teori metode dan teknik penelitian sastr

30
RESUME TEORI, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN SASTRA KARYA: Prof. Dr. NYOMAN KUTHA RATNA, S.U Resume ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah Metodologi Penelitian Sastra Dosen Pengampu: Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M.Hum. Disusun Oleh: Sukrisno Santoso (A310080094) PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARATA 2010

Upload: ananti-nurhayati

Post on 14-Jul-2016

742 views

Category:

Documents


100 download

DESCRIPTION

Bahan bacaan

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

RESUME TEORI, METODE, DAN TEKNIK PENELITIAN SASTRA

KARYA: Prof. Dr. NYOMAN KUTHA RATNA, S.U

Resume ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Matakuliah

Metodologi Penelitian Sastra

Dosen Pengampu: Dr. Ali Imron Al-Ma’ruf, M.Hum.

Disusun Oleh:

Sukrisno Santoso (A310080094)

PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARATA

2010

Page 2: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

IDENTITAS BUKU

1. Judul Buku : Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra

2. Penulis : Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, S.U

3. Penerbit : Pustaka Pelajar

4. Edisi Terbit : Cetakan IV / April 2008

5. Kota Terbit : Yogyakarta

6. Tebal : xii + 406 halaman

Page 3: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB I

Sejarah Perkembangan Teori Sastra

Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologi teori berarti

kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Teori juga diartikan perangkat

pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji

kebenarannya. Menurut Fokkema dan Kunne-Ibsch (1977: 175), penelitan

terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang sudah ada.

Diduga bahwa kecenderungan ini didasarkan atas beberapa kenyataan, sebagai

berikut:

1. Teori-teori yang sudah ada dengan sendirinya sudah teruji, yaitu melalui

kritik sepanjang sejarahnya.

2. Teori dianggap sebagai unsure yang sangat penting, lebih dari semata-

mata alat.

3. Belum terciptanya sikap-sikap percaya diri atas hasil-hasil penemuan

sendiri, khususnya dalam bidang teori.

Secara genesis dengan demikian dalam proses penelitian teori diperoleh

dengan dua cara, sebagai berikut:

1. Penelitian memanfaatkan teori terdahulu, pada umumnya disebut sebagai

teori formal, dengan pertimbangan bahwa teori tersebut secara formal

sudah ada sebelumnya. Teori formal seolah-olah bersifat deduksi dan

apriori.

2. Penelitian memanfaatkan teori yang ditemukannya sendiri,teori yang

diperoleh melalui manfaat, hakikat, dan abstraksi data yang diteliti, yang

pada umumnya disebut teori substantive sebab diperoleh melalui substansi

data.

Kedua jenis teori masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Dari segi penelitian, teori formal seolah-olah merupakan teori yang siap pakai,

sehingga dalam penelitian para peneliti hanya menerapkan. Kekurangannya

adalah tidak adanya aktivitas untuk menemukan teori yang baru, sehingga terjadi

Page 4: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

stagnasi dalam bidang teori. Kelemahan teori formal ini terpenuhi oleh usaha

penelitian yang mencoba menemukan teori substantive. Pemanfaatan teori formal,

menurut Vredenbreghat, memiliki kelebihan dalam kaitannya dengan usaha

penelitian, sepanjang sejarahnya, untuk secara terus-menerus memperbaharui

sekaligus mengujinya,melalui data yang berbeda-beda, sehingga teori makin lama

makin sempurna. Dalam hubungan inilah disebutkan bahwa suatu teori tidak

disajikan secara definitive, melainkan secara tentative.

Teori jelas merupakan klimaks dalam suatu penjelajahn keilmuan.

Penemuan terhadap teori-teori beru dianggap sebagai kualitas akademis yang

dapat dijadikan sebagi tolok ukur kemajuan ilmu pengetahun. Meskipun

demikian, teori bukan merupakan tujuan utama. Teori adalah “alat” yang

melaluinya suatu penelitian dapat dilakkukan secara lebih maksimal. Tujuan

pokok teori tetap pemahaman terhadap objek. Oleh karena itulah, apabila terjadi

ketidakseimbangan di antara teori dengan objek, maka yang dimodifikasi adalah

teori, bukan objek. Dalam hubungan inilah dapat dikemukakan bahwa sebuah

teori disebut baik apabila memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1. Mudah disesuaikan dengan ciri-ciri karya yang akan dianlisis.

2. Mudah disesuaikan dengan metode dan teori yang menyertainya.

3. Dapat dimanfaatkan untuk menganalisis baik ilmu yang sejenis maupun

berbeda.

4. Memiliki formula-formula yang sederhana, tetapi mengimplikasikan

jaringan analisis yang kompleks.

5. Memiliki prediksi yang dapat menjangkau objek jauh ke masa depan.

Teori dan metode berfungsi untuk membantu menjelaskan hubungan dua

gejala atau lebih, sekaligus meramalkan model hubungan yang terjadi. Fungsi lain

dari teori dan metode adalah kemampuannya untuk memotivasi, mengevokosi,

sekaligus memodifikasi pikiran-pikiran peneliti. Sebagai alat teori berfungsi untuk

mengarahkan suatu penelitian, sedangkan analisis secara langsung dilakukan

melalui instrument yang lebih kongkret, yaitu metode dan teknik. Teori sastra

dalam hal ini diterjemahkan sebagai seperangkat konsep yang saling berkaitan

secara ilmiah, yang disajikan secara sistematis, yang berfungsi untuk menjelaskan

Page 5: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

sejumlah gejala sastra. Apabila teori sastra memberikan intensitas pada konsep,

prinsip, dan kategori (Wellek dan Werren, 1962: 38-40), kritik sastra memberikan

intensitas pada penilaian, sedangkan sejarah sastra pada proses perkembangannya.

Sebagai alat, tujuan utama teori, dengan metode dan tekniknya, adalah

mempermudah pemahaman terhadap objek, sekaligus memberikan keluaran

secara maksimal.

Dengan mempertimbangkan karya sastra merupakan bagian integral

kebudayaan, penerapan teori dilakukan melalui dua tahapan, pertama, teori dalam

kaitannya dengan sastra sebagai produk sosial tertentu, kedua, teori dalam

kaitannya dengan karya sastra sebagai hakikat imajinasi dan kreativitas. Model

pertama sama dengan penelitian ilmu humaniora dan ilmu sosial yang lain,

artinya, karya sastra dianggap sebagai produk sosial, karya sosial sebagai fakta

sosial, yang dengan sendirinya dipecahkan atas dasar kenyataan yang

sesungguhnya.

