dinamika populasi sapi bali kabupaten konawe utara provinsi sulawesi tenggara

30
1 I . PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi dan berkembang dengan baik di Indonesia. Disamping sebagai salah satu plasma nutfah, keberadaan Sapi Bali mampu menopang perekonomian masyarakat atau sebagai sumber penerimaan daerah. Keunggulan beternak Sapi Bali dapat digunakan oleh peternak sebagai tenaga kerja di usaha tani dan kotorannya dapat dijadikan sebagai pupuk kandang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Murtidjo (1994) bahwa ternak sapi berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan, modal, tabungan, tenaga kerja dan sumber pupuk kandang sehingga sampai saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah baik daerah maupun pusat walaupun pemeliharaannya masih bersifat tradisional. Umumnya jenis sapi yang dipelihara di Kabupaten Konawe Utara adalah Sapi Bali. Menurut data BPS (2009) populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara pada tahun 2007 sebanyak 10.500 ekor dan tahun 2008 sebanyak 11.180 ekor (mengalami peningkatan 6,48%). Populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara cenderung meningkat. Hal ini disebabkan oleh adanya ternak yang lahir dan penurunan jumlah kematian ternak. Selain itu, peningkatan populasi ternak sapi di daerah ini juga didukung oleh lahan yang cukup luas dengan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga akan mendukung pengembangan populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara.

Upload: waodesuriani

Post on 19-Jul-2015

439 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

1

I . PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi dan berkembang

dengan baik di Indonesia. Disamping sebagai salah satu plasma nutfah, keberadaan

Sapi Bali mampu menopang perekonomian masyarakat atau sebagai sumber

penerimaan daerah. Keunggulan beternak Sapi Bali dapat digunakan oleh peternak

sebagai tenaga kerja di usaha tani dan kotorannya dapat dijadikan sebagai pupuk

kandang. Hal ini sejalan dengan pernyataan Murtidjo (1994) bahwa ternak sapi

berfungsi sebagai salah satu sumber pendapatan, modal, tabungan, tenaga kerja dan

sumber pupuk kandang sehingga sampai saat ini terus dikembangkan oleh pemerintah

baik daerah maupun pusat walaupun pemeliharaannya masih bersifat tradisional.

Umumnya jenis sapi yang dipelihara di Kabupaten Konawe Utara adalah Sapi

Bali. Menurut data BPS (2009) populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara

pada tahun 2007 sebanyak 10.500 ekor dan tahun 2008 sebanyak 11.180 ekor

(mengalami peningkatan 6,48%).

Populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara cenderung meningkat.

Hal ini disebabkan oleh adanya ternak yang lahir dan penurunan jumlah kematian

ternak. Selain itu, peningkatan populasi ternak sapi di daerah ini juga didukung oleh

lahan yang cukup luas dengan ketersediaan pakan sepanjang tahun, sehingga akan

mendukung pengembangan populasi ternak sapi di Kabupaten Konawe Utara.

Page 2: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

2

Dinamika populasi adalah perubahan populasi ternak pada suatu wilayah dalam

kurun waktu tertentu. Dinamika populasi suatu wilayah dipengaruhi jumlah ternak

lahir dan masuknya ternak di suatu wilayah. Selain itu, perubahan populasi ternak

disuatu wilayah juga dipengaruhi oleh jumlah induk dan daya dukung lahan serta

jumlah peternak Sapi Bali.

Untuk mempertahankan peningkatan populasi ternak sapi di suatu wilayah

maka jumlah ternak yang dikeluarkan setiap tahunnya harus lebih rendah dari jumlah

ternak yang lahir. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi pengurasan populasi ternak

dalam suatu wilayah. Selain itu, untuk mempertahankan populasi ternak sapi maka

perlunya pencegahan pemotongan betina produktif. Penelitian yang berhubungan

dengan dinamika populasi ternak sapi sampai sekarang belum pernah dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas perlu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan

dinamika populasi khususnya di Kabupaten Konawe Utara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus permasalahan

adalah “Bagaimana Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara ?”.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Penilitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika populasi Sapi Bali di

Kabupaten Konawe Utara. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi tentang dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe

Utara, Selanjutnya dapat dijadikan acuan atau dasar dalam perencanaan

Page 3: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

3

pembangunan peternakan khususnya peningkatan populasi Sapi Bali di Kabupaten

Konawe Utara.

Page 4: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Potensi Sapi Bali

Sapi Bali merupakan salah satu bangsa Sapi Bali asli di Indonesia. Sapi Bali

memiliki ciri genetik yang khas dan keunggulan yang tidak kalah jika dibanding

dengan bangsa sapi lainnya. Sapi Bali mempunyai peranan terutama pada daerah

transmigrasi dan daerah Indonesia Bagian Timur (Pane, 1985).

Sapi Bali juga merupakan salah satu bangsa sapi potong penghasil daging di

Indonesia yang mempunyai masa depan ekonomi cerah. Namun produksi daging

dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan karena populasi dan tingkat

produktivitas rendah (Rosida, 2006). Rendahnya populasi sapi potong antara lain

disebabkan karena sebahagian besar ternak dipelihara oleh peternak berskala kecil

dengan lahan dan modal terbatas (Kariyasa, 2005).

Beberapa keunggulan Sapi Bali antara lain: tingkat kesuburannya tinggi,

sebagai sapi pekerja yang baik, daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan

persentase beranak dapat mencapai 80%. Selain keunggulan terdapat juga kekurangan

yakni Sapi Bali pertumbuhannya lambat, rentang terhadap penyakit tertentu misalnya

penyakit ingusan (Wasti, 2008).

