tesis kedudukan hukum warga negara asing dalam …

117
TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM PENGUASAAN HAK ATAS TANAH UNTUK INVESTASI DI BALI I GUSTI NGURAH OKA SANDITYA PRATAMA PUTRA P 3600211062 PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

TESIS

KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING

DALAM PENGUASAAN HAK ATAS TANAH

UNTUK INVESTASI DI BALI

I GUSTI NGURAH OKA SANDITYA PRATAMA PUTRA P 3600211062

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2013

Page 2: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

ABSTRAK

I GUSTI NGURAH OKA SANDITYA PRATAMA, Kedudukan Hukum Warga

Negara Asing dalam Penguasaan Hak Atas Tanah Untuk Investasi di Bali

(dibimbing oleh Farida Patittingi dan I Made Suwitra)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) bentuk penguasaan

Warga Negara Asing dalam kegiatan Investasi di Bali dan (2) kedudukan hukum

Warga Negara Asing dalam Investasi di Bali.

Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, dimana

penelitian ini diarahkan untuk mengetahui model investasi bagi Warga Negara

Asing dalam bidang pertanahan dan kaidah pengaturan. Adapun bahan hukum

yang dipergunakan, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan (1) penguasaan Hak atas Tanah oleh Warga Negara Asing untuk Investasi di Bali, diberikan suatu hak penguasaan atas tanah yaitu Hak Pakai. Hak Pakai tersebut, bisa Hak Pakai atas Tanah Negara, Hak Pakai atas Tanah Hak Milik, dan juga Hak Pakai atas Tanah Hak Pengelolaan, dan (2) kedudukan hukum Warga Negara Asing dalam kegiatan Investasi di Bali, yaitu dengan mendapatkan Hak Pakai atas Tanah, merupakan suatu kepastian hukum dalam melakukan investasi yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Bentuk penguasaan atas tanah selain Hak Pakai, berindikasi pada penyelundupan hukum, karena pada saat ini WNA yang berinvestasi dalam bidang pertanahan masih ada yang menggunakan nominee, sehingga kedudukan hukumnya menjadi lemah. Kata Kunci : Hak Pakai, Investasi

Page 3: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

P E R N Y A T A A N

Nama : I Gusti Ngurah Oka Sanditya Pratama Putra

N I M : P3600211062

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul

“KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM

PENGUASAAN HAK ATAS TANAH UNTUK INVESTASI DI BALI”,

adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal yang bukan karya saya,

dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar

pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya di atas tidak

benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik, yang berupa

pencabutan tesis dan gelar yang saya telah peroleh dari tesis tersebut.

Makassar, Mei 2013

Yang membuat pernyataan,

I Gusti Ngurah Oka Sanditya Pratama Putra

Page 4: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang

Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) karena atas berkah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul

“Kedudukan Hukum Warga Negara Asing Dalam Investasi di

Indonesia”.

Tesis ini dapat terselesaikan atas bimbingan dari Ibu Prof.

Dr. Farida Patittingi, S.H.,M.H., selaku Pembimbing Utama dan

Bapak Dr. I Made Suwitra, S.H.,M.H., selaku Pembimbing

Pendamping yang senantiasa meluangkan waktu, pikiran dan

tenaganya dalam membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga

penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Untuk itu, dengan penuh

hormat, perkenankan penulis menghaturkan terima kasih yang tiada

terhingga.

Rasa hormat dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan

juga kepada Tim Penguji Tesis, yaitu Bapak Prof. Dr. Aminuddin

Salle, S.H.,M.H., Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri S.H.,M.S., dan Ibu

Dr. Wiwie Heryani, S.H., M.H. serta kepada Ketua Pengelola

Program Studi Magister Kenotariatan, Ibu Dr. Hj. Nurfaidah Said,

S.H., M.H., M.Si., dan Bapak Kahar Lahae, S.H.,M.H. selaku

Sekretaris serta staf atas perhatian dan pelayanannya yang sangat

baik.

Page 5: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Semoga tesis ini dapat dijadikan langkah awal untuk

mengkaji permasalahan penguasaan atas tanah oleh Warga Negara

Asing melalui perjanjian-perjanjian yang nantinya diharapkan dapat

meningkatkan nilai investasi bagi perekonomian di Indonesia pada

umumnya, dan di Bali pada khususnya.

Makassar, April 2013

Penulis

Page 6: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA v ABSTRAK vi ABSTRACT vii DAFTAR ISI viii BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................................ 10

C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 11

D. Manfaat Penelitian................................................................................ 11

E. Orisinalitas Penelitian........................................................................... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Kerangka Konseptual............................................................................ 18

1. Konsep Penguasaan Hak Atas Tanah di

Indonesia............................................................ 18

2. Penguasaan Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara

Asing.............................. 23

3. Pengaturan Hukum Terhadap Penguasaan Hak Atas Tanah Bagi

Warga Negara Asing........................................................................ 27

4. Pengaturan Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing

Melalui Perjanjian............................................................................ 31

Page 7: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

5. Bentuk Perjanjian dalam Penguasaan Tanah oleh Orang

Asing.................... 33

6. Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing dengan Instrumen

Perjanjian.......... 36

7. Konsep Perlindungan Hukum dalam Penguasaan dan Pemilikan Tanah................. 38

` 8. Asas Kepastian Hukum dalam Penguasaan dan Pemilikan Tanah

di Indonesia bagi Warga Negara Asing .......................................... 43

A. Konsep Negara Hukum................................................................ 43

B. Konsep Hukum Tanah Nasional................................................... 44

B. Kerangka Teoritik.................................................................................. 47

1. Teori Penguasaan dan Pemilikan Tanah........................................ 48

2. Teori Perlindungan Hukum............................................................. 54

C. Definisi Operasional............................................................................. 56

D. Kerangka Berpikir................................................................................ 57

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................ 57

B. Bahan Hukum..................................................................................... 58

C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.................................................... 60

D. Analisis................................................................................................ 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Investasi Warga Negara Asing di Bali................................................ 62

1. Bentuk perjanjian dalam investasi oleh Warga Negara Asing........ 62

Page 8: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

2. Syarat-syarat perjanjian yang berupa Akta Otentik...................... 72

3. Akta Notaris sebagai Akta Otentik................................................ 74

4. Legalitas Suatu Perjanjian............................................................ 76

5. Sebab-sebab batalnya suatu perjanjian....................................... 77

B. Kedudukan Hukum Warga Negara Asing dalam Penguasaan Tanah

1. Jual Beli Tanah Secara Nominee.................................................. 87

2. Legalitas Jual Beli Tanah Secara Nominee dengan pembebanan

Hak Tanggungan........................................................................... 90

3. Legalitas Perjanjian Nominee........................................................ 94

4. Perjanjian Nominee sebagai sarana investasi bagi Warga

Negara Asing............................................................................... 101

1. Aspek Yuridis penguasaan Tanah bagi Warga Negara

Asing....................................................................................... 101

2. Perjanjian Nominee sebagai alternatif penguasaan tanah oleh

Warga Negara Asing.................................................................. 106

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan.................................................................................

. 110

B. Saran..................................................................................... 111

DAFTAR BACAAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Page 9: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan

kepada manusia untuk dikelola, digunakan dan dipelihara sebaik-baiknya

sebagai sumber kehidupan dan penghidupan. Manusia diberikan kepercayaan

untuk mengelola dan memelihara fungsi dan kegunaan tanah, sebab manusia

diciptakan sebagai mahluk yang sempurna yang memiliki akal pikiran,

sehingga Tuhan Yang Maha Esa menundukkan alam semesta ini termasuk

tanah dibawah penguasaan dan pengelolaan manusia. Kehidupan ekonomi

masyarakat dewasa ini telah membuat tanah menjadi komoditas dan faktor

produksi yang dicari oleh manusia. Peningkatan jumlah penduduk di setiap

negara yang sangat pesat telah meningkatkan permintaan akan tanah guna

keperluan tempat tinggal dan tempat usaha.

Mengingat kenyatan bahwa tanah merupakan sumber daya alam yang

tidak dapat diperbaharui dan mengingat akan pentingnya tanah bagi

kehidupan manusia, Indonesia sebagai negara agraris memandang penting

pengaturan penguasaan tanah, karena berdasarkan Undang-Undang Dasar

Tahun 1945 (selanjutnya disebut "UUD 1945"), tanah dikuasai oleh Negara

dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kemakmuran

rakyat, hal ini disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :

Page 10: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut

UUPA), disebutkan bahwa :

Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal

sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa,

termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan

tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh

rakyat.

Warga Negara Asing sesuai ketentuan UUPA berhak memiliki Hak

Pakai untuk peruntukan tanah di Indonesia, tetapi bukan Hak Milik. Status Hak

Pakai ini diberikan kepada Warga Negara Asing dan menjadi fenomena

hukum yang tidak memberikan kepastian atas kepemilikan tanah di Indonesia.

Perkembangan pariwisata baik usaha kepariwisataan yang kecil,

menengah dan besar dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan

sektor-sektor pembangunan lainnya agar dapat saling menunjang. Untuk

meningkatkan perkembangan kepariwisataan, dilakukan langkah-langkah

yang terarah dan terpadu untuk pengembangan obyek-obyek wisata serta

kegiatan promosi baik di dalam maupun di luar negeri.

Pada dasarnya pembangunan kepariwisataan merupakan kelanjutan

serta peningkatan dari pembangunan sebelumnya serta dengan

pengembangan dan pendayagunaan sumber dan potensi kepariwisataan

nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan. Kegiatan

Page 11: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

kepariwisataan tentunya dapat memperkenalkan keindahan alam dan nilai-

nilai budaya bangsa yang beraneka ragam yang pada akhirnya juga dapat

meningkatkan pembangunan di daerah.

Disamping itu pembangunan di sektor-sektor lainnya juga mendukung

kemajuan kepariwisataan, seperti dengan adanya pembangunan di bidang

perhubungan yang meliputi perhubungan darat, laut dan udara serta

telekomunikasi akan diarahkan untuk memperlancar arus manusia, barang

dan jasa serta informasi ke seluruh tanah air. Kenyataan ini dapat

memperlancar roda perekonomian serta memperkokoh persatuan dan

kesatuan bangsa. Kemajuan yang dicapai dalam perhubungan, tidak saja

berpengaruh di dalam negeri tetapi juga mempengaruhi hubungan luar negeri.

Hal ini terbukti dengan banyak terdapat pelabuhan, baik pelabuhan laut

maupun udara yang dapat disinggahi secara langsung untuk membawa para

wisatawan masuk ke Indonesia dan Bali khususnya.1

Persoalan tentang hak atas tanah merupakan persoalan yang sentral

dalam sistem hukum agraria kita. Dalam Negara yang berkembang, seperti

Indonesia dengan jumlah penduduk yang kian hari kian semakin bertambah

mengakibatkan semakin dituntutnya kejelasan mengenai status hak atas

tanah. Hal ini jelas diperlukan untuk memastikan hak yang melekat atas tanah

tersebut.

Dengan kemajuan pariwisata mancanegara yang datang ke Bali dan

didukung oleh transportasi penerbangan langsung ke Bali maka banyak

Warga Negara Asing yang datang ke Bali dengan macam-macam tujuan

1 Oka Yoeti, 1996, Anatomi Pariwisata Indonesia, Angkasa, Bandung, hal 79

Page 12: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

diantaranya untuk berlibur, berlibur sambil berbisnis, bekerja, belajar

kebudayaan, penelitian dan sebagainya, sehingga keberadaan mereka di Bali

ada yang tinggal beberapa hari dan adapula untuk jangka waktu yang lama

dan sekaligus membuka usaha.

Bagi mereka yang harus tinggal lama sesuai dengan maksud dan

tujuan di atas maka banyak di antara mereka yang ingin memiliki tempat

tinggal yang permanen seperti layaknya orang-orang Indonesia khususnya

orang-orang lokal (Bali) dengan rumah yang memadai dan memiliki kebun dan

tidak bertingkat tinggi seperti di Negara mereka tanpa melalui syarat-syarat

serta peraturan-peraturan yang sulit.

Sebagai dasar pertimbangan dari perubahan kebijakan pemerintah

dalam hal pertanahan nasional saat ini yaitu melihat usaha dari Negara-

Negara tetangga khususnya Australia dan Singapura yang berlomba-lomba

menarik investor perorangan (asing) untuk menanamkan modalnya dalam

pembelian rumah atau apartemen di Negara-Negara yang bersangkutan yang

berimplikasi terhadap masuknya devisa ke Negara-Negara bersangkutan.

Warga Negara Asing yang bermaksud untuk berkeinginan

menanamkan investasi dalam bentuk tanah akan terlebih dahulu

mempertimbangkan masalah kepastian hukum. Sebab salah satu aspek yang

penting dari tujuan hukum adalah kepastian hukum, artinya hukum

berkehendak untuk menciptakan kepastian dalam hubungan antar orang

dalam masyarakat.

Dengan mengetahui kepastian hukum di suatu Negara, maka Warga

Negara Asing tersebut dalam menanamkan modalnya dapat mengetahui

Page 13: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dengan jelas akibat hukum dari suatu perbuatan atau hal-hal yang harus

dipenuhi dalam melaksanakan suatu perbuatan hukum.

Sejalan dengan hal tersebut, Warga Negara Asing berusaha mencari

tahu mengenai produk hukum yang dapat menjamin kepastian hukum bagi diri

pribadi Warga Negara Asing tersebut. Kepastian hukum akan tercapai apabila

suatu peraturan dirumuskan secara jelas dan dapat menjadi pedoman untuk

pelaksanaan yang sama, dan peraturan yang ada akan dilaksanakan secara

konsekuen dan konsisten sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang

beragam.

Kecenderungan yang ada sekarang ini, para investor asing berusaha

mencari suatu produk hukum yang benar-benar dapat menjamin baik secara

hukum maupun secara ekonomi bagi investor asing tersebut.

Dalam kenyataan yang ada di masyarakat saat ini, Warga Negara

Asing lebih cenderung memakai sistem jual beli tanah dengan sistem pinjam

nama dari orang lokal (Indonesia) yang biasa disebut dengan istilah nominee

atau istilah pinjam nama.

Dengan memakai sistem pinjam nama atau nominee ini Warga Negara

Asing yang berkeinginan memiliki tanah dengan hak milik di Indonesia akan

bertindak sebagai penyandang dana atau kreditur yang memberikan dana

atau uang kepada orang lokal (Warga Negara Indonesia) untuk membeli

tanah dengan syarat-syarat dan diikuti dengan perjanjian-perjanjian yang

ditentukan oleh Warga Negara Asing sebagai perlindungan bagi pemberi dana

yang diikuti dengan pemberian hak tanggungan atas tanah yang menjadi

objek perikatan antara Warga Negara Asing dan orang lokal.

Page 14: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Sistem nominee dengan kenyataannya di masyarakat seringkali

dianggap sebagai sesuatu yang melanggar hukum karena dianggap

menyelundupkan hukum. Di sisi yang lain Warga Negara Asing yang

berkeinginan untuk bertempat tinggal di Indonesia sering pula menggunakan

hak sewa. Namun Warga Negara Asing sebagai pihak penyewa yang berada

dalam hubungan sewa menyewa dengan pemilik tanah tidak berada dalam

kedudukan sebagai pihak yang memiliki kuasa penuh atau paling berkuasa

atas obyek dari sewa menyewa tersebut.

Diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang

pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh Warga Negara Asing yang

berkedudukan di Indonesia, telah membuat perkembangan baru di bidang

hukum pertanahan nasional, jadi dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah

Nomor 41 Tahun 1996 tersebut adalah untuk memberikan suatu kepastian

hukum kepada Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia untuk

memiliki rumah tempat tinggal atas tanah tertentu.

Warga Negara Asing saat ini yang berkeinginan besar untuk memiliki

tanah ataupun rumah tempat tinggal di Indonesia dihadapkan pada kenyataan

apakah hak pakai tersebut benar-benar mampu memberikan suatu kepastian

hukum dan tidak hanya sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk menarik

investor ke Indonesia. Sehingga walaupun pemerintah telah cukup lama

mengeluarkan peraturan mengenai hak pakai, namun dalam penerapannya

jarang sekali ada Warga Negara Asing yang tertarik membeli tanah dengan

memakai sistem Hak Pakai.

Page 15: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

UUPA yang menjamin perlindungan hak-hak atas tanah yang dimiliki

pemilik tanah, dalam pelepasan hak atas tanah didasarkan pada asas

kesepakatan, memberikan landasan bagi setiap kegiatan pembangunan di

bidang perumahan dan pemukiman untuk terjaminnya kepastian hukum dan

ketertiban hukum tentang penggunaan dan pemanfaatan tanah.2

Bali sebagai salah satu tujuan wisata terbaik di Indonesia bahkan di

dunia tentunya berkaitan erat dengan dunia pariwisata. Kedatangan

wisatawan baik domestik maupun asing melalui pintu masuk pulau Bali yaitu

lewat udara melalui Pelabuhan Udara Internasional Ngurah Rai, lewat laut

melalui Pelabuhan Padang Bai dan Benoa. Di Kabupaten Badung khususnya

daerah Kuta, Legian, Seminyak dan Kerobokan merupakan daerah-daerah

dimana banyak wisatawan asing menghabiskan liburannya baik sementara

maupun menetap.

Pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali seperti dari

Amerika, Australia, Eropa, Jepang dan lain-lain terus meningkat. Keberadaan

Warga Negara Asing terdiri dari dua macam kelompok. Kelompok pertama

adalah wisatawan asing yang datang ke Indonesia (Bali khususnya) untuk

waktu yang singkat yaitu tidak lebih dari tiga bulan, dan mereka yang tinggal

lebih dari tiga bulan.

Bagi wisatawan mancanegara yang datang kemudian tinggal dalam

waktu kurang dari tiga bulan tentu tidak ada masalah, karena di Bali banyak

tersedia sarana-sarana akomodasi dari hotel berbintang lima sampai hotel

melati dan losmen/pondok wisata untuk tempat menginap selama mereka

2 AP.Parlindungan, 1994, Bunga Rampai “ Hukum Agraria Serta Landreform” Bagian II,

Mandar Maju, Bandung, Hal.31

Page 16: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

berada di Bali. Namun bagi mereka yang tinggal di Bali untuk jangka waktu

yang lama baik untuk tujuan bisnis atau sebagai pekerja tentu tidak

memungkinkan bagi mereka menyewa kamar hotel selama lebih dari tiga

bulan, mengingat mahalnya sewa kamar atau alasan-alasan lainnya. Karena

itulah sebagian dari mereka ada yang memanfaatkan rumah milik penduduk

untuk tempat tinggal mereka selama jangka waktu tertentu.3

Kegiatan penguasaan tanah atau rumah melalui sewa-menyewa tanah

atau rumah atau Hak Pakai, baik Hak Pakai atas tanah Negara maupun Hak

atas Tanah Hak Milik, terjadi antara Warga Negara Indonesia dengan Warga

Negara Asing atau melalui pemberian hak oleh Negara kepada Warga Negara

Asing maka menimbulkan pertautan hukum antara hukum Indonesia dengan

hukum asing dan khusus peraturan yang mengatur tentang hak sewa atas

tanah sesuai dengan keinginan UUPA, hingga saat ini belum terwujud

termasuk juga tidak ada peraturan yang mengatur secara spesifik tentang

sewa menyewa rumah antara Warga Negara Indonesia sebagai pemberi

sewa dengan Warga Negara Asing sebagai penyewa.

Hak-hak atas tanah bagi Warga Negara Asing dan/atau Badan

Hukum Asing baik untuk rumah tempat tinggal maupun untuk keperluan

bisnis, diberikan dengan syarat-syarat dan pembatasan jangka waktu.

Pembatasan tersebut diatur di dalam terdapat di dalam Pasal 42 dan

Pasal 45 UUPA yakni ketentuan Hak Pakai dan Hak Sewa.

3 Ibid, hal. 83

Page 17: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur di dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha (HGU), Hak

Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai (selanjutnya disebut dengan "PP

Nomor 40 tahun 1996"). Selain itu pembatasan tentang kepemilikan Warga

Negara Asing yang di dalamnya juga dimuat tentang Hak Pakai diatur di

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan dan

Rumah Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara Asing yang berkedudukan di

Indonesia (yang selanjutnya disebut dengan "PP Nomor 41 Tahun 1996").

