tentang penulis air dan - universitas bung hatta

119
AIR DAN AKUAKULTUR * A U T N I T V A E H R S G I T N Y U B LPPM * * LPPM Universitas Bung Hatta LPPM Universitas Bung Hatta Tentang Penulis Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS, lahir di Pangian, Batusangkar 20 Januari 1960. Sebagai seorang Guru Besar dalam bidang ilmu pengelolaan sumberdaya perairan umum daratan. Danau menjadi salah satu fokus objek dalam penelitiannya, disamping penelitian dengan topik perikanan yang lain. Dengan latar pendidikan dan riset dalam bidang perikanan, keahlian dan kemampuan penulis di bidang pengelolaan sumberdaya perairan sudah tidak diragukan lagi. Saat ini penulis sebagai dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Pascasarjana Universitas Bung Hatta Padang. Dia saat ini lebih memfokuskan kegiatannya dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Riset yang sudah pernah diraih dari Kemenristek Dikti adalah Hibah Bersaing, Fundamental, Riset Strategis Nasional, Hibah Kompotensi, Riset Unggulan Perguruan Tinggi, Riset Insinas dan Riset Produktif (Rispro) dari LPDP yang sudah diraih selama dua periode dengan focus Restorasi Danau Maninjau. Hasil riset tersebut dalam bentuk artikel telah dipublikasikan pada Journal Internasional bereputasi terindek Scopus dan juga telah diimplementasikan untuk masyarakat. Ditengah kesibukannya buku ini disusun dengan tujuan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi tentang air dan akuakultur untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan insan perikanan. Disamping itu juga sebagai dosen di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Bung Hatta. Pengelolaan budidaya perikanan dengan memanfaatkan bioteknologi juga menjadi objek penelitiannya. Dari hasil riset yang didanai Kementerian Riset dan Teknologi RI dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dia sudah mempublikasikan karya ilmiahnya pada jurnal internasioanl bereputasi. Dari hasil risetnya dia menyumbangkan ilmu pengetahuannya dalam menyusun buku tentang Air dan Akuakultur. AIR DAN AKUAKULTUR Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS, Dr. Azrita, S.Pi, M.Si Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS Dr. Azrita, S.Pi, M.Si Dr. Azrita, S.Pi, M.Si, lahir di Palembang 31 Juli 1975. Sebagai seorang akuakulturis dalam bidang Bioteknologi dan Genetika Ikan, dia menjadi dosen tetap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta.

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

AIR DAN AKUAKULTUR

*

A UT NIT VA EH R SG ITN YUB

LPPM* *

LPPM Universitas Bung HattaLPPM Universitas Bung Hatta

Tentang Penulis

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS, lahir di Pangian, Batusangkar 20 Januari 1960. Sebagai seorang Guru Besar dalam bidang ilmu pengelolaan sumberdaya perairan umum daratan. Danau menjadi salah satu fokus objek dalam penelitiannya, disamping penelitian dengan topik perikanan yang lain. Dengan latar pendidikan dan riset dalam bidang perikanan, keahlian dan kemampuan penulis di bidang pengelolaan sumberdaya perairan sudah tidak diragukan lagi. Saat ini penulis sebagai dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Pascasarjana Universitas Bung Hatta

Padang. Dia saat ini lebih memfokuskan kegiatannya dalam bidang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Riset yang sudah pernah diraih dari Kemenristek Dikti adalah Hibah Bersaing, Fundamental, Riset Strategis Nasional, Hibah Kompotensi, Riset Unggulan Perguruan Tinggi, Riset Insinas dan Riset Produktif (Rispro) dari LPDP yang sudah diraih selama dua periode dengan focus Restorasi Danau Maninjau. Hasil riset tersebut dalam bentuk artikel telah dipublikasikan pada Journal Internasional bereputasi terindek Scopus dan juga telah diimplementasikan untuk masyarakat. Ditengah kesibukannya buku ini disusun dengan tujuan untuk berbagi ilmu pengetahuan dan teknologi tentang air dan akuakultur untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan insan perikanan.

Disamping itu juga sebagai dosen di Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Bung Hatta. Pengelolaan budidaya perikanan dengan memanfaatkan bioteknologi juga menjadi objek penelitiannya. Dari hasil riset yang didanai Kementerian Riset dan Teknologi RI dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dia sudah

mempublikasikan karya ilmiahnya pada jurnal internasioanl bereputasi. Dari hasil risetnya dia menyumbangkan ilmu pengetahuannya dalam menyusun buku tentang Air dan Akuakultur.

AIR D

AN A

KUAKULTUR

Pro

f. Dr. Ir. H

afrija

l Sya

ndri, M

S, D

r. Azrita

, S.P

i, M.S

i

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MSDr. Azrita, S.Pi, M.Si

Dr. Azrita, S.Pi, M.Si, lahir di Palembang 31 Juli 1975. Sebagai seorang akuakulturis dalam bidang Bioteknologi dan Genetika Ikan, dia menjadi dosen tetap Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Bung Hatta.

Page 2: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i | i

AIR DAN AKUAKULTUR

Page 3: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

ii| K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i

Sanksi pelanggaran pasal 44: Undang-undang No. 7 Tahun 1987 tentang

Perubahan atas Undang-undang No. 6 Tahun 1982 tentang hak cipta.

