teori pasut

26
TEORI PASANG SURUT Pengertian Pasang Surut Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya muka air laut secara periodik yang diakibatkan oleh gaya tarik antara benda langit dan pergerakan benda-benda langit tersebut. Pergerakan yang dimaksud disini, antara lain : rotasi bumi, pergerakan bulan mengelilingi bumi dan pergerakan bulan-bumi mengelilingi matahari, masing-masing pada orbitnya. Periode perputaran bumi pada porosnya (rotasi bumi) adalah 24 jam sedangkan periode pergerakan bulan mengelilingi bumi adalah 29,5 hari dan periode pergerakan bulan-bumi mengelilingi matahari adalah 365,24 hari. Gambar 1 Faktor-faktor astronomis penyebab pasang surut air laut II- 1

Upload: baktinusantara

Post on 26-Dec-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

teori

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI PASUT

TEORI PASANG SURUT

Pengertian Pasang Surut

Pasang surut merupakan gerakan naik turunnya muka air laut secara periodik

yang diakibatkan oleh gaya tarik antara benda langit dan pergerakan

benda-benda langit tersebut. Pergerakan yang dimaksud disini, antara lain : rotasi

bumi, pergerakan bulan mengelilingi bumi dan pergerakan bulan-bumi

mengelilingi matahari, masing-masing pada orbitnya. Periode perputaran bumi

pada porosnya (rotasi bumi) adalah 24 jam sedangkan periode pergerakan bulan

mengelilingi bumi adalah 29,5 hari dan periode pergerakan bulan-bumi

mengelilingi matahari adalah 365,24 hari.

Gambar 1 Faktor-faktor astronomis penyebab pasang surut air laut

Selain matahari, bumi dan bulan, didalam sistem tata surya terdapat begitu

banyak benda langit lainnya yang tidak disebutkan disini oleh karena

pengaruhnya terhadap pasang surut di bumi relatif kecil jika dibandingkan

dengan pengaruh bulan dan matahari. Hal ini dapat diterima dengan

pemahamaan tentang hukum Newton. Menurut hukum Newton, besarnya gaya

tarik menarik antara dua buah benda berbanding lurus dengan hasil kali massa

kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya.

Secara matematik, hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :

II- 1

Page 2: TEORI PASUT

F = G 

dimana :

G = konstanta universal {(6,675 ± 0,003) . 10-8} [gr- 1cm3s-2]

m1 = massa benda pertama [gr- 1]

m2 = massa benda kedua [gr- 1]

r = jarak antara benda pertama dan kedua [cm1]

F = gaya tarik menarik antara dua benda [gr1cm1s-2]

Dari pernyataan tersebut jelas bahwa makin besar massa benda makin besar gaya

tariknya dan sebaliknya, makin jauh jarak benda makin kecil gaya tariknya.

Sehubungan dengan sifat zat cair yang mudah berubah bentuk, maka pengaruh

gaya tarik antara bumi-bulan dan bumi-matahari mengakibatkan terjadinya

pergerakan naik turun pada permukaan air di bumi yang dikenal sebagai gerakan

pasang surut.

Pada Gambar 1 diperlihatkan lintasan pergerakan bumi-bulan terhadap

matahari dan lintasan pergerakan bulan terhadap bumi. Dari gambar tersebut

jelas bahwa jarak antara bumi dengan bulan dan bumi dengan matahari, berubah

secara periodik, sehingga gaya tarik bumi-bulan dan bumi-matahari juga berubah

secara periodik.

Akibat dari perubahan gaya tarik tersebut adalah perubahan elevasi pasang

surut secara periodik. Pada saat yang sama, akan terjadi arus pasang surut yaitu

pergerakan air dari lokasi dimana pengaruh gaya tarik lebih kecil ke lokasi yang

pengaruh gaya tariknya lebih besar oleh karena massa air yang ada di bumi

konstan.

II- 2

Page 3: TEORI PASUT

Jenis Pasang Surut

Pengaruh gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi dan terhadap pasang surut

di bumi bergantung kepada posisi geografisnya. Pasang surut yang terjadi di

suatu lokasi/tempat memiliki amplitudo dan frekuensi yang berbeda-beda.

