tesis profil imunoglobulin m (igm) sapi bali di nusa ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305...

68
i TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI LUH KADEK NANDA LAKSMI NIM 1682311010 PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

Upload: tranthuy

Post on 02-Jun-2019

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

i

TESIS

PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA

PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

LUH KADEK NANDA LAKSMI

NIM 1682311010

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 2: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

ii

TESIS

PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA

PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

LUH KADEK NANDA LAKSMI

NIM 1682311010

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 3: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

iii

PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA

PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG PROVINSI BALI

Tesis untuk memperoleh gelar Magister

Pada Program Studi Magister Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

LUH KADEK NANDA LAKSMI

NIM 1682311010

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2018

Page 4: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

iv

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 13 JULI 2018

Pembimbing I,

Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si

NIP. 19630528 198903 1 003

Pembimbing II,

Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si

NIP. 19680301 199403 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister

Kedokteran Hewan

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Udayana

Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS

NIP. 19610406 198903 1 002

Dekan

Fakultas Kedokteran Hewan

Universitas Udayana

Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si

NIP. 19630528 198903 1 003

Page 5: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

v

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal 13 Juli 2018

Panitia Penguji Tesis

Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana

No:1541/UN14.2.9/PD/1018

Tanggal: 2 Juli 2018

Ketua: Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M. Si

Anggota:

1. Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si

2. Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M. Kes

3. Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M. Si

Page 6: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudu “Profil Imunoglobulin

M (IgM) Sapi Bali di Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali” ini

dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Kedokteran Hewan Program Studi Magister

Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan

rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) selaku rektor Universitas Udayana

atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana.

2. Prof. Dr. dr. I Putu Gede Adiatmaka, M.Kes selaku Direktur Program

Magister Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis

untuk menjadi mahasiswa Magister pada Program Magister Universitas

Udayana.

3. Prof. Dr. drh. Iwan Harjono Utama, MS selaku Koordinator Program Studi

Magister Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Page 7: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

vii

4. Dr. drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si selaku Pembimbing I yang telah

bersedia meluangkan waktunya dan dengan penuh perhatian telah

memberikan dorongan, semangat bimbingan, dan saran selama penulis

mengikuti Program Magister, khususnya dalam penelitian ataupun

penyusunan tesis ini.

5. Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si selaku Pembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, dorongan, semangat, dan masukan kepada penulis

selama penyusunan tesis.

6. Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes yang telah bersedia meluangkan

waktunya dan dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,

semangat ,bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti Program Magister,

khususnya dalam penelitian ataupun penyusunan tesis ini.

7. Dr. drh. I Gusti Ayu Agung Suartini, M. Si yang telah bersedia meluangkan

waktunya dan memberikan dorongan, semangat bimbingan, dan saran

selama penulis mengikuti Program Magister, khususnya dalam penelitian

ataupun penyusunan tesis ini.

8. Drh. I Wayan Masa Tenaya, M.Phil,Ph.D, selaku Kepala Balai Besar

Veteriner Denpasar yang telah memberikan dorongan, semangat serta

bimbingan, dan telah memberikan ijin tempat pelaksanaan penelitian di

Laboratorium Bioteknologi BB-Vet Denpasar.

Page 8: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

viii

9. Drh. Ni Luh Putu Agustini, M.P yang telah bersedia meluangkan waktunya

dan memberikan dorongan, semangat, bimbingan khususnya dalam penelitian

di Laboratorium Bioteknologi BB-Vet Denpasar.

10. I Ketut Mayun yang telah bersedia meluangkan waktunya memberikan

bimbingan dalam pelaksanaan penelitian di Laboratorium Bioteknologi BB-

Vet Denpasar.

11. Para dosen pengajar yang telah membimbing penulis dalam mengikuti

pendidikan pada Program Studi Magister Kedokteran Hewan Universitas

Udayana.

12. Orang tua terkasih Bapak I Wayan Wirawan dan Ibu Luh Nyoman Sruti atas

dukungan dan doanya.

13. Untuk Suami tercinta drh. I Made Arthawan atas dukungan baik doa dan

moral dan anak mama yang cantik Pande Putu Ayu Kirana yang telah

memberikan supportnya buat mama.

14. drh. Eka Wiadnyana yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

membantu proses pelaksanaan pengambilan sampel di Nusa Penida.

15. Teman-teman angkatan 2016 Program Studi Magister Kedokteran Hewan

Universitas Udayana yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas

semangat, bantuan dan kerjasamanya selama proses pendidikan.

Page 9: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

ix

Penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan

seluruh pihak yang berkepentingan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu

melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan

dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis dan keluarga.

Denpasar, Juli 2018

Penulis,

Luh Kadek Nanda Laksmi

Page 10: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

x

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Luh Kadek Nanda Laksmi

NIM : 1682311010

Program Studi : Magister Kedokteran Hewan

Judul Tesis : Profil Imunoglobulin M (IgM) Sapi Bali di Nusa Penida

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.

Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia

menerima sanksi Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, Juli 2018

Yang membuat pernyataan,

Luh Kadek Nanda Laksmi

Page 11: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Luh Kadek Nanda Laksmi dilahirkan di Denpasar pada tanggal 09 Nopember

1979 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak I Wayan Wirawan

S.Sos dan Luh Nyoman Sruti.S.Pd.

Penulis menempuh pendidikan pada tahun 1984 sampai 1986 di TK.Kumara Jaya.

Pada Tahun 1986 sampai 1992 penulis menempuh pendidikan di SDN 11 Dauh Puri.

Pada Tahun 1992 sampai 1995 penulis menempuh pendidikan di SMPN 3 Denpasar,

dan pada tahun 1995 sampai 1998 penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 1

Denpasar. Pada Tahun 1998, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas

Kedokteran Hewan Universitas Udayana melalui jalur UMPTN dan menyelesaikan

Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) tahun… serta menyelesaikan pendidikan Profesi

Dokter Hewan pada tahun 2004.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi magister Kedokteran Hewan

Universitas Udayana pada tahun 2016. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di

Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, dengan judul “Profil

Imunoglobulin M (Ig M) Sapi Bali Di Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi

Bali”. Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kedokteran Hewan pada Program Studi Magister Kedokteran Hewan

Universitas Udayana.

Page 12: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil imunoglobulin M (IgM) sapi

bali di Nusa Penida. Sampel berupa serum dari 54 ekor sapi bali yang dipelihara di

Nusa Penida berdasarkan kriteria geografis wilayah terdiri dari dataran tinggi (Desa

Klumpu dan Batumedag) dan dataran rendah (Desa Ped), umur meliputi sapi bali

muda (12-18 bulan) dan dewasa (24 bulan ke atas), sementara jenis kelamin (jantan

dan betina). Serum yang diperoleh diuji dengan menggunakan metode ELISA

(Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasil menunjukkan bahwa 54 sampel serum

sapi bali di Nusa Penida terdeteksi adanya kadar imunoglobulin M (IgM) dengan nilai

yang bervariasi berkisar dari 2.565 ng/mL – 8.834 ng/mL. Rerata kadar IgM serum

sapi bali yang di pelihara di dataran rendah (4.837±1.385 ng/mL) secara deskriptif

lebih tinggi daripada di dataran tinggi (4.761±1.353 ng/mL), sementara untuk sapi

bali betina (5.018±1.370 ng/mL) lebih tinggi dibandingkan sapi bali jantan

(4.477±1.290 ng/mL), sedangkan sapi bali dewasa (4.869±1.417ng/mL) lebih tinggi

daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik

perbandingan dari semua kategori menujukkan tidak berbeda nyata (P>0.05). Rerata

kadar IgM sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida dapat di gunakan sebagai data

base profil IgM sapi bali yang di pelihara di Nusa Penida.

Kata-kata kunci: imunoglobulin M (IgM), sapi bali, Nusa Penida, geografis, jenis

kelamin, umur, ELISA.

Page 13: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xiii

ABSTRACT

This study aims to determine the profile of immunoglobulin M (IgM) of bali

cattle in Nusa Penida. The serum samples of 58 bali cattle that were kept in Nusa

Penida based on geographical criteria consisted of highlands (Klumpu and

Batumedag villages) and lowlands (Ped villages), age covering young bali cattle (12-

18 months ) and adults (24 months and over), while sex (male and female). The serum

obtained was tested using the ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) method.

The results showed that 54 samples of serum of bali cattle in Nusa Penida were

detected in the presence of levels of immunoglobulin M (IgM) with values ranging

from 2.565 ng/mL – 8.834 ng/mL. The mean rate of serum IgM cattle raised in the

lowlands (4,837 ± 1,385 ng / mL) was descriptively higher than in the highlands

(4,761 ± 1,353 ng / mL), while for female bali cattle (5.018 ± 1.370 ng / mL) higher

than male (4,477 ± 1.290 ng / mL), while adult bali cattle (4,869 ± 1.417 ng / mL)

was higher than young bali cattle (4,707 ± 1.305 ng / mL), but statistically

comparable from all categories showed no significantly (P> 0.05). The average rate

of IgM of bali cattle maintained in Nusa Penida can be used as a data base of IgM

profile of bali cattle that is maintained in Nusa Penida.

Keywords: immunoglobulin M (IgM), bali cattle, Nusa Penida, geographic, gender,

age, ELISA.

Page 14: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xiv

RINGKASAN

Nusa Penida menjadi salah satu tempat pemurnian dan pembibitan sapi bali.

Sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida telah diketahui secara subklinis bebas

penyakit Jembrana dan SE (Septicemia Epizootica). Sapi bali rentan terhadap

penyakit jembrana, ingusan (malignat catarrhal fever) dan bali ziekte. Nusa Penida

termasuk lahan kategori kritis, kondisi itu menyebabkan kesulitan dalam mendapat

sumber pakan bagi sapi bali. Indikator tingkat ketahanan tubuh dapat dideteksi dari

respon imun. Respon imun yang umum diukur diantaranya adalah jumlah produksi

imunoglobulin M (IgM). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil

imunoglobulin M (IgM) sapi bali di Nusa Penida. Sampel berupa serum dari 58 ekor

sapi bali yang di pelihara di Nusa Penida berdasarkan kriteria geografis wilayah

terdiri dari dataran tinggi (Desa Klumpu dan Batumedag) dan dataran rendah (Desa

Ped), umur meliputi sapi bali muda (12-18 bulan) dan dewasa (24 bulan ke atas),

sementara jenis kelamin (jantan dan betina). Serum yang diperoleh diuji dengan

menggunakan metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Hasil

menunjukkan bahwa 54 sampel serum sapi bali di Nusa Penida terdeteksi adanya

kadar imunoglobulin M (IgM) dengan nilai yang bervariasi berkisar dari 2.565 ng/mL

– 8.834 ng/mL. Rerata kadar IgM serum sapi bali yang di pelihara di dataran rendah

(4.837±1.385 ng/mL) secara deskriptif lebih tinggi daripada di dataran tinggi

(4.761±1.353 ng/mL), sementara untuk sapi bali betina (5.018±1.370 ng/mL) lebih

tinggi dibandingkan sapi bali jantan (4.477±1.290 ng/mL), sedangkan sapi bali

dewasa (4.869±1.417ng/mL) lebih tinggi daripada sapi bali muda (4.707±1.305

ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

tidak berbeda nyata (P>0.05). Rerata kadar IgM sapi bali yang dipelihara di Nusa

Penida dapat di gunakan sebagai data base profil IgM sapi bali yang di pelihara di

Nusa Penida.

