tiga ancaman budaya minang.pdf
TRANSCRIPT
![Page 1: Tiga Ancaman Budaya Minang.pdf](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071921/55cf9be0550346d033a7b570/html5/thumbnails/1.jpg)
1
Revitalisasi Budaya Minangkabau:
Antisipasi Datangnya Kehancuran
Oleh
Emeraldy Chatra
Pertanyaan berikut ini sangat mengusik siapa saja yang merasa bangga jadi
orang Minangkabau: Hingga berapa ratus atau puluh tahun lagikah budaya
Minangkabau dapat bertahan dan benar-benar menjadi pakaian keturunan orang
Minangkabau? Seratus, lima puluh, dua puluh lima, atau hanya kisaran lima
belas tahun lagi saja? Kalau umurnya sudah dapat diramalkan, apa sajakah yang
menyebabkan Minangkabau akhirnya tinggal sebagai catatan sejarah?
Kehancuran budaya Minangkabau setidaknya dapat dilacak dari tiga hal.
Pertama, Islam tidak lagi menjadi anutan satu-satunya. Beralihnya kiblat orang
Minangkabau ke kiblat agama lain mengakibatkan orang itu kehilangan
statusnya sebagai orang Minangkabau. Makin banyak yang beralih kiblat, makin
menyusut populasi orang Minangkabau.
Kedua, sistem matrilineal/Minanglineal berubah menjadi sistem patrilineal
yang diikuti dengan hilangnya Harato Pusako Tinggi (HPT). Dengan hilangnya
sistem matrilineal dan HPT, konstruksi komunitas adat yang ada sekarang tidak
lagi relevan. Kewenangan mengelola dan menentukan nasib kaum dan suku
sepenuhnya berada di tangan kaum laki-laki, menyisakan masalah yang sangat
rumit bagi kaum perempuan.
Ketiga, apabila kebanggaan menjadi orang Minangkabau sudah tidak ada lagi.
Orang merasa risih disebut sebagai orang Minangkabau dan lebih suka disebut
orang Melayu, Indonesia, atau identitas lain selain Minangkabau.
Adakah gejala-gejala menuju kemunculan tiga indikator itu kelihatan sekarang
ini?
Ancaman Kekufuran
Bahwa paham Kristen dan paham-paham lain di luar Islam terus berusaha
masuk ke komunitas orang Minangkabau tak dapat lagi disanggah. Mereka
berusaha keras dan menempuh cara apa saja untuk menghancurkan kredo
Minang adalah Islam yang selama ini dipegang teguh orang Minang. Akibatnya,
pelan-pelan terjadi perpindahan agama.
![Page 2: Tiga Ancaman Budaya Minang.pdf](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071921/55cf9be0550346d033a7b570/html5/thumbnails/2.jpg)
2
Memang betul pernyataan bahwa tidak ada orang Minang yang beragama
selain Islam, karena mereka yang pindah agam tidak lagi diakui sebagai orang
Minang. Tapi kita tak boleh tertipu oleh jalan pikiran sendiri, sebab
kenyataannya mereka yang kita katakan bukan lagi orang Minang itu merasa
dirinya tetap orang Minang. Merekalah yang mengatakan ke dunia luar bahwa
ada orang Minang yang tidak Islam, diantaranya ‘saya sendiri’. Mungkinkah kita
melarang orang itu mengakui dirinya orang Minang? Mungkinkah kita melarang
orang di luar Minang untuk percaya kepada kebohongan yang ia sampaikan?
Kristenisasi itu ancaman nyata bagi Minangkabau, bukan isapan jempol.
Minangkabau termasuk ke dalam salah satu proyek kristenisasi yang dinamakan
Jerico 2000. Upaya Kristenisasi yang telah dilakukan sejak lama ternyata tidak
hanya berhasil merubah kiblat sebagian anak orang Minangkabau, tapi juga
dapat menjadikan beberapa orang diantaranya menjadi pendeta yang tugasnya
mempercepat proses Kristenisasi.
Tapi tak kurang berbahayanya adalah ancaman yang datang dari paham non
agama yang membenci agama, seperti atheisme dan agnotisme. Kaum atheis
makin lama makin berani mempropagandakan misi dan merekrut anak-anak
orang Minang sebagai anggota baru dengan menggunakan media-media sosial.
Kasus grup Atheis Minang di facebook yang menyebabkan seorang PNS di
Kabupaten Darmasraya meringkuk dalam tahanan polisi adalah contoh nyata
dari kasus ini.