Gambar 2 Pasang Purnama

Gambar 2 memperlihatkan posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut

180° atau segaris lurus yang akan menyebabkan pasang surut tinggi dikarenakan

gaya tarik terkonsentrasi ke satu arah. Kondisi ini dikenal dengan bulan baru atau

bulan purnama dan pasang surutnya disebut spring tide (pasang surut tinggi).

Gambar 3 Pasang perbani

Gambar 3 memperlihatkan posisi bulan, bumi dan matahari membentuk sudut

90°, yang akan menyebabkan pasang surut rendah dikarenakan gaya tarik

terpecah ke dua arah tegak lurus. Kondisi ini dikenal dengan posisi bulan mati

dan pasang surutnya disebut neap tide (pasang surut rendah). Posisi bulan tegak

II- 3

Page 4: TEORI PASUT

lurus poros bumi-matahari akan terulang lagi selang waktu 14 hari atau 1/2

peredaran bulan mengelilingi bumi.

Tipe Pasang Surut

Umumnya periode pasang surut adalah sekitar 12 jam atau dalam satu hari terjadi

dua kali air pasang dan dua kali air surut. Pada beberapa tempat pasang surut

mempunyai periode ulang sekitar 24 jam atau air pasang dan air surut terjadi

hanya satu kali dalam sehari, sehingga dapat dikatakan bahwa pasang surut

adalah suatu gelombang panjang yang mempunyai periode kurang lebih 12 jam

atau 24 jam. Pasang surut menimbulkan gerakan horisontal air laut yang disebut

arus pasang surut.

Pada kenyataannya bentuk pasang surut di setiap tempat di bumi tidak selalu

sama. Hal ini dikarenakan oleh besarnya gaya tarik bulan dan matahari tidak

sama untuk setiap lokasi/tempat yang ada di permukaan bumi. Bentuk pasang

surut yang berbeda-beda ini dinamakan tipe pasang surut. Tipe pasang surut yang

dimaksud dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :

a. Pasang surut setengah harian

Pasang surut setengah harian berarti setiap setengah hari (12 jam) di suatu

tempat tertentu terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Dalam satu

hari akan terjadi dua kali pasang dan dua kali surut, disebut juga pasang surut

semi diurnal. Apabila pasang surut ini disebabkan oleh gaya tarik bulan,

maka disebut lunar semi diurnal dan apabila disebabkan gaya tarik matahari

disebut solar semi diurnal.

b. Pasang surut harian

Pasang surut harian terjadi apabila dalam sehari (24 jam) hanya terjadi

satu kali air pasang dan satu kali air surut dan biasanya disebut juga

sebagai pasang surut diurnal.

II- 4

Page 5: TEORI PASUT

c. Pasang surut campuran

Pasang surut campuran terjadi apabila dalam sehari (24 jam) terjadi air

pasang dan air surut yang tidak beraturan.

Pasang surut campuran ini terbagi menjadi dua, yaitu :

· Pasang surut campuran condong ke setengah harian atau disebut dengan

mixed semi diurnal tide.

· Pasang surut campuran condong ke harian atau disebut dengan mixed

diurnal tide.

Beberapa Definisi Elevasi Muka Air

Akibat adanya pasang surut, maka permukaan air laut selalu berubah setiap saat

seirama dengan pergerakan pasang surut. Oleh karena itu diperlukan suatu

elevasi permukaan laut tertentu yang dapat dipergunakan sebagai referensi.

Sampai saat ini ada berbagai macam permukaan laut yang dapat dipakai sebagai

referensi, diantaranya :

· Mean Highest High Water Level (MHHWL), tinggi rata-rata dari air tinggi

yang terjadi pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring

tide).

· Mean Lowest Low Water Level (MLLWL), tinggi rata-rata dari air rendah yang

terjadi pada saat pasang surut bulan purnama atau bulan mati (spring tide).

· Mean High Water Level (MHWL), tinggi rata-rata dari air tinggi selama

periode 18,6 tahun.

· Mean Low Water Level (MLWL), tinggi rata-rata dari air rendah selama

periode 18,6 tahun.