Perbedaan objek, dalam hubungan ini sebagai sastra lama dan sastra

modern, tidak berpengaruh terhadap teori dan metode penelitian. Artinya, baik

sastra lama maupun sastra modern dapat diteliti dengan menggunakan metode

yang sama. Teori structural, semiotika, dan resepsi, termasuk postrukturalisme,

dapat digunakan untuk menganalisis baik sastra lama maupun sastra modern.

Dalam hal ini, berbeda dengan objek, aspek kebaruan dalam teori dan metode

merupakan syarat pokok. Dengan kalimat ini, kualitas teori dan metode justru

terletak dalam aspek kebaruannya, kemutakhirannya. Teori yang lama dengan

sendirinya harus ditinggalkan, digantikan dengan teori yang terakhirlah yang

dianggap paling relevan. Intensitas terhadap kebaruan teori disebabkan oleh hal-

hal berikut ini:

1. Teori dan metode adalah alat dan cara penelitian.

2. Teori dan metode adalah hasil penemuan.

3. Teori dan metode adalah ilmu pengetahuan.

Pesatnya perkembangan teori sastra selama satu abad sejak awal abad ke-20

hingga awal abad ke-21 dipicu oleh beberapa indicator, sebagai berikut: data,

menganalisis data, dan menyajikan hasil penelitian.

Page 6: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

1. Medium utama sastra adalah bahasa, sedangkan dalam bahasa itu sendiri

sudah terkandung problematika yang sangat luas.

2. Sastra memasukkan berbagai dimensi kebudayaan, sedangkan dalam

kebudayaan itu sendiri juga sudah terkandung permasalahan yang sangat

beragam.

3. Teori-teori utama dalam sastra sudah berkembang sejak zaman Plato dan

Aristoteles, yang dengan sendirinya telah dimatangkan dalam berbagai

disiplin, khususnya filsafat.

4. Kesulitan dalam memahami gejala sastra memicu para ilmuwan untuk

menemukan berbagai cara, berbagai teori-teori yang baru.

5. Ragam sastra sangat banyak dan berkembang secara dinamis, kondisi-

kondisi sastra yang juga memerlukan cara pemahaman yang berbeda-beda.

Dalam ilmu sastra, yang dimaksudkan dengan penelitian adalah kegiatan

untuk mengumpulkan elitian dalam ilmu sosial dan ilmu humaniora yang lain,

penelitian ilmu sastra merupakan usaha kongkret, dilakukan dengan sengaja,

sistematis, dengan sendirinya menggunakan teori dan metode secara formal.

Tujuannya adalah menemukan prinsip-prinsip baru yang belum ditemukan oleh

orang lain. Dikaitkan dengan tujuannya, lokasi penelitian ada dua macam, yaitu

penelitian lapangan dan penelitian perpustakaan. Penelitian lapangan dilakukan

dalam kaitannya dengan objek penelitian yang memanfaatkan kejadian langsung.

Seperti penerbitan, pembacaan, penggunaan, dll. Penelitian perpustakaan

dilakukan dalam kaitannya dengan objek dalam bentuk karya tertantu. Artinya,

objek tersebtu dianggap sah, sudah cukup diri untuk mewakili keseluruahan data

yang diperlukan. Dalam bidang ilmu sastra, sebuah novel, dan lain-lain.

Dalam hal ini, penelitian sastra mempertimbangkan ciri-ciri sebagai berikut:

1. Hipotesis dan asumsi tidak diperlukan sebab analisis bersifat deskripsi,

bukan generalisasi. Gejala sastra tidak berulang, makna tidak tetap yang

justru merupakan hakikat.

2. Populasi dan sampel tidak mutlak diperlukan, kecuali dalam penelitian

tertentu, misalnya, penelitian yang melibatkan sejumlah karya, atau

sejumlah konsumen.

Page 7: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

3. Kerangka penelitian tidak bersifat tertutup, korpus data bersifat terbuka,

deskripsi dan pemahaman berkembang terus.

4. Tidak diperlukan objektivitas dalam pengertian yang umum sebab

penelitia terlibat secara terus-menerus, objektivitas terjadi pada saat

penelitian dilakukan.

5. Objek yang sesungguhnya bukanlah bahasa, tetapi wacana, teks, sebab

sebagai hakikat diskusif bahasa sudah terikat dengan system model kedua

dengan berbagai system komunikasinya.

Page 8: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB II

Paradigma Penelitian Sastra

Secara etimologis paradigm berasal dari bahasa Latin (paradigma), bararti

contoh, model, pola. Prinsip-prinsip paradigma dikembangkan oleh Thomas Kuhn

dalam buku berjudul The Structure of Scientific Revolution terbit pertama tahun

1962. Menurut Ritzer (1980:2-24) paradigma, yaitu konsep-konsep dasar Kuhn itu

sendiri, dibicarakan secara luas dalam barbagai ilmu pengetahuan sejak tahun

1970-an, dengan sendirinya dengan pokok permasalahan yang berbeda-beda,

sesuai dengan disiplin yang bersangkutan. Inti permasalah yang dikemukankan

oleh Kuhn adalah revolusi ilmiah dalam dunia ilmu pengetahuan. Perkembangan

ilmu pengetahuan tidak terjadi secara kumulatif, melainkan secara evolusionis

sejak preparadigmatis, paradigmatic itu sendiri, dan proses pengujian melalui

kritik dan saran, yang diakibatkan oleh timbulnya paradigma-paradigma lain

sebagai tandingan. Adanya perbedaan paradigma oleh para ilmuwan, disebabkan

oleh:

1. Unsur dalam diri sendiri.

2. Unsure luar berupa llingkungan fisik.

3. Unsure luar berupa penjelajahan metodologi dan teori.

Menurut Ritzer (1980: 2-24), ada empat factor yang mempengaruhi metode

kualitatif:

1. Faktor ontologism, keberadaan objek, yang dengan sendirinya berbeda di

antara masing-masing ilmuwan.

2. Faktor epistemologis, bagaimana cara memperoleh ilmu pengetahuan.

Secara kualitataif, jarak antara subjek dengan objek dipersempit, bahkan

seolah-olah tidak ada jarak.

3. Faktor aksiologis, peneltian adalah penilaian, berbeda dengan penelitian

kuantitatif yang bebas nilai.

4. Faktor metodologi, keseluruhan proses penelitian, termasuk metode, teori,

dan teknik.

Page 9: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

Keterlibatan berbagai disiplin dengan berbagai paradigma memiliki segi

positif, dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Multiparadigma membuak cakrawala yang lebih luas, cara pemahaman

ternyata tidak bersifat tunggal, melainkan plural.