Page 15: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xv

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM .............................................................................................. ii

PRASYARAT GELAR ....................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iv

PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................................. v

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vi

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................... ix

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. x

ABSTRAK ....................................................................................................... xi

ABSTRACT ....................................................................................................... xii

RINGKASAN ...................................................................................................... xiii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4

1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 5

2.1 Sapi Bali .............................................................................................. 5

2.2 Sumber Daya Genetik ........................................................................ 6

2.3 Sapi Bali Nusa Penida ........................................................................ 7

2.4 Wilayah Nusa Penida .......................................................................... 8

2.5 Fungsi Imunitas .................................................................................. 9

2.5.1 Sistem imun non-spesifik .......................................................... 9

2.5.2 Sistem imun spesifik ................................................................. 10

2.6 Imunoglobulin M (Ig M) .................................................................... 13

2.7 Uji Enzyme immunosorbent assay (ELISA) ....................................... 13

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS

PENELITIAN ....................................................................................... 17

3.1 Kerangka Berpikir ............................................................................. 17

3.2 Kerangka Konsep ............................................................................... 18

Page 16: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xvi

3.3 Hipotesis .............................................................................................. 19

BAB IV METODE PENELITIAN .................................................................... 20

4.1 Rencana Penelitian ............................................................................. 20

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 20

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 20

4.4 Penentuan Sumber Data ...................................................................... 21

4.5 Variabel Penelitian ............................................................................. 22

4.6 Bahan Penelitian ............................................................................... 23

4.7 Instrumen Penelitian ........................................................................... 23

4.8 Prosedur Penelitian ........................................................................... 23

4.8.1 Koleksi sampel ........................................................................ 23

4.8.2 Pengenceran standart ................................................................. 24

4.8.3 Prosedur pengujian .................................................................... 24

4.9 Analisa Data ....................................................................................... 25

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27

5.1 Hasil ....................................................................................... 27

5.1.1 Kadar imunoglobulin M (IgM) serum sapi bali di Nusa Penida

pada kategori geografis wilayah (dataran tinggi dan dataran

rendah) ....................................................................................... 27

5.1.2 Kadar imunoglobulin M (IgM) serum sapi bali di Nusa Penida

pada kategori jenis kelamin (jantan dan betina) ....................... 28

5.1.3 Kadar Imunoglobulin M (IgM) Serum Sapi Bali di Nusa Penida

Pada Kategori Umur (Muda dan Dewasa) ................................ 29

5.2 Pembahasan ....................................................................................... 29

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 36

6.1 Simpulan .............................................................................................. 36

6.2 Saran .................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 37

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... 44

Page 17: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.6 Prinsip Uji Enzyme-LinkedIimmunosorbent Assay (ELISA) .......... 15

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................... 18

Page 18: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1 Rerata Kadar IgM Serum Sapi Bali di Nusa Penida Berdasarkan

Geografis Wilayah (Dataran Tinggi dan Rendah) ............................... 28

Tabel 5.2 Rerata Kadar IgM Serum Sapi Bali di Nusa Penida Berdasarkan

Jenis Kelamin (Jantan dan Betina) ...................................................... 28

Tabel 5.3 Rerata Kadar IgM Serum Sapi Bali di Nusa Penida Berdasarkan

Umur (Muda dan Dewasa) .................................................................. 29

Page 19: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Optical Density Pada Pengenceran Standart ........................... 44

Lampiran 2. Analisis dapa SPSS Hasil Optical Density Terhadap Pengenceran

Standart ............................................................................................ 44

Lampiran 3. Nilai Optical Density Sampel .......................................................... 46

Lampiran 4. Kadar Imunoglobulin M (IgM)......................................................... 47

Lampiran 5. Analisis Rerata Kriteria Geografis Wilayah (Dataran Tinggi dan

Rendah), Jenis Kelamin (Jantan dan Betina) dan Umur (Muda dan

Dewasa) ............................................................................................ 48

Page 20: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi bali merupakan hasil domestikasi dari banteng (Bibos banteng), yang

merupakan sumber bibit sapi potong di Indonesia dan diatur dalam Permentan No. 36

Tahun 2006 (Departemen Pertanian, 2006). Sapi bali ini memiliki beberapa

keunggulan yaitu mempunyai kemampuan bereproduksi tinggi, sebagai ternak kerja

di ladang ataupun di sawah dan beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan yang

ekstrim seperti lingkungan dengan ketersediaan pakan berkualitas rendah

(Handriwirawan dan Subandriyo, 2004). Mengingat permintaan daging sapi domestik

yang belum bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri sehingga kebutuhan bibit sapi

potong dan peningkatan sistem pembibitan sapi bali dinilai sangat strategis dan

diperlukan (Sayaka, 2012).

Propinsi Bali merupakan daerah pemurnian utama dan peningkatan mutu

genetik sapi bali. Pengembangan sapi bali juga dilakukan di wilayah Pulau Sumbawa,

Pulau Flores dan Kabupaten Bone (Pane, 1991). Di Propinsi Bali, daerah Nusa

Penida menjadi salah satu tempat pemurnian dan pembibitan sapi bali yang

ditetapkan oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan pada tahun 2002, serta

didukung oleh peraturan Gubernur Bali No. 45 tahun 2004 tentang pelestarian sapi

bali dan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2003 akan perlindungan kemurnian genetik

sapi bali. Bahwasanya sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida telah diketahui secara

subklinis bebas penyakit Jembrana dan SE (Septicemia Epizootica) (Suwiti et al.,

Page 21: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

2

2009). Wilayah Nusa Penida termasuk lahan kategori kritis, struktur permukaan tanah

yang berbukit-bukit, dan tingkat curah hujan rendah, kondisi itu menyebabkan

kesulitan dalam mendapat sumber pakan bagi sapi bali (Suwiti et al., 2017). Kondisi

wilayah seperti itu berpengaruh pada ketahanan tubuh sapi.

Kondisi ketahanan tubuh sangat berhubungan dengan manifestasi suatu

penyakit dan pertambahan berat badan. Sapi dengan tingkat cekaman yang tinggi

menyebabkan terjadinya stres. Kondisi ini dapat menginduksi perubahan fungsi

imunitas selular dan humoral di dalam tubuh. Perubahan fungsi imunitas ini

memberikan kerentanan terhadap suatu penyakit (Carrol dan Forsberg, 2007).

Sapi bali rentan terhadap penyakit jembrana, ingusan (malignat catarrhal

fever) dan bali ziekte (Damayanti, 2016; Indriawati et al., 2013). Sapi bali juga

sering terinfestasi penyakit parasit (Antara et al., 2017; Indraswari et al., 2017).

Adanya penyakit yang menyerang sapi bali akan berakibat menurunnya produktivitas,

menambah biaya pengobatan, dan bahkan menimbulkan kematian.

Ketahanan tubuh sapi bali dapat diketahui melalui penilaian respon imun di

dalam tubuh (Putro, 2004). Indikator ketahanan tubuh dapat dideteksi dari respon

imun melalui pengukuran produksi imunoglobulin M (IgM). IgM merupakan kelas

imunoglobulin yang awal dibentuk ketika terjadi rangsangan antigen. IgM ini

berperan mencegah gerakan mikroorganisme patogen, memudahkan fagositosis,

aglutinator poten protein, sebagai reseptor permukaan sel B, dan untuk perlekatan

antigen. IgM memiliki kelebihan berupa efisiensi reaksi aglutinasi dan reaksi sitolitik

Page 22: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

3

sehingga mampu di produksi sangat cepat setelah infeksi dan tetap berada dalam

darah (Abbas et al., 2007; Kresno, 2001).

Adanya IgM di dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor umur dan jenis kelamin

(Surhayati dan Hartono, 2015; Telupere et al., 2014; Jazek et al., 2012; Iskandar,

2011; Rasyid et al., 2008). Faktor yang lain seperti letak geografis wilayah

pemeliharaan di dataran tinggi dan rendah, ketiadaan sumber pakan dan cekaman

suhu akan berpengaruh terhadap kesehatan sapi. Kondisi ini juga secara tidak

langsung berdampak pada kadar IgM di dalam tubuh. Deteksi IgM di dalam tubuh

penting dilakukan sebagai upaya untuk deteksi kejadian penyakit. Namun sampai saat

ini belum ada studi tentang profil IgM pada sapi bali, sehingga data awal standar

kadar IgM pada berbagai aspek seperti ketinggian tempat yang berbeda, tingkat umur,

dan jenis kelamin belum diketahui secara pasti.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut: Bagaimanakah profil Immunoglobulin M (IgM) berdasarkan atas

wilayah, jenis kelamin, dan umur sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida Kabupaten

Klungkung Provinsi Bali?

Page 23: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

4

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan profil imunoglobulin M (IgM) pada sapi bali di Nusa Penida

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali.

2. Mengetahui perbedaan profil immunoglobulin M (Ig M) sapi bali di Nusa

Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali dilihat berdasarkan ketinggian

wilayah, umur dan jenis kelamin.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Dijadikan tambahan ilmu pengetahuan dan data dasar profil

imunoglobulin M (IgM) sapi bali di Nusa Penida Kabupaten Klungkung

Provinsi Bali.

2. Dijadikan dasar untuk pengembangan penelitian lebih lanjut tentang

fungsi imunitas.

3. Sebagai dasar dan masukan untuk pengembangan dan pemeliharaan

sumber daya genetika sapi bali di wilayah pemurnian dan pembibitan di

Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali.

Page 24: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Sapi Bali

Sapi bali merupakan sumber daya genetik ternak lokal Indonesia. Sapi ini

merupakan hasil domestikasi dari Banteng liar (Bibos banteng) kelas Bovidae

primitif yang hidupnya sekitar 3500 SM di Indonesia (Namikawa et al., 1980;

Rollinson, 1984). Tempat dimulainya domestikasi sapi bali masih terdapat perbedaan

pendapat, menurut Payne dan Rollinson, (1973) menduga bahwa asal mula sapi bali

adalah dari Pulau Bali mengingat tempat ini merupakan pusat distribusi sapi bali di

Indonesia. Pendapat lain juga menyatakan bahwa sapi bali di Indonesia hampir

semuanya bermula dari sapi bali yang ada di Bali (Namikawa dan Widodo, 1978).

Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami

perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (banteng). Warna sapi betina,

anakan atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat di

sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi

warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada

saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada

kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian

bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian

dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas (Payne dan Rollinson, 1973; National

Research Council, 1972; Hardjosubroto dan Astuti, 1993).

