tingkah laku kerbau rawa yang dipelihara secara … · secara feedlot yang diberi ransum dengan...

57
TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI DELVITA YUNIZA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Upload: docong

Post on 10-Mar-2019

231 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA

SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM

DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN

GARAM KARBOKSILAT KERING

(CGKK)

SKRIPSI

DELVITA YUNIZA

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 2: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

RINGKASAN

DELVITA YUNIZA. 2013. Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Dipelihara Secara

Feedlot yang Diberi Ransum Dengan Suplementasi Campuran Garam

Karboksilat Kering (CGKK). Skripsi. Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. M. Yamin, M.Agr.Sc

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Rudy Priyanto

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang

telah lama dikenal oleh masyarakat khususnya di pedesaan di Indonesia. Sistem

pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia dilakukan masih secara ekstensif dengan

pakan berasal dari hijauan saja tanpa adanya pemberian konsentrat yang

menyebabkan kualitas daging kerbau rendah dibandingkan dengan daging sapi. Daya

saing daging kerbau terhadap daging sapi dapat ditingkatkan salah satunya melalui

penggemukan. Faktor yang harus diperhatikan pada penggemukan yaitu pemberian

pakan yang berkualitas serta pemeliharaan secara intensif. Salah satu alternatif pakan

suplemen yang dapat ditambahkan adalah minyak ikan lemuru yang diproteksi ke

dalam bentuk campuran garam karboksilat kering (CGKK). Penelitian ini bertujuan

untuk mempelajari tingkah laku kerbau rawa terutama tingkahlaku makan dan

minum, melawan, membuang kotoran, merawat diri, dan vokalisasi yang diberi

ransum yang disuplementasi minyak ikan lemuru yang terpsoteksi dan

dikandangkan secara feedlot. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang

kandang A Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Ruminansia

Besar Fakultas Peternakan, dan Teknopark SEAFAST Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor. Ternak yang digunakan adalah enam ekor kerbau Rawa

jantan. Jenis perlakuan adalah ternak yang diberi konsentrat CGKK dan konsentrat

non CGKK 45gram/kg konsentrat.

Data hasil pengamatan tingkah laku diolah dengan menggunakan Uji

Freadman untuk data pengamatan berulang dengan perlakuan lebih dari 2, dan Man

Whitney. Data fisiologis diolah dengan uji t untuk mengetahui nilai rataan yang

berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku ternak kerbau

tidak berbeda nyata (P>0,05) antara pakan yang disuplemen CGKK dengan pakan

non CGKK. Tingkah laku kerbau rawa pada pakan yang disuplemen CGKK

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara pagi, siang, dan sore

hari terhadap kelima tingkah laku, kecuali pada tingkah laku merawat diri yang

berbeda nyata (P<0,05) antara pagi dan siang hari, antara sore dan pagi hari.

Frekuensi tingkah laku makan, agonistic, merawat diri, eliminasi, dan vokalisasi

pada kerbau yang disuplemen non CGKK tidak menunjukkan hasil yang berbeda

nyata (P>0,05) antara pagi hari, siang dan sore hari. Hasil Uji t Pengukuran data

fisiologis menunjukkan bahwa denyut jantung, pernapasan dan suhu rektal kerbau

rawa pada pagi, siang dan sore hari menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

(P<0,05).

Kata-kata kunci : kerbau, tingkah laku ternak, minyak ikan lemuru

Page 3: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

ABSTRACT

The Behaviour of Swamp Buffaloes in Feedlot Maintenance Given

Dried Carboxylate Salt Mixture (DCM) Supplement In Feed

Yuniza. D, M. Yamin and R. Priyanto

At present buffalo farming system is still traditional with a relatively low quality of

feed. Improvement of the feed quality needs to be developed. The experiment was

aimed to study the behaviour and physiological parameters of swamp buffalo as a

response of different treatment of feed supplemention protected Lemuru fish oil in

dried of carboxylate salts mixture (DCM) 0% and 4,5%. The animals used were six

heads of male buffaloes. Observations were conducted in three times, in the morning

(8:00 am - 10:00 am), around noon (12:00 am – 2:00 pm) and afternoon (3:00 pm -

5: 00 pm). The parameters included eating behaviour, agonistic, eliminative,

grooming, and vocalization. Physiological parameters measured were pulse rate,

respiration rate, and rectal temperature. Data analysis used were Man Whitney and

Friedman test to analysis frequency different of while two treatment., where as the

data of physiology were analysed by t test method. The results show that the eating,

agonistic, and eliminative behaviour were dominantly presented in the morning and

afternoon both in the two treatments. Grooming behaviour occurred during the day.

The physiology of the buffalo bull were not different in both feed treatment. It is

concluded that the feed treatments had no effect on the behaviour and phisiology of

the swamp buffalo, therefore CGKK can be recommended as a good quality feed for

local buffalo.

Keyword : buffalo, animal behaviour, DCM

Page 4: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA

SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM

DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN

GARAM KARBOKSILAT KERING

(CGKK)

SKRIPSI

DELVITA YUNIZA

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2013

Page 5: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

Judul : Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Dipelihara Secara Feedlot yang

Diberi Ransum Dengan Suplementasi Campuran Garam Karboksilat

Kering (CGKK)

Nama : Delvita Yuniza

NIM : D14080135

Menyetujui,

Mengetahui:

Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

( Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc )

NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 11 Desember 2012 Tanggal Lulus :

Pembimbing Utama

( Dr. Ir. M. Yamin, M.Agr. Sc )

NIP. 19630281198803 1 002

Pembimbing Anggota

( Dr. Ir. Rudy Priyanto )

NIP. 19601216 198603 1 003

Page 6: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 29 Maret 1990 yang bertempat di Lubuk Layang,

Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten pasaman, Sumatera Barat. Penulis merupakan

anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Zamzami Kimin dan Ibunda

Yuni Desmi. Pendidikan dasar dimulai dari tahun 1996 di SD Negeri 14 Lubuk

Layang dan diselesaikan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP

Negeri 1 Rao dan menyelesaikan pendidikan tersebut pada tahun 2005. Pendidikan

lanjutan menengah atas ditempuh pada tahun 2005 sampai tahun 2008 di SMU

Negeri 1 Rao. Penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI), setelah menyelesaikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) IPB pada tahun

2009 penulis diterima di Departemen Ilmu Produksi dan Tekhnologi Peternakan

(IPTP), Fakultas Peternakan IPB.

Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam

berbagai kepanitiaan yaitu, panitia BAZAR CERIA tingkat TPB, panitia BINDES

FAPET dan Makrab IPTP 46. Penulis juga tergabung dalam organisasi di luar IPB

yaitu sebagai sekretaris ikatan mahasiswa harimau pasaman (IMHP) Bogor.

Page 7: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul Tingkah Laku Kerbau Rawa yang

Dipelihara Secara Feedlot yang Diberi Ransum Dengan Suplementasi

Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK). Skripsi ini ditulis berdasarkan

hasil penelitian yang dilakukan pada bulan Juni sampai September 2011 bertempat di

Laboratorium lapang kandang A dan Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas

Peternakan dan Teknopark SEAFAST Fakultas Teknologi Pertanian, Institut

Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan untuk mengamati tentang pengaruh pakan

berupa ransum yang disuplemen CGKK dan non CGKK terhadap tingkah laku dan

kesejahteraan ternak.

Kesejahteraan ternak selalu dikaitkan dengan tingkat stres yang diderita oleh

ternak. Tingkat stres yang diderita dapat diketahui dari pengamatan terhadap tingkah

laku normalnya. Salah satu cara menangani stres pada ternak yaitu dengan cara

memberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup pokoknya dan sistem

pemeliharaan yang sesuai dengan kenyamanan ternak. Penelitian ini bertujuan

mengevaluasi pengaruh pemberian pakan yang berbeda (CGKK dan non CGKK)

terhadap tingkah laku ternak serta fisiologis ternak.

Harapan penulis dengan segala keterbatasan dan kekurangan skripsi ini

semoga dapat memberikan informasi dan pengetahuan yang bermanfaat bagi

pembaca dan semoga bermanfaat bagi perkembangan peternakan Indonesia. Oleh

karena itu, harapan besar penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai pihak

untuk perbaikan skripsi ini.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 8: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN .............................................................................................. i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iii

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... iv

RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xi

PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

Latar Belakang ................................................................................. 1

Tujuan .............................................................................................. 2

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 3

Kerbau .............................................................................................. 3

Sistem Pemeliharaan Kerbau ........................................................... 4

Produktivitas Ternak Kerbau ........................................................... 5

Tingkah Laku ................................................................................... 6

Tingkah Laku Makan ....................................................................... 6

Tingkah Laku Agonistik ................................................................... 7

Tingkah Laku Kerbau ...................................................................... 7

Tingkah Laku Reproduksi Kerbau Betina dan Jantan .......... 8

Tingkah Laku Makan Kerbau .............................................. 9

Tingkah Laku Sosial ............................................................ 9

Fisiologi Kerbau .............................................................................. 10

Denyut Jantung ..................................................................... 10

Laju Pernapasan ................................................................... 11

Temperatur Tubuh ................................................................ 12

Minyak Ikan Lemuru ....................................................................... 12

Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) .............................. 13

MATERI DAN METODE ........................................................................... 14

Lokasi dan Waktu ............................................................................ 14

Materi ............................................................................................... 14

Ternak .................................................................................. 14

Peralatan dan Perkandangan ................................................ 15

Pakan dan Air minum ........................................................... 15

Pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) ... 15

Page 9: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

viii

Prosedur ........................................................................................... 17

Persiapan dan Pemeliharaan ................................................. 17

Pengambilan Data Tingkah Laku ......................................... 18

Pengambilan Data Pendukung ............................................. 19

Rancangan dan Analisis Data .......................................................... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 22

Keadaan Umum Lokasi Penelitian .................................................. 22

Tingkah Laku Umum Kerbau Rawa yang Diberi Perlakuan ........... 23

CGKK dan Non CGKK ................................................................... 23

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen CGKK ........... 25

pada Waktu yang Berbeda ............................................................... 25

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen Non CGKK ... 27

pada Waktu yang Berbeda ............................................................... 27

Kondisi Fisiologi Kerbau Rawa ....................................................... 30

Denyut Jantung ..................................................................... 31

Laju Pernapasan ................................................................... 33

Suhu Rektal .......................................................................... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 36

Kesimpulan ...................................................................................... 36

Saran ................................................................................................ 36

UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 38

LAMPIRAN ................................................................................................. 41

Page 10: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering ............. 17

2. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering 17

3. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat

Penelitian .............................................................................................. 22

4. Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa Keseluruhan yang

Disuplementasi CGKK dan Non CGKK. ............................................. 23

5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK pada Waktu yang Berbeda ........................................................ 25

6. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

Non CGKK pada Waktu yang Berbeda ................................................ 28

7. Frekuensi Denyut Jantung Kerbau CGKK dan Non CGKK ................ 31

8. Frekuensi Pernapasan Kerbau CGKK dan Non CGKK ....................... 33

9. Suhu Rektal Kerbau CGKK dan Non CGKK ....................................... 35

Page 11: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerbau yang Diberi Suplemen CGKK ................................................. 14

2. Kerbau yang Diberi Suplemen Non CGKK ......................................... 14

3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan, (b)

Pakan Konsentrat + CGKK .................................................................. 15

4. Alur Pembuatan Suplemen Minyak Ikan Lemuru yang Terproteksi

Dalam Bentuk CGKK ....................................................................... 16

5. Beberapa Contoh Tingkah Laku Kerbau Rawa (a) Tingkah Laku

Agonistik, (b) Tingkah Laku Makan, (c,) Tingkah laku Merawat

Diri, (d) Tingkah Laku Merawat Diri ................................................... 30

Page 12: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK ................................................................................................... 42

2. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

Non CGKK ........................................................................................... 42

3. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa Secara Keseluruhan

yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK ........................................... 43

4. Hasil Uji T Rataan Denyut Jantung, Pernapasan dan Suhu Rektal

Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK .................... 43

5. Perbandingan Rataan Denyut Jantung Kerbau Rawa yang

Disuplemen CGKK dan Non CGKK .................................................... 43

6. Perbandingan Rataan Laju Pernapasan Kerbau Rawa yang

Disuplemen CGKK dan Non CGKK .................................................... 44

7. Perbandingan Rataan Suhu Rektal Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK ........................................................................ 44

8. Hasil uji Friedmant Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK pada Waktu yang Berbeda ........................................................ 44

9. Hasil uji Friedmant Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

Non CGKK pada Waktu yang Berbeda ................................................ 45

10. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah

Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK ........... 45

Page 13: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang

telah lama dikenal oleh masyarakat khususnya di pedesaan di Indonesia. Kerbau

diketahui memiliki beberapa kelebihan diantaranya dapat bertahan hidup dengan

pakan yang terbatas, baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Kerbau juga toleran

terhadap penyakit atau parasit di daerah tropis, lembab, menyebabkan ketahanan

hidup kerbau tinggi pada berbagai agroekosistem di Indonesia. Namun, kondisi

peternakan kerbau saat ini bersifat tradisional yang tidak berorientasi pada kebutuhan

ternak sehingga menyebabkan rendahnya populasi kerbau serta produktivitasnya. Di

Indonesia pemeliharaan ternak kerbau umumnya digunakan sebagai ternak kerja,

meningkatkan status sosial, akibatnya ternak dijual dan dipotong pada umur tua,

sehingga daging yang dihasilkan mempunyai kualitas yang rendah, seperti daging

menjadi keras dan alot, warna daging lebih gelap dan baunya yang tajam

dibandingkan dengan daging sapi, sehingga daging kerbau kurang disukai.