Di Bali terutama di Kabupaten Badung banyak terjadi kegiatan sewa-

menyewa, baik tanah maupun rumah antara Warga Negara Indonesia dengan

Warga Negara Indonesia untuk kepentingan Warga Negara Asing melalui

Perjanjian Pinjam Nama bilamana Warga Negara Asing menyewa rumah atau

Pengakuan Utang Dengan Jaminan Fidusia, bilamana Warga Negara Asing

menyewa tanah melalui nomineenya seorang Warga Negara Indonesia, hal-

hal seperti inilah oleh banyak pihak disebut sebagai penyelundupan hukum

yang sering menimbulkan masalah hingga berujung di Pengadilan.

Untuk menjawab pertanyaan inilah menarik untuk dibahas dalam

penelitian ini dengan judul: "Kedudukan Hukum Warga Negara Asing Dalam

Penguasaan Hak Atas Tanah untuk Investasi Di Bali".

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan atas apa yang telah diuraikan dalam latar belakang

masalah, maka permasalahan hukum yang akan dibahas adalah sebagai

berikut :

Page 18: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

1. Bagaimana penguasaan tanah Indonesia bagi Warga Negara Asing

untuk keperluan Investasi di Bali ?

2. Bagaimana kedudukan hukum Warga Negara Asing Dalam Investasi di

Bali ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut maka yang menjadi

tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bentuk-bentuk penguasaan Hak atas Tanah bagi

Warga Negara Asing dalam investasi di Bali.

2. Untuk mengetahui kedudukan hukum bagi Warga Negara Asing dalam

kegiatan berinvestasi di Bali.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Dengan penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan masukan

dan acuan dalam pengembangan ilmu hukum khususnya dalam hukum

agraria yang berkaitan dengan Penguasaan Tanah terhadap Warga

Negara Asing serta kedudukan hukumnya.

2. Secara Praktis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi

instansi-instansi, badan-badan maupun masyarakat dalam mengambil

kebijakan maupun keputusan yang berhubungan dengan penguasaan

tanah terhadap Warga Negara Asing dan bentuk kedudukan hukumnya

yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi Warga

Negara Asing.

Page 19: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

E. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan

sebelumnya yang menyangkut masalah “Kedudukan Hukum Warga Negara

Asing dalam Penguasaan Hak atas Tanah untuk Investasi di Bali". Penulis

tidak menemukan Tesis maupun karya tulis lainnya yang meneliti tentang

judul tersebut diatas, namun penulis membandingkan beberapa tesis yang

mengangkat permasalahan terkait dengan penguasaan dan pemanfaataan

tanah-tanah terhadap warga Negara Asing yaitu :

1. G Agus Permana Putra, Tesis Universitas Diponegoro, Semarang, Magister

Kenotariatan 2010 dengan judul “Wanprestasi Dalam Penggunaan

Nominee Pada Perjanjian Yang Dibuat Dibawah Tangan Berkaitan Dengan

Kepemilikan Tanah Di Bali. Rumusan masalahnya adalah :

1. Apakah penggunaan Nominee pada Perjanjian dibawah tangan

sah atau tidak ditinjau dari Undang-Undang Pokok Agraria ?

2. Bagaimana akibat hukum apabila Warga Negara Indonesia

Wanprestasi dalam penggunaan Nominee pada perjanjian yang

dibuat dibawah tangan ?.

Dari hasil penelitian dapat dijelaskan Penggunaan Nominee

pada Perjanjian dibawah Tangan khususnya transaksi atas sebidang

tanah dan bangunan melanggar ketentuan Pasal 1320 ayat (4)

Burgerlijk Wetboek mengenai klausa yang dilarang oleh Undang-

undang khususnya UUPA Pasal 9 jo Pasal 21 dan Pasal 26 mengenai

kepemilikan hak atas tanah (Hak Milik) oleh Warga Negara Asing

sehingga perjanjian tersebut dapat dikatakan perjanjian simulasi yang

Page 20: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

bertentangan dengan kausa tersebut adalah dapat menjadi penyebab

perjanjian bersangkutan tidak sah atau maka perjanjian batal demi

hukum.

2. Dewi Inalya Junita Sitorus, Tesis Universitas Sumatra Utara Magister

Kenotariatan 2009 “Perjanjian Penguasaan Hak Atas Tanah Oleh

Indonesian Nominee Kepada Warga Negara Asing". Rumusan masalah

yang diangkat adalah :

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan yang diberikan peraturan

perundang-undangan dalam mengatur penguasaan Hak Atas

Tanah di Indonesia terhadap Warga Negara Asing ?

2. Bagaimanakah penerapan perjanjian penguasaan hak atas tanah

bagi WNA di Indonesia?

Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya celah hukum yang

terbuka dan dipergunakan oleh para pihak untuk mengambil keuntungan.

Celah hukum tersebut terlihat dari masih belum jelas dan kurang

sinkronnya peraturan perundang-undangan yang berlaku dari produk

Undang-Undang sampai kepada peraturan pelaksana. Tidak adanya

peraturan daerah juga menjadi kelemahan penerapan perjanjian yang

benar untuk penguasaan hak atas tanah bagi warga negara asing di

Indonesia. Upaya hukum juga diperlukan dalam mencapai suatu kepastian

hukum bagi para pihak.

3. Agus Setyadi Hadisusilo, Tesis Magister Kenotariatan Universitas

Diponegoro 2009 “Perbandingan Hukum Perolehan Hak Atas Tanah Untuk

Page 21: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Warga Negara Asing Di Indonesia Khususnya Di Pulau Batam Dengan

Warga Negara Asing Di Negara Malaysia. Permasalahan yang diajukan

dalam tesis ini adalah :

1. Bagaimana status kepemilikan tanah oleh orang asing di Batam

dan di Malaysia ?

2. Apakah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996 tentang

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing

yang berkedudukan di Indonesia dapat diberlakukan bagi orang

asing di Batam ?

Hasil penelitian dapat dijelaskan Orang asing yang tinggal di

Indonesia (Pulau Batam) yang bermaksud memiliki tanah/bangunan hanya

dapat menguasainya dengan status tanah Hak Pakai untuk jangka waktu

25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang 20 (dua puluh) tahun

dan berikutnya diperbaharui untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun.

Sedangkan untuk perusahaan asing dapat menguasainya dengan status

tanah Hak Guna Bangunan untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun dan

diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan berikutnya

dapat diperbaharui untuk jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun. Kepemilikan

rumah tempat tinggal (Recidential Housing) untuk Orang asing hanya

diperbolehkan 1 (satu) unit rumah tinggal dengan type rumah yang tidak

termasuk katagori Rumah Sangat Sederhana/Rumah Sederhana (Low

Cost Housing).

Page 22: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

4. I Nyoman Sumardika, Tesis Magister Kenotariatan UGM tahun 2007

dengan judul “Penguasaan Tanah Oleh Warga Negara Asing Di Kabupaten

Badung” Rumusan masalah yang dikemukakan dalam tesis ini adalah :

1. Bentuk perbuatan hukum apa saja yang dilakukan oleh warga

negara asing untuk mengikat warga negara Indonesia dalam

menguasai tanah di Kabupaten Badung?

2. Bagaimana bentuk penguasaan tanah oleh warga negara asing di

Kabupaten Badung yang berindikasi penyelundupan hukum ?

Dari Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bentuk perbuatan

hukum yang dilakukan oleh warga negara asing untuk mengikat warga

negara Indonesia dalam menguasai tanah di Kabupaten Badung adalah

melalui instrumen akta notaris berupa Akta Sewa Menyewa Tanah, Akta

Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak

Milik, Akta Kuasa, Akta Perjanjian Pembaharuan Hak Guna Bangunan Atas

Tanah Hak Milik, Akta Perjanjian Pendahuluan Pemberian Hak Pakai Atas

Tanah Hak Milik, Akta Perjanjian Pembaharuan Hak Pakai Atas Tanah Hak

Milik, Akta Pengakuan Hutang dengan Jaminan, Akta Pernyataan dan

Kuasa, Akta Kuasa Menggunakan dan Mendirikan Bangunan, Akta Kuasa

Menyewakan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Kuasa Menjual,

Akta Kuasa Roya, dan Akta Perpanjangan Sewa Menyewa. Adapun

mengenai bentuk penguasaan tanah oleh warga negara asing di

Kabupaten Badung yang berindikasi penyelundupan hukum adalah

terjadinya pemilikan semu berkarakter ”Hak Milik Plus” karena secara

formal Warga Negara Asing tidak memiliki tanah namun secara material

Page 23: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

melalui instrumen akta notaris, Warga Negara Asing dapat menguasai

tanah melebihi sifat hak milik, misalnya kebal hukum dan tidak hapus

karena fungsi sosial tanah.

Dari penelusuran orisinalitas penelitian yang telah dilakukan, penulis

tidak menemukan adanya kesamaan dalam hal isi maupun substansi karya

tulis yang telah dimuat sebelumnya, oleh karena itu tingkat orisinalitas

penelitian yang akan dilakukan dengan Judul "Kedudukan Hukum Warga

Negara Asing Dalam Penguasaan Hak atas Tanah untuk Investasi di Bali"

yang mengangkat 2 permasalahan yaitu : 1. Bagaimana penguasaan tanah

Indonesia bagi Warga Negara Asing untuk keperluan Investasi di Bali ? dan 2.

Bagaimana kedudukan hukum Warga Negara Asing dalam investasi di Bali ?

dapat di pertanggungjawabkan tingkat ke orisinalitasannya.

Page 24: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Konseptual

1. Konsep Penguasaan Hak Atas Tanah di Indonesia

Kebijakan (politik) hukum Agraria (Hukum Tanah) berpedoman

pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa tujuan

dikuasainya bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

oleh negara adalah guna mencapai sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.4

UUPA diundangkan pada tanggal 24 September 1960, yang

mana UUPA tersebut dilandasi oleh Pancasila dan Pasal 33 ayat (3)

UUD 1945. Lahirnya Undang-Undang tersebut diharapkan dapat

merombak sistem keagrariaan Indonesia yang sebelumnya bersifat

dualisme dan individualisme yang disebabkan oleh kondisi tertentu.

Penyesuaian itu bersifat mendasar atau fundamental, karena

baik mengenai struktur perangkat hukumnya, mengenai konsepsi yang

mendasarinya, maupun isinya, yang dinyatakan di dalam UUPA harus

sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi

keperluannya menurut permintaan zaman.

4 Alvi Syahrin, 2009, Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, hal 16

Page 25: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Di dalam Penjelasan Umum I UUPA dinyatakan bahwa terdapat

3 (tiga) tujuan pokok5, yakni :

a. meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional

yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran,

kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama

rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

b. meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

c. meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum

mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Berdasarkan Penjelasan Umum I UUPA jelas bahwa ketiga

tujuan pokok dari UUPA tersebut membutuhkan acuan. Di dalam

hukum tanah nasional Pancasila merupakan acuan. Tidak hanya untuk

hal hukum tanah namun untuk setiap hal dalam kehidupan berbangsa

Pancasila adalah acuan. Pancasila merupakan asas kerohanian negara

Indonesia.6

Pernyataan UUPA, bahwa Hukum Tanah Nasional “berdasarkan”

Hukum Adat menunjukkan adanya hubungan fungsional antara hukum

adat dan hukum tanah nasional7. Hukum adat yang dimaksud adalah

hukum aslinya golongan rakyat pribumi, yang merupakan hukum yang

hidup dalam bentuk tidak tertulis dan mengandung unsur-unsur

5Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan

Pelaksanaannya, Jilid 1, Penerbit Djambatan, hal 219 6 Alvi Syahrin, Op.Cit, hal 16

7 Boedi Harsono, Op.Cit, hal 223

Page 26: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

nasional yang asli, yaitu sifat kemasyarakatan dan kekeluargaan, yang

berasaskan keseimbangan serta diliputi oleh suasana keagamaan.8

Pengakuan dan penerapan asas-asas tersebut dalam hukum

agraria nasional memperkuat adanya pengakuan atas hak ulayat yang

lahir dari hukum-hukum adat istiadat masyarakat Indonesia. Pada

kenyataannya masyarakat adat tersebut masih ada, dan hukum-hukum

adat yang dimaksud adalah hukum-hukum adat yang tidak memiliki

pertentangan dengan kepentingan nasional dan negara.

Di dalam UUPA diatur dan ditetapkan jenjang hak-hak

penguasaan atas tanah, yakni 9 :

a. Hak Bangsa Indonesia, hak yang disebut di dalam Pasal 1,

sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, beraspek

perdata dan publik;

b. Hak Menguasai dari Negara, yang disebut di dalam Pasal 2,

semata-mata beraspek publik;

c. Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, disebut di dalam Pasal 3,

beraspek perdata dan publik;

d. Hak-hak perorangan/individual, semuanya beraspek perdata yang

terdiri dari :

i. Hak-Hak atas Tanah sebagai hak individual ;

ii. Wakaf

iii. Hak Jaminan Atas Tanah yang disebut Hak Tanggungan.

8 Boedi Harsono, Ibid, hal 179.

9 Boedi Harsono, Ibid, hal 24

Page 27: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Berdasarkan jenjang tersebut diatas masing-masing memiliki

wewenang, kewajiban dan ketentuan-ketentuan yang mengatur sesuatu

hal yang dapat atau tidak dapat dilakukan atas tanah yang dihaki

tersebut. Perbedaan dari wewenang, kewajiban dan atau ketentuan-

ketentuan yang berlaku tersebut itulah yang selanjutnya akan menjadi

pembeda atas masing-masing hak penguasaan atas tanah tersebut.

Hak penguasaan atas tanah pada hak bangsa akan meningkat

kepada jenjang selanjutnya yakni hak menguasai dari negara. Sebagai

sebuah bangsa tentu memiliki institusi kelembagaan yang menjalankan

kelangsungan sebuah negara. Negara kesatuan Indonesia merupakan

sebuah kesatuan bangsa yang berdaulat. Menurut UUPA, hak

menguasai dari negara yang dituangkan di dalam Pasal 2 UUPA yakni :

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.

Di dalam UUPA ketiga uraian hak menguasai oleh negara

diartikan sebagai suatu amanat yang ditujukan untuk pengelolaan

dengan baik kekayaan alam dalam hal ini khususnya tanah-tanah untuk

Page 28: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

generasi sekarang dan selanjutnya. Uraian tersebut juga

menggambarkan suatu hak menguasai yang merupakan hubungan

hukum yang bersifat publik saja, yakni negara melakukan

kewenangannya untuk kepentingan masyarakatnya.

Kepentingan masyarakat atas kebijakan hak atas tanah

adalah dijaminnya perlindungan terhadap hak-hak perorangan atas

tanah. Di dalam UUPA hal tersebut diatur beberapa hak atas tanah

yang bersifat primer, yaitu :

a. Hak Milik (HM)

b. Hak Guna Usaha (HGU)

c. Hak Guna Bangunan (HGB) d. Hak Pakai (HP)

Selain hak tersebut diatas terdapat pula hak-hak atas tanah yang

lain yang bersifat sekunder seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak

menumpang dan hak menyewa atas tanah pertanian.

Masing-masing dari hak-hak perorangan tersebut diatur secara

umum di dalam UUPA. Hak-hak perorangan tersebut memiliki

perbedaan ketentuan dan persyaratan. Akibat hukum dari hak-hak

perorangan itu juga ada bagi para pihak yang berkaitan dengan

masing-masing hak. Ketentuan menguasai, mengalihkan dan jangka

waktu penguasaannya diatur dengan peraturan hukum yang berlaku

mulai dari UUPA dan peraturan di bawahnya.

Page 29: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Hak milik diatur di dalam Pasal 20 UUPA. Di dalam Pasal

tersebut dinyatakan bahwa hak milik adalah hak turun temurun, terkuat

dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Hak milik artinya

dapat diwariskan, terkuat dan terpenuh dinyatakan sebagai bentuk

pembeda hak milik dengan hak yang lainnya. Kedudukan hak milik

paling kuat dan paling penuh. Namun perlu diingat bahwa hak milik

tidak meniadakan fungsi sosial dari hak-hak tersebut. Hak milik dapat

dialihkan kepada pihak lain.

Hak milik menurut Pasal 21 UUPA bahwa yang dapat

mempunyai hak milik adalah warga negara Indonesia. Selain itu

terdapat beberapa badan/lembaga atau institusi yang dapat memiliki

hak milik dengan persyaratan tertentu. Namun secara tegas diatur

bahwa yang bukan orang Indonesia secara pasti dinyatakan tidak dapat

memiliki tanah di Indonesia dengan alas hak milik.

2. Penguasaan Hak Atas Tanah Bagi Warga Negara Asing

Bagi warga negara asing di Indonesia Undang-Undang

memberikan pengaturan tentang penguasaan atas tanah yang dapat

dihakinya. Hak pakai dipahami sebagai hak yang diberi kekhususan

sifat atau peruntukan penggunaan tanahnya atau atas pertimbangan

dari sudut penggunaan tanahnya dan/atau penggunanya yang tidak

dapat diberikan dengan Hak Milik, Hak Guna Usaha, atau Hak Guna

Bangunan.

Page 30: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Di dalam UUPA, Hak Pakai diatur di dalam Pasal 41 sampai

dengan Pasal 44. UUPA yang menjadi payung hukum untuk ruang

lingkup agraria adalah memberikan beberapa pilihan lembaga

penguasaan tanah yang dapat digunakan oleh Warga Negara Asing di

dalam kesempatan untuk menguasai tanah di Indonesia. Di dalam

Pasal 41 diatur tentang hak pakai, sedangkan di dalam Pasal 44

disebutkan hak sewa untuk bangunan.

Hak sewa untuk bangunan yang dimaksud ditujukan untuk

bangunan-bangunannya saja, bukan sebagaimana yang dimaksud

sebagai hak sewa untuk tanah pertanian di dalam Pasal 10 UUPA. Hak

sewa dimaksud adalah suatu bentuk hubungan hukum perjanjian sewa

menyewa rumah/bangunan yang sudah ada diatas sebidang tanah

untuk dihuni tanpa penguasaan hak atas tanahnya.10

Hak sewa untuk bangunan itu sendiri yang diatur di dalam Pasal

44 UUPA merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus.

Oleh karena itu selanjutnya tidak akan masuk di dalam pembahasan

karena yang menjadi fokus penelitian adalah hak atas tanah bukan

kepada bangunan yang ada diatas tanah tersebut, melainkan

penguasaan atas tanahnya.

Adapun hal-hal yang diatur di dalam UUPA tentang Hak pakai

adalah sebagai berikut :

a. Pasal 41 tentang definisi hak pakai termasuk di dalamnya jangka waktu dan syarat pelaksanaannya di dalam ayat 2 dan 3;

10

Maria S.W Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi Dan Implementasi , Penerbit Kompas, hal 171

Page 31: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

b. Pasal 42 tentang subjek dari hak pakai; c. Pasal 43 tentang ketentuan terhadap objek hak pakai yang diatur

ketentuannya. Ayat 1 yakni untuk hak pakai atas tanah negara dan ayat 2 untuk hak pakai atas tanah hak milik;

d. Pasal 44 dan 45 mengatur tentang hak sewa untuk bangunan

yang telah dijelaskan diatas sebagai bentuk hak pakai khusus.

Ketentuan umum yang diatur dalam 3 Pasal tersebut dalam

UUPA juga dinyatakan akan diatur dengan peraturan pelaksana

sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 50 ayat 2 UUPA.

Peraturan pelaksana tentang Hak Pakai dituangkan di dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Lahirnya PP Nomor 40 tahun

1996 diharapkan dapat menjawab tuntutan kepastian dalam

penguasaan hak atas tanah bagi Warga Negara Asing. Tujuan dari PP

Nomor 40 tahun 1996 adalah membuka peluang investasi dan

peningkatan modal asing yang akan meningkatkan pemasukan devisa

bagi Indonesia.

Di dalam aturan hukum tersebut ada pembatasan-pembatasan

namun peluang investasi tersebut terbuka tidak hanya untuk Badan

Hukum Asing melainkan individu asing yang memenuhi persyaratan

dan ketentuan sebagai berikut :

a. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia dapat

memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian dengan

hak atas tanah tertentu.

Page 32: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

b. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatas adalah Warga

Negara Asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan

manfaat bagi pembangunan nasional.

Selain itu, terdapat pula aturan hukum Indonesia yang mengatur

tentang peluang bagi Warga Negara Asing untuk memiliki rumah

tempat tinggal di Indonesia yang diatur di dalam PP Nomor 41 tahun

1996.

Kedua peraturan pelaksana tersebut secara berkaitan dan saling

melengkapi mengatur tentang hak bagi warga negara asing untuk

memiliki tanah dan/atau bangunan di Indonesia. Secara tegas hal

tersebut dibedakan bahwa di dalam PP Nomor 40 tahun 1996 yang

diatur adalah hak atas tanah. Di dalam PP Nomor 41 tahun 1996 yang

diatur adalah bangunan yang dimiliki oleh Warga Negara Asing diatas

tanah yang bukan merupakan miliknya.

