themis - universitas pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712march... ·...

21
Jurnal Fakultas Hukum UNIVERSITAS PANCASILA Volume 1 Nomor 1, Februari 2014 PERANAN PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR DALAM PERUBAHAN SOSIAL Sinintha Yuliansih Sibarani KAJIAN YURIDIS TERHADAP OTONOMI DAERAH DIKAITKAN DENGAN PROSES LEGISLASI DALAM PERSPEKTIF GOOD AN CLEAN GOVERNANCE Endah Dewi Nawangsari Sukarton HUBUNGAN WEWENANG PRESIDEN DAN DPR DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG (PERPU) (Suatu Analisis Terhadap Pembatalan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2014) Dwi Putri Cahyawati KONSEPSI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: Ruang Lingkup dan Keterkaitannya Dengan Hukum Internasional Publik Indra Wahyu Pratama PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI FENOMENA KEBEBASAN BERSOSIAL MEDIA DALAM PERSPEKTIF CYBERCRIME Armasyah KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN DARI PROGRAM BAYI TABUNG DITINJAU DARI HUKUM POSITIF Nindya Pri Kusuma POLEMIK PEMILIHAN KEPALA DAERAH PASCA DITETAPKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA Edie Toet Hendratno PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Diani Kesuma Themis Vol. 1 Nomor 1 Jakarta Februari 2014 Hlm …….. - …… ISSN 1907-8307 Themis

Upload: vannguyet

Post on 01-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Jurnal Fakultas Hukum UNIVERSITAS PANCASILA Volume 1 Nomor 1, Februari 2014

PERANAN PUTUSAN PENGADILAN TIPIKOR DALAM PERUBAHAN SOSIAL

Sinintha Yuliansih Sibarani KAJIAN YURIDIS TERHADAP OTONOMI DAERAH DIKAITKAN

DENGAN PROSES LEGISLASI DALAM PERSPEKTIF GOOD AN CLEAN GOVERNANCE Endah Dewi Nawangsari Sukarton HUBUNGAN WEWENANG PRESIDEN DAN DPR DALAM

PEMBENTUKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPU) (Suatu Analisis Terhadap Pembatalan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014)

Dwi Putri Cahyawati

KONSEPSI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL: Ruang Lingkup dan Keterkaitannya Dengan Hukum Internasional Publik Indra Wahyu Pratama PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI FENOMENA KEBEBASAN BERSOSIAL MEDIA DALAM PERSPEKTIF

CYBERCRIME Armasyah

KEDUDUKAN ANAK YANG DILAHIRKAN DARI PROGRAM BAYI TABUNG DITINJAU DARI HUKUM POSITIF

Nindya Pri Kusuma

POLEMIK PEMILIHAN KEPALA DAERAH PASCA DITETAPKANNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN

GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA Edie Toet Hendratno

PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA Diani Kesuma

Themis Vol. 1 Nomor 1 Jakarta

Februari 2014 Hlm

…….. - …… ISSN

1907-8307

Themis

Page 2: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 1

POLEMIK PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PASCA DITETAPKANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2014

TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA

Dr. Edie Toet Hendratno, SH., M.Si.

ABSTRACT

Indonesian political changes after the end of the New Order era power for

32 years (1967-1998), among others, characterized by constitutional reform that

set the state system of Indonesia. Indonesian constitution, the Basic Law

(Constitution) of the Republic of Indonesia 1945 set on August 18, 1945 has been

amended four times. Two important political instrument that became policy,

namely democratic elections and policy autonomy or decentralization

(Decentralisation) as well as one of the fundamental steps in the decentralization

policy, the implementation of local elections in choosing the head region

(elections). The holding of elections and the election is one of the indicators of the

success of democracy of a state transition. Various pieces of legislation, such as

the Law of the Republic of Indonesia Number 42 Year 2008 on the General

Election of President and Vice President, as well as the Law of the Republic of

Indonesia Number 10 of 2008 on the Election of Members of the House of

Representatives, Regional Representatives Council, and the Regional

Representatives Council. In connection with the local elections, the House of

Representatives the period of 2009-2014 with a variety of reasons have been

enacted Law No. 22 of 2014 concerning the election of Governor, the Regent, and

Mayor that regulate the local elections indirectly through the Regional

Representatives Council. Law No. 22 of 2014 which regulates the mechanism of

local elections indirectly through the Regional Representatives Council (DPRD)

has gained widespread rejection by the people, and the decision-making process

are considered not reflect the principles of democracy. With consideration to

ensure the election of Governor, the Regent, and Mayor democratic management

as set out in Article 18 paragraph (4) of the Constitution of the Republic of

Indonesia Year 1945, which emphasizes the sovereignty of the people and

Page 3: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

2|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

democracy of the people, by the people and for the people, President Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY) on Tuesday on October 2, 2014 has been signed

Government Regulation in Lieu of Law (Perppu) No. 1 of 2014 concerning the

election of Governor, the Regent, and Mayor. 1945 Constitution does not regulate

whether the head region is elected directly by the people or elected by parliament.

However, Article 18 paragraph (4) asserts, that the democratically elected

regional heads. The formulation of democratically elected, was born of a long

debate in the Ad Hoc Working Committee of the Assembly 1 2000 between

opinion requires the head area chosen by the legislature and other opinions which

requires elected directly by the people.

