda (25,4%) kurang mendominasi, alasan yang muncul yaitu takut untuk memutuskan menjadi wirausahawan. Ada kecenderungan mereka ingin tetap nyaman bekerja atau tetap pada posisinya, mendapat gaji, inventaris dan sebagainya.

SDM pengelola RMT kelas C rata-rata SMA (46%), sekitar 10% diantaranya pernah ikut pendidikan khusus di bidang usaha katering, pendampingan oleh restoran hotel, dan dari dinas peternakan. Berbagai alasan motivasi untuk mengelola usaha rumah makan. Mereka yang berlatarbelakang pendidikan tinggi (28,6%) beralasan pensiun muda dari pekerjaan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan memutar bekal tunjangan yang diperoleh. Hal ini membuktikan pendidikan menjadi urutan pertama dalam menentukan tingkat keinovatifan seseorang (Rogers & Shoemaker, 1971) dan seseorang yang berpendidikan tinggi lebih mudah untuk menerima informasi dan berkemampuan menganalisis masalah yang dihadapinya Maryani (1995). Konsekuensi masa depan ditentukan oleh pengalaman masa lalu, dampak dari pengalaman, serta pengamatan seseorang terhadap yang lain (Bandura 1986). Berdasarkan teori tersebut, hasil survei terhadap pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur, yang pengalaman usaha terendah antara 0,5 hingga 16 tahun (76,2%) masih perlu menggali pengalaman. Pengalaman usaha yang dimiliki merupakan bagian dari proses belajar bagi pengelola rumah makan. Kualitas intensitas komunikasi pengelola RMT sangat rendah, sebanyak 73% mengandalkan sumber informasi bisnis dari orang tua dan keluarga dekat saja. Sesuai pendapat Schramm (1973) bahwa perilaku pencarian informasi berhubungan dengan tingkat pendidikan. Orang-orang yang berpendidikan tinggi cenderung mencari isi informasi melalui media cetak.

Keterlibatan pengelola dalam organisasi kelompok rendah hanya 17,5 % yang terdaftar sebagai anggota kelompok. Mereka yang tidak terlibat (76,2%) memiliki alasan antara lain: (1) beranggapan waktu/kesempatan untuk berusaha jadi berkurang, (2) kesulitan untuk mempercayai bawahan, (3) masih harus terlibat langsung dalam pelayanan kepada pelanggannya. Sebagian lagi (6,3%) belum terlibat dalam kelompok karena belum ada waktu luang dan belum ada informasi tentang keberadaan kelompok.

Pengelola RMT memiliki tingkat keberanian ambil resiko sedang (63,5%), hasil data menjelaskan bahwa: (1) resiko produksi, harga, pelayanan, dan promosi masih mampu dikendalikan pengelola RMT kelas C, (2) hambatan lain berupa sepi pengunjung, kesulitan bahan baku, kenaikan harga BBM, ketenagakerjaan, keamanan, pungutan liar, dan pengamen juga masih dapat diatasi dengan baik, (3) adanya keterlibatan keluarga dan karyawan dalam membantu menghadapi resiko dan mengatasi hambatan yang ada, (4) pengelola memiliki semangat untuk mengembangkan usaha dengan memperluas usaha di tempat lain. Kemampuan mengambil resiko merupakan bagian dari jiwa kewirausahaan, yaitu kemampuan dalam membaca peluang, berinovasi, mengelola, dan menjual (Hendro, 2006). Keterampilan teknis adalah kemampuan untuk menggunakan peralatan, prosedur atau teknik-teknik dari suatu bidang tertentu (Katz, 1974). Tingkat kemampuan dan

Page 151: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

6

keterampilan teknis yang perlu dimiliki pengelola RMT yaitu pengelolaan produk, harga, pelayanan, promosi, pengelolaan karyawan, dan evaluasi kepuasan pelanggan. Hasil yang diperoleh menggambarkan bahwa 87,3% pengelola RMT telah memiliki kemampuan dan keterampilan teknis dalam pengelolaan aset karyawan dan pelanggan.

