teologi kalam syiah

18
BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Syiah dilihat dari etimologi berarti pengikut, sekte, partai, atau kelompok, atau dalam arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara terminologi, terdapat beberapa pendapat, antara lain: a. Asy-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal: Syiah adalah kelompok yang mengikuti dan mendukung Ali dan berkeyakinan bahwa dia adalah imam dan khalifah (pengganti) yang ditunjuk berdasarkan nash dan wasiat, baik apakah wasiat itu secara eksplisit ataukah implisit dan mereka berkeyakinan bahwa imamah tidak keluar dari anak keturunannya 2 . b. DR. Mani’ Al-Juhni dalam al-Mawsu’ah: Syiah adalah kelompok yang mengikuti dan mendukung Ali dan memandangnya lebih utama dibanding dari para sahabat Rasulullah lainnya dan mereka berkeyakinan bahwa Ali adalah imam yang ditetapkan berdasarkan wasiat dari Rasulullah saw 3 . 2 Asy-Syahrastani, Al-Milal Wa Al-Nihal (Buku I), Alih Bahasa: Prof. Asywadie Syukur, Lc (Surabaya: PT. Bina Ilmu, tanpa tahun), hal. 124 3 DR. Mani’ bin Hamad Al-Juhni, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan Wal Madzahib Wal Ahzab Al-Mu’ashirah (Jilid Awal), versi elektronik (Riyadh: Darun Nadwah, 1418H), hal. 51 4

Upload: wahyu-tri-cahyono

Post on 08-Aug-2015

57 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Pandangan Syiah terhadap Sifat Allah dan Sekte-Sekte Derivasinya

TRANSCRIPT

Page 1: Teologi Kalam Syiah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Syiah dilihat dari etimologi berarti pengikut, sekte, partai, atau kelompok,

atau dalam arti yang lebih umum “pendukung”. Sedangkan secara terminologi,

terdapat beberapa pendapat, antara lain:

a. Asy-Syahrastani dalam al-Milal wa al-Nihal: Syiah adalah kelompok yang

mengikuti dan mendukung Ali dan berkeyakinan bahwa dia adalah imam dan

khalifah (pengganti) yang ditunjuk berdasarkan nash dan wasiat, baik apakah

wasiat itu secara eksplisit ataukah implisit dan mereka berkeyakinan bahwa

imamah tidak keluar dari anak keturunannya2.

b. DR. Mani’ Al-Juhni dalam al-Mawsu’ah: Syiah adalah kelompok yang

mengikuti dan mendukung Ali dan memandangnya lebih utama dibanding

dari para sahabat Rasulullah lainnya dan mereka berkeyakinan bahwa Ali

adalah imam yang ditetapkan berdasarkan wasiat dari Rasulullah saw3.

Sekte Syiah muncul pada akhir masa khalifah ketiga (Usman), yaitu ketika

merosotnya pamor khalifah Utsman yang dinilai melakukan nepotisme sehingga

memicu pemberontakan-pemberontakan yang pada puncaknya menjadi penyebab

terbunuhnya Utsman. Setelah peristiwa fitnah ini, muncul dua kelompok besar

yaitu pendukung Muawiyah dan pendukung Ali. Pendukung Ali yang dikenal

sebagai Syiah Ali kemudian tumbuh dan berkembang pada masa khalifah Ali.

Ketika Ali wafat, pemikiran Syiah berkembang menjadi sekte-sekte.

Dasar-dasar yang dipakai oleh sekte Syiah dalam menempatkan posisi Ali

dan ahlu bait sebagai khalifah (imam) adalah peristiwa-peristiwa ketika

Rasulullah masih hidup yang menunjukkan keistimewaan Ali dan menganggap

Ali tumbuh dalam lingkungan yang istimewa. Dan yang paling kuat dijadikan 2 Asy-Syahrastani, Al-Milal Wa Al-Nihal (Buku I), Alih Bahasa: Prof. Asywadie Syukur, Lc

(Surabaya: PT. Bina Ilmu, tanpa tahun), hal. 1243 DR. Mani’ bin Hamad Al-Juhni, Al-Mausu’ah Al-Muyassarah Fil Adyan Wal Madzahib Wal