Keyword: polemic elections to the area; election of governors, regents/mayors;

ABSTRAK

Perubahan politik Indonesia pasca berakhirnya kekuasaan era Orde Baru

selama 32 tahun (1967 – 1998) antara lain ditandai dengan reformasi konstitusi

yang mengatur sistem ketatanegaraan Indonesia. Konstitusi Indonesia, yakni

Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia 1945 yang ditetapkan

pada 18 Agustus 1945 telah diubah sebanyak empat kali. Dua instrumen politik

penting yang menjadi kebijakan, yakni pemilihan umum yang demokratis serta

kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi (decentralisation) serta salah satu

langkah fundamental dalam kebijakan desentralisasi, yakni pelaksanaan pemilihan

umum lokal dalam memilih kepala daerah (Pilkada). Penyelenggaraan Pemilu dan

Pilkada adalah salah satu indikator keberhasilan demokrasi dari sebuah negara

transisi. Berbagai produk hukum, seperti Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,

serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan

Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berkaitan dengan pemilihan

kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Periode 2009-2014 dengan berbagai

alasan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan

kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang Undang Nomor 22 tahun 2014 yang mengatur mekanisme pemilihan

kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) ini telah mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat, dan proses

pengambilan keputusannya dinilai tidak mencerminkan prinsip demokrasi. Dengan pertimbangan untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang

menekankan kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk

rakyat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Selasa tanggal 2

Oktober 2014 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan

Walikota. UUD RI 1945 tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara

Page 4: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 3

langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Namun Pasal 18 ayat (4)

menegaskan, bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Rumusan dipilih

secara demokratis, lahir dari perdebatan panjang di Panitia Ad Hoc 1 Badan

Pekerja MPR tahun 2000 antara pendapat yang menghendaki kepala daerah

dipilih oleh DPRD dan pendapat lain yang menghendaki dipilih secara langsung

oleh rakyat.

Katakunci: polemik pemilihan kepada daerah; pemilihan gubernur,

bupati/walikota

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan politik Indonesia pasca berakhirnya kekuasaan era Orde Baru selama 32

tahun (1967-1998) antara lain ditandai dengan reformasi konstitusi yang mengatur sistem

ketatanegaraan Indonesia. Konstitusi Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar (UUD)

Negara Republik Indonesia 1945 yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 telah diubah

sebanyak empat kali; yakni:

1. Perubahan ke-1 disahkan tanggal 19 Oktober 1999

2. Perubahan ke-2 tanggal 18 Agustus 2000

3. Perubahan ke-3 tanggal 10 November 2001; dan

4. Perubahan ke-4 tanggal 10 Agustus 2002.1

Dua instrumen politik penting yang menjadi kebijakan, yakni pemilihan umum yang

demokratis serta kebijakan otonomi daerah atau desentralisasi (decentralisation) serta

salah satu langkah fundamental dalam kebijakan desentralisasi, yakni pelaksanaan

pemilihan umum lokal dalam memilih kepala daerah (Pilkada).

Kebijakan ini merupakan hal yang sangat fundamental sebagai kelanjutan dari arus

perubahan yang sangat kuat terutama sejak tahun 1996. Henk Schulte Nordholt2

1Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pemilihan Kepala

Daerah. (Jakarta: BPHN, 2011), hlm. 3-4. 2Lihat Henk Schulte Nordholt, (ed.) & Ireen Hoogenboom (ast.ed.), Indonesian in Transition

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 1.

Page 5: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

4|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

menyebutnya sebagai the consolidation of electoral democracy, karena berlangsungnya

pemilu yang secara luar biasa di tingkat kabupaten/kota (regional/districlevel), provinsi

dan nasional yang berlangsung sejak tahun 1999, 2004 dan 2005.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung dengan demikian merupakan proses

politik yang tidak saja merupakan mekanisme politik untuk mengisi jabatan demokratis

(melalui pemilu); tetapi juga sebuah implementasi pelaksanaan otonomi daerah atau

desentralisasi politik yang sesungguhnya.

Keduanya merupakan reaksi atas model kebijakan desentralisasi di tanah Indonesia

sesungguhnya bukanlah sesuatu yang baru, sejarah menunjukkan bahwa kebijakan ini

secara terbatas telah dimulai zaman kekuasaan Hindia Belanda, termasuk pada era Orde

Baru. Sampai saat ini, kebijakan tersebut telah mengalami pasang surut.3

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desentralisasi diartikan sebagai

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia. 4

Untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dilaksanakan secara

demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka kedaulatan rakyat serta demokrasi dari

rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat wajib dihormati sebagai syarat utama pelaksanaan

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Berkaitan dengan pemilihan kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Periode 2014-

2019 dengan berbagai alasan telah menetapkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014

tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan

kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Undang Undang Nomor 22 tahun 2014 yang mengatur mekanisme pemilihan kepala

daerah secara tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) ini telah

3BPHN, Op.cit.hlm. 5. 4M. Mas’ud Said, Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. (Malang: UMM Press, 2005), hlm. 74-75.

Page 6: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 5

mendapatkan penolakan yang luas oleh rakyat, dan proses pengambilan keputusannya

dinilai tidak mencerminkan prinsip demokrasi.5

Dengan pertimbangan untuk menjamin Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota

dilaksanakan secara demokratis sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menekankan

kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Selasa tanggal 2 Oktober 2014 telah

menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1

Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.6

Dalam pidato yang disiarkan langsung di salah satu televisi swasta, Presiden SBY

menyatakan, bahwa:

“Saya menghormati keputusan DPR soal UU Pilkada namun izinkan saya

berikhtiar untuk tegaknya demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi. Saya jadi Presiden

melalui pemilu langsung oleh rakyat pada 2004 dan 2009”.7

Perppu yang terdiri atas 206 pasal itu dimaksudkan sebagai pengganti Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang

5Hak demokrasi rakyat dipangkas DPR melalui RUU Pemilihan Kepala Daerah yang baru. Untuk

alasan efisien, tapi hak konstitusional rakyat dibabat. Padahal, setelah 10 tahun pelaksanaan pilkada langsung

oleh rakyat telah melahirkan tokoh pemimpin muda yang baru, berani, tegas, cerdas, bertanggungjawab,

berkualitas, dan merakyat yang berhasil membangun daerahnya masing-masing. Misalnya Ganjar Pranowo,

Ahok, Ridwan Kamil, Bima Arya, Risma, dan pemimpin muda lainnya yang terpilih langsung oleh rakyat

karena kinerja mereka yang bagus. Pilkada langsung digagas sejak 2004 sebagai koreksi atas pemerintahan

sentralistik pada masa orde baru yang melahirkan birokrat yang korup di daerah dan mengakibatkan

masyarakat di daerah tidak dapat merasakan pembangunan yang merata dan walaupun kekayaan alam di

daerahnya sangat kaya tapi lebih banyak dikorupsi oleh pejabat dan DPRD di daerah mereka akibat

pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Terbukti, banyak kasus korupsi yang melibatkan anggota DPRD karena

melakukan pemerasan kepada kepala daerah yang mereka pilih atau karena transaksi suap untuk melancarkan

kebijakan dan program di daerah karena harus melalui persetujuan oleh DPRD. Lihat “Rakyat Menolak

Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD”. http://www.change.com. Diakses Selasa 11 November 2014. 6“Inilah Pokok Pokok Perpu Pilkada”. http://www.demokrat.or.id/2014/10/inilah-pokok-pokok-perpu-

pilkada/. Diakses Selasa 11 November 2014. 7“Untuk Anulir Pilkada Langsung, Presiden Keluarkan Dua Perppu”. http://www.

konfrontasi.com/content/nasional/untuk-anulir-pilkada-tak-langsung-sbykeluarkan. Diakses Selasa 11

November 2014.

Page 7: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

6|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR-RI pada hari Jumat tanggal 22 September 2014

lalu.

Pertimbangan lain dalam hal penerbitan Perppu Nomor 1 tahun 2014 adalah

mengenai kegentingan yang memaksa sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi

Nomor 138/PUU-VII/2009 yang di dalamnya memuat tentang persyaratan perlunya

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang apabila:

1. Adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum

secara cepat berdasarkan Undang-Undang

2. Undang-Undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan

hukum atau ada Undang-Undang tetapi tidak memadai

3. Kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat Undang-Undang

secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan

keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

B. Pokok Permasalahan

UUD RI 1945 tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara langsung oleh

rakyat atau dipilih oleh DPRD. Namun Pasal 18 ayat (4) menegaskan, bahwa kepala

daerah dipilih secara demokratis. Rumusan dipilih secara demokratis, lahir dari perdebatan

panjang di Panitia Ad Hoc 1 Badan Pekerja MPR tahun 2000 antara pendapat yang

menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD dan pendapat lain yang menghendaki

dipilih secara langsung oleh rakyat.8

Paling tidak ada dua prinsip yang terkandung dalam rumusan kepala daerah dipilih

secara demokratis, yaitu pertama; kepala daerah harus dipilih, yaitu melalui proses

pemilihan dan tidak dimungkinkan untuk langsung diangkat, dan kedua; pemilihan

dilakukan secara demokratis. Makna demokratis di sini tidak harus dipilih langsung oleh

rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga

hasil pemilihan demokratis melalui pemilu.

8Hamdan Zoelva. “Tinjauan Konstitusi Pemilihan Kepala Daerah”. http://www.

hamdanzoelva.wordpress.com/.../tinjauan-konstitusi-pemilihan-kepala-daerah. Diakses Selasa 11

November 2014.

Page 8: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 7

Sehubungan dengan hal tersebut, pokok permasalahan dalam makalah ini adalah

mengapa terjadi polemik tentang tata cara pemilihan kepala daerah di Indonesia?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004

Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah mengadakan proses pemilihan kepala

daerah baik di tingkat provinsi, maupun di tingkat kabupaten/kota sesuai amanat undang-

undang tersebut.

Diaturnya pemilihan kepala daerah adalah merupakan pertanda, bahwa hal tersebut

telah menjadi konsensus nasional. Namun, konsensus tersebut bukan tidak memiliki

perdebatan akademik. Perdebatan berkisar pada kata demokratis dalam Pasal 18 ayat (4)

Undang-Undang Dasar 1945, yang menimbulkan multi-tafsir, selanjutnya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 56 menyebutkan bahwa Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan

secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum bebas, rahasia, jujur dan adil.9

Menanggapi hal tersebut Jimly Asshiddiqie menyatakan, bahwa perkataan dipilih

secara demokratis ini bersifat luwes, sehingga mencakup pengertian pemilihan langsung

oleh rakyat ataupun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) seperti yang pada

umumnya sekarang dipraktikkan di daerah-daerah berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.10

Pemilihan Kepala Daerah secara langsung telah menjadi perkembangan baru dalam

memahami dipilih secara demokratis sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (4)

Undang Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Oleh karena itu jika Undang

Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan ruang yang luas terhadap pemilihan Kepala

9BPHN, Op.cit., hlm. 18. 10Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Ke empat, (Depok: Pusat

Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hlm. 22.

Page 9: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

8|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

Daerah secara langsung oleh rakyat hal ini memang merujuk ke Pasal 18 ayat (4) Undang

Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 tersebut.

Dalam perspektif sosiologis ada desakan sosial yang bergelora dan bergejolak ketika

era reformasi yang menuntut adanya demokratisasi dan transparansi dalam pemerintahan

baik pusat maupun daerah. Salah satu wujud dari demokratisasi itu adalah dilaksanakannya

pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dengan demikian diharapkan Kepala Daerah

yang terpilih benar-benar representatif. Aspirasi rakyat lebih terakomodasi dengan

pemilihan Kepala Daerah secara langsung itu.11

Akan tetapi sistem pemilihan secara langsung tersebut memang masih menimbulkan

masalah yakni ketika calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah harus melalui partai

politik. Pasal 59 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan Peserta Pemilihan

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara

berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Badan Pembinaan Hukum Nasional yang meneliti mengenai pemilihan kepala daerah

mengemukakan, bahwa dari berbagai pandangan dapat ditarik hipotesa bahwa pemilihan

kepala daerah lansung mempunyai sisi positif dan negatif.12

Segi Positif tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Melalui pilkada langsung diharapkan masyarakat pemilih dapat menentukan sendiri

kepala daerahnya masing-masing, tanpa campur tangan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD).

2. Melalui pilkada langsung diharapkan bisa memotong kecenderungan menguatnya

oligarkhi partai-partai dalam penentuan kepala daerah.

3. Melalui pilkada langsung diharapkan mengurangi fenomena politik uang (money

politics) yang begitu marak dalam pilkada tidak langsung oleh para wakil rakyat di

parlemen lokal.

4. Melalui pilkada langsung diharapkan dapat menciptakan stabilitas politik dan

efektivitas pemerintah di tingkat lokal.

