teologi kristen dan ekologi

15
Pokok Doa | Link | Peta Situs Email: Password: Lupa Password? Home Tentang Kami Regional o Surabaya o Malang o Jember o Banyuwangi o Mataram o Kediri o Jayapura Komponen Pelayanan o Siswa o Mahasiswa o Alumni Departemen o Pembinaan o Konseling o Literatur o SDM o Beasiswa o PI dan Misi o Litbang dan Bank Data o Multimedia dan TI Referensi

Upload: ingratsusi-marviani

Post on 16-Feb-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Teologi

TRANSCRIPT

Page 1: Teologi Kristen Dan Ekologi

  Pokok Doa  |  Link  |  Peta Situs

Email: Password:   Lupa Password?

Home Tentang Kami

Regional

o Surabaya

o Malang

o Jember

o Banyuwangi

o Mataram

o Kediri

o Jayapura

Komponen Pelayanan

o Siswa

o Mahasiswa

o Alumni

Departemen

o Pembinaan

o Konseling

o Literatur

o SDM

o Beasiswa

o PI dan Misi

o Litbang dan Bank Data

o Multimedia dan TI

Referensi

o Berita

o Artikel

o Buku

Page 2: Teologi Kristen Dan Ekologi

o Video & Audio

o Buletin Disciples & Berita Kota

o Lomba Menulis Mahasiswa

User

ECOLOGY REDEEMED: TEOLOGI KRISTEN DAN KRISIS LINGKUNGAN HIDUP oleh Ferry Y. Mamahit: 03-07-2009, Dibaca: 1286 kali

PENDAHULUAN

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) baru saja mengadakan hajatan besar,  UN Climate

Change Conference 2007 di Bali pada 3-14 Desember 2007.  Ini adalah sebuah

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim, dengan isu utama

perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming).  Di akhir acara, sebagian

negara bersedia meratifikasi kebijakan yang telah dibuat, tetapi sebagian yang lain,

khususnya negara-negara maju penghasil polutan tertinggi, enggan melakukannya

karena “belum cocok” dengan jumlah minimum persentase emisi yang ditentukan. 

Kini, hiruk pikuk konferensi ini sudah berakhir dan menyisakan  sebuah pertanyaan,

“so what gitu lho?” Apa kelanjutan semua ini?

 

Bagi orang Kristen di Indonesia, yang hidup dalam dwi-kewarganegaraan (Indonesia

dan Kerajaan Sorga), mengusahakan pelestarian, penyelamatan atau apa pun yang

|  

YESUS HE WE ATI KU - Sebuah Ce...01-04-2011, Dibaca: 87

Ku sop ngei Yesus he we ati ku, Ku sop ngei Yesus he we ati ku, Sop ngei ku he...

MURID YANG RADIKAL - Buletin D...28-03-2011, Dibaca: 184

Tulisan dalam edisi Disciples kali ini sekiranya membuat Anda gelisah ketika men...

Liputan Seminar Seminar Sola S...28-03-2011, Dibaca: 126 , 1 Komentar

Pada tahun 2011, panitia Sola Scriptura mengadakan kembali seminar kali ke-5. Se...

Laporan Pelayanan Dina Iga Ayo...28-03-2011, Dibaca: 28

Berikut ini adalah laporan pelayanan Dina Iga Ayonda yang sekarang melayani di P...

Lihat Semua Berita >>

Sejauh Mana Perkantas Telah Me...oleh Triawan Wicaksono: 29-03-2011Green Gospel: Dimensi Ekologi...oleh Iwan Catur Wibowo: 29-03-2011Salib Sebagai Tanda (Merenungk...oleh Himawan Teguh Prambudi: 29-03-2011Karakter Kepemimpinan dari Seo...oleh Charles Christano: 29-03-2011Hidup sebagai Murid yang Radik...oleh Victor Kurniawan: 29-03-2011Murid yang Radikal: Bergaya Hi...