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau

memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu dipidana dengan

pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,

atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran

hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 (satu), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (Iima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)

Page 4: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i | iii

AIR DAN AKUAKULTUR

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS

Dr. Azrita, S.Pi., M.Si

Penerbit

LPPM Universitas Bung Hatta

2020

Page 5: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

iv| K e a n e k a r a g a m a n H a y a t i

Judul : Air dan Akuakultur

Penulis : Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS dan Dr. Azrita, S.Pi., M.Si

Sampul : Dr. Azrita, S.Pi., M.Si

Perwajahan: LPPM Universitas Bung Hatta

Diterbitkan oleh LPPM Universitas Bung Hatta April 2020

Alamat Penerbit:

Badan Penerbit Universitas Bung Hatta

LPPM Universitas Bung Hatta Gedung Rektorat Lt.III

(LPPM) Universitas Bung Hatta

Jl. Sumatra Ulak Karang Padang, Sumbar, Indonesia

Telp.(0751) 7051678 Ext.323, Fax. (0751) 7055475

e-mail: [email protected]

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau

seluruhnya isi buku ini tanpa izin tertulis penerbit

Isi diluar tanggung jawab percetakan

Cetakan Pertama : April 2020

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS dan Dr. Azrita, S.Pi., M.Si

Air dan Akuakultur, Oleh: Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, MS

dan Dr. Azrita., S.Pi., M.Si, Padang : LPPM Universitas Bung

Hatta, April 2020.

110 Hlm + viii ; 18,2 cm

ISBN 978-623-93573-2-0

Page 6: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K a t a P e n g a n t a r | v

KATA PENGANTAR

egiatan akuakultur telah bertanggung jawab atas pasokan ikan untuk

konsumsi pangan manusia. Untuk memenuhi permintaan pangan dari

produksi akuakultur muncul persaingan menggunakan sumber daya

air, tanah dan sumberdaya alam lainnya. Produksi akuakultur tergantung pada

banyak faktor, termasuk air yang sehat, spesies ikan, pakan berkualitas, sistem

akuakultur, efisiensi teknis, produksi input dan infrastruktur. Intensifikasi

produksi akuakultur akan memerlukan penggunaan lebih banyak input produksi

terutama pakan per unit luas lahan. Pakan ikan adalah sumber utama beban

limbah yang telah berdampak negatif terhadap lingkungan perairan. Jika

ambang batas variabel keseimbangan ekologis dilintasi, dampaknya akan

memunculkan efek negatif yang dapat menyebabkan ekosistem perairan hancur

dan runtuh. Oleh karena itu operasional akuakultur mesti berdasarkan daya

dukung ekologis yang dapat membantu menetapkan batas maksimum toleransi

sumberdaya air untuk produksi akuakultur.

Buku ini membahas tentang budidaya ikan pada keramba jaring apung di

danau dan waduk, kolam dan tanki dengan sistem resirkulasi. Pemuatan beban

limbah karbon, nitrogen dan fosfor berbasis karakteristik pakan dan spesies

ikan. Komponen limbah dari operasional akuakultur seperti pakan ikan, bahan

kimia, pathogens dan jenis limbah. Diakhir tulisan ini kami membahas tentang

dampak limbah akuakultur terhadap ekosistem perairan dan upaya pengelolaan

dalam sistem akuakultur.

Akhirnya kami mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas

selesainya penulisan buku ini. Kami memberikan penghargaan dan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam proses penulisan buku ini. Semoga buku ini dapat menambah

khasnah ilmu pengetahuan insan perikanan dalam bidang akuakultur.

April 2020

Penulis

K

Page 7: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

vi | K a t a P e n g a n t a r

Page 8: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a f t a r I s i | vii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

DAFTAR ISI................................................................................ ..................... vii

PENDAHULUAN ........................................................................ ....................... 1

CHAPTER 1. AKUAKULTUR UNTUK PANGAN ................. ....................... 3

Air untuk akuakultur ................................................................... ....................... 3

Komoditi akuakultur ........................................................................................... 4

Fungsi perairan umum daratan.................................................... ....................... 6

Teknologi akuakultur masa depan .............................................. ....................... 6

Kesimpulan ................................................................................ ....................... 7

Daftar Pusataka ........................................................................... ....................... 8

CHAPTER 2. BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG................... 13

Karakteristik perikanan keramba jaring apung .............................. ..................... 13

Benih ikan ................................................................................... ..................... 14

Pakan ikan .................................................................................... ..................... 16

Tantangan budidaya ikan keramba jaring apung ........................... ..................... 18

Kesimpulan .................................................................................. ..................... 21

Daftar Pustaka .............................................................................. ..................... 21

CHAPTER 3. PEMUATAN BEBAN LIMBAH DARI AKUAKULTUR . 27

Pemuatan nitrogen dan phosphorus............................................... ..................... 27

Bagaimana polutan (N dan P) masuk ke air .................................. ..................... 29

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari ikan mati massal ................................ 34

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari spesies ikan

berbeda………………………………………………………… .......................... 36

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari tipe pakan ikan…… ….. .................... 44

Kesimpulan ………………………………………………….......... ..................... 50

Daftar Pustaka …………………………………………………….. .................... 51

CHAPTER 4. KOMPONEN LIMBAH DALAM AKUAKULTUR .................... 57

Input produksi dalam sistem akuakultur………………………. .......................... 57

Jenis limbah dalam sistem akuakultur…………………………........................... 63

Kesimpulan……………………………………………………. .......................... 66

Daftar Pustaka…………………………………………………. .......................... 67

Page 9: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

viii | D a f t a r I s i

CHAPTER 5. DAMPAK LIMBAH AKUAKULTUR

TERHADAP EKOSISTEM PERAIRAN……….………………….. .............................71

Dampak limbah akuakultur terhadap kualitas air ……………… .................... 71

Dampak limbah akuakultur terhadap plankton………………… ..................... 74

Dampak limbah akuakultur terhadap eutrofikasi ..……………. ...................... 76

Kesimpulan……………………………………………………. ...................... 80

Daftar Pustaka…………………………………………………… ................... 81

...............................................................................................................................