Daya saing daging kerbau terhadap daging sapi dapat ditingkatkan salah

satunya melalui penggemukan. Faktor yang harus diperhatikan pada penggemukan

yaitu pemberian pakan. Pakan yang diberikan harus sesuai kebutuhan untuk hidup

pokok, pertumbuhan dan produksi. Tata cara pemberian pakan yang sesuai biasanya

sejalan dengan usaha perbaikan hidup ternak atau sesuai kebutuhan ternak baik untuk

pertumbuhan dan produksi sehingga menjamin kesejahteraan ternak yang dipelihara.

Selain itu, pemeliharaan secara intensif juga sangat perlu untuk meningkatkan

produktivitas ternak dan juga berpengaruh terhadap kesejahteraan ternak.Indikator

kesejahteraan ternak terletak pada produksi dan tingkah laku normal. Tingkah laku

hewan berarti menentukan karakteristik hewan dan bagaimana responnya terhadap

lingkungan baik pengaruh dalam hal pemberian pakan yang tepat maupun sistem

pemeliharan yang intensif. Pada penelitian ini sistem pemeliharaan kerbau dilakukan

secara feedlot, yaitu dikandangkan secara individu dan diberikan ransum dengan

penambahan campuran garam karboksilat kering (CGKK) di dalamnya, dengan

bahan utamanya yaitu minyak ikan lemuru. Asam lemak tak jenuh dalam minyak

ikan lemuru dapat diproteksi ke dalam bentuk CGKK. Kandungan asam lemak tak

jenuh dalam minyak ikan lemuru yaitu sekitar 85,61 %. Asam lemak tak jenuh yang

Page 14: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

2

terkandung dalam minyak ikan lemuru adalah asam lemak omega-3 seperti EPA

(Eicosapentaenoic Acid C20:5(n-3)) dan DHA (Docosahexaenoic Acid, C22:6(n-3))

(Tasse, 2010). Pemberian minyak ikan lemuru terproteksi dalam bentuk CGKK

diharapkan dapat meningkatkan nilai nutrisi daging yang dihasilkan.

Dengan sistem pemeliharaan dan pemberian pakan ini akan diketahui

perbedaan pengaruh penambahan CGKK dalam ransum terhadap tingkah laku ternak

kerbau tersebut. Selama interaksi tersebut ternak akan menimbulkan respon berupa

tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya, seperti terjadinya tingkah laku

makan, disebabkan karena adanya makanan (rangsangan dari lingkungan) dan

adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan dari dalam) serta kenyamanan ternak saat

dipelihara.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari tingkahlaku yang dilakukan

kerbau rawa terutama tingkahlaku makan dan minum, melawan, membuang kotoran,

merawat diri, dan vokalisasi yang dikandangkan secara feedlot. Menganalisis dan

mengamati tingkah laku ternak kerbau yang diberi perlakuan pakan yang berbeda

yakni kerbau yang diberi CGKK dan kerbau yang tidak diberi CGKK, serta pengaruh

fisiologi ternak.

Page 15: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

TINJAUAN PUSTAKA

Kerbau

Kerbau merupakan hewan ruminansia dari sub family Bovinae yang

berkembang di banyak bagian dunia dan diduga berasal dari daerah India. Kerbau

domestikasi atau water buffalo yang terdapat saat ini berasal dari spesies bubalus

arnee. Spesies kerbau lainnya yang masih liar adalah bubalus mindorensis, bubalus

depressicornis dan bubalus caffer (Hasinah dan Handiwirawan, 2006). Kerbau

domestik (Bubalus bubalis) terdiri dari dua tipe yaitu kerbau rawa dan kerbau sungai.

Kerbau rawa merupakan kerbau tipe pedaging sedangkan kerbau sungai merupakan

kerbau tipe perah. Taksonomi kerbau (Bubalus bubalis) menurut Fahimuddin (1975)

adalah sebagai berikut:

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Ordo : Arthiodactyla

Family : Bovidae

Genus : Bos

Sub genus : Bubaline

Spesies : Bubalus bubalis

Kerbau sungai (river buffalo) adalah kerbau yang biasa digunakan sebagai

ternak perah dan memiliki kebiasaan berkubang pada air jernih. Fahimuddin (1975)

menyatakan bahwa kerbau sungai banyak terdapat di India, Pakistan, Mesir, dan

daerah Mediterania. Kerbau rawa (swamp buffalo) tersebar dalam jumlah yang besar

di daerah Asia Tenggara. Ciri-ciri kerbau rawa menurut Fahimuddin (1975) adalah

berwarna keabu-abuan, leher terkulai dan memiliki tanduk besar yang mengarah ke

belakang. Kerbau rawa memiliki kebiasaan berkubang pada lumpur. Kerbau rawa

biasanya digunakan sebagai penghasil daging dan hewan kerja.

Kerbau diketahui memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan sapi

Diwyanto dan Handiwirawan (2006) menyatakan bahwa kerbau dapat hidup di

kawasan yang relatif sulit dalam keadaan pakan yang kurang baik. Kerbau juga dapat

berkembangbiak dalam rentang agroekosistem yang luas dari daerah yang basah

sampai daerah yang relatif kering. Di beberapa Negara kerbau dikembangbiakkan

Page 16: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

4

terutama untuk produksi susu dan bahan baku produk olahan susu karena kadar

lemak susu kerbau lebih tinggi daripada sapi.

Sistem Pemeliharaan Kerbau

Sistem pemeliharaan ternak kerbau biasanya dilakukan dengan cara ekstensif,

terutama di Daerah Kalimantan Timur. Kerbau digembalakan pada padang rumput

atau lahan rawa dan pada malam hari kerbau beristirahat di kalang. Hamdan et al,

(2006) menjelaskan bahwa sistem pemeliharaan ekstensif sangat bergantung pada

dua musim, yaitu musim hujan dan kemarau. Aktivitas kerbau pada musim hujan

lebih banyak dihabiskan di dalam kalang, sedangkan pada musim kemarau kerbau

banyak beraktivitas di padang penggembalaan. Sistem pemeliharaan secara ekstensif

banyak dilakukan di kawasan Timur Indonesia, dimana kondisi agroklimat dan

topografi daerahnya didominasi hamparan lahan kering yang luas bervegetasi rumput

alam dan semak belukar (Suhubdy, 2009). Kendala yang sering dihadapi peternak

dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif adalah musim dan

terbatasnya lahan penggembalaan. Pada musim kemarau peternak sulit memperoleh

pakan hijauan sehingga harus mencari ke tempat lain, sedangkan pada musim hujan

sering terjadi banjir pada lahan penggembalaan.

Sistem pemeliharaan kerbau tidak hanya dilakukan secara ekstensif, namun

juga dilakukan secara semi intensif dan intensif, khususnya di Kabupaten Kudus,

Jawa Timur sekitar 26,67% peternak memelihara kerbau secara intensif dan 73,33%

secara semi intensif. Peternak di sekitar persawahan bera dan bantaran sungai yang

memiliki rerumputan umumnya melakukan pemeliharaan secara semi intensif,

sedangkan pemeliharaan intensif pada umumnya dilakukan oleh peternak kerbau

yang di sekitar perkandangannya memiliki lahan yang sempit. Parakkasi (1999)

menjelaskan bahwa sistem pemeliharaan secara ekstensif jika ditinjau dari segi

usaha tidak merugi, karena biaya produksi hampir tidak ada. Namun untuk

memenuhi kebutuhan daging nasional sistem pemeliharaan seperti ini sangat tidak

diharapkan. Hal ini disebabkan oleh lamanya waktu yang dibutuhkan untuk

penggemukkan atau dapat juga dikatakan produktivitasnya rendah. Pencapaian bobot

badan 150 kg, memerlukan waktu sekitar 5 tahun. Pemeliharaan dengan sistem

intensif menghasilkan produksi yang lebih efisien dan dapat memendekkan waktu

Page 17: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

5

produksi. Sistem pemeliharaan intensif dapat memungkinkan ternak mengkonsumsi

ransum yang berkualitas baik dan dapat memanfaatkan bahan hasil ikutan industri

pertanian sebagai pakan tembahan, selain itu sistem ini mempermudah dalam

pengawasan kesehatan ternak dan menggunakan lahan yang sedikit dibandingkan

sistem ekstensif.

Produktivitas Ternak Kerbau

Ternak kerbau merupakan salah satu ternak lokal yang belum banyak dikaji

potensinya secara optimal padahal merupakan sumberdaya genetik ternak asli

Indonesia yang harus dipertahankan. Ternak yang secara genetik beradaptasi

terhadap kondisi lingkungan spesifik akan lebih produktif. Ternak kerbau memiliki

kemampuan lebih tinggi dibandingkan dengan ternak sapi dalam hal memanfaatkan

pakan yang kurang berkualitas (hijauan berprotein rendah dan serat kasar tinggi),

karena karakteristik fisiologi pencernaan dan kapasitas perut ternak kerbau lebih

banyak dibanding protozoa dan gerakan makanan dalam saluran pencernaan lamban.

Hal ini menyebabkan kemampuan untuk memanfaatkan pakan dan kecernaan pakan

menjadi lebih tinggi sekitar 2% - 3% per unit (Wanapat,2001).

Ternak kerbau memiliki potensi yang lebih besar ditinjau dari kapasitas

fisiologi nutrisi dan feeding behavior, sehingga akan sesuai hidup pada lingkungan

yang bervariasi (Suhubdy, 2007). Ternak kerbau tahan terhadap tekanan dan

perubahan lingkungan yang sangat ekstrim misalnya perubahan temperature atau

fenologi padang rumput, hal ini terlihat dari penyebarannya yang luas mulai dari

daerah beriklim kering di NTT dan NTB, lahan pertanian yang subur di Jawa, hingga

lahan rawa di Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Sumatera. Kerbau juga

berkembang di daerah pegunungan di Tapanuli Utara dan Tengger serta dataran

rendah di pinggir laut seperti Tegal dan Brebes (Bamualim at al., 2009).

Karakteristik kerbau terhadap lingkungan menunjukkan bahwa sifat produksi dan

reproduksi kerbau sangat responsive apabila habitat dan manajemen

pemeliharaannya diperbaiki (Suhubdy, 2007).

Page 18: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

6

Tingkah Laku

Ethology biasa juga disebut sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku

hewan, yang berasal dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang

berarti ilmu. Mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakteristik

hewan dan bagaimana responnya terhadap lingkungan. Selama interaksi tersebut

ternak akan menimbulkan respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang

dihadapinya (Gonyou,1991). Goin dan Goin (1978) juga menyatakan bahwa perilaku

suatu hewan dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti genetik, proses belajar

dari pengalaman dan beberapa faktor fisiologis termasuk umur dan jenis kelamin.

Perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor hewan yang dituangkan

dalam bentuk gerakan-gerakan (Prijono, 1997). Grier (1984) berpendapat, bahwa

tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar

individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem syaraf

sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban (Grier, 1984). Faktor

yang mempengaruhi perilaku dinamakan rangsangan (Tanudimadja dan

Kusumamihardja, 1985).

Menurut Scott (1987), pola perilaku dikelompokkan ke dalam sistem

informasi, yakni kumpulan pola perilaku-perilaku yang memiliki satu fungsi umum.

Praktisnya tingkah laku dapat diartikan sebagai gerak-gerik organisme untuk

memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan dari

lingkungannya. Terjadinya tingkah laku makan, disebabkan karena adanya makanan

(rangsangan dari lingkungan) dan adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan dari

dalam). Demikian juga terjadinya tingkah laku kawin, disebabkan karena adanya

rangsangan dari dalam, kemudian baru terjadi perkawinan jika ada rangsangan dari

lawan jenisnya (Tinberger, 1979).

Tingkah Laku Makan

Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda tiap bangsa yang

berbeda. Ternak tidak dapat hidup tanpa makan dan minum. Ensminger (2002)

menyatakan peningkatan produksi dapat dicapai jika ternak makan dengan agresive

sehingga memakan pakan lebih banyak. Tingkah laku makan lain adalah merumput,

makan pakan hasil pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat. Tingkah laku

Page 19: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

7

makan lain adalah ruminasi. Ruminasi yaitu proses mengunyah kembali pakan yang

dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah dengan bantuan saliva

(Ensminger, 2002).

Tingkah Laku Agonistik

Wodzicka-Tomaszewaska et al. (1991) menyatakan bahwa Agonistik berasal dari

kata latin yang berarti berjuang. Selain itu, agonistik juga mempunyai pengertian

yang cukup luas yakni menonjolkan postur, melakukan pendekatan, menakut-nakuti,

berkelahi dan terbang, juga meliputi seluruh tingkah laku yang ada hubunganya

dengan agresifitas, kepatuhan dan pertahanan. Hafez (1969) menyatakan, agonistik

merupakan suatu kegiatan mengkais, menanduk, mendorong dengan bahu. Lari

bersama, bergerombol dan lari.