Ciri Lingkungan Usaha RMT Kelas C Jakarta Timur Pendapat pengelola RMT kelas C tentang kebijakan Pemerintah Daerah terkait

dengan keberlangsungan usaha rumah makan menunjukkan tingkat kepuasan sedang 55,6%, dan selebihnya 22,2% merasa tidak puas. Pengelola RMT cukup puas atas kebijakan Pemerintah Daerah setempat tentang pelayanan administrasi perijinan, pungutan pajak dan retribusi. Begitupula dalam hal kegiatan pengawasan, pembinaan daya saing, pembinaan kualitas produk, dan pembinaan kualitas pelayanan. Luas usaha RMT kelas C 93,7% rendah yaitu antara 50 hingga 233 meter persegi, dengan kapasitas duduk antara 10 hingga 40 (65,1%). Jumlah tenaga kerja antara 2-9 orang karyawan (82,5%). Jumlah pengunjung terendah (79,4%) yaitu berkisar antara 50 hingga 133 orang. Jumlah omzet terendah (34,9%) mampu mencapai Rp. 2.267.000,- (dua juta dua ratus enam puluh tujuh ribu rupiah) perhari. Seluruh pengelola mengandalkan modal sendiri (berasal dari warisan keluarga), hanya 25% yang mencari tambahan bantuan modal dari bank pemerintah, 18% dari bank swasta, 15% dari lembaga koperasi, 15% dari pegadaian, dan 11,7% masih memanfaatkan dana pinjaman dari rentenir. Ketersedian modal dan asal modal yang telah diuraikan di atas sekaligus membuktikan bahwa rumah makan kelas C sebagai usaha kecil menengah (UKM) dengan administrasi perusahaan yang pada umumnya masih bersifat sederhana, kurang teratur, belum berbentuk badan hukum tidak mampu menyediakan jaminan (coliateral) guna mendapatkan kredit dari dunia perbankan. Hal ini menjadi penyebab investasi modal terbatas (Fuad, 2000), dan pembiayaan hanya mampu disediakan oleh seorang atau sekelompok kecil (Puspopranoto, 2006). Tenaga kerja RMT cukup berkualitas (44,4%), karena 60% pengelola memberikan pelatihan pada saat pertama kali karyawan bekerja. Bentuk materi pelatihan yang diberikan yaitu mengenai cara produksi, cara pelayanan, kecepatan pelayanan, cara komunikasi, keramahtamahan pelayanan, mengenai keutamaan keamanan, kebersihan, dan kesehatan dalam pelaksanaan kerja. Materi tersebut direspon sebagai modal utama bagi tenaga kerja dan merupakan faktor penting dalam melaksanakan kegiatan usaha rumah makan. Kuantitas dan kualitas sarana usaha yaitu 71,4% diantaranya pada tingkat sedang, dideskripsikan bahwa sebagian besar RMT kelas C di Jakarta Timur memiliki peralatan makan-minum dengan kondisi layak pakai dan jumlahnya mencukupi berdasarkan standar kebutuhan operasional harian mereka. Kualitas kebersihan peralatan memasak dan area dapur juga sudah sesuai standar di kelasnya. Namun kegiatan inventarisasi peralatan oleh 60% RMT belum dilakukan secara rutin. Kondisi prasarana usaha meliputi kelayakan instalasi listrik, gas, air bersih, tempat penampungan sampah, saluran limbah, pemadam kebakaran, area parkir, toilet umum dan tempat ibadah solat menunjukkan tingkat kelayakannya sedang (52,4%). Lokasi dan situasi lingkungan RMT berpengaruh terhadap tingkat kunjungan, kelompok tamu yang datang, dan jenis tamu yang datang. Menurut kondisi tersebut, RMT 61,9% pada tingkatan sedang. Pengelola RMT menganggap tingkat persaingan cukup ketat (74,6%) yaitu dalam hal persaingan produk, harga, pelayanan, dan promosi.

Page 152: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

7

Tingkat Adopsi Pengelola RMT Kelas C Kesadaran Pengelola RMT rendah dengan skor 1.40, yaitu 54% tidak mengenal

program Sapta Pesona, 49% tidak tahu tujuan program, dan 52% tidak tahu kapan program Sapta Pesona mulai diperkenalkan.