5. Melalui pilkada langsung diharapkan akan memperkuat dan meningkatkan kualitas

seleksi kepemimpinan nasional, karena dengan pilkada langsung makin terbuka

11BPHN, Op.cit., hlm. 19. 12BPHN, Ibid., hlm. 45.

Page 10: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 9

peluang munculnya pemimpin-pemimpin nasional yang berasal dari bawah dan/atau

daerah.

Selain sisi positif Pilkada juga memiliki segi negatif yang perlu dicari jalan

keluarnya. Dalam Pilkada, gelanggang kompetitif dari dalam Parlemen pindah keluar

parlemen. Sehingga perlu sistem pengendalian ekstra ketat agar tidak menimbulkan konflik

keras di tengah-tengah masyarakat (konflik horizontal) yang pada gilirannya dapat

mengganggu keamanan lingkungan dan dapat membawa korban jiwa maupun harta benda.

Menurut Ahmad Soleh, sisi negatif pilkada langsung antara lain adalah:13

1. Biaya yang dikeluarkan sangat besar. Biaya yang dikeluarkan mulai dari biaya

penyelenggaraan, kampanye, lobbi-lobbi partai pendukung sangat besar. Ini

memungkinkan calon kepala daerah yang memiliki modal besar lah yang akan menang

atau mereka yang mendapat dukungan dana dari pemodal besar.

2. Kedaulatan milik Pemodal dan Asing. Sudah barang tentu kepala daerah yang menang

pilkada yang telah diberi modal yang banyak terikat kepada pemilik modal.

3. Korupsi. Untuk mengembalikan modal besar pribadi, sponsor maupun partai yang telah

mengeluarkan milyaran bahkan triliunan rupiah sudah barang tentu menjadikan korupsi

sebagai jalan yang nyaman. Korupsi menjadi lumrah bagi para kepala daerah, hanya

masalah bagaimana mereka bermain saja, bisa bermain bersih dan aman ataukah tidak.

4. Rawan penyalah-gunaan birokrasi dan minim pengawasan. Selama ini kita lemah

dalam pengawasan dan punishment. Banyak penyalahgunaan wewenang yang terjadi

dalam proses pilkada.

Pada gelombang pertama penyelenggaraan pilkada langsung pada tahun 2005 tidak

kurang dari 181 kabupaten, kota dan provinsi menyelenggarakan pilkada langsung, dan

nyatanya banyak terjadi kasus keributan yang membawa korban jiwa dan harta tidak

sedikit14.

Dalam catatan pilkada langsung di Indonesia, hampir semua berakhir dengan

kericuhan serta konflik horizontal diantara para pendukung masing-masing pasangan.

13“Plus Minus Pilkada Langsung dan Tak Langsung”. http://www.politik.kompasiana. com/.../plus-

minus-pilkada-langsung-dan-melalui-dprd. Diakses Selasa 11 November 2014. 14BPHN, Ibid., hlm. 46.

Page 11: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

10|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

Pemicu konflik pun rata-rata sama yakni mengenai ketidak-puasan hasil akhir

penghitungan suara.15

Sistem pemilihan secara langsung pada hakikatnya merupakan alternatif yang paling

realistis untuk mendekatkan aspirasi demokrasi rakyat dengan kekuasaan pemerintah dan

pada saat yang sama memberikan basis legitimasi politik kepada pejabat eksekutif yang

terpilih. Dari situlah sikap primordialisme akan muncul, sehingga berpotensi menyebabkan

konflik politik.

Paling tidak ada dua prinsip yang terkandung dalam rumusan kepala daerah dipilih

secara demokratis, yaitu pertama; kepala daerah harus dipilih, yaitu melalui proses

pemilihan dan tidak dimungkinkan untuk langsung diangkat, dan kedua; pemilihan

dilakukan secara demokratis.16 Makna demokratis di sini tidak harus dipilih langsung oleh

rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga

hasil pemilihan demokratis melalui pemilu.

Ketika Undang-undang Nomor. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

diajukan oleh pemerintah dan diperdebatkan di DPR, tidak ada perdebatan yang mendalam

lagi tentang apakah kepala daerah itu dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD.

Tidak dapat diragukan lagi bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung oleh

rakyat merupakan ekspektasi demokrasi yang sangat tinggi. Dengan cara demikian, ruang

partrisipasi rakyat dalam menentukan pemimpinnya menjadi sangat besar. Ruang bagi

rakyat untuk mencari pemimpin yang lebih baik menjadi lebih besar pula.17

Di sinilah kelemahan demokrasi18, sering tidak bisa dihindari karena yang menang

adalah suara mayoritas tanpa peduli terhadap kwalitasnya. Kita tidak mungkin membalikan

15“Analisis Hubungan Teori Konflik dengan Pilkada”. http://www.vitaorrin.blogspot. com/

2013/.../analisis-hubungan-teori-konflik-dan.htm. Diakses Selasa 11 November 2014. 16Syafran Sofyan. “Permasalahan dan Solusi Pemilukada”. http://www.lemhannas.go. id/.../1634-

permasalahan-dan-solusi-pemilukada.htm. Diakses Selasa 11 November 2014. 17Ibid. 18Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 terkait

dengan Pilkada, antara lain:

a. Putusan MK No.072-073/PUU-ii/2005 menyatakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004: Dalam

pertlmbangan hukumnya, mahkamah berpendapat bahwa Pilkada langsung tidak termasuk dalam kategori

pemilu sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD Negara RI Tahun 1945 namun Pilkada langsung adalah

pemilu secara materiil untuk mengimplementasikan Pasal 18 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 karena

itu dalam penyelenggaraannya dapat berbeda dengan pemilu yang diatur Pasal 22E UUD Negara RI

Tahun 1945, misalnya dalam hal regulator, penyelenggara dan badan yang menyelesaikan perselisihan

hasil pilkada meskipun tetap didasarkan asas pemilu yang berlaku. Pembentuk Undang-Undang No 32

Tahun 2004 telah menetapkan KPUD sebagai penyelenggara Pilkada yang merupakan wewenang

Page 12: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 11

arah demokrasi yang sudah demikian jauh kepada proses yang tidak demokratis hanya

untuk mencari efisiensi dan kecepatan dalam mensejahterakan rakyat. Karena ternyata cara

demikian telah terbukti gagal di Indonesia.

