terintegrasinya jaringan jalan sulawesi

Upload: nurhidayat-dayat

Post on 07-Jul-2015

210 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

TERINTEGRASINYA JARINGAN JALAN LINTAS SULAWESI SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAHKode Topik Makalah : 02 Tri Jayanti, ST. Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Bulaksumur E-9, Yogyakarta 55281 (P): 0274-556928 (F): 0274-901076 [email protected] Lilik Wachid Budi Susilo, ST. Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Bulaksumur E-9, Yogyakarta 55281 (P): 0274-556928 (F): 0274-901076 [email protected]

Ir. La Ode Muh. Magribi, MT Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Bulaksumur E-9, Yogyakarta 55281 (P): 0274-556928 (F): 0274-901076 [email protected]

Ir. Agus Taufik Mulyono, MT. Peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik Universitas Gadjah Mada Bulaksumur E-9, Yogyakarta 55281 (P): 0274-556928 (F): 0274-901076 [email protected]

AbstrakDalam konteks yang sangat luas pembangunan berkelanjutan mempunyai banyak dimensi persoalan yang berkembang di dalam masyarakat seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan tersebut. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan dapat meningkatkan mobilitas penduduk, menurunkan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan perbaikan dalam kualitas/sifat dari jasa-jasa pengangkutan tersebut, sehingga secara langsung ataupun tidak sangat menentukan pembangunan ekonomi pada umumnya. Secara teoritik, manajemen jaringan jalan harus dilakukan secara integratif dalam suatu wilayah. Ini berarti bahwa mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya harus dilakukan secara terpadu. Pembagian kewenangan sesuai dengan UU 22/1999 harus selalu mengacu pada konsep jaringan integratif di atas. Kekhawatiran terjadinya kekurangpaduan antar daerah dalam implementasinya adalah sesuatu yang harus diantisipasi sejak dini. Kelemahan-kelemahan perencanaan yang selama ini dapat diamati antara lain : tidak ada keterkaitan antara jalan, transportasi, dan pengembangan wilayah; tidak punya rencana jangka panjang yang strategis; tidak komprehensif dan tidak terpadu. Kelemahan-kelemahan tersebut juga dijumpai dalam pengembangan jaringan jalan lintas Sulawesi yang dikenal dengan Lintas Timur, Lintas Tengah dan Lintas Barat. Selain itu, pengembangan feeder road yang menghubungkan ketiga lintas tersebut belum mendapat perhatian yang serius. Peran feeder road ini sangat penting untuk mengurangi disparitas pertumbuhan antar daerah dan menghindari kesenjangan wilayah dalam satuan Pulau Sulawesi, apalagi dengan berdirinya propinsi baru, yaitu Propinsi Gorontalo (di masa mendatang mungkin menyusul wilayah yang lain) maka perlu diintegrasikan dalam sistem pengembangan Lintas Sulawesi. Penelitian ini dilakukan dengan metodologi pendekatan permasalahan terhadap: (1) konsep pengembangan wilayah terpadu, yaitu: keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas, pendekatan intersektoral, pendekatan pembangunan berkelanjutan dan pendekatan pengembangan wilayah dengan pusat pertumbuhan, (2) perkiraan perkembangan wilayah, yaitu: konsep pengelompokkan (cluster) pengembangan tata ruang dan analisa SWOT, (3) kebutuhan akan transportasi berkelanjutan. Dengan bantuan pemodelan transportasi untuk memprediksi pola pergerakan perjalanan dan kinerja jaringan jalan di Pulau Sulawesi diharapkan hasil yang dicapai dapat digunakan sebagai acuan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk mengambil kebijakan dalam hal pengembangan transportasi khususnya pengembangan jaringan jalan di Pulau Sulawesi secara menyeluruh. Secara umum penelitian ini akan menghasilkan rencana dan program penanganan jaringan jalan Pulau Sulawesi yang terdiri dari : (1) kerangka pengembangan jaringan jalan terintegrasi, (2) konsep pengembangan jaringan jalan terintegrasi, (3) administrasi dan korelasi ekonomi sektor jalan, (4) prioritas pengembangan wilayah, dan (5) program penanganan jaringan jalan. Kata kunci: jaringan jalan, terintegrasi, pengembangan wilayah Pulau Sulawesi