II- 5

Page 6: TEORI PASUT

Gambar 4 Beberapa definisi permukaan air laut

· Mean Sea Level (MSL), tinggi rata-rata dari muka air laut pada setiap tahap

pasang surut selama periode 18,6 tahun, biasanya ditentukan dari pembacaan

jam jaman.

· High Water Level (HWL), elevasi maksimum yang dicapai oleh tiap air

pasang.

· Highest High Water Level (HHWL), air tertinggi pada saat pasang surut bulan

purnama atau bulan mati (spring tide).

· Low Water Level (LWL), elevasi minimum yang dicapai oleh tiap air surut.

· Lowest Low Water Level (LLWL), air terendah pada saat pasang surut bulan

purnama atau bulan mati (spring tide).

Zona Lahan Rawa Pasang Surut

Berdasarkan sampainya air pasang surut di musim hujan dan pengaruh air laut di

musim kemarau, lahan rawa dibedakan menjadi tiga zone (lihat Gambar 5),

yaitu :

· Zone I : Rawa pasang surut payau atau salin.

II- 6

Page 7: TEORI PASUT

· Zone II : Rawa pasang surut air tawar.

· Zone III : Rawa non pasang surut.

Ketiga zone ini kira-kira sepadan dengan pembagian zone dari Sandy dan Nad

Darga (1979) yang membedakan lahan rawa berdasarkan kekuatan arus air

sungai dan air pasang, yaitu :

· Zona A : dimana kekuatan arus air pasang lebih dominan dari air

· Zona B : dimana terjadi keseimbangan kedua arus.

· Zona C : dimana kekuatan arus air sungai lebih dominan dari air

Gambar 5 Penetapan Zona Lahan rawa pasang surut berdasarkan

pengaruh fluktuasi air laut

Konsep Pengembangan Lahan Rawa Pasang Surut

Pengembangan lahan rawa adalah mengubah keadaan rawa sedemikian rupa

sehingga tercipta media yang cocok untuk pertumbuhan tanaman dan permukiman.

Konsep pengembangan lahan rawa pasang surut adalah upaya untuk menghindari

lahan yang tergenang ataupun kekeringan secara terus menerus atau dalam suatu

periode yang cukup lama. Hal ini mengingat karakteristik sumber daya tanah di

lahan rawa pasang surut yang pada umumnya terdiri dari tanah pirit atau/dan

tanah gambut. Jadi pada dasarnya sistem pengelolaan air harus ditunjang oleh

kapasitas pencucian atau penggelontoran lahan yang memadai. Akumulasi bahan

II- 7

Page 8: TEORI PASUT

beracun bagi tanaman harus dihindari secara maksimal. Disamping itu pada saat

musim kemarau, sistem harus mampu melaksanakan retensi air untuk memenuhi

kebutuhan air bagi tanaman.

Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut

Faktor Penentu Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan adalah kondisi tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan

tertentu dalam budidaya pertanian.

Kesesuaian lahan rawa pasang surut ditentukan oleh beberapa faktor yaitu

sebagai berikut :

Hidrotopografi

Hidrotopografi perbedaan antara ketinggian lahan terhadap ketinggian muka air

di saluran/sungai pada saat pasang. Perbedaan elevasi ini akan menentukan

kemungkinan lahan dapat terluapi/digenangi dan potensinya untuk

pengembangan persawahan Ketika pertama kali konsep hidrotopografi

diperkenalkan, rencana awalnya adalah untuk mengevaluasi kemungkinan irigasi

pada masa pasang tinggi dimana air akan mengalir secara teratur ke lahan, dan

pada masa surut air akan didrain ke sungai. Fluktuasi pasang surut dari muka air

sungai menjadi berkurang akibat gesekan yang mungkin terjadi di sistem dan

adanya pengoperasian bangunan pengendali.

Kondisi hidrotopografi tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut :

a. Elevasi muka air pasang, tergantung dari karakteristik pasang surut yang ada

di muara sungai dan pada aliran sepanjang sungai.

b. Peredaman atau pengaruh dari pasang surut karena karakteristik hidrolik tata

saluran, geometrik dan efek penampungan.

c. Perubahan elevasi lahan (perubahan secara berangsur) dan topografi

(berkurang atau hilangnya lapisan gambut, oksidasi pirit).

