tepung tawar dalam masyarakat melayu langkat...
TRANSCRIPT
TEPUNG TAWAR DALAM MASYARAKAT
MELAYU LANGKAT TANJUNG PURA,
SUMATERA UTARA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh :
Siti Khairani
NIM 11140220000013
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 H / 1440 M
TEPUNG TAWAR DALAM MASYARAKAT
MELAYU LANGKAT TANJUNG PURA,
SUMATERA UTARA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)
Oleh :
Siti Khairani
NIM 11140220000013
JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 H / 1440 M
v
ABSTRACT
Siti Khairani, Tepung Tawar in the Malay langkat community, tanjung
pura, North Sumatra.
This thesis contains an explanation related to one of the traditions of the Malay
people of Langkat on Tanjung Pura, namely the tradition of Tepung Tawar.
This study aims to provide knowledge about the history of Tepung Tawar, its
implementation in Malay customs, symbolic meaning to the impact on the
religious, social, and economic values of the Malay community of Langkat as
one of the local wisdoms that characterize the Langkat Malay community on
Tanjung Pura. The research technique used by the author is through the
historical approach of using research methods in the form of heuristic (data
collection), source criticism (external and internal), interpretation (analyzing
data), historiography (historical writing). The author also uses the help of
cultural anthropology, as well as data collection through literature studies,
direct research to the Tanjung Pura subdistrict and direct interviews with
traditional leaders and Malay culture observer of Langkat as well as the actors
who carry out the tradition of Tepung Tawar on Tanjung Pura. Tepung tawar
is a tradition of sow rampai flower and bertih which has the meaning of a
happy prayer that is petitioned to Allah SWT, Tepung Tawar has its own
meaning for the Malay community so that this tradition is always included in
every traditional Malay, Malay event on Tanjung Pura. In the implementation
program, up to the tools and ingredients used in Tepung Tawar, it has an
absorption of religious elements such as Islam, Hindu beliefs to Animism.
Keywords: Tradition, Tepung Tawar, Melayu Langkat, Tanjung Pura.
vi
vi
ABSTRAK
Siti Khairani, Tepung Tawar dalam Masyarakat Melayu
Langkat, Tanjung Pura, Sumatera Utara
Skripsi ini berisi penjelasan terkait salah satu tradisi masyarakat
Melayu Langkat di Tanjung Pura, yaitu tradisi Tepung Tawar.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan
mengenai sejarah Tepung Tawar, pelaksanaannya dalam acara
adat Melayu, makna simbolik hingga dampaknya terhadap nilai
agama, sosial, dan ekonomi masyarakat Melayu Langkat sebagai
salah satu kearifan lokal yang menjadi ciri khas dari masyarakat
Melayu Langkat di Tanjung Pura. Teknik penelitian yang
digunakan oleh penulis adalah melalui pendekatan sejarah yaitu
menggunakan metode penelitian berupa heuristik (pengumpulan
data), kritik sumber (ekstern dan intern), interpretasi
(menganalisa data), historiografi (penulisan sejarah). Penulis juga
menggunakan ilmu bantu antropologi budaya, serta pengumpulan
data melalui studi pustaka, penelitian langsung ke Kecamatan
Tanjung Pura dan wawancara langsung kepada tokoh adat dan
budayawan Melayu Langkat serta para pelaku yang melakukan
tradisi Tepung Tawar di Tanjung Pura. Tepung Tawar adalah
tradisi menabur bunga rampai dan bertih yang memiliki makna
do’a selamat yang dimohonkan kepada Allah SWT, Tepung
Tawar memiliki makna tersendiri bagi masyarakat Melayu
sehingga tradisi ini selalu diikutsertakan dalam setiap acara adat
Melayu Langkat di Tanjung Pura. Dalam acara pelaksaan hingga
alat dan bahan yang digunakan tepung tawar memiliki serapan
unsur- unsur keagaaman seperti unsur keislaman, kepercayaan
Hindu hingga Animisme.
Kata Kunci: Tradisi, Tepung Tawar, Melayu Langkat,
Tanjung Pura
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih dan
penyayang, dimana atas limpahan rahmat-Nya yang telah
memberikan kelancaran dan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Serta tidak lupa sholawat dan salam
yang senantiasa tercurahkan kepada Rasulullah SAW.
Penulis juga ingin menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga ingin mengucapkan
terima kasih atas dukungan moril maupun materil yang telah
memberikan penulis dorongan dan kerja sama yang baik selama
penyelesaian tugas akhir ini. Penghargaan dan rasa terima kasih
yang begitu besar penulis sampaikan kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr.
Dede Rosyada, MA.
2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora, Bapak Prof. Dr.
Sukron Kamil, Ma.
3. Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, Bapak H.
Nurhasan, MA. yang telah membantu dan mempermudah
penulis dalam bidang akademik selama menjadi
mahasiswi di Fakultas Adab dan Humaniora.
4. Ibu Sholikatuss Sa’diyah, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan
Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan
Humaniora.
5. Prof. Dr. Didin Saepuddin. selaku Dosen Penasehat
Akademik.
viii
viii
6. Bapak Dr. Parlindungan Siregar, MA. selaku Dosen
Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
arahan serta motivasi kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Kedua orang tuaku, Sudirman AS. dan Lisnawati S.Pd.I,
yang telah memberikan begitu banyak kasih sayang dan
didikan yang luar biasa serta dukungan yang tidak pernah
putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir
ini tepat waktu. Dan tidak lupa kepada kedua adik
tercinta, Siti Sarah dan Ahmad Najdi yang selalu menjadi
penguat terhebat.
8. Ketiga teman seperjuangan, Fidya Fatayatul Muna,
Khairina Annisa, Raden Dimas Nurdiansyah, yang telah
menjadi teman baik selama hidup di perantauan dan
dukungan moril selama penyelesaian tugas akhir ini.
9. Keluarga Sejarah Peradaban Islam 2014 dan terkhusus
kelas A, yang telah memberikan banyak pelajaran hidup
serta menjadi keluarga terhangat seumur hidup penulis
yang juga membantu dalam proses penyelesaian skripsi.
10. Komunitas Angklung Dewan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
11. Teman – teman yang telah menjadi teman baik penulis
sejak bangku Mts yang tidak pernah berhenti memotivasi
dan memberikan dukungan kepada penulis selama
penyelasaian skripsi, Diana Sari, Sri Wahyuni, Eninda
Safrial (almh), Sahri Banun, dan Hafiza Laili.
ix
12. Pemerintahan Daerah Kabupaten Langkat Provinsi
Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan materil.
13. Bapak Zainal Aka, Bapak Basyaruddin, Bapak
Muhammad Sis, dan semua narasumber yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terima kasih karena telah
meluangkan waktunya untuk memberikan informasi yang
amat berharga kepada penulis.
14. Semua teman – teman dan pihak – pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah membantu dan
mendukung penulis selama proses pengerjaan skripsi.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan balasan yang
berlipat ganda kepada semuanya yang telah memberikan bantuan.
Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan
yang bermanfaat kepada seluruh pembaca dan juga penulis.
Jakarta, 23 September 2018
Penulis,
Siti Khairani
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
ABSTRAK…..………………..…………………………….….v
KATA PENGANTAR……………….………………...…...…vii
DAFTAR ISI……………………………...……...…..………...xi
DAFTAR GAMBAR…………………………………………xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .............................................. 8
C. Batasan Masalah.................................................... 8
D. Rumusan Masalah ................................................. 9
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................. 9
F. Tinjauan Kajian Terdahulu ................................. 10
G. Metode Penelitian................................................ 11
H. Sistematika Penulisan ......................................... 14
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .................................................... 17
B. Kajian Pustaka ..................................................... 18
xii
xii
C. Kerangka Berkipir ............................................... 20
BAB III : SEJARAH TEPUNG TAWAR MELAYU
LANGKAT
A. Letak Geografis Kota Tanjung Pura…………....23
B. Sejarah Tepung Tawar Melayu Langkat……..…26
C. Makna dan Pengertian Tepung Tawar …………31
BAB IV : PELAKSANAAN DAN UNSUR KEAGAMAAN
TEPUNG TAWAR MELAYU LANGKAT
A. Pelaksanaan Acara Tepung Tawar…….…….….35
B. Makna Simbolik Tepung Tawar………………..42
C. Unsur Keagamaan dalam Tepung Tawar………46
BAB V : DAMPAK TEPUNG TAWAR TERHADAP
NILAI – NILAI PANDANGAN HIDUP MELAYU
LANGKAT
A. Nilai Agama/Etika...……………………………55
B. Nilai Sosial……………………………………...62
C. Nilai Ekonomi…………………………………..65
BAB VI : PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………..71
B. Saran……………………………………………73
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….75
LAMPIRAN-LAMPIRAN.......……………………………….81
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Bacaan Barzanji
Gambar 2 : Bacaan Marhaban
Gambar 3 : Bacaan Do’a Penutup Barzanji dan Marhaban
Gambar 4 : Daun Silinjuhang (cordyline fruticosa l.a.cheva)
Gambar 5 : Daun Ganda Rusa (justicia gendarussa)
Gambar 6 : Daun Sepenuh (eurycles ambourensis)
Gambar 7 : Daun Jejurun (starcytarpheta folia)
Gambar 8 : Daun Sedingin (kalanchoe pinnata)
Gambar 9 : Daun Si Pulut (urena lobata pepulut)
Gambar 10 : Daun Sambau (eleusine indica)
Gambar 11 : Ramuan penabur dan ramuan perinjis
Gambar 12 : Tepung Tawar dalam acara Khitanan
Gambar 13 : Tepung Tawar dalam acara pernikahan Melayu
Gambar 14 : Tepung Tawar dalam acara malam berinai
Gambar 15 : Tepung Tawar dalam acara menabalkan nama
Gambar 16 : Tepung Tawar sebelum berangkat Haji
xiv
xiv
Gambar 17 : Tepung Tawar sebelum berangkat Umroh
Gambar 18 : Tempat penjual bunga tepung tawar
Gambar 19 : Tampak salah satu penjual bunga tepung tawar
Gambar 20 : Salah satu pembeli bunga dengan penjual bunga
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tepung Tawar dalam masyarakat Melayu Langkat
merupakan tradisi yang sudah berjalan sejak lama. Membahas
mengenai tradisi tentu tidak terlepas dari istilah kebudayaan,
karena tradisi adalah bagian dari budaya itu sendiri. Dilihat dari
sudut pandang bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa
sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddi yang
berarti budi atau akal. Pendapat lain mengatakan, bahwa budaya
adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi –
daya yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan
antara budaya dengan kebudayaan.1
Terkait pembahasan mengenai kebudayaan, beberapa
tokoh antropologi memberikan penjelasan tentang defenisi
kebudayaan secara sistematis dan ilmiah. Defenisi kebudayaan
yang dianggap paling tua adalah defenisi yang diungkapkan oleh
Edward B. Tylor pada tahun 1871. Pendapat Tylor menurut
Sugeng Pujileksono dijelaskan bahwa kebudayaan adalah
“keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, hukum, moral, adat dan berbagai kemampuan serta
kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”.2
1Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara,
1994), h.18 2Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi; memahami realitas
sosial budaya, (Malang: Intrans Publishing,2015), h.24
2
Adapun defenisi menurut Cliffort Geertz yang dikutip
oleh Sugeng Pujileksono bahwa kebudayaan adalah “sistem
simbol dari makna – makna, kebudayaan adalah sesuatu yang
dengannya kita memahami dan memberi makna pada hidup kita,
kebudayaan mengacu pada suatu pola makna – makna yang
diwujudkan dalam simbol – simbol yang di turun alihkan secara
historis, suatu sistem gagasan – gagasan yang diwarisi yang
diungkapkan dalam bentuk – bentuk simbolik yang dengannya
manusia menyampaikan, melestarikan, dan mengembangkan
pengetahuan mereka mengenai sikap dan pendirian mereka
terhadap kehidupan”.3
Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa
kebudayaan pada dasarnya adalah keseluruhan dari perilaku
manusia dalam segala aspek kehidupan manusia serta hasil dari
karya cipta manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan. Selain itu
yang harus kita ingat adalah kebudayaan bukan milik individu
melainkan milik kelompok masyarakat karena di dalam sebuah
kebudayaan terdiri dari gagasan dan pemikiran hasil komunikasi
antar individu sebagai anggota masyarakat.
Masyarakat terdiri atas kelompok – kelompok manusia
yang saling terkait oleh sistem – sistem, adat istiadat, ritus – ritus
serta hukum – hukum khas, dan yang hidup bersama. Kehidupan
manusia bersifat kemasyarakatan, artinya bahwa secara fitri ia
bersifat kemasyarakatan. Di dalam masyarakat juga terdapat
3Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi; memahami realitas
sosial budaya, (Malang: Intrans Publishing,2015), h.25
3
kebudayaan atau tradisi, adat istiadat yang berbeda – beda
menurut wilayah atau kelompok- kelompok masyarakat tersebut.4
Adapun yang dimaksud dengan tradisi menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tradisi adalah kebiasaan turun –
temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam
masyarakat.5 Menurut Widya Astuti tradisi menurut khazanah
bahasa Indonesia, tradisi berarti segala sesuatu seperti adat,
kebiasaan, ajaran dan sebagainya yang turun temurun dari nenek
moyang. Menurut Hasan Hanafi, tradisi (turats) segala warisan
masa lampau yang masuk pada kita dan masuk ke dalam
kebudayaan yang sekarang berlaku.6
Tepung Tawar adalah salah satu tradisi yang telah
dilakukan oleh masyarakat Melayu yang telah diwariskan secara
turun – temurun dan masih dilakukan hingga saat ini. Diantara
beberapa budayawan melayu menjelaskan makna Tepung Tawar
seperti diantaranya dalam buku “Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian” Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah
menjelaskan, Tepung Tawar adalah salah satu kebiasaan adat
yang paling utama di dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur.
Tepung tawar dipergunakan hampir di dalam segala upacara baik
4Intan Permata Islami, Nilai – Nilai Islam Dalam Upacara Adat
Perkawinan Etnik Gayo (Kabupaten Aceh Tengah), (Skripsi, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2018),
h.2 5Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada tanggal 22 Oktober
2018 pukul 20.51 WIB 6Widyastuti, Tradisi Langkahan Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi di Dusun Ngringin, Desa Jatipurwo, Kecamatan Jatipuro, Kabupaten
Karanganyar, Jawa Tengah), (Skripsi, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,2011), h.18-19
4
pada perkawinan, khitan, upah - upah7, jika orang mendapat
rezeki, dan sebagai obat dan lain lain.8
Menurut Farizal Nasution, tepung tawar berasal dari kata
tepung tawar (tampung tawar) yaitu kegiatan menerima penawar
dengan ditampung tawar (menampung tangan) sebagai bentuk
menerima penawar (obat), dan memiliki fungsi magis.9 Selain itu
menurut Zainal AKA, tepung tawar adalah acara adat yang tidak
pernah ditinggalkan dan selalu disertakan pada berbagai majelis
karena tepung tawar merupakan doa yang dipanjatkan kepada
Allah swt.10
Upacara tepung tawar artinya suatu kebiasaan sakral yang
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan Melayu, hal ini juga
mengandung makna simbolis untuk keselamatan, kebahagiaan
dan kesejahteraan bagi orang yang diberi tepung tawar. Tepung
tawar dilakukan sebagai lambang mencurahkan rasa bahagia dan
gembira sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat serta niat
baik yang dilakukan.11
Tradisi tepung tawar merupakan peninggalan dari
kepercayaan Animisme dan Hindu yang telah diwariskan kepada
puak Melayu, Proto Melayu (Melayu Tua) secara turun temurun
7Orang yang selamat dari mara bahaya atau perjalanan 8Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian, (Medan: Forkala,2005), h.47 9 Farizal Nasution, Upacara Adat Melayu di Sumatera Utara,
(Medan: Mitra,2012), h.37 10Zainal Arifin AKA, Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (Medan:
Mitra,2009), h.41 11Hulul Amri, Eksistensi Tepuk Tepung Tawar Dalam Upacara
Pernikahan Masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga,
(Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali
Haji Tanjung Pinang,2016), h.4
5
sebagai persembahan kepada sang Maha Kuasa. Namun pada
masa Detro Melayu (Melayu Muda) setelah agama Islam masuk
pada kalangan puak Melayu, maka kepercayaan terhadap selain
Islam dirubah menjadi keyakinan syari’at Islam.12 Bagi kalangan
kerajaan terutama Kerajaan Langkat dikalangan istana tepung
tawar ini juga disertakan pada setiap majelis. Karena dipercaya
do’a – do’a yan dipanjatkan dan sholawat atas nabi yang dibaca
dalam tepung tawar dapat memberi rahmat dan maghfirah serta
perlindungan dari Allah swt.
Tepung tawar dilakukan disetiap acara adat masyarakat
Melayu Langkat seperti acara pernikahan, khitanan, memberi
nama anak (menabalkan nama anak), walimatus safar, membuka
lahan, menempati rumah baru dan juga dilakukan sebagai ucapan
rasa syukur kepada Allah swt apabila seseorang sembuh dari sakit
yang cukup lama serta selamat dari musibah.
Alat dan bahan yang digunakan dalam tepung tawar terdiri
dari ramuan penabur, ramuan perinjis, dan pedupaan. Ramuan
penabur terdiri dari beras putih, beras kuning, bertih, bunga
rampai dan tepung beras. Bahan – bahan penabur diletakkan di
dalam wadah – wadah kecil secara terpisah, bahan yang
digunakan dalam ramuan penabur masing – masing memiliki
makna simbolik yang berbeda – beda. Ramuan perinjis terdiri
dari mangkuk yang diiisi dengan air dan irisan jeruk purut, serta
alat yang digunakan sebagai pemercik yaitu 7 macam daun yang
diikat menjadi satu. Adapun daun yang digunakan adalah daun
12Zainal Arifin AKA, Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (Medan:
Mitra,2009), h.141-142
6
kalinjuhan, pepulut, ganda rusa, jejurun, sepenuh, sedingin,
sambau dan akarnya dimana seluruh bahan dan alat yang
digunakan memiliki makna simbolik masing – masing. Yang
terakhir yaitu pedupaan terdiri dari dupa yang terbuat dari bahan
logam kemudian diisi dengan kemenyan atau setanggi yang
dibakar. Perdupaan sekarang dipakai hanya untuk bau wangi
setanggi atau sekedar seremoni saja dan tidak memiliki makna
khusus karena dikhawatirkan merujuk kepada syirik.13
Cara penepung tawar disetiap acara adat masyarakat
melayu tidak memiliki perbedaan yang signifikan, mulai dari alat,
bahan, namun untuk cara penepung tawaran ada sedikit
perbedaan untuk tepung tawar yang objeknya bukan manusia.