Page 3: Teologi Kristen Dan Ekologi

berkaitan dengan lingkungan hidup (ekologi) adalah suatu keharusan dan bukan

pilihan.  Krisis ekologis seperti ini terus mendesak orang Kristen untuk mengambil

tindakan konkret dan praktis.  Masalahnya, apakah usaha ini telah ditopang oleh usaha

berteologi yang benar?  Sebab, bukankah “praktik hidup yang benar” (orthopraxy)

seharusnya lahir dari “ajaran yang benar” (orthodoxy)?  Tulisan singkat ini adalah

usaha untuk menjelaskan dasar teologis bagi praksis mengatasi krisis lingkungan hidup

yang sedang terjadi sekarang ini.

 

PENCIPTAAN (CREATION) LINGKUNGAN HIDUP

Kekristenan memahami alam atau lingkungan hidup sebagai sesuatu yang positif.  Ini

sejalan dengan pernyataan Alkitab sendiri yang mengatakan bahwa alam semesta, yang

Allah telah ciptakan selama enam hari (hexaemeron) ini, adalah “baik” adanya (Kej

1).  Kata “baik” di sini secara luas menyangkut sesuatu yang baik, menyenangkan, atau

menyukakan secara ekonomis, praktis, materi, moral, dan teknis-filosofis (Bowling

1980:345).  Ini berarti bahwa kebaikan ciptaan Allah selalu harus dipahami dalam

perspektif yang utuh, bukan hanya kuantitasnya tetapi juga kualitasnya. 

 

Kebaikan alam yang seperti ini tampak nyata, pertama, dalam keteraturannya

(ordinatio), di mana alam semesta ini ada dan hidup di dalam hukum-hukum  yang

menggerakkan sekaligus membatasinya.  Ini dapat terjadi karena Sang Logos (Firman)

Allah yang kreatif dan berkuasa terus menerus menopang apa yang telah dijadikan oleh

Allah (Ibr. 1:3) pada saat penciptaannya, sehingga terjadi keselarasan di dalam ciptaan-

Nya ini; dan kedua, dalam kegunaannya (intentio), di mana semua ciptaan Allah ini,

sebagai suatu ekosistem, memainkan fungsinya dengan tepat dalam sebuah desain

besar ciptaan ini.  Jadi, baik keteraturan maupun kegunaan, keduanya adalah bagian

integral dari aktivitas Allah (opera dei).

 

Secara teologis, ciptaan ini baik karena diciptakan dengan tujuan yang tertinggi (the

ultimate purpose), untuk diri Allah sendiri.  Ciptaan ini dijadikan dari dan untuk Allah,

untuk kesenangan sekaligus kemuliaan-Nya (dalam hubungannya dengan Kristus, baca

Kol. 1:16).  Nilai dari seluruh ciptaan (termasuk lingkungan hidup!) ini selalu harus

berada dalam kaitannya dengan Sang Pencipta.  John Calvin, salah satu reformator

Protestan, menegaskan bahwa, dari perspektif ilahi, ciptaan—dalam hal ini alam

semesta—adalah sebuah panggung kemuliaan Allah, di mana melaluinya, Ia

oleh Daniel Adhi Surya: 29-03-2011Pelayanan Siswa dan Mahasiswa ...oleh Ferawati Insyabela: 08-03-2011LEPAS DARI JERAT PORNOGRAFI...oleh Susana Barus: 07-03-2011Lihat Semua Artikel >>

Saat ini ada 8 tamu dan 0 online user <a href="http://www6.shoutmix.com/?perkantasjatim">View shoutbox</a>

Materi seminar...   Daud, 2011-04-04 10:21:05CD KNM 2010...   Admin, 2011-02-24 09:58:14Apa sudah terima?...   Angie, 2011-02-24 09:39:38Sola Scriptura Akademis di J...   Akhung, 2011-01-17 08:09:40SEMINAR AKADEMIS SOLA SCRIPT...   silvi, 2011-01-16 20:27:56For TEAM MIKA...   Israel, 2011-01-14 09:06:04Merry Christmas & Happy New ...   Akhung, 2011-01-02 18:08:00@SAM...   Admin, 2010-09-01 11:14:12THANKS...   SAM, 2010-08-31 18:27:06Kesannn...   Patrick, 2010-08-30 19:58:38