Aturan-aturan hukum mengenai penguasaan warga negara asing

terhadap tanah dan/atau bangunan di Indonesia yang dapat

dikuasainya tidak hanya peraturan pelaksana tersebut diatas,

melainkan terdapat beberapa peraturan lain. Inventarisasi peraturan-

peraturan yang dilakukan adalah secara khusus mengatur tentang hal

itu

Page 33: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

3. Pengaturan Hukum Terhadap Penguasaan Hak Atas Tanah Bagi

Warga Negara Asing

Berdasarkan ketentuan-ketentuan diatas maka dapat dijadikan

pedoman untuk mengetahui sejauh mana peraturan pelaksana tentang

kepemilikan Warga Negara Asing di dalam menguasai tanah akan

diperoleh. Acuan keterkaitan tersebut akan menghasilkan peraturan-

peraturan lain yang terkait di dalamnya.

Di dalam memperoleh hasil analisis dari inventarisasi peraturan

perundang-undangan yang mengatur tentang penguasaan tanah oleh

Warga Negara Asing atas tanah di Indonesia maka perlu dibuat sebuah

pedoman. Sesuai dengan tujuan yang diatur di dalam Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang merupakan dasar

negara maka bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat.

Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur

berkaitan dengan Penguasaan dan Pemilikan hak atas Tanah bagi

Warga Negara Asing adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria ;

b. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;

c. Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian;

Page 34: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah;

e. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia;

f. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman

Modal;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna

Bangunan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai ;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Warga Negara Asing

Yang Berkedudukan Di Indonesia ;

i. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN 7/ 1996 jo 8/

1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau

Hunian Oleh Warga Negara Asing ;

Dalam tatanan hukum pertanahan Nasional, hubungan hukum

antar orang baik yang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI)

maupun Warga Negara Asing, serta perbuatan hukumnya yang terkait

dengan tanah telah diatur dalam UUPA (Lembaran Negara Tahun 1960

No. 104, Tambahan Lembaran Negara No. 2943).

Dalam pasal 9 UUPA, dianut asas Nasionalitas, yaitu hanya

Warga Negara Indonesia sajalah yang dapat mempunyai hubungan

sepenuhnya dengan tanah sebagai salah satu bagian dari bumi dalam

Page 35: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

frasa (kata atau kalimat) yang termuat di dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD

1945.

Hubungan yang dimaksud adalah dalam wujud Hak Milik.

Sedangkan bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing yang

mempunyai Perwakilan di Indonesia dapat diberikan pula hak, yaitu

hanya sebatas Hak Pakai Atas Tanah saja. Pelanggaran terhadap hak

tersebut, disertai akibat hukumnya diatur di dalam Pasal 26 Ayat (2)

UUPA.

Hubungan hukum antara Warga Negara Asing dan Badan

Hukum Asing dengan tanah dalam bentuk Hak Pakai sebagaimana

dimuat dalam Pasal 42 UUPA telah dijabarkan lebih lanjut dalam

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas

Tanah.

Pada kurun waktu yang bersamaan ketika industri dan property

(perumahan) mengalami kemajuan yang sangat pesat pada dekade

tahun 1990-an, timbul gagasan untuk memasarkan Properti kepada

Warga Negara Asing, oleh sebab itu hal yang cukup mengejutkan pada

masa itu bahwa Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 1996 diterbitkan secara bersamaan waktunya dengan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1996, yakni pada

Tanggal 17 Juni 1996.

Page 36: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 41 Tahun 1996 itu meperoleh banyak tanggapan baik yang pro

maupun kontra, dengan sigap Pemerintah Indonesia menerbitkan dua

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Pusat RI Nomor 7 Tahun 1996

dan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Pusat RI Nomor 8 Tahun

1996 yang keduanya terbit dalam hanya selang waktu seminggu saja,

yakni 7 Oktober 1996 dan 15 Oktober 1996.

Kesigapan Pemerintah menyiapkan aturan hukum sebagai

pelaksana PP Nomor 40 dan PP Nomor 41 Tahun 1996 tersebut, tidak

diimbangi oleh pihak-pihak terkait untuk menerapkannya dengan baik

dan konsisten sesuai dengan amanat Peraturan Perundang-undangan

yang telah dibuat tersebut.

Yang disebut dengan penyelundupan hukum oleh Warga Negara

Asing, tujuannya adalah untuk dapat menguasai Hak Milik atas tanah di

Indonesia, sehingga beberapa cara yang ditempuh oleh Warga Negara

Asing, seperti menggunakan/membuat sebuah paket perjanjian antara

Warga Negara Asing sebagai penerima kuasa dan Warga Negara

Indonesia sebagai pemberi kuasa yang pada intinya memberikan

wewenang sepenuhnya kepada Warga Negara Asing selaku penerima

kuasa, untuk menguasai hak atas tanah dan segala hak-hak lain yang

menyertainya, dan melakukan suatu perbuatan hukum apapun atas

tanah tersebut baik berupa pengelolaan maupun pengambilan

manfaatnya atas dasar perjanjian dimaksud.

Page 37: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Salah satu upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk

mencegah upaya penyelundupan hukum dimaksud, seperti

menerbitkan PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan

Rumah/Tempat Tinggal oleh Warga Negara Asing yang berkedudukan

di Indonesia, dengan segala pengaturan dan pencegahan serta

meminimalisir segala bentuk pelanggaran dan kerugian Negara akibat

ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut.

4. Pengaturan Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing Melalui Perjanjian

Konsepsi penguasaan tanah melahirkan hak penguasaan tanah oleh

Negara dan individu. Negara dan individu adalah dua hal yang berbeda dalam

hubungannya dengan tanah. Hubungan individu dengan tanah melahirkan

hak dan kewajiban, sedangkan hubungan Negara dengan tanah melahirkan

kewenangan dan tanggung jawab.

Otoritas penguasaan tanah oleh Negara sebagaimana tercermin pada

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Amandemen ke-IV diartikan dengan hak

penguasaan yang di dalam Pasal 2 ayat (2) UUPA menetapkan sebagai

berikut :

Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) Pasal ini, memberi

wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan,

dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut;

b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air, dan ruang angkasa;

Page 38: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-

orang dan perbuatan-perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang

angkasa.

Berlandaskan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 Amandemen IV, UUPA

tidak menggunakan konsep domein Negara atas tanah seperti dianut oleh

Pemerintah Hindia Belanda. Negara bukanlah sebagai pemilik tanah. Dalam

penjelasan UUPA angka II (2) disebutkan sebagai berikut :

tidak perlu dan tidaklah pada tempatnya bahwa bangsa Indonesia atau

Negara bertindak sebagai pemilik tanah, adalah lebih tepat jika Negara

sebagai organisasi kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) bertindak

selaku Badan Penguasa itu.

Kekuasaan Negara atas tanah yang sudah dipunyai orang dengan

sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa jauh

Negara memberi kekuasaan kepada yang mempunyai hak atas tanah untuk

menggunakannya, sampai disitulah kekuasaan Negara tersebut. Konsepsi

penguasaan Negara berkaitan dengan tugas dan wewenang Negara untuk

memajukan kesejahteraan rakyat, yang secara teoritik dikenal dengan Negara

yang menganut paham Negara Kesejahteraan (welfare state). Dalam Negara

kesejahteraan, maka individu tetap diakui hak-haknya, sekalipun terbatas

bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Menurut Boedi

Harsono, hak-hak perseorangan yang diberi hak untuk memakai dalam arti

menguasai, menggunakan dan/atau mengambil manfaat tertentu berupa :11

11

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, Hal.27-28.

Page 39: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

a. Hak-hak atas tanah yang akan tetap berupa Hak Milik, Hak Guna

Usaha,Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai sebagai hak-hak atas tanah

tertulis yang bersifat nasional serta hak-hak atas tanah lain dalam

Hukum Adat setempat.

b. Hak atas tanah wakaf, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 28 Tahun

1977 sebagai pelaksanaan dari Pasal 49 UUPA.

c. Hak Tanggungan sebagai satu-satunya hak jaminan atas tanah dalam

Hukum Tanah Nasional, sebagaimana diatur dalam Undang- Undang

Nomor 4 Tahun 1996.

Penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing harus berdasarkan

perbuatan hukum atau peristiwa hukum tertentu. Perbuatan hukum yang

memberikan hak kepada Warga Negara Asing untuk menguasai tanah di

Indonesia antara lain : pemberian hak oleh Negara atau pemerintah, jual beli,

perjanjian pemberian hak oleh pemilik hak milik atas tanah dan perjanjian

pemberian hak sewa untuk bangunan. Sedang peristiwa hukum yang

memberi mereka hak adalah karena pewarisan.

5. Bentuk Perjanjian dalam Penguasaan Tanah oleh Orang Asing

Konsep penguasaan tanah pada hakikatnya bersifat faktual yang

mementingkan kenyataan pada suatu saat. Secara normatif, konsep

penguasaan bersifat sementara dalam artian masih membutuhkan kembali

adanya kepastian hukum lebih lanjut mengenai hubungan antara pihak yang

menguasai dengan obyek yang dikuasai.

Dengan demikian masalah penguasaan tanah tidak dapat diabaikan

sama sekali oleh hukum. Untuk sahnya tindakan penguasaan tanah oleh

Page 40: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Warga Negara Asing maka dibutuhkan peraturan perundang-undangan yang

bersifat melindungi tindakan penguasaan tanah bersangkutan. Peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan penguasaan tanah oleh Warga

Negara Asing dan Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di

Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPA.

Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan hukum menimbulkan suatu

perjanjian, hal ini berkaitan dengan syarat substansif utama perjanjian yakni

adanya perjumpaan kehendak dari para pihak yang terkait. Sejalan dengan

hal ini Herlien Budiono, mengatakan tentang ciri atau karakteristik dari

perjanjian, yakni : Perjanjian bentuknya bebas, namun untuk beberapa

perjanjian, suatu bentuk khusus dipersyaratkan oleh perundang-undangan :

a. Tindakan hukum harus terbentuk oleh atau melalui kerjasama dari dua

pihak atau lebih;

b. Pernyataan-pernyataan kehendak yang berkesuaian tersebut tergantung

satu dengan yang lainnya;

c. Kehendak dari para pihak harus ditujukan untuk memunculkan akibat

hukum;

d. Akibat hukum ini dimunculkan demi kepentingan salah satu pihak dan

atas beban pihak lainnya, atau demi kepeningan dan atas beban belah

pihak secara timbal balik.12

12

Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbagan bagi Perjanjian Indonesia, Cetakan pertama, Citra

Aditya Bakti, Bandung, hal.76

Page 41: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Pada dasarnya Nominee adalah orang yang diangkat atau ditunjuk.

Nominee digunakan Warga Negara Asing untuk kepentingan kepemilikan hak

atas tanah. Warga Negara Asing tidak berhak memiliki tanah di Indonesia,

oleh karena itu, Warga Negara Asing menggunakan cara Nominee agar dia

dapat menikmati obyek tanah secara menyeluruh. Dalam praktik di lingkup

Kenotariatan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), pemakaian Nominee

bukan lagi hal yang tabu. Beberapa Notaris di Badung menggunakan

Nominee untuk memberikan kenyamanan dan sugesti perlindungan hukum

bagi kliennya.

Dalam praktiknya terjadi penyelundupan hukum oleh Warga Negara

Asing untuk menguasai Hak Milik melalui berbagai cara, pada umumnya

dengan membuat satu paket perjanjian antara Warga Negara Asing sebagai

penerima kuasa dan Warga Negara Indonesia sebagai pemberi kuasa yang

memberikan kewenangan kepada Warga Negara Asing untuk menguasai hak

atas tanah dan melakukan segala perbuatan hukum terhadap tanah tersebut,

yang secara yuridis dilarang oleh Undang- Undang, dalam hal ini UUPA.

Pihak-pihak yang terkait punya hak dan kewajiban yang sudah

tertuang dalam kesepakatan perjanjian tersebut. Warga Negara Indonesia

hanya dipinjam namanya saja untuk membeli tanah dari pihak pemilik tanah,

tentunya semua pembiayaan bersumber dari Warga Negara Asing tersebut.

Terjadinya wanprestasi dalam proses transaksi jual beli sebidang tanah

mempunyai akibat hukum bagi kedua belah pihak yang terkait.

6. Penguasaan Tanah oleh Warga Negara Asing dengan Instrumen

Perjanjian

Page 42: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Perjanjian yang mengatur hubungan hukum antara Warga Negara

Asing dengan orang Indonesia sebagaimana diatur dalam Buku III Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer). Dalam hubungan hukum

perjanjian tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik.

Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak

lain, dan pihak lain wajib memenuhi tuntutan itu, demikan pula sebaliknya.

Pihak yang berhak menuntut disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib

memenuhi tuntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.

Prestasi adalah obyek perjanjian, yaitu sesuatu yang dituntut kreditur terhadap

debitur atau sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur terhadap kreditur.

Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau dapat dinilai dengan

uang. Penegasan tentang varian perjanjian dalam penguasaan tanah Hak

Milik oleh Warga Negara Asing seperti itu juga dijumpai pada pendapat Maria

S.W. Sumardjono bahwa adapun varian perjanjian yang dimaksudkan secara

garis besar dikemukakan terdiri dari :

1) Perjanjian Induk yang terdiri dari dari Perjanjian Pemilikan Tanah (land

agreement) dan Surat Kuasa;

2) Perjanjian Opsi

3) Perjanjian sewa-menyewa (lease agreement)

4) Kuasa Menjual (power of attorney to sell)

5) Hibah Wasiat; dan

Page 43: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

6) Surat Pernyataan Ahli Waris.13

Dalam praktik sehari-hari adalah memberikan kemungkinan bagi

Warga Negara Asing memiliki tanah yang dilarang oleh UUPA adalah dengan

jalan “meminjam nama” (Nominee) Warga Negara Indonesia dalam

melakukan jual beli, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi aturan.

Akan tetap disamping itu dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara Warga

Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing dengan cara pemberian

kuasa, yaitu kuasa mutlak, yang memberikan hak yang tidak dapat ditarik

kembali oleh pemberi kuasa (Warga Negara Indonesia) dan memberikan

kewenangan bagi penerima kuasa (Warga Negara Asing) untuk melakukan

segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah tersebut, yang

menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak (Warga Negara

Indonesia).

Sehingga pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah.

Selanjutnya menurut pendapat Maria S.W Sumardjono menyebutkan adanya

indikasi pemindahan hak atas tanah secara terselubung, misalnya dapat

terjadi hal-hal sebagai berikut :

1) Uang sewa dibayar sekaligus atau uang pengganti untuk menyerahkan

hak pakai besarnya kurang lebih sama dengan harga tanah itu.

2) Jangka waktu perjanjian (sewa) melampui batas kewajaran.

13

Maria S.W. Sumardjono, 2007, “Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta

Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing”, Kompas, Jakarta, hlm 14

Page 44: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

3) Pemilik hanya dapat meminta kembali tanahnya dengan membayar

kembali sebesar harga tanah yang sebenarnya.

7. Konsep Perlindungan Hukum dalam Penguasaan dan Pemilikan Tanah

Salah satu perlindungan hak asasi manusia yang penting di Indonesia

adalah perlindungan terhadap hak milik. Sebagaimana dikutip, pengertian

istilah hak dalam Black’s Law Dictionary pengertian hak sangat luas.

as a noun, taken an abstract sense means justice, ethical correctness or

consonance with the rules of law or the principles of morals... Rights are

defined generally as power of free action. And the primal rights pertaining to

men are enjoyed by human beings purely as such, being grounded in

personality, and existing entecedently to their recognition by positive law. But

leaving the abstract moral sphere, and giving to the term a juristic content, a

rights is well defined as a capacity residing in one man of controlling, with the

assent and assistance of the state, the actions of others.

Asas perlindungan bagi warga negara Indonesia untuk mempunyai hak

milik atas tanah yakni asas yang menyatakan bahwa hak milik tidak dapat

dipunyai oleh Warga Negara Asing dan pemindahan hak milik kepada Warga

Negara Asing dilarang dengan ancaman batal demi hukum. Warga Negara

Asing hanya dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang luas dan jangka

waktunya terbatas. Peraturan mengenai asas perlindungan ini diatur dalam :

1. Pasal 9 ayat 1 jo.Pasal 21 ayat 1 UUPA yang menyatakan bahwa:

hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan

yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Page 45: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

2. Pasal 21 yang dengan tegas UUPA menyatakan bahwa hanya Warga

Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia yang telah ditetapkan

oleh Pemerintah yang dapat memiliki tanah.

3. Bagi mereka yang mempunyai status Warga Negara Asing hanya

diperbolehkan menguasai hak atas tanah dengan status hak pakai.

Dasar dari penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing dan Badan

Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia secara garis

besar telah diatur dalam Pasal 41 & Pasal 42 UUPA dan diatur lebih

lanjut dalam PP Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Bangunan,

Hak Guna Usaha dan Hak Pakai atas tanah. Berdasarkan peraturan

perundangan yang berlaku tersebut, maka Warga Negara Asing yang

berkedudukan di Indonesia atau Badan Hukum Asing yang memiliki

perwakilan di Indonesia hanya diberi Hak Pakai. Dengan demikian tidak

dibenarkan Warga Negara Asing atau Badan Hukum Asing memiliki

tanah dan bangunan dengan status Hak Milik.

4. Hak milik kepada Warga Negara Asing dilarang (Pasal 26 ayat 2 UUPA),

dan pelanggaran terhadap Pasal ini mengandung sanksi “Batal Demi

Hukum".

5. Pemerintah juga telah menerbitkan PP No. 41 tahun 1996 yang

mengatur tentang pemilikan Rumah Tinggal atau hunian oleh Warga

Negara Asing. Peraturan Pemerintah ini berisi antara lain:

- Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia

diperkenankan untuk memiliki 1 rumah tinggal (Satuan Rumah

Susun) yang dibangun di atas tanah Hak Pakai. Rumah yang berdiri

Page 46: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

di atas tanah Hak Pakai tersebut dapat berasal dari Hak Pakai atas

Tanah Negara atau Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Milik

yang diberikan oleh Pemegang Hak Milik. Pemberian Hak Pakai oleh

pemegang Hak Milik ini diberikan melalui akta PPAT & perjanjiannya

harus dicatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat Hak Milik atas tanah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 terdapat syarat,

Warga Negara Asing yang dapat mempunyai rumah tinggal di Indonesia

adalah Warga Negara Asing yang kehadirannya memberikan manfaat bagi

pembangunan nasional. Warga Negara Asing tersebut dibatasi boleh memiliki

satu rumah tempat tinggal berupa rumah yang berdiri sendiri, atau satuan

rumah susun, yang dibangun diatas tanah hak pakai. Hak pakai tersebut

diberikan paling lama untuk jangka waktu 25 tahun. Berbeda dengan jenis hak

berjangka waktu lainnya seperti hak guna bangunan, hak guna usaha dan hak

pakai (yang bukan untuk Warga Negara Asing) dapat diperpanjang untuk

waktu tertentu setelah jangka waktu pemberian pertama berakhir. Jangka

waktu Hak Pakai rumah tinggal untuk Warga Negara Asing adalah 25 (dua

puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang selama 20 (dua puluh) tahun,

namun setelah perpanjangan Hak Pakai tersebut habis, WNA dapat

memperbaharui Hak Pakai itu selama 25 (dua puluh lima) tahun lagi, dengan

ketentuan Warga Negara Asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.

Jangka waktu yang ’hanya’ 25 (dua puluh lima) tahun tersebut dinilai

banyak kalangan sudah tidak kondusif dengan perkembangan dunia global

sekarang ini, tidak menarik minat Warga Negara Asing untuk membeli rumah

di Indonesia. Sebagai perbandingan, Singapura membolehkan warga negara

asing untuk memiliki bangunan komersial, hotel dan hunian dengan jangka

Page 47: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

waktu hak tanah 99 tahun, dan untuk industri diberikan 60 tahun. Di Thailand,

hak sewa menyewa dengan warga negara asing berlaku selama 30 tahun

dengan perpanjangan 30 tahun. Sedangkan di Kamboja antara 70 sampai

dengan 99 tahun.

Namun demikian UUPA tidak menutup sama sekali kesempatan warga

negara asing dan badan hukum asing untuk mempunyai hak atas tanah di

Indonesia. Warga Negara Asing dapat mempunyai hak atas tanah di

Indonesia, tetapi terbatas, yakni hanya boleh dengan status Hak Pakai.