Cara penepung tawaran yang objeknya adalah manusia dimulai
dengan membentangkan kain di atas kedua paha orang yang akan
diberi tepung tawar kemudian menampung tangannya di atas kain
yang sudah dibentangkan. Orang yang akan memberi penepung
tawar mengambil sedikit bahan – bahan penabur yang telah
disediakan kemudian disebarkan dari arah kanan ke kiri objek
yang akan ditepung tawari sembari membaca sholawat kepada
Rasulullah SAW. Setelah itu kembali mengambil ramuan perinjis
kemudian memercikkannya ke telapak tangan dan yang terakhir
memberikan sedikit tepung beras di telapak tangannya.
Jumlah penepung tawar harus ganjil, biasanya dilakukan
oleh 7 orang dan didahulukan yang berpangkat. Apabila tidak ada
yang berpangkat maka didahulukan yang tertua diantara
13Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian, (Medan: Forkala,2005), h.48-49
7
penepung tawar yang hadir.14 Setelah acara tepung tawar selesai
dilakukan ditutup dengan doa yang bertujuan untuk mendapatkan
berkah dan ridho dari Allah swt.
Sebelum Tepung Tawar menjadi tradisi penting bagi
masyarakat Melayu yang berlatar belakang Islam, tradisi ini
dipercaya sebagai kebiasaan Hindu yang menyiramkan bunga dan
memercikkan air suci sebagai permohonan keselamatan kepada
dewa.15 Bahan yang digunakan pada masa kepercayaan Hindu
yang menempati kawasan Sumatera Timur pada masa itu hanya
mengguanakan bertih dan beras putih yang kemudian diiringi
dengan mantra yang dipimpin oleh tetua adat atau kepala suku.16
Selain memiliki makna simbolik tepung tawar juga
memiliki dampak yang baik terhadap kehidupan bermasyarakat
khususnya dikalangan suku melayu. Tepung tawar menjadi
sarana untuk mengumpulkan sanak saudara yang dekat maupun
jauh untuk datang berkumpul serta ikut memberikan doa dan
restu, mulai dari yang tua hingga yang muda. Tepung tawar juga
menjadi tradisi yang memiliki nilai – nilai yang dipercaya sebagai
pandangan hidup masyarakat melayu Langkat.
Hal ini yang kemudian menarik minat penulis untuk
melakukan penelitian terkait makna dan pelaksanaan tepung
tawar serta dampaknya khususnya terhadap masyarakat melayu
14Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian, (Medan: Forkala,2005), h.49 15Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan. 16Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
8
Langkat Tanjung Pura. Dengan latar belakang ini muncul
ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian dengan judul:
Tepung Tawar dalam Masyarakat Melayu Langkat Tanjung Pura
Sumatera Utara.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas, dapat
diidentifikasi beberapa permasalahan diantaranya:
1. Sejarah dan proses pelaksanaan tradisi Tepung Tawar.
2. Unsur – unsur keagamaan serta pengaruh dari tradisi
Tepung Tawar terhadap masyarakat.
3. Proses perubahan tradisi Tepung Tawar yang pada
awalnya bukan tradisi dari masyarakat Islam.
4. Tradisi Tepung Tawar di Islamkan baik secara bentuk
dan juga pelaksanaan.
5. Respon masyarakat terhadap pengIslaman tradisi
Tepung Tawar.
6. Tepung Tawar dilakukan diseluruh lapisan
masyarakat.
7. Bagaimana Islam memberi pengaruh terhadap tradisi
yang lebih dulu hadir jauh sebelum Islam berkembang
di Tanjung Pura.
8. Perbedaan pelaksanaan Tepung Tawar di setiap acara
adat masyarakat Melayu Langkat.
9. Nilai – nilai yang terkandung dalam tepung tawar.
9
C. Batasan Masalah
Pada penelitian ini penulis ingin membatasi dan
memfokuskan masalah agar pembahasan tidak melebar. Untuk
itu, penulis membatasi pembahasan hanya pada lingkup
bagaimana Tradisi Tepung Tawar Melayu Langkat yang berada
di Kecamatan Tanjung Pura, Sumatera Utara. Menjelaskan terkait
Sejarah dan proses pelaksanaan Tepung Tawar serta pengaruhnya
terhadap nilai – nilai dan pandangan hidup masyarakat Melayu
Langkat di Tanjung Pura.
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diteliti sesuai dengan
batasan masalah diatas, maka penulis mengajukan beberapa
rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah dan proses pelaksanaan Tepung Tawar
Melayu Langkat?
2. Apa unsur – unsur keagamaan yang terkandung dalam
tradisi Tepung Tawar Melayu Langkat?
3. Apa dampak Tepung Tawar terhadap nilai – nilai dan
pandangan hidup Masyarakat Melayu Langkat di Tanjung
Pura?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah dan pelaksanaan Tepung Tawar
masyarakat Melayu Langkat, Tanjung Pura.
10
2. Untuk mengetahui dampak dari tradisi Tepung Tawar
terhadap nilai – nilai dan pandangan hidup masyarakat
Melayu Langkat, Tanjung Pura.
3. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dalam
bidang budaya dan tradisi Melayu, khususnya tradisi
tepung tawar Melayu Tanjung Pura.
4. Dapat menambah pengetahuan mahasiswa dan masyarakat
tentang dampak Tepung Tawar terhadap nilai – nilai dan
pandangan hidup masyarakat Tanjung Pura.
5. Dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih
lanjut dalam lingkup penelitian yang lebih luas dan
mendalam.
6. Menambah wawasan pemikiran bagi peneliti.
F. Tinjauan Kajian Terdahulu
Judul penilitian yang diambil penulis saat ini tentu bukan
bahasan baru, beberapa kalangan juga sudah membahas terkait
judul yang penulis ambil yaitu Tradisi Tepung Tawar Melayu
Langkat. Adapun kajian terdahulu yang dilakukan beberapa
penulis terkait dengan judul yang digunakan penulis dalam
penelitian kali ini salah satunya adalah sebagai berikut:
Tesis yang ditulis oleh Antoni yang berjudul “Eufemisme
Dalam Upacara Adat Perkawinan Pada Masyarakat Melayu
Langkat” membahas bagaimana bahasa ataupun kajian linguistik
yang digunakan dalam pernikahan Melayu Langkat dimana di
dalamnya juga membahas terkait kajian Linguistik terhadap
upacara pelaksanaan Tepung Tawar. Penulis disini ingin
11
membahas lebih dalam terkait Tepung Tawar secara spesifik
membahas sejarah dan proses pelaksanaan Tepung Tawar tidak
hanya sekedar dalam satu upacara adat Melayu Langkat saja,
serta membahas bagaimana pengaruh dari tradisi ini terhadap
nilai – nilai dan pandangan hidup masyarakat Melayu Langkat.
Skripsi yang ditulis oleh Ainun Mardiah yang berjudul
“Nilai Gotong Royong Dalam Istiadat Ritual Khitan pada
Masyarakat Melayu Langkat di Secanggang” didalamnya
membahas bagaimana nilai – nilai yang terkandung dalam
Tepung Tawar walaupun hanya sebatas pelengkap upacara adat
karena lebih berfokus pada Ritual Khitan Melayu Langkat. Disini
penulis melihat beberapa tulisan – tulisan hasil penilitan
terdahulu hanya membahas Tepung Tawar sebagai salah satu
poin kecil dari upacara adat Melayu Langkat, disini penulis ingin
membahas secara detail terkait tradisi Tepung Tawar sebagai ciri
khas Melayu khususnya di Langkat selain sebagai tradisi yang
selalu dilaksanakan dalam setiap ritual acara adat Melayu,
Tepung Tawar juga memiliki pengaruh terhadap nilai – nilai
pandangan hidup masyarakat Melayu seperti nilai agama, sosial
dan ekonomi. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis
unsur – unsur keagamaan yang terdapat dalam Tepung Tawar
baik dari segi pelaksanaan dan juga bahan yang digunakan.
G. Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan jenis
metode penelitian kualitatif, dimana metode ini bersifat Descriptif
analitis yaitu proses menganalisis data dengan cara
12
mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul
sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang
berlaku umum.17 Penulis menggambarkan dan memaparkan hasil
penelitian sesuai data yang telah dikumpulkan baik dari informan
maupun buku – buku terkait dengan tradisi tepung tawar
masyarakat melayu Langkat.
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian yang bersifat historis ada 4 tahapan penelitian yang
harus ditempuh18, adapun tahapan penelitian yang dilakukan
sebagai berikut:
1. Heuristik
Heuristik memiliki arti menemukan atau mengumpulkan
sumber.19 Dalam pencarian sumber data penulis menggunakan
studi kepustakaan, berupa buku-buku dan jurnal yang telah
diterbitkan terkait dengan tradisi tepung tawar melayu Langkat.
Hal pertama yang penulis lakukan adalah mencari data
tertulis dengan mengunjungi sejumlah perpustakaan, seperti
Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, Perpustakaan Universitas
17Intan Permata Islami, Nilai – nilai Islam Dalam Upacara Adat
Perkawinan Etnik Gayo (Kabupaten Aceh Tengah), (Skripsi, Fakultas Adab
dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2018),
h.10 18Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Ciputat: PT
Logos Wacana Ilmu,1999), h.54 19Saadah, Makna Simbolik Dalam Tari BlenggoDi Ciganjur, (Skripsi,
Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta,2018), h.10
13
Indonesia, Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, dan
Perpustakaan Pribadi Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah yang
memiliki koleksi buku – buku terkait dengan tradisi tepung tawar
melayu Langkat.
Selain sumber tertulis yang didapatkan dari studi
kepustakaan, penulis melakukan wawancara dengan tatap muka
langsung dengan beberapa tokoh adat, pemangku adat dan orang
– orang yang menangani proses pelaksanaan tradisi tepung tawar
ini untuk mendapatkan informasi terkait dengan tradisi tepung
tawar masyarakat melayu Langkat khususnya yang berada di
Kota Tanjung Pura.
2. Kritik Sumber
Setelah mengumpulkan sumber hal selanjutnya yang
dilakukan adalah kritik sumber, dimana kritik sumber sendiri
terbagi menjadi dua yaitu kritik intern dan kritik eksteren. Seperti
yang dijelaskan bahwa setelah data terkumpul hal yang kemudian
yang harus dilakukan adalah mengkritisi dan menyaring fakta –
fakta yang ditemukan, agar temuan yang didapat tersaring dengan
baik.20 Disini penulis berusaha untuk menganalisis dan
membandingkan sumber – sumber yang telah dikumpulkan baik
itu berupa buku, jurnal, skripsi dan juga tesis.
3. Interpretasi
Pada tahapan ini penulis mencoba menganalisa fakta –
fakta yang terdapat pada sumber – sumber yang telah
dikumpulkan terkait dengan tepung tawar melayu Langkat, untuk
20Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak,
2016), h.83
14
menjawab permasalahan yang akan diangkat. Menguraikan fakta
– fakta yang sudah ditemukan dan disaring yang kemudian
menginterptetasikannya ke dalam konteks sejarah.
4. Historiografi
Historiografi berasal dari bahasa Yunani yaitu historia
yang berarti penyelidikan tentang gejala alam fisik dan grafein
yang berarti gambaran atau uraian.21 Dengan demikian dapat
diartikan bahwa historiografi adalah penulisan sejarah atau uraian
sejarah tentang hasil penelitian mengenai gejala alam,22 dimana
menulis sejarah merupakan kegiatan intelektual dan suatu cara
untuk lebih memahami sejarah.23 Tahapan ini adalah tahapan
terakhir, pada tahapan ini penulis melakukan penulisan sejarah
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan pemikiran
penulis sesuai dengan ketentuan pedoman penulisan skripsi.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian ini akan disusun secara terarah
dan sistematis dengan menguraikan pembahasan dalam bagian –
bagian sebagai berikut :
Bab I, berisikan Latar Belakang yang di dalamnya
memuat penjelasan terkait alasan penulis mengangkat masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini. Identifikasi Masalah
dimana berisikan penjelasan terkait masalah yang akan diangkat
21Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, Teori, Metode Contoh
Aplikasi, (Bandung : Pustaka Setia, 2014), h.147 22Sulasman, Metodologi Penelitian Sejarah, Teori, Metode Contoh
Aplikasi, (Bandung : Pustaka Setia, 2014), h.147 23Helius Sjamsuddin, Metodologi Sejarah, (Yogyakarta : Ombak,
2016), h.99
15
dari penelitian ini. Batasan Masalah yang di dalamnya berisikan
pembatasan masalah agar bahasan tidak melebar. Rumusan
Masalah di dalamnya berisikan pertanyaan terkait masalah yang
akan dijawab dalam pembahasan penelitian. Tujuan dan Manfaat
Penelitian yang berisikan hal spesifik yang diinginkan dalam
penelitian. Tinjauan Kajian Terdahulu yang berisikan karya dari
hasil penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan bahasan dan
sebagai acuan penulis agar tidak terjadi plagiat. Metode Penilitian
yang berisikan tahapan penelitian yang akan dilakukan , dan yang
terakhir adalah Sistematika Penulisan yang berisikan sistematikan
pembahasan yang akan memudahkan penyusunan penulisan
penelitian.
Bab II, berisikan landasan teori yang menjadi dasar dari
penelitian terkait dengan bahasan yang akan diangkat oleh
penulis serta kerangka berfikir yang akan menjadi acuan penulis
dalam penelitian.
Bab III, berisikan pejelasan terkait letak geografis kota
Tanjung Pura serta uraian mengenai sejarah dan makna dari
tradisi Tepung Tawar masyarakat Melayu Langkat Tanjung Pura.
Bab IV, berisikan penjelasan pelaksanaan tradisi Tepung
Tawar, unsur – unsur keagamaan yang terkandung dalam Tepung
Tawar serta makna simbolik dari alat dan bahan yang digunakan
dalam pelaksanaan tradisi ini.
Bab V, berisikan pembahasan yang menjelaskan dampak
dari tradisi Tepung Tawar terhadap kondisi ekonomi dan sosial
keagamaan masyarakat Melayu Langkat Tanjung Pura.
16
Bab VI, merupakan penutup yang berisikan kesimpulan
dari hasil penelitian dan saran dari penulis terkait hasil penelitian
yang dilakukan.
17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Dalam pembahasan penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan antropologi budaya, dimana antropologi budaya
adalah studi tentang praktek – praktek sosial, bentuk – bentuk
ekspresif dan penggunaan bahasa yang kemudian maknanya
diciptakan dan diuji sebelum digunakan oleh masyarakat.24
Dimana hal yang menjadi kajian utama adalah masyarakat
dengan budayanya. Disini penulis menggunakan metode
fungsional dalam studi masyarakat yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat yang dijelaskan dalam buku karya Dudung
Abdurrahman, yaitu mendeskripsikan suatu kebudayaan
didasarkan pada sekelompok manusia yang tinggal di suatu
daerah sebagai entitas yang lengkap dan sistematis.25
Sebagaimana diketahui bahwa manusia pada dasarnya
adalah makhluk budaya yang memiliki akal, budi, dan daya untuk
dapat menghasilkan gagasan dan karya berupa seni, moral,
hukum, kepercayaan yang terus dilakukan dan membentuk
sebuah kebiasaan dan adat istiadat yang kemudian
diakumulasikan dan ditransmisikan secara sosial atau
kemasyarakatan.26
24Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi; memahami realitas
sosial budaya, (Malang: Intrans Publishing,2015), h.11 25Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah,(Ciputat : PT
Logos Wacana Ilmu,1999), h.16 26Veryan Kristianto, Chinese Culture Center Di Yogyakarta,
(Skripsi,Fakultas Teknik, Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2011), h.24
18
Untuk itu dalam masalah yang diangkat pada pembahasan
kali ini penulis menggunakan teori dialektika fundamental Peter
L Berger yaitu tahap internalisasi, dimana realitas obyektif hasil
ciptaan manusia diserap oleh manusia kembali. 27
Teori kedua yang penulis gunakan sebagai alat untuk
mengkaji masalah dalam pembahasan ini adalah teori perubahan
sosial yang dikemukakan oleh van peursen bahwa kebudayaan
adalah endapan dari kegiatan dan karya manusia.28 Bahwa
kebudayaan bukan semata – mata peninggalan dari kebiasaan
orang – orang terdahulu, tetapi kebudayaan yang mencakup
segala aspek kehidupan selalu berubah sesuai masanya dan
diselaraskan oleh kehidupan pada zamannya.
B. Kajian Pustaka
Penulis sudah melakukan kajian pustaka baik dari
perpustakaan umum hingga perpustakaan pribadi milik
budayawan melayu yang terkait dengan pelaksanaan tradisi
tepung tawar dan pengaruhnya terhadap nilai – nilai pandangan
hidup masyarakat Melayu Langkat.
Buku rujukan pertama yang penulis gunakan adalah buku
karya Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah berjudul Adat Budaya
Melayu Jati Diri Dan Kepribadian memberikan penjelasan serta
gambaran terkait tradisi tepung tawar dan jati diri serta
kepribadian melayu.29 Selain itu buku yang juga memberikan
27Veryan Kristanto, Chinese Culture Center Di Yogyakarta,
(Skripsi,Fakultas Teknik,Universitas Atma Jaya Yogyakarta,2011), h.24 28Van Peursen, Strategi Kebudayan, (Yogyakarta: Konisius,1998), h.9 29Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian, (Medan : Forkala,2005), h.46- 49
19
informasi dan penjelasan terkait dengan alat dan bahan yang
digunakan dalam tepung tawar juga dijelaskan dalam buku yang
juga karya dari Tuanku Luckman Sinar yaitu Adat Perkawinan
dan Tata Rias Pengantin Melayu.30
Buku lainnya adalah karya Zainal, AKA yang berjudul
Adat Budaya Resam Melayu Langkat yang menjelaskan alat dan
bahan yang digunakan dalam tepung tawar serta bagaimana
pelaksanaan tepung tawar dalam acara adat budaya melayu.31
Masih karya dari penulis yang sama yaitu buku berjudul Langkat
Dalam Perjalanan Sejarah yang tidak kalah penting memberikan
pengetahuan kepada penulis terkait sejarah masyarakat melayu
Tanjung Pura serta kondisinya dari masa kemasa.32
Buku yang juga menjadi rujukan penulis adalah karya dari
O.K. Moehad Syah yang berjudul Adat Perkawinan Masyarakat
Melayu Pesisir Sumatera Timur, yang memberikan penjelasan
terkait dengan dalam acara apa saja dan bagaimana cara
pelaksanaan tepung tawar dalam acara adat masyarakat Melayu
pada masa kejayaan Kesultanan Melayu di Sumatera Timur atau
sekarang dikenal dengan Sumatera Utara.33
Buku rujukan terkait penjelasan mengenai sejarah Langkat
dari masa pra sejarah hingga menjadi tanah Melayu dibawah
30Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah,Adat Perkawinan dan Tata Rias
Pengantin Melayu,(Medan : Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni
Budaya Melayu,2001) h.3-4 31Zainal Arifin AKA,Adat Budaya Resam Melayu Langkat, (Medan :
Mitra,2009) h.141-146 32Zainal Arifin AKA,Langkat Dalam Perjalanan Sejarah,(Medan :
Mitra Medan,2016) h.5 33O.K. Moehad Sjah, Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir
Sumatera Timur, (Medan : USU Press, 2012) h.41
20
Kesultanan Melayu yang berciri khas Islam yang hingga saat ini
masyarakatnya mayoritas beragama Islam, yang berjudul Langkat
Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan Peradaban yang
disusun oleh Sulaiman Zuhdi.34
C. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian kali ini penulis akan melakukan
observasi sumber lapangan langsung ke kota Tanjung Pura,
Langkat Sumatera Utara untuk mencari sumber yang dapat
dijadikan bahan penulisan skripsi mengenai tradisi Tepung Tawar
masyarakat Melayu Langkat baik itu sumber tertulis seperti buku,
jurnal dan sumber lisan melalui wawancara tokoh adat dan
beberapa budayawan serta orang – orang yang terjun langsung
sebagai pelaksana adat.