2. Menghilangkan anggapan bahwa sebuah paradigma seperti juga sebuah

teori, dapat menjawab semua permasalahan.

3. Menciptakan terjadinya saling menghargai pendapat, kelebihan, dan

kekurangan orang lain.

4. Keberagaman paradigma jelas mengevokasi keberagaman-keberagaman

khazanah cultural.

5. Pluralitas paradigma sesuai dengan semangat postrukturalisme, teori

modern yang memberikan perhatian pada hakikat multicultural, dengan

memberikan perhatian terhadap kearifan local.

Page 10: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB III

Metode, Metodologi,Teknik, Dan Pendekatan

3.1. Metode, Metodologi, dan Teknik

Metode berasal dari kata methods, bahasa Latin, sedangkan methodos itu

sendiri berasal dari akar kata meta dan hados. Meta berarti jalan, cara, arah.

Dalam pengertian yang labih llluas metode dianggp sebagai cara-cara, strategi

untuk memahami realitas, langkah-langakh sistematis untuk memecahkan

rangkaian sebab akaibat berikutnya. Sebagai alat, sama dengan teori, metode

berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk

dipecahkan dan dipahami. Metode sering dikacaukan penggunaannya dengan

metodologi. Secara etimologi metodologi berasal dari methodos dan logos, yaitu

filsafat atau ilmu mengenai metode. Metodologi dengan demikian membahas

prosedur intelektual dalam totalitas komunitas ilmiah.

Agak sulit membedakan antara metode dengan teknik. Secara definitive

metode denan teknik tidak memiliki batas-batas yang jelas. Teknik berasal dari

kata tekhikos, bahasa Yunani, juga berarrti alat, atau seni menggunakan alat. Oleh

karena itulah, sering metode di atas disebutkan sebagai teknik. Ada tiga cara yang

dapat dikemukakan untuk membedakan antara metode dengan teknik, bahkan juga

dengan teori sebagai berikut:

a. Dengan cara membedakan tingkat abstraksinya.

b. Dengan cara memperhatikan factor nama yang lebih luas ruang lingkup

pemakaiannya.

c. Dengan cara memperhatikan hubungannya dengan objek.

Secara hierarkis, tingkat abstraksi yang tertinggi dimiliki oleh teori, secara

berturut-turut diikuti oleh metode dan teknik. Aratinya, meskipun secara teoretis

metode masih bersifat abstrak, tetapi sebagian ciri-cirinya dapat diidentifikasi

secara kongkret. Sebagai alat , tekni bersifat paling kongkret, sebagai instrument

penelitian teknik dapat dideteksi secara indrawi. Oleh karean itulah, meurut

Vredenbreght (1983: 20-21) teknik berhubungan dengan data primer. Metode dan

Page 11: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

teknik, meskipun keduanya berarti cara, tekni memiliki ruang lingkup paling

sempit, sebagai metode dalam penggunaan langsung, oleh karena itulah, sering

disebtu sebagai seni menggunakan metode. Oleh karena itu pula, sebagai strategi

utnuk memahami realitas, menurut Goldmann (1981: 39-40) metode yang baik

adalah metode yang selalu bersifat teknik. Istilah lain yang juga sering

menimbulkan perdebatan dalam dunia penelitian adalah pendekatan. Pendekatan

sering disamakan dengan metode. Secara etimologis pendekatan berasal dari kata

appropio (Latin)approacah (inggris), yang diartikan sebagai jalan dan

penghampiran. Membedakan secara rinci anatar paradigma, pendekata, teori,

metode, dan teknik, sering dianggap sebagai pekerjaan yang sia-sia sebab yang

dianggap lebih penting adalah bagaimana penelitian dilakukan. Tetapi

mengabaikan masalah –masalah salah teknis di atas jauh lebih sia-sia sebab

khkakikat ilmiah suatu penelitian justru ditentukan melalui kemampuan peneliti

dalam pengoperasikan peralatan-peralatannya. Atas dasar kekhasan sifat karya di

antaranya:

3.1.1 Metode Intuitif

Pada dasarnya sulit untuk menetukan apakah sebuah metode dapat

dikatakan baru, sehingga dikategorikan sebagai metode modern, atau sebalknya

sudah lama, shingga tidak relevan untuk digunakan. Dikaitkan dengan fungsinya

sebagai alat, metode lahir setiap saat dipergunakan. Metode intuitif dianggap

sebagi kemmpuan dasar manusia dalam upaya memahami unsure-unsur

kebudayaan. Manusia memahami kebudyaan jelas dengan pikiran dan

perasaannya, yaitu dengan intuisi, penafsiran, unsure-unsur, sebab-akibat, dan

seterusnya. Sejajar denganperkembangan ilmu pengetahuan maka setiap

komponen diperbaharui sekaligus disesuaikan dengan objek yang dipahami.

3.1.2 Metode Hermeneutika

Hermeneutika baik sebagi ilmu mauun metode, memegang peranan yang

sangat penting dalam filsafat. Dalam sastra, pembicaraannya terbatas sebagai

metode. Di antara metode-metode yang lain, hermeneutika merupakan metode

yang paling sering digunakan dalam penelitian karya sastra. Hermenutika

dianggap sebagai metode ilmiah yang paling tua. Secara etimologis hermeneutika

Page 12: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

berasal dari kata hermeneuein, bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau

menginterprestasikan. Secara mitologis (ibid), hermeneutika dikaitkan dengan

Hermes, nama Dewa Yunani yang menyampaikan peran Illahi kepada manusia.

Dikaitkan dengan fungsi utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami

agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan

pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah

karya sastra.

3.1.3 Metode Kualitatif

Ciri-ciri terpenting metode kualitatif:

1) Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan

hakikat objek, yaitusebagai studi cultural.

2) Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian

sehingga makna selalu beruabh.

3) Tidak ada jarak antara subjek penelitian dengan objek penelitian, subjek

penelitiian sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi langsung

di antaranya.

4) Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian

bersifat terbuka.

5) Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya

masing-masing.

3.1.4 Metode Analisis Isi

Menurut Vredenbreght (1983: 66-68), secara eksplisit metode analisis isi

pertama kali digunakan di Amerika Serikat tahun 1926. Tetapi secara praktis,

telah digunakan jauh sebelumnya. Isi dalam metode analisis isi terdiri atas dua

macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung

dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi adalah pesan yang

terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi. Isi laten adalah isi

sebagaimana dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah isi

sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen.