Sehingga dari prinsip nasionalitas ini, semakin jelas kepentingan Warga

Negara Indonesia diatas segala-galanya baik dari segi ekonomi, sosial, politis

dan juga dari sudut Hankamnas untuk menciptakan asas perlindungan bagi

Warga Negara Indonesia untuk mempunyai hak milik atas tanah.

Jadi bisa ditegaskan bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang

dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air, ruang angkasa,

dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya. Ketentuan ini mendapat

penerapan lebih lanjut dalam pengaturan Hak Milik sebagai Hak Atas Tanah

terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas tanah. Hanya Warga Negara

Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik atas Tanah. Konsekuensinya

adalah penguasaan hak atas tanah oleh Warga Negara Asing dibatasi, yakni

hanya dimungkinkan diberikan Hak Pakai atau Hak Sewa.

Asas tersebut di atas tidak berarti meniadakan peran Warga Negara

Asing dalam pembangunan Nasional. Indonesia sebagai Negara berkembang

masih sangat membutuhkan investasi asing. Oleh karena itu, untuk

mengimbangi pesatnya kebutuhan hukum dalam praktek dan untuk

Page 48: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

memberikan jaminan kepastian hukum bagi Warga Negara Asing yang ingin

memperoleh hak atas tanah di Indonesia telah dikeluarkan beberapa

peraturan, diantaranya PP Nomor 40 Tahun 1996, PP Nomor 41 Tahun 1996,

dan PMNA/Kepala BPN Nomor 7 Tahun 1996 Jo PMNA/Kepala BPN Nomor 8

Tahun 1996. Peraturan-peraturan tersebut merupakan kebijakan Pemerintah

dalam melaksanakan amanat UUPA yang memperkenankan Warga Negara

Asing yang berkedudukan di Indonesia untuk memperoleh tanah dengan

status Hak Pakai.

8. Asas Kepastian Hukum dalam Penguasaan dan Pemilikan Tanah di

Indonesia bagi Warga Negara Asing

A. Konsep Negara Hukum

Untuk memahami masalah penerapan prinsip-prinsip pembaruan

agraria dalam sistem hukum tanah nasional, maka diperlukan

pemahaman tentang konsep negara hukum, karena konsep negara

hukum menjunjung tinggi adanya system hukum yang menjamin

kepastian hukum. Berdasarkan teori sistem hukum yang dikemukakan

oleh Lawrence M. Friedman “a legal system in actual is a complex in

wich structure, substance and culture interact”14, terdiri dari 3

komponen, yaitu substansi hukum (legal substance), struktur hukum

(legal structure), dan budaya hukum (legal culture).

Negara dikatakan sebagai suatu Negara Hukum dapat dilakukan

melalui penelusuran pandangan ilmiah para ahli. Menurut pendapat

yang dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl, bahwa yang memberikan

14

Lawrence M Friedman, 1975, The Legal System, A Social Science Perspective, Rusell Sage

Foundation, New York, hal. 4

Page 49: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

unsur-unsur atau ciri-ciri dari suatu Negara Hukum adalah sebagai

berikut:

1. Adanya pengakuan akan hak-hak dasar manusia;

2. Adanya pembagian kekuasaan;

3. Pemerintahan berdasarkan Peraturan; dan

4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.15

B. Konsep Hukum Tanah Nasional

Hukum tanah nasional adalah hukum tanah Indonesia yang

tunggal yang tersusun dalam suatu sistem berdasarkan alam pikiran

hukum adat, sehingga sumber utama dalam pembangunan hukum

tanah nasional adalah hukum adat. Sebagaimana dinyatakan oleh

Boedi Harsono, yang antara lain merumuskan bahwa falsafah/konsepsi

hukum tanah nasional adalah komunalistik-religius, yang

memungkinkan penguasa tanah secara individual, dengan hak-hak

atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus

mengandung unsur kebersamaan.16 Yang dimaksudkan dengan sifat

“komunalistik” sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 Butir 1

UUPA merumuskan bahwa semua tanah dalam Wilayah Negara

Indonesia adalah tanah bersama dari seluruh rakyat Indonesia, yang

penguasaannya ditugaskan kepada Negara untuk digunakan sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

15

Oemar Seno Adji, 1966, Prasarana dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium UI Jakarta, h 24 16

Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Cetakan keduabelas (edisi revisi), Djambatan, Jakarta, h. 229

Page 50: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Selanjutnya mengenai watak “religius” tampak pada Pasal 1 Butir

2 UUPA, yang menyatakan bahwa seluruh bumi, air, dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan yang terkandung di dalamnya dalam

Wilayah Negara Republik Indonesia adalah merupakan karunia Tuhan

Yang Maha Esa.

Dibandingkan dengan Konsepsi Hukum Tanah Barat (dengan

dasar individualisme dan liberalisme) dan Konsepsi Tanah Feodal,

maka konsepsi Hukum Tanah Nasional merupakan konsepsi yang

sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa Indonesia, karena

berdasarkan alam pikiran masyarakat adat bangsa Indonesia. Dari

rumusan falsafah/konsepsi Hukum Tanah Nasional tersebut diatas,

maka dapat dicermati beberapa hal sebagai berikut :17

UUPA adalah peraturan perUndang- Undang an yang menjadi

payung hukum bagi bidang agraria. Hak atas tanah bagi Warga Negara

Asing diatur di dalam UUPA bahwa Warga Negara Asing hanya

memiliki Hak Pakai sebagai alas hak kepemilikan di Indonesia. Namun

selain yang diatur di dalam UUPA terdapat Undang-Undang lain yang

memiliki keterkaitan dan mengatur tentang hak Warga Negara Asing

atas tanah di Indonesia.

Sebagaimana telah diinventarisir bahwa Undang- Undang

tersebut antara lain : Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang

Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

17

Oloan Sitorus & H.M. Zaki Sierrad, 2006, Hukum Agraria di Indonesia, Konsep Dasar dan Implementasinya, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, Yogyakarta, h. 65

Page 51: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan

Dengan Tanah, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang

Kewarganegaraan, Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang

Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal.

Masing-masing dari Undang-Undang tersebut adalah ketentuan

khusus yang memiliki keterkaitan di dalam masing-masing pasalnya terhadap

hak atas tanah bagi Warga Negara Asing. Undang-Undang Nomor 12 tahun

2002 tentang Kewarganegaraan dan Undang- Undang No. 9 tahun 1992

tentang Keimigrasian mengatur tentang definisi Warga Negara Asing atau

warga negara asing. Lahirnya Undang-Undang tentang Kewarganegaraan

mempertegas batasan hak dan kewajiban seorang warga negara dan seorang

bukan warga negara. Asas Nasionalitas tercfermin dari lahirnya Undang-

Undang tentang Kewarganegaraan tersebut.

Menjadi suatu perhatian adalah kemunculan Undang-Undang

Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sebelumnnya

Undang-Undang ini dianggap tidak berpihak kepada kepentingan

rakyat. Undang- Undang tersebut hanya membawa kepentingan para

investor atau penanam modal semata. Hal tersebut dikritisi oleh karena

mencamtumkan perubahan terhadap jangka waktu dan proses

pemberian atau terjadinya Hak Pakai.

Sebagaimana sebelumnya diatur (sebelum dilakukan judicial

review kepada Mahkamah Konstitusi dan dikabulkan sebagian) di

dalam Pasal 22 bahwa jangka waktu Hak Pakai bisa sampai dengan 70

Page 52: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

tahun. Hal tersebut bertenantang dengan asas pemerataan dan

keadilan sosial karena secara tidak langsung jangka waktu yang lama

itu menutup kemungkinan tanah tersebut dipergunakan oleh

masyarakat Indonesia umumnya. Hal tersebut juga bertentangan

karena ada pengaturan bahwa perpanjangan dapat dilakukan dimuka.

Secara tidak langsung menyatakan bahwa tanpa ada evaluasi dan

kajian maka perpanjangan hak pakai dapat dilakukan. Tentu saja hal

tersebut tidak sejalan dengan asas pemeliharaan tanah secara

berencana.

Tanah memiliki fungsi sosial selain memiliki fungsi individu. Pada saat

tanah dikuasai dengan jangka waktu yang sangat lama tanpa evaluasi berkala

dan diberikan sebagai fasilitas bagi penanaman modal asing maka memiliki

kelemahan dimana seharusnya tanah tersebut dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat. Hak Pakai dibatasi karena bertujuan untuk

memberikan kepastian dan perlindungan bagi masyarakat secara

keseluruhan. Oleh karena itu oleh Mahkamah Konstitusi permohonan judicial

review diterima sebagian (untuk Pasal 22 saja). Sejak keputusan oleh

Mahkamah konstitusi tersebut maka pengaturan jangka waktu kembali kepada

PP No. 40 tahun 1996 tentang Hak pakai.

B. Kerangka Teoritik

Kerangka teori merupakan landasan bagi peneliti dalam

melakukan kajian atau analisis yang diperoleh dalam berbagai literatur

terhadap kasus Hukum yang konkret. Teori dan/atau konsep

Page 53: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

diharapkan akan memberi wawasan berpikir untuk menemukan sesuatu

yang benar sesuai dengan tujuan penelitian.18

Dalam penelitian ini akan digunakan teori-teori, konsep-konsep,

maupun pandangan- pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai

landasan pemikiran penelitian. Pandangan-pandangan teoritis

dimaksud dijastifikasi dengan peraturan perundang-undangan dan

instrumen-instrumen hukum pertanahan.

1. Teori Penguasaan dan Pemilikan Tanah

Teori penguasaan tanah dalam sejarah hukum pertanahan di

Indonesia sejak zaman kesultanan, zaman kolonial sampai zaman

kemerdekaan, dalam praktek diperlakukan teori penguasaan tanah

berdasarkan teori Eropa, adat dan hukum nasional.

Di Eropa sebelum masa Revolusi Perancis berlaku doktrin bahwa raja

adalah penguasa segala hal di negaranya dengan semboyan “L’etat c’est Moi”

atau Negara adalah Saya, teori ini mencerminkan kekuasaan yang besar atas

tanah. Raja dianggap sebagai wakil negara dan pemilik tanah adalah negara.

Teori ini juga berlaku di Inggris dan Belanda. Indonesia sebagai negara

jajahan Belanda memberlakukan teori ini di Indonesia, yang berarti bahwa

semua tanah di Indonesia adalah milik raja dan dengan demikian oleh karena

raja takluk kepada pemerintahan kolonial, maka semua tanah di negara

jajahan dikonversi menjadi milik raja Belanda.

Pemerintah Kolonial menganggap semua tanah yang ada di Indonesia

adalah milik penguasa kolonial. Dengan memberlakukan azas domein

18

M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, hal 27

Page 54: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

verklaring, dengan arti bahwa semua tanah-tanah tidak dapat dibuktikan siapa

pemiliknya adalah menjadi tanah negara. Atas dasar teori ini maka

pemerintah kolonial dapat menyewakan tanah-tanah kepada perusahaan

onderneming dengan skala besar.

Dengan diberlakukannya teori domein verklaring oleh pemerintah

Hindia Belanda di Indonesia, dapat diasumsikan bahwa kebijakan itu didasari

atas alasan-alasan karena pemerintah Belanda menganggap raja-raja di

Indonesia yang mempunyai kekuasaan hak domein atas tanah, maka dengan

sendirinya hak domein itu juga diambil over oleh Belanda karena Belanda

memegang kedaulatan di Indonesia.

Anggapan pemerintah Belanda yang demikian itu, pada dasarnya

adalah sangat keliru. Karena tidak semua raja-raja di Indonesia mempunyai

hak domein atas tanah, khususnya di Sumatera Timur raja-raja tidak

menguasai semua tanah di wilayah kerajaannya, tetapi di wilayah

persekutuan hukum adat yang berada di bawah kekuasaan kesultanan tanah

adalah merupakan milik komunal (beschikkingsrecht). Anggota persekutuan

dari hukum adat itu dapat membuka tanah dan memungut hasil hutan dengan

seizin kepala persekutuan atau pengetua adat, hak ini merupakan hak ulayat

dalam masyarakat adat itu.

Dalam praktek fungsi domein verklaring dalam perundang-undangan

pertanahan pemerintah kolonial Belanda adalah :

a. Sebagai landasan hukum bagi Pemerintah yang mewakili Negara

sebagai pemilik tanah, untuk memberikan tanah dengan hak-hak Barat

yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek seperti hak erfpacht, hak opstal

Page 55: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dan lain-lainnya. Dalam rangka domein verklaring, pemberian tanah

dengan hak eigendom dilakukan dengan cara pemindahan hak milik

Negara kepada penerima tanah.

b. Bidang pembuktian pemilikan.19

Dalam konsep Domein Verklaring, memberikan penjelasan bahwa

negara bertindak sebagai pemilik. Pemerintah memberikan hak-hak erfpacht

atau persewaan tanah jangka panjang kepada perusahaan onderneming,

dengan mengingkari hak-hak masyarakat adat yang ada di atas tanah menjadi

objek sewa menyewa tersebut.

Kebijakan pemerintah Belanda dalam memperlakukan teori

domein verklaring ini adalah, sangat merugikan rakyat karena domein

diperlakukan di atas tanah rakyat dan memungkinkan tanah-tanah hak

ulayat diberikan kepada orang asing dengan hak sewa (erfpacht).

Pemilik tanah yang diakui menurut hukum adat Eropa adalah

raja. Raja akan membagi-bagikan tanah tersebut kepada para

bangsawan dalam bentuk suatu struktur hirarkis, dengan tujuan dua

hal: menyerahkan sebagian hasilnya sebagai upeti kepadanya, dan

memelihara para bangsawan beserta keluarganya dengan sisa hasil itu

sebagai imbalan atas kepatuhan dan kesetiaannya kepadanya.

Dalam persekutuan hukum (beschikkingsrecht), setiap anggota

persekutuan dapat mengerjakan tanah dengan jalan membuka tanah terlebih

19

Boedi Harsono, Op.Cit, hal. 43

Page 56: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dahulu dan jika mereka mengerjakan secara terus-menerus maka tanah

tersebut dapat menjadi hak milik secara individual.

Dalam hal ini bisa diperhatikan penjelasan Ter Haar tentang pemilikan

tanah adat sebagai berikut :

Hukum adat memberikan hak terdahulu kepada orang yang dulu menaruh

tanda pelarangannya atau mula-mula membuka tanah; bilamana ia tidak

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan penebangan dan pembakaran menurut

musimnya, maka orang lain bisa mendesaknya supaya memilih:

mengerjakan terus atau menyerahkan tanahnya kepadanya. Jadi tuntutan

pemilikan hak milik ini lenyap sama sekali bilamana ada lain orang

sesama anggota yang menginginkannya dan mendesak dia memilih satu

antara kedua pilihan itu.20

Bertolak dari pandangan Ter Haar ini dapat dinyatakan, bahwa

seseorang akan diakui kepemilikannya sebagai hak milik individu, apabila dia

sudah membuka terlebih dahulu tanah itu dan menggarapnya atau

merubahnya dari kondisi hutan menjadi tanah sawah atau ladang. Selama dia

masih mengerjakan tanah itu, maka dia dianggap sebagai pemiliknya. Jadi

dalam hal ini, tekanan diberikan pada hasil produksi dari tanah yang bisa

dipetiknya, sebab apabila dia tidak lagi mengerjakannya maka tanah itu bila

diambil oleh orang lain yang akan menggarapnya.

Konsep Ter Haar tersebut bisa diperjelas lagi dengan apa yang

dikatakan sebagai hak ulayat. Soerojo Wignjodipoero mengatakan berikut ini :

Sebagai seorang warga persekutuan (komunal) maka tiap individu

mempunyai hak untuk :

a. mengumpulkan hasil-hasil hutan, seperti rotan dan sebagainya.

20

Ter Haar, 1981, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K. Ng. Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 91.

Page 57: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

b. memburu hewan liar yang hidup di wilayah wewenang komunal.

c. mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar.

d. membuka tanah dan kemudian mengerjakan tanah itu terus-menerus.

e. mengusahakan untuk diurus kolam ikan di atasnya.

Dalam hak pemilikan tanah yang berlaku secara yuridis di Indonesia,

konsep ini tertuang dalam UUPA Nomor 5 Tahun 1960 pasal 2 yang berbunyi:

I. Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu, pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi seluruh rakyat.

II. Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 pasal ini memberi

wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa

tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

III. Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut

pada ayat 2 pasal ini digunakan untuk mencapai sebesar-besar

kemakmuran rakyat, dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan

kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang

merdeka, berdaulat, adil dan makmur;

IV. Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat

dikuasakan kepada Daerah-Daerah swatantra dan masyarakat-

masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan Peraturan

Pemerintah.

Page 58: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Hak menguasai negara yang dimaksudkan dalam pasal 2 UUPA

tersebut di atas adalah meliputi semua bumi, air dan ruang angkasa, baik

yang sudah dihakki oleh seorang maupun tidak. Kekuasaan tanah terhadap

tanah yang sudah dipunyai orang dengan sesuatu hak dibatasi oleh isi dari

hak itu, artinya sampai seberapa negara memberikan kekuasaan kepada

seorang yang mempunyainya untuk menggunakan haknya.

Sedangkan kekuasaan negara atas tanah yang tidak dipunyai dengan

sesuatu hak oleh seseorang atau pihak lain adalah sangat luas dan penuh.

Misalnya negara dapat memberikan tanah yang sedemikian itu kepada

seseorang atau badan hukum dengan suatu hak menurut peruntukkannya dan

keperluannya, misalnya Hak Milik dan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

atau Hak Pakai ataupun dengan memberikan hak pengelolaan pada suatu

badan penguasa.

Kekuasaan negara atas tanah-tanah ini pun sedikit atau banyak

dibatasi pula oleh hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

sepanjang kenyataan hak ulayat itu masih ada. Pengertian “penguasaan” dan

“menguasai” di atas adalah merupakan aspek publik.

Bertolak dari ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tersebut bisa diketahui bahwa yang menguasai semua tanah

adalah Negara. Namun meskipun demikian Negara tidak sewenang-wenang

dalam pemilikannya, melainkan mengusahakan dan mengolahnya demi

kepentingan umum seluruh warga Negara Indonesia. Negara menjadi

pengganti raja dalam masa pemerintahan feodal, dan negara bisa menjadi

Page 59: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

suatu lembaga hukum yang berwenang untuk melepaskan tanah dalam

bentuk peralihan hak (jual-beli, hibah, warisan).

2. Teori Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum mempunyai makna sebagai perlindungan dengan

menggunakan sarana hukum atau perlindungan yang diberikan oleh hukum,

ditujukan kepada perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan tertentu,

yaitu dengan cara menjadikan kepentingan yang perlu dilindungi tersebut ke

dalam sebuah hak hukum. Dalam ilmu hukum “Hak” disebut juga hukum

subyektif, Hukum subyektif merupakan segi aktif dari pada hubungan hukum

yang diberikan oleh hukum obyektif (norma-norma, kaidah, recht).

Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum

sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Bronislaw

Malinowski dalam bukunya berjudul Crime and Custom in Savage,

mengatakan “bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan

yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga

berperan pada aktivitas sehari-hari”.21

Menurut Roscoe Pound dalam teori mengenai kepentingan (Theory of

interest), terdapat 3 (tiga) penggolongan kepentingan yang harus dilindungi

oleh hukum, yaitu pertama; menyangkut kepentingan pribadi (individual

21

Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Sinar Grafika, Jakarta,

Hal 49.

Page 60: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

interest), kedua; yang menyangkut kepentingan masyarakat (social interest),

dan ketiga; menyangkut kepentingan umum (public interest).22

Pada abad ke-19 di Jerman dikemukakan 2 teori tentang hak yang

sangat penting dan sangat besar pengaruhnya, ialah:

1. Teori yang menganggap hak sebagai kepentingan yang terlindung (belangen theorie dari Rudolph von Jhering). Teori ini merumuskan bahwa hak itu merupakan sesuatu yang penting bagi yang bersangkutan, yang dilindungi oleh hukum. Teori ini dalam pernyataannya mudah mengacaukan antara hak dengan kepentingan. Memang hak bertugas melindungi kepentingan yang berhak tetapi dalam realitasnya sering hukum itu melindungi kepentingan dengan tidak memberikan hak kepada yang bersangkutan.