Page 25: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

6

Penyebaran sapi bali di Indonesia dimulai pada tahun 1890 dengan adanya

pengiriman ke Sulawesi, pengiriman selanjutnya dilakukan pada tahun 1920 dan

1927. Kemudian pada sekitar tahun 1947 dilakukan pengiriman besar-besaran sapi

bali oleh pemerintah Belanda ke Sulawesi Selatan yang langsung didistribusikan

kepada petani (Pane, 1991). Sejak saat itu, populasi sapi Bali berkembang dengan

cepat sehingga sampai saat ini Propinsi Sulawesi Selatan menjadi provinsi yang

memiliki sapi bali dengan jumlah terbesar di Indonesia. Untuk penyebaran sapi Bali

ke Lombok mulai dilakukan pada abad ke-19 yang dibawa oleh raja-raja pada zaman

itu, dan sampai ke Pulau Timor antara tahun 1912 dan 1920 Penyebaran sapi Bali ke

banyak wilayah di Indonesia kemudian dilakukan sejak tahun 1962 dan saat ini telah

menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia (Harjosubroto dan Astuti,1993).

2.2 Sumber Daya Genetik

Pelestarian sumberdaya genetik sangat penting dilakukan karena merupakan

bagian dari keragaman hayati dalam memenuhi kebutuhan pangan saat ini

maupun masa yang akan datang. Perlestarian sumberdaya genetik merupakan

salah satu sudut pandang akan potensi jaminan peningkatan kehidupan sosial

ekonomi pada saat ini atau pada masa yang akan datang. Praktek breeding dan

persilangan dilakukan hampir di beberapa negara berkembang seperti Indonesia.

Persilangan dilakukan dengan mengimpor ternak yang memiliki produktivitas

lebih tinggi untuk meningkatkan produktivitas ternak lokal. Konsekuensi nyata

dalam praktek persilangan adalah menurunnya keragaman hayati dan mengancam

eksistensi sumberdaya genetik ternak lokal (Maskur et al., 2012).

Page 26: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

7

Upaya dalam melestarikan sapi Bali sebenarnya sudah tercatat dalam

sejarah Indonesia bahkan sebelum Indonesia resmi menjadi negara. Hal ini

menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya sumberdaya genetik ternak

khususnya sapi bali sudah ada sejak dulu. National Research Council (1983)

mencatat pada tahun 1913 pemerintah sudah melahirkan produk hukum yang

melarang adanya persilangan pada sapi Bali untuk mempertahankan kemurnian

bangsa sapi Bali. Pada saat itu konsentrasi pelestarian di arahkan ke dua

tempat yaitu Pulau Bali dan Pulau Sumbawa. Program pemuliaan pada sapi

Bali dengan memulai program seleksi pada sapi Bali di awali tahun 1942. Program

seleksi ini terus dikembangkan dengan melibatkan peternak sapi Bali. Tahun

1949 pemerintah memberikan insentif bagi peternak yang memiliki ternak jantan

baik untuk dipertahankan (Payne & Rollinson 1973).

2.3 Sapi Bali Nusa Penida

Menteri Pertanian melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada

tahun 2013 menetapkan Nusa Penida sebagai wilayah pembibitan dan pemurnian sapi

bali. Kemurnian genetiknya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor

45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari

wilayah provinsi ini (Kasa, et al., 2015). Nusa Penida dianggap layak ditetapkan

sebagai wilayah pembibitan dan pemurnian dikarenakan oleh beberapa hal seperti

rasio populasi sapi bali antara betina dan jantan yang ideal yaitu 2,4:1 dan adanya

barier/ penghalang alami berupa lautan sehingga mencegah penyebaran penyakit dari

wilayah lainnya ke Nusa Penida ataupun sebaliknya (Hadi, 2002). Hingga saat ini

Page 27: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

8

sapi bali dari wilayah Nusa Penida memiliki sistem pertahanan tuhuh yang lebih baik

dibandingkan sapi bali di wilayah lainnya di Bali. Umumnya sapi bali di Bali rentan

terserang penyakit Jembrana dan SE (Septicemia Epizootica) namun khusus sapi bali

di Nusa Penida bebas terhadap penyakit tersebut (Suwiti, 2009).

2.4 Wilayah Nusa Penida

Nusa Penida merupakan gugusan pulau yang luas 192,72 km2 terletak di

Kabupaten Klungkung Provinsi Bali. Daerahnya termasuk lahan kritis dan hampir

sepanjang tahun dilanda kekeringan sehingga memberikan dampak pada populasi

ternaknya. Pada umumnya di Nusa Penida digalakkan adanya penghijauan karena

berkaitan dengan diberdayakannya bidang pertanian dan peternakan terutama sapi

bali. Secara geografis Nusa Penida merupakan kawasan lahan kering, berbukit, dan

berzona iklim F yakni dengan distribusi 4 bulan hujan dan 8 bulan kemarau. Akan

tetapi, subsektor peternakan berkontribusi cukup besar terhadap total pendapatan

masyarakat, terutama dari komoditas sapi bali (BPS Klungkung, 2016).

Populasi ternak sapi bali di Nusa Penida mengalami perubahan dari tahun ke

tahun akibat berbagai faktor seperti kelahiran, kematian, dan pengeluaran ternak

karena permintaan pasar. Populasi ternak sapi bali di Nusa Penida tahun 2014

mencapai 2.550.000 ekor, termasuk sapi bali simantri bantuan dari pemda setempat.

Potensi pengembangan ternak sapi bali berdasarkan kepadatan ternak (populasi

perluasan lahan) di Nusa Penida menujukkan 136,21 ekor/km2. Potensi

pengembangan ternak sapi bali berdasarkan rata-rata kepemilikan ternak (populasi

per rumah tangga peternak) mencapai 2,67 ekor/KK (BPS Kelungkung, 2016).

Page 28: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

9

2.5 Fungsi Imunitas

Tubuh memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen

yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul karena adanya reaksi

yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya.

Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah atau non spesifik

(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik (adaptive/acquired).

2.5.1 Sistem imun non spesifik

Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu siap dan

memiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen pada individu yang

sehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini pertahanan pertama dalam

menghadapi infeksi dan tidak perlu menerima paparan sebelumnya, bersifat tidak

spesifik karena tidak ditunjukkan terhadap patogen atau mikroba tertentu, telah ada

dan berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas dan mampu

melindungi tubuh terhadap patogen yang potensial. Manifestasi respon imun alamiah

dapat berupa kulit, epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia saluran nafas, batuk

dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung (Kresno, 2001).

Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon, protein

fase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar protein yang

bila diaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respon

inflamasi. Komplemen juga berperan sebagai opsonin yang meningkatkan

fagositosis yang dapat menimbulkan lisis bakteri dan parasit. Tidak hanya

komplemen, kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yang

Page 29: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

10

dapat mengikat hidrat arang pada permukaan kuman (Bratawijaya, 2006). Interferon

adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi oleh makrofag yang

diaktifkan, sel Natural Killer (NK) dan berbagai sel tubuh yang mengandung

nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus. Peningkatan kadar C-

reaktif protein dalam darah dan Mannan Binding Lectin yang berperan untuk

mengaktifkan komplemen terjadi saat mengalami infeksi akut.

Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel NK dan sel mast

berperan dalam sistem imun non spesifik selular. Neutrofil, salah satu fagosit

polimorfonuklear dengan granula azurophilic yang mengandung enzyme hidrolitik

serta substansi bakterisidal seperti defensins dan katelicidin. Mononuklear fagosit

yang berasal dari sel primordial dan beredar di sel darah tepi disebut sebagai

monosit. Monosit berkembang menjadi makrofag dan di sistem saraf pusat disebut

sebagai sel mikroglia, saat berada di sinusoid hepar disebut sel Kupffer, di saluran

pernafasan disebut makrofag alveolar dan di tulang disebut sebagai osteoklas. Sel

NK merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam imunitas nonspesifik terhadap

virus dan sel tumor. Sel mast berperan dalam reaksi alergi dan imunitas

terhadap parasit dalam usus serta invasi bakteri (Radji, 2010).

2.5.2 Sistem imun spesifik

Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang

dianggap asing secara spesifik. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera

dikenali dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing yang

sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan.

Page 30: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

11

Respon sistem imun spesifik lebih lambat karena dibutuhkan sensitisasi oleh

antigen namun memiliki perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama.

Sistem imun ini diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari

sel progenitor limfoid.

a. Sistem imun spesifik selular

Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada orang

dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi dan

diferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang matang

dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama

sistem imun spesifik selular adalah pertahanan terhadap bakteri

intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan (Abbas et al., 2007). Sel T

terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang berbeda-beda yaitu sel Th1,

Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan

penanda bagi sel T helper dan CD8 merupakan penanda dari CTL yang

terdapat pada membran protein sel (Bratawidjaja et al., 2010).

b. Sistem imun spesifik humoral

Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral

yang akan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum

darah, berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi

menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan terhadap

infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Sel B

memiliki reseptor yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen dan

Page 31: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

12

dapat dideteksi melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19,

CD21 dan MHC II (Kresno, 2001).

Imunoglobulin merupakan substansi molekul dalam serum yang

menetralkan dan menghancurkan antigen atau mikroorganisme penyebab

infeksi. Molekul ini dibentuk oleh sel B dalam dua bentuk yang berbeda yaitu

sebagai reseptor permukaan untuk antigen dan sebagai antibodi yang

disekresikan ke dalam cairan ekstraseluler. Imunoglobulin memiliki banyak

persamaan dalam hal struktur dan sifat biologiknya, berbeda dalam susunan

asam amino yang membentuk molekulnya. Antibodi yang dibentuk sebagai

reaksi terhadap salah satu jenis antigen mempunyai susunan asam amino

yang berbeda dengan antibodi yang dibentuk terhadap antigen lain dan

masing-masing hanya dapat berikatan dengan antigen yang relevan dan

antibodi berfungsi sebagai adaptor yang mengikat antigen melalui binding

sitenya yang spesifik (Effendi dan Widiastuti, 2014).

Sistem imun ini berkaitan erat dengan adanya antibodi. Antibodi

merupakan protein immunoglobulin yang disekresi oleh sel B yang terfiksasi

oleh antigen. Semua molekul antibodi terdiri dari dua untaian peptida

pendek yang sama yang dikenal dengan light chain, kappa dan lambda yang

terdiri dari 230 asam amino, sedang yang terdiri dari untaian peptida yang

panjang disebut heavy chain (imunoglobulin) yang terdiri dari lima jenis yaitu

IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE (Bratawidjaja, 2004).

Page 32: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

13

2.6 Imunoglobulin M (IgM)

Immunoglobulin M (IgM) memiliki pentamer yang terdiri dari 5 monomer

masing-masing monomernya terkait satu dengan yang lainnya melalui suatu

polipeptida rantai J (joining chain), karena itu IgM merupakan imunoglobulin yang

paling besar. IgM merupakan 5-7 % dari total antibodi dalam serum. Ukuran yang

besar dari molekul Ig M menghambat pergerakan IgM. IgM biasanya tetap berada

dalam saluran peredaran darah dan tidak berdifusi ke dalam jaringan tubuh. IgM

dapat menyebabkan aglutinasi berbagai partikel dan fiksasi komplemen dengan

efisiensi yang sangat tinggi. IgM merupakan imunoglobulin yang pertama kali

dibentuk karena adanya rangsangan antigen. Sedangkan paparan yang ke dua dengan

antigen yang sama dapat meningkatkan pembentukan IgG. Karena IgM merupakan

antibodi pertama yang dibentuk ketika ada paparan antigen tertentu dengan waktu

yang relatif pendek, maka keadaan ini dapat digunakan untuk mendiagnosis adanya

suatu infeksi akut atau kronis (Radji, 2010).

