teori malthus

6
a) Teori Malthus Teori Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang menyatakan bahwa: Pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung”. Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah dan hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi). Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu: 1. Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia 2. Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa. Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut: Penduduk: 1 2 4 8 16 32 64 128 dst Subsisten: (pangan) 1 2 3 4 5 6 7 8 dst

Upload: zupe

Post on 25-Jun-2015

6.870 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Teori Malthus

a) Teori Malthus

Teori Kependudukan Malthus (pertumbuhan penduduk) yang menyatakan bahwa:

“Pertumbuhan penduduk menurut deret ukur dan pertumbuhan ekonomi menurut deret hitung”.

Maksudnya adalah bahwa jumlah penduduk akan berkembang lebih cepat daripada

pertumbuhan ekonomi sehingga mengakibatkan upah tenaga kerja menjadi sangat murah dan

hanya cukup untuk biaya hidup sehari-hari (subsistensi).

Malthus memulai dengan merumuskan dua postulat yaitu:

1. Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia

2. Bahwa kebutuhan nafsu seksuil antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang

masa.

Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan,

kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten

(pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan

subsisten (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut:

Penduduk:

1 2 4 8 16 32 64 128 dst

Subsisten:

(pangan) 1 2 3 4 5 6 7 8 dst

a) Stetement:

Dari postulat Malthus, terdapat pengekangan perkembangan penduduk dapat berupa

pengekangan segera dan pengekangan hakiki/mutlak. Yang dimaksud dengan factor

pengekangan adalah pangan, sedangkan pengekangan segera dapat berbentuk pengekangan

prefentif dan pengekangan positif. Pengekangan prefentif adalah factor-faktor yang bekerja

mengurangi angka kelahiran. Pengekangan prefentif yang dianjurkan Malthus adalah

pengendalian diri dalam hal nafsu seksuil antar jenis seperti penundaan perkawinan.

Page 2: Teori Malthus

Pengekangan positif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi angka kematian ; dapat

berupa epidemi, penyakit-penyakit dan kemiskinan.

Namun teori kependudukan Malthus memiliki kelemahan-kelemahan, diantaranya:

1. Malthus terlalu menekankan keterbatasan persediaan tanah meskipun dia adalah salah

seorang pengajur industrialisasi dan penggunaan tanah secara lebih efisien. Kenyataan dalam

setelah Malthus menunjukkan bahwa perbaikan teknologi pertanian seperti penggunaan

pupuk buatan, pemakaian pestisida, dan irigasi yang efisien menghasilakan peningkatan

produktivitas.

2. Dia kurang memperhitungkan bahwa, penemuan-penemuan baru, teknologi unggul dan

industrialisasi dapat memberikan efek yang cukup berarti pada peningkatan tingkat hidup.

Sedangkan dalam ruang ketahanan pangan, untuk pertama kali hubungan antara pangan dan

penduduk teori Malthus untuk pertama kali hubungan antara pangan dan penduduk dibicarakan

secara sistematis oleh Malthus sekitar abad ke-19. Namun pada hakekatnya masalah pangan

telah ada pada masa-masa sebelumnya. Di berbagai negeri, masa-masa makmur sering diselingi

oleh kekurangan pangan atau bahkan kelaparan masal yang merenggut banyak jiwa manusia.

Banyak faktor penyebab lemahnya ketahanan pangan nasional yang berakhir pada ironi

bangsa. Dengan SDA memadai serta luas lahan pertanian sebesar 107 juta hektar dari total luas

daratan Indonesia sekitar 192 juta hektar, ternyata masih menyimpan cerita-cerita pilu.

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2002), tidak termasuk Maluku dan Papua, sekitar 43,19

juta hektar telah digunakan untuk lahan sawah, perkebunan, pekarangan, tambak dan lading;

lebih kurang 2,4 juta hektar untuk padang rumput, sedangkan 8,9 juta hektar untuk tanaman

kayu-kayuan; dan lahan yang tidak diusahakan seluas 10,3 juta hektar (Republika, 16/6/2006).

Faktor tersebut antara lain tidak berimbangnya produksi pangan dengan populasi penduduk.

Aksioma Robert Malthus tentang deret ukur dan deret hitung agaknya dapat dirujuk di sini.

Kendati tidak berlaku pada seluruh negara, tapi bagi negara berkembang yang sering dilanda

kasus pangan, Malthus mendekati benar. Konon 10% anak-anak di negara berkembang

meninggal sebelum mereka berusia lima tahun. Kebanyakan dari kematian karena lapar

Page 3: Teori Malthus

disebabkan oleh malnutrisi yang kronis akibat penderita tidak mendapatkan makanan yang

cukup. Sering kali hal ini terjadi karena kemiskinan yang parah.

Terancam kelaparan saat ini, diantaranya 4,35 juta tinggal di Jawa Barat. Ancaman kelaparan

ini akan semakin berat, dan jumlahnya akan bertambah banyak. Seiring dengan mereka yang

terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di bawah Rp.

30.000,00.

Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia,

berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Dari jumlah itu, sebanyak 50.333 berasal dari

Jawa Barat, diantaranya 10.430 tinggal di Kabupaten Bandung dan 15.334 orang tinggal di

Kabupaten Garut. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling

mengkhawatirkan adalah penduduk dengan pengeluaran per kapita di bawah Rp 15.000,00 per

bulan sebanyak 14.108.

b) Keterkaitan teori Malthus dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan ketahanan

pangan

Usaha dari banyak Indonesia untuk menyediakan pangan bagi penduduk adalah dengan

giat melakukan pembangunan atau modernisasi pertanian. Usaha ini dilakukan baik melalui

perluasan tanah pertanian yang ada (ekstensifikasi) maupun meningkatkan produksi per

hektarnya (intensifikasi).

Indonesia tercatat baru pada tahun 1968-1969 sebagai peserta revolusi hijau dengan luas

areal 198.000 hektar yang pada tahun 1972-1973 menjadi 1.521.000 hektar, meskipun

sesungguhnya Indonesia telah memulainya sekitar tahun 1964-1965. Pada tahun 1973 produksi

padi dengan Bimas telah mencapai 52 kuital per hektar dan dengan Inmas 40 kuintal per hektar.

Adapun program transmigrasi setelah Indonesia merdeka dalam Pola Umum Pelita Ktiga

(Lihat GBHN, TAP MPR No. II/MPR/1978) disebutkan antara lain: “Program transmigrasi

ditujukan untuk meningkatkan penyebaran penduduk dan tenaga kerja serta pembukaan dan

pengembangan daerah produksi dan pertanian baru dalam rangka pembangunan daerah

Page 4: Teori Malthus

khususnya di luar Jawa, yang dapat menjamin taraf hidup para transmigran, dan taraf hidup

masyarakat sekitar”.

Program Keluarga Berencana merupakan upaya pemerintah dalam mencegah dan

mengatur kelahiran. Pemerintah melalui Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasionak

(BKKBN) bergerak dalam penyebaran alat-alat dan pengetahuan kontrasepsi. Setiap desa dan

kota Petugas Lapang KB siap membantu keluarga-keluarga yang ingin memasuki program KB.

Dapus

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Penerangan

Ekonomi dan Social.

Rusli, Said. 1983. Kepadatan Penduduk dan Peledakannya. Bogor: PN Balai Pustaka.