Tabel 1. Skor Tingkat Adopsi Program Tabel 2. Persentase Kesulitan Pengelola Sapta Pesona oleh Pengelola RMT Kelas C RMT Kelas C dalam Penerapan Sapta

Pesona Keterangan: n = 63, skor 1 – 1,66 = rendah 1,67 – 2,33 = sedang 2,34 – 3 = tinggi

Minat pada program Sapta Pesona ditunjukkan oleh 53% pengelola memperoleh informasi melalui media massa dan elektronik, 32% dari penyuluh pariwisata, 15% mencari informasi melalui kegiatan seminar dan pertemanan bisnis. Peranan penyuluh pariwisata dalam sosialisasi program Sapta Pesona masih rendah, maka perlu dicari upaya menguatkan minat pengelola lebih memahami, sehingga mampu menerapkan dan memanfaatkan program tersebut pada kegiatan bisnisnya.

Penilaian pengelola terhadap manfaat program Sapta Pesona juga rendah, 67% mengaku tidak mengenal dan tidak tahu adanya penyuluh bidang pariwisata, dan 52% mengatakan sulit memahami isi program. Meski demikian, keinginan mencoba pengelola (51%) cukup tinggi dalam menerapkan butir-butir Sapta Pesona pada kegiatan usahanya. Kesulitan yaitu untuk menerapkan butir keamanan dan ketertiban, penyebabnya bahwa usaha mereka yang berlokasi di pusat keramaian seperti lingkungan pasar, terminal, dan stasiun.

Kemampuan pengelola (59%) untuk menerapkan butir-butir program Sapta Pesona cukup tinggi. Tingkat intensitas menerapkan unsur kenangan berada pada tahap menyajikan hidangan ciri khas lokal, sedangkan cinderamata yang unik khas lokal belum terpikirkan oleh mereka. Konfirmasi tentang penerapan Sapta Pesona berpengaruh tipis (51%) terhadap kepuasan pengunjung, jumlah pendapatan, citra perusahaan, kepuasan karyawan, dan produktifitas kerja.

Penolakan pengelola (56%) rendah terhadap program Sapta Pesona sebagai suatu inovasi dalam kegiatan bisnisnya. Kecenderungan penolakan karena ketidaktahuan dan ketidakpahaman mereka tentang unsur-unsur yang ada dalam program Sapta Pesona.

Tabel 3. Hasil Persepsi Pengelola RMT kelas C terhadap Program Sapta Pesona

Persepsi Sapta Pesona

Aman Tertib Bersih Sejuk Indah Ramah Kenangan Tidak Setuju

22 (34,9%)

32 (50,8%)

18 (28,6%)

20 (31,7%)

23 (36,5%)

13 (20,6%)

8 (12,7%)

Ragu 27 (42,9%)

17 (27,0%)

30 (47,6%)

32 (50,8%)

31 (49,2%)

38 (60,3%)

48 (76,2%)

Setuju 14 (22,2%)

14 (22,2%)

15 (23,8%)

11 (17,5%)

9 (14,3%)

12 (19,0%)

7 (11,1%)

Total 63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

63 (100%)

No Tingkat Adopsi Skor 1 Kesadaran 1,40 2 Minat 1,68 3 Penilaian 1,52 4 Mencoba 2,30 5 Penerapan 1,78 6 Konfirmasi 1,70 7 Penolakan 1,51 Rataan 1,70

Butir Sulit Frekuensi Persen

Aman 32 50,8

Tertib 17 27,0

Bersih 7 11,1

Sejuk 7 11,1 Total 63 100,0

Page 153: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

8

Hasil analisis persepsi program Sapta Pesona menunjukkan bahwa masih ada keraguan pengelola RMT kelas C untuk memutuskan mengadopsi dan menerapkan butir-butir Sapta pesona pada kegiatan usahanya. Keraguan tentang program Sapta Pesona akan mampu mewujudkan keamanan, kebersihan, kesejukan, keindahan, keramahtamahan, dan kenangan, Bahkan terdapat tidak setuju jika menerapkan program Sapta Pesona akan mampu mewujudkan ketertiban. Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur mengadopsi program Sapta Pesona dalam kurun waktu yang berbeda-beda. Menurut ciri-cirinya, yang disarikan dari Wiriatmadja (1978), Mardikanto (1982), dan Rogers (1983), pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur dapat dikelompokkan dalam 5 (lima) kategori adopter (gambar 1) terdiri dari: (1) 9,5% sebagai inovator; (2) 42,9% pelopor; (3) 36,5% pengikut dini; (4) 6,3% pengikut akhir; dan (5) 4,8% kelompok lamban.