Selanjutnya peranan Sapi Bali yaitu: (1) Sebagai ternak kerja, Beberapa daerah

di Indonesia yang belum terlalu tersentuh oleh teknologi penggunaan ternak sapi

sebagai tenaga kerja masih banyak dijumpai misalnya sapi digunakan untuk

membajak sawah dan mengangkut hasil pertanian, (2) Ternak sapi sebagai

Page 5: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

5

penghasil pupuk kandang, merupakan hasil sampingan dari usaha pemeliharaan

ternak sapi. Secara umum sapi dewasa maupun menghasilkan kotoran sebanyak

7,5 ton pertahun yang setara dengan 5 ton pupuk setiap tahunnya, (3) Ternak sapi

sebagai penentu status sosial. Pada daerah di Indonesia seperti Madura dan Nusa

Tenggara, (4) Ternak sapi sebagai penghasil bahan baku industri seperti kulit, tanduk

dan darah. Sapi yang diperoleh dari hasil pemotongan merupakan bahan sumber

bahan baku industri yang menghasilkan nilai tambah cukup tinggi, (5) Sabagai

penghasil daging, beberapa jenis sapi memang khusus dipelihara untuk digemukkan

karena karakteristik yang dimilikinya. Sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi

bakalan yang dipelihara intensif selama beberapa bulan sehingga diperoleh bobot

badan yang ideal untuk dipotong (Abidin, 2006).

Berdasarkan data sebaran populasi sapi potong di Indonesia

tahun 2007 (Direktorat Jendral Peternakan, 2007), sentral sapi potong terdapat di

Jawa Timur, Jawa Tengah, NAD, NTT, Sumatra Selatan dan Sulawesi Selatan. Pola

usaha sebahagian besar adalah pembibitan atau pembesaran anak dan hanya

sebahagian kecil peternak yang mengusahakan usaha penggemukan ternak

(Yusdja et al., 2003).

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas sapi potong

adalah dengan mendatangkan sapi dari Eropa (Bos Taurus) seperti Limousine dan

Simmental. Alasan pentingnya peningkatan populasi sapi potong dalam upaya

mencapai swasembada daging tahun 2004 adalah (1) Sektor peternakan berpotensi

sebagai sumber pertumbuhan baru pada sektor pertanian, rumah tangga yang terlibat

Page 6: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

6

langsung dalam usaha peternakan terus bertambah dan tersebarnya sentra produksi

sapi potong di berbagai daerah dan berfungsi sebagai ketahanan pangan baik sebagai

penyedia bahan pangan maupun sebagai sumber pendapatan, (2) Berperan

meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Kariyasa, 2005).

B. Tatalaksana Pembudidayaan Ternak Sapi

1. Sumber Bibit dan Perkawinan

Bibit ternak dari segi usaha peternakan sapi potong mempunyai arti penting

dalam mendukung keberhasilan usaha sedangkan dari segi pemeliharaan sendiri

tujuan ternak sapi potong dikenal dua alternatif yaitu (1) Untuk pemeliharaan sapi

potong bibit bertujuan pengembangan sapi potong dan (2) Usaha pemeliharaan sapi

potong bakalan bertujuan memelihara sapi potong dewasa untuk selanjutnya

digemukkan (Rosida, 2006).

Pemilihan sapi sebagai calon bibit pengganti ataupun calon penggemukan

sering mengalami kesulitan sebab pada saat peternak melakukan pemeliharaan

diperlukan pengetahuan, pengalaman dan pencakapan yang cukup serta kriteria dasar

yang meliputi bangsa sapi genetis dan bentuk luar serta kesehatan sehubungan

dengan pemeliharaan ternak sapi dan pengukuran ternak sapi (Sugeng, 2006).

Bibit mempengaruhi produktivitas ternak calon induk sebaiknya dipilih dari

ternak yang muda memiliki bentuk tubuh bagus dan berasal dari induk yang sehat.

Ciri-ciri induk yang bagus untuk dikembangkan yakni: bentuk kaki lurus, bulu halus

dan tidak ada penyakit kulit, mata jernih, bentuk ambing seimbang dan jumlah puting

Page 7: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

7

dua. Kondisi ternak sapi lokal saat ini telah mengalami degradasi produksi dan

bentuk tubuhnya kecil. Hal ini karena mutu genetik sapi lokal makin menurun baik

bibit yang digunakan maupun dari bibit lokal tetapi jika diseleksi produktivitas maka

makin meningkat. Demikian halnya dengan pakan yang diberikan makin baik pakan,

produktivitas ternak makin meningkat (Wijono et al., 2003).

Sistem perkawinan ternak dibagi menjadi 2 yaitu: (1) kawin alam

(Natural Service) adalah perkawinan jantan dan betina dikandang atau dilapangan

(Pasture Matting), (2) inseminasi buatan (IB) adalah pemasukan semen kedalam

saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia

(Suwandi dan Zubachtirodin, 2005).

Pada sistem perkawinan alam umumnya tidak ditemukan adanya campur tangan

manusia sementara dengan metode IB campur tangan manusia semakin besar dengan

mengharapkan adanya jumlah ternak yang lahir dan berkembang secara bersamaan.

Siklus perkawinan atau siklus reproduksi merupakan rangkaian semua kejadian

biologi kelamin yang berlangsung secara sambung-menyambung hingga terlahir

generasi baru dari suatu makhluk hidup (Partodihardjo, 1992).

Perkawinan silang dapat meningkatkan produktivitas dan mutu genetik. Namun

membutukan biaya besar dan harus dilakukan secara bijak dan terarah, karena dapat

mengancam kemurnian ternak asli (Rusfidra, 2006).