CHAPTER 6. PENGELOLAAN LIMBAH PADA SISTEM

AKUAKULTUR ................................................................................................ 85

Pengelolaan limbah pakan ikan ........................................................................... 85

Pengelolaan limbah padat ................................................................................... 89

Pengelolaan limbah terlarut ............................................................................... 90

Pengelolaan sistem operasioan akuakultur .......................................................... 90

Pengelolaan limbah dengan sistem resirkulasi .................................................... 93

Pengelolaan limbah berbasis daya tempung ........................................................ 95

Kesimpulan ........................................................................................................ 98

Daftar Pustaka .................................................................................................... 98 Daftar Glosarium .............................................................................................. 103

Daftar Indek ..................................................................................................... 107

Singkatan yang digunakan dalam teks............................................................... 109

Page 10: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n d a h u l u a n | 1

PENDAHULUAN

Pertumbuhan populasi penduduk dunia saat ini dan peningkatan konsumsi ikan

per kapita akan menuntut sumber daya air agar lebih efisien dalam

memproduksi pangan dalam skala global. Meningkatnya permintaan pangan

dari ikan telah mendorong ekspansi akuakultur yang semula diusahakan di

kolam ke areal baru seperti danau, waduk dan sungai. Pengembangan

akuakultur ikan intensif di danau, waduk dan sungai dengan keramba apung

dalam beberapa tahun terakhir telah membawa ancaman besar terhadap

lingkungan perairan. Sementara teknologi akuakultur yang dioperasikan belum

mampu untuk mengurangi beban limbah yang masuk ke badan air. Akibatnya

tingkat pencemaran air semakin meningkat karena beban nutrisi dari pakan yang

tidak dimakan dan produk limbah metabolism lainnya. Teknologi yang terbatas

untuk pengolahan bahan limbah yang dihasilkan merupakan masalah utama

dalam kepedulian terhadap budidaya ikan di keramba apung. Oleh karena itu

pengembangan akuakultur yang berkelanjutan harus direncanakan dan

dirancang dengan cara yang bertanggung jawab yang meminimalkan sebanyak

mungkin dampak negatif pada kualitas air.

Daya dukung ekologis adalah konsep penting untuk pengelolaan berdasarkan

pedoman keberlanjutan untuk ketahanan dan praktik terbaik yang membantu

menetapkan batas maksimum toleransi sumberdaya air untuk produksi

akuakultur. Dengan demikian dapat menghindari "perubahan yang tidak dapat

diterima" pada ekosistem perairan alami, dan menekan efek input nutrisi. Jika

ambang batas variabel keseimbangan ekologis dilintasi, dampaknya akan

memunculkan efek negatif yang dapat menyebabkan ekosistem perairan hancur

dan runtuh. Penimbunan limbah akuakultur dan kematian ikan budidaya secara

besar-besaran akibat melampaui daya dukung ekologis telah memunculkan

kurangnya ketersediaan oksigen dan eutrofikasi yang berlebihan pada badan air.

Banyak danau, waduk dan sungai yang mengalami masalah kualitas air,

mengakibatkan pengaruh negatif pada penggunaannya sehingga semakin

membatasi untuk pembangunan masyarakat lokal. Oleh karena itu beban nutrisi

mesti berada dalam kapasits asimilatif tanpa menimbulkan degradasi lingkungan

perairan. Namun sejumlah muatan nutrisi mungkin bermanfaat bagi lingkungan

dalam jaringan makanan pada perairan oligotrofik, dan oleh karenanya harus

ada batas tingkat produksi yang tidak menyebabkan kerusakan sumberdaya air.

Page 11: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

2 | P e n d a h u l u a n

Kami mengusulkan struktur hierarkis untuk menentukan daya dukung ekologis

badan air tertentu. Tahap pertama dapat dilakukan perhitungan daya dukung

fisik atau kesesuaian lokasi, berdasarkan kondisi alam, kebutuhan spesies dan

sistem akuakultur. Ini diikuti oleh perhitungan besarnya produksi akuakultur

yang dapat didukung oleh area yang tersedia, menggunakan model

keseimbangan massa carbon, nitrogen dan fosfor tanpa mengarah pada

perubahan signifikan pada proses ekologis, jasa, spesies, populasi atau

komunitas di perairan. Banyak pengguna danau, waduk dan sungai, termasuk

petani ikan, harus memiliki kepedulian yang sama untuk meningkatkan kualitas

air dan mempertahankan kondisi ini dari generasi ke generasi.

Dalam buku ini kami akan menganalisis tentang perkembangan akuakultur

untuk pangan, budidaya ikan keramba jaring apung di danau, pemuatan

nitrogen dan phosphorus dari budidaya ikan di karamba apung, dampak beban

limbah keramba apung terhadap eutrofikasi, daya tampung beban pencemaran

air danau, budidaya ikan sistem multi trofik dan pengelolaan budidaya ikan

keramba dimasa depan.

Page 12: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n | 3

CHAPTER 1

AKUAKULTUR UNTUK PANGAN

Air untuk akuakultur

Pada tahun 2050, hampir 10 miliar orang perlu mengakses kualitas dan kuantitas

pangan yang memadai. Disisi lain kerusakan lingkungan oleh aktifitas pangan

harus diminimalkan. Banyak Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable

Development Goals, SDGs) yang dirumuskan oleh PBB tahun 2015 yang terkait

dengan tujuan ini misalnya SDG 1 (tidak ada kemiskinan), SDG 2 (tidak ada

kelaparan), SDG 6 (air bersih dan sanitasi), SDG 12 (konsumsi), SDG 13

(perubahan iklim), SDG 14 (hidup bersahabat dengan air), SDG 15 (kehidupan

di darat). Meskipun akuakultur memberikan nutrisi kepada sebagian populasi

dunia yang semakin meningkat, akuakultur mesti merupakan pendorong utama

mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Ditemukan bukti kuat bahwa cadangan air danau, waduk, sungai dan kolam

yang masih utuh memiliki kelentingan lebih baik dibandingkan dengan air

danau, waduk, sungai dan kolam yang telah tercemar (Mungkung et al., 2013;