Ahzab Al-Mu’ashirah (Jilid Awal), versi elektronik (Riyadh: Darun Nadwah, 1418H), hal. 51

4

Nu’man,

M

Page 2: Teologi Kalam Syiah

5

dasar sekte Syiah sebagai isyarat pengangkatan Ali sebagai khalifah adalah

peristiwa Ghadir Khum, yaitu hadits Rasulullah yang mengatakan :

من كنت مواله فعلي مواله”Barangsiapa yang menganggap aku sebagai walinya, maka Ali sebagai

walinya” (Musnad Ahmad 5/347 No. 22995, dan masih ada beberapa hadits yang

berbeda redaksinya, namun memiliki makna yang sama)

Rasulullah mengucapkan kata-kata tersebut sambil mengangkat tangan Ali.

Peristiwa ini terjadi pada 18 Dzulhijah (10 Maret 632M), setelah melakukan Haji

Wada, di suatu tempat yang bernama Ghadir Khum, yaitu suatu tempat antara

Mekah dan Madinah.

Menurut Ja’fari, “The event is, however, not recorded by some of those

Sources. which are commonly used for the study of the life of the Prophet, such as

Ibn Hashim, Tabari, and Ibn Sa'd. They either pass in silence over Muhammad's

stop at Ghadir Khum, or, if they mention it, say nothing of this tradition.” 4

(Peristiwa itu tidak dicatat oleh sebagian sumber-sumber rujukan yang

biasa digunakan untuk studi mengenai kehidupan Rasulullah, seperti Ibnu

Hashim, Tabari, dan Ibnu Sa'd. Mereka melewatkan peristiwa berhentinya

Rasulullah di Ghadir Khum, jika mereka menuliskannya maka sia-sialah

tradisi ini).

Lebih lanjut menurut pendapat Ja’fari mengutip Vecca Vaglieri “the attitude of

these few writers in that they ‘evidently’ feared to attract the hostility of the

Sunnis, who were in power, by providing material for the polemic of the Shi'is,

who used these words to support their thesis of 'Ali's right to the caliphate.

Consequently, the western biographers of Muhammad, whose work is based on

these sources, equally make no reference to what happened at Ghadir Khum.” 5

(Sikap beberapa penulis ini, yang secara nyata takut menimbulkan

permusuhan dari aliran Sunni yang berkuasa, apabila menyajikan materi

yang berpolemik dengan Syiah, yang mana menggunakan tulisan-tulisan 4 Sayyid Husayn Muhammad Ja'fari, The Origins and Early Development of Shia Islam (electronic

version), (Republik Islam Iran : Ansariyan Publications, tanpa tahun), hal. 225 Ja’fari, The Origins and Early Development of Shia Islam, hal. 22

Page 3: Teologi Kalam Syiah

6

tersebut untuk mendukung hak-hak Ali sebagai khalifah. Konsekuensinya,

penulis biografi Muhammad dari dunia barat, yang juga mendasarkan

tulisannya pada sumber-sumber ini, sama-sama tidak mereferensikan

mengenai apa yang terjadi di Ghadir Khum).

B. Ajaran-Ajaran Syiah Dan Sekte-Sekte Derivasinya

1. Ajaran-Ajaran Syiah

a. Pandangan Teologi

Keberadaan imam bukan hanya penting untuk menerangkan syariah dan

menyempurnakan apa yang telah dimulai oleh Rasulullah. Tetapi juga penting

untuk menjaga syariah dan memeliharanya dari kelenyapan serta mencegahnya

dari adanya penyimpangan dan kesesatan.

Dalam perkembangannya selain memperjuangkan hak kekhalifahan, Syiah

juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkaitan dengan teologi,

mereka mempunyai lima rukun iman, yakni :

tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah);

nubuwwah (kepercayaan kepada kenabian);

ma’ad (kepercayaan akan adanya hidup di akhirat);

imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahlul bait);

dan

‘adl (keadilan Ilahi).