Penulis akan mencari data terkait bagaimana sejarah dari
Tepung Tawar sebagai tradisi masyarakat melayu Langkat
khususnya di Tanjung Pura, serta bagaimana pelaksanaannya
disetiap acara adat melayu Tanjung Pura. Penulis juga akan
melakukan penelitian terkait dengan pengaruh tepung tawar
terhadap nilai nilai pandangan hidup masyarakat melayu dengan
terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan menganalisis
langsung bagaimana kehidupan masyarakat melayu khususnya di
Tanjung Pura. Berikut peta konsep terkait dengan tema dan alur
yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini :
34Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan
Peradaban, (Langkat : Kantor Perpustakaan ARSIP dan Dokumentasi
Kabupaten Langkat, 2014) h.20
21
Corak dan Bentuk
Tradisi Tepung Tawar Melayu Langkat
Sejarah dan Makna
Tepung Tawar
Wawancara Tokoh Adat /
Pelaksana Adat
Proses Pelaksanaan Tepung
Tawar Melayu Langkat
Pengaruh Tepung Tawar
Terhadap Nilai – nilai
Pandangan Hidup Melayu
Langkat
22
23
BAB III
LETAK GEOGRAFIS DAN SEJARAH TEPUNG TAWAR
MELAYU LANGKAT
A. Letak Geografis Tanjung Pura
Tanjung Pura adalah salah satu kecamatan di daerah yang
merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Langkat, berjarak
sekitar 60 km dari kota Medan ibukota Provinsi Sumatera Utara
yang berbatasan langsung dengan Provinsi Nangro Aceh
Darussalam. Tanjung Pura terletak pada 03o53’17”-04o02’38”
Lintang Utara, 98o24’52”-98o29’46” Bujur Timur dan 4 Meter
dari permukaan laut. Kecamatan Tanjung Pura berbatasan
langsung dengan wilayah lainnya yaitu :
1. Sebelah Utara :Selat Malaka
2. Sebelah Selatan :Kec.Hinai dan Kec. Pd. Tualang
3. Sebelah Barat :Kec. Gebang
4. Sebelah Timur :Selat Malaka dan Kec. Secanggang
(Gambar : Peta Kabupaten Langkat)35
35Berita Sumut, Sejarah Kabupaten Langkat, Porta Berita Sumut,
2015, diakses pada tanggal 23 Agustus 2018 pukul 12.42 WIB,
https://goo.gl/images/H1ihTT
24
Tanjung Pura adalah bagian dari wilayah Kabupaten
Langkat yang memiliki area seluas 6.263,29 Km2 (626.329 Ha)
yang terdiri dari 23 Kecamatan dan 240 Desa serta 37 Kelurahan
Definitif. Dimana wilayah Kabupaten Langkat meliputi kawasan
hutan lindung seluas 266.232 Ha (42,51%) dan kawasan lahan
budidaya seluas 360.097 Ha (57,49%). Serta kawasan hutan
lindung yang terdiri dari kawasan pelestarian alam Taman
Nasional Gunung Leuser (TNGL) seluas 213.985 Ha.36
Kecamatan Tanjung Pura berada dalam kawasan Langkat
yang daerahnya termasuk dalam zona pertanian dan perkebunan,
ini sesuai dengan wilayahnya yang beriklim tropis dimana daerah
ini memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan musim kemarau.
Iklim di wilayah ini termasuk tropis dengan indikator iklim, curah
hujan rata – rata 2.205,43mm per tahun. Dimana musim kemarau
terjadi antara bulan September sampai dengan bulan Agustus dan
musim hujan terjadi antara bulan September sampai dengan
Januari, dengan suhu rata – rata 28 derajat celcius sampai 30
derajat celcius.37
Jumlah penduduk yang tinggal di Kecamatan Tanjung
Pura adalah 67.990 penduduk, dengan jumlah penduduk laki –
laki sebanyak 34.294 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebanyak 33.969 jiwa.38 Mata pencaharian penduduk Tanjung
36https://www.langkatkab.go.id. Iklim Dan Wilayah, Pemerintah
Kabupaten Langkat (BPS Kab. Langkat 2014). Diakses pada tanggal 22 Mei
2018 pukul 11.15 wib 37Badan Pusat Statistik, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka
2017, (Langkat : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat,2017) h.5 38Badan Pusat Statistik, Kecamatan Tanjung Pura Dalam Angka
2017, (Langkat : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat,2017) h.18
25
Pura sebagian besar adalah berkebun dan bertani, selain itu
banyak juga yang berprofesi sebagai pedagang, dan juga tenaga
pendidik mengingat Tanjung Pura juga dijuluki sebagai kota
pendidikan karena banyaknya sekolah yang berdiri.
Adapun makna dari nama Tanjung Pura berasal dari kata
“Tanjung” yang berarti semenanjung atau daerah paling ujung,
dan “Pura” yang menggambarkan banyaknya pura – pura kecil
yang dulu berada di sekitar Tanjung Pura, ini yang kemudian
memberikan defenisi Tanjung Pura adalah proses berdirinya pura
– pura di daerah paling ujung yang menjadi pertemuan antara
sungai Batang Serangan dan sungai Batang Durian.39 Hal ini
sesuai dengan letak Tanjung Pura yang secara letak geografis
menjorok ke laut.
Tanjung Pura sejak zaman dahulu juga dikenal sebagai
kota budaya, dimana Tanjung Pura adalah tempat
dimakamkannya pahlawan nasional Tengku Amir Hamzah
seorang penyair handal yang bertempat di pemakaman Masjid
Azizi. Selain itu Masjid Azizi adalah salah satu peninggalan
Kesultanan Langkat yang masih berdiri kokoh sampai saat ini
yang sekaligus menjadi bukti bahwa Tanjung Pura pernah berjaya
di bawah kekuasaan Kesultanan Langkat pada masa
pemerintahan Sultan Abdul Aziz Abdul Jalil Rahmadsyah.40
39Rani Lestari, Kampung Babussalam di Tanjung Pura Langkat
Sumatera Utara, (Skripsi, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, Universitas Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2016) h.1 40Zainal Arifin,AKA, Langkat Dalam Perjalanan Sejarah,
(Medan:Mitra Medan,2016) h.22
26
Banyak peninggalan – peninggalan bersejarah lainnya
seperti makam raja – raja yang pernah menjadi sultan di
Kesultanan Langkat yang masih sangat terawat hingga saat ini,
serta bangunan – bangunan yang didirikan pada masa kejayaan
Kesultanan Langkat sebagai Kerajaan Melayu.
B. Sejarah Tepung Tawar Melayu Langkat
Bercerita sejarah Tepung Tawar sebagai tradisi yang amat
sangat kental dengan Melayu tentu tidak terlepas dari kisah siapa
yang membawa tradisi ini untuk pertama kalinya di Sumatera
khususnya Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara yang dulu dikenal dengan Sumatera Timur.
Seperti yang diketahui bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia yang mendiami wilayah Nusantara ini berasal dari
India Belakang.41 Hal ini yang kemudian menjadi latar belakang
terbentuknya suku Melayu di Sumatera. Menurut DR. Heine-
Geldern dan DR. Van Stein Callenfels, perpindahan suku Melayu
ini terjadi dari India Belakang antara tahun 2500 – 1500 SM,
dimana mereka telah memiliki kemampuan untuk membuat kapal
dan perahu yang kemudian menjadi transportasi mereka untuk
berlayar berpindah tempat dan mendiami diantaranya,
Semenanjung Malaysia, Pulau Sumatera, Borneo Kalimantan,
Sulawesi, dan Philipina.42
41Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan
Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8 42Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan
Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8
27
Untuk mereka yang berjalan kaki dan menunggangi kuda
mendiami daratan Vietnam, Thailand, Kamboja dan sekitarnya.
Sebutan suku Melayu sebenarnya berasal dari sebuah desa di kaki
Gunung Himalaya di India yaitu desa yang bernama Meleyen.
Karena disebabkan oleh faktor alam yaitu meletusnya
gunung Himalaya yang mengakibatkan keadaan tanah yang
gersang serta sumber penghidupan semakin susah maka
penduduk desa Meleyen ini meninggalkan desa dan mencari
tempat tinggal baru untuk menetap.43
Penduduk yang berasal dari pegunungan Himalaya ini
adalah mereka orang – orang dengan latar belakang agama
Hindu, yang menjadi penggagas awal mula terbentuknya tradisi
Tepung Tawar. Dalam sebuah artikel mengatakan bahwa menurut
sejarah, Tepung Tawar merupakan warisan budaya Hindu yang
kemudian setelah agama Islam masuk tradisi ini diarahkan sesuai
dengan nilai – nilai keislaman.44
Penjelasan bahwa tradisi tepung tawar dibawa oleh
pengaruh Hindu ini sejalan dengan pernyataan William Marsden
bahwa agama yang dianut oleh raja – raja Melayu pada zaman
dahulu adalah agama Hindu dari bukti – bukti yang ditemukan.45
Pernyataan William Marsden tersebut dikuatkan oleh
bukti – bukti bahwa sekitar 30 tahun yang lalu masih banyak
ditemukan bangunan candi – candi di daerah Karo yang berada di
43Zainal Arifin,AKA,Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan
Kemerdekaan,(Medan : Mitra Medan,2010) h.8 44Ramlan Damanik,Fungsi dan Peranan Upacara Adat Perkawinan
Masyarakat Melayu Deli, (Medan:Digital Library USU,2002) h.11 45William Marsden,Sejarah Sumatera, Ter. Komunitas Bambu
(Jakarta: Komunitas Bambu,2008) h.305
28
wilayah kawasan Gunung Sinabung. Sekitar abad ke 7 Islam
masuk ke pulau Sumatera pertama kali lewat jalur laut yang
kemudian membuat orang – orang di wilayah pesisir lebih dulu
memeluk agama Islam. Islam datang dengan kedamaian dan tidak
membuat kekacauan dimana melakukan pendekatan dengan ikut
dalam kehidupan masyarakat yang masih memegang kepercayaan
Hindu dan Animisme pada saat itu.
Kemudian dengan hadirnya ajaran Islam ke daerah ini,
masyarakat Melayu perlahan menerima agama ini sebagai
kepercayaan mereka, sebagian yang tidak mau memeluk Islam
pindah ke daerah pegunungan yang saat ini dikenal dengan suku
Batak dan Karo.46
Tepung tawar dilakukan oleh masyarakat Hindu pada
zaman dahulu bertujuan untuk memohon do’a keselamatan
kepada dewa agar terhindar dari marabahaya. Bahan yang
digunakan adalah bertih, beras putih dan beras kuning, air dan
kemenyan, yang kemudian nantinya disiramkan dan dipercikkan
kepada objek yang akan ditepung tawari sembari mengucapkan
mantra – mantra sedangkan kemenyan berfungsi sebagai wangi –
wangian untuk mengundang arwah.47 Untuk nama Tepung Tawar
pada masa kepercayaan Hindu tidak diketahui secara pasti, yang
46Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan. 47Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
29
dipercaya oleh masyarakat Melayu Langkat bahwa tradisi yang
ada pada saat ini adalah kebiasaan yang diteruskan.48
Melayu di Tanjung Pura hadir sebagai suku yang dikenal
sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim dimulai dari
berdirinya kesultanan pertama yang berdiri sebagai kesultanan
Melayu pertama yang dipimpin oleh Raja atau Sultan yang
diketahui sudah memeluk agama Islam sejak kecil.49 Pada tahun
1540 M ketika Aceh menaklukan Aru, Dewa Syahdan adalah
salah satu petinggi yang berhasil menyelamatkan diri ke Deli
Tua, kemudian pindah dan mendirikan Kesultanan Langkat pada
tahun 1568 M di kota Pati ( Tanjung Pura saat ini ).50
Tidak ada yang tau pasti siapa yang mengislamkan tradisi
ini namun Tanjung Pura mendapat pengaruh Islam pertama kali
ketika Dewa Syahdan menjadi pemimpin di Kesultanan Langkat,
walaupun sebagai Sultan Dewa Syahdan tidak pernah memaksa
rakyatnya untuk mengikuti ajaran agama yang dianutnya.51
Kemungkinan besar bahwa pengaruh Islam hadir di
Tanjung Pura oleh para sultan yang menjabat sebagai Raja di
Kesultanan Langkat adalah pada masa Kesultanan Langkat
berdiri, sultan menjadikan agama Islam sebagai agama resmi di
48Wawancara dengan Bapak Basyaruddin (56 tahun), seorang tokoh
Budayawan Melayu dan Agama Tanjung Pura, mantan Ketua Majelis Ulama
Indonesia Kecamatan Tanjung Pura, 29/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten
Langkat. 49Djohar Arifin Husin, Sejarah Kesultanan Langkat, (Langkat :
Yayasan Bangun Langkat Sejahtera, 2013) h.7 50Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa
Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.1 51Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa
Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.1
30
kerajaan.52 Hal ini yang kemudian melatarbelakangi masyarakat
Melayu di Tanjung Pura menganut agama Islam sebagai agama
kepercayaannya, dan menjadikan seluruh aspek kehidupannya
sesuai dengan syari’at Islam dan merubah cara beribadah mereka
walaupun tidak sepenuhnya pengaruh dari agama Hindu
dihilangkan begitu saja, seperti tepung tawar yang saat ini kita
kenal sebagai tradisi Melayu namun mirip dengan tata cara
pelaksanaan sembahyang umat Hindu yang juga menggunakan
bunga dan tirtha sebagai bahan yang digunakan dalam proses
permohonan do’a.53
Sebagaimana dijelaskan bahwa pada dasarnya Tepung
Tawar merupakan peninggalan dari kepercayaan Animisme dan
Hindu yang telah diwariskan kepada puak Melayu, Proto Melayu
(melayu muda) secara turun temurun merupakan pelaksanaan
persembahyangan kepada sang Maha Kuasa, yang kemudian
tetap dijadikan sebagai ritual do’a yang diselaraskan dengan
syari’at Islam dan tidak dijadikan sebagai acara
persembahyangan lagi setelah Islam hadir.54
Saat ini Tepung Tawar menjadi bagian penting yang tidak
pernah ditinggalakan oleh masyarakat Melayu khususnya di
Tanjung Pura, hampir disetiap acara adat baik pernikahan,
khitanan, menabalkan nama anak ( memberi nama anak ),
52Sri Windari, Kesultanan Langkat di Sumatera Utara Pada Masa
Kesultanan Abdul Aziz (1827-1927M), ( Jurnal JUSPI. Vol.1 No.1 2007 ) h.9 53Chairul Umam, Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama
Hindu, (Skripsi, Fakultas Ushuluddin, Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta,
2014) h.32 54Zainal Arifin Aka, Ragam Pesona Upacara Adat Melayu, ( Koleksi
Tidak diterbitkan).
31
pembukaan lahan, walimatus safar, sembuh dari sakit, memasuki
rumah baru, dan selamat dari bahaya.
C. Makna dan Pengertian Tepung Tawar
Tepung Tawar adalah salah satu tradisi yang dilakukan
oleh masyarakat Melayu yang telah diwariskan secara turun –
temurun dan masih dilakukan hingga saat ini. Diantara beberapa
budayawan melayu menjelaskan makna Tepung Tawar seperti
diantaranya Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah menjelaskan,
Tepung Tawar adalah salah satu kebiasaan adat yang paling
utama di dalam masyarakat Melayu Sumatera Timur.
Dipergunakan hampir di dalam segala upacara baik pada
perkawinan, khitan, upah - upah55, jika orang mendapat rezeki,
sebagai obat dan lain lain.56
Menurut Farizal Nasution, Tepung Tawar berasal dari kata
tepung tawar (tampung tawar) yaitu kegiatan menerima penawar
dengan ditampung tawar (menampung tangan) sebagai bentuk
menerima penawar (obat), dan memiliki fungsi magis.57 Selain itu
menurut Zainal AKA, Tepung Tawar adalah acara adat yang
tidak pernah ditinggalkan dan selalu disertakan pada berbagai
majelis karena tepung tawar merupakan doa yang dipanjatkan
kepada Allah swt.58 Permohonan yang dilakukan adalah
55Orang yang selamat dari mara bahaya atau perjalanan 56Tuanku Luckman Sinar Basyarsyah, Adat Budaya Melayu Jati Diri
dan Kepribadian,(Medan : Forkala,2005) h.47 57Farizal Nasution, Upacara Adat Melayu di Sumatera Utara, (Medan
: Mitra,2012) h.37 58Zainal Arifin AKA,Adat Budaya Resam Melayu Langkat,
(Medan:Mitra,2009) h.141
32
permohonan yang bersifat positif bukan permohonan yang
menyimpang dari ajaran agama, seperti misalnya memohon
keselamatan atau kesehatan, mohon dimudahkan rezeki, mohon
perlindungan, mohon ampunan, mohon panjang umur dan
sebagainya.59
Upacara tepung tawar artinya suatu kebiasaan sakral yang
tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan melayu, hal ini juga
mengandung makna simbolis untuk keselamatan, kebahagiaan
dan kesejahteraan bagi orang yang diberi tepung tawar. Tepung
tawar dilakukan sebagai lambang mencurahkan rasa bahagia dan
gembira sebagai rasa syukur atas keberhasilan, hajat serta niat
baik yang dilakukan.60
Dari pengertian makna Tepung Tawar menurut pemangku
adat dan beberapa budayawan melayu dapat dikatakan bahwa
Tepung Tawar adalah kebiasaan menaburkan bertih dan
memercikkan air diiringi dengan do’a dan sholawat atas Nabi
kepada objek Tepung Tawar yang bertujuan untuk memohon do’a
baik kepada Allah swt dan tidak lari dari ajaran agama Islam.