Syandri et al., 2016; Syandri et al., 2020; Pouil et al., 2019). Oleh karena itu

pengurangan tingkat pencemaran air harus menjadi kunci utama bagi ketahanan

air (Zhaoxia et al., 2017). Ditemukan petunjuk bahwa kebijakan yang terkait

dengan pengelolaan daratan dan air dapat meningkatkan kelentingan air

terhadap perubahan yang terjadi, termasuk air danau (Meng et al., 2016; Ye et

al., 2017). Lahan basah danau merupakan ekosistem yang sangat unik di muka

bumi dan sering disebut sebagai "ginjal bumi" karena perannya yang sangat

penting dalam pengentasan polusi air yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Lahan basah (danau, sungai, rawa banjiran) dikenal sebagai salah satu ekosistem

paling produktif di dunia karena berperan penting untuk memberikan layanan

bagi banyak kehidupan (Hale et al., 2019; Moges et al,. 2017). Spesies burung,

mamalia, reptil, amfibi, ikan dan invertebrata yang tak terhitung jumlahnya

bergantung pada air dan tumbuh-tumbuhan di habitat lahan basah, termasuk

danau (Dudgeon et al., 2006; Adapa et al., 2016). Lahan basah secara langsung

dan tidak langsung juga memberikan manfaat kepada masyarakat dengan

menyediakan layanan ekosistem seperti pengurangan banjir, cadangan sumber

makanan, penyediaan air bersih, keindahan estetika, pendidikan dan rekreasi,

dan penyerap karbon (Jiang et al., 2016; Davies et al., 2016).

Page 13: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

4 | A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n

Komoditi akuakultur

Akuakultur telah menjadi industri pangan yang berkembang pesat di seluruh

dunia, termasuk Indonesia. Pada tahun 2014, total produksi perikanan dunia

adalah 158 juta ton, 44,1% merupakan produksi dari sektor akuakultur (FAO,

2016). Hampir 60% dari kegiatan akuakultur ini dilaksanakan di perairan tawar,

dan 88% dari semua produksi akuakultur berasal dari Asia. Indonesia

memproduksi sekitar 17,22 juta ton yang dilakukan di air tawar, payau dan asin,

dengan produksi terbatas pada sejumlah kecil spesies ikan dibandingkan dengan

perikanan tangkap (CDSI KKP, 2018). Tahun 2018 produksi akuakultur

Indonesia, termasuk rumput laut sebesar 16.114.991 ton yang disumbangkan

oleh sembilan spesies yaitu: nila (25,84%), patin (11,18%) lele (17,29%), mas

(9,93%), gurame (2,96%), kakap (0,14%), kerapu (0,39%), bandeng (10,08%)

dan udang (14,19%). Setiap kelompok komoditas ikan telah memainkan peran

penting bagi ekonomi Indonesia melalui penciptaan pendapatan, diversifikasi

mata pencaharian, dan pasokan protein hewani untuk masyarakat pedesaan dan

perkotaan (Syandri et al., 2015; Trans et al., 2017). Usaha budidaya ikan telah

dilakukan di berbagai habitat seperti di danau, waduk, sungai dan kolam,

termasuk tambak air payau dan keramba air asin (Syandri et al, 2016; Poiul et

al, 2017; Mungkung et al., 2013; Kawasaki et al., 2016).

Indonesia pada tahun 2030 membutuhkan produksi ikan dari sektor akuakultur

sebanyak 19,72 juta ton. Produksi tersebut berpeluang untuk tercapai karena

Indonesia memiliki perairan umum daratan seluas 13,85 juta hektar, yang terdiri

dari 12 juta hektar sungai dan paparan banjir, 1,85 juta hektar danau alam, dan

0.05 juta hektar waduk (Kartamihardja et al., 2009). Lebih dari 17.000 pulau

dengan garis pantai sekitar 81.000 km dan tambahan 26 juta hektar lahan yang

cocok untuk ekspansi budidaya. Teknologi akuakultur yang berpeluang untuk

dikembangkan adalah teknologi yang inovatif berbasis lahan ideal, akukultur di

air yang sehat, daya dukung ekologis, dan akuakultur terintegrasi (Integrated

Multi-Trophic Aquaculture, IMTA). Namun, ekspansi global yang cepat dari

industri akuakultur akan menyebabkan banyak masalah lingkungan, seperti

pencemaran air, degradasi ekosistem, wabah penyakit, kematian ikan secara

besar-besaran, termasuk perubahan iklim yang ditandai dengan pemanasan

global, hujan asam, eutrofikasi, peningkatan penggunaan lahan, peningkatan

konsumsi air tawar, dan peningkatan penggunaan energi.

Page 14: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n | 5

Di Indonesia, termasuk negara lain kegiatan operasional budidaya ikan di danau

dan waduk mempergunakan wadah budidaya karamba jaring apung. Spesies

ikan yang dominan di budidayakan adalah ikan nile tilapia, carp dan rainbow

trout (Syandri et al., 2018; Gondwe et al., 2011; Asir dan Pulatsu., 2008).

Dampak lingkungan industri akuakultur pada lingkungan sekitarnya adalah

pelepasan kelebihan nutrisi dan antibiotik ke lingkungan sekitarnya. Jumlahnya

sangat bergantung kapada spesies ikan yang dibudidayakan (Syandri et al.,

2018a), tipe pakan, persentase pemberian pakan, frekuensi pemberian pakan dan

waktu pemberian pakan (Sun et al., 2016; Syandri et al., 2018b).

