teori lokasi klasik
TRANSCRIPT
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 1/8
Teori Von Thunen dan Implikasinya pada Struktur Spasial
Zona Lahan Desa dan Kota
Teori Von Thunen menjelaskan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics),
yang menghubungkan teori ekonomi keruangan dengan teori sewa (theory of rent) yang
membuat model analisis dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak
(Djojodipuro, 1992). Teorinya mencoba untuk menerangkan berbagai jenis pertanian
dalam arti luas yang berkembang di sekeliling daerah perkotaan yang merupakan pasar
komoditi pertanian tersebut. Berdasarkan pengamatan di daerah tempat tinggalnya,
berbagai komoditas pertanian diusahakan menurut pola tertentu. Ia mengupas tentang
perbedaan teori lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa tanah
(pertimbangan ekonomi).
1. Asumsi Teori
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai
kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut
Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah
apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan
jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih)
antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki
kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya
untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke
pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin.
Perkembangan dari teori Von Thunen adalah harga lahan tinggi di pusat kota dan akan
makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Inti pembahasan Von Thunen adalah mengenai lokasi dan spesialisasi pertanian.
Berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan, antara lain (Djojodipuro, 1992):
1. Terdapat suatu daerah terpencil yang terdiri atas daerah perkotaan dengan daerah
pedalamannya dan merupakan satu-satunya daerah pemasok kebutuhan pokok yang
merupakan komoditi pertanian. – isolated stated;
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 2/8
2. Daerah perkotaan tersebut merupakan daerah penjualan kelebihan produksi daerah
pedalaman dan tidak menerima penjualan hasil pertanian dari daerah lain. – single
market;
3. Daerah pedalaman tidak menjual kelebihan produksinya ke daerah lain kecuali ke
daerah perkotaan. – single destination;
4.
Daerah pedalaman merupakan daerah berciri sama (homogenous) dan cocok untuk
tanaman dan peternakan dalam menengah;
5. Daerah pedalaman dihuni oleh petani yang berusaha untuk memperoleh
keuntungan maksimum dan mampu untuk menyesuaiakan hasil tanaman dan
peternakannya dengan permintaan yang terdapat di daerah perkotaan. – maximum
oriented;
6.
Satu-satunya angkutan yang terdapat pada waktu itu adalah angkutan darat berupa
gerobak yang dihela oleh kuda. – one moda transportation;
7. Biaya angkutan ditanggung oleh petani dan besarnya sebanding dengan jarak yang
ditempuh. Petani mengangkut semua hasil dalam bentuk segar. – equidistant.
Dengan asumsi tersebut maka daerah lokasi berbagai jenis pertanian akan
berkembang dalam bentuk lingkaran tidak beraturan yang mengelilingi daerah pertanian.
Gambar. 1
Zona Lahan Von Thunen
Semakin jauh jarak daerah produksi pertanian dengan daerah pemasaran (pusat
kota), maka akan semakin mahal beban biaya transportasi yang ditanggung. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 3/8
Gambar. 2Diagram Ilustrasi Sewa Lokasi Vs Biaya Transport
Von Thunen mengasumsikan suatu negara yang terisolasi dengan satu pusat kota
dengan tipe permukiman pedesaan, sehingga tidak ada pengaruh dari luar negara. Di dalam
deskripsi konsepnya, von Thunen membayangkan suatu kota yang berada di pusat daratan
yang subur, yang dipotong oleh sungai. Pada daratan tersebut kondisi tanahnya dapat
ditanami dan mempunyai kesamaan kesuburan. Semakin jauh dari kota, dataran tersebut
berubah menjadi hutan belantara yang memutus hubungan antara negara ini dengan dunia
luar. Tidak ada kota lain di daratan tersebut. Pusat kota dengan sendirinya harus menyuplai
daerah pedesaan dengan semua hasil produksi industri, dan sebagai penggantinya akan
mendapatkan perbekalan dari desa-desa di sekitarnya. Pertambangan yang menyediakan
garam dan logam berada dekat dengan pusat kota, dan hanya satu, nantinya yang disebut
“kota”.
Model Von Thunen membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar
dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapatdari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling
produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya
transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar.
2. Model Teori Von Thunen
Dalam menjelaskan teorinya ini, von Thunen menggunakan tanah pertanian
sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap
komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 4/8
penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Model von Thunen mengenai tanah pertanian
ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut : Kota
terletak di tengah antara "daerah terisolasi" (isolated state). Isolated State dikelilingi oleh
hutan belantara, tanahnya datar, tidak terdapat sungai dan pegunungan, kualitas tanah dan
iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar lewat darat
dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota.
Gambar model Von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian.
a. Isolated Stated , yang terdiri dari dataran yang "teratur”.
b. Modified Condition (terdapat sungai yang dapat dilayari).
Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-
masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).
Membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi.
Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar
dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti
berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi
seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar. Tentu saja hubungan di atas sangat sulit
diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah
pertanian regional.
Gambar 3. Model Von Thunen
Sumber:Djojodipuro,1992
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 5/8
Keterangan:
:Lingkaran daerah ini akan dikembangkan pertanian sayuran dan peternakan
sapi perah yang menghasilkan susu. Lingkaran daerah ini makin luas makin
besar jumlah sayuran dan susu yang diminta penduduk di daerah perkotaan.
Karena penduduk ini menghendaki supaya kebutuhannya terpenuhi, maka berani
membayar harga yang cukup tinggi bagi sayuran dan susu, sehingga petani pun
lebih tertarik memproduksikan kedua komoditi tersebut secara menguntungkan
daripada kayu, gandum, atau komoditi lainnya.