265

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) telah menjadi isu dan dasar penyelenggaraan pemerintahan pada beberapa tahun terakhir. Pendekatan pembangunan berkelanjutan mengacu pada 3 (tiga) konsep dasar yaitu : a) Kelangsungan sumber daya dan produksi; b) Kelangsungan budaya dan keseimbangan dengan budaya; serta c) Pengembangan sebagai proses peningkatan kualitas hidup. Dalam konteks yang sangat luas pembangunan berkelanjutan mempunyai banyak dimensi persoalan yang berkembang di dalam masyarakat seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pembangunan ekonomi dan perkembangan transportasi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan tersebut. Perbaikan dalam transportasi pada umumnya akan dapat meningkatkan mobilitas penduduk, menurunkan ongkos pengiriman barang-barang, terdapatnya pengangkutan barang-barang dengan kecepatan yang lebih tinggi, dan perbaikan dalam kualitas/sifat dari jasa-jasa pengangkutan tersebut, sehingga secara langsung ataupun tidak sangat menentukan pembangunan ekonomi pada umumnya. Secara teoritik, manajemen jaringan jalan harus dilakukan secara integratif dalam suatu wilayah. Ini berarti bahwa mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya harus dilakukan secara terpadu. Pembagian kewenangan sesuai dengan UU 22/1999 harus selalu mengacu pada konsep jaringan integratif. Kekhawatiran terjadinya kekurangpaduan antar daerah dalam implementasinya adalah sesuatu yang harus diantisipasi sejak dini. Beberapa kelemahan perencanaan yang selama ini dapat diamati antara lain adalah tidak adanya keterkaitan antara jalan, transportasi, dan pengembangan wilayah; tidak adanya rencana jangka panjang yang strategis; serta tidak komprehensif dan tidak terpadunya perencanaan jaringan jalan. Kelemahan di atas juga dijumpai dalam pengembangan jaringan jalan lintas Sulawesi yang dikenal dengan Lintas Timur, Lintas Tengah dan Lintas Barat. Selain itu, selama ini pengembangan feeder road yang menghubungkan ketiga lintas tersebut juga belum mendapat perhatian yang serius, padahal feeder road ini mempunyai peran yang sangat penting dalam mengurangi disparitas pertumbuhan antar daerah dan menghindari kesenjangan wilayah dalam satuan Pulau Sulawesi. Oleh karena itu untuk menjembatani munculnya kesenjangan antara kebutuhan prasarana fisik dan tuntutan pengembangan wilayah, maka perencanaan jaringan jalan lintas Sulawesi yang terintegrasi sangat diperlukan. 1.2. Manfaat Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari terintegrasinya jaringan jalan lintas Sulawesi adalah dapat dikuranginya disparitas pertumbuhan antar wilayah serta terjembataninya kesenjangan antar wilayah dalam satuan Pulau Sulawesi. 2. PENDEKATAN STUDI 2.1. Konsep Pengembangan Wilayah Terpadu A. Keterpaduan Perencanaan dari Bawah dan dari atas Untuk menciptakan keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas harus digunakan dua arah pendekatan yaitu : 1) pendekatan dari atas ke bawah (top down planning) yang diturunkan dari berbagai kebijaksanaan pembangunan yang lebih tinggi baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat regional; 2) pendekatan dari bawah (bottom-up planning) yang mengakomodasi aspirasi dari bawah dan mampu memberikan dampak positif pada266