Tuntutan otonomi daerah tidak lain dari kehendak bagi kehidupan yang lebih

demokratis, karena hakekat otonomi adalah demokratisasi dan pemberian kebebasan dan

kreativitas daerah untuk maju.19

B. Pemilihan Kepala Daerah Menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 2014

Pada tahun 2014, DPR RI kembali mengangkat isu krusial terkait pemilihan kepala

daerah secara langsung. Sidang Paripurna DRI RI pada tanggal 24 September 2014

memutuskan, bahwa Pemilihan Kepala Daerah dikembalikan secara tidak langsung, atau

kembali dipilih oleh DPRD.20

Keputusan pemilihan kepala daerah tidak langsung didukung oleh 226 anggota DPR

RI yang terdiri Fraksi Partai Golkar berjumlah 73 orang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera

pembentuk undang-undang yang terpenting adalah harus dijamin independensinya, terganggunya

independensi penyelenggara mengakibatkan bertentangan dengan kepastian, perlakuan yang sama dan

keadilan sesuai Pasal 28D UUD Negara RI Tahun 1945. Mahkamah juga berpendapat, bahwa pembentuk

undang-undang dapat dan memang sebaiknya pada masa yang akan datang menetapkan KPU

sebagaimana dimaksud Pasal 22E UUD Negara RI Tahun 1945 sebagai penyelenggara pilkada karena

memang dibentuk untuk itu dan telah membuktikan independensinya dalam pemilu 2004.

b. Putusan MK Nomor No.22/PUU-VII/2009 menyatakan bahwa Pasal 58 huruf o Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, namun dalam salah

amar putusannya juga menyatakan bahwa masa jabatan yang dihitung satu periode adalah masa jabatan

yang telah dijalani selama setengah atau lebih masa jabatan, dengan kata lain dihitung satu kali masa

jabatan adalah apabila seorang kepala daerah telah menduduki jabatannya selama 2,5 tahun atau lebih.

Penghitungan masa jabatan ini tidak dibatasi apakah karena pilkada langsung berdasarkan Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 atau pilkada tidak langsung berdasarkan Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009, karena dalam pertimbangan hukumnya majelis hakim berpendapat bahwa perbedaan sistem

pemilihan kepala daerah antara langsung dan tidak langsung, tidak berarti bahwa sistem Pilkada tidak

langsung tidak atau kurang demokratis apabila dibandingkan dengan sistem langsung demikian pula

sebaliknya. Dari pertimbangan majelis ini berarti bahwa menurut majelis, Pilkada langsung maupun

pilkada tidak langsung sama-sama demokratisnya sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (4) UUDN 1945.

Bahkan majelis berpendapat setelah pengalaman dalam pilkada langsung berdasar Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, sekarang timbul gagasan baru untuk kembali memberlakukan pilkada tidak

langsung, dan hal ini sah-sah saja. Perubahan pengertian norma hukum Pasal 58 huruf o UU No 32

Tahun 2004 yaitu batasannya adalah 2, 5 (dua setengah) tahun, artinya apabila Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah menduduki masa jabatannya kurang dari 2,5 (dua setengah tahun, belum dianggap satu

kali masa jabatan sehingga masih bisa mencalonkan selama 2 (dua) periode sehingga apabila selama 2

(dua) kali masa pencalonannya selalu terpilih, yang bersangkutan bisa menduduki jabatannya maksimal

12, 4 (dua belas koma empat) tahun beberapa hari. 19Analisis Hubungan, loc.cit. 20“Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia”. http://www.id.wikipedia.org/wiki/

Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia. Diakses Rabu 12 November 2014.

Page 13: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

12|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

(PKS) berjumlah 55 orang, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) berjumlah 44 orang, dan

Fraksi Partai Gerindra berjumlah 32 orang.

Keputusan ini telah menyebabkan beberapa pihak kecewa. Keputusan ini dinilai

sebagai langkah mundur di bidang pembangunan demokrasi, sehingga masih dicarikan

cara untuk menggagalkan keputusan itu melalui uji materi ke MK.

Bagi sebagian pihak yang lain, Pemilukada tidak langsung atau langsung dinilai

sama saja. Tetapi satu hal prinsip yang harus digarisbawahi (walaupun dalam pelaksanaan

Pemilukada tidak langsung nanti ternyata menyenangkan rakyat) adalah: Pertama,

Pemilukada tidak langsung menyebabkan hak pilih rakyat hilang. Kedua, Pemilukada tidak

langsung menyebabkan anggota DPRD mendapat dua hak sekaligus, yakni hak pilih dan

hak legislasi.21

Dalam kaitannya dengan pro kontra pemilihan kepala daerah melalui DPRD Ketua

Panitia Kerja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja22, mengatakan, bahwa:

Meski kepala daerah dipilih oleh DPRD, namun masyarakat bisa berperan aktif

menentukan siapa calon kepala daerahnya. Rakyat tetap bisa menyampaikan

aspirasinya. Rakyat masih bisa melakukan polling, dan itu bisa dijadikan referensi dari

publik untuk kandidat. Oleh karena itu, sekarang lembaga perwakilan harus kuat.

Rakyat ketika memilih wakilnya di DPRD tidak boleh main-main, bukan karena uang

atau karena teman dan saudara. Selain itu, diperlukan juga pengawasan terhadap

DPRD agar tidak menyalahgunakan kewenangannya dalam memilih pemimpin

daerah. Agar tidak berpindah politik uangnya. Dari dibagikan kepada pemilih yang

langsung, kalau sekarang dibagikan kepada DPRD, itu kan problemnya. Ini tantangan

untuk DPRD agar mereka bisa menghasilkan para pemimpin yang bagus-bagus.

Pusat Kajian Pemerintahan Indonesia Garuda Center For Indonesian Governance

merilis hasil penelitian berjudul terkait pemilihan kepala daerah (Pilkada) tak langsung.