Hidrotopografi tidak selalu seragam dan konstan menurut waktu dan ruang.

II- 8

Page 9: TEORI PASUT

Bagaimanapun kondisi hidrotopografi menimbulkan masalah bagi petani dalam

pengelolaan pertanian dan tata air di lahan rawa pasang surut.

Berdasarkan hidrotopografinya lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi 4

(empat) kategori :

1. Kategori A : Lahan yang selalu terluapi > 4 – 5 kali persiklus pasang

tinggi pada musim hujan dan musim kemarau.

2. Kategori B : Lahan yang selalu terluapi > 4 – 5 kali persiklus pasang

tinggi hanya pada musim hujan saja.

3. Kategori C : Lahan yang tidak terluapi > 4 – 5 kali persiklus pasang

tinggi. Muka air pasang 0,30 – 0,60 m di bawah permukaan

tanah (zone perakaran tanaman padi dan palawija).

4. Kategori D : Lahan yang tidak pernah terluapi walaupun oleh pasang

tinggi. Pengaruh pasang surut relatif kecil, muka air pasang

> 0,60 m di bawah permukaan tanah.

Sumber : Technical Guidelines on Swamp Land Development.

II- 9

Page 10: TEORI PASUT

Gambar 6 Klasifikasi hidrotopografi

Kedalaman Irigasi Pasang Surut

Berdasarkan kondisi topografi dan hidrolik dari sistem tata air serta penjabaran

lebih lanjut dari kondisi hidrotopografi, kedalaman irigasi pasang surut dapat

dibagi menjadi 3 kelas seperti dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :

Tabel 1 Klasifikasi Kedalaman irigasi pasang surut (Suryadi, 1995)

Kelas Kriteria

1 Kedalaman irigasi pasang surut lebih dari 0,25 m pada musim hujan maupun musim kemarau

2 Kedalaman irigasi pasang surut antara 0,00 – 0,25 m pada musim hujan maupun musim kemarau

3 Tidak teririgasi pasang surut

Kemampuan Drainase Lahan

Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan rawa pasang surut selain irigasi pasang

surut, kemampuan drainase lahan juga merupakan parameter yang sangat

penting. Kemampuan drainase atau drainabilitas mengacu pada tinggi muka air

rata-rata pada saluran-saluran yang membatasi lahan dan penting bagi proses

pencucian tanah. Kondisi kemampuan drainase berperan penting dalam

menetapkan areal pertanian dan penerapan pengelolaan air yang dapat dilakukan

oleh petani.

Berdasarkan kondisi topografi serta muka air rata-rata pada saluran terbuka yang

terdekat serta kemungkinan drainase dari lahan rawa pasang surut, maka dapat

dibagi 5 kelas drainabilitas yang berbeda untuk lahan rawa pasang surut seperti

tampak pada Tabel 2.

II- 10

Page 11: TEORI PASUT

Tabel 2 Klasifikasi kemampuan drainase lahan (Suryadi, 1995)

Kelas Kemampuan Drainase Lahan

1 Muka air rata-rata diatas permukaan tanah2 Terletak 0,00 – 0,20 m dibawah permukaan tanah3 Terletak 0,20 – 0,40 m dibawah permukaan tanah4 Terletak 0,40 – 0,60 m dibawah permukaan tanah5 Terletak lebih rendah dari 0,6 m dibawah permukaan tanah

Kedalaman Lapisan Pirit (Sulfidik)

Pirit (sulfidik) atau dikenal juga dengan ”acid sulphate soil” adalah lempung di

daerah rawa yang mengandung sulfur, biasanya berbentuk senyawa sulfida atau

pirit (FeS2). Pirit terbentuk dari reduksi sulfat (terutama berasal dari air

laut/payau) oleh bakteri Desulfovibrio sp. dan Desulfomaculum sp. dalam

suasana anaerob. Dalam kondisi tereduksi (anaerob), pirit biasanya stabil dan

tidak membahayakan tanaman. Namun jika teroksidasi (didrainasi), pirit akan

bereaksi melepas ion besi ferro, ferro/ferri oksida, senyawa sulfat larut air (SO4-

2), dan ion H+ yang sangat memasamkan tanah. Pada keadaan aerasi/kering

kemasaman tersebut mengakibatkan meningkatnya kelarutan Al3+ yang bersifat

toksit bagi tanaman.