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

pengembangan potensi dari seluruh sumber daya lokal yang tersedia setelah dilakukan analisis SWOT (analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan). Dalam aplikasinya, baik SWOT - bottom up planning maupun SWOT top down planning harus memperhatikan substansi UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah sehingga akan didapatkan benang merah antara SWOT bottom up planning SWOT top down planning. B. Pendekatan Intersektoral Kegiatan wilayah pada dasarnya merupakan rangkuman dari kegiatan sektor-sektor pembangunan dan perekonomian yang dipunyai wilayah bersangkutan. Pendekatan yang dapat melihat keterikatan antar seluruh sektor kegiatan pembangunan adalah pendekatan tata ruang. Beberapa aspek yang perlu diketahui dalam pendekatan ini adalah tujuan/sasaran, kebijaksanaan dan strategi pembangunan daerah. C. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) mengacu pada beberapa konsep dasar, yaitu: 1) kelangsungan sumber daya dan produksi, 2) kelangsungan budaya dan keseimbangan dengan budaya dan 3) pengembangan sebagai proses peningkatan kualitas hidup. D. Pendekatan Pengembangan Wilayah dengan Pusat Pertumbuhan Setiap aktivitas pembangunan tidak mungkin tumbuh di semua lokasi secara merata, akan tetapi berpijak pada keunggulan komparatif dan kompetitif lokasi tertentu sebagai pusat pertumbuhan (growth centre). Kemudian pusat-pusat aktivitas pembangunan/ pertumbuhan menyebar melalui mekanisme penyebaran (spread effect) ke daerah lainnya. Konsep ini pada dasarnya berorientasi pada asas Trilogi Pembangunan (Pertumbuhan-Pemerataan-Stabilitas). 2.2. Perkiraan Perkembangan Wilayah A. Konsep Pengelompokan (Cluster) Pengembangan Tata Ruang Konsep pengembangan tata ruang merupakan perkiraan perkembangan dari pusat-pusat pertumbuhan sebagai pusat kegiatan ekonomi wilayah di Pulau Sulawesi dikaitkan dengan pengembangan prasarana wilayah yang mempunyai pengaruh kuat dalam pengembangan kawasan belakangnya. B. Analisis SWOT Dalam perencanaan jaringan jalan harus dilakukan analisis terhadap SWOT (Wheelen dan Hunger, 1992). Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) digunakan untuk mengidentifikasi isu-isu strategis, yang akhirnya diterjemahkan ke dalam sektor-sektor unggulan. Di dalam analisis tersebut ada 2 (dua) lingkungan utama yang diidentifikasi yaitu lingkungan di dalam (internal environment) atau disebut lingkungan mikro dan lingkungan di luar (external environment) atau disebut sebagai lingkungan makro (lihat Tabel 1). Tabel 1. Keterkaitan antara Kondisi Internal dengan Kondisi Eksternal Kondisi Eksternal (makro) PELUANG ANCAMAN Memanfaatkan potensi untuk Memanfaatkan potensi untuk mengantisipasi ancaman meraih peluang (2) (1) Menghilangkan hambatan untuk Menghilangkan hambatan untuk mengantisipasi ancaman meraih peluang (4) (3) Kondisi Internal (mikro) KEKUATAN/ POTENSI KELEMAHAN/ HAMBATAN

267

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

268

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

2.1.3. Kebutuhan akan Transportasi Berkelanjutan Karena tuntutan peran sektor transportasi yang masih panjang dalam mendukung pembangunan diperlukan formulasi kebijakan transportasi yang berkelanjutan baik dari sisi ekonomi, finansial, maupun aspek lingkungan dan sosial. Agar dapat dicapai kebijakan transportasi yang efektif, sebaiknya memenuhi tiga kebutuhan utama (World Bank, 1996) yaitu : ekonomi dan finansial; lingkungan dan ekologi; dan sosial dan distribusi. Dalam menyeimbangkan ketiga kebutuhan tersebut, diperlukan terobosan-terobosan yang berupa tawar menawar (trade off) sehingga dihasilkan solusi yang win-win. Langkah-langkah yang ditempuh bisa meliputi antara lain: upaya memperbaiki aset/infrastruktur, pengutipan akan efek-efek eksternal, efisiensi teknis dalam penyediaan, keselamatan, rancangan kontrak dan kelembagaan. 3. PERMASALAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH SULAWESI Pengembangan jaringan jalan yang ada dalam tinjauan satuan Pulau Sulawesi belum mengakomodasi keseimbangan spasial. Jalan lintas Sulawesi yang sekarang diberlakukan belum sepenuhnya mendukung keseimbangan spasial, karena jaringan jalan yang ada lebih banyak pada pencapaian pertumbuhan kawasan produktif tertentu (lihat Gambar 1). Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa jalan lintas Sulawesi yang ada belum mengakomodasi beberapa kawasan andalan di wilayah Pulau Sulawesi seperti Kapet Batui (Propinsi Sulawesi Tengah, bagian timur) dan Kapet Bukari (Propinsi Sulawesi Tenggara). Selain itu jalan lintas barat dan jalan lintas tengah bertemu di Atinggola, selanjutnya membebani jaringan jalan lintas utara Sulawesi Utara menuju Kapet ManadoBitung. Secara regional, kesenjangan spasial yang terjadi disebabkan karena jalan lintas Sulawesi lebih menstimulasi perkembangan wilayah Sulawesi Selatan-Sulawesi Tengah (bagian barat, tengah, utara)-GorontaloSulawesi Utara. Jalan lintas Sulawesi belum menstimulasi perkembangan wilayah Sulawesi Tengah bagian timur dan Sulawesi Tenggara (khususnya kawasan kepulauan).KETERANGAN Lintas Barat Sulawesi Lintas Tengah Sulawesi Lintas Timur Sulawesi Jalur Penyeberangan Laut

