teori belajar ausubel
TRANSCRIPT
MeaningfulLearningng
RoteLearning
ReceptionLearning
Discoverylearning
3. Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel dalam (Collette & Chiapetta, 1994; Dahar, 1988;
Aichele & Reys, 1997) belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi.
Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi disajikan pada
siswa, melalui penemuan atau penerimaan. Belajar penerimaan (reception
learning) menyajikan materi dalam bentuk final, dan belajar penemuan (discovery
learning) mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh
materi yang dipelajari. Dimensi ke dua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi tersebut pada stuktur kognitif yang telah ada. Dimana siswa
menghubungkan atau mengaitkan informasi tersebut pada konsep-konsep dalam
struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi “belajar bermakna (meaningful
learning)”. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan
dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur
kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi
baru masuk ke dalam struktur kognitif itu; demikian pula sifat proses interaksi
yang terjadi. Jika struktur kognitif itu stabil, dan diatur dengan baik, maka arti-arti
yang sahih dan jelas atau tidak meragukan akan timbul dan cenderung bertahan.
Tetapi sebaliknya jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan, dan tidak
teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar dan retensi.
Akan tetapi jika siswa hanya mencoba-coba menghafal informasi baru tanpa
menghubungkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur
kognitifnya, maka dalam hal ini terjadi “belajar hafalan (rote learning)”. Collette
& Chiappet (1994) menggambarkan kedua dimensi ini dalam suatu salib sumbu.
Sumbu vertical menyatakan dimensi pertama, sedangkan sumbu horizontal
menyatakan dimensi kedua.
Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar
menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal
menghafalkannya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa,
jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan
antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa
menghafalkan materi yang sudah diperolehnya, tetapi pada belajar bermakna
materi yang telah diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih dimengerti (Suherman, 2003:32).
Sewaktu metode menemukan dianggap sebagai suatu metode mengajar
yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah metode yang
merupakan belajar menerima, Ausubel menentang pendapat itu. Ia berpendapat
bahwa dengan metode penemuan maupun dengan metode ceramah bisa menjadi
belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung dari situasinya. Selanjutnya
Ausubel mengemukakan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang
paling baik dan bermakna. Hal ini ia kemukakan berdasarkan hasil penelitiannya.
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar
menghafal atau bermakna (Suherman, 2003:33). Namun, Ausubel juga masih
tetap mengakui bahwa pendekatan Brunner (discovery) itu memang dapat
memberikan hasil yang lebih lama diingat, mudah ditransfer, dan dapat
meningkatkan motivasi yang intrinsik (Rusyan, 1989:178-179).
Menurut Ausubel, belajar menerima dan menemukan masing-masing dapat
merupakan hafalan atau bermakna, tergantung pada situasinya belajar. Menghafal
sebenarnya mendapatkan informasi yang terisolasi sedemikian hingga siswa tidak
dapat mengaitkan informasi tersebut ke dalam struktur kognitifnya. Belajar
hafalan adalah suatu proses belajar yang dilakukan dengan mengingat kata demi
kata. Sedangkan belajar bermakna merupakan rangkaian proses belajar yang
memberikan hasil yang bermakna. Belajar dikatakan bermakna bila informasi
yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa, sehingga
siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya.
Dari kedua dimensi belajar tersebut (penerimaan/ penemuan dan hafalan/
bermakna) terdapat empat kemungkinan tipe belajar, yakni :
1. Belajar menerima yang bermakna.
Ini terjadi bila informasi yang telah disusun secara logik disajikan
kepada siswa dalam bentuk final. Dan siswa yang menghubungkan
informasi tersebut dengan struktur kognitif yang telah ia miliki.
2. Belajar penemuan yang bermakna.
Terjadi bila informasi pokok ditemukan oleh siswa. Kemudian siswa
menghubungkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitif
yang dimilikinya
3. Belajar menerima yang hafalan (tidak bermakna).
Terjadi bila informasi disajikan kepada siswa dalam bentuk final dan
siswa menghafalkannya.
4. Belajar penemuan yang hafalan (tidak bermakna).
Terjadi bila informasi pokok ditemukan oleh siswa, kemudian siswa
menghafal pengetahuan baru tersebut.
Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah “belajar bermakna.” Belajar
yang paling efisien adalah belajar bermakna. Menurut Ausubel pembelajaran
ekpositori yang baik merupakan satu-satunya cara meningkatkan belajar
bermakna. Pengajaran ekpositori baik menurut Ausubel adalah guru menyusun
dan menjelaskan suatu topik pelajaran sedemikian rupa seingga siswa dapat
menyusun topik dan menghubungkannya dengan topik bermaknya yang telah
dipelajari sebelumnya.