Menurut O.K Gusti tepung tawar sejak dulu adalah salah
satu unsur pokok penting dari budaya Melayu, tidaklah lengkap
atau sempurna upacara adat bila tidak diiringi dengan tepung
tawar di dalamnya, seperti kurang sempurna sebuah agama jika
tidak dilengkapi dengan do’anya. Jadi bisa dikatakan bahwa
59Zainal Arifin AKA, Ragam Pesona Upacara Adat Melayu, (Sanggar
Seni Pusaka Aru Teater Garis Lurus Langkat) h.78 60Hulul Amri, Eksistensi Tepuk Tepung Tawar Dalam Upacara
Pernikahan Masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir Kabupaten Lingga,
(Skripsi,Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Maritim Raja Ali
Haji Tanjung Pinang,2016), h.4
33
tepung tawar itu merupakan sebuah do’a yang dituangkan dalam
bentuk pelaksanaan langsung kepada objek.61
61O.K.Gusti, Pokok – pokok acara adat Istiadat Perkawinan Suku
Melayu Pesisir Sumatera Timur, (Medan : Tidak ada Penerbit,1971) h.11
34
35
BAB IV
PELAKSANAAN DAN UNSUR KEAGAMAAN TEPUNG
TAWAR MELAYU LANGKAT
A. Pelaksanaan Acara Tepung Tawar
Sebelum Islam masuk dan memberi pengaruh terhadap
seluruh aspek kehidupan masyarakat Melayu yang ada di Langkat
Sumatera Utara saat ini, Tepung Tawar diyakini sebagai tradisi
Hindu yang dilaksanakan sebagai kebiasaan memohon do’a
kepada Dewa dan juga arwah yang dilakukan sebagai upacara
persembahyangan pada masa Melayu Tua.62
Maksudnya tidak ada ketentuan khusus Tepung Tawar
hanya dapat dilakukan dalam acara – acara tertentu saja,
melainkan dapat dilakukan kapan saja apabila memang
dibutuhkan. Pada masa kepercayaan Hindu dan Animisme
kegiatan menaburkan bertih, beras kuning dan air ini wajib
dilakukan karena merupakan salah satu upacara permohonan /
sembahyang umat Hindu, pada masa sekarang tepung tawar yang
dianggap sebagai acara adat ini dilakukan apabila pihak pemilik
acara atau orang yang bersangkutan merasa perlu dan jika tidak
mau melakukan Tepung Tawar maka tidak ada paksaan.63
Menurut cerita rakyat dan pemaparan pemangku Adat
Melayu pada zaman dahulu kegiatan Tepung Tawar biasa
62Zainal Arifin Aka, Seni Budaya Melayu, (Medan : Mitra Medan,
2016) h.112 63Wawancara dengan Bapak Muhammad Sis (54 tahun), seorang Staff
Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 03/06/2018 di
Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
36
dilakukan dan diikut sertakan dalam upacara – upacara adat
seperti pernikahan, membuka lahan baru, menempati rumah baru,
sembuh dari sakit yang panjang dan menahun, kembali dari
musibah, dan sebagainya. Hanya dalam upacara kematian Tepung
Tawar tidak disertakan.64
Setelah Islam masuk dan berkembang pada abad ke 15
Masehi65, kebudayaan ,adat istiadat serta kebiasaan – kebiasaan
yang menjadi kepercayaan Hindu dan animisme tidak semata –
mata dibuang dan ditinggalkan, ini yang kemudian membuat
Tepung Tawar tetap dilakukan sesuai kebiasaan terdahulu dan
tidak dirubah secara signifikan melainkan diteruskan sebagai
warisan budaya.66
Islam dapat diterima karena kehadirannya yang tidak
memaksa dan tanpa kekerasan, Islam hadir dengan ikut menyatu
dengan kebiasaan dan juga adat istiadat masyarakat yang
kemudian pelan – pelan menanamkan serta meluruskan apa yang
sudah ada dengan ajaran – ajaran yang sesuai dengan syari’at
Islam.
Tepung Tawar adalah salah satu kebiasaan yang menjadi
bukti bahwa Islam tidak semata – mata melarang ataupun
menolak apa yang sudah ada, melainkan masuk kedalam
kebiasaan tersebut dan meluruskannya sesuai dengan ajaran
64Zainal Arifin Aka, Seni Budaya Melayu, ( Medan : Mitra Medan,
2016) h.112 65Sulaiman Zuhdi.Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah dan
Peradaban.(Langkat:Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten
Langkat.2014) h.22 66Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
37
Islam. Tepung Tawar pada dasarnya dilakukan dalam acara –
acara adat Mealyu Langkat sesuai dengan keinginan dari sang
pemilik hajat, namun kegiatan menabur bertih ini pada masa lalu
biasa dilakukan pada saat acara –acara adat, diantaranya67 :
1. Pernikahan ( malam ber inai, bersanding, lepas
halangan bagi pengantin perempuan yang masih gadis
/ suci ).
2. Wanita lepas bersalin / melahirkan
3. Mencukur Rambut Anak
4. Anak Berkhitan
5. Memasuki rumah baru
6. Sebelum melakukan perjalanan jauh
7. Pulang selamat dari perjalanan yang jauh
8. Permulaan membuka hutan untuk tempat berladang
9. Permulaan menukal membuat lobang di tanah untuk
menanam padi, pada 7 lobang pertama saja.
10. Benih padi yang akan di tanam
11. Permulaan mengetam padi
12. Menyimpan padi dalam lumbung
13. Sembuh dari penyakit yang berat
14. Anak selesai berkelahi dan mengeluarkan darah
Namun belakangan masyarakat Melayu Langkat yang
berada di Kecamatan Tanjung Pura saat ini tidak lagi melakukan
Tepung Tawar pada acara lepas bersalin, benih padi yang akan
ditanam, permulaan mengetam padi, dan menyimpan padi di
67O.K. Muhammad Syah.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu
Pesisir Sumatera Timur.(Medan : USU Press.2012) h.41
38
dalam lumbung serta anak selesai berkelahi dan mengeluarkan
darah karena disebabkan oleh perkembangan zaman yang
semakin maju.
Tepung Tawar masih dilaksanakan dan dibudayakan oleh
masyarakat Melayu Langkat pada acara – acara sebagai berikut :
1. Pernikahan
2. Khitanan
3. Menabalkan nama anak
4. Tepung Tawar Haji
5. Sembuh dari Sakit yang lama
6. Menempati Rumah Baru
7. Membuka Lahan Baru68
Pelaksanaan Tepung Tawar dalam setiap acara adat
Melayu khususnya di Tanjung Pura tidak memiliki perbedaan
yang signifikan bahkan bisa dikatakan sama walaupun ada sedikit
perbedaan cara pelaksanaan dan bahan yang digunakan antara
tepung tawar yang dilakukan dalam acara adat dan tepung tawar
yang dilakukan sebagai acara tunggal permohonan do’a selamat.
Walaupun hanya ada tujuh macam Tepung Tawar yang
biasa dilakukan masyarakat Melayu sebagai acara penting tidak
menutup kemungkinan bahwa Tepung Tawar tetap bisa dilakukan
disetiap acara apapun jika sang pemilik hajat atau pemilik acara
menghendaki adanya tepung tawar maka tepung tawar bisa
dilakukan. Tetapi dalam hal ini penulis ingin mempersempit
68Zainal Arifin AKA,Ragam Pesona Upacara Adat Melayu,(Sanggar
Seni Pusaka Aru Teater Garis Lurus Langkat) h.75
39
pembahasan agar lebih mudah untuk mejelaskan pelaksanaanya
secara rinci.
Dalam acara pernikahan Tepung Tawar dilakukan pada 3
susunan acara yaitu malam berinai atau yang biasa dikenal
dengan malam terakhir calon pengantin menikmati masa
lajangnya sebelum berubah statusnya menjadi seorang istri,
bersanding dan lepas halangan (bagi calon pengantin yang masih
gadis/perawan).69
Pada dasarnya susunan pelaksanaan tepung tawar diketiga
acara diatas tidak memiliki perbedaan cara pelaksanaan tepung
tawar. Berikut cara pelaksanaan tepung tawar dalam acara
pernikahan :
1. Tepung Tawar di awali dengan iringan pantun yang
dipimpin oleh orang yang sudah ditugaskan sebagai
pembawa pantun, pantun disertakan setiap memanggil
penepung tawar, seperti “kepada kedua orang tua
mempelai wanita dipersilahkan untuk memberikan
setawar sedingin70..” lalu diselingi dengan pantun :
Tepung tawar menjadi adat
Tujuh ramuan sambau pengikat
Adalah ini sebagai syarat
Mohon doa restu selamat
Mula disebut daun sedingin
Digantung tinggi tumbuh berakar
69O.K. Muhammad Syah.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu
Pesisir Sumatera Timur.(Medan : USU Press.2012) h.41 70Penawar dan pendingin
40
Mari doakan kedua pengantin
Semoga Allah beri penawar
2. Pengantin duduk di pelaminan sambil mengadahkan
kedua telapak tangan diatas pangkuannya.
3. Petugas yang bertugas untuk memberikan ramuan
tepung tawar akan memberikan satu per satu ramuan
kepada penepung tawar. Ramuan pertama yang akan
diberikan adalah ramuan penabur, setelah ramuan
penabur diberikan, penepung tawar menaburkan
ramuan penabur dari arah kanan ke kiri diiringi
dengan bacaan sholawat dan do’a yang akan
dimohonkan untuk kedua mempelai.
4. Kemudian ramuan yang kedua adalah ramuan
perinjis/perincis, penepung tawar memercikkan air
perincis menggunakan 7 daun (kalinjuhang, ganda
rusa, sepenuh, jejurun, sedingin, sipulut, sambau) yang
sudah diikat menjadi satu ke bagian kepala pengantin
sambil membaca sholawat dan do’a untuk keduanya.
5. Yang terakhir penepung tawar mengoleskan bedak
dingin pada kedua tangan mempelai. Selanjutnya
ditutup dengan kedua pengantin mencium tangan
penepung tawar sebagai ucapan rasa hormat dan
terimakasih secara bergantian.
Urutan penepung tawar dimulai dengan tetua adat atau
tokoh adat, kedua orang tua mempelai, dan kerabat dekat sesuai
dengan kebiasaan turun temurun jumlah penepung tawar selalu
41
ganjil tidak pernah genap.71 Pada acara tepung tawar khitan,
tepung tawar haji, tepung tawar menabalkan anak, tepung tawar
sembuh dari sakit dan selamat dari perjalanan jauh, cara
pelaksanaan tepung tawar dilakukan sama seperti cara tepung
tawar dalam acara tepung tawar pernikahan. Hal yang
membedakan hanya pada pantun pengiring tepung tawar, hanya
pada acara pernikahan tepung tawar diiringi dengan pantun
tepung tawar.
Untuk cara pelaksanaan tepung tawar menempati rumah
baru dan tepung tawar membuka lahan terdapat sedikit
perbedaan. Perbedaan antara tepung tawar menempati rumah baru
dan tepung tawar membuka lahan dengan tepung tawar pada
acara adat lainnya terletak pada ramuan yang digunakan dan
orang yang akan memberi tepung tawar.72
Cara pelaksanaan tepung tawar dilakukan lebih sederhana
dan hanya menggunakan ramuan perinjis tidak menggunakan
ramuan penabur dan bedak dingin. Pelaksanaanya juga hanya
dilakukan oleh tetua adat atau yang dipercaya sebagai pemimpin
acara tepung tawar. Adapun tata cara pelaksanaannya sebagai
berikut :
1. Setelah acara do’a bersama tetua adat akan
mengelilingi rumah sembari membawa wadah yang
71Zainal Arifin Aka.Ragam Pesona Upacara Adat Melayu.(Koleksi
Pribadi Tidak diterbitkan) h.75 72Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan.
42
berisi ramuan perinjis yaitu air bersih yang dicampur
dengan irisan limau mungkur atau jeruk purut.
2. Kemudian tetua adat akan memercikkan ramuan
perinjis di sekeliling rumah ataupun lahan baru yang
akan ditempati sambil membaca sholawat dan do’a
untuk mengusir makhluk – makhluk gaib yang
mungkin berada disana.
B. Makna Simbolik Alat dan Bahan Tepung Tawar
Setiap alat dan bahan yang digunakan dalam tepung tawar
masing – masing memiliki makna tersendiri yang dimaksudkan
agar makna yang terkandung dalam alat dan bahan yang
digunakan dapat menjadi do’a baik terhadap objek yang ditepung
tawari.
Pada masa kepercayaan sebelum Islam tepung tawar
terdiri dari tiga macam ramuan yaitu, perincis (perinjis), penabur,
dan pedupaan73, ketiga macam ramuan ini terdiri dari bahan yang
berbeda – beda. Ramuan perincis (perinjis), ramuan penabur yang
harus terdiri dari 7 macam bahan74 dan pedupaan.
Adapun bahan – bahan yang digunakan serta makna
simbolik dari bahan – bahan yang digunakan sebagai berikut :
1. Ramuan Perincis (perinjis)
1.1 Daun Silinjuhang : daun ini memiliki makna
kekuatan gaib atau magis yang dimaksudkan agar sang
73Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan. 74O.K. Muhammad Syah.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu
Pesisir Sumatera Timur.(Medan : USU Press.2012) h.39-41
43
penerima tepung tawar dapat terhindar dari kekuatan gaib
yang bermaksud jahat dan senantiasa dilindungi
1.2 Daun Ganda Rusa : daun ini memiliki makna
perisai atau penangkal dari gangguan gaib, tidak jauh
berbeda dari daun silinjuhang yang bermaksud
melindungi sang penerima tepung tawar dari hal – hal
gaib yang ingin merusak atau sejenisnya.
1.3 Daun Sepenuh : daun ini memiliki makna
rezeki dan berkat alam, dimaksudkan agar sang penerima
tepung tawar senantiasa dilancarkan rezekinya dan
mendapat berkat dari alam.
1.4 Daun Jejurun : daun jejurun memiliki akar
pohon yang cukup sulit untuk dicabut yang kemudian
dimaknai agar sang penerima tepung tawar memiliki umur
yang panjang.
1.5 Daun Sedingin : daun ini memiliki makna
penyejuk dimana agar penerima tepung tawar diharapkan
dapat tetap tenang menghadapi masalah kehidupan serta
menjadi orang yang penyabar.
1.6 Daun sipulut : daun ini memiliki sifat
yang lengket sehingga dimaknai sebagai simbol
kerukunan hidup.
1.7 Daun Sambau : daun ini dimaknai sebagai
symbol kekuatan karena dikenal sebagai pohon yang
akarnya susah untuk dicabut sehingga dipercaya bahwa
penerima tepung tawar diharapkan dapat menjadi seperti
sambau yang kuat dalam mempertahankan hidup serta
44
tidak goyah. Jika dalam upacara pernikahan diharapkan
pasangan suami istri dapat mempertahankan kesetiaannya
sebagai pasangan dalam susah maupun senang.
Tujuh jenis daun yang masing – masing dipercaya
memiliki khasiat dan makna simbolik tersendiri ini kemudian
diikat menjadi satu, dulu ke tujuh daun ini diikat menggunakan
akar pohon namun pada saat ini biasanya diikat menggunakan
karet gelang.
Setelah diikat menjadi satu kesatuan kegunaan dari ikatan
daun ini adalah untuk memercikkan air perinjis, air perinjis
(perincis) terdiri dari air bersih, limau mungkur / jeruk purut, dan
mangkok putih serta dipasangkan dengan bedak dingin. Adapun
makna simbolik dari bahan – bahan air perinjis adalah sebagai
berikut :
1.1 Air : air yang bersih atau jernih
melambangkan keikhlasan
1.2 Limau Mungkur : limau mungkur atau jeruk perut
dilambangkan sebagai penawar untuk membersihkan
dari pengaruh gaib
1.3 Mangkok putih : mangkok putih yang digunakan
sebagai wadah dari Air dan Limau Mungkur/Jeruk
Purut melambangkan kepasrahan, maksudnya agar
kita sebagai manusia harus senantiasa berpasrah diri
terhadap Allah swt.
45
1.4 Bedak Sejuk : bedak sejuk atau biasa dikenal
dengan bedak dingin memiliki makna kebersihan. 75
2. Ramuan Penabur
Ramuan penabur terdiri dari bahan – bahan sebagai
berikut :
2.1 Beras Putih : beras putih diartikan sebagai
lambang kesuburan hidup diharapkan penerima
tepung tawar dapat memiliki kehidupan yang baik
dalam hal rezeki atau penghidupannya.
2.2 Beras Kuning : beras kuning diartikan sebagai
lambang kemuliaan serta kesungguhan, dimana
penerima tepung tawar diharapkan dapat menjadi
pribadi yang senantiasa bermartabat dan mulia serta
bersungguh – sungguh dalam melakukan sesuatu
dalam hidup.
2.3 Bertih : bertih dimaknai sebagai lambang
kesuburan dan kebaikan, diharapkan agar memiliki
keturunan yang banyak dan memiliki akhlak serta
budi pekerti yang baik.
2.4 Bunga Rampai : bunga rampai76 diartikan sebagai
lambang persatuan dan keharuman nama, maksudnya
diharapkan agar selalu dalam satu ikatan keluarga
yang baik, rukun serta memiliki nama keluarga yang
baik dan bisa mengharumkan nama baik keluarga
dimanapun kaki berpijak.
75O.K. Muhammad Syah.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu
Pesisir Sumatera Timur.(Medan : USU Press.2012) h.40 76Gabungan beberapa jenis bunga yang disatukan
46
3. Pedupaan
Pedupaan adalah wewangian yang biasa disebut dengan
kemenyan yang berbahan dasar getah phon karet pada masa lalu
yang bertujuan untuk memanggil ruh dan dewa – dewa agar ikut
hadir dalam upacara permohonan do’a. Namun setelah Islam
masuk pedupaan dihilangkan karena alasan tidak sesuai dengan
ajaran Islam sehingga sampai saat ini pedupaan tidak lagi
digunakan karena dikhawatirkan akan menjerumuskan
masyarakat kepada kesyirikan.
C. Unsur Keagamaan dalam Tepung Tawar
Sejarah mencatat bahwa kawasan Tanjung Pura adalah
kawasan yang menjadi saksi bahwa kesultanan Melayu pernah
berjaya dan besar disana, yang saat ini menjadikan Tanjung Pura
sebagai tanah Melayu di Langkat, Sumatera Utara.77 Namun tidak
bisa dilupakan bahwa sebelum Islam hadir dan menjadikan
Melayu sebagai suku yang mayoritas penduduknya Muslim dan
berciri khas syari’at Islam, kepercayaan Animisme dan
Dinamisme78 serta kepercayaan agama Hindu telah lebih dulu
berkembang dan memberikan pengaruh dalam kehidupan
masyarakat Sumatera.79
77Zainal Arifin AKA,Langkat Dalam Perjalanan Sejarah,(Medan :
Mitra Medan,2016) h.1-10 78Berasal dari bahasa yunani yaitu dunamos yang berarti kekuatan,
daya, kekuatan atau khasiat. Yaitu kepercayaan terhadap benda – benda
disekitar manusia yang diyakini dapat memberikan kekuatan dan manfaat bagi
manusia. (Ridwan Hasan.Kepercayaan Animisme Dan Dinamisme Dalam
Masyarakat Islam Aceh.(artikel diakses ) 79William Marsden,Sejarah Sumatera, Ter. Komunitas Bambu
(Jakarta: Komunitas Bambu,2008) h.305
47
Terlebih pada kebiasaan dalam kehidupan masyarakat
baik itu tradisi, adat istiadat, dan lain lain. Pengaruh nilai – nilai
keagamaan ataupun kepercayaan pasti memberikan pengaruh
kepada kebiasaan yang dilakukan masyarakat pada kelompok
tertentu.