Tingkah laku yang termasuk dalam tingkah laku agonistik adalah berkelahi,

berlari atau terbang dan tingkah laku lain yang mempunyai hubungan dengan

konflik. Hewan mamalia jantan memiliki tingkah laku berkelahi lebih tinggi

dibandingkan dengan betina, hal ini dipengaruhi oleh hormon, terutama oleh hormon

testosteron (Ensminger, 1991).

Hart (1985) menyatakan bahwa pola perilaku agonistik merupakan interaksi

sosial antara satwa yang dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam

memperoleh makanan, pasangan seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan

melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan perilaku patuh.

Selanjutnya dikatakan pula bahwa perilaku agonistik ini merupakan hal yang penting

dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara

tingkatan sosial spesies. Sistem penggembalaan di padang rumput dengan sumber

makanan dan air banyak tersedia dapat menunjukkan keadaan perilaku dominan

tidak begitu jelas terlihat, tetapi hal ini akan terlihat dengan nyata dan penting pada

keadaan berdesakan (Wodzicka-Tomaszewaska et al., 1991).

Tingkah Laku Kerbau

Pemeliharaan kerbau rawa berbeda dengan kerbau atau sapi pada umumnya.

Perbedaan utama terletak pada cara penggembalaan untuk mendapatkan pakan. Pada

musim hujan, sejak sore hingga pagi kerbau berada di atas kandang. Menurut

Page 20: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

8

Hamdan et al. (2006) pada pukul 7 atau 9 pagi kerbau diturunkan untuk mencari

makan dan pada sore hari pulang ke kalang. Pada musim kemarau, aktivitas kerbau

lebih banyak di padang penggembalaan atau jarang pulang ke kandang. Pada lahan

rawa yang kering dibuatkan pagar keliling sebagai tempat penampungan sementara

serta untuk membatasi kerbau agar tidak berjalan terlalu jauh.

Putu et al. (1994) membedakan tingkah laku kerbau rawa atas tingkah laku

merumput dan kawin. Pada saat merumput, satu kelompok kerbau dipimpin oleh

seekor pejantan yang mengarahkan kerbau lain dalam kelompoknya menuju padang

penggembalaan. Jarak tempuh kerbau pada saat merumput mencapai 2 km dari

kalang, dengan kecepatan pergerakan rata-rata 2,20 m/menit. Pada waktu kawin,

betina yang sedang berahi biasanya dikelilingi 5−6 ekor pejantan yang berusaha

untuk mengawininya. Waktu perkawinannya tidak menentu.

Tingkah Laku Reproduksi Kerbau Betina dan Jantan

Lita (2009) mengatakan bahwa sistem reproduksi kerbau pada pertanian

rakyat yang tidak ada recording dan cara birahinya yang silent heat atau tidak

mengeluarkan suara dan cenderung diam merupakan salah satu penyebab lambatnya

perkembang biakan kerbau di Indonesia. Terzano et al. (2005) menyatakan lebih dari

dua pertiga kerbau betina mengalami silent heat dan semua menampilkan perubahan

endokrin yang sama dengan sapi yang memperlihatkan tanda-tanda estrus dengan

jelas.

Sistem reproduksi ternak kerbau berbeda dengan sistem reproduksi ternak

sapi. Ternak sapi mengalami birahi pertama pada sekitar umur 1 tahun, beranak

pertama pada umur 2,5 tahun, dan lama bunting umur 283 hari. Tingkah laku birahi

sapi pun berbeda dengan kerbau, sapi yang sedang birahi akan mengeluarkan suara

yang sering dan terlihat gelisah, ciri-ciri lain yang dapat dilihat pada bagian belakang

(anus) sapi seperti, berwarna merah, bengkak dan basah. Sistem reproduksi ternak

kerbau yang lebih lama dan susah terlihat saat birahi dibandingkan dengan ternak

sapi merupakan salah satu penyebab usaha ternak kerbau di Indonesia kurang

berkembang dengan baik dibandingkan ternak sapi (Affandy et al., 2007).

Jainudeen dan Hafez (1980) menjelaskan bahwa tingkah laku seksual kerbau

jantan sama dengan sapi tetapi kurang intense dibandingkan sapi. Libido bertahan

selama siang hari yang panas, terutama pada kerbau lumpur. Kemampuan seksual

Page 21: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

9

kerbau jantan menurun selama musim panas dan membaik pada musim dingin

(Banerjee, 1982). Hal ini disebabkan oleh populasi kerbau di Indonesia yang

mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Usaha pembibitan dan penggemukkan

kerbau berskala industri hampir tidak ada dan pemerintah lebih fokus pada

pengembangan ternak sapi sedangkan ternak kerbau kurang diperhatikan.

Tingkah Laku Makan Kerbau

Kerbau termasuk hewan yang suka merumput (grazing) (Schoenian, 2005).

Kerbau termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga

kerbau mengkonsumsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar

dibandingkan pakan sapi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kerbau dapat

berkembang dengan baik dibandingkan sapi pada kondisi pakan yang buruk

(Banerjee, 1982). Justru dengan sifat tersebut maka kerbau dapat diberikan pakan

yang mempunyai palatabilitas rendah bagi ternak lain namun memiliki nilai nutrisi

yang baik.

Di Australia, kerbau dapat beradaptasi dengan wilayah padang rumput yang

kurang baik, terlalu basah atau berkualitas marginal bagi sapi. Kerbau dapat mencari

makan dalam kondisi yang berawa-rawa. Selain itu, kerbau juga memakan jenis

pakan dalam kisaran yang lebih luas dibandingkan sapi dan telah terobservasi

membersihkan saluran irigasi dari alang-alang dan tumbuhan lain yang secara normal

tidak disentuh oleh sapi. Kelebihan lain dari kerbau adalah dapat hidup baik dengan

memakan jerami dan limbah pertanian yang berkualitas rendah (Lemcke, 2008).

Tingkah Laku Sosial

Kerbau jantan lebih cenderung untuk menyerang kerbau jantan dibandingkan

sapi perah atau sapi potong jantan, sehingga memerlukan perhatian untuk

memelihara ternak tersebut secara terpisah. Perkelahian antar kerbau jantan sangat

berbahaya dan sering berakhir dengan kematian (Banerjee, 1982).

Kerbau jantan liar biasanya hidup dengan betina serta anaknya dalam

kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota 10-20 ekor meskipun teramati bisa

mencapai 100 ekor, yang menempati suatu area untuk mencari pakan, minum,

berkubang dan istirahat. Dalam kelompok ternak kerbau bisa terbentuk sebuah

hirarki dimana yang jadi pemimpin kelompok adalah seekor kerbau betina yang

Page 22: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

10

paling tua dan dikawal oleh satu jantan dewasa. Kerbau jantan muda berlatih

bertarung dengan kerbau jantan muda yang lain untuk menegaskan dominasi tetapi

tetap menghindari perkelahian yang serius. Kerbau jantan akan bergabung dengan

kelompok kerbau betina pada saat musim kawin (Massicot, 2004)

Fisiologi Kerbau

Dilihat dari segi koefisien tahan panasnya (KTP) ternak kerbau mepunyai

KTP yang rendah sehingga mudah menderita cekaman panas (Cockrill, 1984). Faktor

yang menyebabkan rendahnya KTP ini diduga karena kelenjar keringat pada ternak

kerbau sangat sedikit dan mempunyai bulu-bulu yang jarang. Kelenjar keringat pada

ternak kerbau kira-kira hanya sepertiga pada ternak sapi (Moran, 1973 ; Fahimuddin,

1975). Selain itu kulit yang berpigmen hitam menyebabkan banyak mengabsorbsi

panas (Hafez et al., 1955 ; Robey, 1976). Bila tidak terdapat teduhan atau kubangan

maka ternak kerbau akan mengalami kesulitan dalam membuang panas dari dalam

tubuhnya pada keadaan suhu lingkungan yang tinggi. Suhu rektal dan angka respirasi

pada ternak kerbau bertambah lebih cepat dibandingkan dengan pada ternak sapi bila

secara langsung kena sinar surya, oleh sebab itu oefisien tahan kerbau lebih rendah

dari pada sapi dan sangat peka terhadap setiap perubahan suhu lingkungan.

Keistimewaannya adalah setelah menderita cekaman panas, mampu kembali ke

normal dalam waktu relatif cepat apalagi bila tersedia teduhan atau kubangan. Hal ini

diduga karena pembuluh darah perifer pada ternak kerbau cukup banyak dan mudah

terjadi vasidilatasi (Whittow, 1962), sehingga mudah dalam melepas panas tubuhnya

melalui kulit sewaktu berteduh atau berkubang (Robey, 1976).

Denyut Jantung

Jantung pada berbagai hewan dapat berkontraksi dengan sendirinya tanpa ada

rangsangan dari luar. Jantung mamalia sensitif terhadap pasokan oksigen dan

temperatur. Kontraksi pada jantung mamalia dimulai dari sinus node. Kontraksi

menyebar cepat ke seluruh otot pada kedua atrium, beberapa saat kemudian ke otot

ventrikel. Gelombang kontraksi mencapai sekat antara atrium dan ventrikel, lembar

jaringan yang disebut atrioventricular bundle mengkonduksi impulse ke ventrikel

yang kemudian setelah penundaan sesaat yang dihasilkan dari konduksi, berkontraksi

secara simultan (Kay, 1998).

Page 23: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

11

Kelly (1974) menyatakan faktor-faktor fisiologis yang berpengaruh pada

kecepatan denyut jantung adalah spesies, ukuran tubuh, umur, kondisi fisik, jenis

kelamin, kehamilan, proses kalahiran, laktasi, rangsangan, postur tubuh (perawakan),

proses pencernaan, ruminasi dan suhu lingkungan. Kecepatan denyut jantung pada

ternak yang muda lebih tinggi daripada ternak dara dan dewasa pada spesies yang

sama. Sebagai contoh anak sapi neonatal mempunyai kecepatan denyut jantung 120

kali per menit, sapi dara (umur satu tahun) diatas 80 kali per menit dan sapi dewasa

50 kali per menit. Kecepatan denyut jantung juga akan meningkat bila ternak banyak

makan. Satu jam setelah makan kecepatan denyut jantung masih lebih tinggi 10

persen daripada sebelum makan (Kelly, 1974).

Denyut jantung pada ternak yang lebih kecil biasanya lebih cepat

dibandingkan ternak yang besar. Hal ini berhubungan dengan kenyataan bahwa

ternak yang lebih kecil mempunyai laju metabolism per unit bobot badan yang lebih

tinggi. Hubungan terbalik antara bobot badan ini berlaku dalam satu spesies atau

antar spesies. Rata- rata denyut nadi pada hewan dewasa dalam keadaan istirahat 40

kali per menit, pada hewan jantan 52 kali permenit, pada hewan betina 41 kali per

menit, dan pada anak kerbau lima sampai enam bulan 71 kali per menit (Fahimuddin,

1975).

Laju Pernapasan

Respirasi merupakan gerakan fisik dimana udara masuk dan dikeluarkan dari

paru-paru. Respirasi juga termasuk dalam proses kimia dan fisik yang

memungkinkan organisme untuk mempertukarkan gas-gas (udara) dari lingkungan

(Kelly, 1974). Peningkatan frekuensi laju pernapasan terjadi karena adanya

peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan-jaringan tubuh. Sebagai

konsekuensinya dapat dilihat ketika ternak melakukan gerakan badan, berjemur pada

suhu atau kelembaban udara yang tinggi dan karena ternak kegemukan (Kelly, 1974).

Frekuensi pernapasan bervariasai tergantung dari besar badan, umur, aktivitas tubuh,

kelelahan dan penuh tidaknya rumen. Bersamaan dengan peningkatan suhu

lingkungan, reaksi pertama ternak dalam menghadapi keadaan adalah dengan panting

(terengah-engah) dan sweting (berkeringat berlebihan) (Smith dan Mangkoewidjojo,

1987). Pada sapi, kerbau, kambing dan domba peningkatan frekuensi pernapasan

merupakan salah satu mekanisme pengaturan suhu tubuh. Frekuensi pernapasan

Page 24: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

12

merupakan salah satu wujud homeostasis tubuh yang erat hubungannya dengan

kecepatan denyut jantung (palsus). Frekuensi pernafasan pada kerbau jantan dewasa

dalam keadaan istirahat 20 sampai 25 kali per menit dan kerbau betina 16 kali per

menit. Frekuensi pernapasan bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan dan

dapat mencapai 70 kali per menit dalam suhu lingkungan yang tinggi (Fahimuddin,

1975).

Temperatur Tubuh

Homeostasis merupakan suatu penyesuaian sistem tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan fisiologis. Ternak akan berusaha menangkal

pengaruh-pengaruh buruk dari peningkatan temperatur lingkungan dengan cara

mencari peneduh, menambah aliran darah ke kulit (vasodilatasi), berkeringat lebih

banyak, perubahan aktivitas hormonal, minum lebih banyak daripada makan dan

peningkatan temperature tubuh (Heath dan Olusanya, 1985) .Suhu tubuh normal

kerbau berkisar antara 38,2oC sampai 38,4

oC dan berada dalam keseimbangan

dengan suhu lingkungan yang terdapat antara 22oC sampai 33

oC. Pada kisaran suhu

lingkungan tersebut, proses homeostasis pada kerbau berjalan dengan sangat baik.