Allah Bukan Jasmani dan Tidak Dapat Dilihat

Syiah meyakini bahwa Allah swt. tidak dapat dilihat dengan kasat mata,

sebab sesuatu yang yang dapat dilihat dengan kasat mata adalah jasmani dan

memerlukan ruang, warna, bentuk, dan arah, padahal semua itu adalah sifat-sifat

makhluk, sedangkan Allah jauh dari segala sifat-sifat makhluk-Nya. Syiah

meyakini bahwa memberikan sifat-sifat makhluk kepada Allah seperti ruang, arah,

fisik, atau dapat dilihat akan membuat seseorang tidak dapat mengenal Allah dan

dapat rnembawa kepada kemusyrikan.

Page 4: Teologi Kalam Syiah

7

Pandangan Mengenai Kasab (Upaya Manusia)

Tuhan memang yang menghendaki manusia bebas dalam perbuatan-

perbuatannya, karena Dia ingin menguji dan membawa manusia ke jalan

kesempurnaan. Sebab manusia tidak akan mencapai kesempurnaan kecuali dengan

kebebasan berkehendak (f'ree will) dan mengikuti jalan kebenaran melalui

pilihannya sendiri; itu karena perbuatan yang dipaksakan dan di luar kemauan

seseorang tidak menggambarkan apakah ia baik atau buruk. Jika manusia bersifat

terpaksa dalam perbuatan-perbuatannya, maka tidak ada artinya pengutusan para

nabi, turunnya kitab-kitab samawi, ajaran agama, pengajaran, pendidikan, dan

sebagainya. Demikian pula tidak ada artinya pahala dan azab Tuhan.

Inilah yang diajarkan Syiah bahwa manusia tidak jabr (mutlak terpaksa)

dan tidak pula tafwidh (bebas mutlak), tapi di antara keduanya.

“Sesungguhnya tidak jabr dan tidak pula tafwidh, tapi di antara keduanya” (Ushul

al-Kafi, I, hal.92)

Tidak Ta'thil dan Tidak Pula Tasybih

Syiah meyakini bahwa ta'til ma'rifatullah atau anggapan tidak ada jalan

untuk mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya adalah pendirian yang keliru. Demikian

pula tasybih atau menyamakan Allah dengan makhluk-Nya. Bahkan menurut

Syiah, tasybih adalah perbuatan yang sesat dan syirik. Dengan kata lain, Syiah

mengatakan bahwa Allah swt. dapat diketahui dan jalan untuk mengenal-Nya

tidak tertutup. Demikian pula Syiah mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai

keserupaan dengan makhluk-Nya.

b. Imamah (Khalifah / Wilayah)

Adapun inti dari paham Syiah yang paling menonjol adalah mengenai

imamah (wilayah) adalah :

1) Pangkat khalifah pengganti Rasulullah sesudah Rasulullah wafat diwarisi

oleh ahli waris Rasulullah dengan jalan tunjukan dari Nabi. Yang ditunjuk

oleh Rasulullah Muhammad saw. sesudah wafatnya adalah Ali bin Abi

Thalib.

Page 5: Teologi Kalam Syiah

8

2) Khalifah yang dalam istilah Syiah “Imam”, adalah pangkat yang tertinggi

dalam Islam dan menjadi salah satu rukun dan tiang Islam. Karena itu

imam harus ditunjuk oleh Rasulullah dan imam-imam yang lain ditunjuk

pula oleh imam itu.

3) Khalifah (Imam) itu menurut paham Syiah adalah “ma’shum”, artinya

tidak pernah membuat dosa dan tidak boleh diganggu-gugat dan dikritik,

karena ia adalah pengganti Rasulullah yang sama kedudukannya dengan

Rasulullah.

c. Metode Istinbath (Pengambilan Dasar Hukum)

Kalangan Syiah punya Ushul Fikih tersendiri dan kaidah-kaidah istinbath

yang banyak perbedaannya dari kalangan sekte Sunni yang sudah ada. Syiah

mempunyai imam yang menjadi marja’ (panutan) mereka dalam hal yang

berkaitan dengan urusan ajaran agama. Umumnya kalangan Syiah mempunyai

dasar tersendiri dalam melakukan Istinbath hukum, yaitu berpijak pada Alkitab

(Alquran), Sunnah, Ijma’ dan Akal.

