tetanus (lila 08700199).doc

55
I. PENDAHULUAN Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu. Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah,kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula. Di negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan rendah. 1

Upload: lila-heridyatno

Post on 19-Feb-2016

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tetanus (Lila 08700199).doc

I. PENDAHULUAN

Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di

masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo

sebagian besar pasien tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu.

Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan

kontaminasi tali pusat, infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia

sekolah,kehamilan dengan abortus. Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan

tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka kematian yang tinggi pula.

Di negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait erat dengan

masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus memang banyak

dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi kesehatan

rendah.

1

Page 2: Tetanus (Lila 08700199).doc

II. LAPORAN KASUS

A. DATA IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Tn. B

Alamat : Panggul, Trenggalek

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Tukang Jahit Sepatu Sandal

Jenis Kelamin : Laki - laki

Agama : Islam

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia

Pendidikan : Sekolah Dasar

Nomor R.M : 12341

Tanggal Masuk Rumah Sakit

Kabupaten Kediri : 18 Juli 2014 pukul 19.25

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Perut Terasa Kaku

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan perut terasa kaku sejak 2 hari yang lalu, ada nyeri tekan

pada perut menjalar ke bagian atas dada seperti tersumbat disertai dengan badan terasa kaku,

mulut tidak bisa di buka, hanya bisa membuka 2 jari, tidak bisa menjulurkan lidah, dan leher

terasa kaku. Ada bekas luka di jempol tangan kanan bekas tertusuk jarum sejak 9 hari yang

lalu, tapi sekarang sudah sembuh. Nafsu makan menurun, tidak mual, tidak muntah, buang

air besar lancar berwarna kuning, buang air kecil lancar berwarna kuning. Selama di rumah

sakit pasien mengeluh kejang seperti tidak bisa bernafas. Pasien mengaku waktu terjadinya

kejang dan setelah kejang pasien masih sadar. Kejang Berdurasi 15 Menit.

2

Page 3: Tetanus (Lila 08700199).doc

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien sebelumnya tidak pernah mengalami hal yang sama, Riwayat hipotensi (+), Riwayat

Kencing Manis disangkal, Riwayat alergi obat (-), Riwayat epilepsy (-), Riwayat kejang

demam saat kecil disangkal pasien. Sebelumnya pasien tidak pernah tergigit oleh binatang

seperti anjing atau kucing. Terdapat bekas luka yang sudah sembuh di jempol kanan akibat

luka yang disebabkan karena tertusuk jarum 9 hari yang lalu.

Riwayat kelahiran :

Pasien mengaku pada saat lahir pasien tidak di rumah sakit atau di praktek bidan melainkan

di dukun melahirkan.

Riwayat Imunisasi :

Pasien mengaku tidak mengingat apakah sebelumnya sudah diimunisasi/ divaksin atau

belum.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Penderita adalah seorang penjahit sepatu dan sandal di daerah Kediri.

Penderita adalah seorang suami dari 1 orang anak laki-laki umur 20 tahun dan 1 anak

perempuan 15 tahun.

Lama perkawinan 25 tahun.

Istri penderita pekerjaan sehari-hari ibu rumah tangga.

Pasien tidak merokok, tidak minum kopi maupun meminum alkohol.

Riwayat pengobatan :

Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat sebelumnya.

3

Page 4: Tetanus (Lila 08700199).doc

C. Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 18 Juni 2014:

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis.

Tekanan Darah : 120/80mmHg

Nadi : 84x/menit (Reguler, Isi Cukup)

Suhu : 36,5oC

Pernafasaan : 20 x/menit

Keadaan gizi : Kesan Cukup

Tinggi Badan : 165 cm

Berat Badan : 51 kg

Sianosis : Tidak ada

Udema umum : Tidak ada

Cara berjalan : Tidak dinilai (pasien bed rest)

Mobilitas ( aktif / pasif ) : Pasif

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku : Wajar

Alam Perasaan : Biasa

Proses Pikir : Wajar

Kulit

Warna : Sawo matang Ikterus / edema : Tidak ada

Pertumbuhan rambut : Merata Turgor : Baik

Suhu raba : Hangat Lapisan lemak : Merata

Keringat : Ada

Lain – lain : bekas luka pada jempol kanan (+)

4

Page 5: Tetanus (Lila 08700199).doc

Status Generalis

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),

reflex pupil (+/+), pupil isokor

Telinga : Tidak terdapat sekret dan tidak nyeri tekan

Hidung : Dalam batas normal (tidak ada sekret), nafas

cuping hidung (-)

Mulut : Tidak didapatkan adanya caries, bibir tidak

Cianosis, didapatkan adanya trismus (1,5 – 1,7 cm)

Kepala : Ekspresi wajah Risus sardonicus, rambut merata,

Hitam, Wajah simetris

Leher : Tidak terdapat jejas, terdapat kaku pada leher.

Kelenjar getah bening tidak nampak membesar.

Thorax : Bentuk simetris,elips, sela iga tidak terlalu lebar

atau tidak terlalu sempit

Pulmo

Depan Belakang

Inspeksi (Kanan) Gerakan dada simetris Gerakan dada simetris

(Kiri) Gerakan dada simetris Gerakan dada simetris

Palpasi (Kanan) Fremitus simetris, tidak ada

benjolan, Nyeri tekan (-)

Fremitus simetris, tidak ada

benjolan, Nyeri tekan (-)

(Kiri) Fremitus simetris Benjolan

tidak ada, Nyeri tekan (-)

Fremitus simetris Benjolan

tidak ada, Nyeri tekan (-)

Perkusi (Kanan) Sonor diseluruh lapang paru Sonor diseluruh lapang paru

(Kiri) Sonor diseluruh lapang paru Sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi (Kanan) Suara nafas vesikuler,

wheezing (-), Rhonchi (-)

Suara nafas vesikuler,

wheezing (-), Rhonchi (-)

(Kiri) Suara nafas vesikuler,

wheezing (-), Rhonchi (-)

Suara nafas vesikuler,

wheezing (-), Rhonchi (-)

5

Page 6: Tetanus (Lila 08700199).doc

Jantung

Inspeksi Ictus cordis tidak nampak saat inspeksi

Palpasi Iktus cordis teraba di ICS VI di garis

midklavikula kiri

Perkusi Batas atas : ICS III linea parasternal kiri

Batas kiri : ICS VI 1 cm medial linea

midklavikula kiri

Batas kanan : ICS IV linea parasternal kanan

Auskultasi S1 S2 Single, murmur (-), gallop (-)

Perut

Inspeksi Datar, dilatasi vena (-)

Palpasi Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans

muscular (+), massa (-). Hepar tidak teraba

Perkusi Timpani, shifting dullness (-), undulasi (-)