2. Teori yang menganggap hak sebagai kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan (wilsmacht theorie dari Bernhard Winscheid). Teori ini mengatakan bahwa hak itu adalah suatu kehendak yang diperlengkapi dengan kekuatan yang oleh tata tertib hukum diberikan kepada yang bersangkutan.23

C. Definisi Operasional

1. Pengaturan adalah proses, cara, perbuatan mengatur oleh yang diberi

kewenangan untuk itu berdasarkan peraturan perundang- undangan

yang berlaku.

22

Marni Emmy Mustafa, 2007, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten

di Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs-WTO, PT. Alumni, Bandung, Hal. 58.

23 Soeroso, Op.Cit. Hal. 274-275

Page 61: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

2. Penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang perorangan,

atau badan hukum dengan tanah.

3. Pemanfaatan tanah adalah kegiatan untuk mendapatkan nilai tambah

tanpa mengubah wujud fisik penggunaan tanah.

4. Warga Negara Asing yang berkedudukan di Indonesia adalah Warga

Negara Asing yang kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat

bagi pembangunan nasional.

5. Rumah Tempat Tinggal adalah Rumah yang berdiri sendiri yang

dibangun diatas bidang tanah.

6. Asas Kepastian Hukum adalah asas untuk mengetahui dengan adanya

aturan yang berlaku dan apa yang dikehendaki dari padanya.

7. Kedudukan hukum adalah status seseorang didalam melakukan

perbuatan hukum.

8. Hak atas Tanah adalah kewenangan pemegang hak untuk

menggunakan tanah untuk kepentingan yang langsung berhubungan

dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-

undang dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

9. Investasi adalah penanaman uang atau modal untuk memperoleh

keuntungan.

Page 62: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

D. Kerangka berpikir

Penguasaan tanah bagi Warga Negara Asing untuk Investasi di Bali

Penguasaan Tanah oleh Warga Negara

Asing untuk Investasi di Bali

- Tujuan Penguasaan Tanah

- Syarat Penguasaan Tanah

Kedudukan Hukum Warga Negara

Asing dalam Investasi di Bali

- Kepastian Hukum

- Fungsi hukum

Kepastian Hukum Warga Negara Asing dalam Berinvestasi di Bali

- Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 33 ayat 3)

- TAP MPR RI Nomor IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria

Dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

- UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

- PP nomor 41 Tahun 1996 Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian

Oleh Warga Negara Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia

Page 63: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu meneliti

asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum, dan sistematika hukum dengan cara

meneliti bahan pustaka yang merupakan Bahan Hukum Primer dan Bahan

Hukum Sekunder.

Sedangkan pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus, pendekatan

Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah undang-

undang dan regulasi yang bersangkaut paut dengan isu hukum yang kita

akan bahas.24 Sedangkan pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh

peneliti adalah ratio decidendi,25 yaitu alasan- alasan hukum yang digunakan

oleh hakim untuk sampai kepada putusannya ini dapat diketemukan dengan

memperhatikan fakta-fakta materiil. Fakta-fakta materiil tersebut berupa

orang, tempat, waktu, dan segala yang menyertainya asalkan tidak terbukti

sebaliknya.

B. Bahan Hukum

24

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Metode penelitian Hukum, PT Fajar Interpratama, Jakarta, hal 93

25 Ibid

Page 64: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Dalam penelitian ini akan mempergunakan bahan-bahan hukum yang

relevan dalam membahas suatu permasalahan yang di kemukakan adapun

bahan-bahan hukum yang dipergunakan adalah :

1. Bahan Hukum primer yaitu bahan bahan hukum yang mengikat,

meliputi:

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok Pokok Agraria (UUPA); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia; Peraturan Pemerintah

Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai; Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996 tentang

Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara

Asing yang Berkedudukan di Indonesia; Peraturan Pemerintah Nomor

24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 1996

tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh

Warga Negara Asing; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan

Kewenangan Pemberian dan Pembatalan keputusan Pemberian Hak

atas Tanah Negara; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Cara Pemberian dan

Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan; Keputusan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

Page 65: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

16 Tahun 1997 tentang Perubahan Hak Milik menjadi Hak Guna

Bangunan atau Hak Pakai dan Hak Guna Bangunan menjadi Hak Pakai;

2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan atau keterangan lanjutan mengenai bahan hukum primer

seperti Buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan, hasil-hasil

penelitian dan bahan-bahan seminar, serta makalah-makalah.

C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan bahan hukum yang dipakai

adalah dengan cara menginventarisasi, mengkategorisasi dan

mengklasifikasikan bahan-bahan hukum yang dipergunakan kemudian

dideskripsikan dan ditafsirkan sesuai dengan kaedah-kaedah yang ada dalam

ilmu hukum.

Kemudian untuk lebih meyakinkan penulis maka diperlukan data

penunjang berupa wawancara dengan pihak-pihak yang memungkinkan

sebagai sumber seperti Notaris/PPAT atau orang pribumi selaku

nominee/yang pernah, dan apabila memungkinkan adalah Warga Negara

Asing yang yang ada di Kabupaten Badung, Bali terkait dengan permasalahan

penyelundupan hukum tersebut.

Page 66: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

D. Analisis

Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul maka

teknik yang dipergunakan adalah dengan mendeskripkan artinya menguraikan

terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non

hukum, serta dengan menginterpretasikan asas-asas dan kaidah hukum,

serta teknik evaluasi yaitu mengevaluasi penerapan hukum yang yang telah

dilakukan.

Page 67: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Investasi Warga Negara Asing di Bali

1. Bentuk Perjanjian dalam Investasi oleh Warga Negara Asing

Potensi Pulau Bali di mata dunia, sudah tidak dapat diragukan lagi.

Baik dari segi Pariwisata, Kesenian, maupun Investasi Properti dan jual beli

tanah. Oleh karena itu, banyak pihak berbondong-bondong untuk melakukan

investasi di pulau yg dikenal dengan Pulau Seribu Pura ini. Pihak yang

berinvestasi di Bali, tidak hanya diramaikan oleh Warga Negara Indonesia

(WNI) saja, tetapi juga dibarengi oleh Warga Negara Asing (WNA) yang ikut

belomba-lomba untuk menanamkan modalnya di Bali. Terlebih lagi di

Kabupaten Badung, yang merupakan salah satu tujuan wisatawan

mancanegara yang datang ke Bali, seperti Kuta, Seminyak, Legian, Nusa

Dua, dan daerah-daerah sekitarnya yang memang memiliki keindahan pantai

dan pemandangan yang menakjubkan. Dengan melihat adanya potensi yang

cukup menjanjikan inilah, banyak WNA yang memutuskan untuk melakukan

investasi di Kabupaten Badung. Seiring dengan perkembangan dari tahun ke

tahun, terjadi peningkatan investasi yang sangat pesat yang dilakukan oleh

WNA, seperti membangun Villa, Mall, Apartemen, bahkan Hotel.

Selain upaya investasi yang benar dengan tidak melanggar ketentuan

hukum yang berlaku, ternyata terjadi juga investasi yang berindikasi

penyelundupan hukum di dalam melakukan investasi oleh WNA. Yang sering

terjadi adalah dengan melakukan perjanjian nominee, Perjanjian Nominee

Page 68: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

adalah perjanjian yang dibuat antara Warga Negara Asing (WNA) dengan

Warga Negara Indonesia (WNI) dalam jual beli tanah di Bali atau sering juga

disebut dengan istilah Perjanjian Pinjam Nama WNI oleh WNA dalam rangka

penguasaan atas Tanah. Di dalam perjanjian jual beli tanah ini, WNI bertindak

selaku nominee yang mana uang yang digunakan untuk membeli tanah

tersebut adalah sejatinya milik WNA.

Menurut Maria S.W. Sumardjono26, terdapat beberapa perjanjian yang

umumnya dibuat antara WNA dengan WNI, yaitu :

a. Perjanjian Induk yang terdiri dari Perjanjian Pemilikan Tanah (Land

Agreement) dan Surat Kuasa;

b. Perjanjian Opsi;

c. Perjanjian Sewa-Menyewa (Lease Agreement);

d. Kuasa Menjual (Power of Attorney to Sell);

e. Hibah Wasiat; dan

f. Surat Pernyataan Ahli Waris.

Perjanjian Nominee ini ada yang dibuat dalam bentuk akta di bawah

tangan, tetapi ada juga yang dibuat dalam bentuk Notariil yang mana bila

dilihat sepintas seakan-akan tidak menyalahi peraturan perundang-undangan,

namun apabila dilihat secara seksama, maka tujuan dari perjanjian tersebut

adalah untuk memindahkan hak atas tanah Hak Milik atau Hak Guna

Bangunan kepada WNA.

Adapun penjelasan secara detail mengenai beberapa macam

perjanjian antara WNA dengan WNI tersebut, yaitu 27:

1. Perjanjian Pemilikan Tanah dan Pemberian Kuasa

26

Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit, hal 14-15 27

Ibid

Page 69: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Dalam perjanjian ini pihak WNI mengakui bahwa tanah Hak Milik (HM)

yang terdaftar atas namanya bukanlah miliknya, tetapi milik WNA

yang telah menyediakan dana untuk pembelian tanah HM beserta

bangunan. Selanjutnya didalam perjanjian ini telah diatur juga tentang

adanya pemberian kuasa oleh WNI yang tidak dapat ditarik kembali

kepada pihak orang asing untuk melakukan segala tindakan hukum

terhadap tanah Hak Milik (dan bangunan).

2. Perjanjian Opsi

Pihak WNI memberikan opsi untuk membeli tanah HM dan bangunan

kepada pihak orang asing karena dana untuk pembelian tanah HM

dan bangunan itu disediakan pihak orang asing

3. Perjanjian Sewa Menyewa

Pada prinsipnya dalam perjanjian ini diatur tentang jangka waktu

sewa berikut opsi untuk perpanjangannya beserta hak dan kewajiban

pihak yang menyewakan (WNI) dan penyewa (WNA).

4. Kuasa untuk Menjual

Perjanjian ini berisi pemberian kuasa dengan hak substitusi dari pihak

WNI selaku pemberi kuasa kepada pihak asing (penerima kuasa)

untuk melakukan perbuatan hukum menjual atau memindahkan tanah

HM dan bangunan.

5. Hibah Wasiat

Pihak WNI menghibahkan tanah HM dan bangunan atas namanya

kepada pihak orang asing.

6. Surat Pernyataan Ahli Waris

Page 70: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Istri pihak WNI dan anak-anaknya menyatakan bahwa walaupun

tanah HM dan bangunan terdaftar atas nama suaminya, tetapi

suaminya bukanlah pemilik sebenarnya atas tanah HM dan bangunan

tersebut.

Di Bali khususnya, antara WNA dengan WNI sering menggunakan

metode seperti perjanjian nomor 1 (satu) di atas, yaitu WNI membeli sebidang

tanah (dan bangunan) dengan menggunakan uang milik WNA dengan

dibarengi oleh syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan mana telah diatur

sebelumnya oleh para pihak dalam perjanjian di bawah tangan atau Notariil,

sebagai berikut :

a. Bahwa WNI mengakui jumlah uang mana yang dipakai untuk

membeli tanah dan bangunan, adalah memang benar berasal dari

WNA selaku pemilik uang tersebut.

b. Bahwa sejak saat ini Pihak Kedua dapat dan berhak dan karenanya

diberikan kuasa oleh Pihak Pertama untuk menggunakan atau

melakukan segala sesuatu atas tanah dan bangunan tersebut

sepanjang diperbolehkan menurut peraturan perundang undangan

yang berlaku.

c. Bahwa kuasa yang diberikan oleh Pihak Pertama kepada Pihak

Kedua berdasarkan akta ini serta akta-akta lainnya yang mungkin

akan dibuat di kemudian hari, yang berhubungan dengan akta ini,

sehingga dengan demikian selama perjanjian ini berlangsung, kuasa-

kuasa tersebut tidak dapat dicabut kembali atau tidak dapat

dibatalkan karena alasan apapun juga termasuk sebab-sebab yang

Page 71: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia

dan atau peraturan lainnya.

d. Dengan penyerahan segala hak dan kewajiban Pihak Pertama

kepada Pihak Kedua wajib untuk melaksanakan kewajiban kewajiban

Pihak Pertama selaku pemilik tanah dan bangunan termasuk

membayar segala biaya yang mungkin timbul untuk pelaksanaan

perjanjian ini.

e. Sehubungan dengan hal tersebut, Pihak Kedua menjamin Pihak

Pertama mengenai hal-hal tersebut di atas, Pihak Pertama tidak akan

mendapat teguran atau tuntutan apapun dan dari pihak manapun.

f. Segala hak dan kewajiban yang diberikan oleh Pihak Pertama

kepada Pihak Kedua berdasarkan akta ini dapat diserahkan kembali

oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama dengan cara penjualan

tanah tersebut di atas dengan ketentuan bahwa penjualan tersebut

hanya dapat dilaksanakan dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu

dari Pihak Kedua.

g. Bilamana tanah dan bangunan tersebut dijual atau ganti nama

dengan pihak lain, maka Pihak Kedua akan memberikan kompensasi

kepada Pihak Pertama yang nilainya ditentukan sesuai kesepakatan

para pihak.

h. Pada saat tanah dan bangunan tersebut dijual atau ganti nama

dengan pihak lain, maka Pihak Pertama harus menyetujuinya dan

bersama suami/istri untuk menandatangani akta jual beli serta

melengkapi dokumen-dokumen yang diperlukan, sehubungan

dengan penjualan tanah dan bangunan tersebut dengan tanpa syarat

Page 72: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

apapun juga dalam kurun waktu tidak lebih dari 1 (satu) minggu

(sesuai kesepakatan).

i. Selama perjanjian ini berlangsung, Pihak Pertama menjamin Pihak

Kedua bahwa Pihak Pertama tidak akan mengganggu atau

menggugat atau menuntut Pihak Kedua atas penggunaan Tanah dan

Bangunan tersebut, tidak akan mengalihkan atau menjual atau

menjaminkan hak atas tanah dan bangunan tersebut di atas kepada

pihak lain, sehingga Pihak Kedua dapat menggunakan atau

menikmati hak atas tanah dan bangunan tersebut dengan aman serta

tidak akan mendapat gangguan, tuntutan dari siapapun juga dan

berupa apapun juga.

j. Pihak Pertama selanjutnya menyatakan kepada Pihak Kedua untuk

tidak memohon kepada instansi yang berwenang dengan dalih

apapun penerbitan sertipikat pengganti atas tanah dan bangunan

tersebut, kecuali dengan sepengetahuan Pihak Kedua dengan alasan

yang sah yang telah diketahui oleh Pihak Kedua.

k. Segala tindakan yang dilakukan oleh Pihak Pertama atas tanah dan

bangunan tersebut yang bertentangan dengan apa yang tertera di

dalam akta ini, adalah tidak sah dan batal dengan sendirinya menurut

hukum yang memberikan bagi Pihak Kedua untuk menuntut

dikembalikannya status tanah dan bangunan dalam keadaan seperti

semula untuk itu berhak untuk melakukan segala tindakan yang

dianggap perlu dan berguna, tidak ada yang dikecualikan dengan

ketentuan bahwa semua biaya yang bertalian dengan hal tersebut

menjadi tanggungan dan dibayar oleh Pihak Pertama.

Page 73: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

l. Apabila ternyata Pihak Kedua tidak dapat melaksanakan hak-haknya

yang diperoleh berdasarkan akta ini, baik yang disebabkan oleh

ketentuan perundang-undangan yang berlaku maupun sebab-sebab

lainnya, maka Pihak Pertama dengan ini menyatakan kesediaannya

untuk membantu Pihak Kedua atau untuk melaksanakan hak-hak

tersebut untuk kepentingan Pihak Kedua, termasuk tetapi tidak

terbatas dengan memberikan hak sewa atas tanah dan bangunan

tersebut di atas kepada Pihak Kedua dengan menggunakan

ketentuan-ketentuan sebagaimana yang akan dimuat dalam akta

yang dibuat oleh Notaris.

m. Perjanjian ini tidak berakhir karena meninggalnya salah satu pihak,

tetapi akan berlaku dan mengikat para ahli waris/pengganti haknya

yang sah menurut hukum, kecuali ditentukan lain oleh Para Pihak.

n. Selama perjanjian ini berlangsung, maka dokumen-dokumen

pemilikan tanah dan bangunan akan diserahkan oleh Pihak Pertama

kepada dan untuk disimpan oleh Pihak Kedua.

Perjanjian diatas diikuti dengan surat pengakuan hutang disertai

dengan jaminan, dimana Pengakuan hutang yang dibuat tersebut adalah

untuk menjamin ketetapan pembayaran hutang, sehingga pihak WNI

memberikan jaminan kepada pihak WNA, yaitu berupa :

1. Surat Kuasa untuk pembebanan jaminan;

2. Surat Kuasa dengan Hak Substitusi untuk menjual tanah dan benda-

benda yang ada diatasnya;

3. Surat Kuasa dengan Hak Substitusi untuk menggunakan dan

mendirikan bangunan diatas tanah;

Page 74: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

4. Surat Kuasa dengan Hak Substitusi untuk menyewakan tanah dan

bangunan yang ada diatasnya.

Jangka waktu perjanjian hutang ini dibuat sesuai dengan kesepakatan

antara kedua belah Pihak, yang mana disesuaikan dengan kepentingan pihak

WNA atas tanah tersebut. Perjanjian hutang ini tidak berakhir apabila salah

satu pihak meninggal dunia, dan dengan sendirinya diteruskan dan berlaku

antara pihak yang masih hidup dengan ahli waris pihak yang meninggal dunia

atau antara sesama ahli waris bilamana kedua duanya meninggal dunia.

Dalam perjanjian hutang tersebut, tercantum pula bahwa dokumen

jaminan adalah merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak dapat

dipisahkan dan kuasa-kuasa mana tidak dapat ditarik kembali dan tidak dapat

mengakhiri atau dibatalkan untuk alasan apapun juga termasuk sebagaimana

tercantum dalam Pasal 1813 Burgerlijk Wetboek, yakni:

karena ditariknya kembali kuasanya si kuasa, dengan pemberitahuan

penghentian kuasanya si kuasa, dengan meninggalnya, pengampuannya,

atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa, dengan perkawinannya

si perempuan yang memberikan atau menerima kuasa.

Jika ditinjau dari strukturnya, perjanjian nominee yang biasa digunakan

dalam praktiknya ada empat macam, yang pertama adalah terdiri dari surat

pernyataan sebagai perjanjian induk yang diikuti dengan beberapa akta yang

merupakan bagian yang tidak terpisahkan, yaitu :

1. Surat Pernyataan dari pihak WNI dalam akta di bawah tangan/notariil;

2. Akta perjanjian/Perikatan jual beli (otentik);

3. Akta Kuasa Menjual (otentik);

4. Akta Perjanjian Sewa-menyewa (otentik);

5. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT);

6. Hak Tanggungan.

Page 75: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Berdasarkan struktur perjanjian tersebut, kewenangan pejabat yang

membuat perbuatan hukumnya dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Perjanjian nominee tersebut dibuat oleh para pihak dihadapan notaris,

yang di dalamnya berisi pernyataan dari pihak WNI (pengakuan hutang),

kuasa mengelola, kuasa menjual dan perjanjian sewa-menyewa yang

menjadi satu kesatuan;

2. Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT) dibuat di hadapan PPAT.

Bentuk struktur nominee yang kedua, yaitu masing-masing aktanya

menjadi bagian-bagian yang terpisah, dan tidak diikuti dengan pembebanan

Hak Tanggungan, yang terdiri dari :

1. Surat pernyataan dari pihak WNI dalam bentuk akta dibawah tangan;

2. Akta Perjanjian/perikatan Jual Beli (otentik)

3. Akta Kuasa Menjual (otentik)

4. Akta Kuasa Mengelola (otentik).

5. Akta Perjanjian Sewa Menyewa (otentik).

Bentuk struktur nominee yang ketiga, yaitu semua aktanya dibuat dalam

notariil, dan akta-aktanya menjadi bagian-bagian yang terpisah, dalam struktur

nominee ini biasanya dibuat tanpa atau dengan diikuti dengan pembebanan Hak

Tanggungan tergantung dari permintaan pihak WNA, yang terdiri dari :

a. Perjanjian;

b. Pengikatan jual beli;

c. Kuasa Menjual;

d. Perjanjian Sewa-menyewa.

Sedangkan bentuk struktur perjanjian nominee yang lain, ada juga

yang memakai format dalam bentuk perjanjian yang dibuat dibawah tangan

Page 76: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

tanpa struktur seperti tersebut di atas (bentuk bebas), ada yang mirip dengan

struktur yang pertama tetapi akta-aktanya terpisah-pisah seolah-olah tidak

terkait dengan memakai akta pengakuan utang dan dibebani Hak

Tanggungan.

