terjemahan jurnal.docx
DESCRIPTION
jurnal otitis mediaTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................1
ABSTRAK.......................................................................................................................................2
Pendahuluan.................................................................................................................................2
Metode.........................................................................................................................................2
Hasil.............................................................................................................................................2
Kesimpulan..................................................................................................................................2
Otitis Media Akut............................................................................................................................3
METODE.....................................................................................................................................3
Pasien dan kriteria diagnosis...................................................................................................3
DESAIN PEMBELAJARAN..................................................................................................4
HASIL......................................................................................................................................5
ANALISA STATISTIK...........................................................................................................6
Hasil.............................................................................................................................................7
Penilitian pasien.......................................................................................................................7
Hasil Utama.............................................................................................................................7
Hasil kedua..............................................................................................................................7
DISKUSI......................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................................13
Otitis Media...............................................................................................................................13
Otitis Media Akut......................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21
1
Percobaan Plasebo dari Pengobatan Antimikrobia dari
Otitis Media Akut
ABSTRAK
Pendahuluan
Keberhasilan pengobatan antimikrobial pada anak-anak dengan otitis media yang masih
controversial
Metode
Secara acak, percobaan double-blind, anak-anak usia 6-35 bulan dengan otitis media akut,
terdiagnosa sesuai criteria, telah mendapatkan amoxicillin-clavulanate (161 anak) atau placebo
(158 anak) untuk 7 hari. Hasil utama adalah waktu gagal terapi pada dosis pertama hingga
kondisi keseluruhan dari anak-anak dan tanda otoskopi pada otitis media akut.
Hasil
Gagalnya terapi muncul 18,6% dari anak-anak yang menerima amoxicillin-clavunate, yang
dibandingkan dengan 44,9% anak-anak yang menerima placebo (p<0.001). Perbedaan anatara
grup yang telah nyata pada jadwal kunjungan pertama (hari-3), pada saat 13,7% dari anak-anak
yang menerima amoxicillin-clavunate, yang dibandingkan dengan 25,3% yang menerima
placebo, terjadi kegagalan pengobatan. Secara keseluruhan, amoxicillin-clavunate mengurangi
progresifitas dari kegagalan pengobatan 62% (hazard ratio, 0.38; 95% confidence interval [CI]
0.25 to 0.59; P<0.001) dan kebutuhan untuk penanganan keselamatan sebesar 81% (6.8% vs
33.5%; hazard ratio, 0.19; 95% CI, 0.10 hingga 0.36; P<0.001). Analgesik atau agen antipiretik
diberikan 84.2% dan 85.9% dari anak-anak pada grup amoxicillin-clavunate dan grup plasebo.
Total dari 48.8% dari anak-anak pada grup amoxicillin-clavunate terkena diare, sebagai
perbandingan dengan 26.6% pada grup placebo (P<0.001); 8.7% dan 3.2% dari anak-anak dari
masing-masing grup terkena eksema (P=0.04).
2
Kesimpulan
Keuntungan pengobatan otitis media pada anak dengan pengobatan antimikrobial lebih baik
dibandingkan dengan placebo, meskipun lebih memiliki efek samping. Penelitian selanjutnya
harus mengidentifikasi pasien yang memperoleh keuntungan terbanyak, daripada mengurangi
pengobatan antimicrobial yang tidak penting dan perkembangan dari resistensi bakteri.
Otitis Media Akut
Otitis media akut adalah infeksi bakter yang paling sering pada saat anak – anak. Antibiotic telah
digunakan sebagai pengobatan utama untuk infeksi ini sejak 1950, ketika penelitian pertama
menunjukkan bahwa terapi dengan menggunakan antibiiotik dapat meningkatkan hasil.
Meskipun begitu, tidak ada konsensus yang berhubungan dengan penatalaksanaan yang optimal
untuk otitis media akut. Karena penatalaksanaan dari otitis media akut adalah alasan yang kuat
untuk penggunaan antibiotic pada pasien rawat jalan, para ahli menyarankan penggunaan obat
antibiotik ini harus dilakukan dengan pertimbangan. Beberapa pedoman yang ada untuk
penatalaksanaan dari otitis media akut merekomendasikan periode untuk observasi sebelum
antibiotic dipikirkan. Rekomendasi ini didasarkan dengan data metaanalisa bahwa untuk 1 anak
memperbaik gejala, 7 – 17 anak harus diobati dengan antibiotic. Bagaimanapun, beberapa ahli
bersugesti bahwa studi original termasuk dalam metaanalisa mempunyai keterbatasan yang
penting, seperti seleksi pasien yang bias, variasi dari kriteria diagnose dan spektrum yang
suboptimal atau dosis dari antibiotik.
Kami mengkonduksikan pengacakan, double-blind, pembelajaran placebo-controlled dari efikasi
dari terapi antibiotic pada grup usia dengan insiden otitis media akut yang tinggi. Tujuan kami
adalah untuk memeriksa kefektifan dari pengobatan antibiotic untuk otitis media akut ketika
kriteria diagnosis diperketat dan pengobatan dengan antibiotic dan dosis pada pengobatan yang
aktif cukup.