Auskultasi Bising Usus normal (8x/menit)

Anggota gerak bawah Kanan Kiri

Tonus otot Normotonus Normotonus

Gerakan Aktif Aktif

Oedem (-) (-)

Anggota gerak atas Kanan Kiri

Luka Terdapat luka pada sela - sela

jempol tangan kanan yang

telah sembuh 9 hari yang lalu

Tidak ada

Tonus Normotonus Normotonus

6

Page 7: Tetanus (Lila 08700199).doc

Follow Up Pasien (Tgl. 19/06/14)Subjektif Objektif Assesment Perencanaan

• Riwayat luka pada

jempol kanan 2 hari yang

lalu

• Sering berkeringat

• Tidak bisa

membuka mulut

• Leher dan

punggung terasa kaku

• Badan terasa

lemah

• Tekanan

darah : 110/70

• Nadi 84x/mnt

• RR : 22x/mnt

• Suhu : 36o C

• Trismus (+), (1

cm)

• Opistotonus

(+)

• Kaku kuduk

(+)

• Defans

Muscular (+)

Tetanus

stadium III

• ATS 20.000 IU

(Hari ke 2)

• Penicilin

ProCain 3 x 1,5

juta unit

• Metronidazol

e 3x1 Flash

• Cefotaxime 3x1g

• Diazepam 0,5cc

/jam

• Ranitidin 3x1

Ampul

• Santagesik 3x1

Ampul

Follow Up Pasien (20/6/2014)Subjektif Objektif Assesment Perencanaan

• Badan terasa

lemah

• Sudah bisa

membuka mulut

• Leher dan perut

terasa kaku

• Sudah bisa duduk

• Tidak ada kejang

• Nyeri Telan

• Batuk terus

menerus

• Tekanan

darah : 130/80

• Nadi 100x/mnt

• RR : 24x/mnt

• Suhu : 37,5o C

• Trismus (+) ½

cm

• Opistotonus (+)

• Kaku kuduk

(+)

• Defans muscular

(+)

Tetanus

stadium III

• ATS 20.000 IU

(Hari ke 3)

• Penicilin

ProCain 3 x 1,5

juta unit

• Metronidazol

e 3x1 Flash

• Cefotaxime 3x1g

• Diazepam 0,5cc

/jam

• Ranitidin 3x1

Ampul

• Santagesik 3x1

7

Page 8: Tetanus (Lila 08700199).doc

Ampul

• Sanmol Syr 3x1

Follow Up Pasien (21/6/2014)

Subjektif Objektif Assesment Perencanaan

• Badan terasa lemah

• Kejang (+)

sebanyak 1 kali dalam 1

hari berdurasi 15 menit

disebabkan oleh

rangsangan

• Batuk mereda

• Tekanan

darah : 120/80

• Nadi 80 x/mnt

• RR : 24x/mnt

• Suhu : 37o C

• Trismus (-)

• Opistotonus (-)

• Kaku kuduk (-)

• Defans muscular

(+)

Tetanus

stadium III

• ATS 20.000 IU

(Hari ke 4)

• Diazepam SP naik

0,7 cc/24jam

• Penicilin

ProCain 3 x 1,5

juta unit

• Metronidazol

e 3x1 Flash

• Cefotaxime 3x1g

• Ranitidin 3x1

Ampul

• Santagesik 3x1

Ampul

• Sanmol Syr 3x1

D. Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 18 Juni 2014

Hematologi Hasil Nilai Normal

Leukosit 9,6 x 103/µL 4,3 – 10,3 x 103/µL

Hemoglobin 16,3 g/dl 13 − 18 g/dl

Hematokrit 49,1 % 45 – 50 %

Trombosit 194 x 103/µL 150 – 400 x 103/µL

Kimia Klinik Elektrolit Hasil Nilai Normal

Natrium (Na) 147,8 mmol/L 135 – 145 mmol/L

Kalium (K) 4,94 mmol/L 3,5 – 5,5 mmol/L

Klorida (Cl) 117,2 mmol/L 98 – 108 mmol/L

8

Page 9: Tetanus (Lila 08700199).doc

9

Page 10: Tetanus (Lila 08700199).doc

E. Analisa Kasus (Temuan Positif)

Pasien datang dengan keluhan perut terasa kaku sejak 2 hari yang lalu, keadaan ini mungkin

disebabkan oleh beberapa penyakit seperti infeksi lokal pada mulut, tetanus, dan lain

sebagainya. Tetanus dapat dijadikan sebagai diagnosis kerja terlebih dahulu sebelum

melakukan pemeriksaan lanjutan dan pemeriksaan laboratorium, mengingat berdasarkan

anamnesis yang telah dilakukan sebelumnya pasien mengaku sempat terkena jarum pada

jempol tangan kanannya yang mungkin merupakan focus infeksi bagi C. Tetani. C.tetani

merupakan suatu bakteri yang bersifat anaerob dimana bakteri ini termasuk gram positif dan

dapat menimbulkan gejala berupa trismus atau sulit untuk membuka mulut seperti yang

terjadi pada pasien akibat toksin yang dikeluarkan oleh bakteri ini berupa tetanospasmin dan

tetanolysisn. Bakteri ini dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka, seperti luka

robek, luka bakar,bahkan dapat melalui gigi yang berlubang ataupun OMSK. Pada saat

masuk ke dalam tubuh,dan dalam keadaan anaerob maka bentuk spora akan bergerminasi

membentuk bentuk vegetative yang mensekresi toksin.Terdapat dua toksin yang disekresikan

yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Tetanolysin tidak berakibat langsung pada terjadinya

trismus ini melainkan menimbulkan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan dari C. Tetani.

Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik terhadap sel saraf. Toksin dari tempat

luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside dijalarkan secara

intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior medula spinalis. Cara kerja

dari toksin tetanus ini sendiri adalah dengan cara menghambat neurotransmitter inhibitorik

(GABA dan Glisin) sehingga menyebabkan dominannya neurotransmitter excitatorik yang

menyebabkan gejala spasme pada otot yang pada awalnya mengenai otot masetter sehingga

pasien sulit untuk membuka mulut dan juga dapat mengakibatkan kaku pada punggung

maupun kaku pada otot perut yang menyebabkan defens muscular positif pada saat

pemeriksaan, keluhan ini muncul saat toksin telah berada di kornu anterior medulla spinalis

dan dapat pula menimbulkan kejang. Apabila toksin mencapai korteks serebri (cereberal

ganglioside), maka pasien akan mulai mengalami kejang umum yang spontan. Keluhan nyeri

dan kesemutan kemungkinan disebabkan oleh karena adanya spasme otot yang menekan

saraf tertentu sehingga menimbulkan gejala tersebut.