Gambar 1. Persentase menurut Kategori Adopter Hubungan Ciri Pribadi dengan Tingkat

Adopsi Program Sapta Pesona Hasil analisis dari uji statistik non-parametrik Rank Spearman (rs) disajikan pada

tabel 4, membuktikan bahwa ciri pribadi yaitu umur, tingkatan pendidikan, pengalaman, intensitas komunikasi dan keanggotaan kelompok tidak mampu mempengaruhi tingkat kesadaran, minat, keinginan mencoba, dan tingkat penolakan pengelola untuk mengadopsi program Sapta Pesona.

Tabel 4. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Pribadi dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

n = 63 pengelola RMT kelas C ; * Berhubungan nyata pada α = 0,05 ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01

No Ciri Pribadi Kesa-daran Minat Peni-

laian Men-coba

Pene-rapan

Konfir-masi

Peno-lakan

1 Umur -0,030 -0,080 0,312* -0,032 0,025 0,108 -0,032 2 Pendidikan 0,208 0,035 -0,007 0,088 -0,137 -0,147 0,041 3 Pengalaman 0,130 0,072 0,424** 0,142 0,075 0,257* 0,068

4 Intensitas Komunikasi 0,169 -0,046 0,018 -0,099 -0,295* -0,328** -0,125

5 Keanggotaan Kelompok 0,187 0,071 0,071 0,074 -0,133 -0,140 -0,016

6 Pengendalian Resiko -0,018 -0,008 0,025 0,162 0,119 0,106 0,146

7 Keterampilan Teknis 0,053 0,012 0,011 -0,097 0,196 -0,051 -0,025

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

35,0%

40,0%

45,0%

50,0%

InnovatorEarly Adopter

EarlyMajority

LateMajority Laggard

9,5%

42,9%

36,5%

6,3% 4,8%

Page 154: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

9

Hubungan sangat tipis terjadi antara tingkat pendidikan dan tingkat kesadaran pengelola RMT kelas C pada α = 0,10 dari 63 pengelola hanya 6 pengelola RMT kelas C (10%) yang tidak memiliki hubungan. Kemampuan menilai dan memahami isi program Sapta Pesona berhubungan nyata dengan umur pengelola RMT kelas C pada α = 0,01 dan berhubungan sangat nyata dengan lamanya pengalaman usaha pada α = 0,05. Maka penelitian ini mampu membuktikan bahwa tingkat adopsi program Sapta Pesona mampu dipengaruhi oleh umur dan lamanya pengalaman usaha.

Hasil penelitian membuktikan adanya arah hubungan negatif (berlawanan). Hubungan negatif nyata pada α = 0,05 antara intensitas komunikasi dengan tingkat adopsi dalam penerapan program Sapta Pesona. Artinya jika tingkat intensitas komunikasi pengelola RMT kelas C naik maka keinginan menerapkan unsur-unsur dalam program Sapta Pesona akan menurun, atau juga sebaliknya jika keinginan pengelola RMT kelas C untuk menerapkan unsur-unsur Sapta Pesona semakin tinggi maka tingkat intensitas komunikasi semakin menurun.

Tingkat konfirmasi tentang pengaruh penerapan program Sapta Pesona berhubungan nyata dengan pengalaman pengelola RMT kelas C pada α = 0,05. Namun berhubungan negatif (berlawanan) sangat nyata dengan intensitas komunikasi pada α = 0,01. Tanda negatif menunjukkan arah perubahan yang berlawanan, yaitu jika tingkat intensitas komunikasi naik maka kemampuan konfirmasi akan menurun, sebaliknya jika kemampuan konfirmasi semakin tinggi maka tingkat intensitas komunikasi semakin menurun.