Seperti dijelaskan oleh Edward H. bahwa agama ataupun
kepercayaan berada ditengah – tengah manusia sepanjang sejarah
dan merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi
dan masyarakat itu sendiri, tidak ada agama dan tidak ada
struktur masyarakat yang dapat dianggap terpisah keduanya
adalah satu kesatuan.80
Begitu juga halnya dengan Tepung Tawar sebagai tradisi
masyarakat Melayu di Tanjung Pura, Tepung Tawar memiliki
unsur – unsur kepercayaan keagamaan di dalamnya. Baik itu dari
segi pelaksanaan, alat dan bahan yang digunakan semuanya
disusun sesuai dengan nilai – nilai keagamaan yang seiring
dengan perkembangan zaman tradisi yang dipercaya adalah
kebiasaan dari orang – orang terdahulu yang menganut
kepercayaan Animisme serta Hindu ini hingga saat ini masih
terus dilaksanakan dan menjadi ciri khas dari Melayu sebagai
suku yang mayoritas penduduknya Muslim.
Adapun unsur – unsur keagamaan yang terkandung dalam
Tepung Tawar adalah sebagai berikut :
1. Unsur Animisme
80Zakiyah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama, ( Jakarta : Bumi
Aksara, 1996 ), h.38
48
Animisme memiliki banyak pengertian, kata animisme
berasal dari bahasa latin “anima” yang berarti roh”.81 Animisme
adalah salah satu kepercayaan yang percaya terhadap roh ataupun
makhluk halus, dimana kepercayaan jenis ini adalah kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat terdahulu yang belum menerima
ajaran yang berdasarkan pada agama (wahyu).82
Ciri dari masyarakat yang menganut paham ini adalah
mereka yang selalu meminta permohonan dan pertolongan
kepada roh – roh, baik itu dalam hal kesehatan, kesuksesan,
keberhasilan dalam bercocok tanam, perlindungan dari mara
bahaya, dan selamat dari perjalanan yang jauh.
Tepung Tawar yang dilakukan oleh masyarakat Melayu
pada saat ini adalah bentuk tradisi atau kebiasaan orang – orang
terdahulu yang percaya bahwa pertolongan hanya didapat dari roh
dan makhluk halus, dimana tujuan utama dari tepung tawar
adalah sebagai sarana agar roh datang dan memberikan apa yang
dimohonkan oleh mereka yang memegang kepercayaan
Animisme.
Pedupaan atau yang dikenal dengan kemenyan oleh
masyarakat Melayu Tanjung Pura pada zaman dahulu berfungsi
sebagai alat untuk memanggil roh dan makhluk halus untuk
81Ridwan Hasan.Kepercayaan Animisme Dan Dinamisme Dalam
Masyarakat Islam Aceh.(artikel diakses pada tanggal 15 Juli 2018 pukul 13.30
WIB) h.286 82Ridwan Hasan.Kepercayaan Animisme Dan Dinamisme Dalam
Masyarakat Islam Aceh.(artikel diakses pada tanggal 15 Juli 2018 pukul 13.30
WIB) h.286
49
datang dalam acara tepung tawar dan mengabulkan permohonan
yang dimohonkan oleh orang – orang terdahulu.83
Namun setelah ajaran Islam hadir kebiasaan menyalakan
pedupaan dalam acara tepung tawar dihilangkan karena dianggap
sebagai perbuatan syirik karena percaya kepada selain Allah
swt.84 Sebagaimana dijelaskan dalam Al - Qur’an surah An Nisa
ayat 116 bahwa Allah tidak akan mengampuni orang – orang
yang menyekutukannya dengan apapun, dan mereka yang
menyekutukan Allah adalah orang – orang yang tersesat. Masih
banyak firman – firman Allah swt yang menjelaskan larangan
memohon kepada selain Dia, hal ini yang kemudian menjadi
alasan mengapa saat ini pedupaan dihilangkan karena
dikhawatirkan akan menjadi perbuatan syirik.
Meskipun saat ini pedupaan dihilangkan beberapa
kalangan masyarakat masih menggunakannya dengan alasan
mempertahankan warisan budaya dan dilakukan sebagai seremoni
saja.85
2. Unsur Kepercayaan Hindu
83Wawancara dengan Bapak Basyaruddin (56 tahun), seorang tokoh
Agama Tanjung Pura, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan
Tanjung Pura, 29/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat. 84Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan
Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di Pangkalan Brandan. 85Tengku Luckman Sinar.Adat Perkawinan dan Tata Rias Pengantin
Melayu.(Meda : Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Seni Budaya
Melayu,2001) h.4
50
Pada alat dan bahan yang digunakan dalam acara tepung
tawar didalamnya terdapat unsur dari kepercayaan agama Hindu.
Sebagaimana yang diketahui bahwa pada pelaksanaan acara
sembahyang umat Hindu terdapat tahapan yang harus dilakukan
seperti, asuci laksana86, menyiapkan pakaian untuk sembahyang,
pranayama atau mengatur pernafasan agar tetap tenang,
membersihkan tempat sembahyang, pikiran yang suci, sikap
duduk yang baik, membersihkan tangan dan mulut, dan
menyiapkan bunga, kewangen dan dupa.87
Penggunaan bunga rampai dalam acara tepung tawar ini
sama seperti dalam acara sembahyang umat Hindu walaupun
bunga yang digunakan berbeda, dalam acara sembahyang umat
Hindu. Umat Hindu juga percaya bahwa bunga adalah salah satu
unsur terpenting sebagai sarana persembahyangan, bunga
memiliki dua peran yaitu pertama sebagai simbol Tuhan (Dewa
Siwa) dan yang kedua sebagai sarana persembahyangan. Bunga
juga dipakai sebagai lambang kesucian hati di dalam memuja
sang Hyang Widhi, para Dewa dan leluhur.88
Bunga juga dianggap penting bagi umat Hindu karena
dipercaya bahwa bunga merupakan lambang restu Tuhan seperti
86Kegiatan membersihkan badan atau mandi sebelum melaksanakan
proses sembahyang pada umat Hindu (Chairul Umam.Makna Simbolis Sarana
Persembahyangan Agama Hindu. Skripsi,Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014) h.32 87Chairul Umam.Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama
Hindu.(Skripsi, Fakultas Ushuliddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2014) h.32 88Chairul Umam.Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama
Hindu.(Skripsi, Fakultas Ushuliddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2014) h.32
51
dalam kisah kakawin Ramayana89 pada saat itu para dewa di
angkasa memberikan restu dengan menghujaninya dengan bunga
yang wangi. Dalam kisah lain ketika Arjuna bertapa untuk
mendapatkan panah pasopati untuk mengalahkan Korawa, Arjuna
mendapat restu dari Dewa Siwa dengan menghujaninya dengan
bunga yang dikenal dengan Puspa Warsa.90
Selain itu unsur agama Hindu yang juga terdapat dalam
upacara tepung tawar adalah penggunaan pedupaan, dimana umat
Hindu juga menggunakan dupa dalam acara sembahyangnya.
Tujuan dari dupa bagi umat Hindu adalah sebagai sarana
untuk menghubungkan diri antara pemuja dengan yang dipuja
yaitu para dewa.91 Hal ini memiliki kesamaan sebagai tujuan dari
pedupaan pada tepung tawar pada masa sebelum Islam yaitu
sebagai media untuk memanggil para roh agar hadir pada acara
tepung tawar walaupun saat ini pedupaan sudah tidak digunakan
lagi.
Pemakaian air yang terdapat dalam air perincis dalam
tepung tawar juga digunakan dalam acara sembahyang umat
Hindu yang merupakan sarana persembahyangan yang tidak
kalah penting. Dalam upacara sembahyang air atau tirtha
89Kisah ketika sang Rama sebagai Awatara Wisnu berperang
melawan Rahwana. Chairul Umam.Makna Simbolis Sarana Persembahyangan
Agama Hindu.(Skripsi, Fakultas Ushuliddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2014) 90Hujan bunga sebagai lambang dari Dewa Siwa (Hyang
Widhi).(dwijaduh.blogspot.com. JAPA. I Gusti Made
Sunartha,10Juli2018)diakses pada 5 Agustus 2018 pukul 09.33 wib 91Chairul Umam.Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama
Hindu.(Skripsi, Fakultas Ushuliddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2014)
52
dibedakan menjadi 2 jenis, yang pertama air yang digunakan
untuk membersihkan tangan dan mulut dan yang kedua adalah air
yang dibuat oleh pendeta dengan puja.
Cara penggunaan air puja dengan dipercikkan pada kepala
sebanyak 3 kali dan diiringi dengan mantra, selain itu air puja
juga diminum dan diusapkan pada muka.92
3. Unsur Keislaman
Jika unsur – unsur agama Hindu terdapat pada alat dan
bahan dalam tepung tawar, unsur ke Islaman dari tepung tawar
terdapat pada proses pelaksanaan dalam tepung tawar. Islam
mengajarkan untuk senantiasa mengingat Allah swt dalam
keadaan apapun dan memohon pertolongan dan perlindungan
hanya kepada Allah swt.
Dalam pelaksanaan tepung tawar menanamkan kepada
masyarakat agar melakukan permohonan hanya kepada Allah swt
sebagai pencipta langit dan bumi, serta mengharapkan syafa’at
Nabi saw. Dimana dijelaskan dalam firman Allah swt dalam Al-
Qur’an surah Al-Fatihah ayat 5 yang artinya93 :
“hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami (ber isti’anah) memohon
pertolongan”
Bahwa umat Islam diperintahkan untuk beristi’anah dan
istighatsah, yaitu meminta pertolongan dan dukungan dalam
92Chairul Umam, Makna Simbolis Sarana Persembahyangan Agama
Hindu, (Skripsi, Fakultas Ushuliddin, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta,2014) 93 Al-Qur’an Surah Al-Fatihah ayat 5
53
segala urusan dan meminta dihilangkan segala musibah dan
kesulitan hanya kepada Allah swt. Hal ini ditanamkan dalam
upacara tepung tawar dimana permohonan dan pertolongan
ditujukan hanya kepada Allah swt, alat dan bahan yang
digunakan serta pelaksanaan adalah simbolisasi dari
mempertahankan budaya. Walaupun bahan – bahan yang
digunakan memiliki makna – makna khusus itu hanya sebagai
makna simbolik dari bahan – bahan tersebut sesuai dengan sifat
dari tumbuhan itu sendiri, dimana semuanya adalah ciptaan dari
yang Maha Kuasa dan diharapkan orang yang diberikan tepung
tawar dapat menjalani kehidupan sesuai dengan makna simbolik
dari alat dan bahan tersebut. Dalam surah lainnya Allah
memberikan larangan untuk memohon pertolongan selain
kepadanya, adapun ayat yang menjelaskan larangan tersebut
adalah surah Yunus ayat 106 yang artinya94 :
“Dan jangan engkau menyembah sesuatu yang
tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi
bencana kepadamu selain Allah, sebab jika engkau
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya
engkau termasuk orang – orang zalim.”
Pelaksanaan tepung tawar juga diajarkan untuk memulai
dengan mengucapkan lafaz basmalah ketika penepung tawar
ingin menaburkan ramuan penabur kepada objek yang akan
94 Al-Qur’an Surah Yunus ayat 106
54
ditepung tawari. Seperti dijelaskan dalam hadis dari Abu
Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda yang artinya95 :
“setiap perkara yang tidak dimulai dengan
bismillahirrahmanirrahim, maka amalannya
terputus (tidak sempurna, sedikit berkahnya)”.
Jelas dalam hadis di atas dijelaskan bahwa memulai
sebuah kegiatan dengan lafas basmalah adalah sesuai dengan
ajaran agama Islam yang menjadi perintah bagi umat muslim.
Kebiasaan ini yang kemudian menjadi kebiasaan baik yang
diteruskan, artinya tepung tawar juga memberikan sumbangan
pengajaran nilai ke Islaman di dalamnya bukan sekedar tradisi
tanpa makna dan sia – sia.
95Samsudin Muhammad bin Muhammad AlKhatib Assarbini, Mugni
Al-Muhtaj Ila Ma’rifat Ma’ani Alfaz Al-Minhaz, (Lebanon : Dar Alkotob Al
Ilmiyas,2009) h.29
55
BAB V
DAMPAK TEPUNG TAWAR TERHADAP NILAI – NILAI
PANDANGAN HIDUP MELAYU LANGKAT
Pada masyarakat Melayu Langkat khususnya mereka yang
tinggal dan menetap di Tanjung Pura nilai – nilai pandangan
hidup masyarakat Melayu diambil dari kebiasaan dan Adat
Istiadat yang melekat dengan kehidupan sehari – hari.
Berdasarkan identitasnya yang disebut dengan melayu adalah
beradat resam melayu serta beragama Islam, yang tidak terikat
faktor geneologis (hubungan darah) namun dipersatukan oleh
faktor culture (budaya).96
Hal ini membuktikan bahwa nilai – nilai pandangan hidup
masyarakat Melayu Langkat adalah cerminan dari budaya yang
terus dijaga dan dilestarikan. Tepung Tawar sebagai kebiasaan
dan tradisi yang tidak pernah ditinggalkan disetiap acara adat
sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan oleh masyarakat
Melayu yang tinggal di Tanjung Pura mempunyai pengaruh
terhadap beberapa nilai – nilai pandangan hidup Melayu Langkat.
Berikut pengaruh Tepung Tawar terhadap nilai – nilai
pandangan hidup masyarakat Melayu Langkat, Tanjung Pura :
A. Nilai Agama dan Moral
Islam adalah sebuah agama yang rasional, universal, dan
sesuai dengan kebutuhan segala zaman. Islam bersifat rasional
96Zainal Arifin AKA, Adat Budaya Resam Melayu Langkat,
(Medan:Mitra,2009) h.13
karena hampir seluruh konsep dan ajarannya tidak banyak
bertentangan dengan konsep dan pemikiran manusia secara
umum, Islam dikatakan universal karena hampir seluruh manusia
di belahan bumi menganut ajaran ini dan hal yang paling
istimewa adalah ajaran yang sempurna ini bahkan mengatur
segala sendi kehidupan manusia sampai hal – hal yang terkecil.97
Islam mengajarkan kepada hambanya untuk senantiasa
taat pada syari’at, sebagaimana dalam firman Allah yang artinya:
“Kemudian Kami jadikan engkau (Muhammad)
mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu,
maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau
ikuti keinginan orang – orang yang tidak
mengetahui.” (QS Al- Jatsiyah :18).98
Dalam tradisi Tepung Tawar Melayu Langkat,
mengajarkan dan menanamkan kepercayaan kepada masyarakat
Melayu agar senantiasa menyerahkan segala permohonan dan
perlindungan hanya kepada Allah swt, hal ini dibuktikan dengan
mengawali acara dengan mengucapkan lafaz basmalah. Hal ini
sesuai dengan penjelasan dalam hadis dari Abu Hurairah ra,
Rasulullah saw bersabda yang artinya99 :
“setiap perkara yang tidak dimulai dengan
bismillahirrahmanirrahim, maka amalannya
terputus (tidak sempurna, sedikit berkahnya)”
97Dr. Muhammad AR, Bunga Rampai Budaya, Sosial, dan
Keislaman, (Yogyakarta : Ar Ruzz Media,2016) h.11 98Dr. Muhammad AR, Bunga Rampai Budaya, Sosial, dan
Keislaman, (Yogyakarta : Ar Ruzz Media,2016) h.11 99Samsudin Muhammad bin Muhammad AlKhatib Assarbini, Mugni
Al-Muhtaj Ila Ma’rifat Ma’ani Alfaz Al-Minhaz, (Lebanon : Dar Alkotob Al
Ilmiyas,2009) h.29
(HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-
Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam
tabaqathnya).
Adapun pengucapan lafaz basmalah dilakukan ketika
mengawali iringan barzanzi dan marhaban pada acara tepung
tawar. Sebelum pembacaan barzanzi dimulai diawali dengan
pembacaan ta’awuz dan basmalah (A’udzu billahi
minassyaitanirrajim, Bismillahirrahmanirrahim). Isi dari
barzanzi sendiri adalah puji – pujian kepada Rasulullah saw, dan
marhaban sendiri adalah syair yang berisi ungkapan kebahagian
menyambut hal – hal baik yang datang.
Penanaman kebiasaan kecil ini yang kemudian membawa
pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Melayu khususnya di
Tanjung Pura yang mayoritas adalah muslim menjadi hal yang
sangat baik untuk terus dilaksanakan dan dibudayakan kepada
generasi – generasi penerus agar mengamalkan hal baik dalam
kehidupan sehari – hari sesuai dengan perintah Allah swt.
Pada proses pelaksanaan Tepung Tawar ketika penepung
tawar menaburkan bunga rampai, bertih dan beras kuning diiringi
dengan bacaan sholawat atas Nabi untuk memohon syafa’atnya di
hari kiamat kelak, serta memohonkan do’a – do’a baik kepada
Allah swt agar senantiasa memberikan permohonan dan
perlindungan kepada hambanya.
Bacaan sholawat dibaca ketika penepung tawar
menaburkan ramuan penabur yang terdiri dari bunga rampai yang
ditaburkan kepada penerima tepung tawar, sembari menaburkan
ramuan penabur penepung tawar membaca sholawat (Allahumma
sholli’Ala sayyidiinaa Muhammad wa’ala ali sayyidiinaa
Muhammad).
Segala sesuatu terjadi karena kehendak Allah, maka dari
itu kita hanya boleh bergantung hanya kepada-Nya, hal ini
dijelaskan dalam firmanya yang berarti :
“hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami memohon pertolongan”(QS Al-
Fatihah ayat 5).
Selain itu dijelaskan juga dalam firman Allah swt dalam Al-
Qur’an surah Yunus ayat 106 yang artinya:
“Dan jangan engkau menyembah sesuatu yang
tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi
bencana kepadamu selain Allah, sebab jika engkau
lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya
engkau termasuk orang – orang zalim.”