Alkitab atau Alquran dalam pandangan Syiah tidak jauh beda dengan

ulama lainnya. Alquran adalah sumber utama dari segala corak pemikiran Islam.

Alquranlah yang memberikan kesahan dan kewenangan kepada segala sumber

keagamaan yang lain dalam Islam. Oleh karena itu harus dipahami oleh semua

orang.

Sunnah bagi Syiah berbeda dengan apa yang difahami oleh kalangan

jumhur ulama Sunni. Tentang sunnah yang dimaksudkan oleh Syiah adalah segala

sesuatu yang diucapkan, dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai sifat

ma’shum yang berhubungan dengan penetapan hukum serta penjelasan-

penjelasannya. Yang mereka maksudkan dengan sifat ma’shum disini ialah

Rasulullah Muhammad dan para imam mereka.

Adapun cara kaum Syiah dalam mengikuti hadits yaitu hadits yang

langsung didengar dari Rasulullah atau dari salah seorang imam. Mengenai hadis

yang diterima melalui perantara, kebanyakan orang-orang Syiah menerimanya

Page 6: Teologi Kalam Syiah

9

apabila sanad atau mata rantai penyampaiannya meyakinkan, atau ada bukti yang

pasti mengenai kebenarannya.

Sedangkan yang dimaksudkan dengan ijma sebagai dalil dalam

menetapkan hukum adalah ijma yang berasal dari imam-imam mereka yang

ma’shum.

d. Taqiyah

Syeikh Al-Mufid mengartikan taqiyah adalah menyembunyikan kebenaran,

menutupi keyakinan, demi maslahat agama atau dunia 6.

Imam Khomeini menyebutkan bahwa taqiyah merupakan syariat. Kewajiban

berpegang dengan konsep taqiyyah dalam setiap perkara, kecil maupun besar.

Sesungguhnya taqiyyah telah disyariatkan untuk memelihara diri sendiri dan

orang lain dari kemudaratan di bidang cabang-cabang hukum. Tetapi apabila

Islam seluruhnya berada dalam keadaan genting maka tiada tempat lagi untuk

berlindung dan berdiam diri 7.

e. Mut’ah

Mut’ah adalah perkawinan temporer, atau disebut juga kawin kontrak.

Sekte Syiah membolehkan adanya mut’ah, dengan mendasarkan argumennya

pada QS. An-Nisa : 24.8 Berbeda dengan pemahaman Sunni yang telah

menganggap kebolehan mut’ah telah dimansukh pada peristiwa Khaibar. Yang

masyhur di kalangan Syiah, yang mengharamkan mut’ah adalah Umar bin

Khattab, itulah sebabnya Syiah tidak menerima pengharaman tersebut.

Menurut Ja’fari “Another problem was that of mut'a (temporary marriage),

over which the Shi'i and Kufan jurists differed, the former allowing it on the

authority of 'Ali, the latter forbidding it, referring to the decision of Umar. The

6 Muhammad bin Muhammad bin Nu’man (Syeikh Mufid), Tashhih I’tiqad Al-Imamiyah (versi

elektonik), (tanpa penerbit : tanpa tahun), hal. 137 7 Imam Khomeini, Al-Hukumah Al-Islamiyyah (versi elektronik), (Najf : tanpa penerbit, 1389H),

hal. 1428 Sayid Husein Al-Musawi, Lillaahi … tsumma li at-Tarikh, Edisi Terjemah : Mengapa Saya

Keluar Dari Syiah? Penterjemah Iman Sulaiman, Lc (Jakarta : Pustaka Kautsar, 2003), hal. 43

Page 7: Teologi Kalam Syiah

10

argument was that if 'Umar could revoke a permission granted by the Prophet,

then 'Ali could revoke a ruling of 'Umar.” 9

(Masalah lainnya yaitu mengenai mut’ah (kawin temporer / kontrak) yang

mana ada perbedaan pandangan antara Syiah dan penduduk Kufah. Kelompok

pertama membolehkan atas dasar otoritas Ali, sedangkan kelompok yang

terakhir menolaknya, dengan mendasarkan kepada keputusan Umar.