2.7 Uji Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay) adalah teknik uji berbasis plate

yang dirancang untuk mendeteksi dan mengukur peptida, protein, antibodi dan

hormon. Dalam ELISA, antigen diimobilisasi ke permukaan padat kemudian

direaksikan dengan antibodi yang terkait dengan enzim. Deteksi dilakukan dengan

menilai aktivitas enzim terkonjugasi melalui inkubasi dengan substrat untuk

menghasilkan produk yang dapat diukur. Elemen terpenting dari strategi deteksi

adalah interaksi antibodi-antigen yang sangat spesifik. ELISA biasanya dilakukan

Page 33: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

14

pada piring polistiren 96-well (atau 384-well), yang secara pasif akan mengikat

antibodi dan protein. Ini adalah pengikatan dan imobilisasi reagen yang membuat

ELISA begitu mudah disain dan kinerjanya. Setelah reaktan ELISA diimobilisasi ke

permukaan lempeng mikro memudahkan untuk memisahkan bahan yang tidak terikat

selama pengujian. Kemampuan untuk menghilangkan bahan terikat secara

nonspesifik membuat ELISA menjadi alat yang ampuh untuk mengukur analit

spesifik (BosterBio, 2010).

ELISA dapat dilakukan dengan sejumlah modifikasi pada prosedur dasar:

langsung (direct), tidak langsung (indirect), sandwich atau kompetitif. Langkah

kunci, imobilisasi antigen yang diinginkan, dapat dilakukan dengan adsorpsi

langsung ke plate uji atau secara tidak langsung melalui antibodi penangkapan yang

telah menempel pada plate. Antigen kemudian dideteksi secara langsung (antibodi

primer berlabel enzim) atau secara tidak langsung (antibodi sekunder berlabel enzim).

Antibodi pendeteksi biasanya diberi label dengan alkaline phosphatase (AP) atau

Horseradish Peroxide (HRP). Sejumlah besar substrat yang ada untuk uji ELISA

dengan konjugat HRP atau AP. Pilihan substrat bergantung pada sensitivitas uji yang

diperlukan dan instrumentasi tersedia untuk deteksi sinyal (spektrofotometer,

fluorometer atau luminometer). Di antara prosedur uji standar yang dibahas dan

diilustrasikan seperti Gambar 4.1. Perbedaan dalam penangkapan dan pendeteksian

menjadi perhatian, penting untuk membedakan antara strategi khusus yang ada secara

khusus untuk tahap deteksi. Namun antigen ditangkap ke plate (dengan adsorpsi

langsung ke permukaan atau melalui antibodi "penangkapan" berlapis pra, seperti

Page 34: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

15

pada ELISA sandwich), ini adalah langkah deteksi (baik sebagai deteksi langsung

maupun tidak langsung) yang sangat menentukan sensitivitas ELISA (BosterBio,

2010).

Sumber: (BosterBio, 2010).

Gambar 2.6 Prinsip uji Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA)

ELISA Sandwich telah banyak mengalami perubahan sejak teknik ini pertama

kali dipublikasikan. Ciri utama teknik ini ialah dipakainya indikator enzim untuk

reaksi imunologi. Tersedia sangat banyak pilihan konfigurasi, sehingga tidak ada dua

kelompok peneliti yang berusaha melaksanakan tugas sama menggunakan ELISA,

menghasilkan konfigurasi yang identik penampilan atau kinerjanya. Mereka yang

ingin dengan baik mengenal teknik ini harus memulainya dengan konfigurasi yang

relatif sederhana dan memperoleh rasa percaya diri kepada teknik tersebut. Untuk

pengembangan teknik ini selanjutnya perlu diperhatikan adanya keterbatasan-

keterbatasan pada teknologinya. Metode pengujian yang baru perlu dievaluasi

dengan pertama-tama membandingkannya terhadap teknologi yang telah ada. Semua

Page 35: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

16

hasil yang menyimpang harus diteliti secara rinci untuk menjamin bahwa metode

pengujian yang baru tersebut telah dievaluasi dengan benar (Burgess, 1995).

ELISA Sandwich merupakan konfigurasi menggunakan antibodi yang terikat

pada fase padat untuk menangkap antigen secara spesifik. Apabila digunakan antibodi

dari berbagai spesies, harus diingat bahwa hanya reaksi spesifik yang diinginkan.

Karenanya jika mungkin perlu dipilih antibodi yang dimurnikan berdasarkan afinitas

dan diabsorbsi berdasarkan afinitas juga. ELISA sandwich mempunyai potensi untuk

meningkatkan spesifitas ELISA tidak langsung asalkan antibodi penangkapnya dapat

menghindarkan penempelan antigen yang ada dalam jumlah kecil yang dapat

mengganggu spesifitas ELISA secara tidak langsung (Murkati et al., 2004).

Page 36: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

17

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kondisi geografis, umumnya sapi bali di Nusa penida terdiri dari

dua lokasi yaitu dataran tinggi dan dataran rendah. Jenis pakan, ketersedian pakan,

dan kondisi geografis di dua jenis lokasi tersebut berbeda. Adanya perbedaan kondisi

geografis tersebut dapat mempengaruhi tingkat produktivitas serta berpengaruh

terhadap sistem imun sapi bali salah satunya kadar imunoglobulin. Hal itu terjadi

karena pada umumnya dataran tinggi memiliki suhu dan kelembaban yang bagus

menyebabkan mudahnya sapi bali beradaptasi dengan kondisi tersebut sehingga tidak

menyebabkan stress. Adanya ketersediaan pakan yang bergizi, seimbang dan variatif

yang berpengaruh terhadap bagusnya performa sapi bali dan mengakibatkan

terbentuknya sistem imun yang baik (Iskandar, 2011; Telupere et al., 2014).

Tingkatan umur pada saat muda dan dewasa sangat berpengaruh besar

terhadap kadar imunoglobulin sapi. Menurut jazek et al., (2012) melaporkan bahwa

sapi di usia muda memiliki kadar immunoglobulin lebih rendah dibandingkan dengan

usia dewasa. Hal itu dipengaruhi oleh transfer pasif kolostrum pada saat usia muda,

sedangkan saat usia dewasa sapi sudah terjadi auto-sintesis imunoglobulin (Erhard et

al., 1999). Akan tetapi perbedaan jenis (breed) sapi pada umur dewasa juga telah

ditemukan perbedaan kadar imunoglobulin (Muller and Ellinger, 1981; Dolenc, 1998;

Morin et al., 2001).

Page 37: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

18

Perbedaan jenis kelamin sapi bali jantan dan betina berpengaruh terhadap

kondisi sistem imun tubuh salah satunya pada kadar imunoglobulin. Diketahui bahwa

Sapi bali betina mengandung hormon estrogen lebih banyak dibandingkan sapi

jantan. Hormon estrogen ini merupakan aktifator dari respon imun. Adanya hormon

estrogen menyebabkan sel-sel respon imun teraktivasi sehingga lebih tanggap

terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh (Rasyid et al., 2008).

3.2 Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep yang dapat disusun dari penelitian ini sebagai

berikut:

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

Kadar Imunoglobulin M (IgM) Sapi Bali

Aspek yang Berpengaruh terhadap Kadar IgM

Geografis Wilayah Jenis Kelamin Tingkat Umur

Dataran Rendah Dataran Tinggi Jantan Betina

Muda Dewasa

Profile

IgM

Enzyme Immunolinked Sorbent Assay

Page 38: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

19

3.3 Hipotesis

Berdasarkan penjelasan diatas, hipotesis dari penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan kadar IgM sapi bali yang dipelihara di dataran tinggi

dibandingkan di dataran rendah.

2. Terdapat perbedaan kadar IgM sapi bali yang berumur muda dibandingkan

dengan umur dewasa.

3. Terdapat perbedaan kadar IgM sapi bali betina dibandingkan sapi bali jantan.

Page 39: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

20

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif untuk mengetahui

profil imunoglobulin M (IgM) pada sapi bali di Nusa Penida Kabupaten Klungkung

Provinsi Bali dengan mengukur konsentrasi IgM pada serum sapi bali.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengukuran konsentrasi Ig M pada serum sapi bali dilaksanakan di

Laboratorium Bioteknologi Balai Besar Veteriner Denpasar. Penelitian dilakukan

dalam dua tahap, yakni pengambilan serum sampel dilakukan pada bulan Oktober

2017, sedangkan pengukuran konsentrasi IgM dengan menggunakan metode

ELISA (Glory Science Co., Ltd., Catalog #:14543) dilaksanakan pada bulan

Desember 2017.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, adapun beberapa ruang lingkup penelitian ini

sebagai berikut:

a. Sapi bali: sapi bali jantan dan betina, dewasa dan muda yang dipelihara di

kawasan dataran tinggi dan rendah Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi

Bali.

b. Konsentrasi imunoglobulin M (Ig M): kadar Ig M yang diperoleh dari pengujian

menggunakan metode ELISA.

Page 40: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

21

c. Geografis: wilayah pengambilan sampel terdiri dari dataran tinggi (di atas 700 m

dpl) yaitu Desa Klumpu dan Desa Batumadeg, sedangkan pengambilan sampel

dari dataran rendah (sampai dengan 200 m dpl) yaitu Desa Ped.

d. Umur: sapi bali muda berumur 12-18 bulan dan sapi bali dewasa umur 24 bulan

ke atas.

e. Jenis Kelamin: sapi bali betina dengan ciri fenotipik berwarna merah bata,

memiliki vagina dan sapi bali jantan dengan ciri fenotipik berwarna merah bata

saat pedet dan berubah menjadi warna coklat tua hingga hitam saat mencapai

dewasa serta memiliki penis.

4.4 Penentuan Sumber Data

Data dalam penelitian ini merupakan data populasi target terdiri dari sapi bali

jantan dan betina, dewasa dan muda yang dipelihara di Nusa Penida Kabupaten

Klungkung Provinsi Bali. Populasi terjangkau penelitian ini adalah sapi bali dengan

kriteria sehat dan sapi bali yang di pelihara di kawasan dataran tinggi dan dataran

rendah di wilayah pembibitan dan pemurnian sapi bali di Nusa Penida Kabupaten

Klungkung Provinsi Bali.

Pengambilan sampel penelitian menggunakan model Purposive sampling.

Perkiraan jumlah sampel mengacu pada metode Zainuddin, (1999). Jumlah sampel

yang digunakan dalam penelitian ini 54 ekor sapi bali yang berkriteria berdasarkan

ketinggian wilayah (dataran tinggi dan dataran rendah), umur (dewasa dan muda),

dan jenis kelamin (jantan dan betina).