Gambar 1. Jalan Lintas Sulawesi yang Ada dan Kesenjangan Spasial dalam Satuan Pulau Sulawesi

Selain permasalahan kesenjangan spasial di atas, pengembangan wilayah di Pulau Sulawesi juga masih terganjal oleh beberapa masalah yang diantaranya adalah : terkait dengan kegiatan ekonomi yang masih terkonsentrasi di ibukota propinsi sehingga kurang memberikan dampak pemerataan pada wilayah lainnya; terganggunya jalur transportasi (khususnya jalan lintas) untuk menghubungkan pusat produksi ke outlet (pemasaran); serta distribusi penduduk yang tersebar tidak merata.

269

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

4. ANALISIS 4.1. Analisis Sistem Perwilayahan dan Sistem Kota Sesuai dengan RTRW Pulau Sulawesi (2003), pusat pertumbuhan dan pengembangan sistem kota-kota di Pulau Sulawesi dibedakan menjadi 3 (tiga) hirarki utama, yaitu: Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Berdasarkan hirarki tersebut, dengan mempertimbangkan aspek aksesibilitas antar kota, jangkauan pelayanan, besaran kota, kedudukan dan perkembangan kota-kota di Pulau Sulawesi ditetapkan arahan struktur pemanfaatan ruang sistem kota-kota di Sulawesi sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2.No 1. 2. 3.

Sistem Kota-Kota di Pulau SulawesiPKN Manado, Bitung Gorontalo Palu Fungsi Kota PKW PKL Kotamobagu, Tomohon, Likupang, Molibagu, Tondano Pinolosian, Dumoga,Tahuna Limboto, Tilamuta Suwawa, Kwandang, Marisa, Paguat Poso, Toli-Toli, Tentena, Kasiguncu, Ogotua, Kolonodale, Tinabogan, Banggai, Lebata, Batui, Luwuk, Donggala Tawaeli, Buol, Parigi, Moutong Masamba, Makale, Rantepao, Mamasa, Pangkajene, Palopo, Watampone, Mamuju, Wotu, Malili, Soroako Sinjai, Benteng, Jeneponto, Bantaeng, Sengkang, Barru, Parepare, Sungguminasa, Maros, Watansopeng, Majene, Polewali, Pinrang, Sidenreng, Rappang, Enrekang Takalar, Bulukumba Baubau, Kolaka Lasolo, Pasar Wajo, Raha, Ereke, Kambara, Mawasangka, Pomala, Mowewe, Wundulako, Wawotobi 21 Kota 50 Kota

Propinsi Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan

4.

Makasar

5.

Sulawesi Tenggara Jumlah

Kendari

6 Kota

Sumber : RTRW Pulau Sulawesi, 2003

4.2. Analisis Kinerja Sistem Jaringan Jalan Eksisting Berdasarkan analisis kinerja sistem jaringan jalan nasional dan propinsi eksisting di Pulau Sulawesi, diketahui bahwa yang memiliki indeks aksesibilitas tertinggi adalah Sulawesi Utara (sebesar 0,138 km/km2), sedangkan yang memiliki indeks aksesibilitas terendah adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,046 km/km2. Ditinjau dari indeks mobilitasnya, yang memiliki indeks tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 1,460 km/1000 pdd, sedangkan yang memiliki indeks mobilitas terendah adalah Sulawesi Selatan (sebesar 0,417 km/1000 pdd). Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3, secara keseluruhan wilayah Pulau Sulawesi memiliki indeks aksesibilitas dan mobilitas yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Tabel 3.No