METODE
Pasien dan kriteria diagnosisAnak usia 6 – 35 bulan dengan gejala yang akut kondisi yang memuaskan untuk penganalisaan
diagnosis. Daftar yang berisi kriteria eksklusi, berikut dengan deskripsi dan keterangan, telah
dilengkapi pada Appendix Suplementary, yang dapat diakses pada NEJM.org. Anak – anak yang
3
terkena otitis media akut didagnosa per protocol memuaskan untuk inklusi dalam pembelajaran.
Terdapat tiga kriteria keseluruhan yang dibutuhkan untuk diagnosis dari otitis media akut.
Pertama, cairan dari telinga tengah harus dideteksi, maksudnya adalah dengan pemeriksaan
otoskopi penumatis yang memperlihatkan paling seidkit dua dari penemuan membrane timpani
berikut : posisi yang bengkak, mobilitas yang menurun atau sama sekali tidak ada, warna atau
opasitas yang abnormal yang dikarenakan proses luka yang telah sembuh, atau permukaan air-
fluid. Kedua, paling sedikit satu dari tanda inflamasi yang akut pada membrane timpani harus
didapatkan : bercak – bercak eritematosa atau peningkatan vaskularisasi, pembengkakan, atau
membrane timpani yang menguning. Ketiga, anak harus mempunyai gejala yang akut seperti
demam, sakit pada telinga, atau gejala pernafasan. Orang tua dari setiap anak akan dilengkapi
dengan informed consent yang tertulis. Protocol yang ada pada NEJM.org telah disetujui oleh
komite etik di Rumah Sakit Distrik dari Finlandia Barat Daya. Penulis dapat mengkonfirmasikan
bahwa akurasi dan keseluruhan dari data yang dilaporkan dan ketelitian dari laporan ini pada
protocol pembelajaran.
DESAIN PEMBELAJARAN
Ini diacak, double-blind, pembelajaran placebo-controlled yang dinisiasi oleh investigator dan
dikonduksikan secara bebas oleh komersial manapun. Objektif dari kami adalah untuk
melakukan pembelajaran tentang efikasi dari pengobatan antibiotic dengan tanggung jawab pada
resolusi dari gejala – gejala dan tanda – tanda dari otitis media akut. Hipotesisnya adalah bahwa
amoxicillin – clavulanate dapat menurunkan resiko dari kegagalan pengobatan.
Pada saat kedatangan (hari 1) gejala – gejala pasien, rekam medis dan demografi serta
karakteristik klinis direkam, dan sampel nasofaring telah diambil serta pemeriksaan klinis
dilakukan yang termasuk didalamnya adalah otoskopi dan pemeriksaan timpanometri. Secara
detail cara mengambil sampel dari nasofaring, kultur bakteri, analisa dari kekebalan bakteri
terhadap pengobatan antibiotic dan pemeriksaan otoskopi telah dilengkapi pada Supplementary
Appendix.
Pasien yang masuk ke dalam penelitian secara acak diberikan amoxicillin – clavulanate (40 mg
amoxicillin per kilogram berat badan per hari + 5,7 mg clavulanate per kilogram per hari, dibagi
menjadi dua dosis sehari) atau placebo untuk 7 hari. Placebo tersebut mirip dengan pengobatan
aktif pada penampilan dan rasa. (untuk deskripsi terhadap obat pembelajaran, prosedur
4
pengacakan, dan prosedur untuk tugas pembelajaran, dapat melihat Supplementary Appendix.)
Orang tua dari pasien diberikan catatan harian dan diminta untuk merekam gejala – gejala, dosis
dari obat pembelajaran dan medikasi yang lain, ketidak hardiran anak dari perawatan harian dan
orang tua dari kerja dan juga waktu – waktu kebalikannya. Demam didefinisikan dengan suhu
tubuh 38o C atau lebih tinggi. Kami menyarankan penggunaan dari analgesi dan antipiretik dan
memperbolehkan penggunaan dari obat tetes telinga analgesi dan obat tetes hidung dekongestan
atau spray.
Pada kedatangan pertama dijadwalkan 2 hari setelah inisiasi dari obat pembelajaran (hari 3).
Akhir dari pengobatan dapat dijadwalkan untuk hari setelah dosis akhir dari obat pembelajaran
dimasukkan. Pada kedatangan tersebut, buku – buku harian dan kapsul dari obat pembelajaran
yang terpakai atau tidak terpakai dikembalikan, dan obat pembelajaran tersebut diestimasikan.
Orang tua dapat diberitahukan untuk mengontak dokter yang belajar ketika mereka berpikir
bahwa kondisi anak mereka tidak membaik dengan memuaskan atau malah memburuk;
kunjungan tambahan dapat dilakukan pada hari apapun dalam minggu tersebut. Ketika dapat,
dokter yang belajar yang sama dapat memeriksa pasien pada kunjungan konsekutif. Pada setiap
kunjungan dokter yang sedang belajar dapat menanyakan pertama kepada orang tua mengenai
penilaian mereka terhadap kondisi anak mereka secara keseluruhan, yang telah direkam apakah
sehat, membaik, tidak membaik, atau memburuk. Anak tersebut kemudian diperiksa oleh dokter.