Page 4: Teologi Kristen Dan Ekologi

merefleksikan kemuliaan-Nya sendiri (Schreiner 1995:65-66).  Karena itu, alam atau

lingkungan hidup seharusnya dilihat sebagai sesuatu yang sakral (Gilkey 1993:109-

141) karena ia ada dan diciptakan oleh dan untuk Sang Pencipta.

 

PERUSAKAN (DECREATION) LINGKUNGAN HIDUP

Sayangnya, kondisi ideal dan sakral di atas tidak bertahan lama.  Sekarang, alam atau

lingkungan hidup tidak hanya dilihat sebagai sesuatu yang positif tetapi juga sesuatu

yang negatif.  Lingkungan hidup sepertinya memiliki wajah ganda, di satu sisi, ia

berwajah baik, karena masih dapat mewujudkan fungsinya bagi kebaikan atau

kemaslahatan manusia. Di sisi lain, ia berwajah buruk, karena tidak dapat lagi

melayani kepentingan manusia, karena sudah diperas habis-habisan (dieksploitasi), dan

akhirnya hal ini justru membawa bencana bagi manusia.  Singkatnya, ia telah menjadi

“berkat” maupun “kutuk” bagi manusia.

 

Hal ini terlihat cukup jelas tampak dalam narasi kitab Kejadian (1-11), di mana

“tanah,” yang secara simbolis-teologis dipahami sebagai bagian dari ciptaan ini,

menjadi “terkutuk” (Kej. 3:17), karena manusia harus “bersusah payah” (“toil” atau

“pain” [BDB:781] yang berkaitan dengan konteks penderitaan) mencari rezeki dari

tanah ini.  Bencana tidak berakhir di sini, sebab hal itu berlanjut dalam bentuk

hukuman ilahi atas manusia dan lingkungan hidupnya, di mana Allah “mendatangkan”

air bah yang telah membinasakan apa saja yang hidup (Kej 7:21-23).  Suatu kontras

yang sangat tajam antara “penciptaan” (creation) dan “penghancuran” (decreation).

 

Penghancuran (juga dapat disebut “perusakan”) lingkungan hidup tidak terjadi dengan

sendirinya.  Ia menjadi rusak dan negatif karena pengaruh dosa manusia.  Pada saat

manusia pertama (Adam dan Hawa) jatuh ke dalam dosa, lingkungan hidup juga

mengalami dampak kejatuhan itu.  Pemberontakan manusia melawan Allah telah

merusak aspek-aspek amanat ilahi yang diembannya, termasuk amanat ekologis.  Dosa

manusia memiliki efek domino yang kuat, di mana akibatnya telah menyentuh dan

memengaruhi ciptaan-ciptaan Allah yang lain, termasuk lingkungan hidup (Kaiser

[1996]:10-11) itu sendiri.  Sebagai antitesis, dosa manusia telah merusak keberadaan

dan maksud penciptaan lingkungan hidup ini.  Rusaknya seluruh tatanan ciptaan ini

(decreation) berakibat pada satu hal, terjadinya desakralisasi lingkungan hidup.

Page 5: Teologi Kristen Dan Ekologi

 

Prinsipnya, ada korelasi timbal balik antara manusia yang telah jatuh ke dalam dosa

dan krisis lingkungan hidup.  Manusia, yang tadinya diciptakan sebagai “penguasa-

penatalayan” atas ciptaan Allah yang lain (Deanne-Drummond 1999:21), setelah jatuh

ke dalam dosa, berubah menjadi “penguasa-perusak” sesama ciptaan.  Mandat ekologis

untuk menaklukkan (mengelola?) secara bertanggungjawab bumi dan segala isinya ini