Indeks Aksesibilitas dan MobilitasPropinsi Luas (Km2) Jumlah Penduduk Panjang Jalan Aksesibilitas Mobilitas Nas. dan Prop. (pjg jln/ (pjg jln/ (Km) Km2) 1000 pdd) 3319.173 0.053 0.417 3130.740 0.046 1.460 2126.490 0.056 1.199 2105.619 0.138 1.058 604.290 0.049 0.712 11286.312 0.058 0.767 65184.590 0.034 0.324

1 2 3 4 5

Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Utara Gorontalo Pulau Sulawesi Indonesia

62361.710 7960991.000 68033.010 2143631.000 38140.000 1772873.000 15272.170 1989541.000 12215.450 848896.000 196022.340 14715932.000 1937179.000 201353100.000

270

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

4.3. Analisis Kawasan Produktif Kawasan produktif merupakan kawasan yang memiliki sektor-sektor unggulan sehingga mewujudkan suatu kawasan andalan, kapet beserta hinterland-nya. Jaringan jalan nasional dan propinsi dalam kaitannya dengan satuan Pulau Sulawesi harus mampu menghubungkan antar kawasan produktif. Selain itu jaringan jalan harus komplementer dengan ketersediaan prasarana transportasi lainnya seperti dermaga penyeberangan, pelabuhan laut, bandar udara dan rencana jalan rel. Tiap propinsi memiliki beberapa kawasan produktif yang tersebar di tiap kabupaten/ kota, sehingga untuk mempresentasikan dalam satuan Pulau Sulawesi maka perlu dibuat kriteria kawasan produktif. Penetapan kriteria ini diperlukan dalam kaitannya memilih dan merumuskan prioritas penanganan jaringan jalan terintegrasi dalam satuan Pulau Sulawesi. Untuk menetapkan kriteria kawasan produktif, perlu mempertimbangkan beberapa aspek-aspek yang meliputi : PDRB, aksesibilitas dan mobilitas, jumlah sektor unggulan, infrastruktur transportasi lain yang mendukung (lihat Gambar 2).KAWASAN PRODUKTIF

Belum Berkembang

0

PDRB

1

Cukup Berkembang

0Mobilitas

2

2Berkembang

1Aksesibilitas

0

1Cukup Berkembang

2 0LQ > 1

1Berkembang

2 0Fasilitas Penyeberangan

0 2Fasilitas Pel. Laut

2

Cepat Berkembang

1Berkembang

1 0Fasilitas Trans. Udara

1

Cepat Berkembang

2Sangat Cepat Berkembang

Gambar 2. Penetapan Kategori Pusat-pusat Kegiatan Kawasan Produktif Tabel 4. Hasil Penilaian Aspek Terkait dalam Penetapan Kategori Pusat-pusat Kegiatan Kawasan Produktif di Pulau SulawesiNo Pusat Kegiatan dalam Kawasan Produktif Hasil Analisis No Pusat Kegiatan dalam Kawasan Produktif Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan Hasil Analisis

Sulawesi Selatan1 Selayar CB 1

Cu B 271

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

2 Bulukumba

CB Hasil Analisis BB B CB CB BB Cu B Cu B Cu B B B B B Cu B Cu B CB Cu B CB Cu B B Cu B SCB CBB = Berkembang

2 No 3 4 5 7 8 9 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3

Banggai Pusat Kegiatan dalam Kawasan Produktif Morowali Poso Donggala 3) Tolitoli Buol Palu Sulawesi Tenggara Buton Muna Kendari 4) Kolaka Kota Kendari Sulawesi Utara Bolaang M Minahasa Sangihe T Manado Bitung Gorontalo Kota Gorontalo Gorontalo Bualemo 2)CB =Cepat Berkembang SCB = Sangat Cepat Berkembang1)

Cu B Hasil Analisis Cu B Cu B CB B BB SCB B CB CB CB CB CB B CB SCB CB B CB Cu B

Tabel 4. (lanjutan)No Pusat Kegiatan dalam Kawasan Produktif 3 Bantaeng 4 Jeneponto 5 Takalar 6 Gowa 7 Sinjai 8 Maros 9 Pangkep 10 Barru 11 Bone 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Soppeng Wajo Sidrap Pinrang Enrekang Luwu Tana Trj Polmas Majene Mamuju Luwu Utr Makasar