Argumentasinya adalah sebagai berikut, jika Umar bisa membatalkan sesuatu

kebolehan yang berasal dari Nabi, maka demikian juga Ali bisa membatalkan

peraturan yang dikeluarkan Umar).

f. Khumus

Menurut Imam Khomeini, khumus (yaitu cukai seperlima dari pendapatan)

merupakan sumber keuangan besar yang menyumbang kepada Baitul Mal harta-

harta yang banyak dan menampung sebagian besar Baitul Mal. Menurut mazhab

Syiah cukai seperlima itu diambil dari semua perolehan, manfaat dan keuntungan,

baik dari pertanian, perniagaan, galian dan harta karun. Seorang penjual sayur-

sayuran juga mengeluarkan cukai seperlima itu manakala ia memperolehi lebih

dari keperluan tahunannya sesuai dengan dasar ajaran syariat dalam masalah

perbelanjaan, sebagaimana juga kapten kapal dan orang yang memperoleh harta

karun dan galian turut mengeluarkannya. Disumbangkan seperlima dari kelebihan

keuntungan kepada Imam atau pemerintahan Islam untuk disalurkan kepada

Baitul Mal. 10

g. Tahrif

Mengenai tahrif atau pengurangan pada ayat-ayat Alquran, ada 3 pandangan

dalam sekte Syiah, yaitu (1) sebagian kecil meyakini bahwa Alquran yang ada

pada umat muslim sama persis ketika diturunkan dan yakin bahwa Allah

menjaganya; (2) sebagian besar meyakini bahwa Alquran itu sama seperti

diturunkan namun mengalami perubahan dalam redaksi susunannya; dan (3)

9 Ja’fari, The Origins and Early Development of Shia Islam, hal. 21910 Imam Khomeini, Al-Hukumah Al-Islamiyyah, hal 29

Page 8: Teologi Kalam Syiah

11

sebagian lagi meyakini bahwa Alquran yang ada di tangan sebagian besar kaum

muslim, telah mengalami tahrif yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar, dan

Utsman. Al-Kulaini – sebagaimana derajat Imam Bukhari dalam sekte Sunni –

menyebutkan dalam kitabnya Ushul Kaafi :

“Abu Basyir berkata, “Aku berada di sisi Imam Shadiq as dan aku berkata,

‘Apa mushaf  Fathimah itu?’ Beliau menjawab, ‘Mushaf yang tebalnya tiga

kali Alquran yang ada di tanganmu. Namun, demi Allah! Tidak satu kata pun

dari Alquran ada di dalamnya.” 11

h. Raj’ah

Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali pada orang meninggal. Ahli

tafsir Syiah, Al-Qummi menafsirkan QS. An-Nahl:85 sebagai raj’ah.

“Yang dimaksud dengan ayat tersebut adalah raj’ah, kemudian menukil

dari Husain bin Ali bahwa ia berkata tentang ayat ini: ‘Nabi kalian dan

Amirul Mukminin (Ali bin Abu Thalib) serta para imam as akan kembali

kepada kalian” 12

i. Al-Bada’

Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui.

Syiah berkeyakinan bahwa Al-Bada’ ini terjadi pada Allah. Al-Kulaini dalam

Ushul Kaafi meriwayatkan dari Abu Abdullah (ia berkata): “Tidak ada

pengagungan kepada Allah yang melebihi Al-Bada’”. 13

2. Sekte-Sekte Syiah dan Derivasinya

Dalam perjalanan sejarah, kelompok ini akhirnya terpecah menjadi

beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah.