10

Page 11: Tetanus (Lila 08700199).doc

F. Diagnosis :

Diagnosis didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Pada

saat dilakukan anamnesis telah didapatkan adanya trismus yang merupakan gejala dari

tetanus meskipun masih mungkin diakibatkan oleh penyakit lain. Setelah dilakukan

anamnesis pasien mengaku 9 hari yang lalu, pernah terluka pada jempol tangan kanan dan

selain itu setelah beberapa hari dirawat pasien mengalami kejang yang bersifat tonik. Pada

saat kejang pasien tidak mengalami penurunan kesadaran ataupun setelah kejang. Riwayat

kejang demam pada saat anak - anak ataupun epilepsy disangkal oleh pasien. Selain itu

pasien juga mengeluh kaku pada punggung dan juga perut dan setelah dilakukan pemeriksaan

defens muscular ditemukan pada pasien serta kaku kuduk positif. Pemeriksaan laboratorium

telah dilakukan namun kadar elektrolit pasien masih dalam batas normal. Stadium tetanus

dibagi berdasarkan :

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas:

1. Stadium 1 : Umumnya Trismus

2. Stadium 2 : Opisthotonus

3. Stadium 3 : Kejang rangsang

4. Stadium 4 : Kejang spontan

Dari pembagian diatas, maka pada saat awal pasien datang, pasien tidak mengalami kejang

sebelum masuk rumah sakit, diagnosis didapatkan tetanus stadium II dan setelah dilakukan

terapi dengan pemberian ATS dan Penisilin Prokain, pada hari ke-4 tiba-tiba pasien timbul

kejang disebabkan oleh rangsangan misalnya perubahan cahaya dari gelap ke terang, oleh

karena itu didapatkan diagnosis berupa tetanus stadium III. Diagnosis banding dapat

disingkirkan melalui anamnesis dan juga berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboatorium. Meningitis bacterial dapat disingkirkan karena pada saat kejang, kesadaran

pasien tidak menurun dan tidak disertai adanya trismus meskipun dapat disertai dengan kaku

kuduk. Diagnosis bisa ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan

cairan serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa

menurun pada penyakit poliomyelitis.

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus. Pemeriksaan

cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

mengisolasi virus polio dari tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat. Pada

penyakit rabies biasanya didahului oleh gigitan binatang seperti anjing atau hewan lain.

11

Page 12: Tetanus (Lila 08700199).doc

Trismus jarang ditemukan, kejang bersifat klonik. Keracunan strychnine pada keadaan ini

trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum. Tetani Timbul karena ketidakseimbangan

elektrolit, sementara pada kasus telah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan menunjukkan

hasil yang normal. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan biasanya

diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

G. Penatalaksanaan :

Toksin yang telah beredar di system saraf terminal tidak dapat dinetralisir dan biasanya

bertahan selama 23 hari sehingga biasanya tidak terdapat perubahan pada gaya jalan pasien.

Penisilin diberikan untuk membunuh C. tetani, sementara metronidazole lebih efektif

menurunkan morbiditas dan mortalitas daripada penisilin. Sementara itu untuk mengatasi

toksin yang beredar dapat dinetralkan dengan pemberian serum antitetanus atau Human

Imunoglobulin . ATS diberikan dengan dosis 20.000 IU/ hari selama lima hari berturut –

turut. Pada pemberian ATS harus diingat kemungkinan adanya reaksi alergi. Sehingga

sebelum pemberian sebaiknya dilakukan skin test terlebih dahulu. Pemberian Human

immunoglobulin cukup dengan dosis tunggal 3000 – 6000 unit; pemberian tidak perlu diulang

karena waktu paruh antibody ini 31/2 – 41/2 minggu. Untuk profilaksis dapat diberikan 250

IU pd anak dengan umur 10 tahun atau lebih atau 500 IU jika 24 jam setelah kontaminasi

kuman yang cukup banyak. Sementara pada kasus yang diberikan kepada pasien adalah ATS

selama 4 hari berturut – turut. Untuk mengontol rigiditas dan spasme yang terjadi pada pasien

diberikan golongan Benzodiazepin yang merupakan GABA agonis. Cara kerja obat ini

dengan menghambat inhibitor endogen pada GABA reseptor. Derivat benzodiazepine yang

dianjurkan dan digunakan pula pada kasus ini adalah diazepam/ (oxazepam atau

desmethyldiazepam). Pasien juga diberikan obat Sanmol Sirup untuk pengobatan diagnosis

sekundernya karena pada hari ketiga pasien mengeluh batuk riak terus-menerus disertai panas

badan sewaktu-waktu.

12

Page 13: Tetanus (Lila 08700199).doc

III. TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme Impuls Saraf

Impuls dapat dihantarkan melalui beberapa cara, di antaranya melalui sel saraf dan sinapsis.

Berikut ini akan dibahas secara rinci kedua cara tersebut.

1. Penghantaran Impuls Melalui Sel Saraf

Penghantaran impuls baik yang berupa rangsangan ataupun tanggapan melalui

serabut saraf (akson) dapat terjadi karena adanya perbedaan potensial listrik antara

bagian luar dan bagian dalam sel. Pada waktu sel saraf beristirahat, kutub positif

terdapat di bagian luar dan kutub negatif terdapat di bagian dalam sel saraf.

Diperkirakan bahwa rangsangan (stimulus) pada indra menyebabkan terjadinya

pembalikan perbedaan potensial listrik sesaat. Perubahan potensial ini (depolarisasi) terjadi

berurutan sepanjang serabut saraf. Kecepatan perjalanan gelombang perbedaan potensial

bervariasi antara 1 sampai dengan 120 m per detik, tergantung pada diameter akson dan ada atau

tidaknya selubung mielin.

Bila impuls telah lewat maka untuk sementara serabut saraf tidak dapat dilalui

oleh impuls, karena terjadi perubahan potensial kembali seperti semula (potensial

istirahat). Untuk dapat berfungsi kembali diperlukan waktu 1/500 sampai 1/1000 detik. Energi

yang digunakan berasal dari hasil pernapasan sel yang dilakukan oleh mitokondria

dalam sel saraf.

Stimulasi yang kurang kuat atau di bawah ambang (threshold) tidak akan menghasilkan

impuls yang dapat merubah potensial listrik. Tetapi bila kekuatannya di atas ambang maka

impuls akan dihantarkan sampai ke ujung akson. Stimulasi yang kuat dapat menimbulkan

jumlah impuls yang lebih besar pada periode waktu tertentu daripada impuls yang lemah.