(Kej. 1:28-30) telah terdistorsi menjadi suatu penaklukan yang biadab dan tidak

bertanggungjawab.  Celakanya, pengelolaan lingkungan hidup—dalam bentuk sumber

daya alam—dengan gaya seperti ini dianggap sah dan benar, padahal yang terjadi

adalah suatu “manipulasi” dan “instrumentalisasi” lingkungan alam sebagai sumber

untuk memenuhi kepentingan (tepatnya, “keserakahan”!) manusia saja (Breshears

2000:296).  Akibatnya, lingkungan hidup menjadi rusak setelah dieksploitasi yang

besar-besaran (secara massive!) untuk memuaskan ketamakan dan kepentingan

manusia yang berdosa itu sendiri.

 

PENEBUSAN (REDEMPTION) LINGKUNGAN HIDUP

Sebagai Sang Pencipta, Allah bertanggungjawab atas seluruh ciptaan-Nya.  Ketika

menciptakan manusia dan alam semesta ini, Ia telah menetapkan di dalam rancangan-

Nya yang kekal bagaimana akhir keberadaan seluruh ciptaan ini.  Ia mengetahui akhir

dari awalnya, dan Ia akan menggenapi apa yang menjadi maksud-Nya bagi ciptaan ini

untuk kebaikan-Nya sendiri (Grudem 1994:332).  Meski rancangan ini coba digagalkan

oleh manusia berdosa yang memberontak kepada-Nya—yang juga berakibat pada

kerusakan lingkungan hidup—Ia telah menetapkan satu-satunya cara atau jalan keluar

bagaimana seluruh ciptaan ini dapat diselamatkan, yaitu melalui cara penebusan

(redemption).

 

Uniknya, penebusan yang membawa keselamatan bagi seluruh ciptaan diusung

langsung oleh Allah sendiri, di dalam Anak-Nya, Yesus Kristus.  Keselamatan melalui

usaha penebusan ini dinyatakan di dalam dan melalui; dan ditetapkan di atas dasar

hidup, kematian dan kebangkitan Yesus Kristus (McGrath 1994:275).  Kristus adalah

satu-satunya jalan bagi penebusan yang utuh atas seluruh ciptaan ini.  Menurut para

sarjana Alkitab, teks alkitabiah, seperti Roma 8:19-23, telah dipakai untuk mendukung

konsep ini (Bray 1998; Moo 2000; Schreiner 2003).  Melalui penebusan Kristus, relasi

antar sesama ciptaan yang sudah ditransformasi ke dalam hubungan yang lebih

Page 6: Teologi Kristen Dan Ekologi

harmonis.  Ini dilakukan Kristus pertama-tama, dan terutama, melalui penebusan

manusia.  Penebusan manusia akan berdampak secara positif pada lingkungan

hidupnya karena melaluinya akan terjadi transformasi secara utuh bagi semua ciptaan

yang lain (Dyrness [1991]:42; Plantinga 2002:96).    

 

Namun, ada hal yang penting dan harus selalu diingat bahwa penebusan yang

dilakukan oleh Kristus ini selalu berfokus pada manusia.  Ini dapat dipahami dalam

konteks hukum moral.  Sebagai gambar dan rupa Allah sekaligus representasi Allah di

tengah ciptaan lain (Dailey [1992]:1-13), manusia adalah satu-satunya mahluk ciptaan

yang memiliki kapasitas moral untuk bertanggungjawab atas kejatuhan dirinya ke

dalam dosa dan kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkannya.  Karena manusia

adalah aktor antagonis utama (“biang kerok”) atas kerusakan tatanan penciptaan Allah,

maka ia adalah satu-satunya yang harus menanggapi karya penebusan Kristus itu

dengan benar dan tepat, bukan lingkungan hidupnya.  Lingkungan hidup, termasuk

benda-benda anorganik, tanaman, dan binatang, tidak dapat melakukan hal itu karena

mereka tidak memiliki kapasitas untuk menanggapi karya penebusan Kristus (Oden

1898:375).