Pada setiap kunjungan dokter dapat mengubah obat pembelajaran untuk menyelamatkan
pengobatan apabila kondisi keseluruhan atau tanda – tanda otoskopi harus dilakukan perubahan
(lihat Supplementary Appendix). Orang – orang tua dapat disemangati untuk menjaga anak –
anak mereka dalam pemeriksaan follow up untuk pembelajaran walaupun mereka telah
diberhentikan dari obat pembelajarna tersebut.
HASIL
Hasil terutama adalah watu yang diperlukan untuk melihat kegagalan obat, yang merupakan
komposisi dari enam komponen independen : tidak ada perbaikan dari kondisi keseluruhan oleh
kunjungan terencana pertama (hari 3) (kecuali orang tua berpikir bahwa kondisi keseluruhan
anak – anak mereka telah membaik, kasus tersebut dikategorisasikan sebagai kegagalan
pengobatan), kondisi keseluruhan anak yang memburuk kapanpun, tidak ada perbaikan pada
tanda – tanda otoskopi setelah pengobatan dihentikan pada hari 8, perforasi dari membrane
5
timpani yang terjadi kapan saja, infeksi berat (contoh mastoiditis atau pneumonia) yang
membutuhkan obat antibiotic kapan saja, dan alasan apapun untuk menghentikan obat
pembelajaran kapan saja. Waktu dari kegagalan pengobatan adalah hari belajar dimana dokter
yang sedang meneliti mengkonfirmasi komponen manapun untuk pertama kali. Beberapa
komponen dapat dikonfirmasi terjadi, tetapi ini bukan merupakan keharusan. Dua komponen
yang utama didasarkan pada penilaian orang tua dari kondisi keseluruhan anak mereka, termasuk
waktu – waktu tertentu(membaik, sehat, tidak ada perbaikan, memburuk) yang dilaporkan pada
dokter yang sedang meneliti; 4 komponen lain diperiksa oleh dokter yang sedang meneliti.
Hasil kedua, yang diperiksa oleh dokter yang meneliti adalah wakti pada inisiasi dari
penyelamatan pengobatan dan perkembangan dari otitis media akut kontralateral. Data dari obat
analgesia tau atipiretik, ketidak hadiran anak pada perawatan harian dan dari orang tua setelah
pulang kerja, dan resolusi dari setiap gejala didasarkan pada rekaman pada buku hariam. Hasil
dari pengobatan, pada akhir kunjungan penghentian pengobatan, didasarkan pada penilaian orang
tua terhadap kondisi keseluruhan anak mereka yang dilaporkan pada dokter yang sedang meneliti
dan tanda otoskopi. Waktu – waktu yang berkebalikan diambil dari masukan oleh orang tua
dalam buku harian dan dari laporan oleh dokter yang sedang meneliti setelah mereka
menanyakan kepada orang – orang tua.
ANALISA STATISTIK
Kami memperkirakan dengan 260 pasien, pembelajaran dapat memiliki 90% kekuatan untuk
mendeteksi penurunan yang absolut dari 15 poin persentase pada kegagalan pengobatan dalam
kelompok amoxicillin – clavulanate seperti yang dibandingkan dengan kelompok placebo,
mengasumsi 25 % angka kegagalan pengobatan pada kelompok placebo, dengan tipe I kesalahan
0.05. Kami merencanakan untuk mengumpulkan 320 pasien untuk menghitung kemungkinan
angka kesembuhan 20% dari pembelajaran.
Metode Kaplan – Meier digunakan untuk menganalisa data time-to-event dengan menggunakan
uji log-rank,; rasio kewaspadaan dan kepercayaan telah dikalkulasi dengan dasar model regresi
Cox. Hasil kategorikal telah dibandingkan dengan mengginakan uji chi-square. Siswa uji-t
digunakan untuk membandingkan rata – rata. Poin persentase absolut membedakan dalam angka
dan 95% interval kepercayaan telah melengkapi.
6
Semua analisa telah ditampilkan dari populasi intention-to-treat. Semua pelaporan nilai P adalah
dua-sisi dan belum diatur untuk uji multipel. Semua analisa telah ditampilkan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS, versi 16.0.
Hasil
Penilitian pasien
Tujuan perawatan populasi yang terdiri dari 319 pasien – 161 nya pada kelompok amoxicillin-
clavunate dan 158 kelompok plasebo. Tingkat kepatuhan pada penelitian obat sekitar 94% yang
dinilai melalui masuknya buku harian dan sekitar 99% yang dinilai melalui beberapa penelitian
obat kembali, dengan tidak adanya perbedaan antara kedua kelompok.