24 Pare-pareBB = Belum Berkembang Cu B = Cukup Berkembang

1) = data Kab. Minahasa Selatan yang dimekarkan dari Kab. Minahasa masih bergabung dgn kab. Induk 2) = data Kab. Pohuwatu yang dimekarkan dari Kab. Bualemo masih bergabung dgn kab. Induk 3) = data Kab. Parigi Moutong yang dimekarkan dari Kab. Donggala masih bergabung dgn kab. Induk 4) = data Kab. Konawe Selatan yang dimekarkan dari Kab. Kendari masih bergabung dgn kab. Induk 5) = data Kab. Bone Bolango yang dimekarkan dari Kab. Gorontalo masih bergabung dgn kab. Induk

4.4. Analisis Pola Pergerakan dan Pemodelan Transportasi A. Pola Pergerakan Orang dan Barang Secara garis besar, pola pergerakan orang dan barang menggambarkan kekuatan/ potensi di suatu wilayah. Kekuatan atau potensi ini dapat berupa jumlah penduduk yang tinggi, perekonomian yang kuat, pelayanan transportasi yang prima, dan lain-lain. Ini berarti semakin besar suatu daerah melayani pergerakan orang dan barang, maka daerah tersebut merupakan daerah yang mempunyai potensi untuk membangkitkan dan atau menarik aktivitas masyarakat dalam segala bidang. Dalam makalah ini pola pergerakan orang dan barang akan diolah berdasarkan data O-D penumpang dan barang nasional di Pulau Sulawesi tahun 2001. Dari data tersebut untuk mendapatkan prediksi arus lalu lintas sampai dengan tahun 2025 dipergunakan metode furness.

272

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

B. Distribusi Jarak Perjalanan Faktor lain yang mempengaruhi besarnya pola pergerakan adalah jarak perjalanan dari suatu simpul ke simpul lainnya. Umumnya semakin dekat jarak suatu simpul dengan simpul lain, maka akan semakin besar pula perjalanan yang terjadi antar simpul tersebut. Tapi hal ini tak selamanya terjadi, karena selain faktor jarak, terdapat juga faktor lain berpengaruh seperti fungsi simpul (kota), lokasi simpul dan lain-lain.1 0 0 .0 %

100.0%

8 0 .0 %

Frekuensi P erjalanan (%)

7 1 .0 %

Frekuensi P erjalanan (%)

80.0%

6 0 .0 %

60.0%

51.9% 42.0%

4 0 .0 % 2 3 .2 % 2 0 .0 % 2 .5 % 0 .0 %0 -1 0 0 1 0 1 -5 0 0 5 0 1 -1 0 0 0 1 0 0 1 -1 5 0 0 1 5 0 1 -2 0 0 0 2 0 0 1 -2 5 0 0 > 2500

40.0%

20.0%5.2% 0.6% 0.4%1501-2000

1 .1 %

2 .2 %

0 .1 %

0 .0 %

0.0%2001-2500

0.0%>2500

0.0%0-100 101-500 501-1000 1001-1500

L e v e l J a r a k P e r ja la n a n ( k m r e la tif)

Level Jarak Perjalanan (km relatif)