Beban nutrisi dalam budidaya keramba berbeda jauh dari sistem akuakultur

berbasis lahan konvensional di mana pakan merupakan sumber input nutrisi

terbesar dalam budidaya keramba dan budidaya keramba biasanya dicirikan

oleh proporsi kehilangan pakan yang lebih tinggi. Biasanya 80% atau lebih

pakan dikonsumsi oleh ikan, sedangkan sekitar 10-20% pakan yang dikonsumsi

menjadi feces dan dilepaskan ke dalam sistem akuakultur (Boyd dan Turker.,

2014). Oleh karena itu, sebagian besar dari bahan-bahan tersebut dikaitkan

dengan limbah pakan. Namun, jumlah dan komposisi limbah tergantung pada

kandungan nutrient pakan, terutama carbon, nitrogen dan phosphorous dan

praktik pemberian pakan oleh pembudidaya ikan (Gondwe et al., 2011; Sun et

al., 2016; Syandri et al., 2018a). Selain itu, juga bergantung kepada karakteristik

produksi seperti desain dan bahan karamba jaring apung, tingkat padat tebar,

tipe pakan (terapung dan terbenam), feed conversion ratio (FCR), jenis dan

ukuran pakan, regim pemberian pakan, persyaratan kualitas air dan tingkat

teknologi yang tersedia (Franco-Nava et al, 2004; Chatvijitkul et al., 2017; Guo

et al., 2018).

Total bahan organik dan nutrisi lainnya yang dilepaskan dari operasi akuakultur

dikategorikan sebagai beban limbah (Boyd dan Queiroz, 2001; Ballester-Moltó

et al., 2017). Beban limbah menyebabkan kualitas air dalam sistem budidaya

memburuk (Syandri et al, 2017;Syandri et al., 2020; Kassam dan Dorward.,

2017). Lebih jauh lagi, tingkat berlebihan nutrien yang dilepaskan ke badan air

dapat berbahaya bagi lingkungan karena dapat menstimulasi pertumbuhan

fitoplankton, alga makro dan tanaman vaskular (Prathumchai et al., 2016;

Lindim et al., 2015). Sementara itu, dampak yang terkait dengan limbah dekat

wadah budidaya ikan adalah terjadi eutrofikasi, ganggang beracun, peningkatan

kekeruhan, penurunan kondisi oksigen dan hilangnya keanekaragaman hayati

(Horppila et al., 2017; Yogev et al., 2016; Moraes et al., 2016).

Page 15: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

6 | A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n

Fungsi perairan umum daratan

Fungsi lahan basah (danau, waduk, sungai dan rawa banjiran) tidak hanya

menyediakan makanan, bahan baku dan sumber air bagi umat manusia

(Maimaitihan et al., 2016), tetapi juga menjaga keseimbangan ekologis,

keanekaragaman hayati dan spesies langka (Jiang et al., 2016), tempat budidaya

ikan dengan KJA (Syandri et al., 2016a; Syandri et al., 2016b). Selain itu, lahan

basah danau memegang peranan penting dalam konservasi air, pengendalian

banjir dan kekeringan (Aguilera et al., 2016), degradasi dari polusi (Zeng et al.,

2016), mengatur/menjaga perubahan iklim (Deng et al., 2016), dan sumber air

bawah tanah (Agboola et al., 2016). Sementara ini, lahan danau secara alami

dan berkelanjutan mampu memperbaiki kualitas air dan meningkatkan

keanekaragaman hayati selama danau tersebut tidak tercemar. Danau adalah

area lahan basah yang penting dengan modal ekosistem 8 kali lipat dari hutan,

dan 35 kali lebih tinggi dari padang rumput (Mallick et al., 2016).

Air lahan basah yang tidak tercemar berat secara alami memiliki kelentingan

yang lebih baik terhadap biota air, terutama terhadap ikan yang dibudidayakan,

termasuk manusia yang memanfaatkan air tersebut. Hal tersebut menjadi alasan

yang lebih kuat diperlukannya aktifitas budidaya ikan pada karamba jaring

apung (KJA) yang ramah lingkungan dengan komoditi basis (Syandri et al.,

2017). Operasional budidaya ikan dengan karamba jaring apung akan

berkorelasi dengan pelepasan nitrogen dan phosphorous ke badan air yang dapat

menghasilkan sedimen dan berkurangnya ketahanan ekonomi dan kualitas hidup

masyarakat lokal dan kesehatan ekosistem perairan (Henderson et al., 2009;

Chohen et al., 2014; Zhao et al., 2016).

Teknologi akuakultur masa depan

Aktifitas akuakultur diproyeksikan akan terus tumbuh pada masa yang akan

datang karena pertambahan penduduk dunia, termasuk pertambahan penduduk

di Indonesia (Tran et al, 2017; FAO, 2016). Masyarakat dunia pada masa yang

akan datang akan lebih cenderung mengkonsumsi sumber pangan dari ikan

karena memberikan dampak yang luar biasa terhadap kesehatan manusia

(Zuraini et al., 2006; Jabeen dan Chaudhry, 2011; Ahmed dan Thompson,

2019).

Produksi ikan dari hasil penangkapan yang dilakukan di air asin (laut) dan air

tawar (danau, sungai, waduk dan tasik) akan terus berkurang karena

Page 16: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n | 7

penangkapan yang tidak selektif. Selain itu, ada ancaman serius terhadap

keanekaragaman hayati ikan, karena penambangan pasir secara ilegal,

perburuan ikan secara ilegal, penggundulan hutan yang luas, perubahan

penggunaan lahan, bendungan PLTA, dan perubahan iklim. Padahal

peningkatan produksi ikan dari akuakultur secara global diprediksi sebesar 50%

pada tahun 2050 (FAO, 2017).

Pada tahun 2030 permintaan terhadap produksi akuakultur akan meningkat di

kawasan Asia Pasifik, terutama pada 22 kota besar, termasuk Indonesia.

Pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang dari akuakultur, seperti

halnya pertanian tradisional membutuhkan banyak air dengan kualitas yang

memadai. Saat sekarang banyak budidaya ikan yang dilaksanakan di kolam,

waduk, dan danau atau di pesisir di lingkungan perkotaan dan pedesaan (mis.,

Danau Maninjau, Sumatera Barat), secara sadar atau tidak sadar menggunakan

air yang sudah tercemar berat (air limbah atau limbah cair yang diolah). Sejauh

mana praktek penggunaan air seperti yang sekarang terjadi untuk akuakultur

dimasa depan secara umum tidak dapat diprediksi. Oleh karena itu teknologi

akuakultur untuk masa depan harus berbasis luas lahan yang ideal dengan air

yang memiliki kelentingan yang lebih baik, berbasis daya dukung ekologis

dengan spesies tahan penyakit dan mempunyai nilai jual di pasaran.