Jika lahan didrainasi, pirit dapat beroksidasi dan menghasilkan SO4 -2, oksida

ferri, serta asam (menjadi lahan sulfat-masam) melalui reaksi :

FeS2 + 2¾O2 + 3½H2O Fe(OH)3 + 2 SO4-2 + 4 H+.................... (1)

Namun, pada berbagai keadaan dimana terdapat K+ atau Na+ di dalam tanah,

maka oksidasi pirit akan membentuk jarosit atau natrojarosit yang berwarna

kekuning-kuningan.

FeS2 + 3¾ O2 + 2½ H2O + 1/3 K 1/3 KFe3(SO4)2(OH)6 + 11/3 SO4-2 + 3 H+

..............................................................................................................................(2)

Lama kelamaan jarosit juga terhidrolisis membentuk oksida ferri dan kemasaman

II- 11

Page 12: TEORI PASUT

tambahan akan dilepaskan :

KFe3(SO4)2(OH)6 + 2 H2O K+ + 2 SO4-2 + 3 Fe(OH)3 + 2 H– ...........(3)

Berdasarkan reaksi (1) atau (2) dan (3) dihasilkan H+ dan SO4-2

. Ion H+

menyebabkan pH tanah turun sampai dibawah 3,5, terutama bila tidak ada bahan

lain yang dapat menetralkannya, misalnya kapur (CaCO3). Jika terdapat CaCO3

maka kapur tersebut melarut dan membentuk CaSO4. Jika tidak terdapat kapur,

maka silikat (penyusun utama bahan padatan tanah) akan bereaksi dangan H+

membentuk asam lemah Si(OH)4 yang larut. Hancurnya senyawa silikat akan

menyebabkan berkurangnya mineral-mineral tanah penyumbang hara, karena

bersamaan dengan hancurnya silikat maka kation-kation lain seperti K+, Na+,

Ca2+, Mg2-, Al3+, Fe2+, dan Fe3+ akan dilepaskan dan tercuci.

Dalam kondisi kering atau aerasi, munculnya Al3+ yang berlebihan dapat

menimbulkan keracunan tanaman. Disamping itu, Al dan Fe dapat memfiksasi

fosfat, sehingga unsur tersebut sukar tersedia bagi tanaman. Kecuali Al dan Fe,

keracunan juga dapat disebabkan oleh tingginya kadar SO4-2 melalui proses

oksidasi pirit. Kondisi masam (pH rendah) yang terjadi juga mempercepat proses

pertukaran kation-kation yang ada dalam kompleks jerapan dengan ion H+ dalam

larutan tanah. Hal tersebut menyebabkan semakin banyaknya kation hara yang

tercuci, sehingga memiskinkan tanah.

Apabila lahan yang sudah didrainasi tersebut kemudian digenangi (saat musim

hujan) atau disawahkan, permasalahan yang timbul dapat semakin kompleks.

Meskipun kemasaman dan resiko keracunan Al mungkin agak menurun, namun

reduksi ferri oksida dapat menimbulkan akumulasi ion ferro (Fe2+) pada

tingkat yang meracuni tanaman rendah. Keracunan Fe2+ umumnya lebih parah

pada areal-areal yang lebih rendah, walaupun pada petakan lahan yang

sama. Sebagaimana diketahui bahwa Fe2+ terlarut dalam air dan akan

mengumpul di areal yang rendah (cekungan).

