teori hans kelsen tentang hukum

Download Teori Hans Kelsen Tentang Hukum

If you can't read please download the document

Upload: silvia-puspita-sari

Post on 20-Dec-2015

88 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

Hukum Perundang-Undangan

TRANSCRIPT

DocumentTEORI HANS KELSENTENTANG HUKUM Tidak Diperjualbelikan ii iiiTEORI HANS KELSENTENTANG HUKUMProf. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.M. Ali Safaat, S.H., M.H.PenerbitSekretariat Jenderal & KepaniteraanMahkamah Konstitusi RIJakarta, 2006 iv vDARI PENERBITSiapa yang tidak kenal dengan nama Hans Kelsen ter-utama mereka-mereka yang mempelajari danmendalami ilmu tentang hukum. Namun sayang ke-beradaan pemikiran Kelsen khususnya di Indonesia dalambentuk buku referensi masih sangat kurang. Padahal ide sertapemikirannya memberi andil yang cukup besar dalam perkem-bangan ilmu hukum di semua belahan dunia. Teori umumtentang hukum yang dikembangkan oleh Kelsen meliputi duaaspek penting yaitu aspek statis dan aspek dinamis. Setidaknyahal inilah yang merupakan salah satu isi paparan yang ada dalambuku berjudul Teori Hans Kelsen tentang Hukum yang ditulis olehdua orang penulis.Penulis buku ini yaitu Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. danM.Ali Safaat, S.H., M.H. juga memberikan pemaparan men-genai pemikiran Kelsen yang kemudian melahirkan beberapateori yang hingga kini dikenal khususnya dalam bidang hukum.Tidak sedikit ide Kelsen yang termaterialkan dalam bentuk teoritelah menginspirasi dan memajukan ilmu hukum di dunia.Buku cetakan kedua ini sengaja dicetak oleh SekretariatJenderal dan Kepaniteraan MK RI dengan maksud agar bukuyang kaya akan teori-teori hukum ini dapat diperoleh semuasecara cuma-cuma (gratis) kalangan khususnya para mahasiswa,praktisi hukum, akademisi, aktivis LSM, penegak hukum danpenyelenggara negara.Kami patut berucap terima kasih kepada Prof. Dr. JimlyAsshiddiqie, S.H. dan M. Ali Safaat, S.H., M.H. karena ataskepercayaannya sehingga kami dapat menerbitkan buku ini.TEORI HANS KELSENTENTANG HUKUMAsshiddiqie, JimlyAli Safaat, M.Jakarta: Setjen & Kepaniteraan MK-RI,Cetakan Pertama, Juli 2006,xii + 200 hlm; 14,5 x 21 cm1. Konstitusi 2. HukumHak cipta dilindungi oleh Undang-UndangAll right reservedHak Cipta @ Jimly Asshiddiqie, M. Ali SafaatHak Penerbitan @ Konstitusi PressCetakan Pertama, Juli 2006Koreksi naskah:oofiqulJrmam AhmadI Budi eK tibowoRancang sampul: AbiarsyaPenerbit:Sekretariat Jenderal & KepaniteraanMahkamah Konstitusi RIJl. Medan Merdeka Barat No. 7 Jakarta PusatTelp. 3520173, 3520787 Fax. 3520177website: www.mahkamahkonstitusi.go.id vi viiPENGANTAR PENULISSalah satu kelemahan studi hukum di Indonesia adalahsedikitnya pemahaman terhadap konsepsi hukum secarautuh sebagai satu sistem ilmu yang berbeda dengan ilmupengetahuan yang lain. Kondisi tersebut diperparah dengantidak adanya literatur hukum yang membahas secara utuhpemikiran hukum dari tokoh yang berpengaruh. Miskinnyaliteratur teori hukum di Indonesia dapat dibandingkan denganmaraknya literatur filsafat dan politikK paat ini terdapat sekianbanyak buku yang mengulas pemikiran Karl Marx, Hegel,Engel, bahkan juga terdapat banyak literatur aliran-aliran pe-mikiran terbaru dari aliran kritis seperti Habermas, Heideger,dan lain-lain.Miskinnya literatur teori hukum dalam bahasa Indonesiasedikit banyak telah mengakibatkan menurunnya kualitas paraahli hukum. Dunia hukum di Indonesia menjadi kering karenaperdebatan hanya bersifat normatif pasal-pasal dalam peraturanperundang-undangan tanpa dilandasi kerangka teoritis. Di sisilain terdapat pula kecenderungan semakin hilangnya karakteris-tik hukum sebagai sebuah ilmu karena terpengaruh oleh modelanalisis dan pemikiran ilmu-ilmu lain. Pengaruh analisis danpemikiran ilmu lain terhadap ilmu hukum adalah sebuah kewa-jaran, namun menjadi ironi jika terjadi tanpa ada pemahamanterlebih dahulu terhadap ilmu hukum itu sendiri.Penerbitan buku ini adalah salah satu upaya untuk mengisikekosongan literatur teori hukum di Indonesia. Sengaja dipilihteori Hans Kelsen karena Kelsen dikenal sebagai pencetus ThePure Theory of Law yang menganalisis hukum sebagai suatukesatuan ilmu yang berbeda dengan ilmu lain. Hans Kelsenmerupakan tokoh yang sangat berpengaruh di bidang hukum.talaupun selama ini eans helsen banyak diasosiasikan denganwilayah studi Hukum Tata Negara, namun buku ini akanSelain itu, ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepadasemua pihak yang telah membantu proses pencetakan buku ini,termasuk kepada pdrK oofiqulJrmam Ahmad dan pdrK Budi eKtibowo yang telah mengoreksi naskah buku iniI serta pdrK AliZawawi yang telah mendesain cover buku ini.Semoga kehadiran buku ini dapat menambah pengetahuandan memperluas wawasan kita dalam memahami lebih dalammengenai hukum.Selamat membaca!Jakarta, Juli 2006Sekretaris JenderalMahkamah Konstitusi RIJanedjri M. Gaffar viii ixDAFTAR ISIDARI PENERBIT ..............................................................vPENGANTAR.....................................................................viiDAFTAR ISI ........................................................................ixBab IPENDAHULUANA. SEJARAH SINGKAT KEHIDUPANHANS KELSEN ...........................................................1B. POKOKPOKOK PEMIKIRANHANS KELSEN ...........................................................8Bab IIKONSEP HUKUM STATIS(NOMOSTATICS)A. KONSEP HUKUM ......................................................131.Hukum dan Keadilan ...........................................132.Kreteria Hukum: Hukum SebagaiTeknik Sosial ......................................................233.Validitas dan Keberlakuan(Validity and Efficacy).......................................354.Norma Hukum ......................................................47membuktikan bahwa teori Hans Kelsen meliputi semua bidanghukum, baik Hukum Tata Negara, Hukum Pidana, HukumPerdata, bahkan Hukum Internasional.talaupun hampir semua sarjana hukum fndonesia menJgenal, paling tidak pernah mendengar, Hans Kelsen, namunsedikit sekali yang memahami teori Hans Kelsen tentang hukumsecara utuh. Sebagai akibatnya, seringkali terjadi kekeliruandalam memaknai teori-teorinya. Terkait dengan masalah ke-adilan misalnya, di satu sisi terdapat ahli hukum yang menolakHans Kelsen karena teorinya memisahkan antara hukum dankeadilan. Sedangkan di sisi lain terdapat ahli hukum secara ke-liru menerima dan menyatakan bahwa hukum memang tidakada urusannya dengan keadilan. Kelsen memang menyatakanbahwa hukum merupakan hal yang berbeda dengan keadilan.Analisis hukum secara normatif harus terpisah dengan keadi-lan yang cenderung bersifat ideologis. Namun bukan berartikeadilan tidak berhubungan dengan hukum. Keadilan berperandalam proses pembuatan hukum dan pelaksanaan hukum dipengadilan.Kami berharap buku ini dapat memberikan ulasan yangutuh teori Hans Kelsen tentang Hukum terutama bagi kalang-an yang tidak dapat mengakses dan memahami buku-bukuHans Kelsen baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Jer-man. Kami juga berharap penerbitan buku ini akan menjadipendorong munculnya literatur teori dan filsafat hukum dariseorang tokoh secara utuh.Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semuapihak yang telah banyak membantu hingga buku ini sampai ditangan pembaca. Terutama pihak-pihak yang telah membantudalam proses editing, lay out, dan penerbitannya.Jakarta, Maret 2006Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H.M. Ali Safaat, S.H., M.H. x xiI. PRIBADI HUKUM (THE LEGAL PERSON) ...82NKPribadi Fisik (The Physical Person) ...............82OKPribadi Hukum (The Juristic Person) ............84Bab IIIKONSEP HUKUM DINAMIS(NOMODINAMICS)A. TATA HUKUM (LEGAL ORDER)......................931.Kesatuan Tata Normatif (The Unity OfNormative Order) ...............................................932.Hukum Sebagai Sistem Dinamis ........................963.Norma Dasar Sebuah Tata Hukum ...................984.Konsep Hukum Statis dan Dinamis ..................108B. HIRARKI NORMA ......................................................1091.Norma Superior dan Inferior ..............................1092.Tingkat-Tingkat dalam Tata Hukum .................1103.Tindakan/Transaksi Hukum ...............................1214.Hukum Konstitusi ................................................1265.Tindakan Yudisial dan Penerapan Normayang Ada .................................................................1276.Kekosongan Hukum ............................................1297.Norma Umum yang Dibuat oleh AktivitasYudisial ...................................................................131UKhonflik korma KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK134C. ILMU HUKUM NORMATIF DANSOSIOLOGIS ...............................................................1441.Ilmu Hukum Sosiologis Bukan Sekedar IlmuHukum.........................................................................144B. SANKSI ...........................................................................50C. DELIK ............................................................................50NKMala In Se dan Mala Prohibita ...................502.Delik Sebagai Sebuah Kondisi Bagi Sanksi .......52PKIdentifikasi Deliquent dengan AnggotaKelompoknya ........................................................534KDelik Pribadi Hukum (Juristic Person) ..........54aK hbtAgfBAk erhrj KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK541.Kewajiban dan Norma Hukum ..........................542.Mematuhi dan MengaplikasikanNorma Hukum ....................................................583.Kritik terhadap Pendapat Austin ........................60bK mboqAkddrkdgAtABAk erhrj KKKKKKKKKKKKKKKKK61NKCulpability dan Absolute Liability ..............612.Tanggungjawab Individual dan Kolektif ...........633.Kritik terhadap Konsep Austintentang Kewajiban ................................................64F. HAK HUKUM ...............................................................661.Hak dan Kewajiban ..............................................662.Hak Hukum dalam Arti Sempit ..........................683.Hak Sebagai Sebuah Teknik Hukum yangppesifik KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK744.Hak Absolut dan Hak Relatif .............................755.Hak Sipil dan Hak Politik ....................................76G. KOMPETENSI (KAPASITAS HUKUM) ...............79H. IMPUTASI (IMPUTABILITY) ..............................81 xii2.Ilmu Hukum Normatif Sebagai Ilmu Hukum EmpirisDeskriptif ................................................................... 1453.Fungsi Prediksi Dari Hukum:Sebuah Kritik.........................................................1464.Hukum Bukan Sebagai Sebuah SistemDoktrin (Theorem)...........................................1495.Perbedaan Antara Pernyataan Ilmu HukumNormatif dan Sosiologis ..................................... 