Daerah-daerah pertanian ekstensif biasanya perkawinan alami pada ternak lebih

dominan dari pada IB karena pejantan cukup tersedia dan terbatasnya pelayanan IB.

Angka rasio pelayanan kawin per kebuntingan (service per conception ratio = S/C)

Page 8: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

8

pada IB yang masih cukup tinggi yang menunjukkan kurang berhasilnya IB sehingga

sebagian peternak belum pernah menggunakan IB dan jarak waktu beranak

(calving interval) juga terlalu panjang. Idealnya jarak waktu beranak adalah 12 bulan,

yaitu menyusui, dalam kenyataannya jarak waktu antara melahirkan dan kawin lagi

(post partum mating) terlalu panjang 4,5 bulan dan tingkat kematian (mortality rate)

pedet juga tinggi bahkan ada yang mencapai 50%. Masalah ini biasanya bersumber

dari kualitas pakan induk yang kurang baik, terutama pada saat bunting tua dan

menyusui, adanya serangan parasit dan manajemen perkawinan yang belum memadai

(Hadi dan Ilham, 2002).

2. Pakan

Pakan merupakan sarana produksi yang sangat penting bagi ternak karena

berperan sebagai pemacu pertumbuhan. Sumber pengadaan pakan yang

mengandalkan pakan penggembalaan umumnya hingga kini status hukumnya belum

jelas. Hal ini dapat menyebabkan keraguan di kalangan investor untuk

mengembangkan usaha di daerah-daerah yang memungkinkan pengembangan

peternakan dengan pola pastur. Padahal pola pengembangan demikian dapat

menghemat biaya dalam pengadaan pakan ternak. Selain pakan juga perlu

diperhatikan dari segi aspek pemeliharaan, seperti perbaikan kandang dan

pemanfaatan limbah untuk pakan (Hendayana dan Yusuf, 2003).

Pakan merupakan zat gizi yang diperlukan untuk hidup pokok dan

pertumbuhan. Secara umum pakan ternak dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:

(1) pakan serat, berupa hijauan pakan ternak (rumput-rumputan, kacang-kacangan

Page 9: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

9

dan daunan lainnya) dan jerami (jerami padi, jagung, kacang tanah dan

sebagainya), (2) pakan penguat atau konsentrat (Santosa, 2009).

Lebih lanjut Santosa (2009) menyatakan pakan ternak sapi umumnya berupa

hijauan dan konsentrat. Konsentrat adalah campuran dari beberapa bahan pakan

untuk melengkapi kekurangan gizi dari hijauan makanan ternak. Konsentrat terdiri

dari bahan pakan dengan kandungan serat kasar rendah dan mudah dicerna berasal

dari biji-bijian, hasil ikutan/limbah pertanian dari pabrik pengolahan hasil pertanian

dan bahan berasal dari hewan seperti tepung ikan dan tepung darah. Hijauan

merupakan bahan pakan utama ternak sapi untuk penggemukan dapat berupa rumput

baik untuk rumput unggul maupun rumput lapangan dan sebagian jenis leguminosa.

Untuk pemberian hijauan makanan ternak dapat diberikan dengan memberikan

rumput unggul seperti rumput raja, rumput gajah atau mengkombinasikan rumput

lapangan dengan tanaman leguminosa seperti gamal, kaliandra dan turi yang memiliki

gizi tinggi. Pakan tambahan merupakan pakan yang berguna untuk merangsang

pertumbuhan, mencegah penyakit dan melengkapi ransum pakan ternak yang terdiri

dari campuran vitamin dan mineral.

Bahan pakan yang berasal dari hasil samping perkebunan dan pabrik

mempunyai kandungan protein, kecernaan dan palatabilitas rendah serta kandungan

serat kasar tinggi. Meskipun memiliki kualitas rendah tidak berarti produksi sapi yang

tinggi tidak seimbang dilakukan. Sentuhan teknologi untuk mengeroksi nutrisi yang

tidak seimbang dilakukan. Dapat berupa penambahan hidrolisat bulu ayam sebagai

sumber asam amino rantai cabang yang berperan sebagai prekosor asam lemak rantai

Page 10: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

10

cabang serta penahan langsung mineral defesien kedalam pakan. Lebih lanjut

dikatakan bahwa, tersedianya pakan yang cukup baik jumlah maupun mutunya dan

berkeseimbangan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

usaha pengembangan peternakan (Umiyasih, 2003).

Peningkatan populasi dan produktivitas sapi potong perlu diikuti dengan

penyediaan pakan yang berkualitas sepanjang tahun. Upaya penyediaan pakan

dilakukan secara komprehensif dengan menerapkan perawatan dan pemanfaatan

hijauan yang ada melalui pengembangan hijauan unnggul, pengembangan usaha

integrasi antara ternak dan tanaman pakan atau perkebuanan serta penggalian

potensi pakan. Peningkatan produktivitas ternak dapat dilakukan melalui perbaikan

mutu pakan dan pemulihan melalui seleksi dan persilangan. Perbaikan mutu pakan

dan manajemen dapat meningkatkan produktivitas tersebut sering kali bersifat

sementara dan tidak diwariskan pada turunannya (Nurfitri, 2008).

Sumber pakan di Indonesia cukup banyak tetapi sangat besar sehingga

pengangkutan pakan ketempat perlu memperhatikan nilai ekonomisnya. Pada

kawasan ternak, peternak menghadapi kesulitan dalam memperoleh pakan sehingga

dibutuhkan campur tangan pihak lain untuk membangun infrastruktur pakan yang

cukup ekonomis. Pada musim hujan reproduksi pakan serat melimpah, tetapi pada

musim kemarau peternak sulit memperoleh hijauan. Oleh karena itu, perlu sentuhan

teknologi untuk penanganan pakan yang berlebihan pada musim hujan agar dapat

dimanfaatkan pada musim kemarau (Bamualim, 2008).