Gambar 3. Distribusi Jarak Perjalanan Orang di Pulau Sulawesi Tahun 2005

Gambar 4. Distribusi Jarak Perjalanan Barang di Pulau Sulawesi Tahun 2005

C. Indikasi Pemodelan Model yang akan digunakan dalam pemodelan transportasi ini adalah all or nothing. Pada model ini diasumsikan bahwa semua pengguna jalan memiliki persepsi yang sama dan kondisi jalan tidak tergantung jumlah pemakai yang melaluinya maka masalahnya tinggal menentukan rute yang mana yang paling pendek/murah, sehingga semua permintaan perjalanan dibebankan ke rute minimum dan tidak ada satupun yang dibebankan ke rute pilihan lainnya. Beberapa input yang akan digunakan untuk proses pemodelan meliputi jumlah zone (45 zone), jumlah node (300 node), dan jumlah link (376 link). Untuk melihat kinerja pengembangan jaringan jalan nasional dan propinsi Pulau Sulawesi, maka disusun 2 (dua) skenario yaitu: Do-Nothing Scenario dan Do-Something Scenario yang selanjutnya diolah dengan menggunakan program pemodelan Saturn 9.2. Skenario-skenario yang ada dibuat dalam perencanaan jangka waktu 20 ( dua puluh) tahun, dimulai dari tahun dasar 2005 sampai dengan tahun 2025, yang diaplikasikan dalam pembebanan tiap 10 tahun. Do-Something Scenario dibuat dalam 3 (tiga) model, yaitu: 1. 2. 3. Skenario 1 : Lintas Sulawesi yang ada dimantapkan Skenario 2 : Pemerataan pengembangan jaringan Skenario 3 : Pertumbuhan KutubKinerja smp-km smp-jam Kecepatan (km/jam) Eksisting 2005 3.551.836 113.881 Skenario I 2015 2025 3.549.591 6.535.639 112.369 163.795 Skenario II 2015 2025 3.550.049 6.699.801 112.378 151.950 Skenario III 2015 2025 3.551.758 6.487.320 113.238 31,36531 180.644 35,91226

Tabel 5. Hasil Prediksi Kinerja Jaringan Jalan pada Tiap Skenario

31,189016 31,588647 39,901261 31,590252 44,092023

Dari hasil pemodelan yang dilakukan, skenario 2 mempunyai kinerja jaringan jalan yang lebih baik, sehingga skenario pemerataan pengembangan jaringan jalan ini menjadi acuan atau pertimbangan dalam pengembangan jaringan jalan di Pulau Sulawesi.273

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

4.5. Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Konsep pengembangan jaringan jalan ini ditujukan untuk mengembangkan kutub-kutub pertumbuhan yang berada pada kota-kota penting dan strategis, sehingga melahirkan pola lintas Sulawesi yang sementara ini belum banyak mencerminkan keseimbangan spasial dalam satuan Pulau Sulawesi. Kondisi lintas Sulawesi eksisting tersebut memberikan dampak konsentrasi pembangunan pada bagian barat Pulau Sulawesi, khususnya yang berada pada kawasan-kawasan pesisir pantai barat Sulawesi (terutama kawasan pantai barat Sulawesi selatan). Dalam jangka panjang dikhawatirkan akan terjadi disparitas pertumbuhan regional antara kawasan yang dilalui oleh lintas barat dengan kawasan yang dilalui oleh lintas tengah maupun lintas timur Sulawesi. Untuk itu, maka konsep pengembangan lintas Sulawesi perlu dimodifikasi sehingga mampu menjangkau kawasan-kawasan andalan yang selama ini masih belum berkembang secara optimal. Dengan demikian, konsep yang harus digunakan dalam pengembangan jaringan jalan Pulau Sulawesi adalah konsep trade follow the ship agar tercapai keseimbangan spasial. Implikasi dari konsep tersebut harus mengikuti beberapa kriteria sebagai berikut: a. Pengembangan jaringan jalan berfungsi menstimulasi kegiatan sosial ekonomi, sehingga kriteria pengembangannya tidak dilandasi oleh perhitungan kelayakan ekonomi, Pengembangan jaringan jalan berorientasi jangka panjang Pada jangka pendek dengan skala pengembangan yang tidak terlalu besar Akses-akses jalan yang menghubungkan antar lintas di Sulawesi perlu mendapat prioritas penanganan agar tercapai efisiensi dan efektifitas pergerakan penumpang dan barang, yang pada akhirnya akan mampu secara mantap mendukung integrasi jaringan sehingga akan cepat diperoleh pertumbuhan regional serta pemerataan hasil-hasil pembangunan.

b. c. d.

Skala Pertumbuhan Jangka Pendek/Menengah Kuat Sedang

Kecil

Jalur Penyeberangan Laut

Gambar 5. Konsep Pengembangan Jaringan Jalan Terintegrasi dalam Satuan Pulau Sulawesi

5. KESIMPULAN Strategi pengembangan sistem jaringan jalan satuan Pulau Sulawesi, diusulkan sebagai berikut: a. Strategi pengembangan diusulkan dalam 3 (tiga) kerangka waktu, yaitu: jangka pendek (2005-2010), jangka menengah (2011-2020) dan jangka panjang (2021-2025). b. Strategi jangka pendek adalah membentuk struktur jaringan jalan yang utuh, meskipun dalam kualitas pelayanan yang masih rendah. c. Pada jangka menengah, dilakukan penyeragaman skala penanganan jaringan sesuai dengan hirarki yang ditetapkan, sehingga perlu dipertimbangkan peningkatan kualitas struktur (perkerasan) jalan sesuai dengan beban dan intensitas pada setiap ruas.