Menurut Kepala Riset Garuda Center Faizal Abdulgani, tim Garuda Center mengkaji sisi

21Ibid. 22“Pilkada Oleh DPRD Lebih Simpel dan Sederhana”. http://www.analisis.news.

viva.co.id/.../542773-pilkada-oleh-dprd-lebih-simpel-dan-sederhana. Diakses Rabu 12 November 2014.

Page 14: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 13

positif dari pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Pemilihan kepala daerah oleh DPRD

banyak manfaatnya jika kita telaah secara detil, ujar Faizal di Jakarta.23

Menurut Faizal ada 19 (sembilan belas) alasan mengapa Pemilihan Kepala Daerah

oleh DPRD Lebih Baik daripada Pemilihan Langsung. Berikut kesembilan belas alasan

tersebut24:

1. Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah yang memiliki kompetensi dan

rekam jejak yang baik (tidak sekedar memiliki popularitas akibat pencitraan semu).

2. Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah yang memiliki program serta

rencana pembangunan yang jelas untuk daerahnya (karena setiap calon kepala daerah

harus melakukan presentasi visi, misi dan program di DPRD, dan menerima pertanyaan

dari anggota DPRD dalam sidang terbuka).

3. Meningkatkan kemungkinan terpilihnya kepala daerah berkompeten yang tidak

memiliki modal besar (karena biaya kampanye seperti membentuk relawan, mencetak

spanduk dan alat peraga lainnya menjadi tidak diperlukan).

4. Mengurangi risiko terpilihnya kepala daerah hasil manipulasi hasil pemungutan suara

(seperti penggunaan daftar pemilih palsu, perubahan hasil rekapitulasi suara dan

kecurangan penghitungan suara lainnya).

5. Mengurangi jumlah kasus korupsi anggaran daerah oleh kepala daerah (untuk

mengembalikan biaya kampanye saat pilkada yang berasal dari modal pribadi).

6. Meningkatkan independensi kepala daerah dalam membuat keputusan strategis seperti

mengeluarkan izin pertambangan, izin usaha dan lain sebagainya (karena kepala daerah

tidak perlu lagi meminjam uang dari pengusaha hitam untuk membiayai kampanye

Pemilukada yang mahal).

7. Meningkatkan kinerja kepala daerah terutama dalam hal perencanaan anggaran serta

pelaksanaan program kerja daerah (karena kepala daerah terpilih sudah pasti

mendapatkan dukungan mayoritas dari DPRD).

8. Mengurangi risiko terjadinya konflik sosial di masyarakat (akibat perbedaan pilihan

antar keluarga, kampung dan golongan yang dapat timbul saat Pemilukada).

23“Inilah 19 Alasan Mengapa Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD Lebih Baik”.

http://www.pemilu.com. Diakses Rabu 12 November 2014. 24Ibid.

Page 15: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

14|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

9. Menghapus kemungkinan terjadinya politik uang/money politics untuk meningkatkan

elektabilitas di masyarakat (termasuk pembuatan kebijakan-kebijakan populis serta

penyalahgunaan aparatur sipil negara menjelang pelaksanaan Pemilukada).

10. Menghapus terjadinya polusi visual rutin akibat Pemilukada Gubernur dan Pemilukada

Bupati/Walikota (karena calon kepala daerah hanya perlu perlu menyampaikan visi dan

misi di hadapan anggota DPRD).

11. Menghemat uang rakyat yang sebelumnya digunakan untuk penyelenggaraan

Pemilukada sebesar Rp. 20 s/d Rp. 30 miliar untuk Pemilukada tingkat Kabupaten/Kota

dan Rp. 100 miliar untuk Pemilukada tingkat Provinsi (uang ini dapat dialihkan untuk

pembangunan infrastruktur).

12. Meningkatkan peran anggota DPRD dalam mewakili aspirasi rakyat (sehingga semakin

banyak anggota masyarakat yang mengetahui, mengenal dan menjalin komunikasi

dengan anggota DPRD mereka).

13. Meningkatkan kualitas kepengurusan partai politik di tingkat daerah (karena semakin

besar insentif bagi orang-orang baik dan berintegritas untuk bergabung dalam partai

politik).

14. Meningkatkan kualitas kepengurusan partai politik di tingkat pusat (karena sebelumnya

banyak sumber daya kepengurusan pusat partai politik di tingkat pusat tergerus untuk

mengurus Pemilukada seperti untuk kampanye ke daerah).

15. Memberikan insentif kepada orang-orang yang baik dan berintegritas untuk bergabung

dengan partai politik dan mengajukan diri sebagai anggota DPRD (karena peran

anggota DPRD menjadi lebih signifikan).

16. Meningkatkan partisipasi serta kualitas Pemilihan Umum Legislatif yang dilaksanakan

lima tahun sekali (karena pilihan partai politik menjadi sangat menentukan bukan hanya

kebijakan Pemerintah Pusat tetapi juga Pemerintah Daerah).

17. Meningkatkan kualitas kerja Mahkamah Konstitusi dalam mengkaji dan memutuskan

perkara Undang-Undang yang berdampak ke seluruh rakyat Indonesia (karena saat ini

para hakim MK harus memutuskan sengketa Pemilukada setiap dua hari sekali).

18. Sesuai dengan konsep demokrasi Pancasila yang digariskan para pendiri bangsa

Indonesia (Sila nomor empat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat

Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan”).

Page 16: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 15

19. Sesuai dengan Konstitusi/Undang-Undang Dasar RI 1945 (Pasal 18: Gubernur-Wakil

Gubernur, Bupati-Wakil Bupati dan Walikota-Wakil Walikota dipilih dengan cara

demokratis).

C. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Perppu Nomor 1 Tahun 2014

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah resmi menandatangani Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Wali Kota (Perpu Pilkada) pada Kamis, 2 Oktober 2014.25

Menurut Denny, SBY menghendaki pelaksanaan pilkada kelak lebih baik daripada

sebelumnya."Karenanya, substansi Perppu 1/2014 adalah jawaban atas kritik, masukan,

dan hasil evaluasi yang selama ini banyak disuarakan berbagai pihak," ujar Denny melalui

siaran pers, Jumat, 3 Oktober 2014.