 

Karena kerusakan lingkungan hidup disebabkan oleh ulah manusia yang telah jatuh ke

dalam dosa, maka penebusannya pun bergantung pada penebusan manusia itu. 

Artinya, untuk menyelamatkan lingkungan hidup, maka manusia harus lebih dulu

diselamatkan baik dari dosa spiritual (moral) maupun dosa ecological-nya.  Ketika

manusia ditebus dari dosa-dosa yang seperti ini, maka citra Allah di dalam dirinya

akan dipulihkan.  Penebusan manusia adalah kunci bagi penebusan ciptaan, sebab,

sebagai “mahkota ciptaan Allah” dan “penguasa-penatalayan,” ia sangat berperan

dalam mewujudkan keutuhan ciptaan.  Akibatnya, tanggung jawab manusia terhadap

Allah, sesama manusia dan lingkungan hidupnya, juga akan ikut diperbarui dan

dipulihkan (Mamahit [2007]:11).  Dengan demikian, manusia akan menjadi lebih

bertanggungjawab dalam mengelola bumi dan segala isinya, sesuai dengan disain

aslinya sebagai “penguasa-penatalayan.”

 

PENCIPTAAN KEMBALI (RECREATION) LINGKUNGAN HIDUP

Dengan dipulihkannya tanggung jawab manusia melalui penebusan (redemption) yang

dikerjakan oleh Kristus, maka akan terjadi penciptaan kembali (recreation) atas

Page 7: Teologi Kristen Dan Ekologi

lingkungan hidup.  Artinya, penebusan ini akan berdampak langsung pada penciptaan

kembali (recreation) lingkungan hidup.  Pola seperti ini, sesungguhnya dapat dilihat

dari narasi Nuh (air bah), setelah penghancuran bumi dan segala isinya, Allah

menciptakan kembali bumi dan isinya menjadi “baru” (Kej 9:8-17).  Selanjutnya, di

sepanjang Perjanjian Lama (PL), “negeri” atau “tanah” yang terancam hilang, akhirnya

diberikan kembali dalam keadaan baru kepada umat Allah.  Konsep ini terus berlanjut

sampai Perjanjian Baru (PB), di mana Kristus hadir dan membawa pembaruan kembali

ciptaan-Nya (“recreation”).  Penciptaan kembali ini seharusnya dilihat dalam kerangka

perjanjian (covenant) yang Allah buat antara diri-Nya dan manusia, yang kemudian

dimateraikan dengan menaruh busur-Nya (pelangi?) sebagai tanda perjanjian antara

Allah dan segala mahluk hidup yang ada di bumi.

 

Penciptaan kembali adalah hasil akhir dalam seluruh skema penyelamatan Allah atas

seluruh ciptaan-Nya.  Ini adalah sebuah realita di mana anugerah Allah akhirnya akan

menyentuh seluruh ciptaan-Nya.  Meski manusia adalah target utama penebusan Allah,

dan keselamatan itu dimulai dari manusia, Allah tidak ingin keselamatan itu hanya

eksklusif dialami olehnya. Ia ingin agar manusia juga membagikan anugerah-Nya

bersama kepada ciptaan yang lain, menebus masyarakat, dunia binatang, dan bahkan

bumi itu sendiri (Witmmer 2004:188).  Proses bergeraknya kekuatan anugerah dari

titik manusia ke titik-titik ciptaan Allah yang lain akan terus berlangsung di sepanjang

sejarah manusia dan bumi ini sampai menuju akhir sejarah itu.