Hasil Utama
Kegagalan pengobatan muncul di 30 dari 161 anak-anak (18,6%) yang menerima amoxicillin-
clavunate dan pada 71 dari 158 anak-anak (44.9%) yang menerima plasebo (P<0.001). Analisis
Kaplan-Meier menunjukan adanya pembagian antara kurva untuk 2 kelompok yang telah muncul
pada penjadwalan kunjungan pertama, pada hari ke-3 (Gambar 2A). Pada waktu itu, 13.7% dari
anak-anak dengan kelompok amoxicillin-clavunate dan 25.3% dengan kelompok plasebo
memiliki kegagalan pengobatan. Pembagian antara kurva diteruskan untuk perluasan hingga
penindak lanjutan berikutnya dan memuncak pada akhir dari kunjungan pengobatan pada hari
ke-8. Secara keseluruhan, amoxicillin-clavunate menurunkan resiko dari kegagalan pengobatan
sebesar 62% (hazard ratio, 0.38; 95% confidence interval [CI] 0.25 to 0.59; P<0.001). Untuk
menghindari kegagalan pada 1 anak, 3.8 anak-anak (95% CI, 2.7 hingga 6.2) perlu untuk diobati
dengan amoxicillin-clavunate. Hasil utama pada satu dari 6 komponen terjadi lebih jarang pada
kelompokj amoxicillin-clavunate daripada kelompok plasebo (gambar 3). Penentuan dari
kegagalan pengobatan didasarkan pada keseluruhan kondisi pada 27 anak-anak pada kelompok
amoxicillin-clavunate dan 48 pada kelompok plasebo; pada kondisi keseluruhan dan tanda
otoskopi pada 0 dan 6 anak-anak pada dua kelompok masing-masing; tanda otoskopi pada 2 dan
15 anak-anak, masing-masing; dan beberapa alas an untuk berhenti penelitian obat pada 1 dan 2
anak-anak , masing-masing (table 2 pada lampiran tambahan). Pada analisis subkelompok, efek
pengobatan terdapat kesamaan pada anak-anak dengan otitis media akut unilateral dan dengan
otitis media akut bilateral (table 3 pada lampiran tambahan).
7
Hasil keduaTujuan pengobatan diinisiasi dalam 11 dari 30 anak-anak pada kelompok amoxicillin-clavunate
(36.7%) dan di 53 dari 71 anak-anak pada kelompok plasebo (74.6%) yang mendapat kegagalan
pengobatan (P<0.001). Kebutuhan dari penyelamatan pengobatan menurun sebanyak 81%
dengan amoxicillin-clavunate yang dibandingkan dengan plasebo (hazard ration, 0.19; 95% CI,
0.10 hingga 0.36; P<0.001) (Gambar 2B). Jadi, pengobatan penyelamatan dibutuhkan pada 6.8%
kasus dan 33.5% kasus pada seluruh anak-anak dalam kelompok amoxicillin-clavunate dan
kelompok plasebo, masing-masing (gambar 3 dan table 2 pada lampiran tambahan).
Otitis Media Akut kontralateral berkembang pada 13 dari 159 anak-anak dengan kelompok
amoxicillin-clavunate (8.2%) dan 29 dari 156 anak-anak pada kelompok plasebo (18.6%) untuk
data yang tersedia (P=0.007) (Gambar 3). Tidak ada perbedaan antara 2 kelopok yang signifikan
dalam pemakaian analgesic dan antipiretik (Gambar 3). Semua anak-anak yang mendapat
analgesic atau antipiretik, durasi rata-rata pengobatan adalah 3.6 hari dan 3.4 hari pada kelompok
amoxicillin-clavunate dan plasebo, masing-masing (P=0.45). Ketidak hadiran pada hari
perawatan dilaporkan pada 107 dari 672 hari kunjungan berikutnya (15.9%) kedatangan seluruh
hari perawatan pada kelompok amoxicillin-clavunate dan 144 dari 568 hari kunjungan (25.4%)
kedatangan seluruh pada kelompok plasebo ( penurunan dari 9.4 persentase pada amoxicillin-
clavunate; 95% CI, -13.9 hingga -4.9; P<0.001). Kedatangan orang tua pada kelompok
amoxicillin-clavunate lebih sedikit pada hari kerja dibandingkan dengan orang tua pada
kelompok plasebo (81 hari [12.1%] vs 101 hari [17.8%], penurunan dari 5.7 poin presentasi;
95% CI, -9.7 hingga -1.8; P=0.005).
Pada akhir kunjungan pengobatan, ada hasil pengobatan yang signifikan lebih baik dengan
mematuhi kedua kondisi secara keseluruhan dan tanda otoskopi dengan amoxicillin-clavunate
dari pada dengan plasebo (P<0.001 untuk hasil keduanya) (Gambar 4). Kondisi keseluruhan
tidak memiliki kemajuan atau perburukan pada 11 anak-anak (6.8%) pada kelompok amoxicillin-
clavunate, dibandingkan dengan 47 anak-anak (29.7%) dengan kelompok plasebo (22.9% lebih
sedikit disbanding dengan amoxicillin-clavunate; 95% CI, -31.4 hingga -.14.4). Tanda otoskopi
tidak memiliki kemajuan atau perburukan pada 8 anak-anak (5.0%) dan 60 anak-anak (38.0%)
pada kelompiok amoxicillin-clavunate dan kelompok plasebo, masing-masing (penurunan dari
33.0 persen pada amoxicillin-clavunate; 95% CI, -42.0 hingga -24.0). Pada 1 anak (0.6%) pada
8
kelompok amoxicillin-clavunate dan 10 anak (6.3%) pada kelompok plasebo, kedua kondisi
secara keseluruhan dan tanda otoskopi memburuk (penurunan 5.7 persen dengan amoxicillin-
clavunate; 95% CI, -9.7 hingga -.1,7), dimana 13 anak-anak (8.1%) pada kelompok amoxicillin-
clavunate dan 4 (2.5%) pada kelompok plasebo dinyatakan secara komplit sehat dengan
mematuhi seluruh kondisi dan tanda otoskopi (peningkatan 5.5 persen dengan amoxicillin-
clavunate; 95% CI, 0.6 hingga 10.5).