Page 11: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

11

Penyediaan pakan ternak segar terutama dalam memanfaatkan kekosongan

diantara akhir musim hujan hingga akhir musim kemarau dengan penanaman jagung

untuk memproduksi biomasa. Produksi biomasa jagung cacah, bahwa pertanaman

jagung dipanen semasa tongkolnya muda, umur 65-75 hari setelah tanam. Untuk

tujuan ini tanaman jagung dipanen dengan cara dipotong batangnya pada permukaan

tanah, kemudian seluruh bagian tanaman dicacah berukuran 5 cm kemudian diproses

hay atau silase. Perlunya penerapan teknologi pengawetan pakan berupa rumput

yang melimpah pada musim hujan atau jerami padi atau kacang tanah yang cukup

banyak (Suwandi dan Zubachtirodi, 2005).

3. Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan ternak sapi potong dikenal tiga sistem yaitu:

(1) Ekstentif adalah sistem pemeliharaan yang dilakukan oleh orang yang sama dan

dilapangan pengembalaan yang sama dengan tidak dikandangkan yang meliputi

perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan pengemukan, (2) Antara ekstensif dan

intensif adalah pemeliharaan ternak yang tindakan spesialisasinya sudah ada misalnya

digemukan dengan memperhatikan kualitas dan kuantitas bahan pakan yang

diberikan, (3) Intensif adalah pemeliharaan dalam tempat yang terkurung dan makan

dibawa kepada ternak, serta melakukan tindakan intensifikasi secara serius demi

pencapaian produksi yang efisien (Parakkasi, 1998).

Tatalaksana pemeliharaan dapat dibagi menjadi 3 dengan tujuan pemeliharaan

yaitu: (1) Tujuan untuk menghasilkan anak, induk dan anak dipelihara bersama

sampai anak disapih umur 6-8 bulan dan kemudian anak dijual, (2) Tujuan untuk

Page 12: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

12

menambah dan memperbaiki kualitas daging, penggemukan dapat dilakukan

dikandang atau padang rumput, lama penggemukan tergantung umur sapi, (3) Tujuan

untuk bibit (Syukur, 2009).

Tatalaksana perkandangan sapi potong sesuai dengan tujuan dan

pola pemeliharaan meliputi kandang pembibitan, pembesaran dan penggemukan.

Sedangkan kandang pengdukungnya adalah kandang beranak atau kandang

laktasi, kandang pejantang, kandang perawan dan kandang paksa

(Tularji dan Sihombing, 2005).

Kandang berfungsi sebagai tempat naungan, produksi dan reproduksi, tempat

merawat ternak yang sakit dan mempermudah pengontrolan ternak. Secara umum

ada dua tipe sistem kandang ternak sapi yakni (1) Kandang individu, tipe kandang ini

dapat memacu pertumbuhan yang lebih cepat karena tidak terjadi kompetisi dalam

mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak yang tidak terbatas sehingga energi

yang diperoleh dari asupan pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging

tidak hilang, (2) Kadang kelompok, terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan

sehingga sapi yang kuat cenderung cepat tumbuh dari pada sapi yang lemah

(Djaafar, 2007).

4. Pencegahan dan Penanganan Penyakit

Kesehatan ternak menentukan berhasil tidaknya suatu usaha peternakan sebab

penyakit merupakan ancaman yang selalu muncul setiap saat sehingga dapat

menimbulkan terhambatnya pertumbuhan, menurunnya daya tahan tubuh bahkan

sampai menimbulkan kematian (Resang, 1998).

Page 13: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

13

Melakukan pengendalian penyakit antara lain dengan menjaga kesehatan ternak

dan mencegah penularan penyakit diantara ternak maupun manusia. Termasuk

didalamnya produksi pangan asal ternak yang sehat dan aman. Pengendali penyakit

pada masa mendatang merupakan isu yang sangat penting dalam mendatangkan hasil

peternakan dipasar internasional (Yusdja et al., 2003).

Lebih lanjut Yusdja et al. (2003) menyatakan bahwa pengendali penyakit sapi

yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan

pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah: (1) Menjaga kebesihan kadang

beserta peralatan termasuk memandikan sapi, (2) Sapi yang sakit dipisahkan dengan

sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan, (3) Mengusahakan lantai kadang selalu

kering, (4) memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vakninasi sesuai

petunjuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa melanjutkan pengawasan dan pencegaha

penyakit ternak yang didatangkan dari luar negeri untuk bibit dengan memperkuatk

karantina hewan (Talib, 2001).

Berkaitan masalah pemeliharaan masih banyak yang harus mendapatkan

perhatian agar angka kelahiran dapat ditingkatkan setinggi mungkin sedangkan angka

kematian dapat ditekan serendah munkin. Pengendali terhadap penyakit infeksius

maupun non-infeksius seperti parasit dianggap sepele dan kurang diperhatikan karena

serangan yang tidak berbahaya umumnya tidak jelas dan serangan parasit

kebanyakan bersifat subklinik (Soebroto, 2001).

Kejadian penyakit sangat tinggi pada pedet yaitu diare dapat disebabkan oleh

bakteri, virus dan protozoa. Anonimus (2006) menyatakan bahwa E. coli merupakan

Page 14: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

14

salah satu penyebab diare pada sapi, yang menyebabkan jaringan epitel dalam usus

berubah fungsi dari metode penyerapan (nutrisi) menjadi metode pengeluaran. Lebih

lanjut dikatakan bahwa pengobatan penyakit diare berupa antibiotik (streptomicyn)

dapat mengurangi populasi bakteri sehingga proses pencernaan dapat berjalan dengan

normal kembali.