Kesimpulan

Di Indonesia akuakultur pada masa depan menjadi tumpuan penting dan

menguntungkan guna memenuhi kebutuhan ketahanan pangan bagi masyarakat

pedesaan dan perkotaan. Namun aktifitas akuakultur jika tidak dikelola dengan

teknologi ramah lingkungan akan memberikan efek negatif pada lingkungan

perairan yang pada gilirannya menurunkan baku mutu kualitas air,

menimbulkan penyakit dan kematian masal terhadap ikan yang dibudidayakan,

serta berpengaruh kepada keamanan pangan dari ikan. Upaya semacam itu

tampak sangat penting karena polusi dan penyakit tidak menular meningkat di

Indonesia yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Untuk melindungi

kesehatan masyarakat dan lingkungan sepatutnya di masa depan praktek

akuakultur dilakukan bersahabat dengan sistem akuakultur dan lingkungan..

Page 17: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

8 | A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n

Daftar Pustaka

Adapa, S., Bhullar, N., de Souza, S.V., 2016. A systematic review and agenda for

using alternative water sources for consumer markets in Australia. J. Clean.

Prod 124, 1420.

Aguilera, H., L. Moreno, J.G Wesseling, M.E Jimenez-Hernandez, S. Castano.

2016. Soil moisture prediction to support management in semiarid wetlands

during drying episodes. Catena 147: 709-724.

Agboola, J.I., P.E. Ndimele, S. Odunuga, A Akanni, B. Kosemani,, M.A Ahove.

2016. Ecological health status of the Lagos wetland ecosystems: implications

for coastal risk reduction. Estuarine, Coast. Shelf Sci. 183: 73-81.

Ahmed, N and S. Thompson, 2018. The blue dimensions of aquaculture: A

global synthesis. Science of the Total Environment, 652: 851-861.

Asir, U. and S. Pulatsu, 2008. Estimation of the nitrogen-phosphorus

load caused by rainbow trout ( Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792)

Cage-Culture farms in Kesikkopru Dam Lake: A comparison of pelleted and

extruded feed. Turk. J. Vet. Anim. Sci., 32: 417-422.

Boyd, C.E. and C.S. Tucker, 2014. Handbook for Aquaculture Water Quality.

Craftmaster Printers, Auburn, Alabama.

Boyd, C.E. and J. Queiroz, 2001. Nitrogen and phosphorus loads by system,

USEPA should consider system variables in setting new effluent rules.

Global Aquacult. Adv., 4: 84-86

Ballester-Molto, M., P. Sanchez-Jerez, J. Cerezo-Valverde and F. Aguado-

Gimenez, 2017. Particulate waste outflow from fish-farming cages. How much

is uneaten feed? Mar. Pollut. Bull., 119: 23-30

Chatvijitkul, S., C.E. Boyd, D.A. Davis and A.A. McNevin, 2017. Pollution

potential indicators for feed-based fish and shrimp culture. Aquaculture, 477:

43-49.

CDSI (Central Data System Information). Ministry of Marine and Fisheries

Republic of Indonesia, 2018 (In Indonesian).

Cohen, E., G.J. Levy, M Borisover, 2014. Fluorescent components of organic

matter in wastewater: efficacy and selectivity of the water treatment. Water

Res. 55: 323–336.

Dudgeon, D., Arthington, A.H., Gessner, M.O., Kawabata, Z.I., Knowler, D.J

Leveque, C., Naiman, R.J., Prieur-Richard, A.H., Soto, D., Stiassny, M.L.J

Sullivan, C.A., 2006. Freshwater biodiversity: importance, threats, status and

conservation challenges. Biol. Rev. 81(2), 163-182.

Page 18: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n | 9

FAO, 2016. The State of World Fisheries and Aquaculture 2016. Contributing to

Food Security and Nutrition for All. Rome.

FAO, 2017. The Future of Food and Agriculture-Trends and Challenges. Rome.

Franco-Nava, M. A., Blancheton, J. P., Deviller, G., Charrier, A., & Le-Gall, J. Y.

(2004). Effect of fish size and hydraulic regime on particulate organic matter

dynamics in a recirculating aquaculture system: elemental carbon and nitrogen

approach. Aquaculture, 239(1-4), 179–198.

Gondwe, M.J.S., S.J. Guildford and R.E. Hecky, 2011. Carbon, nitrogen and

phosphorus loadings from tilapia sh cages in Lake Malawi and factors in

uencing their magnitude. J. Great Lakes Res., 37: 93-101.

Hale, R, S. E. Swearer, M. Sievers, R. Coleman, 2019. Balancing biodiversity

outcomes and pollution management in urban stormwater treatment wetland.

Journal of Environmental Management, 233: 302-307.

Henriksson, P.J.G., N. Tran, C.V. Mohan, C.Y. Chan and U.P. Rodriguez et

al ., 2017. Indonesian aquaculture futures-evaluating environmental and

socioeconomic potentials and limitations. J. Cleaner Prod., 162: 1482-1490.

Horppila, J., H. Holmroos, J. Niemisto, I. Massa and N. Nygren et al,

2017. Variations of internal phosphorus loading and water quality in a

Hypertrophic lake during 40 years of different management efforts. Ecol.

Eng., 103: 264-272.

Jabeen, F, Chaudhry, AS, 2011. Chemical compositions and fatty acid profiles

of three freshwater fish species. Food Chemistry, 125:991-996.

Kartamihardja.E, Kunto, P, Charulwan.U, 2009. Sumberdaya perikanan

perairan Indonesia terabaikan. Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia,

1(1):1-15. Kassam, L. and A. Dorward, 2017. A comparative assessment of the poverty

impacts of pond and cage aquaculture in Ghana. Aquaculture 470:110-122.