Lima puluh tahun lagi, berapa banyakkah orang Minang yang berpindah
agama atau menjadi tidak beragama? Yang pasti, akan lebih banyak dari
sekarang dan akan pelan-pelan membunuh identitas Minangkabau yang Islam
itu. Adakah di antara cucu atau cicit anda yang tetap berpegang teguh kepada
identitas Minangkabau yang Islam atau mereka beribadah ke gereja?
Ancaman terhadap Matrilineal dan HPT
Ancaman terhadap matrilineal muncul dari keserakahan dan syahwat yang
berlebihan terhadap harta benda tanpa memikirkan nasib orang lain. Syahwat
seperti ini menandai kemunculan semangat kapitalisme abad pertengahan,
ketika orang hanya memikirkan keuntungan sebesar-besarnya, tanpa moral,
tanpa kepedulian terhadap lingkungan dan akibat negatif dari keserakahan
tersebut terhadap kemanusiaan.
Didorong oleh keserakahan itulah matrilinal diposisikan oleh sekelompok
orang sebagai penghambat atas nafsu untuk menguasai HPT. Matrilineal
dianggap sebagai sistem yang menghambat investasi ke daerah Minangkabau,
sebab sulit sekali bagi mamak kepala waris melepas HPT kepada investor.
Mamak kepala waris tidak dapat memutuskan sendiri; ia harus mendapat
persetujuan dari para pewaris HPT yang tak lain adalah kaum perempuan. Kaum
![Page 3: Tiga Ancaman Budaya Minang.pdf](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022071921/55cf9be0550346d033a7b570/html5/thumbnails/3.jpg)
3
perempuan yang sadar bahwa HPT tidak boleh dijual dengan maksud agar
anggota kaum tak teraniaya hidupnya lantaran jadi miskin tanah, tidak akan
menyetujui usulan penjualan tanah HPT.
Karena itulah, matrilineal harus dihapus dan diganti dengan patrilineal
supaya keterlibatan perempuan dalam urusan pelepasan hak atas HPT berada di
tangan kaum laki-laki saja. Bila prinsip utama adat Minangkabau sudah berubah,
mamak kepala waris yang serakah dengan mudahnya dapat melepas HPT kepada
investor, dengan berharap dapat rasaki harimau, tanpa harus berpikir panjang
tentang nasib kemenakan perempuannya kelak di kemudian hari.
Hilangnya Kebanggaan
Ketika seorang anak Minangkabau tak lagi bangga menjadi orang
Minangkabau, apalagi menjadi malu, ia akan mencari identitas lain. Ia akan
menghapus riwayat hidupnya sebagai orang yang terlahir sebagai etnis Minang,
menghindari penggunaan bahasa Minang dalam pergaulan, bahkan
memanipulasi riwayat keluarga. Akibat dari hilangnya kebanggan mereka tidak
akan melakukan apapun untuk memelihara, membela atau memperjuangkan
kelangsungan serta perkembangan budaya Minang.
Eskapisme hanya salah satu bentuk reaksi terhadap hilangnya kebanggaan. Di
samping itu ada juga yang merasa kebanggaan mereka memudar karena
menganggap budaya Minang tidak sesuai lagi dengan zaman. Budaya Minang
harus diperbarui dengan cara yang radikal menjadi benar-benar Islami.
Sebaliknya, yang lain menganggap kebanggan itu harus dipulihkan dengan
cara kembali ke pikiran awal yang sekuler, yang menjadikan akal sebagai satu-
satunya sandaran budaya. Bagi mereka, Islam adalah penghambat kemajuan
orang Minangkabau karena akibatnya orang Minang menjadi malas berpikir dan
mengutamakan kepatuhan.
Dua kelompok orang Minang terakhir yang kehilangan kebanggan itu tidak
melarikan diri secara total, tapi balik menjadi penyerang yang kritis dan keras
terhadap budaya Minang. Satu kelompok menyerang adat yang matrilineal
karena dianggap tidak Islami, kelompok lain menyerang Islam dengan alasan
mereka sendiri pula.
Sekalipun dua kelompok terakhir itu awalnya masih mengakui jati dirinya
sebagai orang-orang berdarah Minang, mereka pun akan menjadi eskapis kalau
upayanya merubah budaya Minang mengalami kegagalan. Paling tidak mereka
bersikap pasif saja terhadap segala sesuatu yang terjadi atas budaya
Minangkabau. Seperti halnya kaum eskapis, mereka pun tak dapat lagi
diharapkan sebagai orang yang memperjuangkan kemajuan budaya
Minangkabau.