274

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

d.

Strategi jangka panjang akan berorientasi pada peningkatan kenyamanan perjalanan bagi masyarakat.

Untuk merealisasikan strategi pembangunan jaringan jalan satuan Pulau Sulawesi, diusulkan pentahapan program penanganan jaringan jalan sebagai berikut: a. Periode I (2005 2010) Pemantapan jaringan jalan lintas Sulawesi Peningkatan atau pembangunan jaringan jalan baru sesuai usulan daerah dengan memperhatikan tingkat prioritas pengembangan wilayah. Usulan penanganan jaringan jalan yang meliputi wilayah Makasar, Bualemo, Manado, Gowa dan Wajo. Konsolidasi dengan instansi terkait dalam hal penanganan usulan pembangunan jalan baru yang berimpitan dan atau melewati kawasan lindung. b. Periode II (2011 2015) Realisasi usulan-usulan program penanganan jaringan jalan yang meliputi wilayah Palu, Gorontalo, Bitung, Takalar dan Pare-Pare serta KAPET. Peningkatan atau pembangunan jaringan jalan yang menghubungkan outlet-outlet serta untuk membuka akses strategis, khususnya pada sub-kawasan yang terisolir. Periode III (2016 2020) Peningkatan jalan akses (feeder road) dan pemantapan beberapa jaringan jalan yang diusulkan daerah dengan memperhatikan tingkat kepadatan dan beban lalu lintas terutama jalur overloading. Peningkatan jalan dengan mempertimbangkan perkembangan hirarki kawasan yang berada pada koridor jalan. Periode IV (2021 2025) Peningkatan dan pemantapan jalan akses (feeder road) di wilayah regional Pulau Sulawesi untuk menampung mobilitas masyarakat dan mengakses kegiatan masyarakat secara optimal. Pembangunan jalan baru yang diusulkan berdasarkan keterkaitan pengembangan wilayah meliputi ruas Gintu-Batas Luwu (Kabupaten Donggala); Buol-Molosipat (Kabupaten Buol); Tampo-Tolimbo, Tolimbo-Latawe, Latawe-Masara, Masara-Kontu, Kontu-Kambara, Kambara-Wapae, Wapae-Wanseriwu-Tondasi (Kabupaten Muna); Poopo-Ratatotokdua (Kabupaten Minahasa), Kolaka-Mowewe Utara, Mowewe UtaraSanggona (Kolaka); Batas Polmas-Mamuju (Polewali Mamasa); Sanggona-Mowewe Utara, Sanggona-Unaaha, Wawotobi-Tinobu (Kendari).

c.

d.

6. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Danang Parikesit, M.Sc (Kepala PUSTRAL UGM), Ir. Agus Taufik Mulyana, MT., Ir. La Ode Muh. Maghribi, MT., yang telah banyak membantu kelancaran penelitian ini. 7. DAFTAR PUSTAKA Anonim, KUT Indorani, Impact Project, Monash University Bank Dunia, 1996, Keberlanjutan (Sustainable), Sinergi dan Trade Off Aspek-Aspek Transportasi Ditjen., Prasarana Wilayah, 2001, Klasifikasi Indeks Aksesibilitas dan Indeks Mobilitas Jaringan Jalan, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Jakarta

275

Simposium VII FSTPT, Universitas Katolik Parahyangan, 11 September 2004

Dirjen Penataan Ruang Depkimpraswil, 2003, Perencanaan Tata Ruang Wilayah dalam Era Otonomi dan Desentralisasi, Makalah pada Kuliah Perdana Program Pasca Sarjana Magister Perencanaan Kota dan Daerah Universitas Gajah Mada, Yogyakarta Ofyar Z. Tamin., 2003, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, ITB, Bandung Ortuzar., J.D., 1994, Modelling Transport, Santiago

276