 

Akhirnya, dalam perspektif eskatologis, garis penebusan manusia dan lingkungan

hidupnya akan bersinggungan dengan garis kekekalan di akhir zaman.  Alkitab

menyaksikan akan ada saat di mana semua mahluk akan masuk ke dalam

“kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (Rm 8:19-22) di dalam “langit dan bumi”

yang baru (Why 21:1-8).  Keadaan ini akan terjadi ketika Allah akan mengarahkan

seluruh ciptaan ini kepada suatu pemenuhan akhir (a final fufillment), kebangkitan

kemanusiaan yang tertebus dan kemerdekaan semua ciptaan.  Dasar dari pengharapan

ini adalah karena kebangkitan Kristus adalah “buah pertama” dari kemerdekaan ini

(WEF 1993).  Puncak dari pengharapan eskatologis ini tidak akan terjadi di dalam

bumi yang sekarang, tetapi sebagaimana visi kenabian PL dan pengharapan eskatologis

PB, akan menemui penggenapannya di dalam realitas langit dan bumi yang baru, yaitu

Page 8: Teologi Kristen Dan Ekologi

Eden yang telah ditebus (Deswanto 2006:109) atau ecology redeemed.  

 

PENUTUP

Dalam perspektif teologi Kristen, memahami lingkungan hidup dan semua krisis yang

terdapat di dalamnya tidak dapat dilepaskan dari gambaran yang besar dan utuh

tentang hubungan-hubungan eksistensial antara Allah, Sang Pencipta, dan ciptaan-Nya,

contohnya dengan melihat trialektika Allah-manusia-bumi.  Allah yang independen,

manusia dan bumi yang dependen terhadap Allah sekaligus interdependen antara

keduanya (Mamahit [2007]:9).  Juga, yang tidak kalah penting, isu lingkungan hidup

ini tidak dapat dilepaskan dari ketetapan sejarah keselamatan (salvation history) atau

sejarah penebusan, di mana sejarah telah, sedang dan akan bergerak dalam pola

“penciptaan-penghancuran-penebusan-penciptaan kembali” (“creation-decreation-

redemption-recreation”).  Seluruh ciptaan, yang di dalamnya temasuk manusia dan

lingkungan hidup, ada dalam seluruh diskursus sejarah penebusan ini.

 

Beberapa implikasi dari pemahaman ini adalah, pertama, krisis lingkungan hidup harus

dilihat sebagai masalah atau isu teologis (spiritual dan moral), sebab lingkungan hidup

berkaitan erat dengan Allah, Sang Pencipta, dan tugas/tanggungjawab manusia, sang

“penguasa-penatalayan.”  Manusia yang telah berdosa kepada dan terpisah dari Allah

serta tidak lagi bertanggungjawab atas kodrat dan amanat ekologis yang diterimanya;

kedua, krisis lingkungan hidup dan penyelamatannya dari kehancuran harus diletakkan

dalam kerangka penebusan manusia.  Penebusan manusia oleh Kristus akan berdampak

pada penebusan ciptaan yang lain, termasuk lingkungan hidup itu sendiri; dan

akhirnya, ketiga, usaha-usaha mengatasi krisis lingkungan hidup atau penyelamatannya

dari kehancuran harus diletakkan dalam kerangka misi Kristen, usaha penebusan

seluruh umat manusia yang berdosa.  Melalui pemulihan hubungan dengan Allah,

manusia (yang sudah tertebus dari dosanya) akan memiliki pemulihan hubungan yang

benar dengan sesama dan lingkungan hidupnya.

 

Usaha-usaha PBB (seperti UN Climate Change Conference di atas), Green Peace (atau

WALHI di tingkat lokal!), World Wild Foundation, Al Gore dengan filmnya “An

Incovenient Truth,” Pertemuan-pertemuan Earth Summit, Festival Go Green!  atau apa

pun—dengan motivasinya masing-masing—yang mencoba mengatasi krisis

lingkungan hidup patut diacungi jempol, dihargai dan didukung.  Namun, bagi orang

Page 9: Teologi Kristen Dan Ekologi

Kristen, apa saja yang dilakukan untuk mengatasi krisis lingkungan hidup harus

dilakukan secara konkret dan konsisten dengan motivasi etis dan dasar teologis yang

benar.  Ekologi yang tertebus mensyaratkan tindakan penebusan Kristus dan manusia

yang tertebus.  Semua umat tebusan Allah selayaknya turut menjaga lingkungan hidup

dan mengatasi krisis yang ada di dalamnya secara Kristen, sebab untuk itu orang

Kristen diciptakan dan dipanggil!