2. Penghantaran Impuls Melalui Sinapsis

Titik temu antara terminal akson salah satu neuron dengan neuron lain

dinamakan sinapsis. Setiap terminal akson membengkak membentuk tonjolan sinapsis.

Di dalam sitoplasma tonjolan sinapsis terdapat struktur kumpulan membran kecil berisi

neurotransmitter; yang disebut vesikula sinapsis. Neuron yang berakhir pada tonjolan sinapsis

13

Page 14: Tetanus (Lila 08700199).doc

disebut neuron pra-sinapsis. Membran ujung dendrit dari sel berikutnya yang membentuk

sinapsis disebut post-sinapsis. Bila impuls sampai pada ujung neuron, maka vesikula bergerak

dan melebur dengan membran pra-sinapsis. Kemudian vesikula akan melepaskan

neurotransmitter berupa asetilkolin.

Neurontransmitter adalah suatu zat kimia yang dapat menyeberangkan impuls dari neuron

pra-sinapsis ke post-sinapsis. Neurontransmitter ada bermacam-macam misalnya dopamin,

norepinefrin, serotonin, asam gama-aminobutirat (GABA), glisin dan asetilkolin yang

terdapat di seluruh tubuh, noradrenalin terdapat di sistem saraf simpatik, dan dopamin serta

serotonin yang terdapat di otak.

Asetilkolin kemudian berdifusi melewati celah sinapsis dan menempel pada reseptor yang

terdapat pada membran post-sinapsis. Penempelan asetilkolin pada reseptor menimbulkan

impuls pada sel saraf berikutnya. Bila asetilkolin sudah melaksanakan tugasnya maka

akan diuraikan oleh enzim asetilkolinesterase yang dihasilkan oleh membran post-sinapsis.

Mekanisme Timbulnya Kontraksi Otot

Timbulnya kontraksi pada otot rangka dimulai dengan potensial aksi dalam serabut-

serabut otot. Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalam

14

Page 15: Tetanus (Lila 08700199).doc

serabut, dimana menyebabkan dilepaskannya ion-ion kalsium dari retikulum endoplasma.

Selanjutnya ion kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi.

Dalam fungsi tubuh normal, serabut-serabut otot rangka dirangsang oleh serabut serabut saraf

besar bermielin. Serabut-serabut saraf ini melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam

hubungan saraf otot (neuromuscular junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika

potensial aksi sampai pada neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membran saraf,

menyebabkan dilepaskan Acethylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membran

menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya ikatan Actin-

Miosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot. Oleh karena itu potensial aksi menyebar

dari tengah serabut ke arah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan terjadi di

seluruh sarkomer otot.

Gerak dapat dilakukan secara sadar (gerak biasa) dan secara tidak sadar (gerak

reflek). Perbedaan dari kedua macam gerak tersebut adalah berkaitan dengan jalannya

impuls saraf yang melewati sistem saraf pusat, yaitu jika impuls melewati otak maka gerak yang

dilakukan sebagai hasil respon dari otak dinamakan gerak sadar, sedangkan jika impuls

tidak melewati otak tetapi sumsum tulang belakang, maka gerak yang dihasilkan sebagai

respon dari sumsum tulang belakang dinamakan gerak reflek.

Mekanisme gerak biasa (gerak sadar)

Rangsangan saraf sensorik otak saraf motorik gerak

otot

Mekanisme gerak reflek (gerak tidak sadar)

Rangsangan saraf sensorik pusat integrasi di sumsum tulang

Belakang saraf motorik gerak otot

Langkah – langkah penggabungan eksitasi, kontraksi dan relaksasi

1. Asetil kolin yang dikeluarkan dari ujung terminal neuron motorik mengawali potensial

aksi di

sel otot yang merambat ke seluruh permukaan membran aktivitas listrik permukaan

2. Aktivitas listrik permukaan dibawa ke bagian tengah (sentral) serat otot oleh tubulus T

3. Penyebaran potensial aksi ke tubulus T mencetuskan pelepasan simpanan Ca dari kantung

– kantung lateral retikulum sarkoplasma di dekat tubulus

4. Ca yang dilepaskan berikatan dengan troponin dan mengubah bentuknya sehingga

15

Page 16: Tetanus (Lila 08700199).doc

kompleks troponin – tropomiosin secara fisik tergeser ke samping, membuka tempat

pengikatan jemabatan silang aktin.

5. Bagian aktin yang telah terpajan tersebut berikatan dengan jembatan silang myosin, yang

sebelumnya telah mendapat energi dari penguraian ATP menjadi ADP + P + energy oleh

ATP ase di jembatan silang.

6. Pengikatan aktin dan myosin di jembatan silang menyebabkan jembatan silang menekuk,

menghasilkan suatu gerakan mengayun kuat yang menarik filament tipis ke arah dalam.

Pergeseran kea rah dalam dari semua filamen tipis yang mengelilingi filament tebal

memperpendek sarkomer (kontraksi otot)

7. Selama gerakan mengayun yang kuat tersebut, ADP dan P dibebaskan di jembatan silang.

8. Perlekatan sebuah molekul ATP baru memungkinkan terlepasnya jembatan silang, yang

mengembalikan bentuknya ke konfirmasi semula.

9. Penguraian molekul ATP yang baru oleh ATP –ase myosin kembali memberikan energy

sebagai jembatan silang

10. Apabila Ca masih ada sehingga kompleks troponin – tropomiosin tetap bergeser ke

samping, jembatan silang kembali menjalani siklus pengikatan dan penekukan, menarik

filament tipis selanjutnya.

11. Apabila tidak lagi terdapat potensial aksi local dan Ca secara aktif telah kembali ke tempat

penyimpanannya di kantung lateral reticulum sarkoplasma, kompleks troponin –

tropomiosin bergeser kembali ke posisinya menutupi tempat pengikatan jembatan silang

aktin, sehingga aktin dan myosin tidak lagi berikatan di jembatan silang, dan filament tipis

bergeser kembali ke posisi istirahat seiring dengan terjadinya proses relaksasi.

16

Page 17: Tetanus (Lila 08700199).doc

Definisi

17

Page 18: Tetanus (Lila 08700199).doc

Tetanus adalah Gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan

spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan

oleh Clostridium tetani.

Penyakit ini disebabkan oleh Clostridium tetani, merupakan basil Gram positif anaerob.

Bakteri ini nonencapsulated dan berbentuk spora, yang tahan panas, pengeringan dan

desinfektan. Spora terdapat di mana-mana dan ditemukan di tanah, debu rumah, usus hewan

dan kotoran manusia. Spora ini akan memasuki tubuh penderita, lalu mengeluarkan toksin

yang bernama tetanospasmin.