Bahwa satu – satunya penguasa di bumi adalah Allah
yang wajib untuk disembah dan tempat untuk memohon segala
do’a. Tepung tawar menanamkan nilai – nilai syari’at di
dalamnya agar masyarakat Melayu senantiasa mengamalkan
ajaran agama disetiap aspek kehidupan, karena kegiatan tradisi
dan adat istiadat pasti akan selalu dilaksanakan, dikerjakan dan
diturunkan sehingga generasi penerus kelak akan tetap berada di
jalan yang benar atau sesuai dengan syari’at Islam.
Masyarakat Melayu memiliki 7 jati diri yang
menggambarkan kepribadian dari suku Melayu100, yaitu :
1. Orang Melayu beragama Islam dan Suka beribadah
2. Orang Melayu sopan berkata dan santun bergaya
3. Orang Melayu mementingkan penegakan hukum
4. Orang Melayu mengutamakan pendidikan dan Ilmu
5. Orang Melayu patuh pada musyawarah dan mufakat
6. Orang Melayu mengutamakan budaya
7. Orang Melayu ramah dan terbuka.
Poin ke 1 dan ke 6 adalah bukti bahwa masyarakat melayu
selain membudayakan budaya juga menyelaraskannya budaya
dan setiap kebiasaan masyarakat Melayu sesuai dengan syari’at
agar perbuatan yang dilakukan tidak sia – sia dan tetap mendapat
berkah dari Allah swt. Pengaruh dari nilai keislaman yang
ditanamkan lewat tepung tawar menjadikan masyarakat Melayu
di Tanjung Pura lebih agamais dan lebih taat kepada Allah swt,
pemuda – pemuda dan anak – anak masih terlihat ramai
memenuhi masjid –masjid untuk sholat berjama’ah dan pergi ke
madrasah pada sore hari untuk mengaji.
Pada tradis Tepung Tawar juga diajarkan untuk memiliki
sopan santun dan etika, seperti yang sudah dijelaskan bahwa
dalam proses pelaksanaan tepung tawar selalu didahulukan yang
lebih tua baru kemudian diikuti dengan yang lebih muda.
Penanaman nilai yang terlihat sepele ini memiliki dampak yang
cukup besar bagi orang – orang Melayu. Orang Melayu di
100Zainal Arifin AKA, Adat Budaya Resam Melayu Langkat,
(Medan:Mitra,2009) h.13-15
Tanjung Pura terkenal dengan etika sopan santun kepada orang
tua yang amat sangat kental. Seperti dijelaskan dalam hadis dari
‘Ubadah bin Shamit r.a. meriwayatkan bahwasanya Rasulullah
saw. Bersabda yang artinya:
“bukan termasuk golongan umatku orang yang
tidak menghormati orang yang lebih tua, tidak
menyayangi anak muda, dan tidak mengetahui
haknya orang ‘alim kami (tidak memuliakan
ulama)”.101
Zaman yang semakin canggih seperti sekarang ini
memiliki pengaruh besar terhadap manusia khususnya mereka
generasi – generasi penerus, masyarakat Melayu membentengi
diri dengan pendidikan dan nilai – nilai ke Islaman yang tinggi
dan tidak lupa lingkungan yang baik juga menjadi pengaruh
terhadap akhlak para generasi muda. Tepung tawar juga menjadi
media yang baik sebagai bahan pengajaran etika yang baik
dengan memuliakan dan mendahulukan orang yang lebih tua.
Seperti yang dijelaskan Hamidah, bahwa bagi generasi yang akan
datang, pendidikan moral tidak hanya diberikan di dalam kelas
melainkan juga harus diajarkan di luar kelas lewat pengenalan
adat dan tradisi yang memuat nilai – nilai moral yang berguna
bagi pendidikan dan pembentukan kepribadian generasi yang
akan datang.102
101Mustafa Sayani dan Muzakkir Aris, Hadits –hadits Pilihan, Dalil –
Dalil Enam Sifat Para Sahabat, (Bandung : Pustaka Ramadhan,2004) h.35 102Hamidah, M.Pd, Pengajaran Moral Dalam Budaya Tepung Tawar
Melayu Sumatera Utara, (Forum Paedagogik Edisi Khusus Juli-Desember
2014) h.76
Adapun nilai – nilai pengajaran moral tidak hanya
terdapat pada pelaksanaan tepung tawar tetapi juga ditanamkan
lewat makna simbolik dalam ramuan yang digunakan pada
tepung tawar. Tepung tawar merupakan alat simbolik dalam adat
budaya Melayu, dimana dia bersifat sebagai do’a dan di
dalamnya juga terkandung pelajaran moral yaitu kedamaian,
keharmonisan, kemandirian, keuletan, kekokohan, keihklasan dan
lain –lain.103
Kedamaian dilambangkan oleh daun sedingin yang
berbatang tebal dan mengandung lendir yang bersifat dingin,
dimana lewat acara tepung tawar penepung tawar dan yang
menerima tepung tawar mendapatkan kedamaian hati dan fikiran
karena menyerahkan segalanya kepada Allah swt.
Keharmonisan dilambangkan oleh bunga rampai yang
menggambarkan bahwa sekalipun terdiri dari bunga yang berbeda
– beda harumnya senada seolah saling melengkapi satu sama
lainnya. Bukti bahwa hal ini terpatri dalam diri orang Melayu
adalah masyarakat yang bersuku Melayu di Tanjung Pura
walaupun tergolong kelompok mayoritas baik sesama suku dan
kepada suku selain Melayu dapat hidup rukun dan damai, tidak
menjatuhkan satu sama lain.
Kemandirian digambarkan lewat sifat bertih yang berasal
dari padi atau jagung yang digoreng tanpa minyak tetapi tetap
bisa mengembang, masyarakat Melayu terbiasa untuk tidak
103Hamidah, M.Pd, Pengajaran Moral Dalam Budaya Tepung Tawar
Melayu Sumatera Utara, (Forum Paedagogik Edisi Khusus Juli-Desember
2014) h.52
merepotkan orang lain selagi sesuatu itu dapat diselesaikan
sendiri, mereka lebih senang menolong dari pada merepotkan.
Keuletan dilambangkan lewat beras kuning, yang berasal
dari beras putih biasa kemudian dicampur hingga menjadi kuning
ini menggambarkan bahwa jika sesuatu dikerjakan dengan
sungguh – sungguh maka tidak ada yang tidak bisa diselesaikan.
Adapun keihklasan dilambangkan lewat air putih yang bersih
dalam ramuan perinjis, dimana diharapkan hati kita senantiasa
bersih seperti air, ikhlas dalam hal apapun karena kodratnya
segala yang kita miliki adalah milik Allah swt.
Tepung tawar memiliki pengaruh besar terhadap
keagamaan dan moral orang Melayu di Tanjung Pura, mereka
hidup dengan penuh kasih sayang, saling menghormati,
rukun,baik dengan sesame suku Melayu dan suku lainnya yang
hidup berdampingan dengan masyarakat Melayu.
B. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu
masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat. Biasanya hal ini dipengaruhi
oleh budaya dan kebiasaan masyarakat itu sendiri.104
Dalam masyarakat Melayu, menurut Tengku Lah Husny
adat mempunyai peranan besar terhadap kegiatan tata cara hidup
masyarakat, menurut sejarah dan kenyataan adat mempunyai
pengaruh dominan terhadap seperangkat aspek kehidupan
104http://www.yuksinau.id. Nilai Sosial (Pengertian,Ciri – ciri,
Sumber dan Fungsi).diakses pada 11 Agustus 2018 pukul 11.49 WIB
masyarakat dan warga bangsa termasuk dalam aspek bidang
sosial.105
Tepung Tawar adalah salah satu tradisi yang hubungannya
tidak sekedar interaksi manusia dengan penciptanya, melainkan
salah satu kebiasaan yang juga melibatkan interaksi antar
manusia.106 Tepung tawar merupakan upacara adat yang
melibatkan orang banyak, dan sarana untuk mengumpulkan sanak
saudara. Acara tepung tawar dilaksanakan selain untuk memohon
do’a juga dijadikan sebagai sarana untuk silaturahmi, karena
tepung tawar dihadiri dan disaksikan bukan hanya keluarga dekat
saja tetapi juga melibatkan tokoh adat dan juga tetangga –
tetangga dekat.
Acara tepung tawar dihadiri oleh banyak orang, baik dari
sanak saudara, kerabat, dan juga tetangga dekat yang ikut
meramaikan acara tepung tawar yang dilakukan oleh pemilik
hajat atau tuan rumah. Selain sebagai upacara yang memiliki
tujuan utama sebagai bentuk permohonan do’a, tepung tawar juga
menjadi media berinteraksi sosial bagi masyarakat Melayu di
Tanjung Pura.
Seperti yang diketahui bahwa interaksi sosial adalah
hubungan sosial yang bersifat dinamis.107 Interaksi sosial
105Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah
dan Peradaban, (Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten
Langkat, 2014) h.23 106Mohammad Fathi Royyani, Tepung Tawar :Keanekaragaman
Hayati dan Jejak Budaya di Pegunungan Meratus, (Jurnal Biologi Indonesia,
Vol.10 No.2, 2014) h.218 107http://file.upi.edu/Direktorat/FIP/JUR.PSIKOLOGI/195009011981
032-RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf, Interaksi Sosial,
Diakses pada tanggal 11 September 2018 pukul 13.12 WIB.
memiliki dua syarat agar dapat terjadi proses interaksi sosial,
menurut Soerjono Sukanto bahwa interaksi sosial dapat terjalin
apabila adanya kontak sosial dan komunikasi.108
Dalam acara pelaksanaannya tepung tawar memenuhi
kedua syarat diatas sebagai media yang baik untuk melakukan
interaksi sosial. Pada tepung tawar pengantin contohnya, tepung
tawar dilakukan oleh kedua pihak keluarga yang kemudian secara
tidak langsung menjadi media untuk membangun rasa
kekeluargaan dini, dimana kedua keluarga sama – sama
memberikan do’a dan restu kepada kedua mempelai tanda bahwa
mereka diterima oleh dua keluarga besar yang awalnya tidak
saling mengenal.109 Selain itu acara tersebut juga dihadiri oleh
kerabat dan tetangga yang bertemu langsung bertatap muka
dengan tuan rumah untuk ikut mendoakan dihari bahagia pemilik
hajat dan ramah tamah dengan seluruh tamu undangan.
Acara ramah tamah ini dilakukan setelah acara tepung
tawar ditutup yang kemudian ditutup dengan jamuan hidangan
makanan yang disediakan oleh tuan rumah untuk para tamu yang
hadir, acara tepung tawar paling sedikit biasanya dihadiri oleh 30
sampai dengan 50 orang yang di dalamnya terdiri dari saudara
dekat, kerabat, dan tetangga yang kemudian menjadi media yang
sangat baik untuk menjalin hubungan interaksi sosial yang baik
bagi masyarakat Melayu di Tanjung Pura. Hal ini yang
108http://file.upi.edu/Direktorat/FIP/JUR.PSIKOLOGI/195009011981
032-RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf, Interaksi Sosial,
Diakses pada tanggal 11 September 2018 pukul 13.12 WIB. 109Wawancara dengan Bapak Basyaruddin (56 tahun), seorang tokoh
Agama Tanjung Pura, mantan Ketua Majelis Ulama Indonesia Kecamatan
Tanjung Pura, 29/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
menjadikan tepung tawar sebagai media menjalin tali silaturahmi
yang baik dan ikatan batin antar masyarakat terjalin dengan amat
sangat baik karena tidak ada dinding pembatas yang membatasi
hubungan sosial antar sesama masyarakat Melayu.
Walaupun tepung tawar hanya sebuah tradisi yang
menjadi bagian acara adat tepung tawar memiliki dampak
tersendiri bagi masyarakat Melayu Langkat, tepung tawar
mendekatkan keluarga yang jauh merapatkan hubungan harmonis
antar tetangga dekat maupun jauh karena lewat tepung tawar
semua saudara ikut mendoakan dan meramaikan acara dari
pemilik hajat.
C. Nilai Ekonomi
Tepung Tawar sebagai tradisi Melayu yang melibatkan
orang banyak dari berbagai profesi di dalam pelaksanaannya serta
alat dan bahan yang digunakan pada acara Tepung Tawar yang
bisa dibilang tidak sedikit tentu membutuhkan jasa orang lain
untuk mempermudah terlaksananya Tepung Tawar disetiap acara
adat Melayu.
Dalam ilmu ekonomi cukup sulit untuk menjelaskan
pengaruh dari budaya itu sendiri, namum belakangan para
ekonom mengakui bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap
kinerja ekonomi.110 Seperti pernyataan La Husny bahwa budaya
ataupun tradisi yang terus menerus dilakukan pasti memiliki nilai
- nilai kehidupan, seperti nilai ekonomi dan lainnya yang
110Adji Pratikto, Pengaruh Budaya Terhadap Kinerja Perekonomian,
(Jurnal Studi Ekonomi Atma Jaya, Vol.17, No.2, 2012) h.98
menjadikan salah satu alasan kebiasaan turun temurun itu terus
dilakukan selain untuk mempertahankan warisan budaya.111
Budaya ataupun tradisi memiliki dua sifat yaitu, yang
tidak bisa diukur atau dikenal dengan the subjective theory of
value menekankan bahwa kecenderungan individu tidak dapat
diukur dan hanya tercermin oleh perilaku. Yang kedua bersifat
konsep subjektivitas atau beliefs (keyakinan), dimana individu
atau kelompok memiliki keyakinan bahwa budaya yang mereka
lakukan terus menerus memiliki nilai – nilai yang baik sesuai
keyakinan dan kepercayaan mereka yang bersumber baik dari
agama ataupun objek yang dianggap menjadi panutan.112
Jika dilihat dari sifatnya tepung tawar lebih cenderung
kepada konsep subjektivitas, bahwa tradisi tepung tawar terus
dilakukan karena kepercayaan masyarakat suku Melayu di
Tanjung Pura bahwa tradisi ini memiliki pengaruh yang baik dan
warisan leluhur yang patut untuk terus dilestarikan tidak hanya
sebatas melestarikan budaya tetapi sekaligus media pembelajaran
bagi para generasi penerus.
Pada pelaksanaannya Tepung Tawar melibatkan penyedia
jasa tepung tawar yang biasanya sekaligus menyediakan jasa
pengiring tepung tawar113. Penyedia jasa tepung tawar juga
melibatkan penjual bunga, yang biasanya menjual segala jenis
111Sulaiman Zuhdi, Langkat Dalam Kilatan Selintas Jejak Sejarah
dan Peradaban, (Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten
Langkat, 2014) h.23 112Adji Pratikto, Pengaruh Budaya Terhadap Kinerja Perekonomian,
(Jurnal Studi Ekonomi Atma Jaya, Vol.17, No.2, 2012) h.99 113Acara Tepung Tawar khususnya dalam pernikahan, khitanan, dan
menabalkan nama anak diiringi dengan Marhaban atau barzanzi sebagai
pengiring acara penepung tawaran oleh masyarakat Melayu di Tanjung Pura.
perlengkapan tepung tawar dan juga perlengkapan lainnya.
Seluruh aspek yang dalam tepung tawar membutuhkan dana dan
memberikan keuntungan kepada banyak pihak dalam segi
finansial yang menjadi salah satu media untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
Pelaksanaan tepung tawar yang membutuhkan banyak alat
dan bahan, pada zaman dulu disediakan oleh orang yang ingin
melaksanakan acara tersebut dan sistem yang digunakan adalah
mencari sendiri semua keperluan mulai dari ramuan perinjis,
sampai ramuan penabur. Namun 20 tahun belakangan orang –
orang memiliki inisiatif untuk menyediakan alat dan bahan yang
dibutuhkan pada acara tepung tawar agar memudahkan konsumen
dan tidak memakan waktu lama untuk proses penyediaannya.
Sebagian besar pedagang bunga merintis usaha mereka
sejak tahun 1995-1998, usaha awal para pedagang bunga hanya
menjual bunga – bunga untuk kebutuhan ziarah dan juga
beberapa bunga yang digunakan sebagai obat dan bahan – bahan
lainnya. Walaupun sebagian besar adalah usaha turun temurun,
mereka membuka inisiatif karena banyaknya pelanggan yang
menanyakan beberapa bahan yang dibutuhkan untuk tepung
tawar. Penghasilan awal para pedagang bunga juga lumayan
meningkat dari penyediaan bahan – bahan untuk tepung tawar
sendiri. Omset penjualan bunga yang tadinya hanya berjumlah
ratusan ribu saat ini pendapatan penjual bunga mencapai nilai juta
perbulannya. Peningkatan penjualan terlihat signifikan apabila
musim haji dan bulan- bulan tertentu seperti masa menjelang idul
adha dan setelah idul fitri yang digunakan sebagai bulan baik
untuk melangsungkan pernikahan penjualan bunga dan
perlengkapan tepung tawar bisa naik hingga 50 persen dari
pendapatan pada hari – hari biasa.114
Saat ini masyarakat Melayu khususnya kalangan ekonomi
menengah dan kalangan ekonomi atas lebih memanfaatkan jasa
penyedia tepung tawar, ini dikarenakan dianggap lebih efisien
dan tidak repot. Hal ini dikarenakan bahan – bahan yang
digunakan dalam tepung tawar cukup rumit jika harus disiapkan
sendiri oleh tuan rumah. Sehingga tepung tawar memiliki dampak
baik terhadap kemajuan ekonomi khususnya pada pedagang
bunga dan jasa penyedia alat dan bahan tepung tawar.
Jasa penyedia alat dan bahan tepung tawar biasanya
membeli bahan – bahan langsung kepada penjual bunga, harga
untuk satu paket lengkap yang ditawarkan oleh jasa penyedia alat
dan bahan tepung tawar berkisar Rp 50.000 – Rp 100.000 untuk
satu acara adat. Mengingat banyaknya acara adat yang
menggunakan tradisi tepung tawar hal ini tentu menjadi
penghasilan yang lumayan menguntungkan bagi penyedia jasa
maupun penjual bunga langsung.
Selain penyedia jasa alat dan bahan tepung tawar , penjual
bunga juga mendapat keuntungan yang menjanjikan dari tepung
tawar sendiri, penghasilan yang didapatkan dari penjual bunga
sekitar Rp 6.000.000 – Rp 9.000.000 per bulannya dengan modal
114Wawancara dengan Bapak Gempar S. (68 tahun) seorang penjual
bunga dan perlengkapan Tepung Tawar, 09/08/2018 di Stabat, Kab. Langkat.
yang dikeluarkan sebanyak Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000
perbulannya untuk biaya tanam dan sebagainya.
Banyak pedagang bunga yang ikut merasakan manisnya
keuntungan dari kebutuhan tradisi tepung tawar ini, hal ini
berbanding terbalik ketika masyarakat masih menggunakan
sistem minta kepada tetangga dan tanam sendiri bahan – bahan
yang dibutuhkan, sehingga penghasilan pedagang bunga hanya
didapat dari orang – orang yang ingin ziarah dan juga keperluan
berobat.115
Walaupun tidak semua masyarakat Melayu menggunakan
jasa penyedia tepung tawar, masih banyak masyarakat yang lebih
senang menyediakan perlengkapan tepung tawar tanpa harus beli
ataupun dari penyedia jasa tepung tawar, namun tidak sedikit juga
pemilik hajat atau tuan rumah yang lebih suka dengan cara
praktis beli langsung kepada penjual bunga atau menggunakan
jasa penyedia tepung tawar.