Page 41: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

22

4.5 Variabel Penelitian

Adapun variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:

a. Variabel bebas:

Jenis kelamin yaitu sapi bali betina memiliki ciri fenotipik yakni berwarna

merah bata serta memiliki vagina, sedangkan sapi bali jantan adalah sapi bali

yang memiliki ciri fenotipik berwarna merah bata pada saat pedet dan berubah

menjadi warna coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa, serta

memiliki penis.

Geografis wilayah pengambilan sampel yaitu dataran tinggi Desa Klumpu

dan Batumadeg, sedangkan dataran rendah yaitu Desa Ped.

Umur sapi adalah muda yaitu sapi bali berumur 12-18 bulan dan sapi bali

dewasa berumur 24 bulan.

b. Variabel terikat:

Kadar imunoglobulin M (IgM) adalah kadar IgM dalam serum yang diukur

titernya menggunakan teknik ELISA metode Indirect.

c. Variabel terkendali:

Sapi bali di Nusa penida, waktu pengambilan sampel pada bulan oktober, sapi

sehat, dan perlakuan serum.

Page 42: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

23

4.6 Bahan Penelitian

Adapun bahan yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu Bovine IgM ELISA

Kit (Glory Science Co., Ltd., Catalog #:14543), micro stripplate 12 well x 8 strip,

standart: 360 ng/ml, standart diluent, Horse Radish Peroxidase-Conjugate Reagent,

chromogen solution A, chromogen solution B, stop solution, wash solution, adhesive

strip.

4.7 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu jarum venoject 10

ml, single atau multi-channel pipette 100 µl dan 10 µl, tabung efendorf, microplate 96

well, inkubator, ELISA reader 450 nm (Thermo Scientific Multiskan® EX), tissue,

container, dan vortex.

4.8 Prosedur Penelitian

Prosedur uji ELISA yang dipergunakan dalam penelitian ini mengacu pada

metode Jazek et al., (2012) dan Bayram et al., (2016) dengan beberapa modifikasi.

Pengujian ini dilakukan berdasarkan standart operating procedure Bovine

Immunoglobulin M (IgM) ELISA Kit.

4.8.1 Koleksi sampel

Sampel berupa serum diperoleh dari pengambilan darah menggunakan jarum

venoject, melalui vena jugularis sebanyak 10 ml darah. Serum diletakkan pada suhu

ruangan sekitar 10-20 menit, selanjutnya serum dipusingkan dengan kecepatan 2000-

3000 rpm sekitar 20 menit agar tidak terjadi endapan.

Page 43: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

24

4.8.2 Pengenceran standard

Pengenceran standard dilakukan dengan cara mencampurkan standard dengan

standart dilution. Pertama-tama disiapkan 5 tabung efendorf, kemudian diambil 50 μl

standart dilution untuk diisikan pada setiap tabung efendorf, selanjutnya diambil

sebanyak 100 μl standart (360 ng/ml) dan dimasukkan pada tabung yang pertama.

Sebanyak 100 μl larutan (campuran standart dilution dan standart) diambil dari

tabung pertama dan dimasukkan ke dalam tabung ke dua. Sebanyak 50 μl larutan dari

tabung yang kedua diambil dan dimasukkan ke dalam tabung yang ketiga. Pada tahap

ketiga ini diulang hingga tabung kelima sehingga konsentrasi standart senilai 20

ng/ml.

4.8.3 Prosedur Pengujian

Prosedur pengujian pertama kali dengan disiapkan well untuk blank dan

sampel, akan tetapi pada well blank tidak dilakukan penambahan sampel dan

Horseradish Peroxidase (HRP) – Conjugate. Selanjutnya dimasukkan 40 μl sampel

dilution ke masing-masing well dan ditambahkan 10 μl sampel yang di uji pada plate

uji. Setelah itu di inkubasi dengan ditutup menggunakan adhesive strip selama 30

menit pada suhu 37oC. Pada saat pengenceran wash solution digunakan perbandingan

1: 20 dan wash solution diencerkan 30 kali lipat dengan menggukan destilled water.

Hasil wash solution dipakai pada saat proses washing. Pada saat washing, strip

adhesive dibuka, larutan yang ada di well di hilangkan, kemudian tambahkan washing

buffer pada setiap well selama 30 detik, setelah itu dikeringkan. Proses washing

dilakukan sebanyak 5 kali. Selanjutnya ditambahkan enzim HRP-Conjugate reagent

Page 44: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

25

50 μl pada setiap well kecuali blank well. Kemudian diinkubasi menggunakan

adhesive strip selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah 30 menit, dilakukan washing

selama 30 detik sebanyak 5 kali pengulangan. Setelah proses washing dilanjutkan

dengan pewarnaan dengan cara ditambahkan Chromogen Solution A dan Chromogen

Solution B 50 μl pada setiap well selama 15 menit pada suhu 37oC. Setelah 15 menit

dilakukan stop reaction dengan cara ditambahkan stop solution 50 μl pada setiap

well, pada proses stop reaction akan terjadi perubahan warna dari warna biru menjadi

warna kuning dan ditunggu selama 15 menit. Pada saat mendekati 24 menit ke 15

dilakukan pembacaan absorbance (daya serap) menggunakan ELISA reader 450 nm

dengan blank well bernilai nol. Konsentrasi IgM pada sampel ditentukan dengan

membandingkan nilai optical density (O.D) dari sampel dengan kurva standar. Pada

penilaian ini konsentrasi standart diibaratkan sebagai bidang horisontal, sedangkan

nilai O.D pada bidang vertikal. Gambar kurva standar pada kertas grafik. Konsentrasi

yang bersesuaian dicari berdasarkan nilai dari O.D sampel dengan kurva sampel dan

diperoleh dengan menggunakan persamaan X= aY^b-0.5, dengan X adalah

konsentrasi IgM dalam serum sapi bali, Y adalah nilai O.D, a adalah konstatnta dan b

adalah koefisien (Sampurna dan Nindhia, 2008; Sampurna, 2012).

4.9 Analisis Data

Penghitungan kadar IgM berdasarkan nilai OD dan standar dilakukan dengan

analisis regresi, selanjutnya analisis data kadar imunoglobulin M (IgM) sapi bali di

Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali disajikan secara deskriptif.

Page 45: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

26

Perbedaan rerata kadar IgM serum sapi bali dianalisis dengan uji Independent T-test

dengan menggunakan program software SPSS 17 (Sampurna dan Nindhia, 2008).

Page 46: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

27

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil

Kadar imunoglobulin M (IgM) hasil uji terhadap serum sapi bali yang di

pelihara di Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali menggunakan metode

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dengan Bovine IgM ELISA kit (Glory

Science Co., Ltd., Catalog: 14543) telah diperoleh nilai optical density (OD) berkisar

dari 0,055-2,886. Hasil nilai optical density yang selanjutnya digunakan untuk

menentukan kadar imunoglobulin M (IgM) pada serum sapi bali berdasarkan

persamaan X= 53.747Y*1.579-0.5 dengan nilai (R2 = 0.975). Sebanyak 54 sampel

serum sapi bali di Nusa Penida yang diuji telah diperoleh bahwa semua sampel serum

sapi bali terdeteksi adanya kadar IgM yang bervariasi dengan kisaran 2.565 ng/mL –

8.834 ng/mL.

5.1.1 Kadar imunoglobulin M (IgM) serum sapi bali di Nusa Penida pada

kategori geografis wilayah (dataran tinggi dan dataran rendah).

Kadar IgM serum sapi bali di dataran tinggi memiliki nilai bervariasi berkisar

antara 2.565 ng/mL - 8.834 ng/mL dengan rerata 4.761±1.353 ng/mL, sedangkan

kadar IgM serum sapi bali di dataran rendah memiliki nilai bervariasi berkisar antara

2.929 ng/mL - 8.217 ng/mL dengan rerata 4.837±1.385 ng/mL. Kadar IgM serum

sapi bali yang dipelihara di dataran rendah lebih tinggi daripada di dataran tinggi,

akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) (Tabel 5.1).

Page 47: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

28

Tabel 5.1 Rerata Kadar Imunoglobulin M (IgM) Serum Sapi Bali di Nusa Penida

Berdasarkan Geografis Wilayah.

Geografis Wilayah Rerata Kadar IgM Serum (ng/mL) Signifikansi

Dataran Tinggi 4.761±1.353 a

Dataran Rendah 4.837±1.385 a

Keterangan: Rerata kadar IgM serum sapi bali mean ± standard deviation. Nilai dengan huruf (a) yang

sama menujukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).

5.1.2 Kadar imunoglobulin M (IgM) serum sapi bali di Nusa Penida pada

kategori jenis kelamin (jantan dan betina).

Kadar IgM serum sapi bali betina memiliki nilai bervariasi berkisar antara 2.775

ng/mL - 8.834 ng/mL dengan rerata 5.018±1.370 ng/mL, sedangkan kadar IgM

serum sapi bali jantan memiliki nilai bervariasi juga berkisar antara 2.565 ng/mL -

6.742 ng/mL dengan rerata 4.477±1.290 ng/mL. Kadar IgM serum sapi bali betina

lebih tinggi daripada sapi bali jantan, akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) terlihat

pada tabel (Tabel 5.2).

Tabel 5.2 Rerata Kadar Imunoglobulin M (IgM) Serum Sapi Bali di Nusa Penida

Berdasarkan Jenis Kelamin.

Jenis Kelamin Rerata Kadar IgM Serum (ng/mL) Signifikansi

Jantan 4.477±1.290 a

Betina 5.018±1.370 a

Keterangan: Rerata kadar IgM serum sapi bali mean ± standard deviation. Nilai dengan huruf (a) yang

sama menujukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).

Page 48: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

29

5.1.3 Kadar Imunoglobulin M (IgM) Serum Sapi Bali di Nusa Penida Pada

Kategori Umur (Muda dan Dewasa).

Kadar IgM serum sapi bali muda memiliki nilai bervariasi berkisar antara 2.775

ng/mL - 8.217 ng/mL dengan rerata 4.707±1.305 ng/mL, sedangkan kadar IgM serum

sapi bali dewasa memiliki nilai bervariasi juga berkisar antara 2.565 ng/mL - 8.834

ng/mL dengan rerata 4.869±1.417 ng/mL. Kadar IgM serum sapi bali dewasa lebih

tinggi daripada sapi bali muda, akan tetapi tidak berbeda nyata (P>0.05) (Tabel 5.3).

Tabel 5.3 Rerata Kadar Imunoglobulin M (IgM) Serum Sapi Bali di Nusa Penida

Berdasarkan Umur.

Umur Rerata Kadar IgM Serum (ng/mL) Signifikansi

Muda 4.707±1.305 a

Dewasa 4.869±1.417 a

Keterangan: Rerata kadar IgM serum sapi bali mean ± standard deviation. Nilai dengan huruf (a) yang

sama menujukkan tidak berbeda nyata (P>0.05).