1496.Ilmu Hukum Sosiologis MempresuposisikanHukum Secara Normatif ....................................151Bab IVKRITIK DAN PENGEMBANGANTERHADAP TEORI HUKUMHANS KELSENA.KRITIK JOSEPH RAZ .............................................156B. KRITIK HARI CHAND ............................................164CK hofqfh gKtK eAoofp KKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKKK167aK eAkp kAtfAphv aAk AkAifpfpKEDUDUKAN PANCASILA..................................169DAFTAR PUSTAKA..........................................................181INDEKS ...............................................................................185BIODATA PENULIS.........................................................188 _Pendahuluan A. SEJARAH SINGKAT KEHIDUPANHANS KELSENhingga saat ini hanya terdapat satu biografi lengkaptentang Hans Kelsen yakni yang disusun oleh Rudolf AladrMtall, Hans Kelsen: Leben und Werk diterbitkan tahun 1969.Hans Kelsen dilahirkan dari pasangan kelas menengah Yahudiberbahasa Jerman di Prague pada tanggal 11 Oktober 1881.Saat berusia tiga tahun, Kelsen dan keluarganya pindah ketina dan menyelesaikan masa pendidikannyaK helsen adalahseorang agnostis, namun pada tahun 1905 Kelsen pindahagama menjadi Katolik demi menghindari masalah integrasidan kelancaran karir akademiknya. Namun identitas Kelsensebagai keturunan Yahudi tetap saja mendatangkan banyak ma-salah dalam hidupnya. Kelsen pada awalnya adalah pengacarapublik yang berpandangan sekuler terhadap hukum sebagai in-strumen mewujudkan kedamaian. Pandangan ini diinspirasikanoleh kebijakan toleransi yang dikembangkan oleh rezim DualMonarchy di Habsburg.1Sejak kecil Kelsen sesungguhnya lebih tertarik pada bi-1Agustin E. Ferraro, Book Review-Kelsens Highest Moral Ideal, GermanLaw Journal No. 10 (1 October 2002). PENDAHULUAN 1B A BTeori Hans Kelsen tentang Hukum _ _Pendahuluan dang ilmu klasik dan humanisme seperti filsafatI sastraI logikaIdan juga matematika. Ketertarikan inilah yang sangat mem-pengaruhi karya-karyanya kemudian. Tahun 1906 Kelsen mem-peroleh gelar Doktor di bidang hukum. Pada tahun 1905 Kelsenmenerbitkan buku pertamanya berjudul Die Staatslehre des DanteAlighieri. Pada tahun 1908 dia mengikuti seminar di Heidelbergyang diselenggarakan oleh George Jellinek. Tahun 1911 Kelsenmengajar di University of Vienna untuk bidang hukum publikdan filsafat hukum dan menyelesaikan karya Hauptproblemeder Staatsrechtslehre. Pada tahun 1914 Kelsen menerbitkan danmenjadi editor the Austrian Journal of Public Law.2Selama perang dunia pertama, Kelsen menjadi penasehatuntuk departemen militer dan hukum (military and justice administration). Tahun 1918 dia menjadi associate professor di bidanghukum pada University of Vienna dan tahun 1919 menjadiprofesor penuh di bidang hukum publik dan hukum adminis-trasi. Pada tahun 1919, saat berakhirnya monarkhi Austria,Chancellor pemerintahan republik pertama, Karl Renner, mem-percayai Kelsen menjadi penyusun konstitusi Austria. Hal inikarena kedekatan Kelsen dengan Partai Sosial Demokrat (SocialDemocratic Party/SDAP) meskipun secara formal Kelsen tetapnetral karena tidak pernah menjadi anggota partai politik.Draft konstitusi yang berhasil disusun, diterima denganbaik tanpa perubahan berarti baik oleh SDAP maupun olehkelompok Sosialis Kristen (Christian Socialist) dan NasionalisLiberal (Liberal Nationalist) yang kemudian bersama-sama mem-bentuk pemerintahan koalisi. Draft konstitusi tersebut kemu-dian di tetapkan menjadi Konstitusi 1920. Tahun 1921 Kelsenditunjuk sebagai anggota Mahkamah Konstitusi Austria.3Memasuki tahun 1930 muncul sentimen anti Semitic dikalangan Sosialis Kristen sehingga Kelsen diberhentikan darianggota Mahkamah Konstitusi Austria dan pindah ke Cologne.Di sini Kelsen mengajar Hukum Internasional di University ofCologne, dan menekuni bidang khusus hukum internasionalpositif. Tahun 1931 dia mempublikasikan karyanya Wer soll derHter des Verfassungsei?. Tahun 1933 saat Nazi berkuasa situasiberubah cepat dan Kelsen dikeluarkan dari universitas. Ber-sama dengan istri dan dua putrinya Kelsen kemudian pindahke Jenewa pada tahun 1933 dan memulai karir akademik di theInstitute Universitaire des Hautes Etudes International hinggatahun 1935. Di samping itu, Kelsen juga mengajar hukum in-ternasional di University of Prague pada tahun 1936, namunkemudian harus keluar karena sentimen anti-semit di kalanganmahasiswanya.4Pecahnya perang dunia kedua dan kemungkinan terli-batnya Switzerland dalam konflik tersebut memotivasi Kelsenpindah ke Amerika Serikat pada tahun 1940. Kelsen, sebagairesearch associate, mengajar di Harvard University tahun 1940sampai tahun 1942. Pada tahun 1942, dengan dukunganRoscoe Pound yang mengakui Kelsen sebagai ahli hukumdunia, Kelsen menjadi visiting professor di California University,Barkeley, namun bukan di bidang hukum, tetapi di departemenilmu politik. Dari tahun 1945 sampai 1952 menjadi profesorpenuh, dan pada tahun 1945 itulah Kelsen menjadi warga negaraAmerika Serikat dan menjadi penasehat pada United Nationtar Crimes Commission di tashington dengan tugas utamamenyiapkan aspek hukum dan teknis pengadilan Nuremberg.Dia juga menjadi visiting professor di Geneva, Newport, TheHague, Vienna, Copenhagen, Chicago, Stockholm, Helsinkfors,dan Edinburg. Kelsen memperoleh 11 gelar doktor honoris causa2Nicoletta Bersier Ladavac, Hans Kelsen (18811973): Biographical Noteand Bibliography, Thmis Centre dEtudes de Philosophie, de Sociologie et deThorie du Droit, 8, Quai Gustave-Ador, Genve.3Ferraro, Op.Cit., Ladavac, Op.Cit.4Ibid. Teori Hans Kelsen tentang Hukum _ _Pendahuluan dari Utrecht, Harvard, Chicago, Mexico, Berkeley, Salamanca,Berlin, Vienna, New York, Paris dan Salzburg. Ia tetap aktifdan produktif setelah pensiun pada tahun 1952. Kelsen ting-gal di Amerika Serikat hingga akhir hayatnya pada tahun 1973.Kelsen meninggal di Barkeley, 19 April 1973 pada usia 92 tahundengan meninggalkan sekitar 400 karya .5Karya-karya Kelsen di antaranya adalah:6Umum1.Thorie gnrale de droit international public. Problmes choisis., 42RdC (1932, IV) 116.2.Principles of International Law. (1952, 2nd ed. Revised andedited by Tucker, 1966).3.Thorie du Droit International Public., 84 RdC (1953, III) 1.4.Allgemeine Theorie der Normen [General Theory of Norms](1979)-an index is available separately (1989); tr. M. Hart-ney.5.Essays in Legal and Moral Philosophy, sel. O. Weinberger(1973), pp. 216-27.6.The Communist Theory of Law (1955). Mostly a critique ofthe collection Soviet Legal Philosophy, tr. H. Babb (1951).7.The Function of a Constitution (1964), tr. I. Stewart in Tur andTwining.8.General Theory of Law and State (tr. A. Wedberg 1945, reis-sued 1961).9.Hauptprobleme der Staatsrechtslehre entwickelt aus der Lehre vomRechtssatze [Major Problems in Theory of the Law of theState, Approached from Theory of the Legal Statement](1911; 2nd edn. 1923, reissued 1960).10.Pure Theory of Law (1967 - translation by M. Knight ofRR2).11.Reine Rechtslehre: Einleitung in die Rechtswissenschaftliche Problematik [Pure Theory of Law: Introduction to the Problematicof Legal Science] (1st edn. 1934); tr. B.L. and S.L. Paulson,Introduction to the Problems of Legal Theory (forthcoming).The French translation, Thorie Pure du Droit (1953), tr. H.Thvenaz.12.Reine Rechtslehre (2nd edn. 1960tr. as PTL).13.What is Justice? Justice, Law, and Politics in the Mirror of Science.Collected Essays (1957).14. H. Kelsen, A. Merkl and A. Verdross, Die Wiener rechtstheoretische Schule [The Vienna School of Legal Theory], ed.H. Klecatsky et al. (1968, in 2 vols).Kedaulatan1.Das Problem der Souvernitt und die Theorie des Vlkerrechts(1920).2.Der Wandel des Souvernittsbegriffs., 2 Studi filosoficogiuridicidedicati a Giorgio Del Vecchio (1931) 1.3.Sovereignty and International Law., 48 The Georgetown LawJournal (1960) 627.4.Souvernitt., Wrterbuch des Vlkerrechts (1962) 278.SanksiUnrecht und Unrechtsfolge im Vlkerrecht., 12 Zeitschrift frffentliches Recht (1932) 481.Hubungan Hukum Internasional danHukum Nasional1.Staat und Vlkerrecht., 4 Zeitschrift fr ffentliches Recht (1925)207.5Ian Stewart menyebut karya Kelsen lebih dari 300 buku dalam tiga bahasa.Lihat, Ian Stewart, The Critical Legal Science of Hans Kelsen, Journal of Lawand Society, 17 (3), 1990, hal. 273.6Ferraro, Op.Cit., Ladavac. Op.Cit.Teori Hans Kelsen tentang Hukum _ _Pendahuluan 2.Les rapports de systme entre le droit interne et le droitinternational public., 14 RdC (1926, IV) 231.3.La transformation du droit international en droit interne.,43 Revue gnrale de droit international public (1936) 5.4.Zur Lehre vom Primat des Vlkerrechts., 12 Revue internationale de la thorie du droit (1938) 211.5.Die Einheit von Vlkerrecht und staatlichem Recht., 19Zeitschrift fr auslndisches ffentliches Recht (1958) 234.Sumber Hukum1.Vlkerrechtliche Vertrge zu Lasten Dritter., 14 PragerJuristische Zeitschrift (1934) 419.2.Contribution la thorie du trait international., 10 Revueinternationale de la thorie du droit (1936) 253.3.Thorie du Droit International Coutumier., Festschrift frFranz Weyer (1939) 85.4.The Basis of Obligation in International Law., Estudios deDerecho Internacional Homenaje al Professor Camilo Barcia Trelles(1958) 103.Covenant of the League of Nations:1.Zur rechtstechnischen Revision des Vlkerbund-statutes.,17 Zeitschrift fr ffentliches Recht (1937) 401, 590.2.Zur Reform des Vlkerbundes (1938).3.Legal Technique in International Law (1939).4.Revision of the Covenant of the League of Nations., ASymposium of the Institute of World Organization (1942) 392.Organisasi Dunia1.The Legal Process and International Order (1934).2.Die Technik des Vlkerrechts und die Organisation desFriedens, 14 Zeitschrift fr ffentliches Recht ENVPRF O4MK3.The Essential Conditions of International Justice, Proceedings of the American Society of International Law (1941) 70.4.The Principle of Sovereign Equality of States as a Basisfor International Organisation, 53 The Yale Law Journal(1944) 207.Kedamaian1.Law and Peace in International Relations (1942).2.Compulsory Adjudication of International Disputes., 37AJIL (1943) 397.3.Peace through Law (1944).Perserikatan Bangsa-Bangsa1.The Law of the United Nations (1950).2.Recent Trends in the Law of the United Nations. A Supplementto The Law of the United Nations. (1951).3.Limitations on the Functions of the United Nations, 55The Yale Law Journal (1946) 997.4.The Preamble of the Charter. A Critical Analysis., 8 TheJournal of Politics (1946) 134.5.General International Law and the Law of the United Nations.The United Nations Ten Years. Legal Progress (1956).6.Organization and Procedure of the Security Council ofthe United Nations., 59 Harvard Law Review (1946) 1087.7.Sanctions in International Law under the Charter of theUnited Nations., 31 Iowa Law Review (1946) 499.8.Collective Security under International Law (1957).Masalah-Masalah Khusus1.Collective and Individual Responsibility in Internationaliaw with marticular oegard to munishment of tar CriJminals, 31 California Law Review ENV4PF RPMKTeori Hans Kelsen tentang Hukum _ _Pendahuluan OKWill the Judgement in the Nuremberg Trial Constitute aPrecedent in International Law?, 1 The International LawQuarterly (1947) 153.3.Austria: Her Actual Legal Status and Reestablishment as an Independent State. (1944).4.Recognition in International Law. Theoretical Obser-va-tions, 35 AJIL ENV4NF SMRKRKThe Essence of International Law, The Relevance of International Law. Essays in Honor of Leo Gross. (1968) 85.B. POKOK-POKOK PEMIKIRAN HANS KELSENJika dilihat karya-karya yang dibuat oleh Hans Kelsen,pemikiran yang dikemukakan meliputi tiga masalah utama, yaitutentang teori hukum, negara, dan hukum internasional. Ketigamasalah tersebut sesungguhnya tidak dapat dipisahkan satudengan lainnya karena saling terkait dan dikembangkan secarakonsisten berdasarkan logika hukum secara formal. Logikaformal ini telah lama dikembangkan dan menjadi karakteristikutama filsafat keoJhantian yang kemudian berkembang menJjadi aliran strukturalisme. Teori umum tentang hukum yang7dikembangkan oleh Kelsen meliputi dua aspek penting, yaituaspek statis (nomostatics) yang melihat perbuatan yang diatur olehhukum, dan aspek dinamis (nomodinamic) yang melihat hukumyang mengatur perbuatan tertentu.Friedmann mengungkapkan dasar-dasar esensial daripemikiran Kelsen sebagai berikut:81.Tujuan teori hukum, seperti tiap ilmu pengetahuan, adalahuntuk mengurangi kekacauan dan kemajemukan menjadikesatuan.2.Teori hukum adalah ilmu pengetahuan mengenai hukumyang berlaku, bukan mengenai hukum yang seharusnya.3.Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmualam.4.Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak adahubungannya dengan daya kerja norma-norma hukum.5.Teori hukum adalah formal, suatu teori tentang cara menata,mengubah isi dengan cara yang khusus. Hubungan antarateori hukum dan sistem yang khas dari hukum positif ialahhubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata.Pendekatan yang dilakukan oleh Kelsen disebut The PureTheory of Law, mendapatkan tempat tersendiri karena berbedadengan dua kutub pendekatan yang berbeda antara mahzabhukum alam dengan positivisme empiris. Beberapa ahli me-nyebut pemikiran Kelsen sebagai jalan tengah dari dua aliranhukum yang telah ada sebelumnya.Empirisme hukum melihat hukum dapat direduksisebagai fakta sosial. Sedangkan Kelsen berpendapat bahwainterpretasi hukum berhubungan dengan norma yang nonempiris. Norma tersebut memiliki struktur yang membatasiinterpretasi hukum. Di sisi lain, berbeda dengan mahzab hukumalam, Kelsen berpendapat bahwa hukum tidak dibatasi olehpertimbangan moral. Tesis yang dikembangkan oleh kaum9empiris disebut dengan the reductive thesis, dan antitesisnya yangdikembangkan oleh mahzab hukum alam disebut dengan normativity thesis. Stanley L. Paulson membuat skema berikut ini untuk7Zoran Jeli, A Note On Adolf Merkls Theory Of Administrative Law, Jour-nal Facta Universitatis, Series: Law and Politics, Vol. 1, No. 2, 1998, hal. 147.Bandingkan dengan Michael Green, Hans Kelsen and Logic of Legal Systems,54 Alabama Law Review 365 (2003), hal. 368. 8W. Friedmann, Teori & Filasafat Hukum: Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum(Susunan I), Judul Asli: Legal Theory, Penerjemah: Mohamad Arifin, Cetakanhedua, (gakarta: mT oaja drafindo mersada, 199P), halK 1TMK Teori Hans Kelsen tentang Hukum _0 __Pendahuluan menggambarkan posisi Kelsen di antara kedua tesis tersebutterkait dengan hubungan hukum dengan fakta dan moral:10Kolom vertikal menunjukkan hubungan antara hukumdengan moralitas sedangkan baris horisontal menunjukkanhubungan antara hukum dan fakta. Tesis utama hukum alamadalah morality thesis dan normativity thesis, sedangkan empirico positivist adalah separability thesis dan reductive thesis. Teori Kelsen ada-lah pada tesis separability thesis dan normativity thesis, yang berartipemisahan antara hukum dan moralitas dan juga pemisahanantara hukum dan fakta. Sedangkan kolom yang kosong tidakterisi karena jika diisi akan menghasilkan sesuatu yang kontra-diktif, sebab tidak mungkin memegang reductive thesis bersama-sama dengan morality thesis.11Pada dua bab berikutnya akan disajikan teori umum ten-tang hukum yang terutama dikemukakan oleh Kelsen melaluibuku General Theory of Law and State khususnya pada bagian12pertama, yaitu konsep hukum. Pembahasan dilakukan denganmembandingkannya dengan dua buku utama lainnya, yaituIntroduction to the Problems of Legal Theory13dan Pure Theory ofLaw , serta pembahasan yang dilakukan oleh beberapa ahli14hukum lainnya.Teori tertentu yang dikembangkan oleh Kelsen dihasil-kan dari analisis perbandingan sistem hukum positif yangberbeda-beda, membentuk konsep dasar yang dapat menggam-barkan suatu komunitas hukum. Masalah utama (subject matter)dalam teori umum adalah norma hukum (legal norm), elemen-elemennya, hubungannya, tata hukum sebagai suatu kesatuan,strukturnya, hubungan antara tata hukum yang berbeda, danakhirnya, kesatuan hukum di dalam tata hukum positif yangplural. The pure theory of law menekankan pada pembedaanyang jelas antara hukum empiris dan keadilan transendentaldengan mengeluarkannya dari lingkup kajian hukum. Hukumbukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human, tetapimerupakan suatu teknik sosial yang spesifik berdasarkan peJngalaman manusia.The pure theory of law menolak menjadi kajian metafisistentang hukum. Teori ini mencari dasar-dasar hukum sebagailandasan validitas, tidak pada prinsip-prinsip meta-juridis, te-tapi melalui suatu hipotesis yuridis, yaitu suatu norma dasar,yang dibangun dengan analisis logis berdasarkan cara berpikir9Green, Op.Cit., hal. 366.10Stanley L. Paulson, On Kelsens Place in Jurispruden, Introduction to HansKelsen, Introduction To The Problems Of Legal Theory; A Translation of theFirst Edition of the Reine Rechtslehre or Pure Theory of Law, Translated by:Bonnie Litschewski Paulson and Stanley L. Paulson, (Oxford: Clarendon Press,1992), hal. xxvi. 11Ibid.12Hans Kelsen, General Theory of Law and State, translated by:Anders Wedberg,(New York: Russell & Russell, 1961).13Hans Kelsen, Introduction, Op.Cit.14Hans Kelsen, Pure Theory Of Law, Translation from the Second (Revised andEnlarged) German Edition, Translated by: Max Knight, (Berkeley, Los Angeles,London: University of California Press, 1967). Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ yuristik aktual. The pure theory of law berbeda dengan analyticaljurisprudence dalam hal the pure theory of law lebih konsisten meng-gunakan metodenya terkait dengan masalah konsep-konsepdasar, norma hukum, hak hukum, kewajiban hukum, danhubungan antara negara dan hukum.1515Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. xivxvi. __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) KONSEP HUKUM STATIS 2B A BA. KONSEP HUKUM1. Hukum dan KeadilanPerilaku Manusia sebagai Obyek dari AturanHukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistematuran-aturan (rules) tentang perilaku manusia. Dengan demi-kian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal (rule),tetapi seperangkat aturan (rules) yang memiliki suatu kesatuansehingga dapat dipahami sebagai suatu sistem. Konsekuensi-nya, adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya mem-perhatikan satu aturan saja.16Pernyataan bahwa hukum adalah suatu tata aturan ten-tang perilaku manusia tidak berarti bahwa tata hukum (legal order) hanya terkait dengan perilaku manusia, tetapi juga dengankondisi tertentu yang terkait dengan perilaku manusia. Suatuaturan menetapkan pembunuhan sebagai delik terkait dengantindakan manusia dengan kematian sebagai hasilnya. Kematianbukan merupakan tindakanI tetapi kondisi fisiologisK petiapaturan hukum mengharuskan manusia melakukan tindakan(NOMOSTATICS)16Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 3. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.30-31.Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) tertentu atau tidak melakukan tindakan tertentu dalam kondisitertentu. Kondisi tersebut tidak harus berupa tindakan manusia,tetapi dapat juga berupa suatu kondisi. Namun, kondisi terse-but baru dapat masuk dalam suatu aturan jika terkait dengantindakan manusia, baik sebagai kondisi atau sebagai akibat.17Perbedaan pengaturan apakah suatu perbuatan, suatu kondisiyang dihasilkan, ataukah keduanya memiliki pengaruh terha-dap pertanggungjawaban atas perbuatan tersebut menentukanunsur-unsur suatu delik.18Dalam kehidupan sosial terdapat berbagai macam tataaturan selain hukum, seperti moral atau agama. Jika masing-masing tata aturan tersebut berbedaJbedaI maka definisi hukumharus spesifik sehingga dapat digunakan untuk membedakanhukum dari tata aturan yang lain. Masing-masing tata aturan19sosial tersebut terdiri dari norma-norma yang memiliki karak-teristik berbeda-beda.Obyek dari ilmu hukum adalah norma hukum yang didalamnya mengatur perbuatan manusia, baik sebagai kondisiatau sebagai konsekuensi dari kondisi tersebut. Hubungan an-tar manusia hanya menjadi obyek dari ilmu hukum sepanjanghubungan tersebut diatur dalam norma hukum.20Konsep hukum dapat dirumuskan dengan menjawabpertanyaan-pertanyaan; apakah fenomena sosial yang umum-nya disebut hukum menunjukkan karakteristik umum yangmembedakannya dari fenomena sosial lain yang sejenis? Danapakah karakteristik tersebut begitu penting dalam kehidupansosial sehingga bermanfaat sebagai pengetahuan tentang ke-hidupan sosial? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapatdimulai dari penggunaan istilah hukum yang paling umum.Mungkin saja tidak ditemukan karakteristik khusus ataupunmanfaat kepentingannya bagi masyarakat. Dalam kajian ini hu-kum akan didefinisikan dalam terma yang digunakan sebagaialat dalam aktivitas intelektual. Jadi pertanyaannya adalahapakah definisi tersebut dapat memenuhi tujuan teoritis yangdimaksudkan.21Konsep hukum seringkali secara luas digunakan denganmengalami bias politik dan bias ideologis. Pendapat yang me-nyatakan bahwa hukum dalam rezim Bolshevism, sosialismenasional, atau fasisme yang menindas kebebasan adalah bukanhukum, menunjukkan bagaimana bias politik dapat mem-pengaruhi definisi hukumK Akhirnya konsep hukum dibuatterkait dengan cita keadilan, yaitu demokrasi dan liberalisme.Padahal dari optik ilmu yang bebas dari penilaian moral danpolitik, demokrasi dan liberalisme hanyalah dua prinsip yangmungkin ada dalam suatu organisasi sosial, seperti halnya jugaotokrasi dan sosialisme yang juga mungkin ada pada masya-rakat yang lain. Sedangkan bias ideologis terkait dengan masih22kuatnya pengaruh aliran hukum alam dalam perkembanganhukum.23Masalah hukum sebagai ilmu adalah masalah teknik sosial,bukan masalah moral. Tujuan dari suatu sistem hukum adalahmendorong manusia dengan teknik tertentu agar bertindakdengan cara yang ditentukan oleh aturan hukum.24Namunpernyataan bahwa tata aturan masyarakat tertentu yang memilikikarakter hukum adalah suatu tata hukum tidak memiliki implikasipenilaian moral bahwa tata aturan tersebut baik atau adil. Hu-17Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 3. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.31.18Ibid., hal. [email protected], General Theory, Op.Cit., hal. 4.20Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 70.21Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 4.22Ibid., hal. 4-5.23Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 18.24Ibid., hal. 29.Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) kum dan keadilan adalah dua konsep yang berbeda. Hukum25 yang dipisahkan dari keadilan adalah hukum positif.26Teori hukum murni (the Pure Theory of Law) adalah teorihukum positif tetapi bukan hukum positif suatu sistem hukumtertentu melainkan suatu teori hukum umum (general legal theory). Sebagai suatu teori tujuan utamanya adalah pengetahuanterhadap subyeknya untuk menjawab pertanyaan apakahhukum itu dan bagaimana hukum dibuat. Bukan pertanyaanapakah hukum yang seharusnya (what the law ougth to be) ataubagaimana seharusnya dibuat (ought to be made). Teori hukum27murni adalah ilmu hukum (legal science), bukan kebijakan hu-28kum (legal policy) .2930Konsep Hukum dan Ide KeadilanMembebaskan konsep hukum dari ide keadilan cukupsulit karena secara terus-menerus dicampur-adukkan secarapolitis terkait dengan tendensi ideologis untuk membuat hu-kum terlihat sebagai keadilan. Jika hukum dan keadilan identik,jika hanya aturan yang adil disebut sebagai hukum, maka suatutata aturan sosial yang disebut hukum adalah adil, yang berartisuatu justifikasi moralK qendensi mengidentikan hukum dankeadilan adalah tendensi untuk menjustifikasi suatu tata aturansosial. Hal ini merupakan tendensi dan cara kerja politik, bukantendensi ilmu pengetahuan. Pertanyaan apakah suatu hukumadalah adil atau tidak dan apa elemen esensial dari keadilan,tidak dapat dijawab secara ilmiah, maka the pure theory of lawsebagai analisis yang ilmiah tidak dapat menjawabnya. Yangdapat dijawab hanyalah bahwa tata aturan tersebut mengaturperilaku manusia yang berlaku bagi semua orang dan semuaorang menemukan kegembiraan di dalamnya. Maka keadilansosial adalah kebahagiaan sosial.31Jika keadilan dimaknai sebagai kebahagiaan sosial, makakebahagiaan sosial tersebut akan tercapai jika kebutuhan indi-25Cara berpikir dan rasio hukum ini oleh Zoran Jelic disebut berdasarkan padaprinsip Forma dat esse rei, yaitu pendapat bahwa masalah dapat dilihat lebihnyata jika dibangun secara lebih formal. Hal ini berarti cara berpikir yang tidaksecara langsung berhubungan dengan manusia, hak dan kebebasan manusia,negara, masyarakat, kolektivitas atau demokrasiK honsepsi filosofis tersebutsaat ini terwujud dalam strukturalisme khususnya Michel Faoucault dan ClaudeLevi-Strauss. Jelic, Op.Cit., hal. 147.26Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 5.27Hukum dan nilai-nilai yang bersifat subyektif dan sering dijadikan dasarpembenar hukum dijelaskan tersendiri dalam Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.17. Disebut juga dengan aliran formal reduksionis(formal reductionism).Lihat Jelic, Op.Cit. hal. 1.28Legal Science (Rechtswissenschaft) sering digunakan oleh Kelsen dalam artipenyelidikan akademis terhadap hukum positif. Namun terkait dengan teorihukum murni, dia memperluas terma sehingga asumsi-asumsi umum teoritis yangmendasari hukum termasuk di dalamnya. Dalam arti yang luas ini ilmu hukumjuga meliputi teori hukum. Istilah ini semula digunakan berasal dari bahasa latinJurisprudentia menjadi bahasa Jerman Jurisprudenz yang kadang-kadangmenekankan pada ketrampilan hukum dan pengetahuan hukum. Pendekatanselain legal science yang dikemukakan oleh Kelsen adalah sejarah hukum (legalhistory) dan perbandingan hukum (comparative law). Namun pandangan Kelsenlebih tepat disebut sebagai Legal Theory Lihat Appendix I: Supplementary Notespada Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 127-129. Masalah bangunan logikadari sistem hukum yang digunakan oleh Kelsen serta pengaruh dari ImanuelKant dapat dilihat pada artikel Green, Op.Cit., hal. 365_.29Kebijakan Hukum atau Legal Policy (Rechtspolitik) dapat dibandingkan dengankebijakan luar negeri (foreign policy), kebijakan moneter (monetary policy).Legal policy secara umum arti dan tujuannya adalah terkait dengan pertanyaanapa yang seharusnya ditetapkan sebagai hukum (what ought to be enacted aslaw). Ibid., hal. 7 fn. 2.30Ibid., hal. 7. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 1. Pure Theory of Law disebutoleh Joseph Raz telah mengeskplorasi dasar-dasar bagi the sciences of socialnorms. Lihat Joseph Raz, The Concept of a Legal System: An introduction to theTheory of a Legal System, (Oxford: Clarendon Press, 1978), hal. 45.31Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 5-6. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) vidu sosial terpenuhi. Tata aturan yang adil adalah tata aturanyang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan tersebut. Namuntidak dapat dihindarkan adanya fakta bahwa keinginan sese-orang atas kebahagiaan dapat bertentangan dengan keinginanorang lain. Maka keadilan adalah pemenuhan keinginan indi-vidu dalam suatu tingkat tertentu. Keadilan yang paling besaradalah pemenuhan keinginan sebanyak-banyaknya orang.Sampai di manakah batasan tingkat pemenuhan tersebut agardapat memenuhi kebahagiaan sehingga layak disebut keadilan?Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab berdasarkan penge-tahuan rasional. Jawaban pertanyaan tersebut adalah suatupembenaran nilai (a judgment of value), yang ditentukan olehfaktor emosional dan tunduk pada karakter subyektif sehinggabersifat relatif. A judgment of value adalah pernyataan di manasesuatu dideklarasikan sebagai suatu tujuan. Statement semacamitu selalu ditentukan oleh faktor emosional.32Suatu sistem nilai positif tidak diciptakan secara bebasoleh individu tersendiri, tetapi selalu merupakan hasil salingmempengaruhi antarindividu dalam suatu kelompok. Setiapsistem moral dan ide keadilan merupakan produk masyarakatdan berbeda-beda tergantung pada kondisi masyarakatnya.Fakta bahwa terdapat nilai-nilai yang secara umum diterima olehmasyarakat tertentu tidak bertentangan dengan karakter sub-yektif dan relatif dari pembenaran nilai. Demikian pula halnyadengan banyaknya persetujuan individu terhadap pembenarantersebut tidak membuktikan bahwa pembenaran tersebut adalahbenar. Hal ini sama dengan fakta bahwa banyaknya orangpercaya matahari mengelilingi bumi tidak dengan sendirinyamembuktikan kebenarannya.33Kriteria keadilan, seperti halnya kreteria kebenaran, tidaktergantung pada frekuensi dibuatnya pembenaran tersebut.Karena manusia terbagi menjadi banyak bangsa, kelas, agama,profesi, dan sebagainya, yang berbeda-beda, maka terdapatbanyak ide keadilan yang berbeda-beda pula. Terlalu banyakuntuk menyebut salah satunya sebagai keadilan.34gustifikasi rasional atas suatu postulat yang didasarkanpada pembenaran nilai subyektif adalah menipu diri sendiri(self deception) atau merupakan suatu ideologi. Bentuk tipikaldari ideologi semacam ini adalah penekanan adanya suatutujuan akhir dan adanya semacam regulasi perbuatan manusiayang telah ditentukan sebelumnya (definite) sebagai proses alamatau kondisi alami dari rasio manusia atau kehendak Tuhan.35Kehendak Tuhan dalam doktrin hukum alam identik denganalam karena alam diciptakan oleh Tuhan, dan hukum adalahekspresi alami kehendak Tuhan. Hukum alam tidak diciptakanoleh tindakan manusiaI tidak artifisial ataupun kehendak bebasmanusia. Hukum alam dapat dan harus dideduksikan dari alamoleh kerja pikiran.36Namun hukum alam juga belum mampu menentukan isidari tata aturan yang adil. Keadilan hanya dirumuskan dalamformula kosong seperti suum cuique atau tautologi yang tidakbermakna seperti kategori imperatif Kant yang menyatakanbahwa tindakan seseorang harus ditentukan hanya oleh prinsipyang akan mengikat semua orang.32Ibid., hal. 6.33Ibid., hal. 7-8. 34Ibid., hal. 8.35Ilmu sebagai pengetahuan selalu mengikuti tendensi internal untuk mengetahuisubyeknya, tetapi ideologi politik menyembunyikan realitas karena berakar padakehendak dan bukan pengetahuan, pada emosi dan bukan elemen kesadaranrasional. Ideologi politik berasal dari kepentingan tertentu atau paling tidak padakepentingan selain kepentingan kebenaran itu sendiri. Jelic, Op.Cit., hal. 148.36Ibid., hal. 8. Teori Hans Kelsen tentang Hukum _0 __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) Beberapa penulis mendefinisikan keadilan denganformula kamu harus melakukan yang benar dan tidak me-lakukan yang salah. Tetapi apa yang dimaksud benar dansalah? Jawaban pertanyaan tersebut diberikan oleh hukum37positif. Konsekuensinya semua formula keadilan memiliki aki-bat menjustifikasi tata hukum positifK jereka hendak mengungJkapkan tata hukum positif sebagai sesuatu yang adil. Namunmungkin saja suatu aturan hukum positif adalah tidak adil.Prinsip hukum alam validitasnya berpijak pada pembenarannilai yang tidak obyektif. Analisis kritis selalu menunjukkanbahwa hal itu hanya merupakan ekspresi dari kepentingan ke-las sosial tertentu.38Teori ini tidak menolak dalil bahwa hukum harus baikdan sesuai dengan moral. Yang ditolak adalah pandangan bah-wa hukum merupakan bagian dari moral dan semua hukumadalah arti tertentu atau derajat tertentu dari moral. Menyata-kan bahwa hukum adalah wilayah tertentu dari moralitas samahalnya dengan menyatakan bahwa hukum harus sesuai denganmoralitas.39Doktrin hukum alam memiliki karakteristik dasar berupadualisme antara hukum positif dan hukum alam. Di atas hukumpositif yang tidak sempurna, eksis hukum alam yang sempurna.Hukum positif hanya dibenarkan (justified) sepanjang sesuaidengan hukum alam. Akibat adanya dualisme ini memunculkandualisme metafisik antara realitas dan ide mlatonikK fnti filsafatPlato adalah doktrinnya tentang idea yang membagi duniamenjadi dua wilayah (sphere); pertama adalah dunia yang terlihat,yang disebut dengan realitas; dan kedua adalah dunia yang tidakterlihat, yaitu dunia ide. Sesuatu dalam realitas hanyalah tiruanyang tidak sempurna dari ide dalam dunia yang tidak terlihat. Iniadalah dualisme antara nature dan supernature. Karakteristik ini40juga disebut sebagai konsep transendental hukum yang berkai-tan dengan karakter metafisik dari hukum alamK41Dualisme ini memiliki karakter optimisticconservatif ataupessimisticrevolutionary terkait dengan apakah terdapat kesesuaianatau kontradiksi antara realitas empiris dan ide transendental.qujuan dari metafisik ini adalah tidak untuk menjelaskan reJalitas secara rasional, tetapi menolak atau menerimanya secaraemosional. Jika dikatakan bahwa dunia ide adalah pengetahuanyang dapat diketahui, atau jika ada keadilan yang diakui secaraobyektif, maka tidak akan ada hukum positif dan negara, karenatidak dibutuhkan lagi untuk membuat manusia bahagia.42Keadilan adalah sesuatu diluar rasio karena itu bagai-manapun pentingnya bagi tindakan manusia, tetap bukansubyek pengetahuan. Bagi pengetahuan rasional yang ada37Charles E. Rice menyatakan bahwa Ilmu Hukum yang dikembangkan olehhelsen berdasarkan pada paham relativisme filosofis (philosophical relativism)yang mendukung doktrin empiris bahwa realitas hanya eksis dalam pengetahuanmanusia dan merupakan obyek dari pengetahuan. Yang absolut adalah realitas itusendiri yang berada di luar pengalaman manusia. Realitas ini tidak dapat diaksesoleh pengetahuan manusia (inaccessible dan unknowable). Kelsen percaya bahwaabsolutisme filosofis (philosophical absolutism) akan berujung pada absolutismepolitik, sedangkan relativisme filosofis berujung pada relativisme politik, yaitudemokrasi. Karena hukum terlepas dari nilai benar dan salah atau keadilan secaraabsolut, maka hukum adalah pemenuhan kepentingan individu yang setara dandiformulasikan sebagai kehendak mayoritas. Hampir semua aliran positivismemenolak kemampuan rasio manusia untuk mengetahui apa yang benar dan salah.Charles E. Rice, The Role Of Legal Ethics And Jurisprudence In National Build-ing, Makalah tanpa tahun, hal. 1 dan 2.38Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 10-11.39Kelsen, Introduction , Op.Cit., hal. 15.40Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 12.41Namun harus diperhatikan bahwa konsep transenden di sini maksudnyaadalah diluar batas pengalaman manusia. Hal ini berbeda dengan konsep tran-sendental Kantian yang digunakan oleh Kelsen untuk menyebutkan penelitianterhadap pengalaman yang memungkinkan. Kelsen, Introduction, Op.Cit.,hal. 21 dan fn. No. 16.42Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 12-13.Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) dalam masyarakat yang ada hanyalah kepentingan dan konflikkepentingan. Solusinya dapat diberikan oleh tata aturan yangmemenuhi satu kepentingan atas pengorbanan kepentinganlain, atau membuat suatu kompromi antara kepentingan yangbertentangan. Di antara dua pilihan tersebut mana yang disebutadil tidak dapat ditentukan oleh pengetahuan secara rasional.Pengetahuan tersebut hanya dapat muncul berdasarkan ketentu-an hukum positif berupa undang-undang yang ditentukansecara obyektif. Tata aturan ini adalah hukum positif. Inilahyang dapat menjadi obyek ilmuI bukan hukum secara metafisikKTeori ini disebut the pure theory of law yang mempresentasikanhukum sebagaimana adanya tanpa mempertahankan denganmenyebutnya adil, atau menolaknya dengan menyebut tidakadil. Teori ini mencari hukum yang riil dan mungkin, bukanhukum yang benar.43Berdasarkan pengalaman, hanya suatu tata hukum yangmembawa kompromi antara kepentingan yang bertentangandan dapat meminimalisir kemungkinan friksi. Hanya tata aturandemikian yang akan menyelamatkan perdamaian sosial dalammasalah tertentuK talaupun ide keadilan yang dibangun berbedadengan ide perdamaian, namun terdapat tendensi nyata untukmengidentikkan kedua ide tersebut, atau setidaknya untukmensubsitusikan ide perdamaian terhadap keadilan.44Keadilan dapat dimaknai sebagai legalitas. Adalah adiljika suatu aturan diterapkan pada semua kasus di mana menu-rut isinya memang aturan tersebut harus diaplikasikan. Adalahtidak adil jika suatu aturan diterapkan pada satu kasus tetapitidak pada kasus lain yang sama. Keadilan dalam arti legalitas45adalah suatu kualitas yang tidak berhubungan dengan isi tataaturan positif, tetapi dengan pelaksanaannya. Menurut legalitas,pernyataan bahwa tindakan individu adalah adil atau tidak adilberarti legal atau ilegal, yaitu tindakan tersebut sesuai atau tidakdengan norma hukum yang valid untuk menilai sebagai bagiandari tata hukum positif. Hanya dalam makna legalitas inilahkeadilan dapat masuk ke dalam ilmu hukum.462. Kriteria Hukum: Hukum Sebagai Teknik SosialJika melakukan investigasi terhadap hukum positif danmembandingkannya dengan semua tatanan sosial yang disebuthukum, baik sekarang maupun masa lalu, akan ditemukankarektiristik umum yang tidak terdapat pada tatanan sosial lain.Karateristik ini menunjukkan fakta yang penting bagi kehidu-pan sosial dan studi ilmu pengetahuan. Dan karakteristik inimembedakan hukum dari fenomena sosial lain seperti moraldan agama. Pembedaan antara hukum dengan tatanan normasosial lain dapat dilihat dari sudut fungsinya sebagai motivasilangsung atau tidak langsung, konsekuensi dalam bentuk sanksiberupa hukuman dan imbalan, monopoli penggunaan sanksi,dan faktor kepatuhan terhadap norma.Motivasi Langsung dan Tidak LangsungFungsi dari setiap tatanan sosial adalah untuk mewujud-kan tindakan timbal balik dalam masyarakat, untuk membuatorang tidak melakukan tindakan yang mengganggu masyarakat,dan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.Terkait dengan cara agar perilaku sosial dipatuhi, terdapatberbagai tipe aturan sosial. Tipe-tipe ini memiliki karakteristikberupa motivasi spesifik yang diberikan oleh aturan untukmembujuk orang agar melakukan sesuatu yang diinginkan.43Ibid., hal. 13.44Ibid., hal. 14.45Kelsen, Introduction , Op.Cit., hal. 16 dan 25.46Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 14.Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) Motivasi mungkin bersifat langsung atau tidak langsung.Tata aturan dapat memberikan keuntungan tertentu untukkepatuhan dan kerugian tertentu untuk ketidakpatuhan, danatau menjanjikan keuntungan atau ketakutan akan diperlaku-kan secara merugikan sebagai motif tindakan. Perilaku sesuaidengan aturan yang berlaku dan diikuti dengan sanksi ditentu-kan oleh aturan itu sendiri.47Prinsip ganjaran dan hukuman(reward and punishment), sebagai prinsip redistribusi yang sangatmendasar dalam kehidupan sosial, diterapkan sesuai denganperilaku tertentu yang sesuai dengan aturan dan yang tidaksesuai dengan aturan dengan suatu janji keuntungan atau per-lakuan merugikan yang disebut sebagai sanksi.48Terdapat tata aturan sosial yang tidak menyediakan sank-si, tetapi hanya menyatakan bahwa perilaku tertentu seharusnyadilakukan oleh individu sebagai hal yang menguntungkan,adalah suatu norma yang menentukan bahwa tindakan terse-but mencukupi sebagai motif untuk melakukan sesuatu sesuaidengan norma. Tipe ini merupakan bentuk motivasi langsungdalam bentuknya yang benar-benar murni dan jarang dijumpaidalam realitas sosial.49Hampir tidak ada norma yang memiliki bentuk sebagaimotivasi secara langsung bagi individu. Lebih dari itu, perilakusosial selalu terkait dengan pembenaran nilai yang menentukanbahwa tindakan sesuai aturan adalah baik dan yang bertentang-an adalah buruk. Jadi kesesuaian dengan tata aturan biasanyaterkait dengan persetujuan orang banyak sebagai reaksi. Reaksidari kelompok sosial terhadap perilaku seseorang inilah yangmenjadi sanksi dari tata aturan tersebut.50Dari sudut pandang realistis, perbedaan yang menentu-kan adalah tidak antara tata aturan yang keberlakuannya ter-gantung pada sanksi dan yang tidak tergantung pada sanksi.Semua tatanan sosial paling tidak memiliki sanksi berupa reaksispesifik dari komunitas atas perbuatan anggotanyaK51Perbe-daannya adalah bahwa tata aturan sosial tertentu di dalamnyamenentukan sanksi tertentu, sedangkan dalam tata aturan yanglain sanksinya adalah reaksi otomatis dari komunitas.52Sanksi yang Terorganisasi secara Sosialdan Sanksi TransendentalSanksi yang dibuat oleh tatanan sosial dapat bersifattransendental, yaitu religius, atau yang bersifat sosialimanen.Tatanan sosial awal (primitif) memiliki karakter sepenuhnyareligius. Tidak ada sanksi lain selain yang religius berasal dariotoritas di atas manusia. Belakangan, di samping yang transen-dental, muncul sanksi yang bersifat sosialimanen yang diorga-nisasikan dan dilaksanakan oleh individu tertentu yang ditentu-kan oleh tatanan sosial sesuai dengan ketentuan aturan tersebut.Namun pada awalnya sanksi yang diorganisasikan secara sosialini dijamin oleh sanksi yang transendental. Hukuman mati ter-hadap pelaku pembunuhan dilakukan oleh organ masyarakatpada masa lalu dengan pembenaran bahwa hukuman tersebutdibenarkan secara religius.53Perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa fungsitatanan religius hanya merupakan tambahan dan pendukungbagi tata aturan sosial. Sanksi menjadi tindakan eksklusif ma-nusia yang diatur oleh tata aturan sosial itu sendiri. Sanksitransendental hanya merupakan motivasi bagi individu untuk47Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 24.48Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 15.49Ibid., hal. 15.50Ibid., hal. 16.51Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 27.52Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 1653Ibid., hal. 16. Kelsen,Pure Theory, Op.Cit., hal. 28.54Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 17. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) patuh terhadap tata aturan tertentu, walupun sanksi tersebuttidak dilaksanakan dalam realitas oleh manusia.54Dua bentuk sanksi yang telah dikemukakan adalah per-lakuan yang merugikan terkait dengan ketidakpatuhan atau janjikeuntungan dalam hal kepatuhan. Realitas sosial menunjukkanbahwa yang pertama memainkan peran paling penting dari padayang kedua. Hal ini dapat dilihat dengan adanya sanksi sebagaihal yang selalu ada dalam norma aturan sosial. Teknik imbalan(reward) memainkan peran signifikan hanya dalam hubunganprivat antarindividu yang selalu disertai dengan sanksi hukumanterhadap ketidakpatuhan salah satu pihak.55Hukum sebagai Perintah yang Memaksa(a Coercive Order)Tindakan yang dilakukan terhadap pelanggar aturan se-bagai sanksi yang diorganisasikan secara sosial dapat berupasesuatu yang mengganggu kondisi orang tersebut sepertikehidupan, kesehatan, kebebasan, atau kepemilikan. Karenadiambil tanpa keinginannya, maka sanksi memiliki karakter se-bagai paksaan yang terukur. Hal ini tidak selalu berarti bahwapelaksanaan sanksi menghendaki adanya kekuataan fisikK56Suatu tata aturan sosial yang menghendaki perilaku indi-vidu tertentu dan dilakukan dengan menetapkannya sebagaipaksaan terukur disebut sebagai suatu perintah yang memaksa(a coercive order). Hal ini berlawanan dengan semua aturan sosial57lain yang lebih memberikan imbalan dari pada hukuman sebagaisanksi, ataupun yang tidak memberikan sanksi sama sekali danhanya berdasarkan motivasi langsung. Tata aturan selain yangmerupakan a coercive order, keberlakuannya tidak berdasarkanpada paksaan, tetapi pada kepatuhan sukarela.58Hukum adalah a coercive order. Inilah elemen umum yangdapat dipahami pada penggunaan kata hukum di berbagai tatahukum di dunia sehingga merupakan terminologi yang dapatdibenarkan serta merupakan konsep yang sangat signifikanartinya bagi kehidupan sosial.59Hukum, Moralitas, dan AgamaKetika mengakui hukum sebagai teknik sosial yang spe-sifikI sebagai a coercive orderI kita dapat melawankannya dengantatanan sosial lain yang sama-sama merupakan bagian darimasyarakat tetapi berbeda artinya. Hukum adalah suatu alatsosial yang spesifikI bukan tujuanK eukumI moralitasI dan agaJma, semuanya melarang pembunuhan. Tetapi hukum melaku-kannya dengan menentukan bahwa jika seseorang melakukanpembunuhan, maka orang lain yang ditentukan oleh aturanhukum, harus melakukan paksaan yang terukur tertentu kepadapembunuh tersebut seperti yang ditentukan aturan hukum. Se-dangkan moralitas terbatas dengan menyatakan bahwa Kamudilarang membunuh (thou shalt not kill) tanpa menentukanreaksi moral tertentu.60Karakter sosial dari moral adalah bahwa norma moralyang menentukan suatu perbuatan lebih ditujukan untuk diri55Ibid., hal. 17.56Ibid., hal. 18.57Pada edisi pertama, Kelsen menggunakan istilan Coercive Norm. Lihat, Kelsen,Introduction , Op.Cit., hal. 26. Bandingkan dengan H.L.A. Hart yang menye-butnya dengan istilah order backed by threat dan coerced order sebagaispesies dari genus imperative mood. Lihat H.L.A. Hart, The Concept of Law,Tenth Impression, (Oxford: Oxford University Press, 1979), hal. 18-20. 58Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 18. Kelsen,Pure Theory, Op.Cit.,hal. 33.59Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 19. Maka hukum dipahami sebagai anormative coercive order untuk membedakannya dengan jenis perintah paksaanlain (misalnya perintah perampok) dan dengan norma sosial lainnya. Kelsen,Pure Theory, Op.Cit., hal. 44- 50.60Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 20. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) sendiri, bukan sebagai perintah terhadap orang lain. Perbuatanyang dilakukan atas dasar moralitas biasanya ditujukan untukmemenuhi kepentingan tuntutan moral diri sendiri. Hal iniberarti moral hanya merujuk kepada motif dari tindakan se-seorang. Moralitas tidak memiliki organ tertentu untuk melak-sanakan norma moral. Pelaksanaan norma moral adalah hanyamerupakan evaluasi individu lain terhadap suatu perbuatan ter-tentu. Moralitas seringkali mempostulasikan adanya kebenaranabsolut. Karena hal inilah maka moral harus dibedakan denganhukum, karena suatu norma hukum tidak selalu memenuhijustifikasi moralK saliditas norma hukum positif tidak terganJtung pada moralitas. Hal ini seperti berlaku pada hubunganantara hukum dan keadilan, karena keadilan merupakan suatupostulat moral.61Norma agama lebih mendekati norma hukum daripadanorma moral karena mengancam (threatened) pembunuh denganhukuman oleh otoritas di atas manusia. Tetapi sanksi tersebutmemiliki karakter transendental, bukan sanksi yang diorganisasi-kan secara sosial. Mungkin saja norma agama lebih efektifdari pada norma hukum karena keberlakuannya mensyaratkankepercayaan terhadap eksistensi dan kekuasaan otoritas di atasmanusia. Jadi masalahnya bukan pada efektivitas sanksi, tetapihanya pada apakah dan bagaimana sanksi tersebut ditentukanoleh tata aturan sosial.62Sanksi yang terorganisasi secara sosial adalah suatu tin-dakan paksaan yang dilakukan oleh individu yang ditentukansecara langsung oleh aturan sosial, dengan cara yang juga telahditentukan, terhadap individu yang bertanggungjawab atastindakan yang bertentangan dengan aturan tersebut. Tindakanyang bertentangan tersebut disebut delik (delict). Delik dan sank-si ditentukan oleh aturan hukum. Sanksi adalah reaksi aturanhukum terhadap delik, atau reaksi komunitas yang ditentukanoleh aturan hukum, terhadap pelaku kejahatan (delinquent). In-dividu yang melakukan tindakan sanksi merupakan agen dariaturan hukum.63qerdapat keberatan terdapat definisi hukum sebagaiperintah yang memaksa didasarkan pada fakta adanya hukumyang tidak memberikan sanksi, tetapi hanya memberikan oto-ritas. Adalah benar terdapat bagian hukum yang tidak mengaturperbuatan dengan menyediakan sanksi sebagai konsekuensinya.Namun harus diingat bahwa aturan yang dimaksud adalahaturan prosedural, bukan material. Hukum modern sangat ja-rang sekali mengatur suatu perbuatan tertentu tanpa membuattindakan sebaliknya sebagai kondisi bagi suatu sanksi. SelainituI definisi hukum yang tidak menentukan hukum sebagaiperintah yang memaksa harus ditolak karena (1) hanya denganmemasukkan elemen sanksilah hukum dapat dibedakan secarajelas dengan tatanan sosial lainnya; (2) paksaan adalah faktoryang sangat penting sebagai pengetahuan hubungan sosial danmenjadi karakter utama dari hukum; dan (3) adanya sanksiadalah karakter utama dari hukum modern dalam hubungannyaantara hukum dan negara.64Monopoli Penggunaan KekuatanPenggunaan paksaan oleh seseorang pada prinsipnyaadalah suatu delik atau sanksi.65Paksaan dalam sanksi adalahtindakan yang dilakukan untuk mencegah penggunaan paksaandalam delik. Kekuatan digunakan untuk mencegah penggu-naan kekuatan dalam masyarakat. Hal ini terlihat seperti suatu61Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 59.62Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 20. 63Ibid., hal. 20.64Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 50.65Ibid., hal. 42. Teori Hans Kelsen tentang Hukum _0 __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) antinomy; dan usaha untuk menghindari antinomy sosial iniakan berujung pada anarkisme absolut yang melarang peng-gunaan kekuatan paksaan bahkan untuk sanksi. Anarkismehendak membuat aturan sosial yang sepenuhnya berdasarkankepatuhan sukarela dan menolak menggunakan hukum sebagaia coercive order.66Namun antinomy tersebut hanya kelihatannya saja.Hukum adalah suatu tatanan untuk mewujudkan perdamaiansehingga melarang penggunaan kekuatan paksaan dalamhubungan masyarakat. Hukum tidak sama dengan peng-gunaan kekuatan biasa. Hukum adalah suatu kekuatan yangterorganisasi digunakan dalam hubungan antarmanusia hanyaoleh orang tertentu dan hanya dalam kondisi tertentu. Sehinggadapat dikatakan bahwa hukum membuat penggunaan kekuat-an paksaan menjadi monopoli dari komunitas yang dengan ituberarti mendamaikan komunitas.67Damai adalah suatu kondisi di mana tidak ada peng-gunaan kekuatan. Hukum dapat mewujudkan damai secararelatif, bukan damai yang absolut dengan cara melarang individumenggunakan kekuatan tetapi memberikannya pada komunitas.Kedamaian hukum bukan merupakan kondisi tidak adanyakekuatan secara absolut atau suatu anarki, tetapi kondisi mo-nopoli kekuatan oleh komunitas. Hukum adalah suatu aturandi mana penggunaan kekuatan secara umum dilarang kecualidalam kondisi tertentu dan untuk individu tertentu diijinkansebagai suatu sanksi.68Sepanjang tidak ada monopoli komunitas untuk secarapaksa dengan kekuatan mencampuri kepentingan individual,atau sepanjang aturan sosial tidak menentukan bahwa kekuat-an paksaan atas kepentingan individu hanya dapat dilakukandalam kondisi khusus sebagai sanksi, maka tidak akan adakepentingan individu yang dilindungi oleh aturan sosial. De-ngan kata lain tidak ada hukum dan dalam hal ini berarti tidakada kedamaian.69Hukum dan Tekanan PsikisPandangan bahwa paksaan adalah elemen esensial hukumseringkali secara salah ditafsirkan bahwa efektivitas sanksi hu-kum adalah bagian dari konsep hukum. Sanksi dikatakan efektifjika individu subyek hukum bersikap sesuai hukum atau sanksidilaksanakan terhadap delik, sehingga dikatakan bahwa hukumadalah aturan yang dapat ditegakkan (enforcible rule) seperti yangdikemukakan oleh Holland.70Kata paksaan dalam pandangan mereka adalah suatutekanan psikis (psychic compulsion) yang menentukan bahwa tin-dakan seseorang diatur oleh hukum. Dikatakan suatu paksaanjika memenuhi sebagai motif untuk melakukan tindakan sesuaiaturan hukum. Jika diartikan sebagai tekanan psikis, maka hu-kum tidak berbeda dengan norma moral atau agama yang jugamenitikberatkan pada bentuk sanksi sebagai tekanan fisikK ealini karena dalam agama dan moralitas, sanksi tidak diorganisa-sikan secara sosial dan lebih merupakan tekanan psikis.7166Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 21. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.35.67Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 21. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.36.68Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 22. Dalam Pure Theory of Law Kelsenmenyebutkan bahwa kekuatan digunakan secara monopoli untuk mewujudkankeamanan kolektif (collective security) yang dalam derajat tertentu merupakanprasyarat bagi terwujudnya perdamaian. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal.37. 69Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 21.70Ibid., hal. 23.71Ibid., hal. 23. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) Sebagai tambahan bahwa tekanan psikis sebagai elemenesensial konsep hukum memiliki banyak kelemahan adalahkarena tidak diketahui secara pasti apa motif seseorang untukmematuhi hukum. Tidak ada tata hukum positif yang pernah72menginvestigasi secara ilmiah secara memuaskan tentang halini. Bahwa suatu tata hukum adalah berlaku secara ketat hanyaberarti bahwa tindakan banyak orang sesuai dengan aturan hu-kumK qidak ada informasi spesifik yang dapat diberikan tentangmotif tindakan orang-orang tersebut dan tentang tekanan psikisyang berasal dari aturan hukum.73Argumentasi menentang Hukum sebagai Perintah yangMemaksaDoktrin tentang paksaan sebagai elemen esensial hu-kum sering menimbulkan perselisihan, khususnya dari sudutpandang sosiologis. Keberatan tersebut terkait dengan faktabahwa orang mematuhi aturan hukum dan memenuhi kewajib-an hukumnya dalam banyak kasus tidak karena takut kepadasanksi yang ada dalam aturan hukum, tetapi karena alasan lain.Eugen Ehrlich adalah salah satu tokoh sosiologi hukum (sociologyof law) yang mengemukakan hal tersebut.74Pernyataan bahwa individu subyek hukum menyesuai-kan perbuatannya dengan aturan tersebut tidak semata-matakarena keinginan untuk menghindar dari akibat yang tidakdapat diterimanya berupa sanksi hukum, tidak diragukan lagiadalah benar. Tetapi pernyataan ini tidak seluruhnya tidak sesuaidengan doktrin bahwa paksaan adalah elemen esensial hukum.Doktrin perintah yang memaksa tidak menunjuk pada motifsesungguhnya dari tindakan individu yang diatur hukum, tetapiisinya secara khusus digunakan oleh aturan hukum untuk me-nentukan perilaku individu tertentu sebagai teknik khusus dariaturan sosial. Doktrin bahwa paksaan adalah elemen esensialhukum menunjuk pada hukum itu sendiri sebagai suatu faktabahwa aturan hukum menetapkan sanksi. Fakta ini berupateknik sosial khusus yang membedakannya dengan aturansosial lain.75Jika kita mengkarakteristikkan perilaku manusia darisudut pandang motifnya, maka merupakan wilayah studisosiologi agama, bukan sosiologi hukum. Jika aturan hukummenentukan hukuman dalam kasus seorang melakukan pem-bunuhan, pencurian, zina, adalah karena legislatif menentukandemikian, maka kepercayaan pada Tuhan dan perintahnyasebagai motif tidak mencukupi untuk memaksa orang tidakmelakukan kejahatan tersebut. Jika terdapat aturan hukum yangmenetapkan sanksi khusus, maka adalah semata-mata karenaorang yang membuat dan melaksanakan aturan hukum ini ber-pendapat, benar atau salah, bahwa aturan sosial lainnya yangtidak memiliki sanksi atau memiliki bentuk sanksi lain, tidakcukup efektif untuk mewujudkan perilaku yang diharapkanoleh pembuat dan pelaksana aturan hukum.76Apa yang membedakan aturan hukum dari semua aturansosial lainnya adalah fakta bahwa aturan hukum mengatur peri-laku manusia sebagai suatu teknik khusus. Jika tidak mengakuielemen khusus hukum ini, jika tidak meyakini hukum sebagaisuatu teknik sosial spesifikI jika mendefinisikan hukum secarasederhana sebagai aturan atau organisasi, dan bukan suatuaturan atau organisasi yang memaksa, maka akan kehilangankemungkinan membedakan hukum dari fenomena sosial lain-72Kelsen, Introduction , Op.Cit., hal. 31.73Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 24.74Ibid., hal. 24. 75Ibid., hal. 26.76Ibid., hal. 25. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) nya. Maka sama artinya dengan mengidentikkan hukum denganmasyarakat, dan sosiologi hukum dengan sosiologi umum.Hal tersebut adalah tipikal kekeliruan dari banyak legalsosiologist khususnya sosiologi hukum Eugen Ehrlich. Tesis uta-manya adalah bahwa hukum adalah suatu aturan yang memaksahanya jika mengidentikkan hukum sebagai keputusan pengadi-lan tentang perselisihan hukum yang diajukan kepadanya. Tetapihukum tidak, dan tidak hanya, aturan tersebut. Hukum adalahaturan terkait dengan perbuatan yang seharusnya dilakukanorang. Terhadap pendapat ini dapat dikemukakan keberatanbahwa tidak semua aturan terkait dengan men actually behaveadalah aturan hukum. Lalu apa perbedaan antara aturan sosiallain dengan aturan hukum?77Argumen lain melawan doktrin bahwa paksaan adalahelemen esensial hukum atau bahwa sanksi membentuk elemenyang dibutuhkan dalam struktur hukum, adalah sebagai berikut;jika untuk menjamin keberlakuan suatu norma yang melarangperilaku tertentu diperlukan norma lain yang memberikansanksi dalam kasus yang pertama tidak dipatuhi, maka suaturangkaian sanksi tanpa akhir (regressus ad infinitum) tidak dapatdihindarkan.78Pernyataan bahwa untuk menjamin keberlakuan suatuaturan diperlukan aturan lain dan adalah tidak mungkin men-jamin keberlakuan semua aturan hukum dengan aturan yangmemiliki sanksi adalah benar. Tetapi aturan hukum adalahbukan aturan keberlakuan yang dijamin oleh aturan lain yangmemiliki sanksi. Suatu aturan adalah aturan hukum tidak karenakeberlakuannya dijamin oleh aturan lain yang memiliki sanksitetapi semata-mata karena aturan tersebut memiliki sanksi.Masalah paksaan bukan masalah menjamin keberlakuan aturan,tetapi masalah isi aturan.79Akhirnya, salah satu keberatan terhadap doktrin bahwapaksaan adalah elemen esensial hukum adalah dengan menya-takan bahwa diantara norma-norma dalam tata hukum terdapatbanyak aturan yang tidak memiliki sanksi. Norma-norma kon-stitusi disebut sebagai norma hukum walaupun tidak memilikisanksi. Hal ini akan dibahas pada bab selanjutnya.803. Validitas dan Keberlakuan (Validity and Efficacy)Elemen paksaan yang esensial dalam hukum tidak me-rupakan psychic compulsion, tetapi fakta bahwa sanksi sebagaitindakan spesifik ditentukan dalam kasus spesifik oleh aturanyang membentuk aturan hukum. Elemen paksaan relevanhanya sebagai bagian dari isi norma hukum, bukan sebagaisuatu proses dalam pikiran individu subyek norma. Hal ini ti-dak dimiliki oleh sistem moralitas. Apakah orang benar-benarbertindak sesuai aturan untuk menghindari sanksi aturan hukumatau tidak, dan apakah sanksi itu sungguh dilaksanakan atautidak, adalah masalah yang terkait dengan keberlakuan hukum.Yang menjadi pertanyaan di sini adalah validitas hukum, bukankeberlakuan hukum.81Apa yang membedakan validitas dengan keberlakuan?Suatu aturan hukum melarang pencurian dengan menyatakanbahwa setiap pencuri harus dihukum oleh hakim. Aturan inivalid untuk semua orang yang harus mematuhi aturan tersebut(subyek). Bagi mereka mencuri itu dilarang namun dapat di-katakan bahwa aturan hukum ini valid terutama untuk orang77Ibid., hal. 26.78Ibid., hal. 28.79Ibid., hal. 29. 