Keuntungan yang dirasakan dari tradisi ini tidak hanya
berimbas kepada penghasilan pedagang bunga saja, mengingat
tepung tawar yang tidak hanya sekedar acara menabur bunga
tetapi juga di lengkapi dengan jamuan ramah tamah yang selalu
disediakan oleh pemilik hajat juga memberikan sumbangsih
terhadap penghasilan para pedagang sembako. Mengingat tepung
tawar yang dihadiri oleh banyak tamu yang terdiri dari para
kerabat dan tetangga yang ikut datang meramaikan acara, dimana
115Wawancara dengan Ibu Lisnawati (45 tahun) seorang Penyedia Jasa
Alat dan Bahan Tepung Tawar, 06/08/2018 di Suka Jadi, Kecamatan Hinai,
Kabupaten Langkat.
pemiliki hajat wajib untuk menjamu para tamunya dengan
hidangan yang baik sebagai bentuk memuliakan tamu.
71
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tepung Tawar adalah tradisi yang diteruskan dari
kebiasaan masyarakat Hindu pada masa sebelum Islam
hadir di Langkat, Tanjung Pura, Sumatera Utara. Tradisi
ini adalah cirikhas dari acara adat masyarakat Melayu
khususnya di Tanjung Pura, tradisi menabur bunga rampai
dan bertih ini diikut sertakan dalam setiap acara adat
masyarakat Melayu kecuali acara kematian, tradisi ini
memiliki makna permohonan do’a selamat kepada Allah
swt. Tradisi yang pada awalnya dipercaya sebagai
kebiasaan masyarakat Hindu ini kemudian diteruskan
hingga saat ini dengan diselaraskan oleh ajaran dan
syari’at Islam agar tidak jatuh kepada syirik. Pelaksanaan
tepung tawar dilakukan dengan menaburkan ramuan
penabur yang diiringi oleh bacaan sholawat dan
dilanjutkan dengan memercikkan ramuan perinjis yang
diiringin dengan permohonan do’a kepada Allah swt.
2. Tepung tawar yang pada mulanya adalah bukan tradisi
Islam ini, memiliki beberapa unsur keagamaan di
dalamnya baik alat dan bahan dan pelaksanaannya.
Adapaun unsur – unsur keagaaman yang terkandung di
dalam tepung tawar adalah (1) unsur Animisme, (2) unsur
keIslaman, (3) unsur kepercayaan Hindu.
72
3. Tepung tawar yang menjadi ciri khas masyarakat Melayu
ini memiliki dampak terhadap nilai – nilai kehidupan
masyarakat Melayu di Tanjung Pura. Adapun dampak
yang diberikan tepung tawar terhadap nilai – nilai
kehidupan masyarakat Melayu adalah (1) dalam nilai
agama dan moral, dimana tepung tawar sebagai salah satu
tradisi yang di dalamnya ditanamkan unsur – unsur
keIslaman yang kental dimana pada tepung tawar
diajarkan agar manusia senantiasa mengingat bahwa
pertolongan hanya bersumber dari Allah swt, dan
memuliakan orang yang lebih tua adalah sebuah
kemuliaan di mata Allah swt. (2) dalam nilai sosial tepung
tawar memberikan dampak baik bagi kerukunan hidup,
dimana tepung tawar menjadi sarana untuk
mengumpulkan sanak saudara dan tetangga dekat untuk
ikut merasakan kebahagiaan dan memberikan do’a baik
kepada tuan rumah selaku pemilik hajat, yang kemudian
menjadikan tali silaturahmi menjadi lebih erat antar
sesama. (3) tepung tawar juga memberi pengaruh dalam
bidang ekonomi khususnya pada pedagang bunga, dimana
saat ini hidup yang serba simpel membuat masyarakat
Melayu lebih tertarik untuk menyiapkan alat dan bahan
tepung tawar pada yang lebih ahli atau dikenal sebagai
penyedia jasa tepung tawar, atau langsung membeli alat
dan bahan yang diperlukan kepada penjual bunga.
73
B. Saran
Tradisi adalah bagian dari kekayaan yang kita miliki dan
poin penting yang harus selalu dijaga dan dilestarikan, penulis
berharap generasi – generasi penerus terkhusus mereka yang
bersuku Melayu lebih memahami bagaimana sejarah dan
pelaksanaan tepung tawar sebagai tradisi yang harus tetap dijaga
dan dilaksanakan sebagai warisan yang berharga bagi suku
Melayu di Sumatera Utara.
Penulis juga berharap penelitian ini dapat menjadi
motivasi penelitan selanjutnya terkait tepung tawar di segala
aspek kehidupan masyarakat Melayu di Sumatera Utara, agar
banyak bahan bacaan yang dapat dijadikan sumber informasi
kepada generasi – generasi penerus agar lebih kenal dan paham
akan budayanya.
74
75
Daftar Pustaka
Sumber Buku
Aka, Zainal Arifin.2010.Kamus Bahasa Melayu 2500 Kata.
Medan: Mitra Medan.
Aka, Zainal Arifin.2010.Langkat Dalam Sejarah dan Perjuangan
Kemerdekaan. Medan: Mitra Medan.
Aka, Zainal Arifin.2012. Adat Budaya Resam Melayu Langkat.
Medan: Mitra Medan.
Aka, Zainal Arifin.2016. Langkat Dalam Perjalanan Sejarah.
Medan: Mitra Medan.
Aka, Zainal Arifin.2016. Seni Budaya Melayu. Medan: Mitra
Medan.
Aka, Zainal Arifin.2016. Khasanah Pantun Melayu : 750 Pantun.
Sanggar Seni Pusaka Aru Teater Garis Lurus Langkat
(koleksi pribadi).
Aka, Zainal Arifin.2016. Kumpulan Pantun Melayu. Medan:
Koleksi Pribadi
Al-Hadi, S. A.1980. Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pelajaran Malaysia.
Alimanda.1980.Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma
Ganda.Jakarta : Rajawali Press.
Arifin, Tajul. 2014. Metodologi Penelitian Sejarah, Teori,
Metode, Contoh Aplikasi. Bandung : Pustaka Setia.
As, Burhan.1990. Kisah Puteri Hijau. Medan: Badan
Pengembangan Perpustakaan Daerah Tingkat I Sumatera
Utara.
76
Abdurrahman, Dudung.1999.Metode Penelitian Sejarah.Ciputat :
PT Logos Wacana Ilmu.
Basyarsyah, Tengku Luckman Sinar.2005. Adat Budaya Melayu
Jati Diri dan Kepribadian. Medan: FORKALA.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat.2017.Kecamatan
Tanjung Pura Dalam Angka 2017. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Langkat : 2017.
Dahlan, Ahmad. 2014. Sejarah Melayu. Jakarta: Gramedia.
Darajat, Zakiyah, dkk.1996.Perbandingan Agama 2.Jakarta :
Bumi Aksara
Farizal Nasution, A. B. 2014. Budaya Melayu. Medan: Badan
Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Gusti, O K.1971.Pokok –pokok Acara Adat Istiadat Perkawinan
Suku Melayu Pesisir Sumatera Timur.Medan : Tidak ada
Penerbit
Husin, Djohar Arifin.2013.Sejarah Kesultanan Langkat.Medan :
Yayasan Bangun Langkat Sejahtera
Marsden, William.2013.Sejarah Sumatera.Jakarta : Komunitas
Bambu.
Nasution, Farizal.2012.Upacara Adat Melayu di Sumatera
Utara.Medan : Mitra Medan
Peursen, Van.1988.Strategi Kebudayaan. Yogyakarta :
KANISIUS
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah.1976-
1977.Sejarah Daerah Sumatera Utara. Medan
Pujileksono, Sugeng.2015.Pengantar Antropologi : memahami
realitas budaya.Malang : Intrans Publishing
77
Sayani, Mustafa & Muzakkir Aris.2004.Hadits – Hadits Pilihan,
Dalil Dalil Enam Sifat Para Sahabat. Bandung : Pustaka
Ramadhan.
Sinar, Tuanku Luckman.2001.Adat Perkawinan dan Tata Rias
Pengantin Melayu.Medan : Lembaga Pembinaan dan
Pengembangan Seni Melayu.
Sjah, O.K Moehad.2012.Adat Perkawinan Masyarakat Melayu
Pesisir Sumatera Timur. Medan : USU Press.
Sjamsuddin, Helius. 2016. Metodologi Sejarah. Yogyakarta :
Penerbit Ombak.
Widagdio, Djoko.1994.Ilmu Budaya Dasar.Jakarta : Bumi
Aksara
Zuhdi, Sulaiman.2014.Langkat Dalam Kilatan Selintan Jejak
Sejarah dan Peradaban. Stabat Kantor Perpustakaan
Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Langkat.
Sumber Skripsi
Amri, Hulul.Eksistensi Tepuk Tepung Tawar Dalam Upacara
Pernikahan Masyarakat Melayu di Desa Resun Pesisir
Kabupaten Lingga.Skripsi. Tanjung Pinang : Universitas
Maritim Raja Ali Haji Tanjung Pinang.2016
Islami, Intan Permata.Nilai – nilai Islam Dalam Upacara Adat
Perkawinan Etnik Gayo (Kabupaten Aceh
Tengah).Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.2018
Kristanto, Veryan.Chinese Culture Center di Yogyakarta.Skripsi.
Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta.2011
Lestari, Rani.Kampung Babussalam di Tanjung Pura Langkat
Sumatera Utara.Skripsi, Yogyakarta : Universitas Sunan
Kalijaga Yogyakarta.2016
78
Saadah.Makna Simbolik Dalam Tari Blenggo di Ciganjur.Skripsi.
Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.2018
Umam, Chairul.Makna Simbolis Sarana Persembahyangan
Agama Hindu.Skripsi. Jakarta : Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.2014
Widyastuti.Tradisi Langkahan Dalam Perspektif Hukum Islam
(Studi di Dusun Ngringin, Desa Jatipurwo, Kecamatan
Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, Jawa
Tengah).Skripsi.Malang : Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim Malang.2011
Sumber Jurnal
Damanik, Ramlan. 2002. Fungsi dan Peranan Upacara Adat
Perkawinan Masyarakat Melayu Deli.Digital Librari
USU.
Hamidah. 2014. Nilai – Nilai Moral Dalam Adat Perkawinan
Melayu Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat,
Sumatera Utara. Jurnal Tazkir, Vol.9 No. 1.
Mega Fitriani Handayani Nasution, D. W. 2014. Pelestrarian
Kawasan Tanjung Pura Sebagai Aset Wisata di
Kabupaten Langkat. Jurnal RUAS, Vol 12 No.2.
Pratikto, Adji. 2012. Pengaruh Budaya Terhadap Kinerja
Perekonomian. Jurnal Studi Ekonomi Atma Jaya, Vol.17
No.2.
Royyani, Mohammad Fathi. 2014. Tepung Tawar
:Keanekaragaman Hayati dan Jejak Budaya di
Pegunungan Meratus. Jurnal Biologi Indonesia, Vol.10
No.2. (media.neliti.com).
79
Sumber Web
https://www.langkatkab.go.id. Iklim dan Wilayah Pemerintah
Kabupaten Langkat (Badan Pusat Statistik Kabupaten
Langkat 2014).Diakses pada tanggal 22 Mei 2018 pukul
11.15 WIB.
Hasan,Ridwan.2012.Kepercayaan Animisme dan Dinamisme
Dalam Masyarakat Aceh.
https://www.download.portalgaruda.org diakses pada
tanggal 15 Juli 2018 pukul 13.03 WIB.
http://file.upi.edu/Direktorat/FIP/JUR._PSIKOLOGI/1950090119
81032-
RAHAYU_GININTASASI/INTERAKSI_SOSIAL.pdf.
Interaksi Sosial. Diakses pada tanggal 11 September 2018
pukul 13.12 WIB.
https://goo.gl/images/H1ihTT . Berita Sumut, Sejarah Kabupaten
Langkat. Porta Berita Sumut. 2015, Diakses pada tanggal
23 Agustus 2018 pukul 12.42 WIB.
www.riaudailyphoto.com/2011/12/prosesi-adat-perkawinan-
melayu-riau.html?m=1. Prosesi Adat Perkawinan Melayu
Riau. Diakses pada tanggal 13 Agustus 2018 pukul 15.29
WIB.
https://tanjungbalaiwatch.wordpress.com//2011/10/14/tepung-
tawar-upah-upah/. Tanjung Balai Watch, Tepung Tawar
dan Upah - upah. Diakses pada tanggal 23 Mei 2018
pukul 21.22 WIB.
https://kbbi.web.id/tradisi.html. Diakses pada tanggal 22 Oktober
2018 pukul 20.51 WIB.
80
Sumber Wawancara
Wawancara dengan Bapak Zainal Arifin Aka (56 tahun), seorang
sejarawan Langkat, mantan kepala Kantor Kebudayaan
dan Kepariwisataan Kabupaten Langkat, 21/05/2018 di
Pangkalan Brandan.
Wawancara dengan Bapak Basyaruddin (56 tahun), seorang
tokoh Agama Tanjung Pura, mantan Ketua Majelis Ulama
Indonesia Kecamatan Tanjung Pura, 29/06/2018 di
Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
Wawancara dengan Bapak Muhammad Sis (54 tahun), seorang
Staff Kantor Kebudayaan dan Kepariwisataan Kabupaten
Langkat, 03/06/2018 di Tanjung Pura, Kabupaten
Langkat.
Wawancara dengan Ibu Lisnawati (45 tahun) seorang Penyedia
Jasa Alat dan Bahan Tepung Tawar, 06/08/2018 di Suka
Jadi, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat.
Wawancara dengan Bapak Gempar S. (68 tahun) seorang penjual
bunga dan perlengkapan Tepung Tawar, 09/08/2018 di
Stabat, Kab. Langkat.
81
LAMPIRAN-LAMPIRAN
82
83
Gsmbar 1. Bacaan Barzanji
(Sumber: Majmu’ah, Jakarta: Darul Hikmah (tidak ada tahun
terbit))
84
85
Gambar 2. Bacaan Marhaban
(Sumber: Barzanji Terjemahan Indonesia,Medan: Sumber Ilmu
Jaya,1991)
86
Gambar 3. Bacaan Do’a Penutup Barzanzi dan Marhaban
(Sumber: Majmu’ah, Jakarta: Darul Hikmah (tidak ada tahun
terbit))
87
88
89
Gambar 4. Daun Silinjuhan (cordyline fruticosa l.a. cheva)
(Sumber: http://tanaman--herbal.blogspot.com/2015/03/manfaat-
tanaman-andong-cordyline.html?m=1, Diakses pada tanggal 22
Oktober 2018 pukul 17.47 WIB)
Gambar 5. Daun Ganda Rusa (justicia gendarussa)
(Sumber: http://www.tanobat.com/gandarusa-ciri-ciri-tanaman-
serta-khasiat-dan-manfaatnya.html, Diakses pada tanggal 22
Oktober 2018 pukul 17.51 WIB)
90
Gambar 6. Daun Sepenuh (eurycles ambourensis)
(Sumber:http://puakmelayu.blogspot.com/2010_03_18_archive.ht
ml?m=1, Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 18.39
WIB)
Gambar 7. Daun Jejurun (starcytarpheta folia)
(Sumber:http://puakmelayu.blogspot.com/2010_03_18_archive.ht
ml?m=1, Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 18.39
WIB)
91
Gambar 8. Daun Sedingin (kalanchoe pinnata)
(Sumber:http://puakmelayu.blogspot.com/2010_03_18_archive.ht
ml?m=1, Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 18.39
WIB)
Gambar 9. Daun Sipulut (urena lobata l.)
(Sumber: http://tipspetani.blogspot.com/2016/11/peranan-pohon-
dadap-sebagai-penaung.html?m=1, Diakses pada tanggal 22
Oktober 2018 pukul 18.33 WIB)
92
Gambar 10. Daun Sambau (eleusine indica)
(Sumber:http://puakmelayu.blogspot.com/2010_03_18_archive.ht
ml?m=1, Diakses pada tanggal 22 Oktober 2018 pukul 18.39
WIB)
Gambar 11. Ramuan penabur dan ramuan perinjis
93
Gambar 12. Tepung Tawar dalam acara Khitanan
Gambar 13. Tepung Tawar dalam acara pernikahan Melayu
94
Gambar 14. Tepung Tawar dalam acara malam berinai
(Sumber: www.riaudailyphoto.com/2011/12/prosesi-adat-perkawinan-melayu-
riau.html?m=1, Diakses pada tanggal 18 Agustus pukul 15.29 WIB)
Gambar 15. Tepung Tawar dalam acara menabalkan nama
95
Gambar 16. Tepung Tawar sebelum berangkat Haji
Gambar 17. Tepung Tawar sebelum berangkat Umroh
(Sumber: https://tanjungbalaiwatch.wordpress.com//2011/10/14/tepung-
tawar-upah-upah/.Diakses pada tanggal 23 Mei 2018 pukul 21.22 WIB)
96
Gambar 18. Tempat penjual bunga tepung tawar
Gambar 19. Tampak salah satu penjual bunga tepung tawar
97
Gambar 20. Salah satu pembeli bunga dengan penjual bunga
98
99
Hasil Wawancara
Narasumber : Zainal Arifin Aka
Waktu : 21 Mei 2018
Tempat : Jln. Pangkalan Brandan
Jabatan : Tokoh Adat Melayu Langkat
Tanya : Bagaimana Melayu datang ke Tanjung Pura untuk yang
pertama kali ?
Jawab : “Untuk Melayu datang ke Tanjung Pura kita tidak tau
pasti kapan, karena sudah berkembang, karena kalau kita
mengambil sejarahnya melayu itu kan dari India belakang iya
kan. Di daerah Tibet kawasan Nepal kan begitu, (ehem) mereka
berada di kaki gunung Himalaya, jadi ee apa namanya mereka
ketika antara tahun 2500 – 1500 SM. Jadi mereka itu apa
namanya ee, ketika itu kan banyak meletus gunung – gunung
yang ada di Himalaya sementara mereka di kaki gunung
himalayakan, anak – anak gunung Himalaya. Nah itu mereka
(cikal bakal melayu) terganggu, kemudian datangnya pasukan
Yunani tentara Yunani yang ingin menguasai daratan India, jadi
kadang – kadang melintas perang segala macam seakan – akan
kehidupan mereka jadi terganggu. Maka dari situ mereka sudah
eksodus meninggalkan daratan itu daratan malay, pada mula kan
nama perkampungannya kan meleyen. Tentara – tentara Yunani
menyebut mereka itu suku moloy. Jadi mereka itu kan sudah apa
namanya berbudaya sudah pandai bikin perahu segala macam,
jadi berangkatlah mereka berperahu, nah yang berperahu ini lah
100
yang mampir di pulau Sumatera, pulau Jawa, Kalimantan, ee
Sulawesi sebagian, kemudian apanamanya kepulauan Filiphin
sebagiannya, semenanjung Malaysia. Nah mereka yang berjalan
kaki yang berkuda, yang ber apa namanya ber gajah dan
sebagainya itulah mereka mampir akhirnya menjadi masyarakat
Thailand, Kamboja, ee Vietnam, Myanmar dan sebagainya.