Dan diantara golongan Syiah yang sanggup mempertahankan kelompoknya

11 Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini, Ushul Kaafi Jilid 1 (versi elektronik), (Beirut: Mansyurat

Al-Fajr, 2007), hal. 14112 Muhammad Shohibul Imam, Mengurai Pemikiran Islam Dalam Perspektif Sunny Syiah, Ad-Din

, Vol. 2 No 1 (Januari-Juli 2008), hal. 5513 Muhammad bin Ya’qub Al-Kulaini, Ushul Kaafi, hal. 85

Page 9: Teologi Kalam Syiah

12

sampai sekarang ini ialah golongan Kisaniyah, Zaidiyah, Imamiyah (Itsna

Asyariyah), Ghulat / Saba’iyah, dan Sab’iyah / Ismailiyah. 14Kepercayaan-

kepercayaan golongan tersebut mengalami perkembangan, karena hubungan-

hubungan mereka dengan para pengaku Syiah.

a. Kisaniyah

Sekte Syiah ini dinisbatkan kepada Kisan, mantan sahaya Ali bin

Abi Thalib. Ia pernah belajar kepada Muhammad bin Hanafiyah, karena itu

ilmunya mencakup berbagai pengetahuan. Kelompok ini meyakini

Muhammad bin Hanafiyah sebagai imam, meskipun Muhammad bin

Hanafiyah sendiri tidak mendeklarasikan diriya sendiri sebagai imam, dan

meyakini bahwa beliau tidak wafat melainkan menghilang dan bersembunyi

di pegunungan Radwa dekat Madinah. Sekte ini meyakini tentang adanya

raj’ah yaitu hidup kembali setelah kematian. Dalam imamah mereka bisa

menerima imam selain dari keturunan Ali, namun imamah pada akhirnya

akan dipegang oleh keturunan ahlu bait.

b. Zaidiyah

Disebut Zaidiyah karena sekte ini mengakui Zaid bin Ali sebagai

imam kelima, setelah Ali bin Abi Thalib. Aliran ini yang paling dekat

dengan kepada jamaah Islam (Sunni) dan paling moderat karena tidak

mengangkat para imam ke derajat kenabian. Namun, mereka menganggap

para imam sebagai manusia paling utama setelah Rasulullah Muhammad.

Aliran Zaidiyah tidak berkeyakinan bahwa seorang imam yang

mewarisi kepemimpinan Rasulullah telah ditentukan nama dan orangnya

oleh Rasul, tetapi hanya sifat-sifatnya saja. Namun, sifat-sifat yang

disebutkan itu telah membuat Ali sebagai orang yang pantas menjadi imam

setelah Rasulullah wafat, karena sifat-sifat itu tidak dimiliki orang lain.

Syiah Zaidiyah juga berpendapat bahwa kekhalifahan Abu Bakar

dan Umar bin Khatab adalah sah dari sudut pandang Islam. Dalam

14 Asy-Syahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, hal 124

Page 10: Teologi Kalam Syiah

13

pandangan mereka, jika ahl al hall wa al-‘aqd telah memilih seorang imam

dari kaum muslim, meskipun ia tidak memenuhi sifat-sifat keimanan yang

ditetapkan oleh Zaidiyah dan telah dibaiat oleh mereka, keimanannya

menjadi sah. Zaidiyah tidak mencela dan mengutuk Abu Bakar dan Umar.

Atas penerimaan Zaid bin Ali terhadap kekhalifahan Abu Bakar

dan Umar, maka sebagian pengikutnya menolak ajaran tersebut, dan

memisahkan diri menjadi sekte yang disebut Rafidhah. Sebutan ini diambil

dari kata yang diucapkan Zaid bin Ali “Engkau menolakku, engkau

menolakku”.

c. Sab’iyah / Ismailiyah

Istilah Syiah Sab’iyah (Syiah Tujuh) dianalogikan dengan syiah

Istna Asyariyah. Istilah itu memberikan pengertian bahwa sekte Syiah

Sab’iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan, Husein, Ali Zainal

Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far Ash-Shadiq, dan Ismail bin Ja’far Ash-

Shadiq. Karena dinisbatkan pada imam ketujuh, Ismail bin Ja’far Ash-

Shadiq, Syiah Sab’iyah disebut juga Syiah Ismailiyah.