: Lingkaran daerah ini petani akan mengkhususkan diri dalam pertanian pohon
yang pada zaman Von Thunen berfungsi terutama sebagai penghasil kayu bakar
dan sisanya sebagai bahan bangunan atau alat rumah tangga. Pada luas lingkaran
daerah ini tentunya ditentukan oleh besar permintaan akan kayu yang terdapat di
daerah perkotaan.
: Pada lingkaran daerah ke-3 tersebut akan dipergunakan sebagai
lahan untuk mengusahakan pertanian gandum. Von Thunen tidak menunjukkan
perbedaan antara ke-3 lingkaran daerah tersebut, tetapi terdapat kecenderungan
bahwa makin jauh letak lingkaran daerah dari daerah penjualan, maka makin
kurang lahan yang diusahakan.
: Lingkaran daerah ini akan diperuntukkan bagi peternakan sapi potong dan
pengusahaan keju. Sapi potong “diangkut” dengan digiring ke kota dan
menurunkan biaya angkutan hampir nol. Keju merupakan komoditi yang cukup
tahan lama dan dapat memperoleh harga yang cukup tinggi sehingga dapat
menyerap biaya angkutan yang tinggi dan masih memungkinkan keuntungan
yang tidak kecil.
3. Implikasinya pada Struktur Spasial Zona Lahan Desa dan Kota
Von Thunen secara umum mengemukakan bahwa pada pusat kota lahan
difungsikan sebagai commercial center , dimana menjadi CBD (Central Bussines District)
dari lahan tersebut sebagai pusat perdagangan barang dan jasa. Kemudian diikuti lingkaran
terluarnya sebagai manufacturing place, yaitu tempat segala industri. Lingkaran terluar
menjadi residence place, tempat dilokasikannya pemukiman. Diagram cincin Von Thunen
tersebut biasa dikenal dengan istilah “Model Zona Sepusat”.
Pada dasarnya hasil dari penelitian Von Thunen (Tarigan, 2010) berpendapat
bahwa di sekitar kota akan ditanam produk-produk yang kuat hubungannya dengan nilai
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 6/8
(value), dan karena biaya transportasinya yang mahal, sehingga distrik di sekitarnya yang
berlokasi lebih jauh tidak dapat menyuplainya. Ditemukan juga produk-produk yang
mudah rusak, sehingga harus digunakan secara cepat. Semakin jauh dari kota, lahan akan
secara progresif memproduksi barang dan biaya transportasi murah dibandingkan dengan
nilainya. Dengan alasan tersebut, terbentuk lingkaran-lingkaran konsentrik disekeliling
kota, dengan produk pertanian utama tertentu. Setiap lingkaran produk pertanian, sistem
pertaniannya akan berubah, dan pada berbagai lingkaran akan ditemukan sistem pertanian
yang berbeda. Von Thunen menggambarkan suatu kecenderungan pola ruang dengan
bentuk wilayah yang melingkar seputar kota.
P = Pasar
Cincin 1 = Pusat industri/kerajinan
Cincin 2 = Pertanian intensif (produksi susu dan sayur-
sayuran)
Cincin 3 = Wilayah hutan (untuk menghasilkan kayu bakar)
Cincin 4 = Pertanian ekstensif (dengan rotasi 6 atau 7
tahun)
Cincin 5 = Wilayah peternakan
Cincin 6 = Daerah pembuangan sampah
Gambar. 4 Cincin Teori VonThunen
Pada perkembangannya, muncul teori-teori yang menanggapi model cincin Von
Thunen tersebut, yaitu ketiga teori dasar pola penyebaran guna lahan kota (Rustiadi et all ,
2011):
1. Teori Konsentris (Burgess)
Dimana kota meluas secara merata dari suatu inti asli atau CBD (Central
Bussiness District), sehingga tumbuh zona yang masing-masing sejajar secara
simultan dan mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda.
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 7/8
Gambar. 5 Teori Konsentris
2. Teori Sektoral (Homer Hoyt)
Dimana pengelompokan tata guna lahan menyebar dari pusat kearah luar
berupa sektor (wedges) akibat dari kondisi geografis dan mengikuti jaringan
transportasi. Dimungkinkan tata guna lahan yang bercampur (mixed use) di
tiap sektor.
Gambar 6 Teori Sektoral
3. Teori Multiple Nuclei (Harris Ullman)
Dimana pertumbuhan kota bermulai dari satu pusat (inti) menjadi kompleks
oleh munculnya kutub-kutub pertumbuhan baru. Di sekeliling pusat-pusat
(nucleus) baru itu akan mengelompok tata guna lahan yang berhubungan
secara fungsional.
Gambar 7 Teori Multiple Nuclei
8/10/2019 TEORI LOKASI KLASIK
http://slidepdf.com/reader/full/teori-lokasi-klasik 8/8
Perkembangan pola penyebaran guna lahan tersebut diantaranya disebabkan oleh
urbanisasi dan perkembangan akses yang kemudian memperluas distribusi fungsi lahan
perkotaan itu sendiri. Hal tersebut akan menyebabkan munculnya zona-zona lahan sesuai
fungsi atau tata guna lahannya, serta akan menyebabkan munculnya struktur ruang kota
tertentu berdasarkan zona lahan tersebut. Oleh karena itulah teori Von Thunen juga
menjadi dasar sekaligus stimulus munculnya teori-teori lain mengenai perkembangan pola
penyebaran, sebagai implikasi terhadap zona lahan dan struktur keruangan kota.
Daftar Pustaka
Djojodipuro, Marsudi. 1992. Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia
Rustiadi, Ernan et. all. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta : Yayasan
Pulau Obor Indonesia.
Tarigan, Robinson. 2010. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : Bumi Aksara