Karakteristik clostridium Tetani

Clostridium tetani

C. tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat, dapat membentuk spora, dan

berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani

ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik . Ia dapat tahan walaupun telah diautoklaf

(1250C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia lainnya. Bakteri

Clostridium tetani ini banyak ditemukan ditanah,kotoran manusia dan hewan peliharaan dan

di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini terdistribusi pada tanah dan saluran

pencernaan serta feses dari kuda, domba, anjing, kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri

tersebut berada di dalam tubuh, ia akan menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang

bertindak sebagai racun yang menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua

18

Page 19: Tetanus (Lila 08700199).doc

buah eksotoksin, yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanolysin tidak diketahui

dengan pasti, namun juga dapat menyebabkan lisis dari sel-sel darah hal ini mengakibatkan

tetanolysin tidak secara langsung menimbulkan tetanus, dengan menambah optimal kondisi

local untuk berkembangnya bakteri. Tetanospasmin terdiri atas protein yang bersifat toksik

terhadap sel saraf. Toksin ini diabsorpsi oleh saraf end organ diujung saraf motorik dan

diteruskan melalui saraf sampai ke sel ganglion dan susunan saraf pusat (medulla spinalis).

Bila telah mencapai susunan saraf pusat dan terikat pada sel saraf, toksin tersebut tidak dapat

dinetralkan lagi. Saraf yang terpotong atau berdegenerasi lambat menyerap toksin, sedangkan

saraf sensorik sama sekali tidak menyerap toksin.

Tetanospasmin merupakan toksin yang cukup kuat. Tetanospasmin merupakan protein

dengan berat molekul 150.000 Dalton, larut dalam air, labil pada panas dan cahaya, rusak

dengan enzim proteolitik. Bentuk vegetative tidak tahan terhadap panas dan beberapa

antiseptic. Kuman tetanus tumbuh subur pada suhu 17oC dalam media kaldu daging dan

media agar darah. Demikian pula media bebas gula karena kuman tetanus tidak dapat

memfermentasi glukosa.

Patogenesis

Tetanus disebabkan oleh neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob,

Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke

dalam tubuh yang mengalami cedera/luka (masa inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4

penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan

eksotoksin (Tetanolisin dan Tetanospasmin). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa

berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya

benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka

geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan

dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan dan pemotongan tali pusat yang tidak

steril. Bahkan apabila tidak ditemukan adanya luka, tetanus bisa terjadi akibat adanya gigi

berlubang atau otitis media supuratif kronis. Pada keadaan anaerobik , spora bakteri ini akan

bergerminasi menjadi sel vegetatif bila dalam lingkungan yang anaerob, dengan tekanan

oksigen jaringan yang rendah. Selanjutnya,toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh

bagian tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas

pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak, sebelum mencapai otak

penderita umumnya meninggal akibat gagal nafas. Gejala klinis timbul sebagai dampak

eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular junction serta syaraf autonom.

19

Page 20: Tetanus (Lila 08700199).doc

Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah masuk lewat ganglioside

dijalarkan secara intraaxonal ke dalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu anterior sumsum

tulang belakang. Gejala klinis yang ditimbulkan dari eksotoksin terhadap susunan saraf tepi

dan pusat tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi

kontraksi otot yang tidak terkontrol/ eksitasi terus menerus dan spasme. Neuron ini menjadi

tidak mampu untuk melepaskan neurotransmitter. Neuron, yang melepaskan gamma

aminobutyric acid (GABA) dan glisin, neurotransmitter inhibitor utama, sangat sensitif

terhadap tetanospasmin, menyebabkan kegagalan penghambatan refleks respon motorik

terhadap rangsangan sensoris. Kekakuan mulai pada tempat masuknya kuman atau pada otot

masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke medulla spinalis terjadi kekakuan yang berat,

pada extremitas, otot-otot pada dada, perut dan mulai timbul kejang. Apabila toksin

mencapai korteks serebri, maka pasien akan mulai mengalami kejang umum yang spontan.

Karakteristik dari spasme tetani ialah menyebabkan kontraksi umum kejang otot agonis dan

antagonis. neurotoksin ini pertama kali menyerang saraf tepi terpendek yang berasal dari

sistem saraf kranial, dengan gejala awal distorsi wajah dan punggung serta kekakuan dari otot

leher. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga berpengaruh, sehingga terjadi gangguan

pernapasan, metabolisme, hemodinamika, hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan

neuromuscular. Spasme larynx, hipertensi, gangguan irama janjung, hiperflexi, hyperhidrosis

merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom, yang dulu jarang terjadi karena penderita

sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan penggunaan diazepam dosis tinggi dan

pernapasan mekanik, kejang dapat diatasi namun gangguan saraf otonom harus dikenali dan

di kelola dengan teliti.

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level dari

susunan syaraf pusat, dengan cara :

Toksin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan

GABA dari terminal nerve di otot.

Karakteristik spasme dari tetanus terjadi karena toksin mengganggu fungsi dari reflex

synaptik di spinal cord.

Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral

ganglioside.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkatnya

aktifitas dari neuron yang mempersarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena

otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli

terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga dihilangkannya

20

Page 21: Tetanus (Lila 08700199).doc

kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas .Ada dua hipotesis

tentang cara bekerjanya toksin, yaitu:

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari melalui sumbu silindrik dibawa ke

kornu anterior medulla spinalis

2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri

kemudian masuk kedalam medulla spinalis.

Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada

voluntary muscles (otot yang geraknya dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena

biasanya pertama kali muncul pada otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan

oleh kegagalan pernafasan dan angka kematian sangatlah tinggi.

Epidemiologi

Di negara yang telah maju seperti Amerika Serikat kejadian tetanus yang dilaporkan telah

menurun secara substansial sejak pertengahan 1940 karena meluasnya penggunaan imunisasi

terhadap tetanus . Selain itu sanitasi lingkungan yang bersih,juga menyebabkan menurunnya

angka kejadian tetanus di Amerika Serikat. Namun berbeda dengan yang terjadi di negara

berkembang seperti Indonesia, insiden dan angka kematian akibat tetanus masih cukup tinggi,

hal ini disebabkan karena tingkat kebersihan masih sangat kurang, mudah terjadi

kontaminasi, perawatan luka yang kurang diperhatikan, kurangnya kesadaran masyarakat

akan pentingnya kebersihan dan kekebalan terhadap tetanus. Oleh karena itu tetanus masih

menjadi masalah kesehatan, terutama penyebab kematian neonatal tersering oleh karena

tetanus neonatorum. Akhir- akhir ini dengan adanya penyebarluasan program imunisasi di

seluruh dunia, maka angka kesakitan dan kematian menurun secara drastis. Pada tahun 2011

menurut WHO terdapat kasus sebanyank 14.132. Sementara pada tahun 2008, 61.000

diantaranya tercatat meninggal dibawah usia 5 tahun, dan sekitar 83% diantaranya dapat

diatasi dengan DTP.