Pengobatan dengan amoxicillin-clavunate secara signifikan dipercepat dengan resolusi demam,
kurnagnya nafsu makan, penurunan aktifitas, dan iritabilitas. Efek dari pengobatan pada resolusi
demam dapat terlihat 6 jam setelah dosis pertama yang diberikan, dan efek dari resolusi pada
gejala kurangnya nafsu makan, penurunan aktivitas, dan iritabilitas dapat terlihat pada penelitian
hari kedua. Tidak ada efek signifikan dari amoxicillin-clavunate pada resolusi nyeri telinga
seperti yang dilaporkan oleh orang tua, nyeri telinga yang dilaporkan pada anak-anak,
penggosokan telinga, kurangnya tidur cukup, atau tangis (gambar 2 pada lampiran tambahan).
Setelah akhir dari periode penelitian pengobatan, anak-anak yang mendapatkan amoxicillin-
clavunate terjadi penurunan patogenik bakteri pada nasofaring daripada anak-anak yang
mendapat plasebo (table 4 pada lampiran tambahan). Bagaimanapun juga, resistensi antimikroba
diidentifikasi dari contoh nasofarin dari salah satu anak pada kelompok amoxicillin-clavunate.
Pada penelitian hari 1 dan 8, kita mendeteksi adanya isolasi dari Streptococcus pneumonia yang
pertama ditunjukan dengan resistensi menengah dan kemudian menunjukan resistensi penuh
pada penisilin.
DISKUSI
Pembelajaran kami telah memperlihatkan bahwa amoxicillin-clavulanate lebih superior
dibandingkan dengan placebo untuk pengobatan dari otitis media akut. Hasil pertama, waktu
untuk kegagalan pengobatan, tidak menggabungkan enam komponen independen, termasuk
gejala – gejala akut dan tanda – tanda otoskopi yang diperlukan untuk diagnosis dari otitis media
akut. Terlebih lagi, komposit kami menghasilkan efek bersih dari pengobatan, karena
pemeriksaan dari kondisi keseluruhan pada anak memasukkan waktu kebalikan. Pembelajaran
ini tidak untuk memperkuat pemeriksaan efek dari pengobatan pada setiap komponen dari hasil
utama yang komposit. Meskipun begitu, amoxicillin-clavulanate secara signifikan menurunkan
dua komponen – memperburuk kondisi keseluruhan anak dan tidak membantu perbaikan dari
9
tanda – tanda otoskopi –sama baiknya dengan kejadian perforasi dari membrane timpani dan
infeksi berat.
Pengobatan antibiotic mempunyai keuntungan efek pada otitis media akut dalam pembelajaran
kami dibandingkan dengan pengacakan sebelumnya, double-blind, pembelajaran placebo-
controlled. Pembelajaran sebelumnya telah memperlihatkan tingginya angka kegagalan pada
kelompok placebo, lebih banyak pengobatan antibiotic dapat diliat untuk lebih superior. Pada
pembelajaran oleh Kaleida et al., angka kegagalan pada kelompok placebo adalah 8% pada
seluruh pasien yang tidak sakit berat, dan 24 % pada pasien yang sakit berat dan perbedaan yang
absolut pada angka kegagalan antara pengobatan antibiotic dan kelompok placebo adalah 4 poin
persentase dan 12 poin persentase. Pada kelompok placebo dalam pembelajaran kami, angka
kegagalan lebih tinggi yaitu 44.9%, dengan 26 poin persentase perbedaannya diantara kelompok
–kelompok tersebut. Angka yang diperlukan untuk mengobati 1 anak untuk menciptakan
keuntungan dari pengobatan antibiotic, seperti yang dihitung dengan dasar dari hasil
pembelajaran kami, adalah 3,8, dengan perbandingan dengan 7 sampai 17 dengan dasar
metaanalisa. Tanda perbedaan diantara kelompok amoxicillin-clavulanate dan kelompok placebo
dapat dilihat pada keperluan dalam penyelamatan pengobatan. Penyelamatan pengobatan
diinisiasikan pada anak-anak yang menerima terapi antimikrobial pada penelitian kami kurang
lebih hamper sama dengan penelitian sebelumnya. Di lain hal, anak ke-3 pada kelompok plasebo
pada penelitian kami dibutuhkan pengobatan penyelamatan, dibandingkan dengan rata-rata 12%
pada penelitian lain. Keputusan kami untuk menyediakan pengobatan penyelamatan untuk anak-
anak yang memiliki perkembangan pada kondisi keseluruhan tapi tidak ada perkembangan pada
hasil otoskopi harus di kritisisasi. Namun, anak-anak harus masih memiliki manifestasi klinis
otitis media akut setelah 1 minggu periode observasi. Meskipun ketika anak-anak yang
dikeluarkan dari analisis, anak-anak pada kelompok plasebo membutuhkan pengobatan
penyelamatan secara signifikan lebih dari kelompok anak-anak amoxicillin-clavunate. Efak yang
menguntungkan lebih besar pada terapi antimicrobial pada penelitian kami daripada penelitian
sebelumnya yang hasil utamanya dari perbedaan metodologi. Hanya anak-anak yang yang
didiagnostik secara ketat untuk otitis media akut yang termasuk pada penelitian kami, dan kita
tidak melakukan pengecualian pasien menurut keparahan gejala atau hasil otoskopi. Pada
tambahan, kita penggunakan pengobatan aktif dengan dosis yang adekuat dan cakupan
antimicrobial.