3.1.5 Metode Formal

Page 13: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

Secara etimologi formal berasal dari kata forma (Latin) berarti bentuk,

wujud. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek

formal, aspek-aspek bentuk, yaitu unsure-unsur karya sastra. Tujuan metode

formal adalah studi ilmiah mengenai sastra dengan memeperhatikan sifat-sifat

teks yang dianggap artistic. Ciri utama metode formal adalah analisis terhadap

unsure-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan antara unsure-unsur

tersebtu dengan totalitasnya. Oleh karena itulah, metode formal sama dengan

metode unsure atau metode structural, yang kemudian berkembang menjadi teori

strukturalisme. Metode formal memandang bahwa keseluruahn aktivitas cultural

memiliki dan terdiri atas unsure-unsur. Tugas utama metode formal adalah

menganalisis unsur-unsur sesuai dengan peralatan yang terkandung dalam karya

jumlah, jenis, dan model unsur-unsur ekstrinsik dan intrinsik.

3.1.6 Metode Dialektika

Secara etimologi dialektika berasal dari kata dialectica, bahasa Latin, berarti

cara membahas. Secara historis metode dialektik sudah ada sejak zaman Plato,

tetapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Metode ini digunakan dengan

sangat berhasil oleh Goldmann dalam strukturalisme genetic. Secara teoretis

setipa fakta sastra dapat dianggap sebagai tesis, kemudian diadakan negasi.

Dengan adanya pengingkaran maka tesis dan antitesisi seolah-olah hilang atau

berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi, yaitu sintesis itu sendiri.

Sintesisi

3.1.7 Metode Deskriptif Analisis

Metode penelitian dapat juga diperoleh melalui gabuangan dua metode,

dengan syarat kedua metode tidak bertentangan. Metode deskriptif analitik

dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul

dengan analisis. Secara etimologis deskripsi dan anlisis berarti menguraikan.

Meskipun demikian, analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein (‘ana’=

atas, ‘lyein’=lepas, urai). Telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata

menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasansecukupnya.

Metode ini juga dapat digabungkan dengan metode formal.

3.2. Pendekatan dan Problematikannya

Page 14: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

3.2.1 Pendekatan Biografis

Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis mengenai proses

kreativitas. Subjek creator dianggap sebagai asal-usul karya sastra, arti sebuah

karya sastra dengan demikian secara relative sma dengan maksud, niat, pesan, dan

bahkan tujuan-tujuan tertentu pengarang.

3.2.2 Pendekatan Sosiologis

Berbeda dengan pendekatan biografis yang semata-mata menganalisis

riwayat hidup, dengan proses pemahaman mulai dari individu ke masyarakat,

pendekatan sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses

pemahaman mulai dari masyarakat ke individu.

3.2.3 Pendekatan Psikologis

Rene Wellek dan Austin Werren ( 1962: 81-82) menunjukkan empat model

pendekatan psikologis yang dikaitkan denan pengarang, proses kreatif, karya

sastra, dan pembaca. Pendekatan ini pada dasarnya berhubungan dengan tiga

gejala utama, yaitu: pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan

bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan

karya sastra.

3.2.4 Pendekatan Antropologis

Apabila sosiologis adalah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat, maka

antropologi adalah ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam masyarakat. Oleh

karena itulah, antropologis dibedakan menjadi antropologi fisik dan antropologi

kebudayaan, yang sekarang berkembang menjadi studi cultural. Dalam kaitannya

dengan sastra, antropologi kebudayaan dibedakan menjadi dua bidang, yaitu

antropologi dengan objek verbal dan nonverbal. Pendekatan antropologi sastra

lebih banyak berkaitan degnan objek verbal. Lahirnya pendekatan antropologis,

didasarkan atas kenyataan, pertama, adanya hubungan antara ilmu antropologis

dengan bahasa, kedua, dikaitkan dengan tradisi lisan, baik antropologis maupun

sastra sama-sama mempermasalahkannya sebagai objek yang penting. Pokokk-

pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis adalah bahasa

sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai struktur naratif, di

antaranya:

Page 15: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

1. Aspek-aspek naratif karya sastra dari kebudayaan yang berbeda-beda.

2. Penelitian aspek naratif sejak epic yang paling awal hingga novel yang

paling modern.

3. Bentuk-bentuk arkhais dalam karya sastra, baik dalam konteks karya

individual maupun generasi.

4. Bentuk-bentuk mitos dan system religi dalam karya sastra.

5. Pengaruh mitos, system religi, dan citra primordial yang lain dalam

kebudayaan populer.

3.2.5 Pendekatan Historis

Dalam hubungan ini perlu dibedakan antara pendekatan sejarah dengan

sejarah sastra, sastr sejarah, dan novel sejarah. Sama dengan pendekatan-

pendekatan lain di atas, pendekatan historis mempertimbangan historis karya

sastra yang diteliti,yang dibedakan dengan sejarah sastra sebagai perkembangan

sastra sejak awal hingga sekarang, sastra sejarah sebagai karya sastra yang

mengandung unsur-unsur sejarah dan novel sejarah. Dengan mempertimbangkan

indicator sejarah dan sastra, maka beberapa masalah yang menjadi objek sasaran

pendekatan historis, di antaranya, sebagai berikut:

1. Perubahan karya sastra dengan bahasanya sebagai akaibat proses

penerbitan ulang.

2. Fungsi dan tujuan karya sastra pada saat diterbitkan.

3. Kedudukan pengarang pada saat menulis.

4. Karya sastra sebagai wakitl tradisi zamannya.

3.2.6 Pendekatan Metopoik

Secara etimologi mythopoic berasal dari myth. Mitos dalam pengertian

tradisional maemiliki kesejajaran dengan fable dan legenda. Di antara semua

pendekatan, pendekatan mitopoik dianggap paling pluralis sebab memasukkan

hampir semua unsure kebudayaan, seperti sejarah, sosiologi, antropologi,

psikologi, agama, filsafat, dan kesenian. Vredenbreght (1983: 5) menyebutnya

sebagai pendekatan historis.

3.2.7 Pendekatan Ekspresif

Page 16: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

Pendekatan ekspresif memiliki sejumlah persamaan dengan pendekatan

biografis dalam hal fungsi dan kedudukan karya sastra sebagai manifestasi subjek

creator. Pendekatan ini tidak semata-mata memberikan perhatian terhadap

bagaimana karya sastra itu diciptakan, seperti study kreatif proses kreatif dalam

studi biografis, tetapi bentuk-bentuk apa yang terjadi dalam karya sastra yang

dihasilkannya.