Apabila penggenangan ini berkelanjutan dalam waktu yang lama serta terdapat

cukup bahan organik maka akan terjadi reduksi SO4-2 menjadi S-2. Pada tanah-

II- 12

Page 13: TEORI PASUT

tanah demikian, H2S dapat meracuni tanaman, dan umumnya berupa

pembusukan akar padi yang berwarna hitam. Jika hal ini terjadi maka upaya-

upaya untuk mengeluarkan H2S perlu segera dilakukan, yakni dengan cara

membuang air genangan. Klasifikasi kedalaman lapisan pirit seperti tampak pada

Tabel 3.

Tabel 3 Klasifikasi kedalaman lapisan pirit (Suryadi, 1995)

Kelas Kedalaman Lapisan Pirit

1 Terletak < 0,25 m diatas permukaan tanah

2 Terletak 0,26 – 0,50 m diatas permukaan tanah

3 Terletak 0,51 – 0,70 m diatas permukaan tanah

4 Terletak > 0,75 m dibawah permukaan tanah

Ketebalan Lapisan Gambut

Lahan gambut adalah tanah yang mempunyai lapisan bahan organik setebal 40

cm dan kandungan bahan organik 30 %. Kesuburannya sangat ditentukan oleh

lapisan tanah mineral dibawahnya. Gambut yang terbentuk di atas endapan

mineral lebih subur dibandingkan gambut yang terbentuk di atas lapisan pasir.

Pada tanah gambut seringkali dijumpai tanaman kekurangan unsur mikro seperti

Cu dan Zn. Menurut Widjaja-Adhi (1986), kesuburan tanah gambut cukup baik,

kandungan N rendah, P potensial sedang, P tersedia sangat tinggi dan K potensial

tinggi. Dengan pengelolaan yang baik tanah sangat potensial untuk tanaman

semusim. Klasifikasi ketebalan lapisan gambut seperti tampak pada Tabel 4.

II- 13

Page 14: TEORI PASUT

Tabel 4 Klasifikasi ketebalan lapisan gambut (Widjaja-Adhi, 1988)

Kelas Klasifikasi Lahan Gambut Ketebalan Gambut

1 Lahan bergambut < 50 cm

2 Gambut dangkal 50 – 100 cm

3 Gambut sedang 100 – 200 cm

4 Gambut dalam 200 – 300 cm

5 Gambut sangat dalam > 300 cm

Intrusi Salinitas

Pengaruh pasang surut tidak hanya dirasakan di daerah yang berbatasan langsung

dengan laut, tetapi juga di daerah-daerah yang jauhnya dapat mencapai beberapa

ratus kilometer dari pantai ke arah daratan, yaitu melalui sungai-sungai yang

mengalir di daerah rawa pasang surut, misalnya di pesisir timur Sumatera, pesisir

barat dan selatan Kalimantan serta pesisir selatan Irian Jaya.

Perambatan gelombang pasang surut dari laut ke dalam sungai merupakan

fenomena yang kompleks, terutama karena pengaruh dari debit run off sungai itu

sendiri dan bentuk penampang sungai yang tidak beraturan. Jangkauan

perambatan gelombang pasang surut ini bervariasi dalam musiman. Pada musim

penghujan, dimana debit run off besar, pengaruh (jangkauan perambatan

gelombang) pasang surut menjadi pendek dan peredaman tenggang pasang

surutnya menjadi efektif. Sebaliknya pada musim kemarau, dimana debit run off

menjadi kecil, pengaruh pasang surut semakin jauh ke hulu.

Parameter salinitas dinyatakan dengan lama intrusi salinitas yang mungkin

terjadi dalam satu tahun. Dalam hal ini batas nilai salinitas yang dipergunakan

adalah perioda dimana kadar salinitas (daya hantar listrik/DHL > 5 mS/cm). Hal

ini erat hubungannya dengan kemungkinan pemanfaatan lahan untuk budidaya

pertanian pada musim hujan maupun musim kemarau. Intrusi salinitas dibedakan

menjadi 4 (empat) kelas seperti tampak pada Tabel.5.

II- 14

Page 15: TEORI PASUT

Tabel 5 Klasifikasi intrusi salinitas (Suryadi, 1995)

Kelas Lama Intrusi Salinitas

1 0,0– 2,0 bulan dalam setahun2 2,0– 3,0 bulan dalam setahun3 3,0– 4,0 bulan dalam setahun4 4,0– 5,0 bulan dalam setahun

Gambar 7 Pengaruh pasang surut di sungai

Intrusi salinitas adalah suatu fenomena alam berupa penetrasi air laut yang asin

ke sungai, saluran atau ke air tanah. Gambar berikut menunjukkan sketsa dari

fenomena ini.