2. Syarat-syarat perjanjian yang berupa Akta Otentik

Berdasarkan isi Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek, yang dimaksud

dengan Akta otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan

oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Dari apa yang

dinyatakan dalam Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek tersebut, dapat

disimpulkan bahwa syarat akta otentik adalah :

a. Bentuknya ditentukan oleh undang-undang,

b. Dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai atau pejabat umum yang

berwenang untuk itu,

c. Akta itu dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum yang berwenang

untuk itu dan di tempat dimana akta itu dibuat.

Sedangkan ciri-ciri akta otentik, menurut C.A. Kraan adalah sebagai

berikut 28 ;

a. Suatu tulisan, dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.

b. Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang.

28

Herlien Budiono, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hal. 3-4.

Page 77: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

c. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuan-ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan/jabatan pejabat yang membuatnya c.q. data dimana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut).

d. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri (onafhankelijk-independence) serta tidak memihak (onpartijdigheid-impartiality) dalam menjalankan jabatannya.

e. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat.

3. Akta Notaris Sebagai Akta Otentik

Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris berkedudukan sebagai

akta Otentik menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), hal ini

sejalan dengan pendapat Philipus M. Hadjon, yang menyatakan syarat akta

otentik, yaitu29:

a. Di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang,

b. Dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Umum.

Di dalam Pasal 1 angka 7 UUJN dinyatakan bahwa Akta Notaris

adalah akta otentik yang dibuat oleh dan di hadapan Notaris menurut bentuk

dan tata cara yang ditetapkan dalam UUJN.

Menurut G.H.S Lumban Tobing, akta Notaris dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu30:

a. Akta yang dibuat oleh Notaris, dalam praktik notaris disebut Akta Relaas

atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat

29

Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya Post, 31 Januari 2001, hal. 3

30 G.H.S. Lumban Tobing, 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal 51

Page 78: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dan disaksikan Notaris atas permintaan para pihak, agar tindakan atau

perbuatan para pihak yang dilakukan dituangkan ke dalam bentuk Akta

Notaris.

b. Akta yang dibuat di hadapan Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta

Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang

diberikan atau yang diceritakan di hadapan Notaris. Para pihak

berkeinginan agar uraian atau keterangannya dituangkan ke dalam

bentuk akta Notaris.

Yang menjadi dasar bagi Notaris dalam membuat akta relaas maupun

akta pihak, yaitu harus ada keinginan ataupun kehendak dan permintaan dari

para pihak. Untuk memenuhi keinginan dan permintaan para pihak, Notaris

dapat memberikan saran dengan tetap berpijak pada aturan hukum dan tidak

berpihak kepada salah satu pihak. Ketika saran Notaris diikuti dan dapat

diterima dan diperimbangkanb oleh para pihak, baru kemudian keinginan dan

permintaan para pihak tersebut dituangkan dalam akta Notaris, meskipun

demikian tetap hal yang tertuang dalam akta tersebut merupakan keinginan

dan permintaan para pihak, bukan saran atau pendapat Notaris atau isi akta

merupakan perbuatan para pihak, bukan perbuatan atau tindakan Notaris.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) huruf (e) UUJN, Notaris berwenang

untuk memberikan penyuluhan atau saran-saran hukum kepada para pihak,

dan apabila saran-saran tersebut diterima dan disetujui oleh para pihak

kemudian dituangkan ke dalam akta, maka saran-saran tersebut harus dinilai

sebagai pernyataan atau keterangan para pihak itu sendiri. Akta-akta yang

dibuat oleh atau di hadapan Notaris harus sesuai dengan apa yang telah

ditetapkan dalam Pasal 38 UUJN, dan tata cara atau prosedur pembuatannya

Page 79: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 53

UUJN.

Page 80: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

4. Legalitas suatu Perjanjian

Menurut pasal 1313 Burgerlijk Wetboek, pengertian perjanjian adalah

suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang atau lebih. Perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan

mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak apabila terpenuhinya syarat-

syarat sahnya perjanjian.

Adapun syarat-syarat sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320

Burgerlijk Wetboek, yaitu :

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya,

Sepakat adalah dasar untuk tercapainya suatu perjanjian. Kesepakatan

ini ditandai dengan adanya penawaran dan penerimaan, yang dapat

dilakukan dengan cara tertulis, lisan, diam-diam dan simbol-simbol

tertentu. Kesepakatan dengan cara tertulis dilakukan dengan cara

menuangkannya dalam akta autentik ataupun akta di bawah tangan.

b. Kecakapan dalam membuat perjanjian

Kecakapan dalam membuat perjanjian ini dapat diketahui dari usianya

yaitu telah berumur 21 tahun atau telah menikah walaupun belum genap

berumur 21 tahun. Disamping itu yang bersangkutan tidak ditaruh di

bawah pengampuan.

c. Hal Tertentu

Hal tertentu adalah menyangkut objek perjanjian baik berupa barang

atau jasa yang dapat dinilai dengan uang. Berdasarkan Pasal 1332 B.W,

dinyatakan bahwa hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan

yang dapat menjadi pokok perjanjian. Dengan arti lain bahwa, objek dari

suatu perjanjian itu dapat dinilai uang, atau setidaknya sanksi atas

Page 81: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

pelanggaran perjanjian adalah ganti rugi uang atau benda yang bernilai

uang.

d. Suatu Sebab yang Halal

Suatu sebab yang halal, adalah sebab yang dibenarkan oleh undang-

undang, ketertiban umum, kebiasaan, kepatutan dan kesusilaan.

Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1335 Burgerlijk Wetboek, Suatu

perjanjian tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sebab yang palsu

atau terlarang, adalah tidak mempunyai kekuatan

5. Sebab-sebab batalnya suatu perjanjian

Perjanjian, apabila tidak dipenuhinya salah satu syarat oleh salah

satu pihak, dapat mengakibatkan adanya kebatalan. Akibat hukum dari suatu

kebatalan pada prinsipnya sama dengan akta Batal Demi Hukum, Dapat

Dibatalkan atau Non Existent, yaitu ketiganya mengakibatkan perbuatan

hukum tersebut menjadi tidak berlaku atau perbuatan hukum tersebut tidak

mempunyai akibat hukum. Dari tiga jenis kebatalan tersebut di atas, yang

menjadi titik perbedaannya terdapat pada waktu berlakunya kebatalan

tersebut, yaitu :

a. Batal demi hukum, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya perbuatan hukum tersebut

atau berdaya surut, dalam praktik batal demi hukum didasarkan pada

putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

b. Dapat dibatalkan, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak

mempunyai akibat hukum sejak terjadinya pembatalan dan dimana

pembatalannya atau pengesahan perbuatan hukum tersebut tergantung

pada pihak tertentu, yang menyebabkan perbuatan hukum tersebut

Page 82: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dapat dibatalkan. Akta yang sanksinya dapat dibatalkan, tetap berlaku

dan mengikat selama belum ada putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap yang membatalkan akta tersebut.

c. Non exsistent, akibatnya perbuatan hukum yang dilakukan tidak ada

atau non exsistent, yang disebabkan karena tidak dipenuhinya unsur

essensialia dari suatu perjanjian atau tidak memenuhi salah satu unsur

atau semua unsur dalam suatu perbuatan hukum tertentu. Sanksi non

exsistent secara dogmatis tidak diperlukan putusan pengadilan, namun

dalam praktik tetap diperlukan putusan pengadilan yang mempunyai

kekuatan hukum tetap dan implikasinya sama dengan batal demi

hukum.

Selain sebab-sebab kebatalan sebagaimana diuraikan di atas, ada

juga penyebab kebatalan yang lain, yaitu sebagaimana diatur dalam Pasal

1869 Burgerlijk Wetboek yang selengkapnya dirumuskan “suatu akta yang

karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas atau

karena suatu cacat dalam bentuknya, tidaklah dapat diberlakukan sebagai

akta otentik namun demikian mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah

tangan”. Ketentuan pasal tersebut memuat ketentuan, bahwa suatu akta tidak

memiliki kekuatan bukti otentik dan hanya memiliki kekuatan bukti di bawah

tangan dalam hal :

a. Pejabat umum tidak berwenang untuk membuat akta itu.

b. Pejabat umum tidak mampu atau tidak cakap untuk membuat akta itu.

c. Cacat dalam bentuknya.

Sebab-sebab kebatalan juga diatur secara kongkrit dalam Pasal 1446

sampai dengan 1456 Burgerlijk Wetboek dan dilengkapi dengan Yurisprudensi

Page 83: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

serta Doktrin sebagai sumber hukum lainnya. Adapun sebab-sebab kebatalan

adalah sebagai berikut :

a. Ketidakcakapan bertindak

Seseorang dianggap tidak cakap dalam bertindak, apabila:

a. Belum berusia 21 tahun dan belum menikah;

b. Berusia 21 tahun, tetapi gelap mata, sakit ingatan, dungu atau

pemboros.

Sementara itu, di dalam Pasal 1330 BW, ditentukan bahwa tidak cakap

untuk membuat perjanjian adalah :

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh undang-

undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-

undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

Adapun persyaratan perjanjian yang batal demi hukum, yaitu31:

a. Batal Demi Hukum Karena Syarat Perjanjian Formil Tidak Terpenuhi

Pada perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil, tidak

dipenuhinya ketentuan hukum tentang, misalnya bentuk atau format

perjanjian, cara pembuatan perjanjian, ataupun cara pengesahan perjanjian,

sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perundang-undangan, berakibat

perjanjian formil batal demi hukum. Ahli hukum memberikan pengertian

perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak hanya didasarkan pada adanya

31

Elly Erawati dan Herlien Budiono, Restatement Kebatalan Perjanjian,

http://ditkumham.bappenas.go.id/Restatement Kebatalan Perjanjian.pdf, diakses tanggal 29

Maret 2013

Page 84: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

kesepakatan para pihak, tetapi oleh undang-undang juga disyaratkan adanya

formalitas tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi

hukum32. Formalitas tertentu itu, misalnya tentang bentuk atau format

perjanjian yang harus dibuat dalam bentuk tertentu, yakni dengan akta otentik

ataupun akta di bawah tangan. Akta otentik yang dimaksud adalah akta yang

dibuat oleh notaris atau pejabat hukum lain yang memiliki kewenangan untuk

membuat akta otentik menurut undang-undang.

Beberapa contoh perjanjian di bidang Hukum Kekayaan yang harus

dilakukan dengan Akta Notaris sebagai berikut33.

• Hibah, kecuali pemberian benda bergerak yang bertubuh atau

surat penagihan utang atas tunjuk dari tangan ke tangan: Pasal

1682 dan 1687 Burgerlijk Wetboek.

• Pendirian perseroan terbatas: Pasal 7 butir 1 UU No 40 tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.

• Jaminan fidusia : Pasal 5 butir 1 UU No. 42 tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia.

• Perjanjian penyelesaian sengketa melalui arbitrase setelah

sengketa terjadi : Pasal 9 UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

32

Herlien Budiono, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, hlm. 47–48;

33 Ibid

Page 85: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

• Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT): Pasal 15

ayat (1) UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. SKMHT

dapat pula dibuat dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT) menurut Pasal 15 ayat (1) UU tersebut.

Pengaturan oleh undang-undang tentang formalitas tertentu yang

harus dipenuhi untuk perjanjian formil di atas, memang merupakan

pengecualian dari asas konsensualisme dalam hukum perjanjian yang berlaku

secara umum34. Sebab, menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian

sudah terbentuk dengan adanya kesepakatan dari para pihak yang

membuatnya. Kemudian, agar perjanjian itu sah adanya maka harus

memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek. Namun, asas

tersebut tidak cukup untuk perjanjian formil karena masih ada formalitas lain

yang diatur dalam undang-undang yang harus dipatuhi. Jadi, perjanjian formil

memang tidak cukup bila hanya berdasarkan pada asas konsensualisme.

b. Batal Demi Hukum Karena Syarat Objektif Sahnya Perjanjian Tidak

Terpenuhi

Menurut Pasal 1320 Burgerlijk Wetboek, untuk sahnya suatu perjanjian

harus ada suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Keduanya sering

disebut sebagai syarat objektif untuk sahnya perjanjian. Syarat objektif

pertama, yaitu suatu hal tertentu diartikan oleh Mariam Darus Badrulzaman35

dan Herlien Boediono sebagai objek atau pokok perjanjian, atau apa yang

34

Subekti, Op.Cit, hlm. 19 35 Mariam Darus Badrulzaman, 2001, “Perikatan pada Umumnya”, dalam buku berjudul

Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, hlm. 79–80.

Page 86: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

menjadi hak dari kreditor dan kewajiban bagi debitor menurut Subekti36. Objek

perjanjian berupa barang, sebagaimana disebut dalam Pasal 1332, 1333, dan

1334 ayat (1) Burgerlijk Wetboek.

Kausa suatu perjanjian dinyatakan bukan merupakan sebab yang halal

sehingga terlarang, apabila kausa tersebut menurut Pasal 1337 Burgerlijk

Wetboek merupakan kausa yang “dilarang oleh undang-undang atau apabila

berlawanan dengan kesusilaan, baik atau ketertiban umum”. Perjanjian seperti

ini tidak boleh atau tidak dapat dilaksanakan sebab melanggar hukum atau

kesusilaan atau ketertiban umum. Kondisi semacam itu menurut Subekti,

sudah sangat jelas dapat diketahui seketika oleh hakim dan juga oleh umum

sehingga untuk alasan ketertiban dan keamanan umum maka perjanjian

semacam itu dengan sendirinya batal demi hukum37.

Kedudukan hukum WNA dalam perjanjian semacam ini lemah karena

dua alasan, yaitu38 :

1. Walaupun kedua belah pihak cakap membuat bertindak dan

mengikatkan diri dengan sukarela, tetapi “causa” nya adalah palsu

atau terlarang karena perjanjian itu mengakibatkan dilanggarnya

ketentuan Pasal 26 Ayat (2) UUPA. Berdasarkan Pasal 1335 Burgerlijk

Wetboek dinyatakan, bahwa suatu perjanjian yang dibuat dengan

suatu causa yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan.

Lebih lanjut menurut Subekti (1995:137), perjanjian yang dibuat antara

WNI dengan WNA tersebut didasarkan pada causa yang palsu, yakni

perjanjian yang dibuat dengan pura-pura, untuk menyembunyikan

36

Subekti, Op.Cit, hlm 18 37

Subekti, Op.Cit, hlm 19 38

Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit, hlm 18-19

Page 87: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

causa yang sebenarnya yang tidak diperbolehkan. Dalam hal ini,

perjanjian itu dianggap sudah batal dari semula dan hakim berwenang

karena jabatannya, mengucapkan pembatalan itu, walaupun tidak

diminta oleh salah satu pihak (batal secara mutlak).

2. Terkait dengan ketentuan bahwa perjanjian berlaku sebagai undang-

undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 Burgerlijk

Wetboek), mengenai hal ini Subekti menjelaskan bahwa tidak semua

perjanjian yang dibuat mempunyai kekuatan mengikat sebagai

undang-undang. Hanya perjanjian yang dibuat secara sah, yang

mengikat kedua belah pihak (Subekti, 1995:139). Dengan demikian,

dapat dikatakan bahwa perjanjian pura-pura tidak mempunyai

kekuatan mengikat karena dibuat secara tidak sah.

c. Batal Demi Hukum Karena Dibuat oleh Orang yang Tidak Berwenang

Melakukan Perbuatan Hukum

Ketidakcakapan seseorang untuk melakukan tindakan hukum

(handelingsonbekwaamheid) harus dibedakan dengan ketidakwenangan

seseorang untuk melakukan tindakan hukum (handelingsonbevoegdheid).

Mereka yang tidak berwenang melakukan tindakan hukum adalah orang-

orang yang oleh undang undang dilarang melakukan tindakan hukum tertentu.

Jadi, seseorang yang oleh undang-undang dikualifikasi sebagai tidak

berwenang melakukan tindakan hukum tertentu, tidak berarti bahwa ia juga

tidak cakap. Dengan kata lain, orang yang menurut undang-undang adalah

cakap atau mampu melakukan tindakan hukum ternyata dapat tergolong

sebagai tidak berwenang melakukan tindakan hukum tertentu menurut

undang-undang.

Page 88: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Perjanjian yang dilakukan oleh orang atau pihak yang menurut

undang-undang dinyatakan tidak berwenang, berakibat batal demi hukum.

Artinya, ketentuan dalam undang-undang tertentu yang menyatakan bahwa

orang atau pihak tertentu tidak berwenang, merupakan aturan hukum yang

bersifat memaksa sehingga tidak dapat disimpangi. Orang atau pihak tersebut

adalah mereka yang karena jabatan atau pekerjaannya, berdasarkan undang-

undang tertentu, dikategorikan tidak berwenang melakukan perbuatan hukum

tertentu. Dapat pula terjadi seseorang dinyatakan tidak memiliki wewenang

melakukan perbuatan hukum tertentu karena menurut undang-undang, orang

tersebut tidak memenuhi kualifikasi atau persyaratan tertentu.

d. Batal Demi Hukum Karena Ada Syarat Batal yang Terpenuhi

Syarat batal dalam sebuah perjanjian adalah suatu peristiwa atau fakta

tertentu yang belum tentu akan terjadi di masa depan, namun para pihak

dalam perjanjian itu sepakat bahwa bila peristiwa atau fakta tersebut benar

terjadi maka perjanjian tersebut menjadi batal. Syarat batal ini merupakan

kebalikan dari syarat tangguh, yang apabila peristiwa atau fakta yang belum

tentu terjadi di masa depan itu benar terjadi adanya maka justru membuat

lahirnya perjanjian yang bersangkutan. Ketentuan tentang kedua syarat ini

diatur dalam Pasal 1253 Burgerlijk Wetboek yang menyebut bahwa :

Suatu perikatan adalah bersyarat jika digantungkan pada suatu peristiwa

yang mungkin terjadi dan memang belum terjadi, baik dengan cara

menangguhkan berlakunya perikatan itu sampai terjadinya peristiwa itu,

maupun dengan cara membatalkan perikatan itu, tergantung pada terjadi

tidaknya peristiwa itu.

Page 89: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Perjanjian bersyarat yang pelaksanaannya semata-mata digantungkan

pada kemauan orang yang membuat perjanjian itu menurut Pasal 1256

Burgerlijk Wetboek adalah batal demi hukum. Pasal 1256 Burgerlijk Wetboek

menegaskan bahwa :

Semua perikatan adalah batal, jika pelaksanaannya semata-mata

tergantung pada kemauan orang yang terikat. Tetapi jika perikatan

tergantung pada suatu perbuatan yang pelaksanaannya berada dalam

kekuasaan orang tersebut, dan perbuatan itu telah terjadi, maka perikatan

itu adalah sah.

Alasan dari ketentuan ini masuk akal mengingat bahwa mengharapkan

terjadinya suatu perjanjian semata-mata hanya pada kehendak atau kemauan

seseorang merupakan hal aneh kalau tak dapat disebut sia-sia, sebab

perjanjian seperti itu tidak akan terjadi bila orang itu tidak menghendakinya.

Demikian pula bila perjanjian memuat syarat yang bertujuan melakukan

sesuatu yang tak mungkin terlaksana, atau yang bertentangan dengan

kesusilaan yang baik, atau bahkan yang dilarang oleh undang-undang, adalah

batal demi hukum. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1254 Burgerlijk Wetboek

yang berbunyi :

Semua syarat yang bertujuan melakukan sesuatu yang tak mungkin

terlaksana, sesuatu yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik,

atau sesuatu yang dilarang oleh UU adalah batal dan mengakibatkan

persetujuan yang digantungkan padanya tak berlaku.

Aturan ini mirip dengan syarat objektif untuk sahnya perjanjian, yaitu

syarat kausa yang halal.

Page 90: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Perjanjian dengan syarat batal yang menjadi batal demi hukum karena

syarat batal tersebut terpenuhi, menimbulkan akibat kembalinya keadaan

pada kondisi semula pada saat timbulnya perikatan itu atau dengan kata lain,

perjanjian yang batal demi hukum seperti itu berlaku surut hingga ke titik awal

perjanjian itu dibuat. Akibat selanjutnya adalah pihak yang telah menerima

prestasi atau sesuatu dari pihak lain maka ia harus mengembalikannya. Pasal

1265 Burgerlijk Wetboek mengatur hal ini dengan menyebut bahwa :

Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan

perikatan, dan membawa segala sesuatu kembali, pada keadaan semula,

seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak

menangguhkan pemenuhan perikatan; hanyalah ia mewajibkan si

berpiutang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa

yang dimaksudkan terjadi.