3.2.8 Pendekatan Mimesis

Menurut Abrams (1976: 8-9) pendekatan mimetis merupakan pendekatan

estetis yang paling primitive. Akar sejarahny terkandung dalam pandangan Plato

dan Aristoteles. Pendekatan mimesis Marxis merupakan pendekatan yang paling

beragam dan memiliki sejarah perkembangan yang paling panjang. Meskipun

demikian, pendekatan ini sering dihindarkan sebagai akibat keterlibatan tokoh-

tokoh dalam dunia politik.

3.2.9 Pendekatan Pragmatis

Pendekatan pragmatis membrikan perhatian utama terhadap peranan

pembaca. Dalam kaitannya dengan salah satu teori modern yang paling pesat

perkembangannya, yaitu teori resepsi, pendekatan pragmatis, dipertentangkan

dengan pendekatan ekspresif. Pendekatan pragmatis mempertimbangkan implikasi

pembaca melalui berbagai kompetensinya.

3.2.10 Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif dibicarakan paling akhir dengan pertimbangan bahwa

pendekatan ini justru merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki

kaitan yang paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang

menggunakan konsep dasar struktur.

Page 17: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB IV

Teori-Teori Strukturalisme

4.1 Prinsip-prinsip Antarhubungan

Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting. Artinya

unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat berperanan secara maksimal

semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukkan

antarhubungan unsure-unsur yang terlibat. Oleh karena itulah, dikatakan bahwa

struktur lebih dari sekedar unsure-unsur dan totalitasnya, karya sastra lebih dari

sekedar pemahaman bahasa sebagai medium, karya sastra lebih dari sekedar

penjumlahan bentuk dan isinya. Antarhubungan dengan demikian merupakan

kualitas energetis unsure.

Relevansi prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya sastra, di satu

pihak mengarahkan peneliti agar secara terus-menerus memperhatikan setiap

unsure sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsure lainnya. Dipihak yang

lain, antarhubungan yang menyebabkan sebuah karya sastra, suatu masyarakat,

dan gejala apa saja agar memiliki arti yang sesungguhnya.

4.2 Teori Formalisme

Sebagai teori modern mengenai sastra, secara historis kalahiran formalism

dipicu oleh paling sedikit tiga factor sebagai berikut:

a. Formalism lahir sebagai akibat penolakannya terhadap paradigma

positivme abad ke-19 yang memegang teguh prinsip-prinsip kausalitas,

dalam hubungan ini sebagai reaksi terhadap studi biografi.

b. Kecenderungan yang terjadi dalam ilmu humaniora, di mana terjadinya

pergeseran dari paradigma diakronis ke sinkronis.

c. Penolakan terhadap pendekatan tradisional yang selalu memberikan

perhatian terhadap hubungan karya sastra dengan sejarah, sosiologi, dan

psikologi.

4.3 Teori Strukturalisme Dinamik

Page 18: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

Secara etimologis struktur berasal dari kata structura, bahasa Latin, yang

berarti bentuk atau bangunan. Asal muasal strukturalisme, seperti sudah

dikemukakan di atas, dapat dilacak dalam Poetica Aristoteles dalam kaitannya

dengan tragedy, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot. Usaha

maksimal kelompok formalis dalam rangka menemukan hakikat karya sastra

dengan cara mengeksploitasi sarana bahasa telah mencapai klimaksnya. Meskipun

demikian, penemuan tersebut justru mengarahkannya pada paradigma baru, karya

sastra tidak bisa dipahami secara terisolasi semata- mata melalui akumulasi

perangkat-perangkat intrinsiknya., tetapi juga harus melibatkan keseluruhan factor

yang membentuknya.

Sebagai asal-usul teori modern dalam bidang sastra relevansi formallisme

seperti telah dijelaskan di atas adalah pergeseran pandangan dari unsure-unsur di

luar sastra ke sastra itu sendiri.

Menurut Teeuw (1988: 131), khususnya dalam ilmu sastra, strukturalisme

berkembang melalui tradisi formalism. Artinya, hasil-hasil yang dicapai melalui

tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis. Secara definitive

strukturalisme berarti paham mengenai unsure-unsur, yaitu struktur itu sendiri,

dengan mekanisme antarhubungannya, di satu pihak antarhubungan unsure yang

satu dengan unsure yang lainnya. Sejak ditemukannay hokum-hukum formal yang

berhubungan dengan hakikat karya sekitar tahun 1940-an, bahkan sejak formalism

awal abad ke-20, model analisi terhadap karya sastra telah membawa hasil yang

gilang-gemilang.

Lahirnya strukturalisme dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan

strukturalisme sebagaimana yang dianggap sebagai perkembangan kemudian

formalism di atas. Strukturalisme dinamika dimaksudkan sebagi penyempurnaan

strukturalisme yang semata-mata memberikan internsitas terhadap struktur

intrinsic, yang dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya. Secara

definitive strukturalisme memberikan perhatian terhadap analisis unsure-unsur

karya. Atas dasar hakikat otonom karya sastra seperti di atas, maka tidak ada

aturan yang baku terhadap suatu kegiatan analisis. Artinya, unsure-unsur yang

dibicarakan tergantung dari dominasi unsure-unsur karya di satu pihak, tujuan

Page 19: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

analisis di pihak yang lain. Menurut Jean Piaget (1973: 97-98) justru di sini

tampak dinamika karya sastra sebagai totalitas sebab proses adopsi mengandaikan

terjadinya ciri-ciri transformasi dan regulasi diri sehingga terjadi keseimbangan

antara struktur global dengan unsure yang dianalisis. Beberapa aspek sastra (1987)

mengemukakan sistematika analisis fiksi yang terdiri atas:

a. Aspek Ektrinsik (historis, sosiologis, psikologis, filosofis, religious).

b. Aspek intrinsic (elemen cipta sastra: insiden, plot)

c. Karakterisasi (teknik cerita, komposisi cerita, gaya bahasa).

