teori-teori
DESCRIPTION
teori etika dan profesi hukumTRANSCRIPT
TEORI-TEORI ETIKA
Teori-teori etika yakni:
1. Idealisme-etis
Istilah “idealisme” muncul dalam wacana cabang filsafat ontologi. Dalam konteks itu,
idealisme dipandang sebagai paham yang meyakini hakikat sesuatu yakni adalah ide atau
gagasan, bukan materi. Dalam perkembangannya, idealisme diyakini memiliki implikasi-
implikasi secara etis, sehingga lahir pandangan tentang idealisme-etis.
Idealisme dalam kancah ontologi bertolak dari pemikiran bahwa manusia adalah makhluk
yang memiliki ide dan idelah yang mempengaruhi materi (pengalaman), bukan sebaliknya.
Dalam hal ini idealisme tidak bermaksud untuk mengingkari keberadaan materi, hanya saja
untuk mengetahui materi itu, orang terlebih dulu menggunakan idenya. Idealisme
menekankan akal pikir sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, dan bahkan
menganggap bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangakan materi adalah akibat
yang di timbulkan oleh akal pikir atau jiwa.
H. De Vos, membedakan idealisme menjadi tiga, yakni :
Idealisme rasionalistis
Idelisme rasionalistis, beranggapan bahwa rasio atau akal budi manusialah yang
mengenal norma-norma dalam bersikap dan berperilaku bagi seorang manusia. Rasio
memberikan pengertian tentang mana yang baik dan buruk, sehingga manusia menjadi tahu
apa yang boleh dan tidak boleh dikerjakan. Idealisme rasionalistis menyatakan bahwa rasio
berperan dalam menentukan tujuan perilaku manusia. Dalam praktik, rasio manusia terbukti
tidak dapat menetapkan tujuan dari perilakunya. Rasio hanya menunjukkan bagaimana
mencapai tujuan. Tujuan perilaku manusia adalah urusan praktik, bukan teoritik yang dapat
ditetapkan terlebih dahulu menurut rasio.
Idealisme estesis
Disisi lain menyatakan bahwa alam ini termasuk manusia, hidup dalam keselarasan
yang estetik. Manusia (mikrokosmos) adalah bagian dari jagad alam yang luas
(makrokosmos). Tujuan dari setiap perilaku manusia adalah keinginan untuk hidup selaras
dengan alam itu. Ide inilah yang menggerakkan sekaligus memberi bentuk setiap perilaku
manusia.
Idealisme etis
Idealisme etis memandang manusia sebagai makhluk etis, yang memiliki kesadaran
moralitas. Manusia adalah makhluk yang senantiasa memberikan penilaian terhadap sikap
dan perilakuknya. Nilai-nilai yang dianggap baik itu kemudian dijadikan norma untuk
menuntun sikap dan perilaku manusia.
Penerapan teori idealisme-etis ini dapat dilihat dalam pribadi mahasiswa,
mahasiswa sebagai agent of change dituntut untuk memiliki jiwa idealis didalam
kehidupannya sehari-hari. Contohnya ketika kita diminta untuk mengerjakan tugas dari
dosen. Kemudian disaat yang bersamaan teman kita mengajak kita untuk hange out dan
menyuruh untuk copy paste tugas yang diberikan dari internet. Namun karena kita
mempunyai prinsip bahwa copy paste merupakan sebuah kejahatan dan bukti bahwa kita
tidak menghargai karya orang lain sebagai karyanya, oleh karena itu kita menolaknya.
Contoh lain penerapan idealisme ialah ketika seorang Hakim yang dihadapkan kasus
korupsi, kemudian tersangka kasus korupsi tersebut memberikan sejumlah uang dan mobil
keluaran terbaru agar ia dapat dibebaskan. Namun, karena hakim tersebut dari kecil telah
memiliki pikiran bahwa menerima suap adalah perbuatan yang buruk dan tidak terpuji,
makan hakim tersebut menolaknya.
2. Deontologisme-etis
Etika Deontologi adalah sebuah istilah yang berasal dari
kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban dan ‘logos’ berarti
ilmu atau teori. Menurut etika deontologi, suatu tindakan
dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai
atau tidak dengan kewajiban. Karena bagi etika deontologi
yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah
kewajiban. Dengan kata lain, suatu tindakan dianggap baik
karena tindakan itu memang baik pada dirinya sendiri,
sehingga merupakan kewajiban yang harus kita lakukan.