5.2 Pembahasan

Sapi bali yang dipelihara di Nusa Penida Kabupaten Klungkung Provinsi Bali

telah terdeteksi adanya kadar imunoglobulin M (IgM) sebanyak 54 sampel serum

yang telah di uji menggunakan Bovine IgM ELISA kit (Glory Science Co., Ltd.,

Catalog: 14543) dengan nilai bervariasi 2.565 ng/mL - 8.834 ng/mL. Pada studi

sebelumnya telah diketahui kadar IgM pada susu sapi dengan kondisi sapi yang sehat

yaitu 0,12 g/L (Korhonen et al., 1995) dan 1,23-1,65 g/L (Zagorska et al., 2007).

Terdeteksinya kadar IgM dalam serum pada penelitian ini menujukkan bahwa sapi

bali yang dipelihara di Nusa Penida telah menujukkan respon yang baik oleh innate

IgM ataupun adaptive IgM terhadap antigen.

Page 49: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

30

Antibodi alami (innate IgM) dikenal sebagai suatu antibodi yang dapat

dibentuk sebelum terjadi infeksi ataupun paska vaksinasi. Tingginya avidity IgM

menyebabkan IgM dapat mendeteksi dan mengikat antigen kurang reaktif yang

sering dijumpai (Boes, 2000). IgM alami merupakan kelas IgM yang telah di deteksi

pada manusia dan tikus (Countinho et al., 1995; Haury et al., 1997; Mouthon et al.,

1995). IgM alami sebagian besar di hasilkan tanpa adanya eksposur antigen eksogen,

hal ini di buktikan dengan ditemukan pada tikus bebas antigen dan manusia yang

baru lahir (Avrameas S, 1991; Casali et al., 1996; Pereira et al., 1986). IgM alami

telah diketahui hanya dapat mengenali self-antigen, sehingga terdeteksi dengan kadar

rendah untuk infeksi mikroba (Notkin, 2004), akan tetapi saat ini sejumlah penelitian

menujukkan bahwa natural IgM dapat mengikat sejumlah mikroba patogen

(Ochsenbein et al., 2000; Briels et al., 1981; Gobert et al., 1988; Boes et al., 1998;

Baumgarth et al., 2000). Selain IgM sebagai antibodi alami, IgM dapat muncul

sebagai akibat telah terjadi paparan imunogen. Berdasarkan hal itu IgM

dikelompokkan menjadi dua kelas IgM yaitu innate sel B1 dan adaptive sel B2.

Kadar IgM dalam serum dapat muncul karena tubuh terekspose secara akut oleh

sebuah imunogen atau patogen sebagai respon imun primer (Schroeder dan Cavacini,

2010).

IgM telah diketahui sebagai sebuah kekebalan terhadap infeksi sistemik,

terutama terhadap virus (Diker, 2005; Mendonsa, 2011). Sapi bali yang dipelihara di

Nusa Penida telah diketahui bebas penyakit Jembrana dan SE (Septicemia Epizootica)

(Suwiti et al., 2009) yang mana sapi bali sangat rentan terhadap penyakit tersebut.

Page 50: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

31

Sehingga kemungkinan adanya kadar IgM pada serum sapi bali di Nusa Penida bukan

disebabkan oleh infestasi penyakit akibat virus, melainkan dapat diasumsikan bahwa

terdeteksinya kadar IgM pada serum sampel sapi bali disebabkan oleh parasit seperti

infestasi ektoparasit ataupun endoparasit. Hal itu didukung karena Indonesia

termasuk kedalam wilayah tropis yang memiliki kelembaban nisbi tinggi dan

merupakan tempat yang cocok untuk tumbuh berkembangnya ektoparasit ataupun

endoparasit. Indraswari et al, (2017) melaporkan bahwa sapi bali di Nusa Penida

terinfeksi oleh protozoa gastrointestinal. Studi sebelumnya Batan et al., (2001)

melaporkan bahwa sapi bali dapat terinfeksi oleh ektoparasit salah satunya adalah

Demodex bovis.

Infeski parasit dapat memepengaruhi sirkulasi dari IgM dan IgG meskipun

telah terjadi respon oleh IgE oleh tubuh (Arlian, 1996), sehingga ketika terjadi

infestasi parasit pada sapi bali dapat menyebabkan terstimulasi dan meningkatnya

kadar IgE, IgM dan IgG (Morsy et al., 1993). Studi lain melaporkan bahwa infestasi

arthropoda pada sapi dapat merubah nilai hematologi yang secara spesifik terjadi

peningkatan pada eusinofil dan peningkatan nilai limfosit. Hal ini yang

mempengaruhi dalam produksi IgM (Raut et al., 2008; Wikel, 1985).

Kadar IgM serum sapi bali yang berada di Nusa penida pada penelitian ini

sangat bervariasi dan memiliki rentang nilai yang jauh berkisar dari 2.565 ng/mL -

8.834 ng/mL. Hal itu diasumsikan karena terjadi perbedaan kondisi lingkungan dan

pemeliharaan. Studi sebelumnya Bayram et al., (2016) mendeteksi kadar IgM pada

sapi Holstein Friesian juga memiliki kadar yang rendah serta bervariasi karena di

Page 51: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

32

pengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pemeliharaan. Selain itu kemungkinan bisa

juga diakibatkan oleh perbedaan jumlah antigen yang masuk di setiap individu sapi

bali yang dapat mempengaruhi kadar IgM. Telah diketahui IgM memiliki waktu

paruh yang relatif singkat dalam serum, kira-kira 28 jam, pada tikus normal dengan

tidak adanya antigen (Viera dan Rajewsky, 1998). Diasumsikan bahwa produksi IgM

berkurang sejak respon maturasi dari sel B. Akan tetapi, kejadian ini tidak selalu

menjadi sebuah kasus dan menunjukkan bahwa respon IgM dapat dipertahankan

untuk waktu yang lama setelah infeksi atau imunisasi dikarenakan sel B yang

berumur panjang (Racine dan Winslow, 2009). Pada studi lain juga melaporkan

bahwa IgM alami ada dalam serum dengan titer yang rendah dan berkonstribusi

dalam kekebalan awal sebelum timbulnya respon humoral adaptif (Zhou et al., 2007;

Haas et al., 2005; Ehrenstein et al., 1998; Fearon et al., 1996).

Secara geografis wilayah, kadar IgM serum sapi bali dipelihara di dataran

rendah (4.837±1.385 ng/mL) lebih tinggi daripada di dataran tinggi (4.761±1.353

ng/mL) meskipun juga tidak berbeda nyata secara statistik (P>0.05). Pada penelitian

ini bertolak belakan dengan beberapa penelitian yang menyebutkan bahwa kadar IgM

sapi di dataran tinggi lebih tinggi daripada di dataran rendah karena berkaitan dengan

kondisi lingkungan yang berbeda pada dataran tinggi dan dataran rendah (Mazzullo et

al., 2014). Bertolak belakang juga dengan studi sebelumnya yang melaporkan bahwa

pada dataran rendah cenderung memiliki tingkat suhu udara yang tinggi, sehingga

memudahkan untuk terjadinya stress pada sapi akibat kombinasi kondisi lingkungan

yang menyebabkan suhu lingkungan menjadi lebih tinggi daripada zona suhu

Page 52: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

33

nyaman pada sapi (thermoneutral) (Amstrong, 1994). Terpaparnya sapi dengan

kondisi suhu lingkungan yang tinggi menstimulasi mekanisme termoregulasi dan

penurunan tingkat metabolisme, nafsu makan dan produktivitas (Abdelatif dan

Alameen, 2012).

Pada penelitian ini dapat diasumsikan bahwa tingginya kadar IgM serum sapi

bali di dataran rendah dibandingkan di dataran tinggi karena faktor stress akibat

kondisi lingkungan ataupun sapi bali telah terinfeksi oleh beberapa penyakit salah

satunya adalah parasit. Telah diketahui bahwa infeksi parasit dapat mempengaruhi

tingginya kadar IgM serum (Morsy et al., 1993). Telah diketahui bahwa sapi bali juga

rentan terhadapa parasit serta di Nusa Penida telah terjadi beberapa kasus penyakit

akibat infeksi parasit (Batan et al., 2001; Indraswari et al., 2017). Diketahui juga

bahwa Nusa Penida termasuk lahan kritis dan hampir sepanjang tahun dilanda

kekeringan sehingga memberikan dampak pada tingkat stress populasi ternaknya.

Secara geografis Nusa Penida merupakan kawasan lahan kering, berbukit, dan

berzona iklim F yakni dengan distribusi 4 bulan hujan dan 8 bulan kemarau (BPS

Klungkung, 2016). Stress dengan kondisi lingkungan dapat merubah dan menurunkan

fungsi imun pada sapi dengan perubahan imunitas seluler dan imunitas humoral yang

memiliki dampak signifikan pada imunokompetensi (Carroll dan Forsberg, 2007).

Penurunan fungsi imun akibat pengaruh kondisi lingkungan dapat menyebabkan

penurunan respon imun baik respon secara selular ataupun humoral pada sapi.

Kriteria jenis kelamin pada penelitian ini juga mempengaruhi terhadap kadar

IgM serum sapi bali. Kadar IgM serum sapi bali betina (5.018±1.370 ng/mL) lebih

Page 53: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

34

tinggi daripada sapi bali jantan (4.477±1.290 ng/mL) meskipun secara statistik tidak

signifikan atau berbeda nyata (P>0.05). Studi sebelumnya telah melaporkan bahwa

jenis kelamin memiliki pengaruh signifikan pada kadar IgM serum pada sapi dalam

masa penyapihan, dimana sapi betina memiliki kadar konsentrasi tinggi dibandingkan

sapi jantan (Akbulut et al., 2003).

Sapi bali betina mengandung hormon estrogen lebih banyak dibandingkan

sapi jantan. Hormon estrogen ini merupakan aktifator dari respon imun. Adanya

hormon estrogen menyebabkan sel-sel respon imun teraktivasi sehingga lebih

tanggap terhadap antigen yang masuk ke dalam tubuh (Rasyid et al., 2008). Selain

itu, didukung pula penelitian oleh Mirzadeh et al, (2010) dengan membandingkan

salah satu kriteria penelitian terhadap jenis kelamin yaitu jantan dan betina terhadap

gambaran hematologi yang menujukkan bahwa sapi betina memiliki nilai leukosit

yang tinggi dibandingkan dengan sapi jantan. Hal itu dapat diasumsikan bahwa

respon sapi bali betina lebih tanggap dibanding sapi bali jantan ketika terjadi adanya

infeksi, sehingga kemampuan produksi IgM lebih cepat dan memiliki kadar yang

lebih tinggi jika dibandingkan dengan jantan.

Pada kriteria umur, kadar IgM serum sapi bali dewasa (4.869±1.417 ng/mL)

lebih tinggi daripada kadar IgM serum sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL)

meskipun tidak terdapat perbedaan nyata secara statistik (P>0.05). Hal itu sejalan

dengan studi sebelumnya oleh jazek et al., (2012) bahwa sapi di usia muda memiliki

kadar immunoglobulin lebih rendah dibandingkan dengan usia dewasa. Hal itu

dipengaruhi oleh transfer pasif kolostrum pada saat usia muda, sedangkan saat usia

Page 54: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

35

dewasa sapi sudah terjadi auto-sintesis immunoglobulin (Erhard et al., 1999). Akan

tetapi faktor lain seperti adanya infeksi oleh parasit juga dapat mempengaruhi kadar

IgM dan IgG serum sapi (Arlian, 1996).