C. Dinamika Populasi Ternak

Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam

kurung waktu tertentu. Faktor yang dapat menyebabkan penurunan populasi ternak

adalah banyaknya petani ternak yang memotong ternak jantan yang masih produktif

sehingga ternak-ternak betina yang stress tidak dapat di kawinkan dan tidak dapat

menghasilkan keturunan (Tarefu, 2006).

Populasi ternak adalah sekelompok ternak yang dipelihara dan dibiakkan dalam

suatu kelompok berdasarkan jenisnya umumnya model pemeliharaan dengan populasi

ternak yang banyak dengan mengembangkan ternak-ternak dengan kualitas genetik

unggul sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki mutu keturunan ternak yang

dihasilkan. Lebih lanjut dikatakan bahwa semua aktivitas yang berkaitan dengan

perkembangan populasi pada kelompok ternak bibit dapat dikelompokan menjadi

bagian yang luas yaitu menetapkan sasarannaya dan mengembangkan program

seleksi yang diarahkan untuk mengubah rata-rata populasi atau kearah sasaran yang

dikehendaki (Gunawan et al., 2004).

Page 15: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

15

Ditinjau dari dinamika populasi ternak dipengaruhi oleh adanya kelahiran,

kematian, pemotongan ternak, ekspor/impor dan populasi awal disamping itu

pengembangan Sapi Bali pada suatu wilayah dari periode tertentu akan sangat

dipengaruhi oleh besarnya populasi daya dukung wilayah dan jumlah peternak

Sapi Bali. Jumlah anak yang lahir dalam satu kali melahirkan akan mempengaruhi

cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak yang dikembangkan. Lebih

lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang harus diperhatikan untuk

mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit disamping faktor lainnya laju

populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong, dan kambing di pengaruhi

oleh pakan, Penyakit, manajemen pemeliharaan serta aktifitas reproduksi

(Sarwono, 2003).

Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali

kawin. Oleh karena itu kesukaran penentuan kebuntingan muda dan banyak kematian

emrional atau abortus. Maka nilai nilai reproduksi yang mutlak dari seekor betina

baru dapat ditentukan setelah kelahiran anak yang hidup normal (Thoelihere, 1993).

Paling tidak ada tiga pemicu timbulnya pengurasan populasi sapi lokal sebagai

dampak dari tingginya permintaan daging sapi terutama pada periode 1997-1998 serta

tingginya import daging dan jeroan serta sapi bakalan yaitu: (1) produksi dalam

negeri tidak mengimbangi peningkatan permintaan, (2) permintaan meningkat

sedangkan produksi dalam negeri menurun, (3) permintaan tetap sedangkan

permintaan dalam negeri menurun (Bahri et al., 2004).

Page 16: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

16

Peningkatan populasi sapi potong dalam upaya pencapaian swasembada daging

antara lain adalah: (1) subsektor peternakan berkompetisi sebagai sember

pertumbuhan baru pada sektor pertanian, (2) rumah tangga yang terlibat langsung

dalam usaha peternakan terus bertambah, (3) tersebarnya sentra produksi diberbagai

daerah, sedangkan sentra konsumsi terpusat diperkotaan sehingga mampu

menggerakan perekonomian regional, (4) mendukung upaya ketahanan pangan baik

sebagai penyedia bahan pangan maaupun sebagai sumber pendapatan yang kedua

berperan meningkatkan ketersediaan dan aksebilitas pangan (Suryana, 2007).

Hasil penelitian Amirudin (2006) menunjukan bahwa jumlah populasi ternak

sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap

tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya

populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk

yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping

faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga

cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan

ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya

angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu.

Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit

(penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga

dekat.

Page 17: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

17

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan yaitu bulan Desember 2010 di

Kecamatan Lasolo, Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Provinsi

Sulawesi Tenggara.

B. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah peternak Sapi Bali di Kecamatan Lasolo,

Molawe dan Wiwirano Kabupaten Konawe Utara. Lokasi penelitian ditentukan

secara stratified sampling yaitu melakukan stratifikasi 7 kecamatan menjadi tiga

strata kecamatan. Pada tiap-tiap kecamatan diambil 2 desa sampel yaitu desa

populasi terbanyak, sedang dan terkecil berdasarkan populasi ternak sapi. Strata

kecamatan tidak berdasarkan kriteria jumlah kepemilikan ternak sapi karena

di tingkat kabupaten tidak tersedia data jumlah peternak dan data pemilikan peternak

sapi disetiap kecamatan melainkan berdasarkan data populasi sapidari data BPS tahun

2009. Penentuan strata ini dilakukan dengan cara mencari kisaran populasi ternak

sapi menurut Sani (2008) yaitu populasi tertinggi (PT) dikurangi populasi rendah

(PR) = (K populasi). Selanjutnya populasi dibagi tiga sehingga dihasilkan interval

strata (1/3K).

Populasi tertinggi (PT) 2.746 ekor dikurangi populasi rendah (PR) 604 ekor

= 2142 ekor (K populasi). Populasi ternak sapi terendah yaitu di Kecamatan

Page 18: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

18

Langgikima (1.003), Wiwirano (604 ekor). Populasi ternak sapi sedang yaitu

Kecamatan Sawa (1.904 ekor), Lembo (1.618 ekor), Molawe (1.438 ekor) dan

Kecamatan Asera (1.867 ekor). Dan Populasi ternak sapi tinggi yaitu Lasolo

(2.746 ekor) (BPS, 2009).