SBY, Denny melanjutkan, sejak awal ingin pilkada dilaksanakan secara langsung

oleh rakyat dengan sejumlah perbaikan. Agar regulasi perpu itu tidak bertentangan dengan

Undang-Undang Pemerintahan Daerah, Denny mengatakan, SBY menerbitkan Perpu

Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Perpu Pemda).

Berikut ini substansi Perpu Pilkada:

1. Pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan

Pasal 2)

2. Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak

langsung, oleh DPRD (Pasal 205)

3. Adanya uji publik calon kepala daerah agar dapat mencegah calon yang integritasnya

buruk dan kemampuannya rendah. (Pasal 1 angka 2, Pasal 3 ayat 2, Pasal 5 ayat (3) b,

dan Pasal 7d);

4. Penghematan atau pemotongan anggaran pilkada secara signifikan (Pasal 3, Pasal 65

ayat 1c, d, e, dan f serta ayat 2, dan Pasal 200);

25“Ini Substansi Perppu Pilkada”. http://www. www.tempo.co/.../2014/10/.../Ini-Substansi-Perpu-

Pilkada-dan-Perpu-Pe. Diunduh Senin 24 November 2014.

Page 17: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

16|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

5. Pembatasan kampanye terbuka agar menghemat biaya dan mencegah konflik

horizontal (Pasal 69);

6. Pengaturan akuntabilitas penggunaan dana kampanye (Pasal 74, Pasal 75, dan Pasal

76);

7. Larangan politik uang dan biaya sewa parpol pengusung yang dapat berdampak

penyalahgunaan wewenang (Pasal 47);

8. Larangan kampanye hitam yang dapat menimbulkan konflik horizontal (Pasal 68c);

9. Larangan pelibatan aparat birokrasi yang meyebabkan pilkada tidak netral (Pasal 70);

10. Larangan mencopot jabatan aparat birokrasi pasca-pilkada karena dianggap tidak

mendukung calon (Pasal 71);

11. Pengaturan yang jelas, akuntabel, dan tranparan perihal penyelesaian sengketa hasil

pilkada (Bab XX Pasal 136-159);

12. Pengaturan tanggung jawab calon atas kerusakan yang dilakukan oleh pendukung

(Pasal 69g, Pasal 195);

13. Pilkada serentak (Pasal 3 ayat (1));

14. Pengaturan ambang batas bagi parpol atau gabungan parpol yang akan mendaftarkan

calon di KPU (Pasal 40, Pasal 41);

15. Penyelesaian sengketa hanya lewat dua tingkat, yaitu pengadilan tinggi dan Mahkamah

Agung (Pasal 157);

16. Larangan pemanfaatan program/kegiatan di daerah untuk kegiatan kampanye petahana

(Pasal 71 ayat (3));

17. Gugatan perselisihan hasil pilkada ke Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung hanya

dapat diajukan apabila mempengaruhi hasil penetapan perolehan suara oleh KPU

secara signifikan (Pasal 156 ayat (2)).

Page 18: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 17

BAB III

PENUTUP

Dalam kaitannya dengan polemik pemilihan kepala daerah langsung atau tidak

langsung Safran Sofyan26 mengemukakan, bahwa:

1. Dari sisi ruang partisipasi rakyat untuk memilih, pemilihan kepala daerah melalui

sistem perwakilan memiliki derajat ruang partisipasi rakyat untuk memilih lebih rendah

dibanding dengan sistem pemilihan langsung. Sedangkan ruang partisipasi untuk

dipilih sama, jika persyaratan calon gubernur sama.

2. Dari sisi ruang partisipasi rakyat untuk dipilih, baik sistem pemilihan kepala daerah

secara langsung maupun melalui perwakilan, akan memiliki nilai sama jika persyaratan

bagi kedua sistem tersebut sama.

3. Sisi terbukanya partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan di daerah (provinsi)

kurang dapat dijadikan dipertimbangan, karena kepala daerah tidak lagi operasional

berhubungan langsung dengan masyarakat. Kalaupun ada sebatas kebijakan yang

terkait dengan kebijakan yang bersifat lintas kabupaten/kota.

4. Dari sisi efektivitas kebijakan pusat di daerah dan harmonisasi kepentingan pusat dan

daerah, pemilihan kepala daerah melalui perwakilan dimana selain DPRD, Pemerintah

juga mempunyai peran dalam menentukan seorang kepala daerah akan memiliki nilai

yang lebih baik, karena di satu sisi kepala daerah harus menjamin terlaksananya

kebijakan pemerintah pusat di daerah, di sisi lain kepala daerah juga harus

memperhatikan kepentingan masyarakat di daerah yang direpresentasikan oleh DPRD.

5. Dari sisi terjaminnya pelayanan publik, dimana kepala daerah harus dapat mejamin

dilaksanakannya standar pelayanan minimal bagi pemerintah kabupaten/kota, maka

posisi kepala daerah yang diangkat oleh pemerintah akan lebih mempunyai wibawa

bagi pemerintah kabupaten/kota. Dibanding jika sama-sama dipilih langsung oleh

rakyat yang menyiratkan adanya kesejajaran.

6. Dari sisi kesesuaian dengan format pemerintahan, dengan kewenangan kepala daerah

dalam memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat sudah sangat minim,

tinggal yang terkait dengan urusan lintas kabupaten/kota maka relevansi penentuan

26Syafran Sofyan, Loc.cit.

Page 19: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

18|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

kepala daerah melalui pemilihan langsung sudah kurang relevan lagi dibandingkan

biaya yang harus dikeluarkan oleh melakukan pemilihan langsung.

Sebagaimana yang diatur dalam UUD Negara Rl tahun 1945, bahwa Indonesia

menganut bentuk Negara Kesatuan. Sistem ini bertujuan untuk menghindari daerah

otonom menjadi negara dalam negara, sehingga dengan jumlah daerah otonom yang

banyak dan luasnya wilayah NKRI, maka untuk mengatasi rentang kendali pemerintahan

diperlukan kepala daerah yang mempunyai ikatan yang kuat dengan pemerintah.