Sebaliknya, suatu tindakan dinilai buruk secara moral sehingga
tidak menjadi kewajiban untuk kita lakukan. Bersikap adil
adalah tindakan yang baik, dan sudah kewajiban kita untuk
bertindak demikian. Sebaliknya, pelanggaran terhadap hak
orang lain atau mencurangi orang lain adalah tindakan yang
buruk pada dirinya sendiri sehingga wajib dihindari.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama,
dan sekarang merupakan salah satu teori etika yang
terpenting karena agama merupakan salah satu pendekatan
mengenai etika yang terpenting dan mudah diterapkan.
Pandangan-pandangan tentang deontologisme-etis:
1. Deontologisme, adalah inti dari perilaku baik harus
didorong oleh itikad (kehendak) yang baik. Idikad baik
muncul karena memang kewajiban atau yang lainnya
(Immanuel Kant).
2. Teori deontologis ini sering disebut dengan etika
peraturan, etika peraturan menyingkirkan salah satu
pengertian moral yang paling hakiki yaitu paham
tanggung jawab. Dalam etika peraturan paham tanggung
jawab tidak muncul, karena yang dipertanyakan adalah
“Apakah orang itu taat terhadap peraturan atau tidak?”.
(Franz Magnis-Suseno)
Contoh Etika Deontologi :
1. Jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu
dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.
2. Suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan
itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya melainkan karena tindakan itu sejalan
dengan kewajiban si pelaku untuk misalnya memberikan pelayanan terbaik untuk
semua konsumennya, untuk mengembalikan hutangnya sesuai dengan perjanjian ,
untuk menawarkan barang dan jasa dengan mutu sebanding dengan harganya.
3. Teleologisme-etis
Etika Teleologi dari kata Yunani "telos" yang berarti tujuan, Mengukur baik buruknya
suatu tindakan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan
akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu perilaku baik jika buah dari perilaku itu
lebih banyak untung daripada ruginya. Untung rugi ini dilihat dari indikator kepentingan
manusia. Teori ini memunculkan 2 pandangan, yaitu :
1. egoisme
2. utilitarianisme (Utilisme)
Ada perbedaan yang mencolok dari kedua teori ini. Egoisme selalu menekankan
keuntungan pada “saya pribadi saja” sementara utilitarianisme menekankan keuntungan pada
“setiap orang, termasuk saya”. Di sini terlihat sisi humanisme ini sebenarnya merupakan
pengahalusan dari altruisme yang cenderung dinilai kurang realistis, yakni menekankan
keuntungan bagi “setiap orang, kecuali saya”. Egoisme dapat dipecah dalam 2 jenis, yaitu
egoisme etis dan egoisme psikologis.
Egoisme etis dapat didefinisikan sebagai teori etika yang menyatakan bahwa tolok
ukur satu-satunya mengenai baik-buruk suatu perilaku seseorang adalah kewajiban untuk
mengusahakan kebahagiaan dan kepentingannya di atas kebahagiaan dan kepentingan orang
lain. Jadi, egoisme etis adalah suatu teori umum tentang apa yang harus kita lakukan, yaitu
apa yang bertujuan untuk memajukan kepentingan pribadi kita masing-masing. Egoisme etis
cenderung menjadi hedonistis, karena menekankan kepengintan dan kebahagiaan pribadi
berdasarkan hal yang menyenangkan dan mengenakkan. Setiap perilaku yang mengenakkan
(mendatangkan kenikmatan) bagi diri sendiri selalu dinilai sebagai perilaku yang baik dan
pantas dilakukan. Sebaliknya, perilaku yang tidak mendatangkan kenikmatan bagi diri pribadi
harus dihindari. Menurut egoisme-etis manusia seharusnya bertindak sedemikian rupa untuk
mengusahakan kepentingan pribadinya tercapai dan menghidari sebaliknya.
Egoisme-psikologis adalah pandangan yang menyatakan bahwa semua orang selalu
dimotivasi oleh perilaku, demi kepentingan dirinya belaka. Egoisme ini disebut psikologis
karena terutama mau mengungkapkan, bahwa motivasi satu-satunya dari manusia dalam
melakukan perilaku apa saja adalah untuk mengejar kepentingannya sendiri.
Contoh Etika Teologi :
1. Seorang anak mencuri untuk membeli obat ibunya yang sedang sakit. Tindakan ini
baik untuk moral dan kemanusiaan tetapi dari aspek hukum tindakan ini melanggar
hukum sehingga etika teleologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya
suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu.
2. Monopoli di PT. PLN terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh Pasal 33
UUD 1945, dimana pengaturan, penyelengaraan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan sumber daya alam serta pengaturan hubungan hukumnya ada pada
negara untuk kepentingan mayoritas masyarakat dan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Maka PT. PLN dinilai etis bila ditinjau dari teori etika teleologi.