Namun, di bawah suhu 22oC dan diatas 33

oC selain proses homeostasis normal,

ternak kerbau secara fisiologi harus menyesuaikan diri, yang mengakibatkan

pengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi reproduksi. Kelembaban dapat pula

mempengaruhi mekanisme temperatur tubuh, pengeluaran panas dengan cara

berkeringat ataupun melakukan respirasi akan lebih cepat (Parakkasi, 1999).

Minyak Ikan Lemuru

Minyak ikan lemuru (sardinella longiseps) merupakan hasil samping pada

industri pengalengan ikan lemuru yang memiliki potensial sebagai sumber asam

lemak tak jenuh (Maryana, 2002). Minyak ikan lemuru mengandung konsentrasi

EPA (% b/b dari total asam lemak) lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak

essensialnya (EPA 7,8% b/b vs asam stearat 0,9% b/b, asam oleat 2,1% b/b, asam

linoleat 0,3% b/b, asam linolenat 0,2% b/b dan DHA 3,1% b/b) (Tasse, 2010).

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kandungan asam lemak tak jenuh dalam

minyak ikan lemuru adalah sekitar 85,61%. Manfaat penambahan lemak dalam

pakan ruminansia adalah sebagai sumber asam lemak esensial, meningkatkan jumlah

Page 25: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

13

energi pada ransum, meningkatkan palatabilitas ransum dan menurunkan produksi

metan dalam rumen serta memperbaiki rasio asetat dan propionat. Peningkatan

palatabilitas ransum akan meningkatkan total konsumsi ransum pada ternak.

Penurunan produksi metan di dalam rumen, akan meningkatkan efiensi penggunaan

energi.

Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Bahan dasar dalam pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

adalah minyak ikan lemuru. CGKK dibuat dengan dengan mencampurkan minyak

ikan lemuru dengan larutan asam klorida (HCl). Larutan HCl (1:1,25 b/v) akan

menghidrolisis minyak ikan. Hidrolisis asam merupakan hidrolisis yang digunakan

dalam pembuatan CGKK yang bertujuan untuk membentuk asam lemak bebas. Asam

lemak tak jenuh bebas dapat terbentuk akibat proses oksidasi. Keunggulan dari

hidrolisis asam adalah waktu dalam pembentukan asam lemak bebas yang lebih cepat

sehingga asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak ikan lemuru tidak

banyak teroksidasi. Agar tidak mudah teroksidasi maka hidrolisis asam minyak ikan

diberi tambahan larutan KOH. Hidrolisis asam minyak ikan tersebut akan

menghasilkan garam karboksilat. Garam karboksilat yang telah terbentuk kemudian

dicampur dengan onggok dengan perbandingan dan dikeringkan di dalam oven yang

bersuhu 32oC sampai kadar airnya 15% (Tasse, 2010).

Page 26: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan Juni sampai

September 2011 di Laboratorium lapangan kandang A dan Laboratorium

Ruminansia Besar Fakultas Peternakan dan Teknopark SEAFAST Fakultas

Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Kandang digunakan sebagai tempat

penggemukan kerbau dan pengamatan tingkahlaku. Laboratorium telah digunakan

sebagai tempat pembuatan suplemen campuran garam karboksilat kering (CGKK).

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 6 ekor kerbau rawa.

Ternak yang digunakan adalah ternak jantan yang berumur 2 tahun serta memiliki

rataan bobot awal 218, 66 kg. Jumlah perlakuan digunakan ada dua yaitu perlakuan

kerbau rawa yang diberi pakan konsentrat yang mengandung campuran garam

karboksilat kering (CGKK) dan konsentrat yang tidak mengandung campuran garam

karboksilat kering (non CGKK). Berikut gambaran ternak kerbau yang digunakan

dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Kerbau yang Diberi Suplemen CGKK

Gambar 2. Kerbau yang Diberi Suplemen Non CGKK

Page 27: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

15

Peralatan dan Perkandangan

Peralatan yang digunakan meliputi pencatat waktu, thermohigrometer,

stetoskop, kamera, tali, thermometer rektal, timbangan untuk pakan hijauan dan

konsentrat, timbangan digital dengan kapasitas 1000 kg untuk menimbang bobot

badan ternak, serta alat tulis. Kandang yang digunakan adalah kandang individu

dengan ukuran 2 x 1,5 m, kandang juga dilengkapi dengan tempat pakan dan minum.

Pakan dan Air minum

Pakan yang diberikan dalam penelitian ini berupa pakan hijauan yang terdiri

dari rumput lapang dan rumput gajah segar. Konsentrat yang digunakan merupakan

konsentrat komersial yang terdiri dari onggok, bungkil sawit, bungkil kedelai, tetes,

CaCO3, dan urea. Pakan hijauan dan konsentrat diberikan sesuai dengan kebutuhan

ternak kerbau berdasarkan bahan kering. Penambahan campuran garam karboksilat

kering dilakukan dengan mencampurkannya dengan konsentrat. Air minum diberikan

secara ad libitum. Pakan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar

3 berikut.

(a) Pakan Hijauan (b) Pakan Konsentrat + CGKK

Gambar 3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Pakan Hijauan, (b) Pakan

Konsentrat + CGKK

Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK)

Proses pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dilakukan

pada awal penelitian sebelum tahap pemeliharaan kerbau. Pembuatan CGKK dimulai

Page 28: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

16

dengan menimbang bahan-bahan kimia campurannya seperti KOH, CaCl2 dan HCL,

kemudian ketiganya diencerkan. Apabila semua bahan sudah siap, lalu minyak ikan

lemuru dipanaskan dan dicampurkan dengan CaCl2 dan KOH, kemudian adonan

diaduk hingga suhunya 70oC, setelah mencapai suhu 70

oC lalu ditambahkan HCL

dan diaduk hingga rata. Kemudian didinginkan lalu adonan tersebut dicampurkan

dengan onggok dan diaduk hingga halus dan merata. Kemudian adonan yang sudah

halus dan rata dikeringkan dalam oven. Hasil pengeringan campuran tersebut

merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan

konsentrat dan siap untuk dikonsumsi oleh kerbau. Alur pembuatan suplemen

minyak lemuru yang terproteksi dalam bentuk CGKK dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Alur Pembuatan Suplemen Minyak Ikan Lemuru yang Terproteksi dalam

Bentuk CGKK

Minyak ikan

lemuru + larutan

HCL, lalu

dikocok

HCl dan KOH

masing-masing

dilarutkan dengan

aquades

Alat disiapkan,

bahan (HCl, KOH

dan onggok)

ditimbang

Dicampur dengan

onggok

(perbandingan

5:1) hingga

merata

Ditambahkan

larutan KOH,

diaduk kemudian

didinginkan

Ditambahkan

aquades,

dipanaskan, lalu

diaduk hingga

suhu ±60oC

Dikemas dengan

takaran 90 gram

Dioven pada suhu

32oC

Page 29: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

17

Komposisi pakan kerbau berdasarkan bahan keringnya dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering

No Komposisi Bahan Pakan Persentase ransum (%)

1 Rumput raja + tongkol jagung 45

2 Konsentrat :

Onggok

Bungkil kedelai

Bungkil sawit

Tetes

CaCO3

Urea

55

30

8

4

12

0,3

1

Total 100

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Pakan Ternak Kerbau Berdasarkan Bahan Kering

No Kandungan Nutrien Persentase ransum (%)

1 TDN 66,800

2 Protein kasar 11,610

3 Serat kasar 14,618

4 Lemak kasar 3,570

5 Ca 0,480

6 P 0,237

Prosedur

Persiapan dan Pemeliharaan

Kerbau penelitian dikandangkan secara individu, kemudian dilakukan

penimbangan bobot badan kerbau. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui

keseragaman bobot badan kerbau rawa tersebut dengan menggunakan timbangan

digital dengan kapasitas 1000 kg. Rataan berat awal kerbau rawa adalah 218,66±16,3

kg. Perlakuan 2 bulan pertama adalah penyesuaian terhadap kandang baru,

Page 30: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

18

penyesuaian terhadap pakan Pemeliharaan enam ekor kerbau rawa, dimana tiga ekor

mengkonsumsi suplemen CGKK dan tiga ekor lagi tidak diberi suplemen CGKK.

Perbandingan konsentrat dan hijauan sebesar 40:60. Selain itu, kulit ari kacang

kedele diberikan pada ternak yang dicampur konsentrat dengan perbandingan

konsentrat dan kulit ari kacang kedele sebesar 1:2. Kerbau dengan perlakuan CGKK

ditambahkan CGKK sebanyak 90 gram atau 4,5% bahan konsentrat. Pemberian

pakan dibagi menjadi tiga waktu yaitu pagi (06.00-08.00 WIB), siang (11.00-13.00),

dan sore (16.00-18.00). Pemberian pakan dimulai dengan pemberian konsentrat

terlebih dahulu, pada kerbau CGKK pemberian konsentrat dilakukan setelah

pemberian CGKK dicampur konsentrat yang diberikan habis dimakan. Apabila

konsentrat sudah habis dimakan maka diberi minum dan hijauan sesuai dengan

ketentuan yang sudah dibuat. Selama pemeliharaan juga dilakukan penyiraman

terhadap ternak kerbau sebanyak tiga kali sehari untuk menjaga suhu tubuh ternak.

Pengambilan Data Tingkah Laku

Pengamatan dilakukan dengan mengamati tingkah laku kerbau rawa yang

dipelihara pada kandang individu dengan perlakuan pemberian pakan yang berbeda,

a. Pengamatan tahap awal pada dua bulan pertama tidak dilakukan pencatatan, hal

ini dikarenakan untuk penyesuaian kandang, pakan dan pemeliharaan.

b. Tahap kedua yaitu pengamatan tingkah laku kerbau rawa. Pengambilan data

pengamatan dilakukan selama tiga kali sehari dengan waktu sebagai berikut.

Pagi dilakukan pengamatan pada pukul (08.00 – 10.00), siang dilakukan

pengamatan pukul (12.00 – 14.00), dan sore hari dilakukan pengamatan pukul

(15.00 – 17.00).

c. Pengambilan data dilakukan dua hari dalam seminggu (sabtu dan minggu)

sampai mendapatkan 6 kali ulangan.

d. Pengamatan tingkah laku kerbau rawa dilakukan tiap ekor selama 10 menit dan

jeda antara pengamatan individu yang berbeda adalah 5 menit. Setelah selesai

pengamatan tingkah laku, kemudiaan kerbau diukur denyut jantung, pernapasan,

dan suhu rektalnya.

Pengamatan terhadap tingkah laku kerbau rawa dilakukan dengan

menggunakan metode focal animal sampling (Altman, 1973) yaitu metode

pengamatan tingkah laku dengan mengamati hewan tertentu yang menjadi focus

Page 31: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

19

pengamatan. Focal animal sampling digunakan untuk mengamati tingkah laku

khusus kerbau rawa, yaitu tingkah laku ingestive, agonistic, eliminatif, grooming,

dan vokalization pada periode waktu tertentu.

Peubah-peubah yang diamati pada tingkah laku kerbau rawa saat di kandang

adalah sebagai berikut:

1. Tingkah laku makan (ingestive), yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan zat

hara baik dalam bentuk padatan maupun cairan serta tingkah laku ruminasi

yaitu suatu proses memamah kembali makanan yang berasal dari lambung dan

masih kasar kemudian dikeluarkan lagi dan dikunyah dimulut, kemudian ditelan

kembali.

2. Tingkah laku agonistic atau melawan, yaitu perilaku agresifitas yang mengarah

pada pertentangan atau temperamental pada seekor kerbau yang diperlihatkan

dengan cara menumbukan tanduk, menghentakan kaki, dan mendengus.

3. Tingkah laku membuang kotoran (eliminatif), yaitu perilaku ternak membuang

kotoran baik feses maupun urine.

4. Tingkah laku grooming, yaitu perilaku kerbau memelihara atau merawat

tubuhnya yang ditunjukkan dengan menjilati tubuhnya sendiri dan kerbau lain,

menggaruk tubuhnya serta menggosok tubuhnya sendiri kedinding kandang

(auto self grooming) ataupun saling menjilati (social grooming).

5. Vokalisasi, yaitu tingkah laku ternak mengeluarkan suara.

Pengambilan Data Pendukung

Data pendukung yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Mengamati kondisi fisik, topografi tempat penelitian dengan mengukur dan

mencatat suhu dan kelembaban di lingkungan kandang menggunakan alat

thermohigrometer.

2. Pengukuran fisiologi kerbau rawa.

a. Pengukuran pernapasan dilakukan dengan menghitung banyaknya

kerbau melakukan pernapasan per/menit dengan cara meletakkan

telapak tangan didepan hidung kerbau kemudian dihitung jumlah

pernapasan selama satu menit.

b. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan cara menggunakan

Page 32: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

20

stetoskop diletakan pada bagian urat nadi di bagian sela antara kaki

depan dengan dada. Pengukuran dilakukan selama 15 detik kemudian

untuk menghitung jumlah denyut nadi per menit jumlah denyut nadi

hasil pengukuran dikalikan empat.

c. Pengukuran suhu rektal dilakukan menggunakan thermometer rektal.

Thermometer rektal dimasukan ke dalam anus kemudian dilihat suhu

yang ditunjukkan setelah bunyi tanda tertentu. Pengukuran

pernapasan, suhu rektal, dan denyut jantung dilakukan setelah

pengamatan tingkah laku.