Kawasaki, N, M.R.M. Kushairi, N. Nagao, F. Yusoff, A. Imai and A. Kohzu, 2016.

Release of nitrogen and phosphorus from aquaculture farms to Selangor River,

Malaysia. Int. J. Environ. Sci. Dev., 7: 113-116.

Lindim, C., A. Becker, B. Gruneberg, H. Fischer, 2015. Modelling the effects of

nutrient loads reduction and testing the N and P control paradigm in a

German shallow lake. Ecol. Eng., 82: 415-427.

Mallick, P.H, S.K. Chakraborty, 2016. Forest, wetland and biodiversity: Revealing

multiaceted ecological services from ecorestoration of a degraded tropical

landscape. Ecohydrology & Hydrobiology, 18(3):278-296.

Meng, H., Wang, L., Zhang, Z.S., Xue, Z.S., Lu, X.G., Zou, Y.C., 2016. Researches

on the impacts of climate change on spatial distribution and main ecological

functions of inland wetland ecosystem in China. Wetland Sci. 14 (5): 710-716.

Page 19: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

10 | A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n

Moraes, M.A.B., C.F. Carmo, Y.A. Tabata, A.M. Vaz-dos-Santos and C.T.J.

Mercante, 2016. Environmental indicators in effluent assessment of rainbow

trout ( Oncorhynchus mykiss ) reared in raceway system through phosphorus

and nitrogen. Braz. J. Biol., 76: 1021-1028.

Moges, A, A. Beyene, A. Ambelu, S.T. Mereta, L. Triest, E. Kelbessa, 2017. Plant

species composition and diversity in wetlands under forest, agriculture and

urban land uses. Aquatic Botani, 138: 9-15.

Mungkung,R, J. Aubin, T.H. Prihadi, J. Slembrouck, H.M.G. van der Werf, .

Legendre. 2013. Life Cycle Assessment for environmentally sustainable

aquaculture management: a case study of combined aquaculture systems for

carp and tilapia. Journal of Cleaner Production, 47:249-256.

Pouil S, Samsudin R, Slembrouck J, et al,: 2019. Nutrient budgets in a small-scale

freshwater fish pond system in Indonesia. Aquaculture 504: 267-274.

Prathumchai, N., C. Polprasert and A.J. Englande, 2016. Phosphorus leakage from

fisheries sector-A case study in Thailand. Environ. Pollut., 219: 967-975

Syandri, H. 2003. Cages culture and problem in Maninjau Lake, West Sumatra

Province. Journal of Fisheries and Maritime Affairs. 8 (2):74– 81.

Syandri, H., Elfiondri, Junaidi and Azrita, 2015. Social status of the fish-

farmers of floating-net-cages in lake Maninjau, Indonesia. J. Aquacult. Res.

Dev., Vol. 7. 10.4172/2155-9546.1000391

Syandri, H., Azrita and Niagara, 2016a. Trophic status and load capacity of water

pollution waste fish-culture with floating net cages in Maninjau lake,

Indonesia. Ecol. Environ. Conserv., 22: 459-466.

Syandri, H, Elfiondri, Ainul Mardiah and Azrita. 2016b. Social Status of Nile

Tilapia Hatchery Fish-farmers at Maninjau Lake Areas, Indonesia. J. Fish.

Aquat. Sci., 11 (6): 411-417.

Syandri. H, Azrita, Junaidi and A.Mardiah. 2017. Levels of Available Nitrogen-

Phosphorus Before and After Fish Mass Mortality in Maninjau Lake of

Indonesia. J. Fish. Aquat. Sci., 12 (4): 191-196.

Syandri, H., Azrita and A. Mardiah, 2018. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in lake

Maninjau, Indonesia. Asian J. Scient. Res., 11: 287-294.

Syandri,H, Azrita and A.Mardiah. 2018a. Effect of feed types and estimation of

nitrogen-phosphorus loading caused by Common carp (Cyprinus carpio) in

Lake Maninjau, Indonesia. Pak. J. Nutr., 17 (9): 454-461.

Syandri. H, Azrita and A.Mardiah. 2018b. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in

Lake Maninjau,Indonesia. Asian J. Sci. Res., 11 (2): 287-294.

Page 20: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n | 11

Syandri, H, A. Mardiah . Azrita. 2020. Water Quality Status and Pollution Waste

Load from Floating Net Cages at Maninjau Lake, West Sumatera Indonesia.

IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 430 (2020) 012031.

Sun, M., S.G. Hassan and D. Li, 2016. Models for estimating feed intake in

aquaculture: A review. Comput. Electron. Agric., 127: 425-438.

Tran, N., U.P. Rodriguez, C.Y. Chan, M.J. Phillips, C.V. Mohan, P.J.G. Henrikson,

S. Koeshendrajana, S. Suri, S. Hall, 2017. Indonesian aquaculture futures: An

analysis of fish supply and demand in Indonesia to 2030 and role of

aquaculture using the Asia Fish model. Marine Polycy, 79: 25-32.

Yogev, U., K.R. Sowers, N. Mozes and A. Gross, 2017. Nitrogen and carbon

balance in a novel near-zero water exchange saline recirculating aquaculture

system. Aquaculture, 467: 118-126.

Zhaoxia Ye, Weihong Li, Yaning Chen, Jingjun Qiu, Dilinuer Aji. 2017.

Investigation of the safety threshold of eco-environmental water demands for

the Bosten Lake wetlands, western China. Quaternary International Part B,

440: 130-136.

Ye, Z, W. Li, Y. Chen, J. Qiu, D. Aji. 2017. Investigation of the safety threshold of

eco-environmental water demands for the Bosten Lake wetlands, western

China. Quaternary International Part B, 440 : 130-136.