Hubungan Ciri Lingkungan Usaha dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

Berdasarkan tabel 5 terbukti bahwa tidak ada keeratan hubungan antara ciri lingkungan usaha dengan tingkat kesadaran dan minat pengelola pada program Sapta Pesona. Namun besaran modal keuangan berhubungan nyata dengan minat pengelola pada α = 0,10. Kondisi sarana usaha berhubungan dengan kemampuan penilaian sangat nyata pada α = 0,01 sedangkan komponen skala usaha dan modal tenaga kerja berhubungan dengan kemampuan menilai pada α = 0,10. Skala usaha dan modal tenaga kerja berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan keinginan mencoba dan prasarana usaha dan persaingan usaha terjadi hubungan pada α = 0,10. Skala usaha dan kemampuan memelihara prasarana usaha berhubungan nyata dengan tingkat penerapan unsur-unsur program Sapta Pesona pada α = 0,05. Hubungan sangat nyata pada α = 0,01 terjadi antara kualitas sarana usaha dengan bentuk aksi penerapan unsur Sapta Pesona.

Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi (rs) antara Ciri Lingkungan Usaha dengan Tingkat Adopsi Program Sapta Pesona

n = 63 pengelola RMT kelas C ; * Berhubungan nyata pada α = 0,05 ** Berhubungan sangat nyata pada α = 0,01

No Ciri Lingkungan Usaha

Kesa- daran Minat Penilai-

An Men- coba

Pene- rapan

Konfir- masi

Peno- lakan

1 Kebijakan Pemda 0,170 0,142 0,085 0,165 0,134 0,273* 0,240 2 Skala Usaha 0,198 0,073 0,209 0,272* 0,270* 0,156 0,102 3 Modal Keuangan 0,034 0,216 0,056 0,160 0,043 0,131 0,008 4 Modal Tenaga 0,175 -0,043 0,221 0,300* 0,080 0,002 -0,015 5 Sarana Usaha 0,158 -0,019 0,378** 0,166 0,325** 0,291* 0,278* 6 Prasarana Usaha 0,168 0,148 -0,007 0,227 0,250* 0,264* 0,293* 7 Lokasi Usaha 0,228 0,034 0,226 0,107 0,070 0,020 -0,043 8 Kompetitor 0,212 -0,074 0,161 0,207 0,094 0,013 0,193

Page 155: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

10

Tingkat konfirmasi berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan kebijakan Pemda, kondisi sarana usaha, dan prasarana usaha. Tingkat penolakan terhadap program Sapta Pesona yang dilakukan pengelola RMT kelas C berhubungan nyata pada α = 0,05 dengan kondisi sarana usaha dan prasarana usaha. Perihal penolakan juga berhubungan dengan kebijakan Pemda pada α < 0,10 yaitu untuk per-seratus kasus terjadi peluang kesalahan sebesar enam kasus saja, dan hal ini masih bisa diterima sebagai suatu keeratanhubungan.

Strategi Percepatan Adopsi Program Sapta Pesona Pengelola RMT Kelas C Jakarta Timur

Berdasarkan bahasan hasil analisis keeratanhubungan antara ciri pribadi dan ciri lingkungan usaha terhadap tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh Pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur, maka berikut merupakan strategi percepatan adopsi program Sapta Pesona yaitu: (1) Program Sapta Pesona harus bersifat inovasi yang tepat guna.

(a) Sapta Pesona harus dapat dirasakan sebagai kebutuhan oleh pengelola RMT kebanyakan.

(b) Sapta Pesona harus memberi keuntungan secara konkrit bagi pengelola RMT. (c) Sapta Pesona harus mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada. (d) Penerapan Sapta Pesona harus terjangkau oleh kemampuan finansial

perusahaan. (e) Sapta Pesona harus sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba.