B. Kedudukan Hukum Warga Negara Asing Dalam Penguasaan Tanah

1. Jual Beli Tanah Secara Nominee

Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak WNI yang pernah menjadi

nominee (Dewa Kade Suardana), terjadinya jual beli tanah secara nominee

yang dilakukan antara WNA dengan seorang WNI, dilakukan atas dasar

kepercayaan yang diawali dengan perkenalan diantara keduanya yang

berlanjut menjadi pertemanan. Jual beli secara nominee ini dilakukan oleh

orang asing dikarenakan adanya ketentuan hukum yang tidak membolehkan

orang asing memiliki tanah Hak Milik, bukan karena ingin memiliki untuk

jangka waktu panjang, tetapi karena keinginannya untuk berinvestasi di Bali

dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari penguasaan atas tanah Hak

Milik tersebut, maka atas dasar kepercayaan karena pertemanan inilah,

Page 91: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

memunculkan suatu ide untuk membeli tanah secara nominee yang mana

menggunakan nama WNI sebagai pemilik yuridis atas suatu bidang tanah.

Perbuatan hukum para pihak WNI dengan WNA ini dilaksanakan di

hadapan Notaris setelah ada kesepakatan secara lisan di antara keduanya,

maka dituangkanlah maksud dan tujuan tersebut dalam suatu akta perjanjian

(nominee). Isi dari perjanjian tersebut, pada intinya adalah utang-piutang,

yang berisi pernyataan, bahwa uang yang dipakai untuk membeli tanah

tersebut diakui oleh pihak WNI adalah milik dari WNA. Perbuatan jual beli dan

penandatanganan perjanjian nominee dilakukan pada saat itu juga, yang

diawali penandatanganan jual beli tanah oleh WNI dengan pemilik tanah di

hadapan PPAT, kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian

nominee di hadapan Notaris.

Untuk mengikat agar WNI sebagai pemilik tanah sah secara yuridis,

maka sertifikat itu dibebani Hak Tanggungan dan didaftarkan di BPN untuk

menjamin kepastian hukum. Selanjutnya sertifikat HM yang telah dibebani

Hak Tanggungan tersebut di serahkan kepada WNA sebagai penerima Hak

Tanggungan.

Setelah berlakunya UUPA tanggal 24 September 1960, transaksi atau

perjanjian atau apapun namanya dengan maksud untuk memindahkan

kepemilikan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta otentik, yakni

akta jual beli yang dibuat di hadapan dan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah

(PPAT), sebagai pejabat yang berwenang. Hal ini sesuai dengan ketentuan

Pasal 26 ayat (1) UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961. Pada Pasal 26 Ayat (1)

UUPA, menyatakan bahwa jual beli, tukar menukar, pengibahan, pemberian

dengan wasiat, pemberian menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang

Page 92: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur

dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam PP No.10 Tahun 1961 jo.

PP No. 24 Tahun 1997, ditetapkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud

memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah,

menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai

tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di

hadapan Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Negara Agraria (selanjutnya

dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Pejabat). Akta tersebut ditetapkan

oleh Menteri Negara Agraria.

Berdasarkan Pasal 1457 Burgerlijk Wetboek, yang dimaksud Jual beli

adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya

untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak lain untuk membayar harga

yang telah dijanjikan.

2. Legalitas Jual Beli Tanah secara Nominee dengan pembebanan Hak

Tanggungan.

Suatu jual beli dapat dilaksanakan apabila telah ada kesepakatan

antara para pihak yang di dalamnya terkandung hak dan kewajiban yang

bertimbal balik, yaitu, salah satu pihak memberikan sesuatu barang,

sedangkan pihak yang lainnya berkewajiban membayar dengan sejumlah

uang. Walaupun perjanjian jual beli mengikat para pihak setelah tercapainya

kesepakatan, namun bukan berarti bahwa hak milik atas barang yang

diperjualbelikan tersebut segera beralih bersamaan dengan tercapainya

kesepakatan, karena untuk beralihnya suatu hak milik atas barang yang

diperjualbelikan dibutuhkan penyerahan bukti kepemilikan atas barang

Page 93: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

tersebut. Berdasarkan tata cara jual beli dan cara penyerahan barang

bergerak/tanah, maka beralihnya hak milik atas tanah secara yuridis terjadi

setelah melalui proses balik nama atau pendaftaran hak di Badan Pertanahan

Nasional (BPN). Sejak saat itu siapa namanya yang tercantum dalam

Sertifikat Hak Milik, dialah pemilik sah atas tanah tersebut.

Dalam jual beli secara nominee, walaupun adanya pengakuan bahwa

uang yang dipakai untuk membeli tanah tersebut berasal dari orang asing,

yang selanjutnya sebagai pihak yang menguasai tanah tersebut secara fisik,

hal ini tidak mempengaruhi kepemilikan tanah tersebut secara yuridis,

mengingat perjanjian nominee itu dilakukan oleh para pihak di hadapan

Notaris, sedangkan jual beli tanah dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat

Akta Tanah (PPAT), mengenai perbuatan hukum yang dilakukan di hadapan

Notaris, BPN tidak tahu-menahu tentang hal tersebut karena perbuatan

hukum itu dilakukan di luar tanggung jawabnya. BPN hanya mempunyai tugas

dan kewajiban untuk mencatatkan/mendaftarkan serta membukukan hasil

perbuatan hukum yang dilakukan di hadapan PPAT.

Berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber (pegawai BPN di

Kabupaten Badung) terdapat 562 akta yang masuk ke BPN yang berindikasi

terhadap perjanjian nominee dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

Berkaitan dengan jual beli tanah secara nominee itu, yang dapat

didaftarkan di BPN hanyalah surat yang berkaitan dengan pembebanan Hak

Tanggungan atas tanah. Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, tidak ada pelarangan bagi orang asing

bertindak sebagai penerima hak tanggungan. Terhadap perjanjian utang-

piutang (surat pengakuan hutang) yang dibuat oleh para pihak sebelum

Page 94: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dilakukannya jual beli adalah sebagai perjanjian pokok yang menjadi syarat

untuk pembebanan hak tanggungan.

Hak tanggungan adalah sebagai jaminan atas pelunasan atas utang

atau kredit, tetapi dalam hal ini Hak Tanggungan selain berfungsi sebagai

jaminan atas utang, juga berfungsi sebagai jaminan bagi WNA sebagai

penerima Hak Tanggungan untuk bisa menguasai Hak Atas Tanah yang

menjadi objek Hak Tanggungan.

Adapun ciri-ciri Hak Tanggungan adalah :

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada

pemegangnya;

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek

itu berada;

c. Memenuhi asas spesialitas dan publikasi sehingga dapat mengikat

pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak

yang berkepentingan;

d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

Berdasarkan ketentuan dalam tata cara pembebanan Hak Tanggungan

dalam pelaksanaannya, diawali dengan pembuatan perjanjian kredit sebagai

perjanjian pokok kemudian sebagai jaminan atas kredit tersebut, maka

sebidang tanah yang dijadikan jaminan kredit tersebut dibebani Hak

Tanggungan dan didaftarkan di BPN untuk menjamin kepastian hukumnya.

Dalam hal ini tanah yang dijadikan jaminan kredit memang sejak semula

menjadi milik dari pemberi Hak tanggungan (debitur). Berbeda dengan

pembebanan hak tanggungan pada tanah yang timbul karena jual beli tanah

secara nominee, dimana tanah yang dijadikan jaminan utang sesungguhnya

Page 95: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

bukan milik dari yang berhutang (WNI), tetapi milik dari yang menghutangkan

(WNA), walaupun secara yuridis pemilik tanah tersebut adalah WNI.

Ditinjau dari ketentuan-ketentuan tentang Hak Tanggungan tersebut

diatas, perjanjian nominee yang berisi pengakuan hutang di dalam

kenyataannya telah terjadi penyimpangan dalam hal penerapannya, dimana

dalam perjanjian utang-piutang antara WNI selaku pihak berhutang dan WNA

selaku pihak yang menghutangkan telah terjadi suatu perjanjian yang sifatnya

palsu, yang pada sejatinya WNI tersebut tidak betul telah berhutang, tetapi

hanya membuat pengakuan bahwa pihak WNI tersebut meminjam sejumlah

uang kepada WNA untuk membeli sebidang tanah yang selanjutnya tanah

tersebut dipergunakan sebagai jaminan atas utang kepada pihak WNA. Hal ini

dimaksudkan untuk mencegah agar WNI sebagai pemilik sah secara yurudis

atas tanah yang dibeli dengan uang milik WNA, namun tidak bisa

mengalihkan miliknya itu kepada pihak lain tanpa sepengetahuan WNA

sebagai pemilik tanah HM secara tidak langsung.

Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga yang berwenang dalam

mengadakan pendaftaran atas Hak Tanggungan, tetap berpedoman pada

aturan yang berlaku, yakni sesuai dengan perbuatan hukum yang telah

dilakukan oleh para pihak dihadapan PPAT, maka perjanjian tersebut yang

dijadikan dasar dalam pendaftaran Hak Tanggungannya, sehingga siapa yang

terdaftar, secara yuridis ialah sebagai pemegang Hak Milik atas Tanah yang

terdaftar tersebut. Sesuai dengan sifat akta otentik, suatu pernyataan para

pihak yang telah dituangkan dalam bentuk akta autentik, secara yuridis formal

tetap dianggap itu benar seperti apa adanya.

3. Legalitas Perjanjian Nominee

Page 96: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

UUPA saat ini merupakan satu-satunya undang-undang yang

mengatur tentang pertanahan di Indonesia. Adapun latar belakang

diundangkannya UUPA adalah, yang salah satunya dinyatakan dalam

“Berpendapat”, bahwa hukum agraria nasional harus memberi kemungkinan

akan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang harus sesuai

dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya

menurut permintaan zaman dalam soal agraria.

Ditinjau dari aspek tujuan hukum, berkaitan dengan teori-teori dan

doktrin-doktrin yang dinyatakan oleh para ahli hukum. Hal ini berawal dari

pemikiran bahwa hakekat hukum itu tidak hanya aturan-aturan yang tertulis

yang ditetapkan oleh penguasa, tetapi selain daripada itu banyak aturan-

aturan yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang seiring dengan

kehidupan masyarakat sesuai dengan era zaman yang di alami.

Sejak diundangkan UUPA sampai saat ini belum banyak dibuat

peraturan pelaksanaan dari UUPA tersebut, sehingga dalam praktik

menimbulkan banyak penyimpangan dalam penerapannya. Sebagai contoh

misalnya dalam pengadaan tanah bagi orang asing yang berinvestasi di

Indonesia. Hal ini dikarenakan UUPA pada saat diundangkan, lebih

menekankan dalam memberikan perlindungan terhadap penguasaan tanah

oleh petani, mengingat negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan

rakyatnya termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraris saat

itu. Sedangkan dalam perkembangannya saat ini telah menuju kearah

sebagai negara industri, salah satunya adalah industri pariwisata. Bali sebagai

salah satu pulau yang mengembangkan industri pariwisata, untuk menunjang

fasilitas pariwisata tersebut, maka dibutuhkan lahan yang tidak sedikit.

Page 97: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Dalam pengadaan tanah untuk memenuhi kebutuhan para investor,

khususnya investor asing sesuai keinginannya, terkadang menimbulkan

permasalahan karena tidak sesuai dengan aturan yang ada, dan kalaupun

ada tetapi tidak sesuai dengan kebutuhan. Adapun salah satu permasalahan

yang muncul, yaitu adanya keinginan orang asing dalam berinvestasi untuk

mendapatkan penguasaan hak atas tanah secara hak milik. Untuk memenuhi

permintaan tersebut, maka ditempuhlah cara-cara yang sebetulnya dilarang

menurut undang-undang. Oleh karena itu perlu kiranya untuk membahas

permasalahan ini dari aspek yang berbeda, sehingga dapat menjadi

pertimbangan bagi eksekutif, legislatif dan penegak hukum dalam

menyelesaikan kasus-kasus pertanahan yang melibatkan orang asing secara

proposional demi terwujudnya tujuan hukum itu sendiri.

Legalitas perjanjian nominee, jika ditinjau dari aspek tujuan hukum

berdasarkan kasus yang ada, dalam hal ini berkenaan dengan kemanfaatan

dari hukum itu dalam mengatur pengadaan tanah untuk memenuhi kebutuhan

orang asing akan tanah dalam berinvestasi di Bali. Hal ini sesuai dengan apa

yang menjadi tujuan diundangkannya UUPA selain kepastian hukum itu

sendiri yang paling penting adalah bagaimana hukum agraria yang telah

dibuat bermanfaat dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat sesuai

dengan jaman perkembangannya, dalam rangka untuk mewujudkan

masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narasumber (I

Putu Ngurah Aryana, Notaris di Badung), yang menyatakan pendapatnya,

bahwa perjanjian nominee itu bertentangan dengan Pasal 26 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Page 98: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Untuk menyelesaikan kasus-kasus hukum, yang berkaitan dengan

kontrak yang melibatkan dua kewarganegaraan, diperlukan adanya

pemahaman yang mendalam tentang hakekat dan esensi dari kontrak itu

sendiri, yang didalamnya ada keinginan para pihak yang perlu mendapatkan

perlindungan hukum dengan tanpa harus mengesampingkan adanya suatu

aturan hukum yang berlaku dalam wilayah atau negara.

Adapun teori hukum yang perlu dipertimbangkan untuk dapat dijadikan

rujukan dalam menelaah legalitas dari suatu perjanjian nominee, yaitu

“Konsep Segitiga Pluralisme Hukum (Triangular Concept of Legal Pluralism)

dari Werner Menski”.39 Teori ini menggunakan metode pendekatan hukum :

normatif, empiris, dan filsufis secara serentak dan proposional. Adapun

pendekatan-pendekatan tersebut dapat dijelaskan dalam menelah isu hukum

penyelundupan hukum dalam jual beli tanah bagi orang asing, dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Metode pendekakatan empiris, yang digunakan dalam menelaah isu

hukum tentang penyelundupan hukum dalam jual beli tanah bagi orang

asing tersebut adalah berkaitan dengan isi dari perjanjian nominee

tersebut, yang merupakan kesepakatan para pihak (WNA dengan WNI),

hal ini menjadi cerminan perilaku masyarakat dalam berhukum. Kontrak

atau perjanjian yang dibuat hanya mengikat para pihak dalam perjanjian

tersebut, walaupun secara yuridis ada penyimpangan mengenai causa

yang halal, tapi semasih itu menjadi kesepakatan antar pihak yang

terlibat didalam perjanjian tersebut, tetap berlaku sebagai hukum bagi

39

Achmad Ali, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Volume I Pemahaman Awal, Edisi Pertama Cetakan ke-3, Kencana, Jakarta, hal 177-181

Page 99: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

para pihak itu sendiri dengan segala hak dan kewajibannya harus

dipatuhi dan dilaksanakan dengan baik.

b. Metode pendekatan normatif, pendekatan ini berkaitan dengan undang-

undang yang menjadi pedoman dalam perbuatan hukum dalam jual

beli tanah tersebut, yaitu UUPA. Berdasarkan UUPA

hanya WNI saja yang boleh memiliki tanah dengan Hak Milik,

sedangkan orang asing tidak. Dari konstruksi hukum dalam jual beli

tanah secara nominee, berdasarkan UUPA, yaitu tanah yang dibeli

dengan menggunakan uang milik WNA itu dengan mengatasnamakan

WNI, hal ini telah sesuai dengan ketentuan bahwa, pemilikan untuk

barang yang tidak bergerak (tanah), dibuktikan dengan pemilikan secara

yuridis. Dalam jual beli tidak ada ketentuan yang mengatur tentang

darimana asal uang yang digunakan untuk jual beli tanah tersebut, tapi

dengan siapa dan cara bagaimana tanah itu dapat dialihkan. Menurut

keterangan yang didapat dari Kepala BPN Kota Denpasar dan

Kabupaten Badung, bahwa BPN tidak mengetahui dan tidak mengenal

adanya suatu jual beli tanah HM secara tidak langsung yang dilakukan

antara WNI dan WNA, seandainyapun ada yang

dilakukan, dalam hal pendaftaran haknya tidak akan diterima, karena hal

tersebut bertentangan dengan Pasal 9 dan Pasal 26 UUPA .

c. Metode pendekatan filsufis, pendekatan ini lebih menekankan pada

diterapkannya asas-asas/prinsip-prinsip dari hukum perjanjian yang

menjadi dasar dalam pembuatan suatu perjanjian.

Page 100: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Menurut Maria S.W. Sumardjono40, apabila dianalisa isi dari perjanjian

nominee tersebut secara seksama, para pihak yang berkepentingan dan

merasa saling diuntungkan dengan perjanjian tersebut, tidak

mempermasalahkan kebenaran materiil, bagi mereka pertimbangan praktis

lebih penting dibandingkan pertimbangan yuridis. Perjanjian nominee ini lebih

menekankan kepada bagaimana para pihak baik WNA maupun WNI

mendapat suatu manfaat sebagai sesuatu hal yang diprioritaskan.

Apabila ditinjau dari tujuan yang ingin dicapai oleh orang asing untuk

mendapatkan penguasaan tanah secara Hak Milik adalah bukan

barang/tanahnya, melainkan hanya ingin mendapatkan manfaat dari tanah

tersebut untuk berinvestasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh

Jhon Stuart Mill, bahwa “manusia tidak butuh benda, tetapi apa yang

ditimbulkan oleh bendanya”. Jadi orang asing itu tidak butuh tanahnya tetapi

butuh “manfaat” yang ditimbulkan oleh tanah tersebut, yaitu untuk

mengembangkan usahanya atau mendapatkan nilai ekonomis dari tanah

tersebut.

Dari konstruksi hukum tersebut diatas, maka jual beli tanah bagi orang

asing secara nominee tersebut, apabila ditinjau dari Teori Prioritas Kasuistik41,

yaitu kemanfaatan hukum menjadi prioritas utama dalam penenerapannya,

dengan tanpa harus mengesampingkan tujuan hukum lainnya, yaitu kepastian

hukum dan keadilan. Mengenai kepastian hukum dalam hal ini adalah

kepastian mengenai status kepemilikan atas tanah tersebut, yaitu secara

yuridis Hak Milik atas Tanah tersebut dimiliki oleh WNI (tidak beralih kepada

orang asing). Walaupun dalam realitasnya tanah tersebut penguasaannya

40 Ibid, hlm 17 41

Achmad Ali, 2002, Menyimak Tabir Hukum, Gunung Agung, Jakarta, hal 73

Page 101: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

secara fisik ada ditangan WNA. Tapi pengertian penguasaan oleh WNA

dalam hal ini adalah hanya untuk menikmati dan mengambil nilai ekonomis

dari tanah tersebut tanpa bisa mengalihkan hak atas tanah kepada orang lain,

tanpa sepengetahuan dari WNI sebagai pemilik sah atas tanah tersebut.

Pengertian penguasaan tanah oleh orang asing tersebut adalah penguasan

tanah secara sementara atau memiliki pemilikan.

Menurut Adrian Sutedi (2010:266), konsep jual beli secara nominee

sebenarnya dapat dikatakan tidak bertentangan dengan hukum perjanjian

secara umum, karena tidak ada unsur pemindahan hak milik dari pihak WNI

kepada WNA secara langsung. Transaksi antara kreditur asing dengan debitur

nasional dengan jaminan hak tanggungan adalah suatu transaksi yang sering

terjadi dalam dunia bisnis. Tanah yang merupakan aset dari debitur nasional

dapat dijaminkan dengan hak tanggungan kepada kreditor asing. Namun

demikian, terdapat unsur yang mungkin dapat diperdebatkan yaitu adalah

maksud dan tujuan dari pembiayaan pihak asing terhadap pihak Indonesia

yang sebenarnya adalah upaya untuk menghindar dari larangan ketentuan

UUPA Pasal 26 Ayat (2) di atas yg di dalamnya ada unsur pengalihan secara

tidak langsung.

4. Perjanjian Nominee sebagai sarana investasi bagi Warga Negara Asing

1. Aspek yuridis penguasaan tanah bagi WNA

Secara umum penguasaan tanah oleh WNA dan badan hukum

asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41 dan

42 UUPA yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40

Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak

Pakai atas Tanah. Landasan hukum ketentuan dalam Pasal 2 UUPA yang

Page 102: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

merupakan pelaksanaan amanat Pasal 33 Ayat (3) UUD RI 1945, yang

salah satu perwujudan kewenangan Negara adalah menentukan dan

mengatur hubungan hukum antara orang dengan bumi (termasuk tanah),

air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

Berdasarkan kewenangan Negara tersebut, maka ditentukanlah

bermacam-macam hak atas tanah, dengan isi dan wewenang masing-

masing, termasuk persyaratan tentang subyek (pemegang) hak atas tanah.