Rancangan dan Analisis Data

Data hasil pengamatan terhadap frekuensi kejadian tingkah laku dianalisis

menggunakan uji non parametrik Man Whitney, digunakan untuk data yang

mengandung unsur dengan pengukuran tidak berulang dengan n = 2, sedangkan

untuk data yang mengalami pengukuran berulang dengan perlakuan lebih dari dua

maka digunakan analisis Friedman, jika data berbeda nyata maka dilanjutkan dengan

menggunakan uji banding rataan Rank atau Multiple Comparison of Means Ranks,

dengan rumus sebagai berikut :

[Ri – Rj] ≤ Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5

Jika [Ri – Rj] lebih besar dari Z [ k (N + 1) / 6 ]0,5, maka perbedaan Ri dan Rj adalah

nyata pada taraf α.

Rumus uji Friedman :

tH = tα / 2; db = ( k – 1) ( n – 1 ) √

Rumus uji Man Whitney :

U= +

Data suhu dan kelembaban menggunakan uji analisis ragam dan data

fisiologis ternak dianalisis dengan menggunakan uji T untuk mengetahui nilai rataan

yang berbeda. Rumus Uji t :

Page 33: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

21

Keterangan :

t = Nilai t.

X = Nilai Rata–Rata.

µ0 = Rataan standard deviasi.

SD = Standar Deviasi.

N = Banyaknya Sempel.

Page 34: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan

ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan

membuat pertumbuhan ternak semakin baik karena tingkat nafsu makan dan jumlah

konsumsi pakannya semakin tinggi. Lokasi penelitian memiliki suhu dan

kelembaban lingkungan yang tidak sama antara siang dan malam hari. Data suhu dan

kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Dalam Kandang Saat Penelitian

Waktu Suhu (⁰C) Kelembaban (%)

Pagi 27,58±1,80c

76,67±8,98a

Siang 33,17±0,75a

58,17±8,61c

Sore 30,33±1,03b

60,33±6,06b

Keterangan : superskrip huruf yang berbeda (a,b,c) pada kolom yang sama menunjukkan berbeda

nyata (P<0,05) pagi ( 08.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00 WIB)

Suhu optimum kerbau untuk hidup yaitu berada pada kisaran 15-25oC

dengan kelembaban 60% - 70% (Yurleni, 2000), walaupun kenyataannya kerbau

paling banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis, akan tetapi kerbau tidak

tahan terhadap panas. Berdasarkan hasil analisis ragam pada Tabel 3 menunjukkan

bahwa suhu pada pagi hari nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan pada siang dan

sore hari, sedangkan pada siang hari nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan pada

pagi dan sore hari. Hal ini dapat disebabkan perbedaan suhu antara pagi, siang dan

sore hari, dimana pada pagi hari suhu udara belum meningkat dan belum terkena

pancaran sinar matahari, sedangkan pada siang hari suhu udara sudah meningkat dan

sudah terkena pancaran sinar matahari yang maksimal, sehingga suhu udara dalam

kandang menjadi tinggi. Suhu udara dalam kandang pada sore hari kembali turun,

karena panasnya pancaran sinar matahari sudah berkurang. Tingginya suhu udara di

dalam kandang selama penelitian karena penelitian dilakukan secara intensif atau

dikandangkan, selain itu juga tempat penelitian berada pada daerah tropis, sedangkan

kerbau biasanya berada pada lingkungan yang basah dan suka berkubang. Hal ini ada

kemungkinan akan menyebabkan kerbau mengalami heat stress, sehingga dapat

Page 35: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

23

menyebabkan terjadinya penurunan produktivitas dan tingkah laku normal kerbau.

Untuk mencegah hal itu terjadi, maka selama penelitian dilakukan penyiraman

terhadap ternak sebanyak tiga kali sehari, sehingga ternak tidak terlalu stress

terhadap panas dan nyaman terhadap lingkungan. Kesejahteraan ternak akan terjamin

bila salah satunya jika sistem pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan hidup

pokok ternak dan lingkungan yang sesuai dengan kenyamanan ternak.

Hasil analisis ragam terhadap kelembaban udara di dalam kandang juga

menunjukkan bahwa pada pagi hari berbeda nyata (P<0,05) antara siang dan sore

hari dan juga berbeda nyata antara siang dan sore hari. Kelembaban udara berkaitan

erat dengan dengan suhu udara, dimana kelembaban akan meningkat seiring dengan

kenaikan suhu. Kelembaban pada pagi hari tinggi, karena suhu lingkungan pada pagi

hari rendah, begitu juga dengan kelembaban pada siang hari rendah karena suhu

lingkungan pada siang hari meningkat.

Tingkah Laku Umum Kerbau Rawa yang Diberi Perlakuan

CGKK dan Non CGKK

Tingkah laku hewan adalah respon hewan tersebut terhadap lingkungan

(Gonyou, 1991). Tingkat kesejahteraan ternak dapat diketahui salah satunya dengan

mengamati tingkah laku normalnya. Seorang peternak yang baik harus mengetahui

kebiasaan dan tingkah laku ternaknya, sehingga dapat mengelola peternakan dengan

baik dan efektif. Hasil pengamatan berupa rataan frekuensi tingkah laku kerbau rawa

secara keseluruhan yang diberi perlakuan pakan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa Keseluruhan yang Disuplementasi

CGKK dan Non CGKK.

Tingkah Laku Makan Agonistik Eliminasi Merawat Diri Vokalisasi

………………..………………………Kali/ 10 Menit……..…………………………

CGKK 3,33 ± 1,17 1,78 ± 0,59 0,20 ± 0,06 2,00 ± 1,12 0,02 ± 003

Non CGKK 3,54 ± 1,25 2,11 ± 0,80 0,22 ± 0,11 2,00 ± 0,17 0,00 ± 0,00

Rataan 3,44 ± 1,08 1,94 ± 0,65 0,21 ± 0,08 2,00 ± 0,71 0,01± 0,02 Keterangan : Superskrip pada pada huruf dan baris yang berbeda menunjukkan berbeda nyata

(P<0,05)

Berdasarkan hasil uji Man Whitney pada Tabel 4 menunjukkan bahwa

frekuensi masing - masing tingkah tingkah laku tidak berbeda nyata (P>0,05) antara

Page 36: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

24

kerbau yang diberi suplemen CGKK dengan kerbau non CGKK. Rataan jumlah

frekuensi tingkah laku makan pada kerbau CGKK dan non CGKK lebih banyak

dilakukan dibandingkan dengan tingkah laku lainnya seperti tingkah laku agonistik,

eliminasi, merawat diri dan vokalisasi. Tingkah laku makan lebih banyak dilakukan

disebabkan karena adanya makanan (rangsangan dari lingkungan) dan adanya

kebutuhan atau lapar (rangsangan dari dalam).

Tingkah laku yang lebih banyak dilakukan setelah tingkah laku makan yaitu

tingkah laku merawat diri, hal ini mungkin disebabkan karena lingkungan yang

kering, sehingga kerbau terus menjilati tubuhnya supaya basah dan selain itu juga

lalat sering hinggap ditubuhnya. Berbeda dengan kebiasaan kerbau yang hidup

ditempat yang lembab dan berkubang, sehingga tubuhnya bebas dari lalat dan tidak

kepanasan. Tingkah laku agonistik, tingkah laku eliminasi dan tingkah laku

vokalisasi terlihat jarang dilakukan kerbau selama pengamatan.

Tingkah laku makan sangat erat hubungannya dengan tingkat kesejahteraan

ternak, terutama ternak kerbau. Sebagaimana menurut Banerjee (1982) bahwa kerbau

termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga kerbau

mengkonsumsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar

dibandingkan pakan sapi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kerbau dapat

berkembang dengan baik dibandingkan sapi pada kondisi pakan yang buruk. Hal ini

berkaitan erat dengan tingkah laku kerbau, dimana di lingkungan yang sesuai dengan

kebutuhan hidup pokoknya dan memperoleh pakan yang nutrisinya terpenuhi dan

mempunyai palatabilitas tinggi, maka kesejahteraan kerbau dapat tercapai dan

melakukan tingkah laku yang normal. Selain ternak kerbau menunjukkan tingkah

laku yang normal juga menunjukkan tingkat produktivitas yang baik. Berdasarkan

hasil penelitian lain menyebutkan bahwa konsumsi ransum total ternak dengan

suplemen CGKK lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan ternak tanpa suplemen CGKK.

Hal ini menunjukkan suplemen CGKK mampu meningkatkan nafsu makan dari

ternak (Nurbianti, 2012). Campuran Garam Karboksilat Kering merupakan suplemen

tambahan yang berbahan dasar minyak ikan lemuru, onggok super dan garam

karboksilat. Penambahan suplemen pakan hanya 4,5% dari 1 kg konsentrat karena

kandungan garam pada suatu ransum tidak dapat lebih dari 5%. Bau yang khas ikan

lemuru cenderung memiliki palatabilitas rendah, namun CGKK memiliki rasa yang

Page 37: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

25

disukai oleh ternak sehingga dapat meningkatkan jumlah konsumsi ternak, sehingga

tingkah laku makan kerbau terlihat normal. Standar dari tingkah laku yang normal

pada kerbau dapat diasumsikan bahwa tingkah laku kerbau yang tanpa diberi ransum

CGKK digunakan sebagai hewan kontrol yang melakukan tingkah laku normal

sehingga bisa dibandingkan dengan tingkah laku kerbau yang diberi ransum CGKK.

Tingkah laku kerbau rawa dikatakan normal karena terlihat dari tidak adanya

perbedaan yang signifikan antara kerbau yang diberi ransum CGKK dan non CGKK,

baik itu tingkah laku makan, agonistik, eliminatif, merawat diri dan vokalisasi.

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen CGKK

pada Waktu yang Berbeda

Pemberian pakan kerbau rawa yang disuplemen CGKK dan non CGKK

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup kerbau serta meningkatkan palatabilitas

ternak terhadap pakan yang memungkinkan terjadinya perubahan tingkah laku.

Namun berdasarkan pada Tabel 4 ternyata pemberian pakan yang berbeda tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkah laku kerbau secara keseluruhan.

Oleh karena itu selanjutnya dilakukan analisis terhadap tingkah laku kerbau rawa

yang diberi suplemen CGKK pada waktu yang berbeda untuk melihat pengaruh

masing – masing perlakuan terhadap tingkah lakunya. Rataan frekuensi tingkah laku

kerbau rawa yang disuplemen CGKK dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK

pada Waktu yang Berbeda

Tingkah laku Frekuensi Tingkah Laku

Pagi Siang Sore Rataan

……………………………………kali / 10 menit…………………………………….

Makan 4,17±3,61 2,00±0,44 3,83±2,50 3,33±4,77

Agonistik 1,22±0,79 2,39±1,50 1,72±1,51 1,78±3,47

Eliminatif 0,17±0,17 0,17±0,17 0,28±,10 0,20±0,41

Merawat Diri 0,83±0,29a

3,06±0,75bc

2,11±0,35b 2,00±2,29

Vokalisasi 0,06±0,10 0,00±0,00 0,00±0,00 0,02±0,14

Keterangan : Superskrip pada pada huruf dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

pagi ( 08.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00WIB).

Page 38: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

26

Berdasarkan hasil uji Friedman menunjukkan bahwa jumlah frekuensi

tingkah laku makan kerbau pada pagi hari tidak berbeda nyata (P>0,05) antara siang

dan sore hari. Rataan frekuensi tingkah laku makan pada pagi hari, siang dan sore

hari sebesar (3,33±4,77 kali/10 menit). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat

dikatakan bahwa pemberian ransum yang disuplemen CGKK tidak berpengaruh

terhadap tingkah laku kerbau. Hal ini mungkin disebabkan karena kerbau termasuk

ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga kerbau tetap

mengkonsusmsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar

dibandingkan pakan sapi.

Berdasarkan Tabel 5 hanya terlihat perbedaan jumlah frekuensi antara pagi,

siang dan sore hari, dimana pada pagi hari jumlah frekuensi makan lebih banyak di

lakukan (4,17±3,61 kali/10 menit) dibandingkan pada siang dan sore hari. Hal ini

disebabkan karena kerbau lebih suka atau lebih banyak mengkonsumsi pakan pada

pagi hari, karena pada saat pagi hari suhu udara belum meningkat. Kerbau sangat

sensitif dengan udara yang panas, sehingga mempengaruhi nafsu makan kerbau

tersebut. Tingkah laku agonistik lebih banyak dilakukan pada siang hari (2,39±1,50

kali/10 menit) dibandingkan pada pagi dan sore hari dengan rataan sebesar

(1,78±3,47 kali/10 menit). Hal ini mungkin disebabkan karena suhu udara pada siang

hari tinggi, dimana ternak kerbau akan merasa kepanasan dan gelisah, sehingga

kerbau melakukan perlawanan terhadap kerbau lainnya dengan cara menanduk.

Selain itu kerbau jantan lebih cenderung untuk menyerang kerbau jantan

dibandingkan sapi perah atau sapi potong jantan. Perkelahian antar kerbau jantan

sangat berbahaya dan sering berakhir dengan kematian (Banerjee, 1982), sehingga

memerlukan perhatian untuk memelihara mereka secara terpisah atau dikandangkan.

Tingkah laku eliminatif juga terlihat pada saat pengamatan, namun jumlah

frekuensi tingkah laku kerbau antara pagi, siang dan sore hari tidak terlalu berbeda

dengan rataan sebesar (0,20±0,41 kali/10 menit) dan tingkah laku eliminatif terlihat

jarang dilakukan selama pengamatan berlangsung. Kerbau juga terlihat sering

melakukan tingkah laku merawat diri, dimana jumlah frekuensi tingkah laku pada

siang hari lebih sering dilakukan (3,06±0,75 kali/10 menit). Berdasarkan hasil uji

friedman menunjukkan bahwa tingkah laku kerbau pada siang hari berbeda nyata

(P<0,05) dengan pagi hari, sedangkan frekuensi tingkah laku pada siang hari tidak

Page 39: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

27

berbeda nyata (P>0,05) dengan sore hari, namun tingkah laku pada sore hari berbeda

nyata (P<0,05) dengan pagi hari. Hal ini mungkin disebabkan banyaknya lalat

terbang pada siang hari, dimana lingkungannya yang kering menyebabkan gangguan

lain dapat terjadi, seperti panasnya udara pada siang hari menyebabkan kerbau

merasa kepanasan, sehingga kerbau lebih sering berbaring pada lantai yang

tergenang air serta menjilati bagian tubuhnya maupun menjilati kerbau lainnya.

Tingkah laku merawat diri pada kerbau ditunjukkan dengan kebiasaan kerbau

yang menjilati tubuhnya sendiri maupun menjilati tubuh kerbau lainnya,

menggosokkan badannya ke dinding dan tiang pembatas antar ternak kerbau, serta

berbaring dilantai yang tergenang air agar tubuhnya lebih dingin. Hal ini dapat

dikatakan ternak kerbau kurang nyaman dengan lingkungannya, untuk mengurangi

ketidaknyamanan kerbau tersebut dapat dilakukan dengan penyiraman yang lebih

sering untuk mengurangi panas tubuhnya dan kekeringan pada tubuhnya yang

menyebabkan lalat hinggap. Berbeda dengan kebiasaan kerbau yang suka berkubang

untuk menghindari gangguan lalat, kutu dan mengurangi produksi panas tubuhnya

(Smith dan Mangkoewidjojo, 1987).

Tingkah laku vokalisasi paling jarang dilakukan baik pada pagi hari, siang

maupun sore hari. Kerbau hanya akan mengeluarkan suara pada saat tertentu seperti

dalam hal kekurangan pakan dan adanya ancaman dari luar yang akan

membahayakan dirinya. Jumlah frekuensi vokalisasi yang paling sedikit ini dapat

menunjukkan bahwa ternak kerbau marasa nyaman dipelihara secara feedlot, dimana

akan terhindar dari ancaman luar maupun kekurangan terhadap kebutuhan hidup

pokoknya seperti kekurangan makan.

Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Diberi Suplemen Non CGKK

pada Waktu yang Berbeda

Kerbau termasuk hewan yang suka merumput (grazing) (Schoenian, 2005).

Kerbau termasuk ternak yang kurang memilih dalam mencari makan, sehingga

kerbau mengkonsusmsi pakan yang kurang bermutu dalam jumlah yang lebih besar

dibandingkan pakan sapi. Hal ini yang menjadi alasan mengapa kerbau dapat

berkembang dengan baik dibandingkan sapi pada kondisi pakan yang buruk

(Banerjee, 1982). Justru dengan sifat tersebut ternak kerbau juga harus mendapatkan

perhatian dari peternak untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan

Page 40: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

28

memperhatikan kebutuhan hidup pokoknya dengan memberi pakan yang mempunyai

palatabilitas tinggi bagi ternak dan memiliki nilai nutrisi yang baik. Pemberian

ransum yang disuplemen Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) diharapkan

dapat memenuhi kebutuhan nutrisi ternak sehigga tercapainya kesejahteraan terhadap

ternak dengan pengamatan terhadap tingkah laku normal nya. Rataan frekuensi

tingkah laku kerbau rawa yang disuplemen non CGKK pada waktu yang berbeda

dapat dilihat pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Rataan Frekuensi Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen Non

CGKK pada Waktu yang Berbeda

Tingkah laku Frekuensi Tingkah Laku

Pagi Siang Sore Rataan

……………………………………kali / 10 menit…………………………………….

Makan 4,78±2,47 2,28±0,75 3,56±0,96 3,54±4,58

Agonistik 2,78±0,79 2,33±1,44 1,22±0,54 2,11±3,82

Eliminatif 0,33±0,17 0,11±0,10 0,22±0,25 0,22±0,57

Merawat Diri 1,83±0,44 2,00±0,83 2,17±0,44 2,00±2,50

Vokalisasi 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00 0,00±0,00

Keterangan : Superskrip pada pada huruf dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

pagi ( 08.00 WIB), siang (12.00 WIB), sore (16.00WIB).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi tingkah laku makan lebih

banyak dilakukan pada pagi hari (4,78±2,47 kali/10 menit) dibandingkan pada siang

dan sore hari. Kerbau sangat sensitif dengan udara yang panas, sehingga

mempengaruhi nafsu makan kerbau tersebut. Kerbau memiliki daya tahan panas

yang rendah, hal ini diduga karena kelenjar keringat pada ternak kerbau sangat

sedikit dibandingkan dengan ternak sapi, serta mempunyai bulu-bulu yang jarang,

sehingga sangat rentan dengan suhu tinggi, hal ini disebabkan karena evaporasi

pendinginan dari permukaan tubuhnya kurang efisien (Williamson and Payne, 1993)

yang menyebabkan nafsu makan kerbau jadi berkurang. Rataan frekuensi tingkah

laku kerbau lainnya seperti tingkah laku agonistik (2,78±0,79 kali/10 menit),

eliminatif (0,33±0,17 kali/10 menit) juga menunjukkan bahwa tingkah laku yang

banyak dilakukan pada pagi hari. Berbeda dengan tingkah laku merawat diri lebih

banyak dilakukan pada siang hari sore hari yaitu (2,00±0,83 kali/10 menit) dan sore

Page 41: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

29

hari sebesar (2,17±0,44 kali/10 menit). Tingkah laku vokalisasi tidak terlihat selama

pengamatan dilakukan.

Namun berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa rataan frekuensi

tingkah laku kerbau pada waktu yang berbeda tidak berbeda nyata (P>0,05) antara

pagi hari, siang dan sore hari yang berarti bahwa perlakuan pemberian ransum non

CGKK tidak berpengaruh terhadap tingkah laku kerbau rawa. Hal ini dapat

disebabkan karena hasil rataan standar deviasi yang cukup tinggi, selain itu juga

dapat disebabkan karena metode pengamatan, seperti waktu pengamatan yang terlalu

singkat.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa perlakuan pakan tidak menunjukkan

hasil yang berbeda nyata antara kerbau yang diberi suplemen CGKK maupun non

CGKK. Hasil ini juga dapat menunjukkan bahwa tidak ada perubahan tingkah laku

normal pada ternak kerbau, terlihat dari tingkat adaptasi yang tinggi pada ternak

kerbau. Adaptasi terhadap pakan dapat dilihat dari tingkah laku makannya. Hal ini

didukung oleh penelitian lain bahwa pertambahan bobot badan ternak kerbau terlihat

lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan sapi, yaitu sebesar 1,16 kg/ekor/hari pada

kerbau dan pada sapi sebesar 0,94 kg/ekor/hari (Nurbianti, 2012). Hal ini dapat

disebabkan oleh kemampuan kerbau yang dapat mencerna serat kasar lebih baik

dibandingkan sapi. Hasil ini menunjukkan potensi yang baik dari kerbau yaitu

pertambahan bobot badan kerbau lebih tinggi dibandingkan sapi pada pemeliharaan

secara intensif. Selama ini kerbau dianggap memiliki pertumbuhan yang lambat

dibandingkan sapi karena banyak kerbau dipelihara secara ekstensif atau

digembalakan. Hal ini menunjukkan bahwa kerbau yang dipelihara secara intensif

lebih baik, karena kerbau tidak banyak bergerak, sehingga lebih baik dalam

menghasilkan daging atau lemak. Sistem pemeliharaan merupakan salah satu faktor

yang mempengaruhi pertumbuhan pada ternak. Dengan demikian sistem pemberian

pakan yang tepat dan sistem pemeliharaan yang intensif dapat meningkatkan

produktivitas ternak dan menunjukkan bahwa kesejahteraan ternak terpenuhi.

Berikut contoh gambar tingkah laku ternak kerbau pada saat pengamatan

terlihat pada Gambar 5.

Page 42: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

30

(a) Tingkah Laku Agonistik (b) Tingkah Laku Makan

(c) Tingkah Laku Merawat Diri (d) Tingkah Laku Merawat Diri

Gambar 5. Beberapa Contoh Tingkah Laku Kerbau Rawa (a) Tingkah Laku

Agonistik, (b) Tingkah Laku Makan, (c,) Tingkah laku Merawat Diri,

(d) Tingkah Laku Merawat Diri

Kondisi Fisiologi Kerbau Rawa

Respon fisiologi merupakan tanggapan ternak terhadap berbagai macam

faktor lingkungan di sekitarnya, terutama temperatur udara. Ternak kerbau

mempunyai koefisien tahan panas (KTP) yang rendah sehingga mudah menimbulkan

cekaman panas (Cockrill, 1984). Faktor yang menyebabkan rendahnya koefisien

tahan panas ini diduga karena kelenjar keringat pada ternak kerbau sangat sedikit dan

mempunyai bulu-bulu yang jarang. Kelenjar keringat yang terdapat pada ternak

kerbau kira-kira hanya sepertiga pada ternak sapi (Moran, 1973 ; Fahimuddin, 1975).

Hal ini yang menyebabkan kebiasaan ternak kerbau mencari tempat teduhan dan

tempat untuk berkubang dengan tujuan untuk mengurangi cekaman panas akibat

sinar radiasi matahari langsung. Untuk menghindarai terjadinya cekaman panas

selama penelitian dan dipelihara secara feedlot, maka selama pemeliharaan dilakukan

Page 43: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

31

penyiraman secara kontinyu yaitu tiga kali dalam sehari untuk menghindari heat

stres pada ternak kerbau tersebut.

Ternak membutuhkan lingkungan yang sesuai untuk kebutuhan fisiologisnya,

jika tidak sesuai dengan lingkungannya, maka akan mengakibatkan tingkat stress

pada ternak baik dalam lingkungan yang dingin maupun yang panas, sehingga dapat

mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan produksi ternak serta mempengaruhi

tingkah laku nomalnya. Tingkah laku ternak berkaitan sangat erat dengan nilai

fisiologi ternak itu sendiri. Perubahan fisiologi yang terjadi pada masing-masing

kerbau dilakukan dengan mengukur frekuensi denyut jantung, frekuensi pernapasan,

dan suhu rektal.

Denyut Jantung

Jantung pada berbagai hewan dapat berkontraksi dengan sendirinya tanpa ada

rangsangan dari luar. Jantung mamalia sensitif terhadap pasokan oksigen dan

temperatur. Kelly (1974) menyatakan faktor-faktor fisiologis yang berpengaruh pada

kecepatan denyut jantung adalah spesies, ukuran tubuh, umur, kondisi fisik, jenis

kelamin, kehamilan, proses kalahiran, laktasi, ransangan, postur tubuh (perawakan),

proses pencernaan, ruminasi dan suhu lingkungan. Kecepatan denyut jantung pada

ternak yang muda lebih tinggi daripada ternak dara dan dewasa pada spesies yang

sama. Hasil penelitian terhadap rataan frekuensi denyut jantung dapat dilihat pada

Tabel 7 berikut.

Tabel 7. Frekuensi Denyut Jantung Kerbau CGKK dan Non CGKK

Waktu

Denyut Jantung Kerbau Rawa pada Pakan

Berbeda (kali/menit) Rataan

CGKK Non CGKK

Pagi 75,05±5,36 75,17±2,33 75,11±3,70

Siang 64,72±2,87 65,78±4,03 65,25±3,18

Sore 62,17±3,37 62,89±5,44 62,53±4,07

Keterangan : superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan Uji T. Hasil menunjukkan

bahwa denyut jantung pada pagi hari tidak menunjukkan hasil yang beda nyata

(P>0,05) dari kedua perlakuan yaitu (75,05±5,36 kali/menit) pada kerbau yang

Page 44: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

32

disuplementasi CGKK dan (75,17±2,33 kali/menit) pada kerbau non CGKK.

Frekuensi denyut jantung pada siang hari juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda

nyata dari kedua perlakuan (P>0,05) yaitu (64,72±2,87 kali/menit) pada kerbau yang

disuplementasi CGKK dan (64,72±2,87 kali/menit) pada kerbau non CGKK, begitu

juga pada sore hari yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

antara kedua perlakuan yaitu (62,17±3,37 kali/menit) pada kerbau non CGKK dan

(62,89±5,44 kali/menit) pada kerbau non CGKK. Perbedaan yang terjadi hanya

disebabkan waktu pengamatan, yaitu antara pagi, siang, dan sore, namun hasil ini

menunjukkan bahwa frekuensi denyut jantung pada pagi hari melebihi jumlah

frekuensi normal denyut jantung kerbau, Fahimuddin (1975) mengatakan bahwa

jumlah denyut jantung normal pada kerbau dewasa dalam istirahat 40 kali per menit,

pada hewan jantan 52 kali per menit, namun pada keadaan suhu lingkungan tinggi

bisa mencapai 71 kali per menit. Selain itu peningkatan denyut jantung juga

merupakan respon dari tubuh ternak itu sendiri untuk menyebarkan panas yang

diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Yani, 2006).

Hasil ini berbeda dengan beberapa literatur, seperti terlihat pada Tabel 7.

bahwa denyut jantung kerbau pada pagi hari lebih tinggi dibandingkan dengan siang

dan sore hari, sedangkan denyut jantung akan meningkat seiring meningkatnya suhu

lingkungan. Namun kerbau juga mempunyai kelebihan yaitu setelah mengalami

cekaman panas, kerbau mampu kembali ke keadaan normal dalam waktu yang relatif

cepat, apalagi bila tersedia tempat berteduh atau kubangan (Fahimuddin, 1975). Hasil

penelitian menunjukkan berbeda dengan literatur, hal ini mungkin disebabkan karena

sistem pemeliharaan yang dilakukan berbeda dengan sistem penggembalaan, yakni

kerbau dipelihara secara feedlot, dimana selama pemeliharaan selalu dilakukan

penyiraman terhadap kerbau sebanyak tiga kali dalam sehari. Pengambilan data pagi

hari dilakukan sebelum penyiraman dan setelah ternak makan. Hasil ini juga

menunjukkan hubungan antara tingkah laku ternak kerbau dengan frekuensi denyut

jantung kerbau, dimana tingkah laku makan lebih banyak dilakukan pada pagi hari.

Dengan demikian ternak lebih banyak melakukan aktivitas pada pagi hari

dibandingkan dengan siang hari kerbau lebih banyak melakukan istirahat dan begitu

juga dengan sore hari.

Page 45: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

33

Laju Pernapasan

Respirasi merupakan gerakan fisik dimana udara masuk dan dikeluarkan dari

paru-paru. Respirasi juga termasuk dalam proses kimia dan fisik yang

memungkinkan organisme untuk mempertukarkan gas-gas (udara) dari lingkungan

(Kelly, 1974). Peningkatan frekuensi laju pernapasan terjadi karena adanya

peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan-jaringan tubuh. Sebagai

konsekuensinya dapat dilihat ketika ternak melakukan gerakan badan, berjemur pada

suhu atau kelembaban udara yang tinggi dan karena ternak kegemukan (Kelly, 1974).

Hasil penelitian terhadap rataan frekuensi pernapasan dapat dilihat pada Tabel 8

berikut.

Tabel 8. Frekuensi Pernapasan Kerbau CGKK dan Non CGKK

Waktu

Pernapasan Kerbau Rawa pada Pakan Berbeda

(kali/menit) Rataan

CGKK Non CGKK

Pagi 44,94±1,94 42,67±1,87 43,81±2,11

Siang 40,72±0,19 41,17±1,45 40,94±0,96

Sore 42,89±1,34 41,56±1,60 42,22±1,51

Keterangan : superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Hasil menunjukkan bahwa laju pernapasan pada pagi hari tidak menunjukkan

hasil yang tidak nyata (P>0,05) dari kedua perlakuan yaitu (44,94±1,94) pada kerbau

yang disuplementasi CGKK dan (42,67±1,87) pada kerbau non CGKK. Frekuensi

laju pernapasan pada siang hari juga menunjukkan hasil yang tidak beda nyata dari

kedua perlakuan (P>0,05) yaitu (40,72±0,19) pada kerbau yang disuplementasi

CGKK dan (41,17±1,45) pada kerbau non CGKK. Begitu juga pada sore hari yang

menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) antara kedua perlakuan yaitu

(42,89±1,34) pada kerbau non CGKK dan (41,56±1,60) pada kerbau non CGKK.

Hasil ini menunjukkan bahwa dari kedua perlakuan tidak berpengaruh terhadap laju

pernapasan kerbau.

Perbedaan yang terjadi hanya disebabkan waktu pengamatan, yaitu antara

pagi, siang, dan sore. namun hasil ini menunjukkan bahwa frekuensi laju pernapasan

pada kerbau rawa melebihi jumlah frekuensi normal denyut jantung kerbau, dimana

Page 46: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

34

Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa frekuensi pernafasan pada kerbau jantan

dewasa dalam keadaan istirahat 20 sampai 25 kali per menit dan kerbau betina 16

kali per menit. Frekuensi pernapasan bertambah dengan meningkatnya suhu

lingkungan dan dapat mencapai 70 kali per menit dalam suhu lingkungan yang

tinggi. Hal ini juga disebabkan karena laju pernapasan yang bervariasi disebabkan

oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran tubuh, umur, aktivitas dan suhu

lingkungan. Salah satu hal yang mungkin menyebabkan jumlah laju pernapasan pada

kerbau rawa melebihi jumlah laju pernapasan normal kerbau yaitu umur, dimana

umur kerbau yang dipelihara belum mencapai dewasa tubuh kerbau, dengan

demikian dapat diketahui bahwa ternak yang masih muda mempunyai laju

metabolisme per unit bobot badan yang lebih tinggi. Serta peningkatan frekuensi laju

pernapasan terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan-

jaringan tubuh.

Suhu Rektal

Homeostasis merupakan suatu penyesuaian sistem tubuh untuk

mempertahankan keseimbangan fisiologis. Ternak akan berusaha menangkal

pengaruh-pengaruh buruk dari peningkatan temperatur lingkungan dengan cara

mencari peneduh, menambah aliran darah ke kulit (vasodilatasi), berkeringat lebih

banyak, perubahan aktivitas hormonal, minum lebih banyak daripada makan dan

peningkatan temperature tubuh (Heath dan Olusanya, 1985) .Suhu tubuh normal

kerbau berkisar antara 38,2oC sampai 38,4

oC dan berada dalam keseimbangan

dengan suhu lingkungan yang terdapat antara 22oC sampai 33

oC (Paine, 1970). Pada

kisaran suhu lingkungan tersebut, proses homeostasis pada kerbau berjalan dengan

sangat baik. Namun, di bawah suhu 22oC dan diatas 33

oC selain proses homeostasis

normal, ternak kerbau secara fisiologi harus menyesuaikan diri, yang mengakibatkan

pengaruh terhadap pertumbuhan dan efisiensi reproduksi. Hasil penelitian terhadap

rataan suhu rektal dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.

Page 47: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

35

Tabel 9. Suhu Rektal Kerbau CGKK dan Non CGKK

Waktu Suhu Rektal Kerbau Rawa pada Pakan Berbeda

Rataan CGKK Non CGKK

Pagi 38,89±0,13 38,91±0,13 38,90±0,12

Siang 38,76±0,03 38,84±0,06 38,80±0,07

Sore 38,67±0,05 38,78±0,15 38,73±0,12

Keterangan : superskrip (A,B) pada baris yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01).

Hasil menunjukkan bahwa suhu rektal kerbau pada pagi hari menunjukkan

hasil yang tidak beda nyata (P>0,05) dari kedua perlakuan yaitu (38,89±0,13) pada

kerbau yang disuplementasi CGKK dan (38,91±0,13) pada kerbau non CGKK. Suhu

rektal kerbau pada siang hari juga menunjukkan hasil yang tidak beda nyata dari

kedua perlakuan (P>0,01) yaitu (38,76±0,03) pada kerbau yang disuplementasi

CGKK dan (38,84±0,06) pada kerbau non CGKK. Begitu juga pada sore hari yang

menunjukkan hasil yang tidak beda nyata (P>0,05) antara kedua perlakuan yaitu

(38,67±0,05) pada kerbau CGKK dan (38,78±0,15) pada kerbau non CGKK. Hasil

ini menunjukkan bahwa dari kedua perlakuan tidak berpengaruh terhadap suhu rektal

kerbau. Perbedaan yang terjadi hanya disebabkan waktu pengamatan, yaitu antara

pagi, siang, dan sore hari, namun hasil juga tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu rektal kerbau melebihi

frekuensi normalnya. Selain itu juga terdapat perbedaan fisiologi antara pagi, siang

dan sore hari. Pada pagi hari suhu rektal lebih tinggi dibandingkan dengan siang dan

sore hari.

Page 48: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Sistem pemeliharaan secara intensif dan pemberian ransum yang disuplemen

CGKK dan non CGKK , ternak kerbau tidak menunjukkan perbedaan tingkah laku

yang bebeda nyata antara tingkah laku makan, agonistik, eliminatif, merawat diri,

dan vokalisasi, namun hanya dipengaruhi oleh waktu pengamatan. Frekuensi tingkah

laku makan, agonistik dan eliminasi paling sering dilakukan pada pagi dan sore hari.

Tingkah laku merawat diri paling banyak ditunjukan pada siang hari. Tingkah laku

vokalisasi paling jarang dilakukan, yang berarti ternak bebas dari ancaman dan

kekurangan pakan, sehingga kerbau menunjukkan tingkahlaku yang normal. Dengan

denyut jantung, laju pernapasan dan suhu rectal yang mendekati normal serta

pemberian pakan yang disuplemen CGKK sistem pemeliharaan secara feedlot dapat

dikatakan mampu meningkatkan kesejahteraan ternak kerbau rawa.

Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai tingkah laku kerbau rawa dengan

memperhatikan pemberian pakan yang berkualitas dan sistem pemeliharaan secara

intensif untuk mengetahui tingkat kesejahteraan ternak kerbau dari pola tingkah laku

normalnya.

Page 49: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

37

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan karunia dan

rahmat-Nya yang telah melimpahkan nikmat tak terhingga serta pertolongan-Nya

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing Dr. Ir. M.

Yamin, M. Agr. Sc dan Dr. Ir. Rudy Priyanto yang telah membimbing, mengarahkan

dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir penyusunan skripsi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Salundik selaku pembimbing

akademik atas bimbingan dan nasehatnya selama perkuliahan. Terima kasih juga

penulis ucapkan kepada dosen penguji ujian akhir Ir. Komariah, M.Si, Dr. Ir Afton

Atabani, M.Sc dan Dr. Ir. M. Ridla, M.Agr yang telah memberi saran dan masukan

untuk perbaikan skripsi ini.

Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada

kedua orang tua tercinta Bapak Zamzami Kimin dan Ibu Yuni Desmi atas doa,

harapan, dukungan materi, motivasi serta kasih sayang yang diberikan. Terima kasih

penulis ucapkan kepada kakak kandung Fedra Yuniza dan Angga Saputra atas

motivasi, dukungan dan doa nya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

ketua tim penelitian Yurleni serta teman-teman penelitian Ii, Devi, Lusi, Putri, Wiwi

dan Gita atas kerjasama dan kebersamaannya yang kompak sehingga penelitian kita

berjalan dengan lancar. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Victor, Sofi, Gita

Try, Nawang, Cipi, Wawan serta keluarga besar IPTP 45 atas semangat, motivasi

dan dukungannya selama ini. Terima kasih juga kepada teman- teman wisma SQ,

Mega, Fatchah, Nengsih, Uland, Hilma, Puji, Yuang, Anna, Lia, Feby, Reffa, Fitri,

Irma, Dewi, atas semangat, motivasi, dukungan, dan doa nya selama ini. Terakhir

saya ucapkan terima kasih kepada civitas akademik Fakultas Peternakan IPB.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.

Bogor, Januari 2013

Penulis

Page 50: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

38

DAFTAR PUSTAKA

Altman, J. 1973. Observational Study of Behavior : Sampling Methods. Universitas

of Chicago, Chicago.

Affandy, L., D. M. Dikman, & Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Manajemen

Perkawinan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,

Bogor.

Bamualim A, Zulbardi M & Thalib C. 2009. Peran dan ketersediaan teknologi

pengembangan kerbau di Indonesia. Prosiding Seminar dan Lokakarya

Nasional Usaha Ternak Kerbau. Tana Toraja 24-26 Oktober 2008. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal 1-10.

Banerjee, G. C. 1982. A Textbook of Animal Husbandry. Fifth Edition. Oxford &

IBH Publishing Co. New Delhi.

Cockrill, W. R. 1984. The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo, FAO,

Rome.

Diwyanto, K. & H. Handiwirawan. 2006. Strategi pengembangan ternak kerbau:

aspek penjaringan dan distribusi. Prosiding lokakarya nasional usaha ternak

kerbau mendukung program kecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Ensminger. 1991. Animal Science. 9th

Ed. Interstate Pointers and Publisher. Illinois.

Ensminger, M. E. 2002. Sheep and Goat Science. Sixth Edition. Interstate Publisher.

Inc. New York.

Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo. Oxford and IBH Publishing Co,

New Delhi.

Goin, R. & P. Goin. 1978. Introduction to Herpetology 3th

Ed. Cambridge University

Press, New York.

Gonyou, H.W. 1991. Behavioral methods to answer the question abaut sheep. J.

Anim Sci. 69 : 4155-4159

Grier, J.W. 1984. Biology of Animal Behavior. Times Miror/Mosby College

Publishing. St. Louis, Misouri.

Hafez, E.S.E. 1969. The Behavior of Domestic Animals. William and Wilking Co.

Baltimore.

Hafez, E. S. E., Badreldin, A. L. & M. N. Shafei. 1955. The Hair Coat in Bovinae.

Emp. J. Exp. Agric. 23: 34 – 38.

Hamdan, A., E.S. Rohaeni & A. Subhan. 2006. Karakteristik sistem pemeliharaan

kerbau rawa di Kalimantan Selatan. hlm.170−177. Prosiding Lokakarya

Nasional Usaha Ternak Kerbau Mendukung Program Kecukupan Daging

Sapi. Sumbawa, 4−5 Agustus 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan bekerja sama dengan Direktorat Perbibitan, Direktorat Jenderal

Page 51: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

39

Peternakan, Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan

Pemerintah Kabupaten Sumbawa.

Hart, B.L. 1985. The Behavior of Domestik Animal. W.H. Freeman, New York.

Hasinah, H. & Handiwirawan. 2006. Keragaman genetik ternak kerbau di Indonesia.

Prosiding lokakarya nasional usaha ternak kerbau mendukung program

kecukupan daging sapi. 2006. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Peternakan, Bogor.

Heath, E., & S. Olusanya. 1985. Anatomy dan Physiology of Tropical Livestock.

Longman. London and New York. 92-99.

Jainudeen, M. R, & E. S. E., Hafez. 1990. Cattle and Boffalo. In; Reproduction in

Farm Animals. E. S. E, Hafez (Editor), 6th

Edition. Lea and Febiger.

Philadelphia. P. 315-329.

Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Bioscientific Publisher Springer

Verlag, New York.

Kelly, W. R. 1974. Veterinary Clinical Diagnose. The Williams and Wilkins Co.

Baltimore. 21-38.

Lita, M. 2009. Produktivitas kerbau rawa di kecamatan Muara Mutai, Kabupaten

Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Maryana, L. 2002. Pengaruh penambahan minyak ikan lemuru (Sardinella longiseps)

terhadap produksi gas metan, vfa dan aktifitas carboxymethil cellulose pada

fermentasi selulosa oleh mikroba rumen secara invitro. Skripsi. Fakultas

Peternakan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Moran, J. B. 1973. Heat olerance of brahman cross, buffalo, banteng and shortorn

steer during exposure to sun and as a result of exercise Austrl. J. Agr. Res.

No. 24: 775-782.

Nurbianti, R. 2012. Performa kerbau rawa dan sapi peranakan ongole yang

digemukkan secara feedlot menggunakan ransum yang disuplementasi

minyak ikan lemuru terproteksi. Skripsi, Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas

Indonesia Press, Jakarta.

Prijono, S. N. 1997. Perilaku burung Cacatua offini dalam populasi campuran di

kandang penangkaran. Proseding Hasil Penelitian dan Pengembangan

Sumber Daya Hayati. Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.

Putu, I.G.M., M. Sabrani, M. Winugoho, T. Chaniago, Santoso, Tarmudji, A.D.

Supriyadi, & P. Oktaviana. 1994. Peningkatan produksi dan reproduksi

kerbau kalang pada agroekosistem rawa di Kalimantan Selatan. Laporan

Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Bogor. 54 hlm.

Page 52: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

40

Robey, C. A. Jr. 1976. Physiological Responses of Water Buffalo in the Florida

Environment. M.S. Thesis University of Florida, Cainsville, Florida, UCA.

Schoenian, S. 2005. Ruminant digestive system. http://www.sheep 101. info/cud.

html. (23 Juni 2012).

Scott, J. P. 1987. Animal Behavior. 2nd

Ed. The University of Chicago Press,

Chicago.

Smith, J. B. & S. Mangkoewidjojo. 1987. The Care, Breeding and Management of

Experiment Animals for Research in the Tropics. p. 171.

Suhubdy. 2007. Strategi penyediaan pakan untuk pengembangan usaha ternak

kerbau. Wartazoa 17 (1) : 1-11.

Tanudimadja, K. & S. Kusumamihadja. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Diktat

Jurusan Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Tasse, A. M. 2010. Tampilan asam lemak dalam susu sapi hasil pemberian ransum

mengandung campuran garam karboksilat dan garam karboksilat atau metil

ester kering. Disertasi. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Terzano, G. M., S. Allegrini & A. Borghese. 2005. Metabolic and harmonal

parameters in buffaloes. In: Buffalo Production and Research. A, Borghese

(Ed). Food and Agriculture Organization of The United Nations, Rome, PP.

219-247.

Tinbergen, N. 1979. Perilaku Binatang. Tira Pustaka :Jakarta.

Wanapat M. 2001. Swamp buffalo rumen ecology and its manipulation. Proceeding

Buffalo. Workshop Desember 2001.

Williamson G. & W. J. A. Payne. 1993, Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Edisi ketiga. Diterjemahkan oleh : Darmadja, S. G. N. Gajah Mada

University Press, Yogyakarta.

Whittow, C. H. 1962. Significance of Extrimities of the Ox in Thermoregulation. J.

Agr. Sci. Camb. 58: 109.

Wodzicka-Tomaszewka, M.., I. K. Sutama, I. G. Putu., & T. D. Chaniago. 1991.

Reproduksi Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Yani, A. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis sapi peternakan

Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan

produktivitasnya. Met. pet. 1:35-46.

Yurleni. 2000. Produktivitas dan peluang pengembangan ternak kerbau di provinsi

Jambi. Thesis, Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Page 53: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

LAMPIRAN

Page 54: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

42

Lampiran 1. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK

Tingkah Laku yang

Diamati Perbandingan Keterangan

Tingkah Laku Kerbau

Rawa yang Disuplemen

CGKK

MKN PGI vs MKN SNG tn

MKN PGI vs MKN SRE tn

MKN SNG vs MKN SRE tn

AGO PGI vs AGO SNG **

AGO PGI vs AGO SRE *

AGO SNG vs AGO SRE tn

ELM PGI vs ELM SNG tn

ELM PGI vs ELM SRE tn

ELM SNG vs ELM SRE tn

MRD PGI vs MRD SNG tn

MRD PGI vs MRD SRE tn

MRD SNG vs MRD SRE tn

VOK PGI vs VOK SNG tn

VOK PGI vs VOK SRE tn

VOK SNG vs VOK SRE tn Keterangan : MKN = Makan, AGO = Agonistik, ELM = Eliminasi, MRD = Merawat Diri, VOK =

Vokalisasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, CGKK = Campuran Garam

Karboksilat Kering, NCGKK = Non Campuran Garam Karboksilat Kering, tn = Tidak

Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.

Lampiran 2. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disuplemen Non

CGKK

Tingkah Laku yang

Diamati Perbandingan Keterangan

Tingkah Laku Kerbau

Rawa yang Disuplemen

Non CGKK

MKN PGI vs MKN SNG tn

MKN PGI vs MKN SRE tn

MKN SNG vs MKN SRE tn

AGO PGI vs AGO SNG tn

AGO PGI vs AGO SRE tn

AGO SNG vs AGO SRE tn

ELM PGI vs ELM SNG tn

ELM PGI vs ELM SRE tn

ELM SNG vs ELM SRE tn

MRD PGI vs MRD SNG tn

MRD PGI vs MRD SRE tn

MRD SNG vs MRD SRE tn

VOK PGI vs VOK SNG tn

VOK PGI vs VOK SRE tn

VOK SNG vs VOK SRE tn Keterangan : MKN = Makan, AGO = Agonistik, ELM = Eliminasi, MRD = Merawat Diri, VOK =

Vokalisasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, CGKK = Campuran Garam

Karboksilat Kering, NCGKK = Non Campuran Garam Karboksilat Kering, tn = Tidak

Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.

Page 55: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

43

Lampiran 3. Hasil Uji T Rataan Tingkah Laku Kerbau Rawa Secara Keseluruhan

yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK

Tingkah Laku yang Diamati Perbandingan Keterangan

Tingkah Laku Kerbau Rawa

yang Disuplemen CGKK

dan Non CGKK

MKN CGKK vs MKN NCGKK tn

AGO CGKK vs AGO NCGKK tn

ELM CGKK vs ELM NCGKK tn

MRD CGKK vs MRD NCGKK tn

VOK CGKK vs VOK NCGKK tn Keterangan : MKN = Makan, AGO = Agonistik, ELM = Eliminasi, MRD = Merawat Diri, VOK =

Vokalisasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, CGKK = Campuran Garam

Karboksilat Kering, NCGKK = Non Campuran Garam Karboksilat Kering, tn = Tidak

Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.

Lampiran 4. Hasil Uji T Rataan Denyut Jantung, Pernapasan dan Suhu Rektal

Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK

Tingkah Laku yang

Diamati Perbandingan Keterangan

Denyut Jantung Kerbau

Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK

PGI CGKK vs PGI NCGKK tn

SNG CGKK vs SNG NCKK tn

SRE CGKK vs SRE NCGKK tn

Laju Pernapasan Kerbau

Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK

PGI CGKK vs PGI NCGKK tn

SNG CGKK vs SNG NCKK tn

SRE CGKK vs SRE NCGKK tn

Suhu Rektal Kerbau Rawa

yang Disuplemen CGKK

dan Non CGKK

PGI CGKK vs PGI NCGKK tn

SNG CGKK vs SNG NCKK tn

SRE CGKK vs SRE NCGKK tn

Keterangan : MKN = Makan, AGO = Agonistik, ELM = Eliminasi, MRD = Merawat Diri, VOK =

Vokalisasi, PGI = Pagi, SNG = Siang, SRE = Sore, CGKK = Campuran Garam

Karboksilat Kering, NCGKK = Non Campuran Garam Karboksilat Kering, tn = Tidak

Berbeda Nyata. * = Berbeda Nyata, ** = Sangat Berbeda Nyata.

Lampiran 5. Perbandingan Rataan Denyut Jantung Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK

Waktu Kerbau

Rataan CGKK Non CGKK

Pagi (07.00-09.00 WIB) 75,05±5,36 75,17±2,33 75,11±3,70

Siang (12.00-14.00 WIB) 64,72±2,87 65,78±4,03 65,25±3,18

Sore (16.00-18.00 WIB) 62,17±3,37 62,89±5,44 62,53±4,07

Page 56: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

44

Lampiran 6. Perbandingan Rataan Laju Pernapasan Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK

Waktu Kerbau

Rataan CGKK Non CGKK

Pagi (07.00-09.00 WIB) 44,94±1,94 42,67±1,87 43,81±2,11

Siang (12.00-14.00 WIB) 40,72±0,19 41,17±1,45 40,94±0,96

Sore (16.00-18.00 WIB) 42,89±1,34 41,56±1,60 42,22±1,51

Lampiran 7. Perbandingan Rataan Suhu Rektal Kerbau Rawa yang Disuplemen

CGKK dan Non CGKK

Waktu Kerbau

Rataan CGKK Non CGKK

Pagi (07.00-09.00 WIB) 38,89±0,13 38,91±0,13 38,90±0,12

Siang (12.00-14.00 WIB) 38,76±0,03 38,84±0,06 38,80±0,07

Sore (16.00-18.00 WIB) 38,67±0,05 38,78±0,15 38,73±0,12

Lampiran 8. Hasil uji Friedmant Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disupemen

CGKK pada Waktu yang Berbeda

Tingkah Laku Perlakuan Rataan Ranking N Chi-Square Db P-Value

Makan

Pagi 2,22

Siang 1,81 18 1,97 2 0,374

Sore 1,97

Agonistik

Pagi 1,92

Siang 2,08 18 0,39 2 0,822

Sore 2,00

Eliminasi

Pagi 1,94

Siang 1,94 18 0,80 2 0,670

Sore 2,11

Merawat Diri

Pagi 1,47

Siang 2,31 18 9,10 2 0,011

Sore 2,22

Vokalisasi

Pagi 2,06

Siang 1,97 18 2,00 2 0,368

Sore 1,97

Page 57: TINGKAH LAKU KERBAU RAWA YANG DIPELIHARA SECARA … · SECARA FEEDLOT YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI CAMPURAN . GARAM KARBOKSILAT KERING (CGKK) SKRIPSI . DELVITA YUNIZA

45

Lampiran 9. Hasil uji Friedmant Tingkah Laku Kerbau Rawa yang Disupemen Non

CGKK pada Waktu yang Berbeda

Tingkah Laku Perlakuan Rataan Rankng N Chi-Square Db P-Value

Makan

Pagi 2,36

Siang 1,81 18 4,03 2 0,133

Sore 1,83

Agonistik

Pagi 2,06

Siang 1,97 18 0,10 2 0,950

Sore 2,97

Eliminasi

Pagi 2,08

Siang 1,92 18 0,78 2 0,676

Sore 2,00

Merawat Diri

Pagi 1,94

Siang 1,97 18 0,23 2 0,890

Sore 2,08

Vokalisasi

Pagi 2,00

Siang 2,00 18 - 2 -

Sore 2,00

Lampiran 10. Hasil Uji Mann Whiteney Frekuensi Kejadian Seluruh Tingkah Laku

Kerbau Rawa yang Disuplemen CGKK dan Non CGKK

Tingkah

Laku

Jenis

Pakan

N X

Ranking X

Ranking

Uji Statistik

Mann

Whiteney

Wilcoxon Z P

Value

Makan CGKK 54 52,43 2831

1346 2831 -0,72 0,47 Non

CGKK

54 56,57 3055

Agonistik

CGKK 54 51,25 2767

1282 2767 -1,22 0,22 Non

CGKK

54 57,76 3119

Eliminasi CGKK 54 55,30 2986

1415 2900 -0,39 0,69 Non

CGKK

54 53,70 2900

Merawat

Diri

CGKK 54 55,25 2983,5

1417,5 2902,5 -0.25 0,79 Non

CGKK

54 53,75 2902,5

Vokalisasi CGKK 54 55,00 2970

1431 2916 -1,00 0,32 Non

CGKK

54 54,00 2916