10
Resolusi beberapa gejala diaselerasikan dengan pengobatan amoxicillin-clavunate, dibandingkan
dengan plasebo. Ini penemuan yang tidak diharapkan, sejak banyak pasien dari kedua kelompok
mendapatkan analgesik atau antipiretik, dan ini harus ditekankan pada gejala yang sering
terselesaikan secara mendadak. Selanjutnya, mesikipun sebenarnya bakteri dapat ditemukan pada
telinga tengah selagi pada episode otitis media akut, gejala-gejala tidak spesifik pada otitis media
akut tapi bukan menyerupai hal yang dimanifestasikan selama infeksi pernafasan tipe virus.
Selama kita menganalisa efek pengobatan pada gejala diwaktu yang berdekatan, dikatakan oleh
beberapa ahli, kita dapat mengobservasi efek dari amoxicillin-clavunate menjadi nyata lebih
awal. Efek yang paling awal pada pengobatan dapat terlihat dengan kepatuhan pada pengatasian
demam. Resolusi demam yang cepat pada hari pertama dari pengobatan antimicrobial dengan
baik didokumentasikan oada kasus pneumonia pada anak-anak. Pada penelitian terkirini, efek
dari pengobatan gejala lain dapat dilihat pada heri kedua penelitian. Dari penelitian di hari ketiga
sebelumnya, pengobatan penyelamatan diinisiasikan secara signifikan lebih pada anak-anak
kelompok plasebo daripada kelompok amoxicillin-clavunate. Sesuai yang digaris besari oleh
Mygind et al., perhitungan efek pengobatan pada gejala harus diperhitungkan pada kebutuhan
pengobatan penyelamatan untuk kebanyakan pasien yang simpomatik. Meskipun penekanan
untuk gejala diselesaikan secara mendadak, yang juga terlihat pada penelitian kami, hasil dari
pertarungan antara antimicrobial pada otitis media akut harus ditahan untuk melihat gejala mana
yang akan teresolusi tanpa pengobatan.
Selama tidak ada gejala yang spesifik pada otitis media akut di anak-anak pada umur preverbal,
ini juga sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan pada efek pengobatan dismping dari infeksi
itu sendiri- pada kasus ini di telinga tengah. Pada akhir dari pengobatan, hasil otoskopi tidak
dapat berkembang atau dapat memburuk pada 5.0% dan 38.0% dari masing-masing anak-anak
dengan amoxicillin-clavunate dan kelompok plasebo. Kalau anak-anak ini memiliki resiko
munculnya cairan pada telinga tengah ini adalah pertanyaan pada penelitian selanjutnya. Hasil
dari penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya tentang otitis media dengan pipa
timpanostomi otorea, yang ditunjukan bahwa pengobatan antimikrobbial dengan cepat diobati
pada infeksi telinga tengah.
Dari perbedaan prespektif, hasil kami dapat juga diintepretasikan seperti yang setengah dari
kelompok anak-anak plasebo yang tidak membutuhkan pengobatan penyelamatan. Penemuan
11
menyarankan bahwa tidak semua pasien dengan otitis media akut membutuhkan terapi
antimicrobial. Ini juga menjadi penting untuk mengkarakterisasikan pasien yang tidak
membutuhkan pengobatan antimikrobial. Identifikasi dari marker prognosis, bersama-sama
menggunakan criteria diagnostic yang ketat, dapat meredakan penggunaan terapi antimicrobial
pada pengobatan otitis media akut. Penurunakan penggunaan dari antimicrobial daoat membatasi
perkembangan dari resistensi bakteri dan meningkatnya kesempatan untuk menggunakan
antimicrobial pada kesempatan selanjutnya, ketika benar diindikasikan, akan menguntungkan.
Pada hasilnya, penelitian menyediakan bukti bahwa anak-anak pada usia 6-35 bulan dari
umurnya, pengobatan otitis media akut dengan antimicrobial terapi memberikan cakupan yang
adekuat- seperti amoxicillin-clavunate – adalah penting. Pengobatan antimicrobial menurunkan
resiko kegagalan pengobatan dengan meningkatkan secara keseluruhan kondisi dan hasil
otoskopi.
12
TINJAUAN PUSTAKA
Otitis Media
I. Otitis Media1
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Menurut gejalanya, diklasifikasi menjadi
dua yaitu : otitis media supuratif dan otitis media non supuratif.
1. Otitis media supuratif
Otitis Media Supuratif Akut (OMA)
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
2. Otitis media non supuratif
Otitis Media Serosa Akut
Otitis Media Serosa Kronis
Otitis Media Akut
II. Otitis Media Akut
A. Definisi1
Terganggunya fungsi tuba eustachius sehingga kuman dapat masuk ke dalam telinga tengah dan
menyebabkan peradangan. Salah satu pencetus terjadinya otitis media akut juga adalah infeksi
saluran pernafasan atas.