4.4 Teori Semiotika

Berbeda dengan formalism dan strukturalisme, yang mana hubungannya

dapat dilihat secara jelas, baik aspek kesejarahan, tokoh-tokoh, maupun konsep-

konsep yang ditawarkannya, hubungan antara strukturalisme dengan semiotika

bersifat kompleks sekaligus ambigu. Menurut Aart Zoert (1993: 5-7) dikaitkan

dengan bidang-bidang yang dikaji, pada umumnya semiotika dapat dibedakan

paling sedikit menjadi tiga aliran:

a. Aliran semiotika komunikasi, dengan intensitas kualitas tanda dalam

kaitanya dengan pengirim dan penerima tanda yang disertai denga

maksud, yang digunakan secara sadar, sebagai signal.

b. Aliran semiotika konotatif, atas dasar ciri-ciri denotative kemudian

diperoleh makna konotasinya, arti pada bahasa sebagai system model

kedua, tanda-tanda tanpa maksud langsung, sebagai simtom, di samping

sastr juga diterapkan dalam berbagai bidang kemasyarakatan , dipelopori

oleh Roland Barthan.

c. Aliran semiotika ekspansif, diperluas dengan bidang psikologis (Freud)

dan sosiologi (Marxis). Termasuk filsafat dipelopori oleh Julia Kristeva.

Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah

keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia baik tanda verbal maupun

nonverbal.

4.4.1 Bidang-bidang Penerapan

Penerapan semiotika dalam ilmu sastra jelas merupakan masalah tersendiri,

dengan pertimbangan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu system tanda

Page 20: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

yang sangant kompleks Eco (1979: 9-14) menyebutkan beberapa bidang

penerapan yang dianggap relevan di antaranya:

1) Semiotika hewan, masyarakat nonhuman.

2) Semiotika penciuman.

3) Semiotika komunikasi dengan perasa

4) Semiotika pencicipan, dalam masakan

5) Semiotika music

6) Semiotika benda-benda

7) Semiotika bahasa ilmiah

8) Semiotika struktur cerita

9) Semiotika kode-kode budaya.

10) Semiotika estetika dan pesan

11) Semiotika kinesik, gerakan.

4.4.2 Semiotika Sastra

Secara ringkas dan kasar yang dimaksud dengan kebudayaan adalah

keseluruahn aktivitas manusia. sebagian besar, bahkan keseluruhan aktivitas

manusia pada dasarnya dilakukan melalui bahasa, baik bahasa lisan maupun

tulisan. Kehidupan manusia dibangun atas dasar bahasa, sedangkan bahasa itu

sendiri adalah system tanda. Menurut Noth (1990:42) tanda bukanlah kelas objek,

tanda-tanda hadir hanya dalam pikiran penafsir. Tidak ada tanda kecuali jika

diinterprestasikan sebagai tanda. Lebih jauh. Menurut Arthur Asa Berger (2000),

sebagai ilmu, semiotika termasuk ilmu imperialistic, sehingga dapat diterapkan

pada berbagai bidnag yang berbeda, termasuk gejala-gejala kebudayaan

kontemporer. Secara definitive tanda adalah sembarang apa yang mengatakan

tentang sesuatu yang lain dari pada dirinya sendiri. Tanda-tanda sastra tidak

terbatas pada teks tertulis. Hubungan antara penulis, karya sastra, dan pembaca

menyediakan pemahaman mengenai tanda yang sangat kaya.

4.4.3 Semiotika sosial

Sebagai metode mikroskopis, strukturalisme dianggap mengingkari peranan

subjek, baik pengarang sebagai subjek individual maupn masyarakat sebagai

subjek transindividual. Oleh karena itulah, metode dan teori strukturalisme

Page 21: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

dianggap antihumanis. Semiotika memberikan jalan ke luar dengan mengambil

objek sekaligus pada pengarang dan latar belakang sosial yang menghasilkannya.

Semiotika sosial memiliki implikasi lebih jauh dalam kaitannya dengan hakikat

teks sebagai gejala yang dinamis. Implikasi lebih jauh terhadap semiotika sosial

sebagai ilmu, teks, dan konteks sebagai objek adalah metode yang harus dilakukan

dalam proses pemahaman. Dalam kehidupan praktis sehari-hari, keberagaman

tanda dengan sistemnya, dan dengan sendirinya keberagaman model hubungannya

dengan aspek-aspek kemasyarakatannya.

4.5 Teori Strukturalisme Genetik

Strukturalisme genetic dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis

strukturalisme murni, analisis terhadap unsure-unsur intrinsik. Baik strukturalisme

genetik atau dinamik juga menolak peranan bahasa sastra sebagai bahasa yang

khas, bahasa sastra. Strukturalisme genetic ditemukan oleh Lucien Goldmann,

seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Strukturalisme genetic memiliki

impllikasi yang lebih luas dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu

kemanusiaan pada umumnya. Pandangan dunia merupakan masalah pokok dalam

strukturalisme genetic. Homologi, kelas-kelas sosial, strukturalisme bermakna,

dan subjek transindividual diarahkan pada totalitas pemahaman yang dianggap

sebagai kesimpulan suatu penelitian. Secara metodologis, dalam strukturalisme

genetic Goldmann menyarankan untuk menganalisis karya sastra yang besar,

bahkan suprakarya. Secara definitive strukturalisme genetic harus menjelaskan

struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep

homologi, kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia.

4.6 Teori Strukturalisme Naratologi

Naratologi sengaja diurikan secara luas, dengan menyinggung sejumlah

naratolog, dengan pertimbangan, pertama, berbagai aspek yang berkaitan dengan

cerita telah mewarnai penelitian-penelitian baik dalam bidang sastra maupun

kebudayaan pada umumnya. Kedua, buku ini memang dimaksudkan untuk

melengkapi literature sastra dalam kaitannya dengan wacana naratif. Narasi, baik

sebagai cerita mupun pencertiaan didefinisikan sebagai representasi paling sedikit

duahlomith peristiwa factual atau fiksional dalam urutan waktu. Narrator atau

Page 22: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

agen naratif (Mieke Bal, 2985:119) didefinisikan sebagai pembicara dalam teks,

subjek secara linguistis, bukan person, bukan pengarang. Para pelopor naratologi

antara lain: Vladimir Lokovievich Propp, Claude levi-Straus, Txvetan Todorov,

Algirdas Julien Greimas, dan Shiomith Rimmen-Kenan.