Penentuan kisaran strata sebagai sampel yaitu (1) rendah = 604 ekor sampai

1318 ekor (PR s.d PR + 1/3 K), yaitu Kecamatan Langgikima dan Wiwirano,

(2) sedang = 1319 ekor sampai 2032 ekor (PR+1/3K + 1 s.d PR + 2/3K) meliputi

Kecamatan Sawa, Lembo, Molawe dan Kecamatan Asera, (3) tinggi = 2033 ekor

sampai 2745 ekor (PR+2/3K+ s.d PR+K), meliputi Kecamatan Lasolo. Sampel

kecamatan dipilih secara random dari masing-masing strata dan terpilih Kecamatan

Lasolo, Molawe dan Kecamatan Wiwirano (strata tinggi, sedang dan rendah).

Selanjutnya tiap kecamatan dipilih 2 desa sampel yang memiliki populasi ternak sapi

terbanyak dan pengambilan sampel (responden) dilakukan sensus. Hal ini dilakukan

karena jumlah responden disetiap desa sangat sedikit yaitu berkisar 8 sampai dengan

15 responden. Jumlah responden secara keseluruhan berjumlah 67 responden dengan

rincian yaitu di Kecamatan Lasolo 25 responden, Kecamatan Molawe diambil

22 responden dan Kecamatan Wiwirano diambil 20 responden.

C. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi: (1) Data primer yaitu

data yang akan diperoleh dari peternak responden dengan cara wawancara langsung

dengan bantuan daftar pertanyaan (kuesioner) serta pengamatan langsung di

Page 19: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

19

lapangan. (2) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari lembaga atau instansi

terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

D. Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

(1) Struktur Populasi meliputi induk betina dan jantan muda dewasa berumur

> 2 tahun, ternak muda baik jantan maupun betina berumur 1-2 tahun dan pedet

jantan maupun betina berumur 0-1 tahun.

(2) Dinamika populasi ternak Sapi Bali yaitu yang meliputi jumlah ternak,

perkembangan populasi (populasi awal, kelahiran, serta jumlah ternak sapi yang

masuk (beli dan hadiah) dan jumlah ternak keluar (dijual, potong dan mati) selama

3 tahun dapat dihitung dengan rumus:

Rumus Perkembangan Populasi: Y = Xo + (X1 - X2)

t Keterangan:

Y : Jumlah ternak akhir saat penelitian

Xo : Jumlah ternak awal

X1 : Ternak masuk (jumlah ternak lahir, beli dan hadiah)

X2 : Ternak keluar (jumlah ternak dijual, mati dan potong)

t : Waktu (1 tahun)

E. Analisis Data

Data dinamika populasi dan struktur populasi akan ditabulasi dan dianalisis

secara deskriptif.

Page 20: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

20

F. Konsep Operasional

Konsep operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi ternak sapi dalam

kurung waktu tertentu.

2. Jumlah ternak awal adalah jumlah keseluruhan ternak yang terdapat pada tiap

lokasi penilitian

3. Sumber bibit ternak adalah asal induk pertama kali beranak.

4. Jumlah ternak yang mati adalah banyaknya ternak yang mati dalam kurung

waktu tertentu di Kabupaten Konawe Utara.

5. Ternak yang dijual adalah banyaknya ternak yang dijual dalam kurung waktu

tertentu.

6. Jumlah ternak yang dikirim adalah banyaknya ternak yang dikeluarkan dari

daerah Kabupaten Konawe Utara.

7. Struktur populasi adalah hubungan kekerabatan ternak yang ada dalam suatu

populasi ternak tertentu yang meliputi hubungan tetua dan jumlah anak yang

dilahirkan pada waktu tertentu baik ternak jantan maupun betina.

8. Angka kelahiran merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari satu kali

kawin.

9. Angka kematian adalah persentase jumlah ternak yang mati dalam kurung

waktu tertentu.

Page 21: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

21

10. Pemotongan adalah jumlah ternak tang dipotong dalam kurung waktu

tertentu.

11. Ternak masuk adalah jumlah ternak lahir, beli dan hadiah

12. Ternak keluar adalah jumlah ternak dijual, mati dan potong

Page 22: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kabupaten Konawe Utara

Kabupaten Konawe Utara dengan ibukota Wanggudu merupakan pemekaran

dari Kabupaten Konawe, yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2007 tentang pembentukan Kabupaten Konawe Utara di Propinsi Sulawesi

Tenggara.

Kabupaten Konawe Utara terdiri dari atas 7 Kecamatan dan tiga diantaranya

adalah yaitu Lasolo, Molawe dan Wiwirano dengan luas wilayah masing-masing

adalah kecamatan lasolo, molawe dan wiwirano dari luas kabupaten konawe utara.

Secara administratif batas wilayah Kabupaten Konawe utara adalah: (1) Sebelah

Timur berbatasan dengan Kabupaten Morowali (Propinsi Sulawesi Tengah) dan Laut

Banda, (2) Sebelah Selatan berbatasan dengan beberapa kecamatan di Kabupaten

Konawe, (3) Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.

2. Iklim Dan Topografi.

Secara umum Kabupaten Konawe Utara dikenal dua musim yaitu musim

kemarau dan musim penghujan. Keadaan musim banyak dipengaruhi oleh arus angin

yang bertiup diatas wilayahnya. Pada bulan Nopember sampai dengan Maret, angin

banyak mengandung uap air yang berasal dari Benua Asia dan Samudera Pasifik,

setelah sebelumnya melewati beberapa lautan. Pada bulan-bulan tersebut terjadi

Page 23: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

23

musim Penghujan. Sekitar bulan April, arus angin selalu tidak menentu dengan curah

hujan kadang-kadang kurang dan kadang-kadang lebih. Musim ini oleh para pelaut

setempat dikenal sebagai musim Pancaroba. Sedangkan pada bulan Mei sampai

dengan Agustus, angin bertiup dari arah Timur yang berasal dari Benua Australia

kurang mengandung uap air. Hal tersebut mengakibatkan minimnya curah hujan di

daerah ini. Pada bulan Agustus sampai dengan Oktober terjadi musim Kemarau.