II- 15

Page 16: TEORI PASUT

Gambar 8 Intrusi Salinitas

Masuk dan bercampurnya air laut dengan air sungai atau saluran menjadikan air

sungai atau saluran tersebut tidak lagi memenuhi syarat untuk pertanian maupun

kebutuhan sehari-hari bagi manusia tetapi bermanfaat misalnya bagi tambak.

Intrusi salinitas ini disebabkan oleh dua hal, yaitu :

· Adanya pasang surut akan menimbulkan aliran masuk dan keluar muara

sungai. Bersama dengan air pasang, maka air laut mengalir masuk ke sungai

dan dapat terus ke saluran atau bahkan ke lahan pasang surut.

· Adanya perbedaan kerapatan antara air laut (1.025 kg/m3) dan kerapatan air

sungai (1.000 kg/m3). Dengan perbedaan kerapatan ini, maka air laut akan

mendesak masuk ke sungai. Karena kerapatan yang lebih besar, maka air laut

akan berada di lapisan sebelah bawah.

Berdasarkan tingkat pencampuran antara air laut dan air sungai, maka intrusi air

laut ke sungai dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu :

· Intrusi berlapis

· Intrusi bercampur sebagian

· Intrusi bercampur sempurna

Pencampuran antara air laut dan air sungai disebabkan oleh turbulensi pada

aliran. Turbulensi ini dapat ditimbulkan oleh aliran pasang surut, aliran run off

II- 16

Page 17: TEORI PASUT

maupun aliran kerapatan. Turbulensi suatu aliran biasanya diukur dengan

bilangan Reynolds :

Re =

dimana :

v = kecepatan aliran (m/dt)

R = jari jari hidrolik (m)

υ = kekentalan kinematik (m2/dt)

Aliran disebut laminer bila Re < 400, dan disebut turbulen bila Re > 800. Apakah

intrusi tersebut berlapis atau bercampur sempurna tergantung pada hubungan

antara tenggang pasang surut dan debit hulu.

Keadaan ini dinyatakan oleh apa yang disebut dengan bilangan muara (estuary

number) :

Es = Fr2

dimana :

V = prisma pasang surut (m3)

T = periode pasang surut (dt)

Q = debit hulu (m3/dt)

F r = bilangan Froude = v/

v = kecepatan aliran (m/dt)

d = kedalaman air (m)

g = percepatan gravitasi (m/dt2)

Berikut adalah pembagian jenis intrusi berdasarkan bilangan muaranya :

Berlapis Bercampur Sebagian Bercampur Sempurna

II- 17

Page 18: TEORI PASUT

Pada muara sungai yang debit hulunya besar tetapi tenggang pasang surutnya

kecil, biasanya terjadi intrusi berlapis. Sebaliknya kalau debit hulunya kecil dan

tenggang pasang surutnya besar akan terjadi intrusi bercampur sempurna.

Jauhnya intrusi salinitas ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :

· Debit hulu.

· Kedalaman air di sungai yang bersangkutan; konsentrasi air asin terbesar ada

di bawah, jadi kalau muara dangkal, air asin terhalang, sementara air asin

yang ada di atas, terbawa oleh debit hulu.

· Luas penampang sungai atau saluran penampang besar, maka kecepatan kecil

sehingga penetrasi salinitas makin masuk jauh.

· Tenggang pasang surut.

· Kemiringan dasar sungai.

Pada musim hujan, dimana hulu sungai menjadi besar, intrusi air asin tidak jauh.

Sebaliknya pada musim kemarau intrusinya bisa jauh hingga mencapai puluhan

kilometer dari muara sungai tersebut. Kedalaman air di muara yang dangkal akan

mengurangi penetrasi air laut. Demikian pula dengan penampang sungai atau

saluran yang kecil dan tenggang pasang surut yang kecil.

II- 18