21

Page 22: Tetanus (Lila 08700199).doc

(cited : http://www.who.int/immunization_monitoring/diseases/tetanus/en/)

22

Page 23: Tetanus (Lila 08700199).doc

Gejala Klinis

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang

lebih satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan

antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan

interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit, makin jauh tempat invasi, masa

inkubasi makin panjang. Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit

ini berlangsung hingga 21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa

inkubasi inilah baru timbul gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga

tahap, yaitu :

Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal

penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga

mengalami kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus

masih berlangsung.

Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah( Trismus). Gejala

tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup

dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-

otot wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena

tarikan dari otot-otot di sudut mulut. Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa

disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan

tertarik ke belakang (Ophistotonus). Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami

luka.Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit

bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah

dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatu berat, dan gerakan

dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

23

Page 24: Tetanus (Lila 08700199).doc

Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.

Biasanya hal ini terjadi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa

terjadi spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar.

Misalnya cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya,kejang ini hanya

berlangsung singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi

yang lebih sering. Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (myocarditis), tetanus dapat

menyebabkan sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang

belakang dapat terjadi akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti

karena kejang otot ini, sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan

saluran nafas, akibat kolapsnya saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan

penderita tidak dapat menelan.

Karakteristik dari tetanus :

• Kejang bertambah berat selama 3 hari pertama, dan menetap selama 5 -7 hari.

• Setelah 10 hari kejang mulai berkurang frekuensinya

• Setelah 2 minggu kejang mulai hilang.

• Biasanya didahului dengan ketegangaan otot terutama pada rahang dari leher.

Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme otot

masetter.

• Kejang otot berlanjut ke kuduk kaku ( opistotonus , nuchal rigidity )

• Risus sardonicus karena spasme otot muka dengan gambaran alis tertarik keatas,

sudut mulut tertarik keluar dan ke bawah, bibir tertekan kuat .

• Gambaran umum yang khas berupa badan kaku dengan opistotonus, tungkai dengan

eksistensi, lengan kaku dengan mengepal, biasanya kesadaran tetap baik.

• Karena kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi

urin, bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis ( pada anak ).

24

Page 25: Tetanus (Lila 08700199).doc

Secara klinis, tetanus dibedakan atas :

1. Tetanus lokal

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi

selama beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang

menjadi bentuk umum; kasus fatal kira-kira 1%.

2. Tetanus umum

Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus

merupakan gejala awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi

bersamaan dengan kekakuan otot leher dan kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan

dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang karakteristik

berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut

papan (defans muscular) dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan

opistotonus; dapat timbul kejang ,selama periode ini penderita berada dalam kesadaran

penuh.

3. Tetanus sefalik

Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka dikepala, wajah atau

otitis media; banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai

prognosis buruk.

25

Page 26: Tetanus (Lila 08700199).doc

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara yang belum

berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab yang sering

adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang

belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit

minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi 70%.

Menurut berat ringannya tetanus dibagi atas ( criteria berdasarkan stadium klinis pada anak)

1. Tetanus ringan : trismus lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun

dirangsang

2. Tetanus sedang : trismus kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang.

3. Tetanus berat : trismus kurang 1 cm dan disertai kejang umum yang spontan.

Kriteria di bawah berdasarkan stadium klinis pada dewasa

1. Stadium 1 : umumnya trismus

2. Stadium 2 : opisthotonus

3. Stadium 3 : Kejang rangsang

4. Stadium 4 : kejang spontan

Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas :

Grade I: ringan Grade II: sedang Grade III: berat

Masa inkubasi lebih

dari 14 hari.

Period of onset > 6

hari

Trismus positif tapi

tidak berat

Sukar makan dan

minum tetapi disfagi

tidak ada

Masa inkubasi 10-14

hari

Period of onset 3 hari

atau kurang

Trismus dan disfagi

ada

Kekakuan umum

terjadi dalam

beberapa hari tetapi

Masa inkubasi < 10

hari

Period of onset < 3

hari

Trismus dan disfagia

berat

Kekakuan umum dan

gangguan pernapasan

asfiksia, ketakutan,

26

Page 27: Tetanus (Lila 08700199).doc

Lokalisasi kekakuan

dekat dengan luka

berupa spasme

disekitar luka dan

kekakuan umum

terjadi beberapa jam

atau hari.

dispnoe dan sianosis

tidak ada

keringat banyak dan

takikardia.

Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis Tetanus Derajat

Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus ringan sampai sedang;spastisitas umum tanpa spasme atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit; disfagia ringan

III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell, disfagia berat

IV : Sangat berat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia yang dapat diselang-seling dengan hipotensi relatif dan bradikardia, dan salah satu keadaan tersebut dapat menetap

Diagnosis

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa :

1 .Gejala klinik

Kejang tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).

27

Page 28: Tetanus (Lila 08700199).doc

2. Adanya luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.

3. Kultur: C. tetani positif (biasanya sulit dilakukan).

4. Lab : SGOT, CPK meninggi (tidak spesifik untuk mendiagnosis tetanus)

Umumnya dengan gejala klinis yang cukup jelas dan pemeriksaan fisik diagnosis tetanus

biasanya dapat ditegakkan

Diagnosis banding

Untuk membedakan diagnosis banding dari tetanus, tidak akan sukar sekali dijumpai dari

pemeriksaan fisik, laboratorium test (dimana cairan serebrospinal normal dan pemeriksaan

darah rutin normal atau sedikit meninggi, sedangkan SGOT, CPK dan serum aldolase sedikit

meninggi karena kekakuan otot-otot tubuh), serta riwayat imunisasi yang lengkap atau tidak

lengkap, kekakuan otot-otot tubuh), risus sardonicus dan kesadaran yang tetap normal.

1. Meningitis bacterial

Pada penyakit ini trismus tidak ada kesadaran penderita biasanya menurun. Diagnosis

ditegakkan dengan melakukan lumbal pungsi, dimana adanya kelainan cairan

serebrospinal yaitu jumlah sel meningkat, kadar protein meningkat dan glukosa

menurun.

2. Poliomyelitis

Didapatkan adanya paralisis flaksid dengan tidak dijumpai adanya trismus.

Pemeriksaan cairan serebrospinalis menunjukan lekositosis. Virus polio diisolasi dari

tinja dan pemeriksaan serologis, titer antibody meningkat.