80Ibid., hal. 29.81Ibid., hal. 29.82Ibid., hal. 30. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) yang mencuri, yang berarti melanggar aturan. Jadi dapat dikata-kan bahwa aturan hukum adalah valid walaupun dalam kasusaturan tersebut kurang berlaku dalam kasus tetap adanya pen-curian.82Aturan ini memang harus dilaksanakan oleh hakim tidakhanya terhadap subyeknya tetapi juga berlaku bagi organ yangharus melaksanakan. Namun dalam kondisi tertentu bisa sajaorgan tersebut tidak mampu melaksanakan sanksi terhadaporang yang melanggar aturan. Pada kasus tertentu aturan tetapvalid bagi hakim walaupun tanpa keberlakuan.saliditas adalah eksistensi norma secara spesifikK puatu83norma adalah valid merupakan suatu pernyataan yang meng-asumsikan eksistensi norma tersebut dan mengasumsikanbahwa norma itu memiliki kekuatan mengikat (binding force)terhadap orang yang perilakunya diatur. Aturan adalah hukum,dan hukum yang jika valid adalah norma. Jadi hukum adalahnorma yang memberikan sanksi. Tetapi apakah norma itu?84Kritik Terhadap Teori Austin: Hukum sebagai Perintahyaitu suatu Ekspresi KehendakNorma sebagai kategori yang dikualisikasi sebagai suatukeharusan adalah genus, bukan differentia spesifica dari hukum.Sebaliknya, norma hukum adalah bagian dari norma secaraumum. Dalam memberikan penjelasan tentang norma, dapat85diasumsikan bahwa norma adalah perintah seperti Austinyang mengkarateristikkan hukum atau aturan sebagai suatuperintah. Tepatnya hukum atau aturan sebagai spesies dariperintah. Suatu perintah adalah ekspresi kehendak individudan obyeknya adalah individu yang lainnya. Perintah berbedadari permintaan. Perintah merupakan ekspresi kehendak dalambentuk imperatif bahwa orang lain harus bertindak dengan caratertentu. Apakah suatu perintah mengikat atau tidak tergantungpada apakah individu yang memerintahkan memiliki otoritasuntuk membuat perintah atau tidak.86Austin kemudian mengidentikkan dua konsep, peme-rintah dan perintah yang mengikat. Hal ini keliru karena tidaksemua perintah yang dibuat oleh seseorang yang memilikikekuasaan superior adalah mengikat. Perintah penjahat untukmemberikan uang adalah tidak mengikat, walaupun penja-hat tersebut benar-benar dapat memaksakan keinginannya.Suatu perintah adalah mengikat bukan karena individu yangmemerintah memiliki superioritas kekuasaan, tetapi karenadia diotorisasi atau diberi kekuasaan untuk membuat perintahyang mengikat. Dan diotorisasi atau dikuasakan terjadi hanyajika suatu aturan normatif memberikan kapasitas untuk itu.Selanjutnya ekspresi keinginan tersebut adalah suatu perintahyang mengikat walaupun jika individu yang memerintah tidakmemiliki kekuasaan nyata melebihi individu yang diperintah.Aturan hukum adalah perintah yang mengikat karena dibuatoleh otoritas yang kompeten.87Suatu perintah yang mengikat akan tetap mengikatwalaupun keinginan yang menjadi dasar perintah tersebut su-dah tidak ada. Hal ini misalnya dapat dilihat dalam kasus pem-buatan wasiat, di mana perintah tersebut masih tetap mengikatwalaupun yang memiliki keinginan telah meninggal. Bahkanmeninggalnya orang yang memberikan wasiat menjadi dasarberlakunya wasiat.88Untuk membuat suatu kontrak yang mengikat, dua indi-83Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 12.84Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 30.85Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 26.86Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 30. 87Ibid., hal. 31.88Ibid., hal. 32. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) vidu harus mengekspresikan persetujuannya. Kontrak adalahproduk dari kehendak dua pihakK talaupun demikianI kontraktetap berlaku jika kemudian salah satu pihak berubah pikirandan tidak lagi menginginkan apa yang telah dikatakan sebagaikeinginannya ketika kontrak dibuat. Jadi kontrak mengikat parapihak walaupun bertentangan dengan keinginannya yang ses-ungguhnya. Jadi kekuatan mengikat tidak berpijak pada adanyakehendak para pihak, atau dalam hal yang lebih luas pemberiperintah, sebab tetap valid dan mengikat walaupun keinginantelah berubah.89Suatu undang-undang ada karena keputusan parlemendan eksis pada saat ketika keputusan sudah dibuat sehinggajika dianggap sebagai ekspresi keinginan, maka undang-un-dang berlaku pada saat keinginan sudah tidak ada. Keinginanadalah suatu fenomena psikologis yang berakhir setelah suatutindakan selesai dilakukan. Seorang yuris yang hendak mencarikeberadaan hukum tidak dapat dilakukan dengan mencobamembuktikan adanya fenomena psikologis tersebut. Seorangyuris menyatakan bahwa suatu undang-undang eksis walaupunketika individu yang menciptakannya tidak lagi menginginkanisi undang-undang tersebut, bahkan juga ketika tidak seorangpun menginginkan isi aturan tersebut.90Jika kita menganalisa secara psikologis prosedur pem-buatan undang-undang, maka isi undang-undang tidak harusmerupakan tindakan berdasarkan keinginan. Undang-undangdibuat oleh keputusan parlemen sebagai otoritas yang kompetendengan prosedur pengambilan keputusan utamanya adalah voting terhadap suatu rancangan undang-undang. Undang-undangdiputuskan berdasarkan suara mayoritas anggota. Anggota yangmenentang rancangan tersebut otomatis keinginannya tidakmenjadi isi atau bertentangan dengan isi undang-undang.91Terlepas dari fakta bahwa anggota yang tidak setujuberarti keinginannya bertentangan dengan isi undang-undang,tetapi ekspresi dari keinginannya tersebut tetap merupakansesuatu yang esensial dalam pembuatan undang-undang karenamerupakan keputusan seluruh parlemen, termasuk minoritasyang berbeda. Bahkan mungkin ada anggota parlemen yangsama sekali tidak mengetahui isi undang-undang yang disetujuiatau ditolaknya.92Karakteristik khayalan bahwa aturan hukum adalah suatuperintah masih dapat dilihat dalam kasus hukum kebiasaan.Kita tidak akan pernah dapat menyatakan bahwa hukum ke-biasaan adalah keinginan atau perintah dari orang-orang yangtindakannya diatur dalam kebiasaan. Eksistensi kebiasaan tidakmelibatkan keinginan isi aturan dari yang masyarakat yangmemiliki aturan tersebut.93Keharusan (The Ought)Ketika hukum digambarkan sebagai perintah atau eks-presi kehendak legislator, dan ketika tata hukum dikatakan se-bagai perintah atau keinginan negara, maka harusnya dipahamisebagai a figurative mode of speech. Jika aturan hukum adalah suatuperintah, maka merupakan perintah yang depsychologized. Suatuperintah yang tidak mengimplikasikan makna adanya keinginansecara psikologis. Perbuatan yang ditentukan dalam aturanhukum dituntut tanpa adanya kebutuhan adanya keinginandalam makna psikologis. Hal ini diekspresikan dengan kataone shall atau one ought untuk mengikuti perbuatan yangditentukan oleh hukum. Suatu norma adalah suatu aturan yang89Ibid., hal. 32.90Ibid., hal. 33. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 4.91Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 33. 92Ibid., hal. 34.93Ibid., hal. 34.94Ibid., hal. 35. Kelsen, Pure Theory, Op. Cit., hal. 6. Teori Hans Kelsen tentang Hukum _0 __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) mengekpresikan fakta bahwa seseorang harus (ought) bertindakdengan cara tertentu, tanpa mengimplikasikan bahwa sungguh-sungguh menginginkan orang tersebut bertindak demikian.94Kategori ini memiliki karakter yang sepenuhnya formal yangmembedakannya dengan prinsip ide hukum yang transenden.Kategori hukum ini yang dalam terminologi Kantian adalahteoritis transenden (theoretically trancendental) bukan merupakantransenden yang metafisisK95Perbandingan antara keharusan suatu norma dan su-atu perintah hanya dalam arti yang terbatas. Menurut Austin,adalah sifat mengikat dari hukum yang membuatnya sebagaisuatu perintah. Maka tidak ada perbedaan antara hukum yangdibuat parlemen, kontrak dua pihak, atau wasiat individu. Na-mun sungguh tidak mungkin menyebut kontrak atau wasiatsebagai suatu perintah, karena dalam hal ini berarti pembuatperintah memerintahkan diri sendiri. Tetapi adalah mungkinbahwa suatu norma dibuat oleh individu yang sama yang ter-ikat dengan norma ini.96Berdasarkan hal tersebut muncul keberatan bahwasesungguhnya kontrak tidak mengikat para pihak. Adalah hu-kum negara yang mengikat para pihak untuk bertindak sesuaikontrak. Namun kadang-kadang hukum memang berdekatandengan kontrak. Hal ini merupakan esensi dari demokrasibahwa hukum dibuat oleh individu yang juga terikat denganhukum tersebut. Namun hukum yang dibuat dengan jalandemokrasi tidak dapat disebut sebagai perintah sebab tidakdibuat oleh individu tertentu yang berada di atas individu laintetapi dibuat oleh sesuatu yang impersonal, otoritas yang ber-beda dari individu. Inilah otoritas hukum yang berada di atasindividu yang diperintah dan memberi perintah. Ide ini menun-jukkan bahwa kekuatan mengikat bukan berasal dari orangyang memerintah, tetapi dari perintah impersonal anonim yangdiekspresikan dalam istilah non sub homine, sed sub lege. Perintahyang impersonal dan anonymus ini disebut dengan norma.97Ringkasnya, untuk mengatakan bahwa suatu normaadalah valid untuk individu tertentu adalah tidak sama denganmengatakan bahwa individu tertentu menginginkan individulain untuk melakukan tindakan tertentu. Norma adalah validjuga bukan karena eksistensi kehendak. Norma tetap valid wa-laupun individu tersebut tidak melaksanakan norma tersebut.Pembedaan antara ought dan is bersifat fundamental dalammendeskripsikan hukum.98Norma: UmumIndividual,ConditionalUnconditionalLaws of nature adalah pernyataan tentang peristiwa nyata,sedangkan aturan hukum adalah perintah tentang perilakumanusia. Laws of nature adalah aturan yang mendeskripsikanbagaimana peristiwa alam sesungguhnya terjadi dan mengapaterjadi. Aturan hukum menunjuk hanya pada perilaku manusia,menentukan bagaimana seharusnya manusia bertindak, dantidak menyatakan tentang tindakan aktual dan mengapa melaku-kannya. Untuk mencegah kesalahmengertian maka sebaiknyatidak digunakan istilah aturan (rule), tetapi menggunakan istilahnorma (norm) untuk mengkarakteristikan hukum. Alasan lain95Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 25. Imanuel Kant membuat perbedaan fun-damental antara manusia sebagai bagian alam yang tunduk pada hukum sebabakibat, dan manusia sebagai makhluk berakal yang mengatur perilakunya denganperintah-perintah yang menghasilkan pembedaan antara yang seharusnya adadan yang ada (sollen-und sein). Teori ini dibatasi oleh Kant khusus mengenaipengetahuan, yang oleh Kelsen diperluan hingga hukum. Lihat, W. Friedmann,Op.Cit., hal. 170.96Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 35. Kelsen,Pure Theory, Op.Cit.,hal. 7. 97Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 36.98Ibid., hal. 37. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 9.99Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 37 . Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) adalah karena rule membawa konotasi sesuatu yang umum(general). Suatu aturan (rule) tidak menunjuk pada satu peristiwatertentu tetapi pada keseluruhan peristiwa yang sama.99Kenyataan menunjukkan bahwa hukum sering dijelaskansebagai aturan umum (general rule). Austin mengidentikkanhukum dan aturan sehingga memahami hukum hanya sebagainorma umum (general norms). Tetapi tidak diragukan lagi bahwahukum tidak hanya terdiri dari norma umum, tetapi juga meli-puti norma individual, yaitu norma yang menentukan tindakanseorang individu dalam satu situasi tertentu dan norma tersebutvalid hanya pada kasus tertentu serta mungkin dipatuhi ataudilaksanakan sekali saja. Norma semacam ini adalah hukumkarena merupakan bagian dari tata hukum secara keseluruhan.Contoh norma individual adalah keputusan pengadilan yangkekuatan mengikatnya terbatas pada kasus tertentu dan orangtertentu. Dengan demikian kekuatan mengikat atau validitashukum secara intrinsik tidak terkait dengan kemungkinankarakter umumnya, tetapi hanya karena karakternya sebagainorma.100Norma hukum umum selalu memiliki bentuk pernyataanyang hipotetis. Sanksi yang ditentukan oleh norma ditetapkanuntuk kondisi tertentu. Juga suatu norma hukum individu-al mungkin memiliki bentuk hipotesisnya. Suatu keputusanpengadilan dapat menentukan bahwa dalam hal tergugat tidakmelakukan tindakan yang diputuskan, maka sanksi akan diberi-kan. Inilah conditional norms atau hypothetical norm. Unconditionalnorms atau categorial norm dapat dilihat pada kasus pengadilanpidana menjatuhkan hukuman atas delik pembunuhan. Makahukuman tersebut harus dijalankan tanpa adanya konsekuensijika hukuman tersebut tidak dijalankan.101Norma dan TindakanPelaksanaan keputusan pengadilan tidak dengan sendir-inya merupakan suatu norma hukum. Jika menyebutnya sebagaitindakan hukum (legal act) atau sebagai hukum, maka definisihukum sebagai suatu sistem norma akan menjadi sempit. Tidakhanya pelaksanaan suatu norma hukum, tetapi semua tindakanyang membentuk norma hukum adalah tindakan hukum.102Suatu tindakan dengan mana norma umum atau normaindividual dibuat adalah tindakan yang ditentukan oleh aturanhukum sebagai tindakan pelaksanaan norma hukum. Suatutindakan adalah tindakan hukum secara eksklusif karena di-tentukan oleh suatu norma hukum. Kualitas legal dari suatutindakan identik dengan kaitannya dengan suatu norma hukum.Suatu tindakan adalah tindakan hukum hanya karena dan hanyasepanjang ditentukan oleh suatu norma hukum.103Keberlakuan hukum berarti bahwa orang bertindak se-bagaimana seharusnya bertindak sebagai bentuk kepatuhandan pelaksanaan norma. Jika validitas adalah kualitas hukum,maka keberlakuan adalah kualitas perbuatan manusia sebenar-nya dan bukan tentang hukum itu sendiri. Pernyataan bahwahukum adalah efektif berarti tindakan manusia sebenarnyasesuai dengan aturan hukum. Maka validitas dan keberlakuanmenunjuk pada fenomena yang sangat berbeda. Hukum sebagainorma yang valid ditemukan pada ekspresinya dalam pernyataanbahwa orang harus bertindak dengan cara tertentu. Pernyataanini tidak memberikan kita sesuatu tentang peristiwa sebenarnya.Keberlakuan hukum terdiri dari fakta bahwa orang menyesuai-100Ibid., hal. 38.101Dalam General Theory of Law and State Kelsen menyebutnya dengan istilahconditional norm dan unconditional norm, sedangkan dalam Pure Theory of Lawdisebut dengan istilah hypothetical norm dan categorial norm. Ibid., hal. 38.Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 100A. 102Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 39.103Ibid., hal. 39.104Ibid., hal. 39 . Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) kan tindakannya sesuai dengan suatu norma.104Penilaian bahwa perbuatan aktual sesuai dengan suatunorma atau bahwa tindakan seseorang adalah seharusnya me-nurut suatu norma, dapat dikarakteristikkan sebagai a judgmentof value. Penilaian semacam ini dapat juga mengekspresikanide tentang kesesuaian perbuatan dengan suatu norma. Normadalam hal ini digunakan sebagai suatu standar valuasi. Dapatdinyatakan bahwa fakta ditafsirkan menurut suatu norma.Norma menjadi suatu skema penafsiran.105Penafsiran suatu tindakan individu bertentangan dengansuatu norma bukan merupakan a logical contradiction. Tindakanyang disebut bertentangan dengan norma adalah tindakan yangtidak memenuhi norma, bukan tindakan yang semata-mataberlawanan dengan norma.106Tindakan tersebut kemudianmenjadi suatu kondisi spesifik menurut hukum untuk adanyasuatu konsekuensi.107Keberlakuan (Efficacy) sebagaiKondisi bagi Validitastalaupun validitas dan keberlakuan adalah konsep yangberbeda, namun terdapat hubungan yang penting antara kedua-nya. Suatu norma dikatakan valid hanya dalam hal menjadi ba-gian dari suatu sistem norma yang secara keseluruhan berlaku.Maka keberlakuan adalah suatu kondisi bagi validitas.108Wilayah (Sphere) Validitas NormaKarena norma mengatur perilaku manusia, dan perilakumanusia berada pada waktu dan ruang, maka norma adalah validuntuk waktu tertentu dan di tempat tertentu. Validitas suatunorma berawal dari suatu waktu dan berakhir pada waktu lain.Demikian pula halnya bahwa norma valid untuk suatu wilayahsosial tertentu dan tidak untuk wilayah sosial yang lain. Kitadapat menyebutnya sebagai wilayah validitas temporal danwilayah validitas spasial dari suatu norma. Untuk menentukanbagaimana seharusnya orang bertindak, seseorang harus me-nentukan kapan dan di mana mereka bertindak. Sedangkanbagaimana mereka seharusnya bertindak, dan tindakan apayang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan, adalah wilayahmateriil dari validitas suatu norma. Selain itu isi dari norma jugameliputi elemen personal siapa yang harus bertindak menurutnorma tersebut. Jadi terdapat empat wilayah validitas suatunorma, yaitu personal, material, teritorial, dan spasial.109Kadang-kadang ditekankan bahwa norma dapat mem-peroleh validitasnya tidak untuk masa lalu, tetapi untuk masadepan. Tetapi norma juga dapat menunjuk pada perbuatanmasa lalu. Masa lalu dan masa depan bersifat relatif untuk su-atu waktu. Tidak ada halangan apapun yang dapat mencegahkita jika mengaplikasikan suatu norma sebagai skema penafsir-an, suatu standar evaluasi, terhadap fakta yang terjadi sebelumnorma tersebut ada. Apa yang dilakukan seseorang di masa laludapat kita evaluasi dengan norma yang baru ada kemudian. Halini akan berimplikasi bahwa secara hukum tidak ada halanganuntuk memberlakukan suatu norma secara retroaktif. Sebagaiperbandingan, pada masa lalu adalah kewajiban religius untukmengorbankan manusia pada Tuhan, dan perbudakan adalahinstitusi legal. Saat ini kita mengatakan bahwa pengorbananmanusia dan perbudakan adalah kejahatan dan perbudakansebagai institusi hukum adalah immoral.110 109Ibid., hal. 42., Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 12-13. Kelsen, Pure Theory,Op Cit., hal. 10.110Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 43. 105Ibid., hal. 40.106Ibid., hal. 41.107Kelsen, Introduction, Op.Cit., hal. 27.108Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 42.Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) Hukum Retroaktif dan Ketidaktahuan HukumNilai politik dan moral atas hukum retroaktif mungkindipermasalahkan, tetapi kemungkinannya tidak dapat diragu-kan. Konstitusi Amerika misalnya menyatakan dalam Artikel ISeksi 9 klausul 3: Noex post facto law shall be passed. Termaex post facto law ditafsirkan sebagai hukum pidana yang berlakuretroaktif. Hukum retroaktif menuai keberatan dan tidak di-inginkan karena melukai perasaan keadilan atas sanksi, terutamahukuman, terhadap individu karena suatu tindakan atau omisidi mana individu tersebut tidak dapat mengetahui bahwa halitu akan dikenai sanksi.111Namun, kita mengenal prinsip dasar dalam semua tatahukum positif bahwa ketidaktahuan hukum tidak merupakanpemaaf seseorang (ignorantia juris neminem excusat). Fakta bah-wa seorang individu tidak tahu bahwa hukum memuat sanksipada perbuatannya atau omisinya adalah bukan alasan untuktidak mengenakan sanksi kepadanya. Kadang-kadang prin-sip tersebut ditafsirkan secara restriktif yaitu ketidaktahuanhukum bukan pemaaf jika individu tidak tahu hukumnya walaupunmemungkinkan (possible) untuk mengetahui hukum. Maka prinsipini menjadi tidak sesuai dengan penolakan hukum retroaktif.Pemisahan antara kasus di mana individu dapat mengetahuihukum yang valid pada waktu dia melakukan delik, dan kasusdi mana individu tidak dapat mengetahui hukum adalah sesuatuyang problematik.112Kenyataannya, secara umum dipresuposisikan bahwahukum yang valid dapat diketahui oleh individu yang perilaku-nya diatur oleh hukum tersebut. Ini adalah presumptio juris etde jure, yaitu suatu dugaan hukum yang tidak membutuhkanbukti. Hal ini adalah tidak benar; praduga tersebut merupakanbentuk dari fiksi hukumK pesuai dengan kemungkinan dan keJtidakmungkinan mengetahui hukum tersebut, maka tidak adaperbedaan yang esensial antara suatu hukum yang retroaktifdan dalam banyak kasus hukum yang tidak retroaktif tapi tidakdapat diketahui oleh individu yang menjadi subyek hukum.1134. Norma HukumNorma Hukum dan Aturan Hukum dalamArti DeskriptifJika paksaan (coercion) adalah elemen esensial hukum,maka norma yang membentuk tata hukum harus normayang menentukan suatu coercive act, yaitu sanksi. Sebagai ba-giannya, norma umum harus norma di mana sanksi tertentudibuat tergantung pada kondisi tertentu. Ketergantungan inidiekspresikan dengan konsep keharusan (ought). Hal ini tidakmenyebabkan bahwa perumusan norma dilakukan dalam ben-tuk keharusan atau preskripsi.114Pembuat hukum dapat jugamenentukan dengan bentuk kalimat akan datang (future tense)seperti a thief will be punished. Frase akan dihukum tidak meng-implikasikan prediksi peristiwa yang akan datang, tetapi suatuimperatif atau perintah dalam makna figuratifK115Adalah tugas dari ilmu hukum mewakili hukum suatukomunitas, yaitu materi yang diproduksi oleh otoritas hukumdalam prosedur pembuatan hukum, menjelaskan akibat ben-tuk pernyataan bahwa jika hal tertentu dan kondisi tertentuterpenuhi, maka sanksi tertentu akan mengikuti. Pernyataan111Ibid., hal. 44.112Ibid., hal. 44. 113Ibid., hal. 44.114Keharusan atau preskripsi ini dapat diatur baik secara positif maupun negatifdalam bentuk perintah (commanding), otorisasi (authorizing) dan juga permit-ting. Kelsen, Pure Theory, Op.Cit., hal. 15.115Kelsen, General Theory, Op.Cit., hal. 45. Teori Hans Kelsen tentang Hukum __ __Konsep Hukum Statis (Nomostatis) ini harus tidak dicampurkan dengan norma yang dibuat olehotoritas pembuat hukum. Norma hukum yang ditetapkanoleh otoritas pembuat hukum adalah peskriptif, sedangkanaturan hukum yang diformulasikan oleh ilmu hukum adalahdeskriptif.116Aturan Hukum dan Hukum tentang Alam(Law of Nature)Hukum adalah suatu fenomena sosial, yaitu sesuatu yangdapat diamati dalam mas