Ausubel (Bell,1978) selanjutnya memberikan dua prasyarat untuk belajar
menerima yang bermakna (meaningfull reception learning) yakni:
a. Siswa telah memiliki satu himpunan belajar bermakna. Artinya kondisi
dan sikap siswa telah siap untuk mengerjakan tugas belajar yang sesuai
dengan tujuan mereka.
b. Tugas belajar yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan struktur
kognitif siswa, sehingga siswa dapat mengasimilasikan bahan baru
tersebut secara bermakna. Belajar bermakna terdahulu merupakan dasar
atau penguat untuk pelajaran baru, sehingga belajar dan retensi tidak
menjadi bahan hafalan.
Ausebel mengembangkan suatu cara yang disebut sebagai “advance
organizer” untuk mengorientasikan siswa pada materi yang akan dipelajari dan
Tahap 4Siswa bekerja dengan contoh spesifik.Tahap 3Guru memberikan contoh.Tahap 2Guru menjelaskan istilah-istilah kunciTahap 1Guru menyajikan abstraksi atau generalisasi pelajaran
Advance Organizer
membantu mereka untuk mengingat kembali informasi-informasi yang berkaitan
dan yang dapat digunakan untuk membantu dalam menyatukan informasi-
informasi baru yang akan dipelajari. Fungsi dari advance organizer adalah untuk
memberikan scaffolding atau dukungan terhadap informasi baru. Advance
organizer dapat dipandang sebagai jembatan konseptual di antara materi baru
dengan pengetahuan siswa saat ini.
Suatu organizer membantu untuk memberikan dasar atau scaffolding mental
sebelum guru menyajikan abstraksi atau generalisasi dari pelajaran, menjelaskan
istilah-istilah kunci, memberikan contoh, dan selanjutnya menugaskan siswa
untuk bekerja dengan contoh-contoh spesifik. Martin.et.al (1994) menggambarkan
hal ini sebagai berikut
Menurut Ausubel, paling sedikit terdapat tiga tujuan yang dapat dicapai
oleh advance organizer. Pertama, advance organizer memberikan kerangka
konseptual untuk belajar yang akan terjadi berikutnya. Kedua, advance organizer
dipilih secara seksama sehingga dapat menjadi penghubung antara simpanan
informasi siswa saat ini dan belajar yang baru. Ketiga, berlaku sebagai jembatan
antara struktur kognitif lama dan struktur kognitif yang akan diperoleh. Dalam
konteks ini, advance organizer memperlancar proses pengkodean.
Bila membandingkan teori Bruner dengan teori Ausubel maka terlihat
bahwa perbedaan utama yang nampak adalah pada penekanan cara belajar. Bruner
menekankan pada pentingnya penemuan (discovery), sedangkan Ausubel
menekankan pada penerimaan (reception). Selanjutnya kesamaan kedua teori ini
diungkapkan oleh Reilley dan Lewis (Soekamto dan Winata putra, 1996) sebagai
berikut:
a. Keduanya menekankan pada makna dan pemahaman, meskipun menurut
Bruner makna dan pemahaman tersebut harus ditemukan secara induktif.
sedangkan menurut Ausubel harus diasimilasi secara deduktif.
b. Belajar materi/substansi tidak hanya merupakan pengulangan secara
verbatim. Apabila substansi diketahui maka materi selanjutnya akan dapat
ditransfer dan dipakai secara lebih luas
c. Keduanya menekankan adanya suatu hubungan. Bruner menekankan
bagaimana sesuatu yang dipelajari harus dihubungkan dengan bahan-
bahan lain dan bagaimana menemukan arti dalam hubungan tersebut.
Ausubel menekankan bahwa apa yang dipelajari harus dihubungkan
dengan apa yang telah ada di dalam struktur kognitif siswa.
d. Keduanya menekankan pentingnya belajar konsep dan prinsip.
e. Keduanya berbicara tentang struktur. Bruner menekankan struktur disiplin
ilmu, sedangkan Ausubel menekankan pada adanya pengaturan materi
ajaran di dalam struktur kognitif.
f. Proses belajar harus dipelajari seperti apa adanya di dalam kehidupan
sehari-hari, dan tidak disederhanakan menjadi eksperimen-eksperimen
dengan situasi laboratorium.
g. Keduanya merupakan teori kognitif yang mempelajari proses-proses di
dalam pikiran, dan tidak hanya apa yang di dunia fisik yang bersifat
eksternal.
h. Keduanya menekankan akan pentingnya bahasa sebagai dasar pikiran dan
komunikasi, yang merupakan alat utama di dalam proses belajar.
i. Keduanya setuju bahwa perlu perbaikan pengajaran dengan tujuan
membuat pengajaran lebih bermakna.