tindakan layanan khusus (tlk) untuk peserta didik slow learner di sekolah dasar

8
Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar Oleh : Jamiluddin (Ilustrasi: gambardanfoto.com)

Upload: institut-agama-islam-hamzanwadi-pancor

Post on 15-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Salah satu determinan dalam proses dan hasil belajar adalah peserta didik. Mereka adalah komponen pokok yang harus mendapat attention yang seksama. Attention sebagai sebuah action atau perlakuan haruslah sepadan dan tepat. Tanpa perlakuan yang sepadan dan tepat maka proses dan hasil belajar menjadi tidak menentu. Persoalannya, action yang sepadan dan tepat bukanlah perihal yang dapat dilakukan sembarangan. Acton ini hanya akan bisa diimplementasi apabila seorang guru mampu memahami individu peserta didiknya. Dan tentu kita semua maklum bahwa peserta didik itu tidak ada yang persis sama. Kondisi inilah kemudian yang meniscayakan pendidik untuk senantiasa bekerja keras dalam memahami peserta didik dengan menjadikan prinsip individual differences (perbedaan individual) sebagai refrensi. Bagaimana fakta di lapangan?

TRANSCRIPT

Page 1: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

Tindakan Layanan Khusus (TLK)

Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

Oleh : Jamiluddin

(Ilustrasi: gambardanfoto.com)

Page 2: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

Salah satu determinan dalam proses dan hasil belajar adalah peserta didik. Mereka adalah

komponen pokok yang harus mendapat attention yang seksama. Attention sebagai sebuah action

atau perlakuan haruslah sepadan dan tepat. Tanpa perlakuan yang sepadan dan tepat maka proses

dan hasil belajar menjadi tidak menentu. Persoalannya, action yang sepadan dan tepat bukanlah

perihal yang dapat dilakukan sembarangan. Acton ini hanya akan bisa diimplementasi apabila

seorang guru mampu memahami individu peserta didiknya. Dan tentu kita semua maklum bahwa

peserta didik itu tidak ada yang persis sama. Kondisi inilah kemudian yang meniscayakan pendidik

untuk senantiasa bekerja keras dalam memahami peserta didik dengan menjadikan prinsip

individual differences (perbedaan individual) sebagai refrensi.

Bagaimana fakta di lapangan? Secara objektiv tidak banyak guru atau tenaga pendidik yang

menaruh perhatian khusus pada prinsip individual differences. Bukti fisik yang akurat adalah

perlakuan yang cenderung homogen kepada peserta didik, sekalipun sesungguhnya beberapa orang

di antara peserta didik itu membutuhkan perlakuan khusus. Terhadap yang cerdas, berkemampuan

average (rata-rata), dan di bawah rata-rata (under average), dominan mendapat transformasi ilmu

pengetahuan dan teknologi yang sama dengan metoda dan strategi yang tidak berbeda. Perlakuan

ini kemudian melahirkan beberapa fenomena antara lain : (1). Kebosanan pada peserta didik yag

cerdas, (2). Kesulitan penyesuaian diri pada peserta didik yang memiliki kemampuan di bawah

standar, dan (3). Masalah psikologis yang meliputi perasaan pesimis terhadap kemungkinan

mencapai perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar.

Kebosanan pada peserta didik yang cerdas melahirkan pembiasan pusat perhatian mereka.

Karena merasakan materi pembelajaran terlalu gampang, maka peserta didik yang cerdas atau di

atas rata-rata kemampuan normal akan mengalihkan perhatiannya kepada hal-hal yang menarik

menurutnya secara subjektiv. Bayangkan kalau jumelah peserta didik yang demikian lebih dari satu

(1) orang dalam sebuah rombongan belajar (rombel)? Atmosfeer pembelajaran tentu akan terpecah.

Masing-masing akan focus pada pemenuhan kebutuhannya. Rombel akan berubah menjadi friksi-

friksi yang cenderung tidak saling berkoordinasi dan masing-masing akan menjadi out-group bagi

yang lain. Pendidik pada keadaan seperti ini akan cenderung memposisikan diri sebagai anggota

friksi yang mensupporting dirinya dan potensial memarginalkan klik yang tidak kooperatif dalam

rombel tersebut. Jadi guru atau pendidik kurang menerapkan prinsip ekuitas dalam makna tidak

berikhtiar dalam posisi normalisasi situasi atau atmosfeer pembelajaran dengan memberi

conditioning bagi peserta didik berkemampuan di atas rata-rata yang mengalami jengah

(kebosanan). Demikian pula terhadap peserta didik yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata.