Page 23: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB V

Teori-Teori Postrukturalisme

5.1 Hubungan antara Postmodernisme dengan Postrtukturalisme

Paradigma postrukturalisme adalah cara-cara mutakhir, baik dalam bentuk

teori maupun metode dan teknik, yang digunakan dalam mengakaji objek. pada

dasarnya kelemahan strukturalisme: 1) model analisi strukturalisme, terutama

pada awal perkembangannya dianggap terlalu kaku sebab semata-mata didasarkan

atas struktur dan system tertentu, 2) strukturalisme terlalu banyak memberikan

perhatian terhadap karya sastr sebagai kualitas otonom, dengan struktur dan

sistemnya,sehingga melupakan subjek manusianya, yaitu pengarang dan pembaca,

3) hasil analisis dengan demikian seolah-olah demi karya sastra itu sendiri, bukan

untuk kepentingan masyarakat secara luas. Strukturalisme (Ritzer, 2003: 49-64)

lahri sebagai reaksi terhadap model-model penelitian sebelumnya yang

memeberikan perhatain pada sejarah dan asal-usul suatu gejala cultural,

khususnya bahasa. postmodernisasi dan postrukturalisme berkembang dengan

sangat pesat, dipicu paling sedikit oleh tiga indicator yang sling melengkapi:

a. Posmodernisme dan postrukturalisme sebagai kecenderunagn mutakhir

peradaban manusia berkembang dalam situasi dan kondisi yang serba

cepat.

b. Perkembangan pesat kajian wacana, baik dalam bidang sastra, sebagai

teks, maupun nonsastra, sebagai diskursus

c. Perkembangan pesat interdisipliner yang memungkinkan berabgai disiplin

kajian tunggal.

5.2 Teori-teori Postmodernisme

Dengan melihat garis besar sejarah kebudayaan Barat, yaitu zaman Purba.

Post ini pada dasarnya masih merupakan bagian dari zaman Modern. Modern, dari

kata modo (Latin), berarti baru saja, jelas sangat sulit unutk dikaitkan dengan

Zaman Modern yang berlangsung hampirselam 500 tahun. Oleh karena itulah

timbul pendapat bahwa baik istilah modern maupun postmodern diartikan sebagai

Page 24: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

aktivitas pada saat suatu kemajuan berhasil diraih. Ciri-ciri yang mendasari

perbedaan anatara modernism dengan postmodernisme tidak menunjukkan garis

yang jela, tidak hitam putih. Timbulnya postmodernisme jelas merupakan akibat

ketidakmampuan modernism dalam menanggulangai kepuasan masyarakat, yaitu

berbagai kebutuahan yang berkaitan dengan masalah politik, sosial, ekonomi, dan

kebudayaan pada umumnya. Demikianlah postmodernisme muncul untuk

mengoreksi lineritas modernisme. Tujuannya jelas untuk mengoreksi kesadaran

bahwa ada yang lain, the other, di luarnya, diluar wacana hegemoni. Tokoh-tokoh

penting dalam teori postmodernisme: Gerard Gennete, Gerald Prince, Seymour

Chatmann, Jonathan Culler, Hayden White, dll.

a. Teori Resepsi sastra

Semiotika, resepsti, dan interteks berkembang pesat sesudah

strukturalisme mencapai klimaks sekaligus stagnasi, bahkan sebagai

involusi. Perbedaannya semiotika, melalui intensitas system tanda

memberikan keseimbangan antara struktur intrinsic dan ekstrinsik.

Menurut Luxemburg, dkk (1984: 78-79) ada dua tradisi klasik kaitannya

dengan relevansi fungsi dan peranan pembaca, pertama, dibicarakan oleh

Aristoteles, dalm Poetica, denga konsep tharsis, penyucian emosi pembaca

melalui pementasan tragedy. Kedua, dibicarakan oleh Horatius, dalam Ars

Peotca, dalam kaitannya dengan efek manfaat dan nikma, karya seni yang

baik sekaligus berguna dan menyenangkan.

b. Teori Interteks

Secara luas, interteks diartikan sebagi jaringan hubungan antara satu teks

dangan teks lain. Lebih dari teks itu sendiri secara etimologi (textus,

bahasa Latin) berarti tenunan, anyaman, penggabuangan, susunan, dan

jalinan. Produksi makna terjadi dalam interteks, yatu proses oposisi,

permutasi, dan trasformasi. Menurut teori ini pembacaan yang berhasil

justru apabial didasarkan atas pemahaman terhadap karya-karya terdahulu.

Secara definitive pada dasarnya interteks mendekonstruksi dikotomi

penanda dan petanda semiotika konvensional, dimana karya dianggap

berdiri sendiri secara otonom. Menurut Kristeva (1980: 36-38) karya sastra

Page 25: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

justru harus ditempatkan dalam kerangka ruang dan waktu secara

kongkret, sehingga teks memiliki hubungan dengan teks-teks lain,

memanfaatkan ungkapan-ungkapandari teks-teks lain, teks sebagi

permainan dan mosaic dari kutipan terdahulu.

c. Teori Feminisme

Menurut Teeuw beberapa indicator yang diaggap telah memicu lahirnya

gerakan feminism di dunia Barat adalah:

1) Berkembangnya teknik kontrasepsi, yang memungkinkan perempuan

melepaskan diri dari keuasaan lelaki.

2) Radikalisasi politik, khususnya sebagai akibat perang Vietnam.

3) Lahirnya gerakan pembebasan dari ikatan-ikatan tradisional.

4) Sekularisasi, menurutnya wibawa agama dalam segala bidang

kehidupan.

5) Perkembangan pendidikan yang secara khusus dinikmati oleh

perempuan.

6) Reaksi terhadap pendekatan sastra yang mengasingkan karya dari

struktur sosial, seperti KritikBaru dan strukturalisme.

7) Ketidkapuasan terhadap teori dan praktik ideology Marxis.

Menurut Selden (1986:130-131) ada lima masalah yang biasanya

muncul dalam kaitannya dengan teori feminis, yaitu: 1. Masalah

biologis, 2. Pengalaman, 3. Wacana, 4. Ketaksadaran, 5. Pengalaman,

6. Masalah sosioekonomi.

Page 26: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB VI

Teori-Teori Komunikasi dalam Karya Sastra

Secara etimologi komunikasi berarti hubungan. Pada dasarnya seluruh

aktivitas kehidupan dienergisasikan oleh system hubungan, baik degan tujuan

positif maupun negative. Salah satu karya sastra yang penting dengan demikian

adalah fungsinya sebagai system komunikasi. Secara garis besar komunikasi

dilakukan melalui: a. interaksi sosial, b. aktivitas bahasa, c. mekanisme teknologi.

Komunikasi dalam sastra penting sekaligus rumit sebab: a. karya sastra

merupakan model kedua, b. karya sastra pada dasarnya sekaligus memanfaatkan

ketiga unsure di atas.

a. Ciri-ciri Anatomitas Pengarang.

Dalam sejarah kebudayaan, aspek kepengarangan, baik sebagai ilmuwan

maupun seniman, bahkan dalam bentuk apaun yang melibatkan aktivitas

mencipt, jelas memegang perangan penting. Melalui kepengaranganlah terjadi

penemuan yang dengan sendirinya diikuti dengan kemajuan dalam berbagai

bidang. Kualitas manusia berpikir tidak dengan sendirinya, dan tidak secara

keseluruhan lebih penting dibandingkan dengan kualitas maunis bercerita.