3. Rabies

Sebelumnya ada riwayat gigitan anjing atau hewan lain. Trismus jarang ditemukan,

kejang bersifat klonik.

4. Keracunan strychnine

Pada keadaan ini trismus jarang, gejala berupa kejang tonik umum.

5. Tetani

Timbul karena hipokalsemia dan hipofosfatemia dimana kadar kalsium dan fosfat

dalam serum rendah. Yang khas bentuk spasme otot ialah karpopedal spasme dan

biasanya diikuti dengan laringospasme, jarang dijumpai trismus.

6. Histeria

Keadaan dimana pasien berpura – pura sakit, biasanya untuk menarik perhatian dan

untuk bermalas – malasan ataupun untuk mendapatkan kompensasi gaji dan asuransi

28

Page 29: Tetanus (Lila 08700199).doc

Penyakit Gambaran diferensial

Meningoensefalitis Demam, tidak ada trismus, pemeriksaan

CSF abnormal

Polio tidak ada trismus, pemeriksaan CSF

abnormal,paralisis tipe flaccid

Rabies Riwayat gigitan binatang, trismus tidak

ada, hanya oropharyngeal spasm

Keracunan stychrine Relaksasi komplet diantara spasme

Tetani Hanya carpopedal dan laringospasm,

hipocalcemi

Lesi oropharyngeal Hanya lokal, rigiditas seluruh tubuh atau

spasme tidak ada

Penatalaksanaan

A. Umum

Tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin,

mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih. Dan tujuan

tersebut dapat diperinci sebagai berikut :

1. Merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya, berupa:

Membersihkan luka, irigasi luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik),

membuang benda asing dalam luka serta kompres dengan H202 ,dalam hal ini

penata laksanaan,terhadap luka tersebut dilakukan 1 -2 jam setelah ATS dan

pemberian Antibiotika. Sekitar luka disuntik ATS. Lakukan observasi ketat pada jalan

nafas, perubahan posisi dan perawatan kulit untuk mencegah dekubitus

2. Diet cukup kalori dan protein, bentuk makanan tergantung kemampuan membuka

mulut dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diberikan personde atau

parenteral (apabila pasase usus baik dan trismus minimal pemberian peroral

merupakan pilihan utama)

3. Isolasi untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita

(metode ini mulai ditinggalkan ).

4. Oksigen, pernafasan buatan dan tracheostomi bila perlu (apabila terdapat kekauan

pada laring).

5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit (rehidrasi).

29

Page 30: Tetanus (Lila 08700199).doc

B. Obat- obatan Antibiotika :

Diberikan parenteral Peniciline 50.000 IU / KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari,

IM.. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan preparat lain seperti

tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan

dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan

dosis 200.000 unit /kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Pemberian penicillin

beberapa sumber menganjurkan untuk tidak diberikan karena memiliki sifat GABA antagonis

yang justru akan menambah efek spasme pada pasien, lebih dianjurkan untuk pemberian

metronidazol .Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh bentuk vegetatif dari C.tetani,

bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila dijumpai adanya komplikasi, pemberian

antibiotika broad spektrum dapat dilakukan.Tetrasiklin, Eritromisin dan Metronidazole

diberikan terutama bila penderita alergi penisilin. Tertasiklin : 30-50 mg/kgbb/hari dalam 4

dosis

Eritromisin : 50 mg/kgbb/hari dalam 4 dosis, selama 10 hari.

Metronidazole loading dose 15 mg/KgBB/jam selanjutnya 7,5 mg/KgBB tiap 6 jam. ATAU 3

x 1 gr / hari. Metronidazole juga dapat diberikan untuk mengatasi kuman anaerob yang

merupakan karakteristik dari C. Tetani. Metronidazole lebih efektif menurunkan angka

mortalitas dan morbiditas daripada penisilin.Kuman penyebab dapat dihilangkan melalui

perawatan luka yang dicurigai sebagai sumber infeksi dengan cara mencuci luka

menggunakan larutan antiseptic, eksisi luka. Apabila tidak ditemukan sumber infeksi maka

antimikroba merupakan satu – satunya usaha untuk menghilangkan kuman penyebab.

Anti tetanus toksin

Selama infeksi, toksin tetanus beredar dalam 2 bentuk:

Toksin bebas dalam darah

Toksin bergabung dengan jaringan saraf.

Yang dapat dinertalisir adalah toksin yang bebas dalam darah. Sedangkan yang telah

bergabung dengan jaringan saraf tidak dapat dinetralisir oleh antitoksin. Sebelum pemberian

antitoksin harus dilakukan : anamnesa apakah ada riwayat alergi, tes kulit (skin test), dan

harus sedia adrenalin 1:1000. Toksin yang masih bererdar dinetralkan melalui pemberian

ATS atau immunoglobulin tetanus manusia. ATS diberikan 20.000 IU/hari selama lima hari

berturut – turut. Pada pemberian ATS harus diingat kemungkinan adanya reaksi alergi

sehingga hal – hal yang telah disebutkan diatas harus disiapkan dan dilakukan terlebih dahulu

30

Page 31: Tetanus (Lila 08700199).doc

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000

U, pemberian tidak perlu diulang karena waktu paruh antibody ini 3 1/2 – 4 ½ minggu secara

IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung "anti complementary

aggregates of globulin ", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi allergi yang serius.

Tetanus toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian

antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian

dilakukansecara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap

tetanus selesai.

Indikasi pemberian imunisasi tetanus

Imunisasi

sebelumnya

Luka bersih Luka Kotor

Toksoid ATS Toksoid ATS

Tidak ada /

tidak pasti

Ya* Tidak Ya* Ya

1x DT atau DTP Ya* Tidak Ya* Ya

2x DT atau DTP Ya* Tidak Ya* Ya

3x DT atau DTP Tidak+ Tidak Tidak++ Tidak

Keterangan :

* = seri imunisasinya harus dilengkapi

+ = kecuali booster terakhir sudah 10 tahun yang lalu

++ = kecuali booster terakhir sudah 5 tahun yang lalu atau lebih

Cara pemberian melalui intramuscular (ATS 1500 U/ immunoglobulin 250U) (4)

31

Page 32: Tetanus (Lila 08700199).doc

Antikonvulsan

Pemberian antikonvulsan bertujuan untuk mengontol spasme dan rigiditas. Adapun jenis obat

yang dapat digunakan, tertera dalam tabel.

Jenis Obat Dosis Efek Samping

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Berat

badan / 4 jam (IM)

Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

Obat yang lazim digunakan ialah :

Diazepam. Bila penderita datang dalam keadaan kejang maka diberikan dosis

0,5mg/kgbb/kali i.v. perlahan-lahan dengan dosis optimum 10mg/kali diulang setiap

kali kejang. Kemudian diikuti pemberian diazepam peroral- (sonde lambung) dengan

dosis 0,5/kgbb/kali sehari diberikan 6 kali.Diazepam diberikan karena memiliki

margin of safety yang cukup baik, onset ketja obat ini cukup cepat, kumulasi cukup

tinggi dalam 72 jam.

Dosis maksimal diazepam 240mg/hari. Bila masih kejang (tetanus yang sangat berat),

harus dilanjutkan dengan bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat

ditingkatkan sampai 480mg/hari dengan bantuan ventilasi mekanik, dengan atau tanpa

kurarisasi. Dapat pula dipertimbangkan penggunaan magnesium sulfat, bila ada

gangguan saraf otonom.

Fenobarbital. Dosis awal : 1 tahun 50 mg i.m.; 1 tahun 75 mg i.m. Dilanjutkan dengan

dosis oral 5-9 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis. Fenotiazin bekerja dengan cara

meningkatkan aktivitas neurotransmitter GABA begitu juga dengan phenotiazine dan

klopromazine.

Largactil. Dosis yang dianjurkan 4 mg/kgbb/hari dibagi dalam 6 dosis.

Komplikasi

Pada saluran pernapasan

Oleh karena spasme otot-otot pernapasan dan spasme otot laring dan seringnya kejang

menyebabkan terjadinya asfiksia. Karena akumulasi sekresi saliva serta sukar

menelan air liur dan makanan dan minuman sehingga sering terjadi pneumonia

32

Page 33: Tetanus (Lila 08700199).doc

aspirasi, atelektasis akibat obstruksi oleh secret. Pneumothoraks dan mediastinal

emfisema biasanya terjadi akibat dilakukannya trakeostomi.

Pada kardiovaskular

Komplikasi berupa aktivitas simpatis meningkat antara lain berupa takikardia,

hipertensi, vasokonstriksi perifer dan rangsangan miokardium.

Pada tulang dan otot

Pada otot karena spasme yang berkepanjangan bisa terjadi perdarahan dalam

otot.Pada tulang dapat terjadi fraktur columna vertebralis akibat kejang yang terus

menerus terutama pada anak dan orang dewasa, beberapa peneliti melaporkan juga

dapat terjadi miositis ossifikans sirkumskripta.

Komplikasi yang lain :

Laserasi lidah akibat kejang

Dekubitus karena penderita berbaring satu posisi saja

Panas yang tinggi karena infeksi sekunder atau toksin yang menyebar luas

Dan mengganggu pusat pengatur suhu.Penyebab kematian pada tetanus ialah

akibat komplikasi yaitu : bronkopneumonia,cardiac arrest, septicemia dan

pneumothoraks.

Pencegahan

Mengingat banyaknya masalah dalam penanggulangan tetanus serta masih tingginya

angka kematian (30 – 60%), tindakan pencegahan merupakan usaha yang sangat penting

untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat tetanus. Ada dua pencegahan tetanus,

yaitu perawatan luka dan imunisasi aktif serta pasif.Imunisasi aktif didapat dari penyuntikan

toksoid tetanus untuk merangsang tubuh membentuk antibody. Manfaat imunisasi aktif ini

sudah banyak dibuktikan. Imunisasi pasif diperoleh dari pemberian serum yang mengandung

antitoksin heterolog (ATS) atau antitoksin homolog (immunoglobulin antitetanus).

Berdasarkan riwayat imunisasi dan jenis luka, baru ditentukan pemberian antitetanus serum

atau toksoid. Ada keraguan dalam memberikan serum antitetanus bersamaan dengan toksoid

karena ditakutkan terjadi netralisasi toksoid oleh ATS. Hal ini dapat dihindari dengan

memberikannya secara terpisah pada tempat penyuntikan yang berjauhan, misalnya lengan

kanan dan paha kiri

33

Page 34: Tetanus (Lila 08700199).doc

Prognosis

Prognostic scoring systems in tetanus: Dakar score

Prognostic factor

Dakar score

Score 1 Score 0

Incubation

period <7 days

⩾7 days or

unknown

Period of

onset <2 days ⩾2 days

Entry site

Umbilicus, burn, uterine, open fracture,

surgical wound, intramuscular injection

All others plus

unknown

Spasms Present Absent

Fever >38.4°C <38.4°C

Tachycardia

Adult>120

beats/min

Adult<120

beats/min

Neonate>150

beats/min

Neonate<150

beats/min

Total score

Table 2

Prognostic scoring systems in tetanus: Phillips score

 Factor Score

Incubation time:

 <48 hours 5

2–5 days  4

5–10 days  3

10–14 days  2

 >14 days 1

Site of infection:

Internal and umbilical  5

Head, neck, and body wall  4

Peripheral proximal  3

34

Page 35: Tetanus (Lila 08700199).doc

Peripheral distal  2

Unknown  1

State of protection:

None  10

Possibly some or maternal immunisation in neonatal patients  8

Protected  >10 years ago 4

Protected  <10 years ago 2

Complete protection  0

Complicating factors:

Injury or life threatening illness  10

Severe injury or illness not immediately life threatening  8

Injury or non-life threatening illness  4

Minor injury or illness  2

ASA Grade 1  0

Total score

Prognosis pasien berdasarkan kriteria philips :

KRITERIA SCORE

Pasien mengaku terkena jarum sejak

9 hari yang lalu

3

Letak luka pada jempol tangan kanan

tapi sudah sembuh

2

Kemungkinan tidak mendapat

imunisasi

10

Total 15

Apabila score < 9 = Rawat Jalan atau rawat inap

Apabila score 10 - 16 = Rawat Inap

Apabila score > 17 = ICU

Berdasarkan skor diatas, pasien memang seharusnya dirawat di rumah sakit. Pada dasarnya,

prognosis pada tetanus didasarkan pada masa inkubasi, letak infeksi, dan ada atau tidaknya

komplikasi yang diakibatkan oleh infeksi tetanus itu sendiri.

35

Page 36: Tetanus (Lila 08700199).doc

DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. In : Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W, Prasetyono

TOH, Rudiman R, editors. 3 ed. Jakarta : EGC; 2012; p. 45 – 50.

2. Bachsinar. B.,Bedah Minor : Tetanus . Jakarta. Hipokrates Jakarta ; 1992; p 83 – 90

3. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan

Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.

4. Sherwood.L ., Fisiologi Manusia dari sel ke system : Fisiologi otot. Ed 2. Jakarta. EGC,

2001; p 221

5. World Health Organization., 2014 : Immunization surveillance, assessment and

monitoring.

36