Mereka akan merasa dalam kesulitan mengikuti proses transformasi ilmu pengetahuan dan

teknologi. Karena dalam kondisi yang sangat lemah dan tak berdaya, mereka stagnan dan

merekapun mengalami konflik psikologis yang hebat. Pada sisi tertentu mereka merasa ingin

Page 3: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

sebagaimana kawan-kawannya yang smart, sementara itu pada sisi lain mereka mengalami keputus-

asaan. Bila situasi ini tidak tertangani dengan baik, maka peserta didik akan banyak mengambil

keputusan yang kurang tepat bahkan keliru. Tidak sedikit peserta didik yang oleh karena kekeliruan

memilih arah pelarian dari keputus-asaannya, akhirnya melakukan Jevenil Deliquence (perilaku

menyimpang). Di antara perilaku menyimpang yang mereka lakukan adalah: membolos, sering

tidak masuk sekolah, mengganggu kawan, tidak menghargai guru, bahkan bisa melakukan praktek

pelanggaran norma, baik susila, social, hukum, serta agama. Sungguh sangat berbahaya.

Baik pesertaa didik cerdas yang mengalami kebosanan maupun yang berkemampuan di

bawah rata-rata dan melakukan penyimpangan tingkah laku karena putus asa dalam pembelajaran,

secara berangsur-angsur akan mengalami masalah kesulitan belajar. Khusus bagi peserta didik yang

berkemampuan di bawah rata-rata dan putus asa, serta melakukan penyimpangan tingkah laku akan

menjadi peserta didik slow learner (lambat belajar).

Slow Lerner atau anak lambat belajar adalah mereka yang memiliki prestasi belajar rendah

(di bawah rata-rata anak pada umumnya) pada salah satu atau seluruh area akademik, tapi mereka

ini bukan tergolong anak terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan

90 (Cooter & Cooter Jr., 2004; Wiley, 2007).

Lebih rinci lagi, Cooter & Cooter Jr dan Wiley mendeskripsikan bahwa Slow Lerner

memiliki karakteristik antara lain :

1. Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.

2. Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.

3. Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.

4. Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam

belajar dan menggeneralisasikan informasi.

5. Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.

6. Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah

dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan

manipulatif.

7. Memiliki self-image yang buruk.

8. Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak

dapat dikuasai.

9. Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.

10. Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6).

11. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman

seusianya.

12. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.

Page 4: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

Mencermati pengertian dan karakteristik slow learner maka sesungguhnya slow learner ini

termasuk persoalan klasik pembelajaran yang disebabkan oleh bukan hanya factor IQ. Indikator

pokok permasalahan ini adalah prestasi belajar atau hasil belajar yang rendah. Tentu lebih rendah

apabila dibandingkan secara normative dengan prestasi peserta didik laiannya. Demikian pula

apabila prestasi peserta didik slow learner itu dibandingkan dengan KKM (Kriteria Ketuntasan

Minimal) sebagai PAK (Penilaian Acuan Kriteria).

Pendapat Atkinson semakin meyakinkan kita bahwa peserta didik yang berkemampuan di

bawah rata-rata dan putus asa, serta melakukan penyimpangan tingkah laku akan menjadi peserta

didik slow learner. Atkinson menyatakan bahwa penyebab slow learner adalah : (1) Faktor

internal/faktor genetik/hereditas berupa intelegensi. (2) Faktor eksternal yaitu penyebab utama

problem anak slow learner yang berupa strategi pembelajaran yang salah atau tidak tepat,

pengelolaan kegiatan pembelajaran yang tidak membangkitkan motivasi belajar anak dan

pemberian ulangan penguatan yang tidak tepat. Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang

kuat, namun lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan

perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau

penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana

letak IQ anak dalam rentang tersebut. Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas

stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi

meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan

gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.

Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak.

Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan

Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak. Efek Lingkungan yang

Berbeda terhadap IQ dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika

dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di

lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi

sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi,

iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga

mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka (Atkinson, dkk, 1983, h. 137).

Mencermati deskrepsi terdahulu, maka Slow learner ini tentu bisa terjadi disetiap jenjang

pendidikan. Apalagi di jenjang Sekolah Dasar, slow learner ini sangat popular. Selain karena

peserta didik sedang dalam masa pertumbuhan ,juga merupakan fase-fase awal melewati proses

pendidikan formal. Selanjutnya, di SD (Sekolah Dasar) terselenggara sebuah system pembelajaran

yang cenderung tidak menganut prinsip student oriented, sehingga peserta didik kurang mampu

Page 5: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

menyesuaikan diri. Hal-hal ini tentu juga menyumbangkan pengaruh bagi merebaknya slow

learner.

Tentu kita semua tidak menginginkan masalah slow learner ini semakin meluas, bahkan

kita sangat ingin agar masalah ini segera teratasi. Namun demikian, sebuah permsalahan yang sudah

meluas seperti ini tidak akan bisa diatasi sekaligus. Harus bertahap dan dapat menentukan prioritas

segmen masalah yang dientas atau di-solving terlebih dahulu. Selain itu, solving masalah ini tidak

dapat dilakukan secara sendiri-sendiri. Permasalahan ini hanya akan bisa tertangani dengan baik

apabila dilakukan secara simultan. Pemerintah, masyarakat, satuan pendidikan, dan komponen

lainnya harus bahu-membahu dalam mengentas masalah ini. Ada beberapa pendapat tentang

pendekatan dan strategi pemecahan masalah ini. Pada intinya, pendapat-pendapat yang mengemuka

berorientasi pada factor dominan penyebab slow learner. Salah satu pendapat yang mengemuka

adalah pendapat ABKIN dalam satu blog dinyatakan “Bahwa cara penanganan yang dapat

dilakukan guru terhadap anak Slow Learner antara lain:

1. Isi materi diulang-ulang lebih banyak (3-5 kali) dibandingkan dengan teman sebayanya

dalam memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka,

dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat

membantu proses generalisasi.

2. Sediakan waktu khusus untuk membimbingnya secara individual atau privat. Tujuan

tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis

terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat

dicapainya.

3. Waktu materi pelajaran jangan terlalu panjang dan tugas-tugas atau pekerjaan rumah

lebih sedikit dibandingkan dengan teman-temannya.

4. Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep

baru daripada menuntut mereka menghafal dan mengingat materi dan fakta yang tidak

berarti bagi mereka.

5. Gunakan demonstrasi/peragaan dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan

membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori

juga dapat sangat membantu.

6. Konsep-konsep atau pengertian-pengertian disajikan secara sederhana.

7. Jangan mendorong atau memaksa mereka untuk berkompetisi dengan anak-anak yang

memiliki kemampuan yag lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program

akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap

proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik

Page 6: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung

interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.

8. Pemberian tugas-tugas harus terstruktur dan kongkrit, seperti pelajaran social dan ilmu

alam . Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional

dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi,

disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat

ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat

mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.

9. Berikan kesempatan kepada anak untuk bereksperimen dan praktek langsung tentang

berbagai konsep dengan menggunakan bahan-bahan kongkrit atau dalam situasi

simulasi.

10. Untuk mengantarkan pengajaran materi baru maka kaitkan materi tersebut dengan materi

yang telah dipahaminya sehingga familiar untuknya.

11. Instruksi yang sederhana memudahkan anak untuk memahami dan mengikuti instruksi

tersebut. Diusahakan saat memberikan arahan berhadapan langsung dengan anak.

12. Berikan dorongan kepada orangtua untuk terlibat dalam pendidikan anaknya di sekolah.

Membimbing mengerjakan PR, menghadiri pertemuan-pertemuan di sekolah,

berkomunkasi dengan guru, dll.

13. Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang

mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini

memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.

Lebih khusus lagi dijelaskan bahwa “Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner dapat

dilakukan dengan menempuh beberapa strategi, yaitu :

1. Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang

mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan

masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk

pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda

dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta

cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat

adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara

khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.

2. Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya

sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat

mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak

Page 7: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep

harga diri yang sehat.

3. Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka

yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan

oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi

daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar,

yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka

mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat

dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan

perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau

kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan

metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.

4. Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus

untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program

belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan

memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri.

5. Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan

intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra

kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori

atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan

mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka.

6. Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya,

sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar, antara lain:

A. Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya.

Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.

B. Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya

sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.

C. Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu,

berilah hadiah kepada anak.

D. Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu

banyak mengalami kegagalan.

E. Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.

F. Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam

jangka pendek.

G. Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid.

Page 8: Tindakan Layanan Khusus (TLK) Untuk Peserta Didik Slow Learner di Sekolah Dasar

H. Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.

I. Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak

diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa

terganggu.

7. Dukungan orang tua dan bantuan orang tua erat hubungannya dengan hasil belajar anak

yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja

sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan

diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orang tua dapat meminta izin untuk

mengamati proses belajar mengajar di sekolah.

Beberapa pendapat tentang penanganan dan penyelesaian masalah slow learner terdahulu

berorientasi pada keniscayaan seorang guru atau SDM tenaga pendidik untuk senantiasa

professional, termasuk pula di dalamnya menaruh perhatian terhadap prinsip individual differences.

Demikian pula harapan penuh terhadap eksistensi orang tua merupakan hal strategis dan urgen. Lain

dari itu, pun setiap satuan pendidikan diharapkan mampu memberikan layanan perima dalam

mengatasi masalah slow learner ini dengan menerapkan prinsip ekuitas dan pemerataan. Namun

kiranya subtansi pendapat terdahulu ini terasa hambar jika tidak mendapat supporting dari

pemerintah berupa kebijakan tentang penanganan masalah slow learner tersebut. Wallohu’alamu.