Ikatan yang kuat antara pemerintah dengan gubernur akan dapat terwujud jika

pemerintah mempunyai peran menentukan terpilihnya kepala daerah. Untuk itu bagi

tegaknya NKRI pemilihan kepala daerah melalui perwakilan dan juga adanya peran

pemerintah dalam menentukan terpilihnya kepala daerah akan memililki nilai yang lebih

baik dibandingkan jika dipilih langsung.27

Pemilihan kepala daerah (gubernur) secara langsung oleh rakyat sama dengan

pemilihan bupati/walikota telah memposisikan gubernur setara dengan bupati/walikota

sebagai kepala daerah. Pandangan ini juga tercermin pada perangkat daerah yang besar

yang membantu gubernur setara atau bahkan lebih besar dengan perangkat daerah yang

membantu bupati/walikota, padahal kewenangan gubernur sebagai kepala daerah sudah

sangat minim.

Sementara itu, kondisi masyarakat dengan kultur masyarakat yang masih

mementingkan kepentingan sesaat dari pada kepentingan jangka panjang, dan belum

mendasarkan pilihannya berdasarkan program, pelaksanaan Pilkada secara langsung dan

melalui perwakilan akan banyak menemui kendala dalam menumbuhkan budaya

persaingan yang sehat. Akan tetapi dengan melalui pengaturan tertentu pemilihan melalui

perwakilan dapat diupayakan para calon bersaing secara sehat.

Dalam kondisi masyarakat yang belum mendasarkan pilihannya atas visi, misi, dan

program, pelaksanaan Pilkada secara langsung masih sulit diharapkan untuk

menumbuhkan kesadaran akan kebutuhan pemimpin yang mampu membawa kemajuan

daerah, dibanding dengan melalui perwakilan. Karena para wakil rakyat setidaknya akan

mendapat beban moral untuk memberi pertanggungjawaban atas pilihannya kepada rakyat

yang memilihnya.

27Syafran Sofyan, Ibid.

Page 20: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

Polemik Pemilihan Kepala Daerah …/Edi Toet Hendratno

Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014 | 19

Dari segi kemudahan untuk dilaksanakan, efektivitas dan efisiensi pelaksanaan

pemilihan kepala daerah melalui perwakilan jauh lebih baik dibanding dengan melalui

Pilkada secara langsung.

Dengan mengacu pada kajian Syafran Sofyan tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa sistem pemilihan kepala daerah secara langsung lebih banyak kelemahannya

dibandingkan dengan jika dipilih melalui sistem perwakilan. Dari kenyataan-kenyataan di

atas nampak, bahwa sistem demokrasi pada umumnya dan sistem pilkada pada khususnya

harus jujur diakui masih mengalami kendala sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945 setelah Perubahan Ke empat, Depok:

Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002.

Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Pemilihan Kepala Daerah. Jakarta: BPHN, 2011.

Henk Schulte Nordholt, (ed.) & Ireen Hoogenboom (ast.ed.), Indonesian in Transition

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Mas’ud Said, M. Arah Baru Otonomi Daerah di Indonesia. Malang: UMM Press, 2005.

B. Artikel

“Analisis Hubungan Teori Konflik dengan Pilkada”. http://www.vitaorrin.

blogspot.com/2013/.../analisis-hubungan-teori-konflik-dan.htm. Diakses Selasa 11

November 2014.

Hamdan Zoelva. “Tinjauan Konstitusi Pemilihan Kepala Daerah”. http://www.

hamdanzoelva.wordpress.com/.../tinjauan-konstitusi-pemilihan-kepala-daerah.

Diakses Selasa 11 November 2014.

“Inilah Pokok Pokok Perpu Pilkada”. http://www.demokrat.or.id/2014/10/inilah-pokok-

pokok-perpu-pilkada/. Diakses Selasa 11 November 2014.

Page 21: Themis - Universitas Pancasiladosen.univpancasila.ac.id/dosenfile/3084230012142612790712March... · PENGHIDANAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK SEBAGAI ... sejarah menunjukkan bahwa kebijakan

20|Jurnal Hukum Themis Vol.1 No. 1 Februari 2014

“Inilah 19 Alasan Mengapa Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD Lebih Baik”.

http://www.pemilu.com. Diakses Rabu 12 November 2014.

Ini Substansi Perppu Pilkada”. www.tempo.co/.../2014/10/.../Ini-Substansi-Perpu-Pilkada-

dan-Perpu-Pe. Diunduh Senin 24 November 2014.

“Pemilihan Kepala Daerah Di Indonesia”.

http://www.id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_kepala_daerah_di_Indonesia.

Diakses Rabu 12 November 2014.

“Pilkada Oleh DPRD Lebih Simpel dan Sederhana”. http://www. analisis.news.viva.co.

id/.../542773-pilkada-oleh-dprd-lebih-simpel-dan-sederhana. Diakses Rabu 12

November 2014.

“Plus Minus Pilkada Langsung dan Tak Langsung”. http://www.politik.kompasiana.

com/.../plus-minus-pilkada-langsung-dan-melalui-dprd. Diakses Selasa 11

November 2014.

“Rakyat Menolak Pemilihan Kepala Daerah Melalui DPRD”. http://www. change.com.

Diakses Selasa 11 November 2014.

Sofyan. “Permasalahan dan Solusi Pemilukada”. http://www.lemhannas.go. id/.../1634-

permasalahan-dan-solusi-pemilukada.htm. Diakses Selasa 11 November 2014

“Untuk Anulir Pilkada Langsung, Presiden Keluarkan Dua Perppu”. http//www.

konfrontasi.com/content/nasional/untuk-anulir-pilkada-tak-langsung-

sbykeluarkan. Diakses Selasa 11 November 2014.

C. Peraturan Perundang Undangan

Indonesia. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

________. Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU RI Nomor 32 Tahun 2004.

________. Undang Undang tentang Pemerintahan Daerah. UU RI Nomor 22 Tahun 2014.

________. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang Pemerintahan

Daerah. Perppu Nomor 1 Tahun 2014.