(2) Memilih metode penyuluhan Sapta Pesona yang efektif. (3) Memberdayakan agen penyuluhan pariwisata secara optimal.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan (1) Tingkat adopsi program Sapta Pesona oleh pengelola usaha rumah makan

tradisional kelas C di Jakarta Timur termasuk kategori sedang. Pengelola RMT telah mengadopsi sebagian dari program Sapta Pesona. Menurut tingkat adopsi, mereka berada pada tingkat menilai dan sedang menuju proses mencoba, sehingga Program Sapta Pesona belum menjadi komitmen budaya bagi pengelola RMT kelas C di Jakarta Timur.

(2) Ciri pribadi yang berhubungan positif dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur adalah usia, tingkat pendidikan, dan pengalaman usaha. Sedangkan intensitas komunikasi berhubungan negatif dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur.

(3) Ciri lingkungan usaha yang berhubungan dengan tingkat adopsi program Sapta Pesona pengelola usaha rumah makan tradisional kelas C di Jakarta Timur adalah kebijakan Pemda setempat, skala usaha, modal tenaga kerja, sarana usaha, prasarana usaha, lokasi usaha, dan kompetitor.

Saran (1) Usaha meningkatkan kemampuan adopsi program Sapta Pesona dilakukan dengan

meningkatkan intensitas komunikasi penyuluh dengan pengelola RMT dalam upaya mengembangkan pengetahuan dan kemampuan pengelola melalui kegiatan penyuluhan maupun melalui media organisasi kelompok usaha RMT.

Page 156: TINGKAT ADOPSI PROGRAM SAPTA PESONA OLEH … · Pengelola Rumah Makan Tradisional Kelas C Jakarta Timur. ... Universitas Negeri Jakarta ... karyawan Wisma Putera Bahagia Cimacan Milik

11

(2) Penyuluh dan petugas Sudin Kesehatan maupun Pariwisata hendaknya memotivasi pengelola supaya membentuk organisasi kelompok pengusaha RMT dan terlibat aktif dan mendinamikakan kelompok sebagai wadah belajar dengan program-program yang dibutuhkan.

(3) Kelembagaan lain, seperti sumber modal dan koperasi perlu secara bersama-sama mendukung upaya nyata peningkatan kemampuan berusaha pengelola usaha RMT kelas C di Jakarta Timur dengan memberi kemudahan dalam akses modal.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A.J. 1986. Social Foundations of Thought and Action: A Social Cognitive Theory. New Jersey: Prentice Hall, Inc.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2001. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran Serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan. http://www.bps.go.id [2 Jan 2008].

[Budpar]Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Panduan Sadar Wisata, Jakarta. http://www.budpar.go.id/filedata/1468_1263-1468357 sadarwisata.pdf

Fuad, M. 2000. Pengantar Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hendro dan Chandra. 2006. Be a Smart and Good Entrepreuneur. Jakarta: CLA

Publishing dan Universitas Bina Nusantara. Katz, R. L. (1974). "Skills of an Effective Administrator." Harvard Business Review 52,

no. 5(September-October): 90-102. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta: Percetakan

Sebelas Maret University. Maryani. 1995. Kreativitas Transmigrasi Berdasarkan Daerah Asal dalam

Pemanfaatan Lahan Pekarangan [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Presiden Republik Indonesia: Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata.

Profil Pariwisata Kotamadya Jakarta Timur. http://www.jaktim.beritajakarta.com/ Puspopranoto, Sawaldjo. 2006. Manajemen Bisnis. Jakarta : Penerbit PPM, P.91 Rakhmawati, Lenny dan Jeliteng Pribadi. 2003. Perbedaan Lay-out dan Desain Interior

Restoran Fast Food dengan Restoran Tradisional dalam Kaitannya dengan Kepuasan Konsumen di Banda Aceh [laporan penelitian]. Banda Aceh: Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.

Roger, EM. and F.F. Shoemaker. 1971. Communication of Innovation: A Cross Cultural Approach. The Free Press. New York

Rogers, EM. 1983. Diffusion of Innovations. Fourth Edition. New york: The Free Press. Schramm, W. dan Porter W. 1973. Men, Women, Message, and Media. New York:

Harper and Row Publisher. Wiriatmadja, S. 1990. Pokok-pokok Penyuluhan Pertanian. Jakarta: CV. Yasaguna.