Berbeda dengan Syiah Sab’iyah, Syiah Itsna Asyariyah

membatalkan Ismail bi Ja’far sebagai imam ketujuh karena disamping

memiliki kebiasaan tak terpuji juga karena dia wafat (143 H/760M)

mendahului ayahnya, Ja’far (w. 765). Sebagai penggantinya adalah Musa

Al-Kazim, adik Ismail. Syiah Sab’iyah menolak pembatalan tersebut,

berdasarkan sistem pengangkatan imam dalam Syiah dan menganggap

Ismail sebagai imam ketujuh dan sepeninggalnya diganti oleh putranya yang

tertua, Muhammad bin Ismail.

d. Ghulat / Saba’iyah

Istilah Ghulat berasal dari kata ghala-yaghlu-ghuluw artinya

bertambah dan naik. Syiah Ghulat adalah kelompok pendukung Ali yang

memiliki sikap berlebih-lebihan atau ekstrim. Syiah ini dipelopori oleh Ibnu

Saba’, yaitu seorang Yahudi dari Yaman yang masuk Islam, yang

Page 11: Teologi Kalam Syiah

14

menunjukkan keislamannya secara berlebihan. Oleh karena itu Syiah Ghulat

disebut juga Saba’iyah yang dinisbatkan kepada Ibnu Saba’.

Lebih jauh, Abu Zahrah menjelaskan bahwa Syiah Ghulat adalah

kelompok yang menempatkan Ali pada derajat kenabian, bahkan lebih

tinggi daripada Muhammad.

Gelar ekstrim (ghuluw) yang diberikan kepada kelompok ini

berkaitan dengan pendapatnya yang janggal, yakni ada beberapa orang yang

secara khusus dianggap Tuhan dan juga ada beberapa orang yang dianggap

Rasul setelah Rasulullah Muhammad.

e. Imamiyah

Dinamakan Syiah Imamiyah karena yang menjadi dasar akidahnya

adalah persoalan imam dalam arti pemimpin religio politik. Yakni Ali

berhak menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya atau kemuliaan

akhlaknya, tetapi juga karena ia telah ditunjuk nash dan pantas menjadi

khalifah pewaris kepemimpinan Rasulullah Muhammad saw. Ide tentang

hak Ali dan keturunannya untuk menduduki jabatan khalifah telah ada sejak

Rasulullah wafat.

Syiah Imamiyah juga dinamai dengan Itsna Asyariyah. Disebut

Itsna Asyariyah karena mereka mempunyai dua belas imam, Kedua belas

imam yang mereka yakini itu adalah: 1.Ali bin Abi Thalib, 2. Hasan bin Ali,

3. Husain bin Ali, 4. Ali Zainal Abidin, 5. Muhammad al-Baqir 6. Ja’far al-

Shadiq, 7. Musa al-Khadim, 8. Ali al-Ridha 9. Muhammad al-Jawwad, 10.

Ali al-Hadi, 11. Al-Hasan al-Askari, 12. Muhammad al-Muntadhar.

Nama dua belas (Itsna Asyariyah) ini mengandung pesan penting

dalam tinjauan sejarah, yaitu golongan ini terbentuk setelah lahirnya kedua

belas imam yaitu kira-kira pada tahun 260 H/878 M. Menurut keyakinan

Syiah dua belas (Imamiyah), imam yang terakhir ini menghilang di dalam

gua semenjak kecil sehigga tidak memiliki keturunan dan dengan demikian

silsilah keimanan terhenti padanya.

Page 12: Teologi Kalam Syiah

15

Sekitar pertengahan abad ke-2 H, Syiah Imamiyah telah

menciptakan sebuah model kehidupan dunia untuk terus menerus

mengharapkan sebuah zaman yang lain. Di tengah perlawanan terdapat

sejumlah rezim politik yang terbentuk, sehingga paham Syiah Imamiyah

menjadi sebuah agama kedamaian. Kedamaian ini bisa tercapai dengan

menjalankan hidup serasi melalui hadits Rasulullah dan hadits-hadits para

imam melalui penyerapan emosional kesyahidan mereka. Dengan

konsolidasi sejumlah keyakinan doktrinal mereka dalam bentuk tulisan,

pengembangan kehidupan publik dan dengan pengakuan politik oleh

otoritas yang sedang berkuasa. Maka Syiah menjadi sebuah komunitas di

dalam tubuh islam di Iran, Yaman, dan Irak bagian selatan.