B. Etiologi2,3
Obstruksi tuba eustachius merupakan suatu factor penyebab dasar pada otitis media akut
yang merupakan sawar utama terhadap invasi bakteri dan spesies bakteri yang tidak biasanya
1 Djaafar Z A, Helmi, Restuti R D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengfgorokan Kepala & Leher, ed. 6. Jakarta : FKUI, 2007
2 Paparella M M, Adams G L, Levine S C. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam : Effendi H, Santoso R A K. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 2012
3 Kerschner JE. Mucin Gene Expression in Human Middle Ear Epithelium. American Laryngological, Rhinological and Otological Society Thesis. Laryngoscope. 2007
13
menimbulkan patogenik, berkolonisasi di telinga tengah, menyerang jaringan dan
menimbulkan infeksi. Pada anak di bawah usia 5 tahun, H. Influenza adalah pathogen
tersering penyebab otitis media.
14
Bakteri pathogen pada anak dengan otitis media
akut Pada Bayi
Streptococcus pneumonia Chlamydia trachomatis
Haemophilus influenza Escherichia coli
Streptococcus Grup A
Species KlebsiellaBranhamella catarrhalis
Staphyllococcus aureus
Staphylococcus epidermidis
Dipercayai bahwa anak lebih mudah terserang OMA dibanding dengan orang dewasa. Ini karena
pada anak dan bayi, tuba lebih pendek, lebih lebar dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba
orang dewasa, sehingga infeksi saluran pernapasan atas lebih mudah menyebar ke telinga tengah.
Panjang tuba orang dewasa 37,5 mm dan pada anak di bawah umur 9 bulan adalah 17,5 mm. Ini
meningkatkan peluang terjadinya refluks dari nasofaring menganggu drainase melalui tuba
Eustachius. Adenoid merupakan salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan
dalam kekebalan tubuh. Pada anak, adenoid relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi
adenoid yang berdekatan dengan muara tuba Eustachius sehingga adenoid yang besar dapat
mengganggu terbukanya tuba Eustachius. Selain itu, adenoid dapat terinfeksi akibat ISPA
kemudian menyebar ke telinga tengah melalui tuba Eustachius.
C. Patologi1,2,3
Pathogenesis OMA pada sebagian besar anak-anak dimulai oleh infeksi saluran pernapasan
atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas,
termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi
sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan
menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteridari nasofaring ke dalam telinga tengah
melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk
mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat
obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke
dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media
dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami
infeksi serta terjadi akumulasi sekret ditelinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba
patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediator-
mediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus
15
respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu
pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri. Jika sekret dan pus bertambah banyak dari
proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan
tulangtulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan
yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang
meninggi.
Obstruksi tuba Eustachius dapat terjadi secara intraluminal dan ekstraluminal. Faktor
intraluminal adalah seperti akibat ISPA, dimana proses inflamasi terjadi, lalu timbul edema
pada mukosa tuba serta akumulasi sekret di telinga tengah. Selain itu, sebagian besar pasien
dengan otitis media dihubungkan dengan riwayat fungsi abnormal dari tuba Eustachius,
sehingga mekanisme pembukaan tuba terganggu. Faktor ekstraluminal seperti tumor, dan
hipertrofi adenoid
Stadium dari otitis media akut terdiri dari 5 stadium :
1. stadium oklusi tuba eustachius2. stadium hiperemis3. stadium supurasi4. stadium perforasi5. stadium resolusi
stadium oklusi tuba eustachius
gambaran retraksi membrane timpani tekanan negative di dalam telinga tengah
absorpsi udara
membrane timpani : warna keruh pucat
stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi
stadium hiperemis
tampak pembuluh darah yang melebar di membrane timpani atau serluruh membrane
terlihat hiperemis serta edem
terbentuk secret yang eksudat serosa sehingga sukar dilihat
stadium supurasi
16
eksudat yang purulen di kavum timpani membrane timpani menonjol (bulging) ke
arah liang telinga luar.
Pasien tampak sangat sakit, suhu meningkat, rasa nyeri di telinga bertambah hebat
Harus dilakukan miringotomi supaya membrane timpani tidak ruptur
stadium perforasi
karena terlambat pemberian antibiotic atau virulensi kuman yang tinggi, sehingga
membrane timpani dapat ruptur dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga
luar.
Pasien biasanya menjadi tenang, suhu badan turun dan tidur dengan nyenyak.
Stadium resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan – lahan
akan normal kembali. Apabila terjadi perforasi, secret akan berkurang dan akhirnya
kering. Otitis media akut akan menjadi otitis media supuratif kronis apabila perforasi
menetap dengan sekret yang keluar terus menerus atau hilang timbul
D. Gejala Klinis1,2
Gejala klasik otitis media akut antara lain berupa nyeri, demam, malaise, dan
kadang-kadang nyeri kepala di samping nyeri telinga. Gejala OMA bergantung pada
stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak-anak dapat terjadi anoreksi dan kadang-
kadang mual dan muntah. Demam tinggi dapat terjadi dan ditemukan pada 30% kasus.
Pada kasus dewasa atau anak yang lebih besar, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengatan berupa rasa penuh di telinga dan rasa kurang dengar. Seluruh atau sebagian
membrane timpani secara khas menjadi merah dan menonjol. Pembuluh-pembuluh darah
di atas membrane timpani dan tangkai maleus berdilatasi dan menjadi menonjol (abses).
Bila terjadi ruptur membran timpani, maka secret mengalir ke liang telinga, suhu tubuh
turun dan anak tertidur tenang.
E. Terapi 1,2,4
4 Titisari, H. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media Akut di PSCM dan RSAB Harapan Kita. Jakarta : FKUI, Titisari, H., 2005
17
Penatalaksanaan OMA tergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium
awal ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik. Tujuan pengobatan pada otitis media
adalah untuk menghindari komplikasi intrakrania dan ekstrakrania yang mungkin terjadi,
mengobati gejala, memperbaiki fungsi tuba Eustachius, menghindari perforasi membran
timpani, dan memperbaiki sistem imum lokal dan sistemik.
Pada stadium oklusi tuba, pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
Eustachiussehingga tekanan negatif di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik untuk anak kurang dari 12 tahun atau HCl
efedrin 1 % dalam larutan fisiologis untuk anak yang berumur atas 12 tahun pada orang
dewasa. Sumber infeksi harus diobati dengan pemberian antibiotik
Pada stadium hiperemis dapat diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik.
Dianjurkan pemberian antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi
resistensi, dapat diberikan kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk
terapi awal diberikan penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah
sehingga tidak terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila pasien alergi tehadap
penisilin, diberikan eritromisin. Pada anak, diberikan ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari
yang terbagi dalam empat dosis, amoksisilin atau eritromisin masing-masing 50
mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 3 dosis
Pada stadium supurasi, selain diberikan antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan
miringotomi bila membran timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak
terjadi ruptur
Pada stadium perforasi, sering terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut
atau pulsasi. Diberikan obat cuci telinga (ear toilet) H2O2 3% selama 3 sampai dengan 5
hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan
perforasi akan menutup kembali dalam 7 sampai dengan 10 hari
18
Pada stadium resolusi, membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi,
dan perforasi menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3
minggu. Bila keadaan ini berterusan, mungkin telah terjadi mastoiditis
Sekitar 80% kasus OMA sembuh dalam 3 hari tanpa pemberian antibiotik. Observasi
dapat dilakukan. Antibiotik dianjurkan jika gejala tidak membaik dalam dua sampai tiga
hari, atau ada perburukan gejala. Ternyata pemberian antibiotik yang segera dan dosis
sesuai dapat terhindar dari tejadinya komplikasi supuratif seterusnya. Masalah yang
muncul adalah risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik meningkat
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) dalam Kerschner (2007),
mengkategorikan OMA yang dapat diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan
antibiotik sebagai berikut.
Kriteria Terapi Antibiotik dan Observasi pada Anak dengan OMA
Menurut American Academic of Pediatric (2004), amoksisilin merupakan first-line terapi
dengan pemberian 80mg/kgBB/hari sebagai terapi antibiotik awal selama lima hari.
Amoksisilin efektif terhadap Streptococcus penumoniae. Jika pasien alergi ringan
terhadap amoksisilin, dapat diberikan sefalosporin seperti cefdinir. Second-line terapi
seperti amoksisilin-klavulanat efektif terhadap Haemophilus influenzae dan Moraxella
catarrhalis, termasuk Streptococcus penumoniae. Vaksin pneumococcal 7-valent
conjugate dapat dianjurkan untuk menurunkan prevalensi otitis media
19
F. Komplikasi 1,2,4
Sebelum adanya antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi, mulai dari abses
subperiosteal sampai abses otak dan meningitis. Sekarang semua jenis komplikasi
tersebut biasanya didapat pada otitis media supuratif kronik. Komplikasi OMA terbagi
kepada komplikasi intratemporal (perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis
nervus fasialis, labirinitis, petrositis), ekstratemporal (abses subperiosteal), dan
intracranial (abses otak, tromboflebitis).
G. Pencegahan 1,2,4
Terdapat beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya OMA. Mencegah ISPA pada bayi
dan anak-anak, menangani ISPA dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian
ASI minimal enam bulan, menghindarkan pajanan terhadap lingkungan merokok, dan
lain-lain.
20
DAFTAR PUSTAKA
Djaafar Z A, Helmi, Restuti R D. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Soepardi E A, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti R D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tengfgorokan Kepala &
Leher, ed. 6. Jakarta : FKUI, 2007
Paparella M M, Adams G L, Levine S C. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam : Effendi
H, Santoso R A K. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : EGC, 2012
Kerschner JE. Mucin Gene Expression in Human Middle Ear Epithelium. American
Laryngological, Rhinological and Otological Society Thesis. Laryngoscope. 2007
Titisari, H. Prevalensi dan Sensitivitas Haemophilus Influenzae pada Otitis Media Akut di PSCM
dan RSAB Harapan Kita. Jakarta : FKUI, Titisari, H., 2005
21