Kabupaten Konawe Utara memiliki topografi permukaan tanah yang pada

umumnya bergunung, bergelombang dan berbukit serta diapit oleh dataran rendah

yang sangat potensial untuk pengembangan sektor pertanian. Jenis tanah meliputi

Latosol 363.380 Ha atau 23,35%, Padzolik 438.110 Ha atau 28,15%, Organosol

73.316 Ha atau 4,71%, Mediteran 52.808 Ha atau 3,39%, Aluvial 74.708 Ha atau

4,80% dan tanah Campuran 553.838 Ha atau 35,59 %.

Sugeng (2001), menyatakan bahwa kondisi iklim pada daerah tropis

memungkinkan terjadinya hijauan pakan ternak dapat terpenenuhi sepanjang tahun.

Karena sesuai dengan tipe iklim pada daerah tropis dimana suhu udara sedang, hujan

sangat lebat dan kelembapan udara tinggi.

Lebih lanjut Sugeng (2001) menyatakann bahwa pada daerah yang beriklim

seperti ini jenis vegetasinya adalah hujan yang terdiri dari pepohonan tinggi dengan

dedaunan yang lebat sedangkan dibawahnya tumbuh semak- semak dengan

ketinggian sedang. Dalam kondisi yang demikian maka sangat memungkinkan suatu

wilayah dijadikan sebagai pengembangan usaha perternakan khususnya ternak sapi

potong.

Page 24: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

24

B. Struktur Populasi Sapi Bali

Hasil penelitian terhadap struktur populasi Sapi Bali milik responden di lokasi

penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Struktur Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara pada Tahun 2010

Struktur populasi Sapi Bali yang dimiliki oleh peternak di Kabupaten Konawe

Utara didominasi oleh induk betina (41,52%) dan betina muda (16,44%). Semakin

banyak persentase jumlah induk dan betina muda dalam suatu populasi maka jumlah

anak yang dilahirkan setiap tahunnya akan lebih banyak dan sebaliknya. Persentase

jumlah pejantan dalam populasi yaitu 11,24%. Kecenderungan peternak

mempertahankan keberadaan sapi betina dan mendatangkan ternak sapi muda dari

luar lokasi penelitian untuk dijadikan sebagai calon pengganti induk yang sudah

tidak produktif lagi.

Struktur Ternak

(ekor)

Kecamatan

Wiwirano

(ekor)

Kecamatan

Molawe

(ekor)

Kecamatan

Lasolo

(ekor)

Jumlah

(ekor)

Persentase

Jumlah

ternak

(%)

Induk Betina Umur > 2 Tahun 69 74 97 240 41,52

Jantan umur > 2 Tahun 17 13 35 65 11,24

Betina Muda Umur 1-2 Tahun 24 27 44 95 16,44

Jantan Muda Umur 1-2 Tahun 15 13 18 46 7,96

Pedet Betina Umur 0-1 Tahun 12 21 42 75 12,98

Pedet Jantan umur 0-1 Tahun 17 23 17 57 9,86

Jumlah 154 171 253 578 100

Page 25: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

25

Hasil wawancara juga diketahui bahwa rendahnya populasi ternak induk jantan

maupun jantan muda tidak hanya dipengaruhi oleh rendahnya jumlah ternak jantan

yang lahir tiap tahunnya tetapi lebih disebabkan perilaku peternak yang cederung

menjual ternak jantan.

C. Dinamika Populasi Sapi Bali

Dinamika populasi adalah perubahan jumlah populasi suatu jenis ternak dalam

kurung waktu tertentu. Keadaan populasi ternak sapi menjadi kurang berkembang

apabila terjadi ketidak seimbangan antara jumlah anak yang lahir dalam satu kali

melahirkan. Populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara sejak tahun 2008

sampai dengan 2010 mengalami peningkatan setiap tahun seperti terlihat pada

Tabel 2.

Tabel 2. Perkembangan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara

Tahun

∑ Ternak Awal

(Xo)

(ekor)

∑ Ternak Masuk

(X1)

(ekor)

∑ Ternak Keluar

(X2)

(ekor)

∑ Ternak Akhir

(Y)

(ekor)

2008 290 117 21 386

2009 363 163 28 498

2010 471 155 48 578

Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara cenderung

mengalami peningkatan dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. Hal ini

disebabkan petani cenderung mempertahankan induk betina dan jumlah ternak yang

masuk (ternak lahir, mendapat hadiah dan ternak beli) lebih besar dibanding dengan

jumlah ternak keluar (ternak jual, mati dan ternak dipotong).

Page 26: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

26

Tanari (2001) menyatakan bahwa dalam melaksanakan pengembangan populasi

ternak Sapi Bali, penentuan pengeluaran ternak termasuk pengendalian pemotongan

ternak betina produktif perlu diperhatikan dan menghitung dengan tepat jumlah

ternak Sapi Bali yang dapat dikeluarkan agar tidak mengganggu keseimbangan

populasi pada suatu wilayah.