Pasal 9 ayat (1) UUPA dinyatakan, bahwa hanya Warga Negara Indonesia

(WNI) yang dapat mempunyai hubungan sepenuhnya dengan bumi, air dan

ruang angkasa, dengan perkataan lain, hanya WNI saja yang dapat

mempunyai Hak Milik (HM). Bagi Warga Negara Asing (WNA) yang

berkedudukan di Indonesia dan badan hukum asing yang mempunyai

perwakilan di Indonesia dapat diberikan Hak Pakai (HP). Sebagai tindak

lanjut dari adanya ketentuan hukum tersebut di atas, maka diundangkan

Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah

Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di

Indonesia. Dalam Pasal 1 dinyatakan bahwa WNA yang berkedudukan di

Indonesia dapat memiliki sebuah rumah untuk tempat tinggal atau hunian

dengan hak atas tanah tertentu. Yang dimaksud WNA adalah WNA yang

kehadirannya di Indonesia memberikan manfaat bagi pembangunan

nasional. Ditegaskan lagi dalam penjelasan Pasal 1, yaitu bahwa pemilikan

tersebut tetap dibatasi pada satu buah rumah. Tujuan dari pembatasan di

atas adalah untuk menjaga agar kesempatan pemilikan tersebut tidak

menyimpang dari tujuannya, yaitu sekedar memberikan dukungan yang

wajar bagi penyelenggaraan usaha orang WNA tersebut di Indonesia. Arti

Page 103: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dari memberikan “manfaat” tidak dijelaskan secara cukup, sehingga

menimbulkan berbagai penafsiran dalam pelaksanaannya. Semestinya

perlu ada penjelasan yang lebih kongkrit tentang adanya batasan-batasan

yang jelas bagi WNA yang melakukan usaha di Indonesia demi adanya

kepastian hukum. WNA yang berada dan menetap di Indonesia pastilah

memiliki kegiatan usaha atau bekerja pada bidang usaha tertentu. Ini sama

saja artinya bahwa setiap WNA yang menetap di Indonesia dapat memiliki

rumah untuk tempat tinggal.

Berkenaan dengan kategori WNA yang dapat mempunyai rumah di

Indonesia, dalam Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala BPN No. 110-2871

tentang Pelaksanaan PP No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah

Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing, tertanggal 8 Oktober 1996,

dijelaskan bahwa orang asing dari segi kedudukannya di Indonesia dapat

dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu 42:

a. Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap

(penduduk Indonesia), dan

b. Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap,

Melainkan hanya sewaktu-waktu berada di Indonesia.

Pembedaan itu berkaitan dengan dokumen yang harus ditunjukkan

ketika melakukan perbuatan hukum untuk memperoleh rumah, yakni:

a. Bagi orang asing menetap: Izin Tinggal Tetap, dan

b. Bagi orang asing lainnya: Izin Kunjungan atau Izin Keimigrasian

lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada pasport atau

42

Maria S.W. Sumardjono, Op.Cit, hlm 12

Page 104: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

dokumen keimrigasian lainnya yang dimiliki orang asing yang

bersangkutan.

Berdasarkan penjelasan Pasal 1 PP No. 41 Tahun 1996, yang

membatasi pemilikan rumah hanya satu buah rumah, ketentuan ini

menutup akses bagi orang asing yang ingin memiliki rumah lebih dari satu

buah untuk tujuan berinvestasi di bidang property.

Adapun kategori rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat

dimiliki oleh WNA adalah :

a. Rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas bidang tanah :

Hak Pakai atas tanah negara atau Hak Milik yang dikuasai dengan

perjanjian dengan pemegang hak atas tanah.

b. Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak

Pakai atas tanah Negara.

Dalam penjelasan PP No.41 Tahun 1996 ditegaskan bahwa

pemilikan Hak Pakai atas Tanah Negara untuk orang asing/WNA

dimungkinkan berdasarkan ketentuan Pasal 42 UUPA, sedangkan untuk

rumah yang berdiri sendiri yang dibangun di atas tanah yang dikuasai

berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak atas tanah, dijelaskan

bahwa Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman,

memungkinkan pembangunan rumah dilakukan oleh bukan pemilik hak

atas tanah berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah dengan

suatu perjanjian tertulis.

Selanjutnya dijelaskan bahwa berdasarkan ketentuan tersebut,

maka sebenarnya penguasaan tanah yang digunakan untuk bangunan

dimungkinkan, karena sifatnya yang berpangkal pada persetujuan dengan

Page 105: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

pemegang hak atas tanah, maka perjanjian ini dapat dilakukan di atas

tanah yang dikuasai dengan hak-hak yang diatur oleh UUPA, diantaranya

dapat dibangun di atas tanah Hak Milik dan Hak Guna Bangunan. Dalam

hal ini memberikan ruang lingkup yang cukup luas bagi penguasaan tanah

untuk rumah tinggal bagi orang asing/WNA.

Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996,

dinyatakan Jangka waktu penguasaan tanah oleh orang asing untuk

mendirikan bangunan rumah tinggal dengan pemegang hak atas tanah

adalah paling lama 25 (duapuluh lima) tahun, dan dapat diperbaharui untuk

jangka waktu tidak lebih lama dari 25 (duapuluh lima) tahun, sepanjang

orang asing/WNA tersebut masih berkedudukan di Indonesia.

Rumah yang berdiri sendiri dapat dibangun di atas tanah Hak Pakai

Atas Tanah Negara (HPTN) atau Hak Pakai yang berasal dari tanah hak

milik yang diberikan oleh pemegang Hak Milik dengan Akta PPAT. Hak

Pakai yang diberikan untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, dapat

diperpanjang dengan 20 (dua puluh) tahun dan dapat diperbaharui

berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak yang dituangkan dalam akta

PPAT. Hak Pakai wajib didaftarkan (diterbitkan sertipikatnya) dan bagi HP

atas tanah HM pemberiannya harus dicatat dalam buku tanah dan sertfikat

HM yang bersangkutan. Bila orang asing/WNA tersebut tidak lagi

memenuhi persyaratan, dalam waktu 1 (satu) tahun harus melepaskan Hak

Pakai atas Tanah Negara yang bersangkutan kepada pihak lain yang

memenuhi syarat. Bila kewajiban ini tidak dipenuhi, Hak Pakai akan hapus

dan tanahnya menjadi tanah negara (Pasal 56 PP No. 40 Tahun 1996).

Page 106: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

2. Perjanjian Nominee sebagai Alternatif Penguasaan Tanah oleh Warga

Negara Asing

Dalam konsep hukum tanah nasional, kepastian hukum dalam

hubungan antara subyek hak dengan tanahnya ditentukan oleh jenis hak

atas tanah, letak, luas dan batas tanahnya. Dengan demikian, bahwa

aspek yang menentukan adalah hak atas tanahnya, bahwa kemudian di

atas tanah itu didirikan atau berdiri bangunan baik untuk hunian maupun

bukan hunian, hal itu merupakan kewenangan yang timbul dari hubungan

hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanah tersebut.

Sedangkan PP No 41 Tahun 1996 dilandasi pola pikir yang

berbeda, dalam PP tersebut yang diutamakan adalah pemilikan rumah

tempat tinggal oleh WNA. Oleh karena itu, jika PP No. 41 Tahun 1996

disempurnakan, maka sesuai dengan konsep hukum tanah nasional,

seyogyanya ruang lingkup pengaturannya adalah hak atas tanah beserta

bangunan, untuk hunian maupun bukan hunian, baik yang berdiri sendiri

maupun bangunan bertingkat, yang dapat dipunyai oleh WNA maupun

badan hukum asing. Penyempurnaan ini diperlukan dalam upaya

memberikan kesempatan bagi WNA dan badan hukum asing untuk

mempunyai Hak Pakai atas tanah beserta bangunan yang digunakan untuk

hunian maupun bukan hunian sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku43.

Berdasarkan ketentuan-ketentuan dan pemikiran tersebut di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa penguasaan tanah oleh orang asing hanya

dapat dilakukan dengan Hak Pakai, dan pemilikan tanah untuk orang asing

43 Ibid, hlm 50-51.

Page 107: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

berdasarkan PP 41 Tahun 1996 luasnya terbatas, yaitu hanya untuk satu

bidang tanah saja. Disamping itu adanya ketentuan yang mewajibkan bagi

WNA yang ingin memiliki tanah/bangunan untuk tempat tinggal atau usaha

harus berkedudukan di Indonesia, yaitu dibuktikan dengan memiliki Ijin

Tinggal Sementara (KITAS) atau Ijin Tinggal Tetap.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, apabila ditinjau dari teori-teori

dan doktrin-doktrin hukum, penguasaan tanah secara Hak Milik bagi orang

asing masih dimungkinkan, salah satunya dengan mengadakan perjanjian

dengan pemegang hak atas tanah. Perjanjian nominee merupakan salah

satu alternatif yang dapat digunakan sebagai pengaturan dalam rangka

untuk memberikan kesempatan bagi orang asing yang ingin berinvestasi,

dengan tanpa harus melanggar ketentuan yang ada. Apabila perjanjian

nominee ini ditinjau kembali, secara yuridis kepemilikan tanah Hak Milik

adalah tetap berada di tangan WNI, sedangkan hanya penguasaan fisik

sajalah yang berada di tangan WNA.

Perjanjian nominee yang dibuat oleh para pihak (WNA dan WNI)

adalah sebagai perwujudan adanya kesepakatan kerjasama dalam

pengadaan tanah bagi orang asing untuk menunjang usahanya.

Kedudukan perjanjian nominee dalam jual beli tanah tersebut sangat

penting, karena menjadi perjanjian pokok untuk dapat terealisasinya

maksud dan kehendak WNA dalam berinvestasi. Tanpa adanya perjanjian

nominee ini tidak mungkin terealisasi jual beli atas tanah bagi orang asing

tersebut, disamping itu apabila jual beli itu dilakukan hanya berdasarkan

kepercayaan secara lisan antar para pihak, posisi orang asing tersebut

sangat lemah, hal ini dikarenakan sangat mudah bagi WNI untuk dapat

Page 108: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

mengalihkan tanah HM tersebut kepada pihak lain. Walaupun secara

yuridis substansi jual beli secara nominee dilarang menurut ketentuan

perundang-undangan, tetapi sebagai bentuk kesepakatan para pihak tetap

mengikat sebelum dibatalkan oleh Pengadilan yang memiliki kekuatan

hukum tetap.

Adapun kekuatan mengikat perjanjian nominee ini terletak pada

komitmen di antara para pihak di dalam perjanjian tersebut, yaitu selama

tidak ada pengingkaran oleh para pihak terhadap apa yang telah disepakati

dan dinyatakan di dalamnya. Walaupun demikian dengan adanya struktur

perjanjian nominee yang didalamnya ada perjanjian sewa menyewa maka

kepentingan WNA dalam penguasaan atas tanahnya tetap terlindungi. Jadi

perjanjian nominee ini dibuat menjadi sarana dalam berinvestasi bagi orang

asing untuk menjaga komitmen para pihak dalam rangka untuk

kelangsungan usahanya. Dengan adanya perlindungan hukum tersebut,

maka dapat memberikan kepastian hukum dalam penguasaan tanah untuk

investor, yaitu adanya kesempatan untuk menggunakan bidang tanah

yang dikuasainya, selama diperlukan untuk memperoleh manfaat yang

wajar dari investasinya (Boedi Harsono (2008: LXVII). Atas dasar itulah,

apabila terjadi sengketa antar pihak, maka dapat dijadikan pertimbangan

untuk memberikan perlindungan hukum bagi WNA yang telah

menanamkan modalnya dalam berinvestasi di Bali khususnya dan

Indonesia pada umumnya. Dalam hal ini perlindungan hukum terhadap hak

atas tanah yang bersangkutan, yaitu perlindungan terhadap hubungan

hukumnya serta perlindungan terhadap pelaksanaan kewenangan haknya.

Page 109: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Penguasaan Hak atas Tanah oleh Warga Negara Asing dalam

melakukan investasi di Bali, telah diberikan suatu bentuk penguasaan

yaitu Hak Pakai yang mana kiranya sudah cukup untuk melakukan

investasi di Indonesia. Pemilikan rumah dan penguasaan tanah dengan

cara perolehan hak atas tanah untuk orang asing dapat dilakukan

dengan membeli atau membangun rumah di atas tanah Hak Pakai atas

Tanah Negara atau Hak Pakai Atas Tanah Milik atas dasar Perjanjian

tertulis dengan pemilik tanah yang bersangkutan. Tujuan penguasaan

Hak atas Tanah oleh WNA, adalah untuk mengambil manfaat ekonomis

yang timbul dari penguasaan atas tanah tersebut.

2. Kedudukan Hukum Warga Negara Asing dalam kegiatan investasi di

Bali adalah Hak Penguasaan atas Tanah untuk WNA yaitu Hak Pakai,

merupakan suatu bentuk kepastian hukum didalam melakukan investasi

di Bali khususnya. Hak-hak penguasaan atas Tanah oleh WNA selain

Hak Pakai, tidak mempunyai kepastian hukum tetap, dikarenakan oleh

adanya indikasi suatu bentuk penyelundupan hukum yang sering terjadi.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Hak Pakai

di atas Tanah Negara untuk WNA diberikan dalam jangka waktu 25 (dua

puluh lima) tahun, dapat diperpanjang selama 20 (dua puluh) tahun, dan

diperbaharui untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun. Hak Pakai di

atas tanah Hak Pengelolaan dapat diperpanjang dan diperbaharui atas

Page 110: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

usul pemegang Hak Pengelolaan, sedangkan Hak Pakai yang terjadi di

atas tanah Hak Milik tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui

atas kesepakatan antara pemegang Hak Milik dan pemegang Hak

Pakai.

B. Saran

1. Keberadaan Warga Negara Asing di Indonesia dalam rangka investasi

terhadap penguasaan atas tanah di Bali khususnya, hendaknya untuk

tetap mengacu kepada segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku, yang mana menyangkut dengan Hak Penguasaan atas Tanah

yang dapat dimiliki oleh WNA yaitu Hak Pakai.

2. Dengan adanya suatu bentuk kepastian hukum terhadap investasi oleh

WNA di Indonesia, di dalam hal penguasaan atas tanah, diharapkan

tidak terjadi lagi suatu bentuk penyelundupan hukum oleh WNA.

Sehingga ke depannya, dalam rangka investasi oleh WNA, dapat

terciptanya perjanjian yang baik dan WNA yang berinvestasi di

Indonesia juga memiliki suatu kedudukan hukum yang kuat jika

dibandingkan dengan melakukan suatu bentuk penyelundupan hukum

dengan mengatasnamakan WNI sebagai pemilik yuridis dari suatu

bidang tanah.

Page 111: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

DAFTAR BACAAN

Abdul kadir, Muhammad, 2000, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung.

---------------, 2003, Hukum Perjanjian di Indonesia, PT Rineka Cipta, Jakarta.

Abdurrasyid, H.Proyatna, 1996, Penyelesaian Sengketa Komersial (Nasional Dan

Internasional) di luar Pengadilan, Makalah Herlien Budiono, 2006, Asas

Keseimbagan bagi perjanjian Indonesia, Cetakan pertama, Citra Aditya

Bakti, Bandung.

Achmad Ali, 2002, Menyimak Tabir Hukum, Gunung Agung, Jakarta.

---------------, 2010, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judicialprudence) termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence),

Volume I Pemahaman Awal, Edisi Pertama Cetakan ke-3, Kencana,

Jakarta.

Alvi Syahrin, 2009, Beberapa Masalah Hukum, PT. Softmedia, Medan

Boedi Harsono, 2007, Hukum Agraria Indonesia, Taruna Grafika, Jakarta

---------------, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi

dan Pelaksanaannya, Jilid 1, Penerbit Djambatan, Jakarta

Diana Trantri C, 2006, Hukum Kontrak, Mandar Maju, Yogyakarta

Herlien Budiono, 2006, Asas Keseimbangan bagi Perjanjian Indonesia, Cetakan

Pertama, Citra Aditya Bakti, Bandung

Page 112: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

---------------, 2007, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan,

Citra Aditya Bakti, Bandung

---------------, 2009, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang

Kenotariatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

Kusumahadi, 2001, Asas-asas Hukum Perdata, Yayasan Badan Penerbit Gadjah

Mada, Yogyakarta

Lawrence M Friedman, 1975, The Legal System, A Social Science Perspective,

Rusell Sage Foundation, New York

Lumban Tobing, G.H.S., 1983, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta

Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi Dan

Implementasi, Penerbit Kompas, Jakarta

---------------, 2007, “Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta

Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing”, Kompas,

Jakarta

Mariam Darus Badrulzaman, 1994, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kaitannya

Dengan Perjanjian Baku (Standar), Alumni, Bandung

---------------, 2001, Perikatan pada Umumnya, dalam buku berjudul Kompilasi

Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

Marni Emmy Mustafa, 2007, Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum

Paten di Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs-WTO, PT. Alumni, Bandung

Page 113: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Meliala, A. Qiram Syamsuddin, 2001, Hukum Perjanjian, Liberty, Bandung

Patrik, Purwahid, 1994, Dasar – Dasar Hukum Perikatan, Mandar maju,

Semarang

Oemar Seno Adji, 1966, Prasarana dalam Indonesia Negara Hukum, Simposium

UI Jakarta

Oloan Sitorus & H.M. Zaki Sierrad, 2006, Hukum Agraria di Indonesia, Konsep

Dasar dan Implementasinya, Mitra Kebijakan Tanah Indonesia,

Yogyakarta

Parlindungan, AP, 1994, Bunga Rampai “ Hukum Agraria Serta Landreform”

Bagian II, Mandar Maju, Bandung.

Peter Mahmud Marzuki, 2009, Metode penelitian Hukum, PT Fajar Interpratama,

Jakarta

Philipus M. Hadjon, Formulir Pendaftaran Tanah Bukan Akta Otentik, Surabaya

Post, 31 Januari 2001, Hal 3

Poerwosutedjo, H. M. N, 1992, Pokok-pokok Hukum Dagang, Perwasitan,

Kepailitan dan Penundaan pembayaran, Cet. III, Djambatan, Jakarta

Prodjodikoro, Wirdjono, 2004, Azas-azas Hukum Perjanjian, CV Mandar Maju,

Bandung

Salim HS, H, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di luar KUHPerdata, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Setiawan, R., 2007, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Putra Abardin, Bandung

Page 114: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Soemitro, Ronny Hanitijo, 1990, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia,

Jakarta

Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 1985, penelitian hukum normative suatu

tinjauan singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Solly Lubis, M, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung

Subekti, R, 1987, Hukum Jaminan Dalam Sistem Hukum Nasional, BPHN

Binacipta, Bandung

---------------, 1992, Arbitrase Perdagangan, Bina Cipta, Bandung

---------------, 2002, Hukum Perjanjian , PT Intermasa, Jakarta

Subekti dan Tjitrosudibio, 2009 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya

Paramita, Jakarta

Sudiarto, H. dan Zaeni Asyhadie, 2004, Mengenal Arbitrase, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Sugiyono, 2003, Metode Penelitian Administrasi, ALFABETA, Bandung

Suharnoko, 2004, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta

Sunggono, Bambang, 1996, metode penelitian hukum, Raja Grafinda Persada,

Jakarta

Page 115: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Sumardika, I Nyoman, 2007, Tesis Universitas Gadjah Mada, Penguasaan

Tanah Oleh Warga Negara Asing Di Kabupaten Badung.

Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kedelapan, Sinar Grafika,

Jakarta

Ter Haar, 1981, Azas-Azas dan Susunan Hukum Adat, terjemahan K. Ng.

Soebakti Poesponoto, Pradnya Paramita, Jakarta

Page 116: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …

Peraturan Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen IV

Burgerlijk Wetboek, diindonesiakan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cetakan

ke Empatpuluh

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria (Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960)

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran

Negara Tahun 1985 Nomor 75)

Undang-Undang Nomor 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3474)

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1996)

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2006 Nomor 63) Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 (Lembaran Negara Tahun 2007

Nomor 67 ) tentang Penanaman Modal Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat

Tinggal atau Hunian oleh Warga Negara Asing yang Berkedudukan di

Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah

Page 117: TESIS KEDUDUKAN HUKUM WARGA NEGARA ASING DALAM …