Komunikasi mengalami stagnasi sebab timbul factor-faktor elementer yang

terlalikan, bahkan dengan sengaja dihapuskan, yang justru merupakan energy

dalam kehidupan sehari-hari. Manusia bercerita, manusia mengarang yang

terjadi katalisator anarindividu.

Dalam kritik sastra kontemporer, pembicaraan mengenai subjek

pengarang menjadi actual kembali, meskipun dalam bentuk yang berbeda.

Pengarang yang sesungguhnya dalam tradisi sastra tradisional merupakan

asal-muasal suatu karya, secara terus-menerus diingkari, dikekonstruksi.

Fluktuasi peranan pengarang sepanjang sejarah sastra barat dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1) Abad pertama hingga abad ke-16 dengan diilhami oleh Longinus,

memberikan intensitas pada eskpresi dan emosi.

Page 27: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

2) Abad Pertengahan (500-1500) pengarang sebagai pencipta kedua,

penarang sebagai semata-mata meniru Maha Pencipta.

3) Abad Renaissance (1400-1700) pengarang sebagai creator mulai dihargai.

4) Abad ke-18-19 pengarang sebagai creator yang otonom, seniman

mendewakan diri, di Indonesia tampak pada masa Pujangga Baru.

5) Abad ke-20 pangarang disembunyikan di balik fokalisasi, penarang

tersirat, bahkan pengarang dianggap sebagai anonimis.

b. Karya Sastra: Fokalisasi atau sudut pandang.

Implikasi terpenting menghilangnya pengarang dalam instansi penulisan

karya fiksi seperti diutarakan di atas adalah lahirnya peranan sudut pandang

atau fokalisasi. Sebagai system komunikasi jelas seluruh aspek karya satra

harus diuraikan, sehingga pembicaraan karya sastralah yang paling luas.

Fokalisasi dari kata focus, yang bararti kancah perhatian, perspektif cerita,

atau sudut pandang. Membedakan antara pencerita dengan fokalisator penting

dalam rangka: a. memisahkan hegemoni subjek creator terhadap subjek

fiksional, b. menampilkan hakikat intersubjektivitas. Benda-benda akan

berbeda artinya jika dilihat oleh orang yang berbeda pula. Pada dasarnya

dalam karya sastra ada sudut pandang, yaitu dibedakan menjadi:

1. Sudut pandang orang pertama,

2. Sudut pandang orang ketiga yang disebut juga sudut pandang tidak

berperan serta.

Dalam karya sastra, fokalisasi sudah disadari sejak formalism,

sebagaimana dikemukakan oleh Shkovsky sudut pandang, gaya bahasa, dan

plot dianggap sebagai unsure utama keberhasilan karya.

c. Pembaca: Jenis dan Peranannya.

Secara historis, dengan mengambil titik tolak abad ke-19, peranan karya

sastra dan pembaca berurutan dalam bentuk garis lurus. Abad ke-19 sejarah

sastra didominasi oleh pengarang, paruh pertama abad-20 didominasi oleh

karya sastra, paruh kedua dan seterusnya hingga sekarang didominasi oleh

pembaca.

Page 28: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

Dikaitkan dengan trilogy pengarang, karya sastra, dan pembaca seperti

di atas, perkembang terakhir yang didominasi oleh pembaca sesungguhnya

merupakan perkembangan alamiah, yang diilhami oleh tradisi Plato dan

Aristoteles, dengan teori katahtarsis. Menurut Luxemburg, dkk (1984: 76)

pembaca dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. pembaca di dalam teks, b.

pembaca di luar teks juga dibedakan menjadi dua macam: 1. Pembaca yang

diandaikan, 2. Pembaca sesungguhnya, pembaca di dalam teks juga dibedakan

menjadi dua macam: 1. Pembaca implicit, dan 2. Pembaca eksplisit.

Page 29: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

BAB VII

TEORI DAN METODE PENELITIAN MULTIDISIPLIN

Keragaman sastra mengimplikasikan keragaman latar belakang sosial

budayanya. Indonesia merupakan satu-satunya Negara kesatuan yang terdiri atas

ribuan pulau-pulau, dengan adat-istiadat , agama, suku, dan ras yang berbeda-

beda. Di atas perbedaan itu, karya sastra ditulis, struktur cerita dibangun, dan

pandangan dunia diwujudkan. Karya sastra mengandung aspek-aspek cultural,

bukan individual. Benar, karya sastra dihasilkan oleh seorang pengarang, tetapi

masalah-masalah yang diceritakan adalah masalah masyarakat pada umumnya.

Keragaman aspek kebudayaan dapat diungkapkan secara maksimal apabila

tersedia cara-cara pemahaman, model-model analisis dan dengan sendirinya

dengan teori dan metodenya masing-masing. Mengingat ciri-cirinya, banyak

pendapat dalam kaitanya dengan pembagian ilmu. Seperti telah disinggung di

depang, dalam pembicaraan inii secara garis besar ilmu dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu; ilmu kealaman dan ilmu sosial. Dalam perkembangan terakhir,

ilmu sosial dibedakan menjadi ilmu sosial sendiri dan ilmu kemanusiaan yang

disebut humaniora. Secara definitive penelitian multidisiplin atau pluridisiplin

adalah penelitian yang melibatkan lebih dari satu disiplin. Dasar perbedaannya

adalah intensitas hubungan dan dengan sendirinya ciri-ciri ilmu yang

bersangkutan. Dalam hubungan inilah dibedakan tiga macam multidisiplin, yaitu:

a. multidisiplin itu sendiri, b. transdisiplin atau antardisiplin, c. interdisiplin.

Dalam sastra juga ada sosiologi sastra. Dalam hal ini yang harus

dipertimbangkan mengapa sastra memiliki hubungan erat dengan masyarakat dan

dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai

berikut:

1. Karya sastr ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita, disalin oleh

penyalin, sedangkan ketiga subjek tersebut adalah anggota masyarakat

2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang

terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikan oleh

masyarakat.

Page 30: Teori Metode Dan Teknik Penelitian Sastr

3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi

masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengadung masalah-masalah

kemasyarakatan.

4. Berbeda dengan ilmu pnegetahuan, agama, adat-istiadat, dan tradisi yang lain,

dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan juga logika.

5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersubjektivitas,

masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya.