tes
DESCRIPTION
tesTRANSCRIPT
Laporan Kasus
TUMOR DABSKA SINONASAL
Oleh:
Suriya Suwanto
PPDS I Ilmu Kesehatan THT – KL
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
1. PENDAHULUAN
Tumor Dabska adalah salah satu jenis tumor ganas pembuluh darah tipe
intermediate, dengan karakteristik memiliki angka kekambuhan lokal yang tinggi
dan risiko metastasis regional ataupun jarak jauh yang rendah. Tumor ganas
pembuluh darah ini paling banyak ditemukan pada kulit dan sering
mengakibatkan kesulitan dalam diagnosis.1
Tumor Dabska adalah neoplasma yang sangat jarang dan hanya 31 kasus
dilaporkan di seluruh dunia. Tumor ini umumnya terdapat pada kulit dan subkutis
bayi atau anak-anak. Masih kontroversi apakah tumor merupakan kelainan yang
unik atau merupakan salah satu kelompok neoplasma yang heterogen.2
Awalnya tumor Dabska banyak dilaporkan sebagai tumor di kepala, leher
dan ekstremitas.3 Setelah itu berbagai variasi lokasi telah dilaporkan, seperti pada
ginjal, testis, lidah, gluteus, heliks telinga dan tulang.
Dilaporkan sebuah kasus tumor Dabska sinonasal pada wanita muda
berusia 35 tahun sebagai kasus tumor Dabska pertama di bagian THT-KL RSUP
Sanglah.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi
Tumor Dabska pertama kali dilaporkan pada tahun 1969 oleh Maria
Dabska dengan kasus serial pada 6 orang anak yang semuanya berlokasi di kulit
dan jaringan subkutis.4 Lokasi tumor saat ditemukan yaitu pada lutut, tumit, pipi,
pelipis, leher dan telapak tangan. Pada semua kasus yang dilaporkan, tumor
1
awalnya berukuran kecil dengan diameter antara 2-3 cm. Sejalan dengan
pertumbuhan anak, tumor membesar sehingga saat diperiksa tumor berukuran 4-9
cm.5
Tumor saat itu dideskripsikan sebagai angiosarkoma yang low grade
dengan karakteristik proliferasi papilari endovaskuler dari sel endotel yang atipik
dan pembuluh darah yang saling berhubungan di dalam dermis.3 Menurut
klasifikasi WHO, tumor Dabska dimasukkan dalam kelompok tumor jaringan
lunak kategori tumor pembuluh darah dan limfatik intermediate.6 Tumor ini
dikategorikan sebagai tumor ganas pembuluh darah intermediate karena potensial
biologiknya intermediate antara hemangioma dan angiosarkoma.1 Dan
dikategorikan ganas karena adanya aktivitas mitosis, area nekrosis serta adanya
kemungkinan bermetastasis ke kelenjar getah bening regional.6
Tumor Dabska juga dikenal sebagai Endovascular Papillary
Hemangioendothelioma, Malignant Endovascular Papillary Angioendothelioma
(MEPA) dan Papillary Intralymphatic Angioendothelioma (PILA). Tumor ini
sebelumnya dikenal sebagai tumor pada anak dan neonatus.2, 7 Akhir-akhir ini
pada beberapa kasus telah mulai dilaporkan terjadi pada bayi hingga dewasa 83
tahun.
Dari 6 kasus yang dilaporkan oleh Maria Dabska, umur anak bervariasi
dari 4 bulan sampai 15 tahun. Empat anak dengan tumor Dabska kongenital, dua
anak berusia 7 bulan dan 14 bulan.8
Kasus anak dibanding dewasa dikatakan 3 berbanding 1.1, 3 Sedangkan
literatur lain menyatakan dari 31 laporan kasus tumor Dabska, 19 orang anak-
anak, dan 12 orang dewasa.9
Predileksi jenis kelamin pada tumor Dabska tidak jelas. Dimana 9 dari 18
anak dan 8 dari 12 orang dewasa adalah wanita. Predileksi ras atau etnik juga
tidak jelas.3, 4
Tidak ada predileksi lokasi yang dilaporkan, akan tetapi awalnya banyak
dilaporkan sebagai tumor di kepala, leher dan ekstremitas.3 Setelah itu berbagai
variasi lokasi telah dilaporkan, seperti pada ginjal, testis, lidah, gluteus, heliks
telinga dan tulang.3,9,10
2
2.2 Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal
Jaringan lunak hidung dan sinus terdiri dari lapisan kulit, jaringan
subkutis, otot wajah dan periosteum. Kulit wajah yang paling tebal terdapat pada
tip hidung dan scalp sedangkan yang paling tipis terdapat pada kelopak mata.
Mukosa pada hidung dan sinus terdiri dari lapisan epitel, lamina propria, lapisan
submukosa dan lapisan periosteum tipis.11
Mukosa rongga hidung terdiri dari mukosa pernafasan (mukosa
respiratorius) dan mukosa penghidu (mukosa olfaktorius). Mukosa pernafasan
terdapat pada sebagian besar rongga hidung, permukaannya dilapisi oleh epitel
torak berlapis semu bersilia (ciliated pseudostratified columnar epithelium) dan di
antaranya terdapat sel-sel goblet. Sedangkan mukosa penghidu terdapat pada atap
rongga hidung, konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa penghidu
dibatasi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia (pseudostratified columnar
non ciliated epithelium).12
Lapisan submukosa berada di bawah lamina propria, mengandung
pembuluh darah dan saraf mukosa pada stroma longgar. Pembuluh darahnya
mencakup arteriol, kapiler dan vena. Tebal lapisan submukosa sangat bervariasi
tergantung pada area sinonasal. Mukosa yang paling tebal terdapat pada meatus
inferior, sedangkan yang paling tipis pada sel sinus etmoid.11
Lapisan submukosa mengandung sel inflamasi yang bervariasi tingkatnya
tergantung pada lokasi dan daya tahan tubuh. Lapisan submukosa dipisahkan dari
tulang oleh lapisan periosteum atau perikondrium. Lapisan ini umumnya longgar,
sehingga mukosanya mudah dilepaskan dari tulang.11
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang, dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengah menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Septum terdiri dari struktur tulang dan tulang rawan.13
Dinding lateral kavum nasi tersusun atas konka. Terdapat 3 buah konka
pada masing-masing sisi yaitu konka superior, media dan inferior yang menetap
sampai usia dewasa, namun kadang-kadang didapatkan konka suprema. Ruang di
antara konka disebut meatus.13 Stroma konka media mengandung banyak kelenjar
sedangkan stroma konka inferior mengandung banyak pembuluh darah. Pembuluh
3
darah yang besar, berkelok-kelok, tidak memiliki katup, beranostomosis dengan
vena disebut sinusoid, terutama ditemukan di konka media dan inferior.12
Gambar 1. Anatomi hidung (dikutip dari www.wikipedia.com) 14
Perdarahan hidung bagian dalam berasal dari tiga arteri utama yaitu: a.
etmoidalis anterior, a. etmoidalis posterior (cabang dari a. oftalmika) dan a.
sfenopalatina. Arteri sfenopalatina merupakan cabang terminal a. maksilaris
interna.12
Bagian anterior dan superior septum serta dinding lateral hidung
mendapatkan aliran darah dari a. etmoid anterior sedangkan cabang a. etmoidalis
posterior mensuplai daerah yang sempit di posterior (area olfaktorius). Arteri
maksilaris interna, cabang dari a. karotis eksterna, berjalan di lateral lamina
pterygoideus memasuki fossa pterygoideus dan berlanjut menjadi a. sfenopalatina
ke kavum nasi melalui foramen sfenopalatina pada ujung posterior konka media.
Di dalam hidung, arteri ini bercabang ke hidung bagian posterolateral dan
posterior septum yang berjalan bersama dengan cabang kedua dan ketiga n.
trigeminus.12
Terdapat anostomosis antara arteri-arteri hidung di lateral dan arteri
etmoid di daerah anteroinferior septum, yang disebut plexus Kiesselbach. Cabang
lain a. sfenopalatina turun di dalam kanalis palatina mayor memasuki rongga
mulut dan kemudian menyebar di bawah permukaan palatum. Vena-vena hidung
4
mempunyai nama yang sama, berjalan berdampingan dengan arterinya, mengalir
ke pleksus oftalmika dan sebagian menuju sinus kavernosus.12
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsikan karena memiliki bentuk yang sangat bervariasi pada setiap
individu. Terdapat empat pasang sinus paranasal, mulai dari sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid. Sinus paranasal merupakan hasil
pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang,
Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam rongga hidung.12
Sinus maksila merupakan sinus paranasal terbesar dan berbentuk piramid.
Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fossa
kanina. Dinding posterior adalah permukaan infra temporal maksila. Dinding
medial adalah dinding lateral rongga hidung. Dinding superior adalah dasar orbita,
sedangkan dinding inferior adalah procesus alveolaris dan palatum.15
Sinus frontal memiliki ukuran yang bervariasi dan pada 5% orang dewasa
sinus ini tidak berkembang. Dasar sinus frontal berfungsi sebagai atap supra orbita
dan ostium sinus frontal berlokasi pada bagian posteromedial dari lantai sinus.15
Sinus etmoid adalah sinus dengan anatomi yang paling kompleks. Dinding
lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan membatasi sinus
etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior berbatasan
dengan sinus sfenoid.15
Sinus sfenoid memiliki banyak pembuluh darah dan saraf yang penting.
Ostium sinus sfenoid berlokasi pada medial konka superior pada 83% kasus dan
lateral dari konka pada 17% kasus.15
2.3 Etiologi
Etiologi tumor Dabska sampai saat ini belum jelas. Pada kasus tumor
Dabska di gluteus anak, riwayat trauma sebelumnya di area tersebut disangkal,
demikian juga pada kasus tumor di testis. 9, 10 Tumor Dabska dilaporkan
kongenital pada 4 orang anak.3
2.4 Diagnosis
5
Gambaran klinis pada tumor Dabska bervariasi. Ada yang dilaporkan
sebagai massa yang berbatas tidak jelas, sebuah plak atau nodul dengan proyeksi
jaringan sekeliling yang bisa dipalpasi. Kulit di sekeliling tumor bisa berwarna
merah muda, kebiruan atau keunguan dengan dermis yang atrofi. Kadang
ditemukan gambaran klinis seperti kista atau lesi intradermis jinak lainnya.3
Secara klinis tumor Dabska sering didiagnosis sebagai hemangioma.7
Terdapat dua bentuk lesi pada tumor Dabska yaitu kulit yang membengkak
difus dan tumor intradermis. Pada bentuk kulit yang membengkak difus, tumor
umumnya berkonsistensi padat dan keras, sedangkan tumor intradermis umumnya
berkonsistensi lunak. 5
Keluhan pada pasien bervariasi tergantung lokasi tumor. Keluhan rasa
nyeri, ulserasi atau berdarahnya sisi yang terkena tidak selalu ditemukan. Tumor
Dabska umumnya muncul sebagai lesi yang pertumbuhannya lambat dan dicurigai
adanya sifat pertumbuhan jaringan tumor yang berbeda pada area yang berbeda.8
Tumor Dabska awalnya dilaporkan sebagai tumor berdiameter 2-3 cm. Pada
beberapa kasus, tumor mencapai diameter 40 cm dan tumbuh menjadi massa yang
tidak jelas.2
Pada kasus tumor Dabska di ginjal dilaporkan adanya splenomegali pada
anak laki-laki berusia 5 tahun tanpa adanya keluhan malaise, perubahan nafsu
makan, penurunan berat badan, demam ataupun nyeri. Tidak ada limfadenopati.4
Keluhan konstipasi dilaporkan pada kasus tumor Dabska di gluteus kiri
seorang anak berusia 1 tahun. Tumor berukuran 9x6x5 cm dan tumbuh meluas ke
dalam jaringan lunak area perineum serta presacrum. Tumor meluas pada otot
gluteus kiri dan menginfiltrasi sphincter ani.9
Pada kasus tumor Dabska di testis, seluruh bagian testis digantikan oleh
bagian tumor, tetapi bentuk testis tetap tidak berubah. Permukaan testis tampak
rata dan berwarna kecoklatan.10 Sedangkan kasus tumor Dabska pada leher wanita
umur 83 tahun berupa tumor kistik dengan cairan serous berwarna kuning
kecoklatan, berlokasi pada jaringan subkutis leher. Tumor tanpa kapsul yang jelas
dan berinvasi ke sekeliling kelenjar parotis dan otot.16
6
Tumor Dabska juga dilaporkan terjadi pada os femur distal wanita berusia
45 tahun dengan keluhan nyeri yang memburuk di malam hari dan nyeri saat
berjalan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan di medial femur distal
di atas sendi lutut.17
Sampai saat ini belum ada literatur yang membahas prosedur tetap
pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis tumor Dabska. Pemeriksaan
rontgen dan CT scan dengan kontras umumnya dilaksanakan pada semua kasus
yang pernah dilaporkan. Disertai pemeriksaan USG abdomen untuk tumor Dabska
pada ginjal dan MRI pada beberapa kasus.
Diagnosis tumor Dabska umumnya ditegakkan dengan biopsi. Salah satu
literatur mengatakan pemeriksaan aspirasi jarum halus atau fine needle aspiration
biopsy pada kasus tumor Dabska bisa dilaksanakan sebagai pemeriksaan awal
yang kemudian diikuti oleh pemeriksaan histopatologi untuk konfirmasi.6
Pemeriksaan imunohistokimia sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis tumor Dabska, karena sel tumor umumnya mengekspresikan CD31, CD
34, faktor VIII, dan VEGFR-3 (Vascular Endothelial Cell Growth Factor
Receptor type 3). Pemeriksaan CD34 dan VEGFR-3 dikatakan sebagai
pemeriksaan yang paling penting pada kasus tumor Dabska.10
2.5 Histopatologi
Epidermis pada tumor Dabska umumnya tampak normal.5 Kelainan
umumnya terdapat pada dermis dan sering subkutis, dengan pembuluh darah yang
bervariasi berbentuk rapi sampai saling berhubungan dan berdilatasi, disertai
dengan proliferasi intravaskuler kompleks yang menyerupai gambaran glomerulus
(glomerulus-like-pattern) atau rosette-like structure. Pembuluh darah yang ganas
dibatasi oleh satu lapis sel endotel dengan sitoplasma yang mendesak ke lumen sel
endotel hobnail atau matchstick fashion. 1
Literatur lain menyatakan bahwa tumor Dabska berkarakteristik struktur
proliferasi dari endovaskuler papiler yang mendesak ke dalam lumen pembuluh
darah seperti intravaskuler dan perivaskuler limfositik infiltrat yang inflamasi.5 Di
antara lumen, bisa terdapat limfosit matur yang berdekatan dengan endotel
hobnail. Stroma di sekelilingnya sklerotik dan mengandung infiltrat limfoid.
7
Beberapa kasus tumor Dabska telah dilaporkan muncul bersama dengan
limfangioma atau malformasi vaskuler.
Gambar 2: Gambar histopatologi tumor Dabska dengan sel endotel hobnail.18
Sel tumor mencerminkan reaksi terhadap CD 31 dan CD 34 tipikal dari
mayoritas tumor pembuluh darah. Tumor Dabska juga mengekspresikan
podoplanin dan VEGFR-3. VEGFR-3 adalah petanda endotel limfatik. 1 Petanda
endotel pembuluh darah seperti faktor VIII, CD 34, CD 31, Fli-, vimentin dan
VEGFR-3 umumnya dipakai untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis neoplasma
vaskuler.
Dalam kasus-kasus yang dilaporkan, umumnya petanda tumor yang
diperiksa adalah faktor VIII, VEGFR-3, CD 31, dan CD 34. Hasilnya dilaporkan
pada intensitas yang bervariasi pada setiap kasus, yang bisa terjadi karena masalah
fiksasi jaringan atau diferensiasi tumor yang buruk. Dan, dengan hadirnya petanda
endotel yang berspesifitas tinggi seperti D2-40, pemeriksaan ini menyatakan
bahwa tumor ini lebih menyerupai tumor limfangioma daripada hemangioma. D2-
40 adalah antibodi monoklonal yang bereaksi pada endotel limfatik.3
2.6 Diagnosis Banding
Tumor Dabska dapat dibedakan dari penyakit lain dengan karakteristik
pertumbuhan papiler endotel dan proliferasi pembuluh darah. Beberapa diagnosis
banding disebutkan sebagai berikut:
a. Angiosarkoma yang berdiferensiasi baik adalah tumor yang agresif,
cenderung kambuh dan bermetastasis. Tumor ini juga memiliki endotel hobnail
dan intravaskuler yang bertumpuk. Secara klinis, angiosarkoma terjadi pada area
8
kulit yang banyak terpapar sinar matahari. Predileksi terbanyak pada pasien
berusia tua. Angiosarkoma ini umumnya memiliki bentuk nuklear derajat tinggi
dan bentuk pembuluh darah yang lebih kompleks. Angiosarkoma menunjukkan
sitologi yang atipik dan mitosis disertai adanya diseksi antara kolagen bundle.1, 8
Eritrosit umumnya terlihat intralumen, cenderung tumbuh difus dan menembus
keluar pembuluh darah.19 Prognosis angiosarkoma umumnya buruk dengan angka
harapan hidup 5 tahun sebesar 12-34%. Radioterapi dilaksanakan bila terdapat lesi
yang luas dan tidak memungkinkan dioperasi. Kemoterapi tidak menunjukkan
manfaat.20
b. Hemangioma Hobnail adalah tumor jinak dengan pembuluh darah yang
terbentuk baik tanpa intralumen yang bertumpuk.1
c. Acquired tufted angioma, sebuah varian dari hemangioendothelioma
kaposiform dan hemangioma glomeruloid yang memiliki proliferasi intravaskuler
dengan gambaran glomeruloid tetapi tidak memiliki sel endotel hobnail. 1
d. Hemangioendothelioma retiformis adalah neoplasma low grade dengan
angka metastasis yang rendah dan proliferasi endovaskular. Tumor ini merupakan
diagnosa banding dengan gambaran yang paling mirip dengan tumor Dabska
Tumor retiformis cenderung terjadi pada usia muda dan usia pertengahan dengan
predileksi lengan, tungkai dan badan.8 Beberapa kasus terjadi pada anak-anak
sehingga dikatakan umur bervariasi antara umur 9-78 tahun.1 Banyak penulis yang
mempercayai hemangioendothelioma retiformis sebagai varian dewasa dari tumor
Dabska.8 Beberapa penulis mempertimbangkan tumor Dabska dan
hemangioendothelioma retiformis sebagai hemangioendothelioma hobnail.1, 3
Tumor ini tidak spesifik secara klinis dan bisa muncul dalam bentuk massa
eksofitik yang tumbuh perlahan, lesi seperti plak atau nodul pada dermis dan
subkutis. Akibatnya sering tidak terlihat seperti tumor pembuluh darah.21 Seperti
tumor Dabska, pembuluh darah pada hemangioendothelioma retiformis juga
dibatasi oleh selapis sel endotel hobnail. Aktivitas mitosis tidak ada atau jarang.1
Hemangioendothelioma retiformis juga mencerminkan CD31, CD34, faktor VIII,
VEGFR-3 dan D2-40.18, 19 Penanganan untuk tumor ini adalah eksisi luas. Banyak
9
terjadi kekambuhan, sehingga dianjurkan follow up selama 2 tahun, tetapi belum
pernah dilaporkan adanya metastasis.8
e. Masson’s vegetant intravascular hemangioma, dikenal juga sebagai
Papillary Endothelial Hyperplasia (PEH), sebuah lesi jinak yang reaktif dan
paling sering muncul pada subkutis kepala dan leher, dengan gambaran kumpulan
trombus atipik oleh sel endotel. Tumor ini bisa muncul bersama dengan
hemangioma atau limfangioma.4 Umumnya terdapat riwayat trauma dengan
gambaran berupa lesi kecil, lunak dengan warna merah kebiruan pada jaringan
lunak permukaan. Sel PEH adalah diferensiasi sel endotel yang mencerminkan
petanda tumor seperti CD 31, CD 34, protein FLI1, dan faktor VIII.
Imunohistokimia jarang diperlukan untuk mencapai diagnosis ini.18
f. Epitheloid hemangioendothelioma (EHE): tumor pembuluh darah yang
jarang, keganasan derajat rendah yang sering muncul pada dewasa dan anak-anak.
Predileksi pada EHE sama untuk jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan dan
bisa terjadi pada kulit, jaringan lunak dalam, tulang atau organ viscera, dan hati
serta paru (yang disebut tumor intravaskuler bronkoalveolar). Banyak kasus
muncul dari pembuluh darah kecil, dan EHE bisa muncul sebagai tumor seluruh
intravaskuler. Nyeri merupakan keluhan utama. Lesi terdapat pada jaringan lunak
dan bisa terdeteksi dengan rontgen atau CT scan. Tumor ini juga mencerminkan
faktor VIII, CD 31, CD 34 dan protein FLI-1. Tidak seperti jenis sarkoma lainnya,
EHE bisa bermetastase ke kelenjar getah bening.18 Gambaran mikroskopik EHE
berupa sel endotel bulat dengan sitoplasma eosinofilik yang bervakuola dimana
vakuola pada sitoplasma mewakili bentuk lumen.21 Salah satu literatur
menyatakan bahwa EHE merupakan tumor yang paling agresif dari golongan
tumor vaskuler dengan keganasan intermediate, dan kelak akan diklasifikasikan
ulang menjadi sarkoma dengan keganasan penuh. Lebih dari 20% pasien dengan
metastasis dan angka kematian berkisar 15%.18
2.7 Penanganan
10
Dari beberapa literatur, eksisi luas merupakan pilihan penanganan terbaik
untuk kasus tumor Dabska. Diseksi kelenjar getah bening regional harus
dipertimbangkan, terutama bila ada pembesaran kelenjar.2
Pada kasus tumor di gluteus anak usia 1 tahun dengan ukuran tumor
sebesar 9x 6 x 5 cm, dilakukan operasi eksisi komplit.9 Pada kasus lesi di tangan,
dilakukan amputasi 3 ruas metakarpal dan limfadenektomi aksila. Pasien dengan
lesi di leher juga menjalani eksisi tumor dan limfadenektomi regional
supraklavikula. Sedangkan pada tumor Dabska di testis, dilakukan orkidektomi.10
Pada tumor di paha, dilakukan reseksi massa dan fasia bagian luar dilanjutkan flap
rotasi musculocutaneus dari M. Gracilis untuk memperbaiki kerusakannya.7
Maria Dabska melaporkan tindakan radioterapi sebelum dieksisi pada 3
kasusnya, yaitu pemberian 3000 Rad pada kasus di lutut dan 2400 Rad pada tumor
di pipi. Tumor pada lutut berdiameter 9 cm dan tumor pada pipi berdiameter 4
cm. Radioterapi tidak berhasil dan tidak ada perubahan pada lesi sehingga kedua
pasien ini akhirnya dioperasi dengan hasil baik pada awalnya, dan rekuren pada
kasus di pipi sehingga akhirnya dilakukan operasi kedua dengan prosedur
elektrodesikasi. Operasi kedua ini akhirnya dilaporkan sukses dan tanpa
metastasis dalam follow up 16 tahun. Sedangkan pada kasus tumor Dabska di
temporal, dilakukan eksisi luas dan dalam (kraniotomi) dilanjutkan dengan
radioterapi. Hasil follow up selama 10 tahun dilaporkan tidak ada metastasis.5
2.8 Prognosis
Pada tahun 2000, Maria Dabska telah menulis ulasan 30 tahun tumor ini,
dengan hasil pada 6 kasus tumor Dabska, 2 orang dengan metastasis kelenjar
getah bening, 3 pasien teridentifikasi dengan tumor invasif pada struktur yang
lebih dalam dan 2 pasien dengan penyebaran kelenjar.