Tabel 3. Dinamika Populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara

Tahun

Jumlah Populasi

Kabupaten Konawe Utara

Jumlah

Populasi

(Ekor)

Dinamika

Populasi

(%)

Kecamatan

Wiwirano

(Ekor)

Kecamatan

Molawe

(Ekor)

Kecamatan

Lasolo

(Ekor)

Naik

2008 112 109 165 386

2009 138 150 210 498 26,68

2010 154 171 253 578 16,06

Jumlah

Rata-rata

21,37

Data pada Tabel 3, menunjukan bahwa populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten

Konawe Utara sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 mengalami peningkatan

rata-rata 21,37% per tahun. Peningkatan populasi ternak tersebut disebabkan oleh

jumlah ternak yang keluar tahun 2008 sampai dengan 2010 lebih rendah dibanding

dengan jumlah ternak yang masuk dapat dilihat pada Tabel 2. Rendahnya rata-rata

jumlah ternak keluar dibanding dengan ternak yang masuk di lokasi penelitian

disebabkan oleh rendahnya jumlah ternak yang dijual dan rendahnya jumlah angka

kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu dibanding

jumlah ternak yang lahir dan jumlah ternak yang dibeli.

Page 27: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

27

Dari hasil penelitian juga diketahui bahwa umumnya pengeluaran ternak sapi

terjadi karena penjualan dan pemotongan. Selain itu, keadaan ini dipengaruhi oleh

rendahnya angka kematian, kesadaran peternak akan pemotongan ternak betina dan

tingginya angka kelahiran. Soehadji dalam Sumadi (2001) menyatakan bahwa

populasi ternak selalu mengalami perubahan dan perubahan ini dipengaruhi oleh

adanya kelahiran, kematian, pemotongan, ternak dijual dan populasi awal.

Lebih lanjut dikatakan oleh Endiuna (2006) bahwa dalam keadaan sebenarnya

peningkatan populasi disebabkan oleh kelahiran, masuknya beberapa individu sejenis,

penurunan angka kematian dan penurunan angka keluarnya beberapa individu ternak

sejenisnya merupakan kondisi yang menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi

di suatu wilayah.

Hasil penelitian Amirudin (2006) menyatakan bahwa jumlah populasi ternak

sapi di wilayah Kecamatan Persiapan Iwoi Tombo mengalami peningkatan ditiap

tahunnya rata-rata 150,6 ekor. Kondisi ini dipengaruhi semakin bertambahnya

populasi ternak betina yang dimiliki peternak, sehingga memungkinkan adanya induk

yang baru ataupun induk penganti bagi induk yang sudah tua tiap tahunnya disamping

faktor sistem pemeliharaan dan pemberian pakan yang dilakukan oleh responden juga

cukup baik. Sementara rendahnya rata-rata jumlah ternak keluar dibanding dengan

ternak yang masuk di lokasi penelitian kemungkinan disebabkan oleh rendahnya

angka kematian ternak baik pada saat lahir maupun serangan penyakit tertentu.

Umumnya pengeluaran ternak sapi terjadi karena penjualan, pemotongan, kredit

Page 28: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

28

(penggaduhan kepada orang lain), dan memberikan hadiah kepada anak/keluarga

dekat.

Sarwono (2003) menyatakan bahwa jumlah anak yang lahir dalam satu kali

melahirkan akan mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangan populasi ternak

yang dikembangkan, lebih lanjut dikatakan bahwa salah satu faktor penting yang

harus diperhatikan untuk mendapatkan populasi yang tinggi adalah bibit, disamping

faktor lainnya dan laju populasi ternak ruminansia seperti kerbau sapi potong dan

kambing dipengaruhi oleh pakan, penyakit dan manajemen pemeliharaan serta

aktifitas reproduksi.

Peningkatan populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara populasi

dapat ditingkatkan dengan melakukan perbaikan mutu genetik dan kawin IB,

kelahiran IB. Peningkatan populasi ternak Sapi Bali sebagai ternak lokal Indonesia

perlu diperhatikan karena merupakan plasma nutfah yang harus dipertahankan.

Program pemuliaan ternak Sapi Bali dapat dilakukan melalui seleksi persilangan

tetapi tetap mempertahankan kemurnian ternak Sapi Bali.

Dalam upaya mempertahankan ternak Sapi Bali di suatu wilayah tertentu perlu

dilengkapi dengan rancangan peningkatan mutu genetik ternak (Winter, 2003).

Salah satu cara untuk mempertahankan mutu genetik ternak Sapi Bali dan berbagai

bangsa sapi lain pada suatu daerah adalah menghitung dengan tepat jumlah ternak

sapi yang dikeluarkan seimbang dengan jumlah ternak yang masuk serta

mempertahankan mutu bibit sebagai ternak pengganti. Selain cara tersebut diatas

dapat pula dilakukan persilangan Sapi Bali dengan berbagai bangsa lain. Lebih lanjut

Page 29: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

29

dinyatakan bahwa persilangan Sapi Bali dengan bangsa ternak sapi lain yang akan

menghasilkan sapi silangan yang memiliki mutu genetik yang baik serta

menunjukkan sifat pertumbuhan yang meningkat sebanyak 50–100%.

Page 30: Dinamika Populasi Sapi Bali Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara

30

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa struktur populasi

Sapi Bali yang dimiliki oleh responden didominasi induk betina 41,52% dan betina

muda 16,44%. Sedangkan dinamika populasi Sapi Bali di Kabupaten Konawe Utara

maka populasi Sapi Bali dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 meningkat

sebesar 26,68% tetapi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 meningkat hanya

16,06% tidak sebesar tahun sebelumnya.

B. Saran

Peneliti menyarankan perlu penelitian lanjutan dengan interval waktu diatas

2 (dua) tahun untuk melihat pola dinamika populasi ternak Sapi Bali di Kabupaten

Konawe Utara.