Page 55: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

36

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

1. Sebanyak 54 sampel terdeteksi adanya kadar imunoglobulin M (IgM) dengan

nilai yang bervariasi berkisar dari 2.565 ng/mL - 8.834 ng/mL.

2. Kadar IgM serum sapi bali di dataran rendah (4.837±1.385 ng/mL) lebih

tinggi daripada di dataran tinggi (4.761±1.353 ng/mL) akan tetapi tidak

berbeda nyata secara statistik (P>0,05).

3. Kadar IgM serum sapi bali dewasa (5.018±1.370 ng/mL) lebih tinggi daripada

muda (4.477±1.290 ng/mL) akan tetapi tidak berbeda nyata secara statistik

(P>0,05).

4. Kadar IgM serum sapi bali betina (4.869±1.417 ng/mL) lebih tinggi daripada

jantan (4.707±1.305 ng/mL) akan tetapi tidak berbeda nyata secara statistik

(P>0,05).

6.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih banyak

dengan kriteria bervariasi dan membandingkan sampel serum dengan sapi bali yang

dipelihara di luar daerah Nusa Penida supaya dapat mengetahui perbandingan

bagaimana kadar IgM serum sapi bali di Nusa Penida dan di luar daerah Nusa

penida.

Page 56: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

37

DAFTAR PUSTAKA

Abbas KA, Lichtmant AH, Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology. Sixth

ed. Philadelphia : W B Saunders Company.

Abdelatif AM, Alameen AO. 2012. Influence of season and pregnancy on thermal

and haemotological responses of crossbred dairy cows in a tropical

environment. Global Veterinaria, 9: pp. 334–340.

Akbulut O, Bayram B, Yanar M. 2003. Serum Immunoglobulin Concentration of

Brown Swiss and Holstein Friesian Calves and Their Relationship with

Growth Characteristics. Ataturk Univ. Ziraat Fak. Derg 34 (2): pp. 157-159.

Antara PATK, Suwiti NK, Apsari IAP. 2017. Prevalensi Nematoda Gastrointestinal

Bibit Sapi Bali di Nusa Penida. Buletin Veteriner Udayana, 9(2): pp. 195-201.

Armstrong DV. 1994. Heat stress interaction with shade and cooling. J. Dairy Sci 7:

pp. 2044–2050.

Arlian LG. 1996. Immunology of scabies-The Immunology of Host-Ectopara­sitic

Arthropod Relationships. CAB International.Wallingford, Oxon, UK.

Avrameas S. 1991. Natural autoantibodies: from ‘horror autotoxicus’ to ‘gnothi

seauton’. Immunol Today 12 (15): pp. 4–9.

Baratawidjaja, K.G. 2004, Imunologi Da-sar, edisi ke-5, Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas In-donesia.

Baratawijaya, K.G. 2006. Immunologi Dasar. Edisi ke 7. Jakarta: Balai Penerbitan

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baratawijaja, K.G. dan Rengganis, I. 2010. Imunologi Dasar. Edisi ke 9. Jakrta: Bali

Penerbitan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Batan IW, Wiyanti NWS, dan Wirat P. 2001. Pola Penyebaran Lesi Demodekosis

Sapi Bali dan Efektifitas Pengobatan Doramectin. J Vet 2 (2): Pp. 49-54.

Baumgarth N, Herman OC, Jager GC, Brown LE, Herzenberg LA, Chen J. 2000. B-1

and B-2 cell-derived immunoglobulin M antibodies are nonredundant

components of the protective response to influenza virus infection. J Exp Med

192 (2): pp.71–80.

Page 57: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

38

Bayram B, Aksakal V, Turan I, Demir S, Mazlum H, dan Cosar I. 2016. Comparison

of immunoglobulin (IgG, IgM) concentration in calves raised under organic

and conventional condition. Indian J. Anim. Res 50 (6): pp. 995-999.

Boes M, Prodeus AP, Schmidt T, Carroll MC, Chen J. 1998. A critical role of natural

immunoglobulin M in immediate defense against systemic bacterial infection.

J Exp Med 188 (238): pp.1–6.

Boes M. 2000. Role of Natural and Immune IgM antibodies in Immune Responses.

Molecular Immunology 37: pp. 1141-1149.

BosterBio. 2010. ELISA Handbook: Principle, Troubleshooting, Sample Preparation

and Assay Protocols. Plesanton, CA: Boster Biological Technology.

BPS Klungkung. 2016. Kabupaten Klungkung Dalam Angka 2016. Denpasar:

Percetakan Bali.

Briles DE, Nahm M, Schroer K, Davie J, Baker P, Kearney J. 1981.

Antiphosphocholine antibodies found in normal mouse serum are protective

against intravenous infection with type 3 Streptococcus pneumoniae. J Exp

Med 153: pp.694–705.

Burgess, G.W. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Carroll JA dan Forsberg NE. 2007. Influence of stress and nutrition on cattle

immunity. Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract (23): 105-149.

Casali P, Schettino EW. 1996. Structure and function of natural antibodies. Curr Top

Microbiol Immunol 210: pp.167–79.

Coutinho A, Kazatchkine MD, Avrameas S. 1995. Natural autoantibodies. Curr Opin

Immunol 7: pp. 812–8.

Damayanti R. 2016. Penyakit Malignant Catarrhal Fever di Indonesia dan Upaya

Pengendaliannya. Wartazoa 26 (3): pp. 103-114.

Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian tentang Sistem Perbibitan

Ternak Nasional, Direktur Jenderal Peternakan. Direktorat Pembibitan.

Jakarta.

Diker KS. 2005. Immunoloji. Medisan Yayin Serisi: 37, ISSBN: 975-7774-34-0,

Ankara.

Dolenc, A. 1998. Vpliv razlicno dolge suhe dobe kravna vsebnost imunoglobulinovv

mlezivu. Doktorska disertacija. Ljubljana, veterinarska fakulteta: pp. 94.

Page 58: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

39

Effendi, N. dan Widiastuti, H. 2014. Identifikasi Aktivitas Imunoglobulin M (IgM)

Ekstrak Etanolik Daun Ceplukan (Physalis Minima Linn) Pada Mencit. Jurnal

Kesehatan 7(2):pp. 353-360.

Ehrenstein MR, O’Keefe TL, Davies SL, Neuberger MS. 1998. Targeted gene

disruption reveals a role for natural secretory IgMin the maturation of the

primary immune response. Proc Natl Acad Sci USA 95 (100): pp.89–93.

Erhard, M.H., Amon, P., Younana, M., Ali, Z., Stangassinger, M. 1999. Absorption

and synthesis of immunoglobulins g in newborn calves. Reproduction of

Domestic Animals, 34: pp. 173–175.

Fearon DT, Locksley RM. 1996. The instructive role of innate immunity in the

acquired immune response. Science 272 (5): pp.1–4.

Gobet R, Cerny A, Ruedi E, Hengartner H, Zinkernagel RM. 1988. The role of

antibodies in natural and acquired resistance of mice to vesicular stomatitis

virus. Exp Cell Biol 56 (1): pp.75–80.

Haas KM, Poe JC, Steeber DA, Tedder TF. 2005. B-1a and B-1b cells exhibit distinct

developmental requirements and have unique functional roles in innate and

adaptive immunity to S. pneumoniae. Immunity23: pp.7–18.

Hadi PU. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong

di indonesia. J. Litbang Pertanian. 21(4): 18-157.

Hamilton AM, Lehuen A, Kearney JF. 1994. Immunofluorescence analysis of B-1

cell ontogeny in the mouse. Int. Immunol 6: pp. 355–361.

Handriwirawan, E. dan Subandriyo. 2004. Potensi Keragaman Sumberdaya Genetik

Sapi Bali. Wartazoa 14(3):pp. 50-60.

Hardjosubroto, W. dan Astuti, J.M. 1993. Buku Pintar Peternakan. Jakarta: PT

Gramedia Widiasarana Indonesia.

Haury M, Sundblad A, Grandien A, Barreau C, Coutinho A, Nobrega A. 1997. The

repertoire of serum IgM in normal mice is largely independent of external

antigenic contact. Eur J Immunol 27 (15): pp. 57–63.

Indraswari, A.A.S.I, Suwiti, N.K., Apsari, I.A.P. 2017. Protozoa Gastrointestinal:

Eimeria Auburnensis dan Eimeria Bovis Menginfeksi Sapi Bali Betina di

Nusa Penida. Buletin Veteriner Udayana, 9(1): pp. 112-116.

Indriawati, Margawati ET, Ridwan M. 2013. Identifikasi Virus Penyakit Jemberana

Pada Sapi Bali Menggunakan Penanda Molekular Gen env SU. Berita Biologi

12(2): pp. 211-216.

Page 59: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

40

Iskandar. 2011. Performa Reproduksi Sapi PO Pada Dataran Rendah dan Dataran

Tinggi di Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan 14(1): pp. 51-

61.

Jazek J, Malovrh T, Klinkon M. 2012. Serum Immunoglobulin (IgG, IgM, IgA)

Concentration in Cows and Their Calves. Acta Agriculture Slovenica 3: pp.

295-298.

Kasa IW, Sukmaningsih AAS, Darmayasa IB. 2015. Efforts in conserving purebred

bali cattle as draught and beef type in Bali Island, Indonesia. Bul. Vet.

Udayana. 7(1): pp. 95-100.

Korhonen H. dan Kaartinen, L. 1995. Changes in the composition of milk induced by

mastitis. The Bovine Udder and Mastitis. Iyvaskyla, Finland: Gummerus

Kirjapaino Oy: pp. 76-82.

Kresno, SB. 2001. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur laboratorium Edisi 4. Jakarta:

Balai Penerbit Fakultas Keddokteran Universitas Indonesia.

Namikawa, T dan Widodo, W. 1978. Electrophoretic variation of hemoglobulin and

serum albumin in Indonesian cattle including Bali cattle. Japan Journal of

Zootechnical Science 49: 11.

Notkins AL. 2004. Polyreactivity of antibody molecules. Trends Immunol 25:

pp.174–9.

National Research Council. 1983. Little known asian animals with a promising

economic future. Wasington D.C National Academic Press.

Mazzullo G, Rafici C, Commarata F, Caccamo G, Rizzo M, dan Piccione G. 2014.

Effect of Different Environmental Conditions on Some Haematological

Parameters in Cow. Ann. Anim. Sci. 14(4): pp. 947-954.

Maskur, Muladno, Tappa, B.. 2007. Identifikasi menggunakan marker mikrosatelit

dan hubungan dengan sifat kuantitatif pada sapi. Media Peternakan:

pp.147-155.

Mendonsa, KM. 2011. Factors affecting passive transfer in neonatal calves. Dairy

Science Department. California Polytechnic State University, San Luis

Obispo.