Berdasarkan studi Maria Dabska dengan follow-up jangka panjangnya,
prognosis tumor ini dikatakan relatif baik. Rekurensi setelah reseksi tidak pernah
dilaporkan.7 Pasien yang menjalani amputasi 3 ruas metakarpal dan
limfadenektomi aksila, akhirnya meninggal dunia akibat metastasis paru. Pasien
lain, dengan metastasis kelenjar regional lesi pada leher dan limfadenopati
11
supraklavikula telah menjalani eksisi dari lesi dan limfadenektomi regional. Dan
pasien yang menjalani orkidektomi tidak menunjukkan kekambuhan 6 bulan
setelah operasi.10
Literatur menyatakan angka metastasis untuk tumor Dabska adalah
kurang dari 10 %.1, 3 Sifat tumor yang secara lokal agresif dianjurkan evaluasi
follow up jangka panjang.9
Untuk protokol follow up, berhubung tumor ini jarang, maka dianjurkan
mengikuti NCCN Practice Guidelines in Oncology untuk jaringan lunak sarcoma
dari extremitas/ badan Stage II A (T1bN0M0G2) yang menganjurkan foto toraks
atau CT scan paru setiap 3-6 tahun untuk 2-3 tahun pertama, kemudian setiap 6
bulan untuk 2 tahun berikutnya, dan kemudian setiap tahun (jika perlu
menggunakan MRI, CT scan dan Ultrasound) 3
3. LAPORAN KASUS
Pada tanggal 29 Agustus 2011, seorang pasien perempuan dengan inisial
SRT, umur 35 tahun, pekerjaan karyawati restoran, datang ke IGD RSUP Sanglah
pada pukul 21.30 WITA dengan keluhan adanya benjolan pada pipi kiri sejak
kurang lebih 6 bulan yang lalu, diawali dari bengkak di gusi kiri dan semakin
cepat membesar sejak 2 bulan sebelum MRS. Benjolan membesar ke arah mata
dan rongga mulut sehingga pasien menjadi sulit makan dan minum sejak 2
minggu sebelum MRS. Rasa nyeri pada benjolan (+). Badan terasa lemas dan
tidak bertenaga.
Sebelum terdapat benjolan pasien mengeluhkan sakit gigi pada rahang kiri
atas dan gusi bengkak. Pasien berobat ke dokter gigi 3x dan sempat dicabut salah
satu gigi geraham kiri atas di Puskesmas 2 bulan yang lalu, tetapi rasa nyeri masih
dirasakan dan pasien dianjurkan konsultasi ke dokter spesialis saraf. Pasien tidak
pernah berkonsultasi dan kemudian benjolan semakin cepat membesar ke pipi dan
rongga mulut sampai ke hidung. Kedua hidung tersumbat (+), sakit kepala (+),
riwayat mimisan (+) sedikit-sedikit tetapi dapat berhenti sendiri. Riwayat sering
pilek, bersin-bersin dan hidung buntu sebelumnya (-). Riwayat alergi obat
disangkal. Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal. Keluhan keluar
12
cairan telinga (-). Riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga yang lain
disangkal. Pasien dengan sosial ekonomi lemah dan belum berkeluarga.
Dari hasil pemeriksaan didapatkan pasien dengan GCS E4VxM6 dengan
keadaan umum lemah. Tekanan darah 100/70 mm Hg, Nadi 84x/menit, RR 24
x/menit dengan temperatur aksila 36, 5 ᵒ C. Berat badan 30 kg, tinggi badan 158
cm. Status general toraks dan abdomen dalam batas normal. Pembesaran kelenjar
getah bening leher -/-. Status THT-KL: Telinga membran timpani intak
suram/intak suram, sekret -/-. Hidung tampak massa pada kavum nasi D/S,
dengan sekret +/+ mukoid bercampur darah minimal, septum nasi sulit dievaluasi
dan mukosa kavum nasi merah muda/merah muda. Konka sulit dievaluasi pada
kedua sisi. Tenggorok: massa tumor berwarna merah muda memenuhi orofaring
mulai dari gingiva kiri ke palatum molle. Tonsil sulit dievaluasi. Gigi geligi kiri
sulit dievaluasi akibat pendesakan massa tumor.
Gambar 3: Foto pasien saat awal dirawat A. Tampak depan: pembengkakan
pada pipi kiri dan massa kavum nasi kiri yang berdarah. B Tampak samping:
permukaan kulit pipi yang licin dengan massa yang padat terfiksir. C Tampak
massa dalam orofaring yang hampir penuh.
Dilakukan pemeriksaan penunjang toraks dengan kesimpulan cor dan
pulmo tidak tampak kelainan. Metastasis (-). Hasil laboratorium menunjukkan
hipoalbuminemia (Albumin 2, 4) dengan leukositosis (WBC 11, 40). Faal
hemostasis dalam batas normal. Pasien dirawat dengan diagnosis observasi tumor
sinonasal D/S disertai keadaan umum lemah. Diberikan terapi oral amoxicillin 3
x 500 mg, paracetamol 3 x 500 mg dan roborantia dalam bentuk puyer. Dilakukan
13
konsultasi ke bagian Gizi Klinik pada tanggal 2 September 2011 dengan jawaban
malnutrisi berat disertai sulit menelan, saran diet sonde (cair) 1000 kalori.
Gambar 4: Rontgen Toraks pasien.
Selama MRS, pasien sulit makan dan minum karena massa di orofaring
yang hampir penuh sehingga dilakukan pemasangan nasogastric tube akan tetapi
tidak berhasil karena adanya massa di kavum nasi D/S. Dipasang oro gastric tube
untuk intake pasien.
Gambar 5: Pasien dengan oro gastric tube untuk intake
Hasil CT scan kepala irisan aksial dan koronal fokus hidung dan sinus
paranasalis, dengan dan tanpa kontras (soft tissue setting) tanggal 5 September
2011: Massa sinonasal yang meluas ke nasofaring, parafaring kiri, fossa kranii
posterior dengan destruksi dinding sinus paranasal kiri dan basis kranii dengan
limfadenopati (+) (T4N1Mx).
14
Gambar 6: CT scan kepala fokus hidung dan sinus parananasal potongan aksial
dan koronal, dengan dan tanpa kontras (soft tissue setting).
Pada tanggal 9 September 2011 dilakukan biopsi dari kavum nasi sinistra
dengan hasil polip yang beradang kronis dan pada tanggal 21 September 2011
dilakukan trakeostomi dengan biopsi ke II di kavum nasi D/S dengan anestesi
lokal. Hasil biopsi: Malignant Endovascular Papillary Angioendothelioma
(Dabska Tumor, Papillary Intralymphatic Angioendothelioma).
Gambar 7 : Hasil histopatologi: tampak jaringan tumor membentuk struktur
papilomatik dengan sel-sel berbentuk hobnail.
Karena massa di orofaring bertambah besar dan intake yang kurang
dengan turunnya berat badan, pasien juga disarankan gastrostomi, dan pada
tanggal 3 Oktober 2011 dilaksanakan gastrostomi oleh bagian bedah digestif.
Pada tanggal 3 Oktober 2011 juga dilaksanakan Clinical Pathology Conference
(CPC) dengan mengundang bagian Patologi Anatomi, Radiologi, Radioterapi,
Penyakit Dalam bagian Hemato Onkologi dan bagian Gizi Klinik. Kesimpulan
15
CPC adalah perlunya pemeriksaan imunohistokimia untuk memastikan diagnosis
dan saran perawatan paliatif untuk pasien ini karena eksisi luas tidak mungkin
dilaksanakan.
Hasil imunohistokimia pada tanggal 24 Oktober 2011 adalah VEGFR-3
positif kuat, CD 31 negatif pada sel-sel tumor dan CD 34 positif pada membran
sitoplasma sel tumor. Pasien didiagnosis dengan tumor Dabska sinonasal.
Pasien mulai menjalani radioterapi pada tanggal 20 Oktober 2011, sempat
berhenti radioterapi setelah 5x penyinaran karena selang gastrostomi terlepas.
Pasien dirawat untuk perbaikan selang gastrostomi oleh bagian Bedah Digestif
serta perbaikan keadaan umum. Radioterapi dilanjutkan hingga 20 x penyinaran
dengan total 40 Gray (4000 Rad). Hasilnya massa tumor mengecil, keluhan nyeri
berkurang, mimisan berkurang. Pada tanggal 2 Desember 2011, pasien dinyatakan
selesai radioterapi dan dianjurkan evaluasi serta observasi oleh bagian radioterapi
selama 2 minggu. Pasien tampak malnutrisi berat dengan berat badan menurun
paska radioterapi. Laboratorium dalam batas normal. Pasien kontrol ke poli THT-
KL RSUP Sanglah dan direncanakan kontrol minggu depan untuk dievaluasi
kembali oleh bagian Radioterapi.
Gambar 8: Paska radioterapi A. Pasien dengan massa tumor yang mengecil.
B. Tampak pembengkakan pada palatum molle yang mengecil.
Paska radioterapi pada tanggal 10 Desember 2011 pasien mengalami
perdarahan dari mulut di rumahnya. Pasien dianjurkan untuk datang segera ke
IGD RSUP Sanglah tetapi pasien terlambat datang dan akhirnya meninggal dunia
di rumah pada pukul 21.30 WITA.
16
4. PEMBAHASAN
Dilaporkan satu kasus, wanita berusia 35 tahun dengan tumor Dabska
sinonasal. Tumor Dabska adalah salah satu jenis tumor ganas pembuluh darah tipe
intermediate, dengan karakteristik memiliki angka kekambuhan lokal yang tinggi
dan risiko metastasis regional ataupun jarak jauh yang rendah.1 Tumor Dabska
adalah neoplasma yang sangat jarang dan hanya 31 kasus dilaporkan di seluruh
dunia. Tumor ini umumnya muncul pada kulit dan subkutis bayi atau anak-anak.2
Awalnya tumor Dabska banyak dilaporkan sebagai tumor di kepala, leher
dan ekstremitas.3 Tumor pada kepala leher yang pernah dilaporkan adalah pada
heliks telinga, lidah, leher. Pada 6 kasus yang ditemukan oleh Maria Dabska,
umumnya tumor berukuran 4-9 cm pada saat awal diperiksa.5 Pada pasien ini
massa tumor memenuhi sinus kiri dan kavum nasi kiri kanan sampai ke orofaring
sehingga pasien sulit bernafas dan sulit makan minum.
Tumor Dabska awalnya dikenal sebagai tumor pada anak dan neonatus.
Akhir-akhir ini pada beberapa kasus telah mulai dilaporkan terjadi pada bayi
hingga dewasa 83 tahun. Tumor Dabska dilaporkan kongenital pada 4 orang
anak.3 Predileksi jenis kelamin pada tumor Dabska tidak jelas. Pada kasus ini,
tumor Dabska ditemukan pada perempuan dewasa berumur 35 tahun. Predileksi
ras atau etnik juga tidak jelas. Kasus ini terjadi pada suku Bali.
Jaringan lunak hidung dan sinus terdiri dari lapisan kulit, jaringan
subkutis, otot wajah dan periosteum. Mukosa pada hidung dan sinus terdiri dari
lapisan epitel, lamina propria, lapisan submukosa dan lapisan periosteum tipis.
Lapisan submukosa berada di bawah lamina propria, mengandung pembuluh
darah dan saraf mukosa pada stroma longgar. Pembuluh darahnya mencakup
arteriol, kapiler dan vena.11
Etiologi tumor sampai saat ini belum jelas. Pada kasus tumor Dabska di
bokong anak, riwayat trauma sebelumnya di area tersebut disangkal, demikian
juga pada kasus tumor di testis.9, 10 Pada kasus ini riwayat trauma disangkal.
Pasien mengeluhkan sakit gigi dan adanya benjolan di geraham kiri atas sebelum
giginya dicabut.
17
Gambaran klinis tumor Dabska bervariasi, ada yang dilaporkan sebagai
massa yang berbatas tidak jelas, sebuah plak atau nodul dengan proyeksi jaringan
sekeliling yang bisa dipalpasi. Kulit di sekeliling tumor bisa berwarna merah
muda, kebiruan atau keunguan dengan dermis yang atrofi. Kadang gambaran
klinis seperti kista atau lesi intradermal jinak lainnya.3 Secara klinis tumor Dabska
sering didiagnosis sebagai hemangioma.7 Pada pasien ini ditemukan kulit pipi kiri
yang membengkak difus berwarna kebiruan dengan konsistensi padat dan keras.
Keluhan pada tumor Dabska bervariasi tergantung lokasi tumor. Rasa
nyeri, ulserasi atau berdarahnya sisi yang terkena tidak selalu ditemukan.8 Pada
pasien ini, keluhan nyeri dirasakan pada pipi kirinya akibat pendesakan massa
tumor dengan mimisan sedikit-sedikit yang bisa berhenti sendiri.
Diagnosis tumor Dabska umumnya ditegakkan dengan biopsi. Salah satu
literatur mengatakan pemeriksaan aspirasi jarum halus atau fine needle aspiration
biopsy pada kasus tumor Dabska bisa dilaksanakan sebagai pemeriksaan awal
yang kemudian diikuti oleh pemeriksaan histopatologi untuk konfirmasi.6
Pemeriksaan penunjang rontgen dan CT scan dengan kontras umumnya
dilaksanakan pada semua kasus yang pernah dilaporkan. Pemeriksaan USG dan
MRI dilaporkan pada beberapa kasus. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan
dengan biopsi massa di kavum nasi D/S. Pemeriksaan CT Scan fokus hidung dan
sinus paranasal dilaksanakan dengan dan tanpa kontras, potongan aksial dan
koronal soft tissue setting untuk mengetahui perluasan tumor. Hasil CT scan
berupa massa sinonasal yang meluas ke nasofaring, parafaring kiri, fossa kranii
posterior dengan destruksi dinding sinus paranasal kiri dan basis kranii dengan
limfadenopati (+) (T4N1Mx).
Pemeriksaan imunohistokimia sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis tumor Dabska, karena sel tumor umumnya mengekspresikan CD31, CD
34, faktor VIII, dan VEGFR-3. Pada kasus tumor Dabska di bokong anak 1 tahun,
CD 34 dan VEGFR-3 yang positif kuat terlihat pada sel tumor.9 Pada kasus ini
dilakukan pemeriksaan imunohistokimia CD 31, CD 34 dan VEGFR-3 dengan
hasil postif kuat pada VEGFR-3, positif pada CD 34 dan negatif pada CD 31.
Menurut literatur, pemeriksaan CD34 dan VEGFR-3 dikatakan sebagai
18
pemeriksaan yang paling penting pada kasus tumor Dabska.10 Hasil
imunohistokimia dilaporkan pada intensitas yang bervariasi pada setiap kasus,
yang bisa terjadi karena masalah fiksasi jaringan atau diferensiasi tumor yang
buruk.3
Tumor Dabska dikategorikan sebagai tumor ganas pembuluh darah
intermediate karena potensial biologiknya intermediate antara hemangioma dan
angiosarkoma.1 Tumor ini juga dikategorikan ganas karena adanya aktivitas
mitosis, area nekrosis dan adanya kemungkinan bermetastasis ke kelenjar getah
bening regional.6 Pada kasus ini, tidak ditemukan metastasis kelenjar getah
bening regional dan juga tidak ditemukan metastasis paru.
Gambaran histopatologi dari tumor Dabksa adalah pembuluh darah yang
ganas dibatasi oleh satu lapis sel endotel dengan sitoplasma yang mendesak ke
lumen sel endotel hobnail atau matchstick fashion.1 Pada kasus ini, gambaran
histopatologi sesuai dengan literatur.
Diagnosis banding yang paling dekat dengan tumor Dabska adalah
hemangioendothelioma retiformis dimana keduanya sama-sama merupakan
neoplasma low grade dan dibatasi oleh selapis sel endotel hobnail. Predileksi
hemangioendothelioma retiformis terdapat pada lengan, tungkai dan badan.8
Dari beberapa literatur, eksisi luas merupakan pilihan penanganan terbaik
untuk kasus tumor Dabska. Diseksi kelenjar getah bening regional harus
dipertimbangkan, terutama bila ada pembesaran kelenjar.2 Maria Dabska
melaporkan tindakan radioterapi sebelum dieksisi pada 3 kasusnya, yaitu
pemberian 3000 Rad pada kasus di lutut dan 2400 Rad pada tumor di pipi. 5 Pada
kasus ini eksisi luas tidak dapat dilakukan karena besarnya ukuran tumor dan
tumor yang sudah mendestruksi basis kranii sehingga dipilih tindakan radioterapi
dan paliatif sebagai modalitas terapi. Radioterapi diberikan sebesar 4000 Rad dan
massa tumor mengecil. Pasien dianjurkan istirahat selama 2 minggu dan
direncanakan untuk evaluasi ulang oleh bagian radioterapi.
Saat dinyatakan selesai radioterapi, gizi pasien terlihat memburuk dengan
berat badan yang turun hingga 26 kg. Intake masih melalui gastrostomi dan kanul
trakeostomi masih terpasang. Pemeriksaan laboratorium masih dalam batas
19
normal dan pasien melaporkan gigi yang hampir lepas. Sebelum tiba waktu
kontrolnya, pasien meninggal dunia di rumah setelah mengalami perdarahan dari
mulut.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
Dilaporkan satu kasus tumor Dabska sinonasal pada perempuan dewasa.
Tumor ini sangat jarang dan hanya dilaporkan 31 kasus di seluruh dunia.
Gambaran klinis berupa massa pada pipi yang meluas ke kavum nasi dextra dan
sinistra serta massa yang hampir memenuhi orofaring. Diagnosis pasti ditegakkan
dengan pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia.
Tumor Dabska adalah salah satu jenis tumor ganas pembuluh darah tipe
intermediate dengan karakteristik memiliki angka kekambuhan lokal yang tinggi
dan risiko metastasis regional ataupun jarak jauh yang rendah. Prognosis pada
pasien ini saat dirawat adalah buruk karena luasnya tumor dan status malnutrisi.
Metastasis untuk tumor Dabska dikatakan kurang dari 10%. Sifat tumor
yang secara lokal agresif dianjurkan evaluasi follow up jangka panjang. Pada
kasus ini, pasien meninggal dunia di rumah paska radioterapi setelah mengalami
perdarahan dari mulut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Stratton JS, Billings SD. Vascular Tumors of Intermediate Malignancy; a
Review and Update. Dermatology Sinica. 2009; 27: 140-53.
20
2. Schwartz RA, Dabska C, Dabska M. The Dabska Tumor: a Thirty-Year
Retrospect. Dermatology. 2000; 201: 1-5.
3. Neves RI, Stevenson J, Hancey MJ, Vangelisti G, Miraliakbari R, Mackay D,
Clarke L. Endovascular Papillary Angioendothelioma (Dabska Tumor):
Underrecognized Malignant Tumor in Childhood. Journal of Pediatric
Surgery. 2011; 46: E25-8.
4. Katz JA, Mahoney DH, Shukla LW, Smith CW, Gresik MV, Hawkins HK.
Endovascular Papillary Angioendothelioma in the Spleen. Pediatr Pathol.
1988; 8: 185-93.
5. Dabska M. Malignant Endovascular Papillary Angioendothelioma of the Skin
in Childhood, Clinicopathologic Study of 6 cases. Cancer. 1969; 24; 503-10.
6. Banik T, Sinha AK, Rai MK, Prasad J. Fine Needle Aspiration Cytology of
Malignant Endovascular Papillary Angioendothelioma. Diagn Cytopathol.
2011; 39:514-16.
7. Moghimi M, Razavi B, Akhavan A, Behnamfar Z. Hobnail
Hemangioendothelioma (Dabska Type) in the Right Thigh. Eur J Pediatr
Surg. 2009; 19: 328-40.
8. Schwartz RA. Dabska Tumor. Emedicine.medscape.com article overview;
2011. Updated May 2, 2011.
9. Long XD, Qu DY, Huang YZ, Lu YM. Endovascular Papillary
Angioendothelioma in Soft Tissue of Gluteal Region. The Internet Journal of
Pathology. 2008; 7: 2.
10. Bhatia A, Nada R, Kumar Y, Menon P. Dabska Tumor (Endothelioma
Papillary Angioendothelioma) of Testis: a Case Report with Brief Review of
Literature. Diagnostic Pathol. 2006; 1: 12.
11. Marks SC. Anatomy of The Nose & Sinuses in Nasal & Sinus Surgery.
Philadelphia. WB Saunders. 2000; 1: p 3-9.
12. Ballenger JJ. Anatomy and Physiology of the Nose and Paranasal Sinuses in
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th ed. Spanyol: BC Decker
Inc. 2003; 26: 548-54.
21
13. Stern SJ, Hanna E. Cancer of the Nasal Cavity and Paranasal Sinuses in
Cancer of the Head and Neck. 3rd ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company.
1996; 14: p.205-11.
14. NN. Nose & Nasal Cavities. Wikipedia; http://en.wikipedia.org/wiki/Middle_
nasal_concha diakses pada 26 Oktober 2011.
15. Walsh WE, Kern RC. Sinonasal Anatomy, Function and Evaluation. In:
Bailey BJ, Johnson JT, editor. Head & Neck Surgery-Otolaryngology. 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2006; 22: p.309-11.
16. Yamada A, et al. Endovascular Papillary Angioendothelioma (Dabska Tumor)
in an Elderly Woman. Pathology International. 1998; 48: 164-7.
17. McCarthy EF, Lietman S, Argani P, Franssica FJ. Endovascular Papillary
Angioendothelioma (Dabska Tumor) of Bone. Skeletal Radiol. 1999; 28: 100-
3.
18. Folpe AL. Vascular Tumor of Soft Tissue. In: Goldblum JR. editors. Bone
and Soft Tissue Pathology. Philadelphia; Saunders Elsevier. 2010; 9: p. 164-
87.
19. Emanuel PO, Lin R, Sliver L, Birge MB, Shim H, Phelps RG. Dabska Tumor
Arising in Lymphangioma Circumscriptum. J Cutan Pathol. 2008; 35: p. 65-9.
20. Redbord KP, Hanke W. Prolonged Survival of Angiosarcoma on the Nose. A
Report. Reference Section. US Dermatology Review. 2006.
21. Takaoka K, Sakurai K, Noguchi K, Hashitani S, Urade M. Endovascular
Papillary Angioendothelioma (Dabska Tumor) of the Tongue: Report of a
Case. J Oral Pathol Med. 2003; 32: 492-5.
22