 

SUMBER ACUAN

Bowling, Andrew  1980.  “bwj.”  Theological wordbook of the Old Testament.  Vol. 1. 

Ed. Harris, RL, Archer Jr., GL, and Waltke, Bruce K.  Chicago: Moody.

Bray, Gerald  1998.  Romans.  Downers Grove: InterVarsity.

Breashears, Gerry  2000.  “Ecology, ecological movement.”  Evangelical dictionariy of

world missions.  Ed.  Scott Moreau.  Grand Rapids: Baker.

Brown, F, Driver, SR., and Briggs, CA  1962. A Hebrew-English lexicon of the Old

Testament.  Oxford: Clarendon.

Dailey, Thomas F  [1992].  “Creation theology: The ‘dominion’ of biblical

anthropology.”  Irish Theological Quarterly 58.

Deanne-Drummond, Celia  1999.  Ekologi dan teologi: Buku pegangan. Jakarta:

Gunung Mulia.

Deswanto, Yusuf  2006.  “Sebuah studi tentang ekologi berdasarkan etika Perjanjian

Lama dan relevansinya bagi panggilan gereja untuk konservasi alam/lingkungan

hidup.”  Skripsi M. Div., Seminari Alkitab Asia Tenggara.

Dyrness, William [1991].  “Are we our planet’s keeper.” Christianity today.

Gilkey, Langdon  1993.  Nature, reality and the sacred: the nexus of science and

religion.  Minneapolis: Fortress.

Grudem, Wayne  1994.  Systematic theology: An introduction to biblical doctrine. 

Grand Rapids: Zondervan.

Kaiser, Christopher B.  [1996].  “The integrity of creation: In searching of a meaning.” 

Perspective 11.

Mamahit, Ferry Y  [2007].  “Apa hubungan Porong dan Yerusalem?  Menggagas suatu

ekoteologi Kristen.”  Veritas 8.

McGrath, Alister  1994.  Christian theology: An introduction.  Oxford: Blackwell.

Moo, Douglas J  2000.  Romans.  Grand Rapids: Zondervan.

Page 10: Teologi Kristen Dan Ekologi

Oden, Thomas C  1989.  The word of life.  San Francisco: Harper and Row.

Plantinga Jr., Cornelius 2002.  Engaging God’s world.  Grad Rapids: Eerdmans.

Schreiner, Susan E  1995.  The theatre of his glory: Nature and natural order in the

thorught of John Calvin.  Grand Rapids: Baker.

Schreiner, Thomas R  2003.  Romans.  Grand Rapids: Baker.

Witmmer, Michael E  2004.  Heaven is a place on earth.  Grand Rapids: Zondervan.

World Evangelical Fellowship [1993]. “Evangelical Christianity and the

environtment.”  Transformation 9.

Topik Terkait :Green Gospel: Dimensi Ekologis Panggilan Seorang MuridECOLOGY REDEEMED: THE STORY OF CREATION REVISITEDMYSTECO THEOLOGY: PENEBUSAN CIPTAAN DALAM YOHANES 1KRISIS EKOLOGI & KEPEMIMPINAN KRISTEN: PEMIMPIN YANG TIDAK TAHU DIRI (MENGANGGAP DIRI BERHAK) DAN RAKUS ADALAH SUMBER MASALAH EKOLOGI DUNIA - KAJIAN KEJADIAN 13: 1-18; MATIUS 24: 3-7- 14; MARKUS 13:3-8; LUKAS 4: 25; 21: 7-110 Komentar

Anda harus Login untuk memberi komentar

Perkantas Jawa TimurJalan Tenggilis Mejoyo KA 10-12 Surabaya 60292

Telp. (031) 8435582, 8413047 Fax. 8418639, e-mail: [email protected]. Rek. 8220176445 BCA Cab. Rungkut a/n Yayasan Perkantas

Copyright: Departemen Multimedia Perkantas Jawa Timur, 2010