Maka dikatakan Asia Tenggara ini adalah ber etnis Melayu ya itu,
jadi dalam perkembangannya kita ga tau kapan pasti tahunnya,
semenjak itu kan mulai berkembang pindah kesana mengisi sana
mengisi dimana tempat yang aman mereka tinggal
berkembanglah akhirnya terjadi perkawinan beranak cucu dan
sebagainyakan, berkembang ini kan berpuak – puak ini. Akhirnya
sebahagian ada yang disana disini dan sebagainya dan akhirnya
sampailah ke Tanjung Pura, kita ga tau pasti ke Tanjung Pura itu
kapan mereka masuk ya ga tau pasti. Tapi setelah berkembang
itulah mereka masuk, apalagi Tanjung Pura ini kan termasuk
pinggiran ya jadi termasuk apa ya namanya ya pinggiran pantai
la, Babalan ini pinggiran pantai. Jadi orang – orang pendatang itu
selalu pantai dulu kan, baru ke gunung. Maka itu orang – orang
gunung itu Karo la itu katakana, itu sebenarnya dikatakan suku
Melayu, Melayu Tua termasuk Batak dan sebagainya. Jadi Abad
ke 7 ketika Islam masuk, yang mana pada awalnya mereka kan
belum beragama, dimana sebagian hindu dan kemudian
kepercayaan animism dan sebagainya, jadi ketika agama masuk,
Islam masuk secara menyeluruh orang – orang pantai ini
menerima dan memeluk Islam, sebagian mereka yang orang –
orang Melayu Tua yang tidak mau memeluk agama Islam mereka
101
lari ke gunung itulah orang Karo atau orang Batak dan
sebagainya la. Nah dimana bukti bahwa mereka dulu adalah
orang – orang Hindu adalah pada 30 tahun yang lalu masih
ditemukan candi – candi di daerah Karo yang membuktikan
bahwa mereka adalah penganut Hindu. Nah inilah yang bisa
disebut dengan perkembangannya. Untuk Tanjung Pura itu abad
16 kotanya sudah ada, nama kotanya kota Pati nah pada abad 17
barulah berubah menjadi nama Tanjung Pura.
Tanya : Kalau makna tradisi Tepung Tawar sebelum adanya
Islam ?
Jawab : Kalau untuk Tepung Tawar sendiri memang peninggalan
dari Hindu, Tepung Tawar, Inai yakan gitu, dulu Tepung Tawar
itu kan apa namanya ee asalnya itu ada bertih, ada beras kuning,
beras putih, dan sebagainya ada inai kemudian ada namanya ini
bedak sejuk, itu ya bedak putih dan sebagainya. Nah belakangan
timbul suatu protes, dikatakan bahwa Tepung Tawar itu adalah
bid’ah, dikatakan mubadzir timbulah ini itu dan sebagainya. Jadi
kalau saya tetap bertahan, biarkan lah orang katakana bid’ah biar
katakan mubadzir dan sebagainya. Tapi saya bertahan kepada sisi
adat, itu Tepung Tawar jika sudah kita gunakan itu bukan
dibuang, oleh si tuan rumah ini dikumpulkan lagi atau masyarakat
yang tau dia minta izin dia kumpulkan lagi ya kumpulkan lagi itu
bunga – bungaan, itu kan ada pandan apa namanya apa bunga
rampai ya itu disiramkan ke pohon ke tanaman nah ini yang
dikasinya juga kebinatang malah binatangnya sehat dan gemuk,
ga kena penyakit dan yang disiramkan ketumbuhan itu tumbuh
subur, nah ini jadi saya secara logika pernah meneliti itu, kenapa
102
dikasi ini ayam jadi sehat kemudian kepada ini kok tumbuhan
subur kan gitu.
Itu pernah saya teliti, jadi salah satunya itukan Tepung Tawar itu
do’a jadi sisa do’a la itu kira – kira terkena kepada tumbuhan dan
sebagainya. Ke dua kenapa ayam menjadi sehat rupanya bertih itu
dengan beras kuning, kuningnya itu kunyit itu merupakan obat
bagi ayam kan itu kan apanya, makanya ayam sehat dan
sebagainya itu kira – kira apanya ya. Apa tadi pertanyaannya ya ?
Tanya : Makna Tepung Tawar bagi penganut Hindu Budha dulu
ini apa ya pak ?
Jawab : Maknanya juga suatu do’a juga, do’a menurut mereka.
Tapi setelah islam masuk baru kita selaraskan kepada do’a
menurut Islam.
Tanya : Berarti sama – sama memiliki makna untuk do’a selamat
ya pak ?
Jawab : iya untuk do’a selamat itu aja tujuannya, sedangkan inai
memiliki manfaat untuk menghambat masuknya gangguan –
gangguan jin, setan, ibliskan. Tapi sekarang tujuannya itu juga
sebagai pelindung diri (tepung tawar) kepada Allah dimana
Tepung Tawar ini sebagai perantara.
Tanya : Kalau untuk pelaksanaannya pak, apakah ada perbedaan
disetiap acara adatnya, seperti di pernikahan, khitanan, apakah
ada perbedaan pelaksanaan ?
Jawab : ada perbedaan, misalnya kalau orang khitan kalau orang
apa namanya ee pesta perkawinan , begitu juga orang berangkat
haji ada yg tidak sama misalnya orang turun bibit itu pakai
tepung tawar juga tapi pelaksanaannya tidak pakai ini penabur,
103
tapi pakai pemercik, maka dalam turun bibit itu air yang
dicampur jeruk purut itu dibuat lebih banyak dari pada pemercik
yang ada di acara lainnya. airnya itu kan jeruk campur itu jadikan
mudah – mudahan dipercik itu kena dengan bibit lalu basah
diharapkan dengan itu bibit menjadi subur.
Tanya : kalau Tepung Tawar menabalkan anak ?
Jawab : aa sama, hanya itu saja yang beda (Tepung Tawar
membuka lahan / turun bibit), kemudian tepung tawar apa,
kawasan hutan, misalnya ada budaya Melayu mengatakan
ngereba atau yang sedang mencari pekerjaan, biasanya bertani
maka dicarilah tanah, tanah itu di apanamanya itu hutan itu di
bersihkan, jadi untuk buka hutan itu dikatakan dalam Melayu itu
Ngerebah asal katanya mereba atau merebahkan pohon – pohon ,
rumput – rumput kan gitu kan merebah – merebah. Itu memang
sebelum apanamanya sebelum hutan itu di rebahkan, itu
pinggirnya dipagari itu tadi tapi tidak pakai bunga – bungaan tapi
hanya airnya aja air percikan sambil jalan keliling sambil baca
sholawat.
Tanya : untuk alat dan bahan apakah ada perbedaan dengan masa
Hindu dan setelah Islam datang ?
Jawab : kalau pada masa dulu beras pakai, beras kuning , beras
putih, bertih juga pakai tapi tidak pakai air jeruk purut dan 7
macam daun tetapi langsung memercik menggunakan tangan
saja.
Tanya : apakah orang melayu punya nilai – nilai pandangan
hidup yang dijadikan pegangan pak ?
104
Jawab : di Melayu itu kan ada Sembilan jati diri Melayu itu lah
yang menjadi gambaran dari jati diri masyarakat Melayu. Bisa
dilihat di buku yang sudah saya tulis.
Tanya : apakah Tepung Tawar sebagai ikon penting Melayu
memiliki pengaruh terhadap perumusan Sembilan Jati Diri
Melayu ini pak ?
Jawab : Tentu ada pengaruhnya, karena adanya perkembangan
secara psikologi dan kejiwaan.
105
Hasil Wawancara
Narasumber : Basyaruddin
Waktu : 24 Mei 2018
Tempat : Jln. Medan – Tg. Pura
Jabatan : Ketua MUI Kecamatan Tanjung Pura
Tanya : Apa makna Tepung Tawar sebelum dan sesudah Islam
datang ?
Jawab : kalau untuk makna sebenarnya tidak ada perbedaan
karena hakikatnya tepung tawar adalah sebagai permohonan do’a
selamat kepada Allah swt, kalau dulu untuk permohonan kepada
dewa – dewa atau sejenisnya
Tanya : kalau untuk alat dan bahan dari dulu sampai saat ini apa
ada perbedaan ?
Jawab : kalau dulu itu pakai beras, pakai bunga atau bertih,
seperti yang kita tau sebenarnya dulu tepung tawar itu masa
kepercayaan sebelum Islam menggunakan kemenyan yang
sebenarnya itu berasal dari getah kayu, yang fungsinya untuk
memanggil ruh, ini kepercayaan animisme ya sebelum Islam
yang tujuannya agar ruh itu datang dan memberikan keberkahan.
Kemudian mucul lah sesudah adanya Islam, ee saya awali Islam
kan masuk dan datang itu menyebarkan agama dan untuk
memberi pengaruh kepada orang yang bukan Islam, misalnya ada
ulama atau wali songo segala macem itu tugasnya memberi
pengaruh, seperti dulu ada kepercayaan animism – animism itu
supaya percaya kepada Islam, jadi contohnya begini ada ruh
106
dikatakan tadi kemenyan itu dengan wanginya menjemput ruh,
kan sampai sekarang orang percaya itu, tapi dalam Islam
sebenarnya wangi – wangi itu dianjurkan, sunnah hukumnya ya
asal tidak menggunakan yang haram. Nah wangi – wangian itu
untuk supaya malaikat hadir di tengah – tengah kita begitulah kira
– kira. Jadi tepung tawar ini , dalam adat melayu suatu do’a tapi
itu do’a perbuatan dimana dalam tepung tawar menggunakan
bahan – bahan yang memiliki khasiat dan makna yang diharap
membawa kepada keberkahan.
Dan bahan yang digunakan itu nantinya tidak dibuang melainkan
diberikan kepada hewan dan di sebar kepada tanaman sehingga
tidak mubazir. Jangan difikir bahwa tepung tawar itu hanya
mainan saja, tidak. Tepung tawar disetiap alat dan bahan itu ada
harapan dan do’a untuk orang yang diberi tepung tawar. Seperti
dalam pernikahan tepung tawar diselipkan do’a semoga
pasamgan ini bahagia dan segala macem, yang ditujukan kepada
Allah swt, dan diiringi dengan sholawat, jadi tidak ada sia –
sianya tepung tawar ini. Seperti suku – suku lainnya pasti punya
tradisi masing – masing begitu juga kita sebagai orang Melayu
untuk terus mempertahankan tradisi, rasanya tidak lengkap jika
tepung tawar tidak dilaksanakan.
Tanya : Kalau untuk pelaksanaan apakah ada perbedaan dari
dulu sampai saat ini ?
Jawab : sebenarnya kita melayu ini hanya melanjutkan apa yang
sudah ada, tapi kalau ada yang tidak bagus dibuang, ee kalau kita
ke animism pula memohon di depan pohon sampai memberi
penawar itu yang kita tinggalkan. Begitulah Islam mengatur
107
sebagaimana yang diketahui Melayu itu identic dengan Islam.
seperti kemenyan saat ini sudah tidak dipakai lagi karena nanti
jatuhnya untuk memanggil arwah dan syirik makanya itu
ditinggalkan.
Tanya : digunakan disetiap acara apa saja tepung tawar pak ?
Jawab : karena dia do’a selamat sebenarnya bisa digunakan
diacara apa saja, tapikan lebih umumnya pernikahan, membuka
lahan, dan sebagainya. Jadi prinsipnya tepung tawar ini do’a yang
diiringi perbuatan, penggambaran dari do’a itu harus diiringi
usaha begitulah istilahnya. Kenapa orang dulu kalau buka lahan
sumur atau lahan tidak ada masalah sampai waktu yang lama,
karena orang dulu percaya do’a itu punya kekuatan yang sangat
kuat, dan memberi penawar sebagai pengusir hal – hal buruk.
Karena alat dan bahannya memiliki khasiat masing – masing
dimana diantaranya untuk mengusir jin dan setan, agar tidak
mengganggu.
108
Hasil Wawancara
Narasumber : M.Sis
Waktu : 03 Juni 2018
Tempat : Tanjung Pura, Jln. Karantina Gang Jambu
Jabatan : Anggota Bidang Kesejarahan
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Langkat
Tanya : Apakah ada perbedaan nama Tepung Tawar pada zamah
dahulu dan sekarang ?
Jawab : Untuk perbedaan nama sebenarnya tidak ada
Tanya : Apakah ada hak paten yang menyatakan bahwa Tepung
Tawar adalah tradisi Melayu Langkat pak ?
Jawab : kalau untuk hak paten untuk ini tidak ada, hanya diakui
saja bahwa tepung tawar itu adat istiadat kaum melayu, tetapi jika
upah –upah namanya itu orang mandailing, semua suku di
Sumatera ini rata – rata pake tepung tawar hanya namanya saja
yang berbeda dimana sebenarnya adat ini sama hanya saja ketika
dia bercampur dengan Islam kemudian di dalamnya disesuaikan
dengan hukum Islam dan menjadi tradisi Islam khususnya bagi
masyarakat Melayu di Tanjung Pura ini. Karena pada dasarnya
ini adalah serapan dari tradisi Hindu dimana unsur – unsur agama
Hindu sebenernya lebih terlihat.
Tanya : Apakah ada penjelasan yang pasti terkait perubahan
tepung tawar sendiri dari tradisi Hindu kemudian menjadi tradisi
Islam ?
109
Jawab : untuk penjelasan kapan dan tahun berapanya kita tidak
tahu yang mana yang jelasnya, ada yang bilang abad ke 7 ada
yang bilang abad ke sekian kan gitu. Sehingga kita tidak bisa
pastikan kapan pastinya berubah sistem tradisi ini dari Hindu ke
tradisi Islam,karena Islam itu masuk sistemnya ada 3 kan,
merubah secara drastis dalam masalah akidah, kemudian
mencampurkan hukum Islam dengan hukum adat itu seperti pada
tepung tawar yang bukan tradisi Islam dia tidak ditolak tapi
disesuaikan. Kemudian lagi menerima dia yang tidak melanggar
syari’at dan akidah, jika dia tidak bertentangan ya kita terima,
Islam menerima ya bukan kita.
Tanya : untuk tepung tawar sendiri apakah memiliki nilai
ekonomi pak ?
Jawab : tentu saja ada, pada zaman dahulu memang tepung tawar
alat dan bahannya disediakan langsung oleh tuan rumah atau
pemilik hajat, nah belakangan tepung tawar saat ini sudah ada
penyedia jasanya seperti yang kita kenal dengan anggota
marhaban pengiring tepung tawar mereka yang menyediakan
kemudian tuan rumah hanya tinggal membayar sesuai harga yang
sudah ditentukan. Selain itu sekarang bunga rampai dan
sebagainya itu diperjual belikan tidak seperti dulu yang tanam
sendiri dan istilahnya tidak bayarla kalaupun butuh tapi sekarang
tidak.
110
111
Hasil Wawancara
Narasumber : Lisnawati S.PdI
Waktu : 06 Agustus 2018
Tempat : Psr. IX Desa Suka Jadi
Jabatan : Penyedia Jasa Tepung Tawar
Tanya : Ibu dari tahun berapa menjadi penyedia jasa tepung
tawar ?
Jawab : Sejak tahun 1996
Tanya : Sebelum ada jasa penyedia tepung tawar, alat dan
bahannya yang menyediakan siapa bu ?
Jawab : Tuan rumah yang menyediakan semuanya
Tanya : Untuk tarif bayaran per acaranya, apakah jumlahnya
ditentukan ?
Jawab : Untuk tarif karena saya juga sebagai pemilik Marhaban
yang mengiringi acara tepung tawar bayaran disatukan dengan
bayaran Marhaban tapi untuk bunga sendiri biasanya
menghabiskan dana sekitar 50.000 rupiah, itu sudah lengkap dari
ramuan penabur dan perincis. Awal mula saya menyediakan jasa
ini dulu sempat ketika acara tepung tawar tuan rumah lupa
menyediakan perlengkapan yang mau dipake untuk tepung tawar,
dari situ muncul ide saya untuk menyediakan jasa ini supaya
dapat mempermudah tuan rumah dalam melaksanakan acaranya
begitu.
Tanya : kalau dulu siapa yang menyediakannya bu ?
112
Jawab : dulu sebelum ada ini, tukang bunga belum ada yang jual
perlengkapan tepung tawar jadi kalau ada orang yang mau buat
acara ya bunga dan segala macamnya itu cari sendiri mulai dari
bunganya, bertihnya, daun –daunannya segala macam la itu minta
ketetangga atau ada juga yang memang tanam sendiri pokoknya
tuan rumah yang menyediakan. Tapi belakangan karena banyak
yang harus disediakan jadi tuan rumah sering lupa dan acara
tepung tawar jadi terbengkalai maka dari itu saya punya ide untuk
menyediakan jasa penyedia tepung tawar ini.
113
Hasil Wawancara
Narasumber : Gempar S
Waktu : 9 Agustus 2018
Tempat : Wampu, Kab. Langkat
Jabatan : Penjual Perlengkapan Tepung Tawar
Tanya : Dari tahun berapa bapak mulai berjualan ?
Jawab : kurang lebih sudah hampir sepuluh tahun, kalau saya
sendiri ini meneruskan usaha turun temurun keluarga dan karena
kebetulan juga kemampuanya hanya ini.
Tanya : ada peningkatan tidak pak dari tahun ketahun misalkan
dulu tidak pakai pegawai sekarang mempekerjakan pegawai atau
dalam bidang penghasilan dan omset ?
Jawab : kalau peningkatan ada, penghasilan setiap tahunnya naik
walaupun tidak terlalu banyak apalagi penjualan itu naik kalau
musim nikah dan naik haji karena banyak orang buat acara. Kalau
omset sebulannya itu bisa dapat 4 – 5 juta untuk bunga tepung
tawar aja. Kalau pegawai karena ini kita urus sendiri jadi saya
tidak pakai pegawai paling saya dibantu anak dan istri saja, tapi
semenjak istri meninggal saya dan anak perempuan saya saja
yang mengelola
Tanya : kalau untuk bunga bapak tanam sendiri ?
Jawab : bunga kita ambil dari orang, tidak tanam sendiri udah
ada yang khusus tanam biasanya orang – orang tanam bunga di
rumahnya nanti dia jual kekita gitu.
114