Mirzadeh KH, Tabatabaei S, Bojarpour M, Mamoei M. 2010. Comparative Study of

Hematological Parameters According Strain, Age, Sex, Physiological Status

and Season in Iranian Cattle. Journal of Animal and Veterinary Advance 9

(16): pp. 2123-2127.

Page 60: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

41

Morin, De, Constable, P.D., Maunsell, F.P., McCoy, G.C. 2001. Factors associated

with colostral specific gravity in dairy cows. Journal of Dairy Science, 84: pp.

937–943.

Morsy TA, Kenawi MZ, Zohdy HA, Abdalla, KF dan Fakahany AFE. 1993. Serum

immunoglobulin and complement values in scabietic patients. J. Egypt. Soc.

Parasitol. 23: pp.221-228.

Mouthon L, Nobrega A, Nicolas N, Kaveri SV, Barreau C, Coutinho A. 1995.

Invariance and restriction toward a limited set of self-antigens characterize

neonatal IgM antibody repertoires and prevail in autoreactive repertoires of

healthy adults. Proc Natl Acad Sci USA 92 (38):pp. 39–43.

Muller, LD. dan Ellinger, D.K. 1981. Colostral immunoglobulin concentrations

among breeds of dairy cattle. Journal of Dairy Science, 64: pp. 1727–1730.

Murkati, Suripto N., Supargiyono, Tjokrosonto S., Hnes M., Artama, W.Y., Prayitno

A. 2004. Perbedaan Metode ELISA Sandwich A dan B dalam Deteksi

Antigen Membran Toxoplasma gomdii. Bioteknologi 1(2): pp. 54-57.

Namikawa, T., Matsuda, Y., Kondo, K., Pangestu, B., Martojo, H. 1980.

Blood Groups and Blood Protein Polymorphisms of Different Types of the

Cattle in Indonesia. The Origin of Phylogeny of Indonesian Native

Livestock Bogor :. The Research Group of Overseas Scientific Survey. 35-45.

Ochsenbein AF, Zinkernagel RM. 2000. Natural antibodies and complement link

innate and acquired immunity. Immunol Today 21: pp.624–30.

Payne, W.J.A. & Rollinson, D.H.L. 1976. Madura cattle. Z. Tier.Züchts. 93: 89-100.

Pane, I. 1991. Produktivitas dan breeding sapi Bali. Pros. Seminar Nasional Sapi Bali.

Fakultas Peternakan Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. 2-3 September

1991.

Pereira P, Forni L, Larsson EL, Cooper M, Heusser C, Coutinho A. 1986.

Autonomous activation of B and T cells in antigen-free mice. Eur J Immunol

16 (68): pp.5–8.

Putro PP. 2004. Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan

Menular Strategis Dalam Pengembangan Usaha Sapi Potong. Lokakarya

Nasional Sapi Potong: pp. 22-26.

Racine R dan Winslow GM. 2009. IgM in microbial infection: Taken for granted ?.

Immunology Letters 125:pp. 79-85.

Radji M. 2010. Immunologi dan Virologi. Edisi Revisi. Jakarta: Isfi.

Page 61: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

42

Rasyid R, Yanwirasti, Nasrul E. 2008. Pengaruh Esterogen Terhadap Aktifitas Sel

Makrofag dalam Menfagosit Candida albicans Secara InVitro. Majalah

Kedokteran Andalas 1(32): pp. 79-87.

Raut PA, Sonkhusale VG, Khan LA, Nakade MK, Pagrut NS, dan Boodkhe AM.

2008. Veterinary world 1(11): pp. 338-339.

Rollinson, D.H.L. 1984. Bali Cattle In: Evolution of Domestication Animal Mason,

I.L. editor. New York: Longman.

Sampurna IP. 2012. Analisis regresi non-linear terapan dengan spss. Pelawa Sari.

Denpasar.

Sampurna IP dan Nindhia TS. 2008. Analisis Data dengan SPSS dalam

Rancangan Percobaan. Udayana University Press. Denpasar.

Sayaka B. 2012. Pengembangan Perbenihan Sapi Potong dan Perananya Dalam

Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Forum Peneliti Agro Ekonomi 30 (1):

pp. 59-71.

Schroeder HW dan Cavacini L. 2010. Structure and Function of Immunoglobulins. J

Allergy Clin Immunol 125 (202): pp. 1-24.

Surhayati S dan Hartono M. 2015. Pengaruh Manajemen Peternakan Terhadap

Efisiensi Reproduksi Sapi Bali di Kabupaten Pringinsewu Provinsi Lampung.

Jurnal Penelitian Pertanian Terapan 16 (1):pp. 61-67.

Suwiti NK. 2009. Fenomena jembrana disease dan bovine immunodeficiency virus

pada sapi bali. Bul. Vet. Udayana. 1(1): pp. 21-25.

Suwiti, N.K, Tenaya, IW.M, Besung IN.K. 2017. Kadar Hormon Pertumbuhan Sapi

Bali Lebih Rendah di Nusa Penida daripada Daerah Bali Lainnya. Journal

Veteriner 18(2):pp. 226-231.

Telupere, F.M.S. dan Katipana, N.G.F. 2014. Pengaruh Ketinggian Tempat dan

Sistem Pemeliharaan Terhadap Korelasi Genetik Bobot Lahir Dengan Bobot

Dewasa Sapi Bali. Jurnal Nukleus Peternakan 1(1): pp.1-6.

Vieira P dan Rajewsky K. 1988. The half-lives of serum immunoglobulins in adult

mice. Eur J Immunol 18: pp.313–316.

Wikel SK, 1985. Effects of tick infestation on the plaqueforming cell response to a

thymic dependant antigen. Ann. Trop. Med. Parasitol. 79: pp. 195–198.

Wuhan Fine Biological Technology. 2010. Bovine IgM (Immunoglobulin M) ELISA

kit. China: Estlake High-tech.

Page 62: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

43

Zainudin, M. 1999. Metodologi Penelitian. Fakultas Farmasi Universitas Airlangga:

Surabaya.

Zagorska J, Ciproviča I, Miķelsone V. 2007. Baktericīdo vielu un antivielu satura

izvērtējums dažādās lauksaimniecības sistēmās turēto govju pienā. Latvijas

Lauksaimniecības Universitātes Raksti, 18 (313): pp. 45-50.

Zhou ZH, Tzioufas AG, Notkins AL. 2007. Properties and function of polyreactive

antibodies and polyreactive antigen-binding B cells. J Autoimmun 29 (21): pp.

9–28.

Page 63: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Optical Density Pada Pengenceran Standart

Titer Standart Optical Density

360 2,886

240 2,442

160 2,294

80 1,244

40 0,666

20 0,462

0 0,055

Lampiran 2. Analisa data SPSS Hasil Optical Density Terhadap Pengenceran

Standart.

Persamaannya: Konsentrasi IgM= 53.747Y^1.579-0.5

Page 64: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

45

Page 65: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

46

Lampiran 3. Nilai Optical Dencity Sampel.

No. Kriteria Sampel (n=54) Optical

Density

Konsentrasi

ng/mL Geografis Wilayah Jenis

Kelamin

Umur

1 Dataran Tinggi Klumpu Betina Muda 0,219 4.386

2 Dataran Tinggi Klumpu Betina Muda 0,201 3.767

3 Dataran Tinggi Klumpu Betina Muda 0,196 3.600

4 Dataran Tinggi Klumpu Betina Muda 0,264 6.062

5 Dataran Tinggi Klumpu Betina Muda 0,197 3.633

6 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,238 5.071

7 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,195 3.567

8 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,17 2.775

9 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,21 4.072

10 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,258 5.829

11 Dataran Tinggi Batumedag Betina Muda 0,237 5.035

12 Dataran Tinggi Klumpu Betina Dewasa 0,179 3.053

13 Dataran Tinggi Klumpu Betina Dewasa 0,33 8.834

14 Dataran Tinggi Klumpu Betina Dewasa 0,277 6.580

15 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,199 3.700

16 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,239 5.108

17 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,233 4.888

18 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,246 5.370

19 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,216 4.280

20 Dataran Tinggi Batumedag Betina Dewasa 0,246 5.370

21 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Muda 0,234 4.924

22 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Muda 0,217 4.315

23 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Muda 0,174 2.898

24 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,23 4.779

25 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,183 3.179

26 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,183 6.742

27 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,275 6.499

28 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,239 5.108

29 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Muda 0,24 5.146

30 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Dewasa 0,272 6.379

31 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Dewasa 0,271 6.339

32 Dataran Tinggi Klumpu Jantan Dewasa 0,201 3.767

33 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Dewasa 0,23 4.779

34 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Dewasa 0,215 4.245

35 Dataran Tinggi Batumedag Jantan Dewasa 0,163 2.565

36

37

38

Dataran Rendah

Dataran Rendah

Dataran Rendah

Ped

Ped

Ped

Betina

Betina

Betina

Muda

Muda

Muda

0,205

0,253

0,316

3.902

5.636

8.217

Page 66: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

47

39 Dataran Rendah Ped Betina Muda 0,269 6.260

40 Dataran Rendah Ped Betina Muda 0,213 4.176

41 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,236 4.998

42 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,255 5.713

43 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,273 6.419

44 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,241 5.183

45 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,221 4.456

46 Dataran Rendah Ped Betina Dewasa 0,253 5.636

47 Dataran Rendah Ped Jantan Muda 0,212 4.141

48 Dataran Rendah Ped Jantan Muda 0,189 3.372

49 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,267 6.181

50 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,216 4.280

51 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,176 2.960

52 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,216 4.280

53 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,183 3.179

54 Dataran Rendah Ped Jantan Dewasa 0,175 2.929

Lampiran 4. Kadar Imunoglobulin M (IgM)

Kadar IgM Serum Sapi Bali

Dataran Tinggi (ng/mL)

Jantan Betina

Muda (n= 9) Dewasa (n= 6) Muda (n= 11) Dewasa (n=9)

4.924 6.379 4.386 3.053

4.315 6.339 3.767 8.834

2.898 3.767 3.600 6.580

4.779 4.779 6.062 3.700

3.179 4.245 3.633 5.108

6.742 2.565 5.071 4.888

6.499 - 3.567 5.370

5.108 - 2.775 4.280

5.146 - 4.072 5.370

- - 5.829 -

- - 5.035 -

- - - -

Page 67: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

48

Kadar IgM Serum Sapi Bali

Dataran Rendah (ng/mL)

Jantan Betina

Muda (n= 2) Dewasa (n= 6) Muda (n= 5) Dewasa (n= 6)

4.141 6.181 3.902 4.998

3.372 4.280 5.636 5.713

- 2.960 8.217 6.419

- 4.280 6.260 5.183

- 3.179 4.176 4.456

- 2.929 - 5.636

Lampiran 5. Analsis Rerata Geografis Wilayah (Dataran Timggi dan Dataran

Rendah), Jenis Kelamin (Jantan dan Betina), dan Umur (Muda dan

Dewasa).

Page 68: TESIS PROFIL IMUNOGLOBULIN M (IgM) SAPI BALI DI NUSA ... · daripada sapi bali muda (4.707±1.305 ng/mL), akan tetapi secara statistik perbandingan dari semua kategori menujukkan

49