Zhao, Y., Song, K.S., Li, S.J., 2016. Characterization of CDOM from urban waters

in Northern-Northeastern China using excitation-emission matrix fluorescence

and parallel factor analysis. Environ. Sci. Pollut. Res.

Zuraini, A, MN. Somchit, MH Solihah., YM Goh, AK. Arifah., MS. Zakaria,

N. Somchit., MA. Rajion, A Zakaria., MS. Mat Jais, 2006. Fatty acid and

amino acid composition of three local Malaysian Channa spp. fish. Food

Chemistry 97:674–678.

Page 21: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

12 | A k u a k u l t u r U n t u k P a n g a n

Page 22: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 13

CHAPTER 2

BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG

Karakteristik perikanan keramba jaring apung

Metode produksi dan sistem keramba jaring apung tunggal telah

dipraktekkan oleh petani ikan di Indonesia, termasuk di danau Maninjau karena

alasan ekonomi. Ciri khas unit produksi terdiri dari rangka besi yang dilapisi

dengan bahan anti karat (cat besi), didukung dengan empat keramba jaring

apung (ukuran 5 x 5 x 3 m) yang dibangun menggunakan ukuran mesh 10 mm.

Unit-unit tersebut dikombinasikan dengan fasilitas lain (yaitu daya apung,

tempat pemberian makan, dan jalur kandang). Pelampung yang digunakan

adalah drum plastik dengan tipe cincin ganda, diameter tubuh 58 cm, tinggi total

93 cm, berat produk 8,6 kg, dan volume penuh 200 L. Warna pelampung

berwarna biru.

Sejak 2001, jumlah keramba jaring apung di danau Maninjau meningkat secara

eksponensial. Dalam lima tahun terakhir, itu meningkat sebanyak 90,14%. Ini

menunjukkan bahwa tumbuhnya minat budidaya di sistem produksi akuakultur

(Gambar 1). Jumlah keramba jaring apung di setiap rumah tangga petani ikan

berkisar antara 4 hingga 60 jaring. Mayoritas petani ikan memiliki keramba

jaring apung per rumah tangga (41,25%) adalah 20-40 petak, 27,08% adalah 41-

60 petak, 23,33% adalah 8-20 petak, dan 8,33% adalah 4-8 petak (Gambar 2).

Budidaya spesies ikan oleh petani ikan adalah nila, gurame, lele dan Patin.

Peneliti lain juga melaporkan bahwa tilapia (Oreochromis niloticus) adalah

spesies dominan yang dibudidayakan dalam keramba jaring apung (Mbowa et

al., 2017; Hasimuna et al., 2019). Ukuran keramba jaring apung di danau

Maninjau adalah 5 x 5 x 3 m (75 m3) per jaring. Sebaliknya, Opiyo et al. (2018)

melaporkan bahwa ukuran kandang akuakultur di lima distrik riparian di Kenya

berkisar antara 8 - 125 m3. Variasi ukuran kandang dapat dikaitkan dengan

perbedaan dalam sumber daya keuangan. Pembudidaya ikan yang memiliki

modal lebih banyak memiliki ukuran kandang yang besar, dan lebih

menguntungkan secara ekonomi.

Page 23: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

14 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Gambar 1. Jumlah keramba jaring apung tercatat pada tahun 2001 – 2019

Gambar 2. Pemilik KJA setiap rumah tangga perikanan (N=240)

Benih ikan

Di danau Maninjau sebagian besar petani ikan (77,91%) memperoleh bibit nila

dari perusahaan pembenihan, 20% dari pembenihan pribadi dan 2,08%

ditangkap dari danau (Gambar 3). Kegiatan pembenihan ikan nila biasanya

dilakukan di areal persawahan di sekitar danau Maninjau. Di Kecamatan

Tanjung Raya, luas sawah 2.430 ha. Diperkirakan 1.458 ha (60%) sawah telah

berubah menjadi daerah pembenihan ikan nila (Data BPS Statistik Kabupaten

Agam, 2018). Perubahan ini terjadi karena tingginya permintaan benih nila dari

petani ikan untuk dibudidayakan di keramba jaring apung. Selain itu,

permintaan benih nila berasal dari pembudidaya ikan di Kota Padang,

Page 24: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 15

Kabupaten Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Riau dan Provinsi

Jambi.

Gambar 3. Sumber benih ikan nila untuk budidaya ikan KJA

di danau Maninjau

Pada 2015, keramba apung telah tercatat sebanyak 16.608 jaring di danau

Maninjau (Syandri et al., 2016). Sementara, tahun 2019 tercatat sebanyak

17.563 jaring. Mayoritas keramba jaring apung (72,91%) digunakan untuk ikan

nila, 18,75% untuk ikan mas, 4,58% untuk ikan lele dumbo dan 3,75% untuk

ikan patin dan gurami (Gambar 4.). Kepadatan rata-rata tebar ikan nila di

keramba apung adalah 100 ekor / m3 (7.500 ekor / jaring), ikan mas 66 ekor / m

3

(5.000 ekor / jaring), ikan lele dumbo, patin adalah 133 ekor / m3 (10.000 ekor) /

jaring) dan ikan gurame sekitar 50 ekor/m3 (3.750 ekor/jaring). Total bibit pada

masing-masing spesies ikan berdasarkan jumlah keramba apung dan kepadatan

tebar disajikan pada Tabel 1.

Gambar 4. Jumlah RTP (%) yang membudidyakan ikan berdasarkan spesies

(N=240)

Page 25: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

16 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Tabel 1. Jumlah keramba jaring apung dan perkirakan total permintaan benih

untuk kegiatan akuakultur

Spesies Jumlah

KJA

(petak)

Rata-rata

padat

tebar

(ekor/m3)

Ukuran

KJA

(5 x5x3

m)

Perkiraan

kebutuhan

benih

(ekor)

Waktu

pemeliha

raan

(hari)

Permintaan

pasar

(g/ekor)

Nile 12,917 100 75 96.877.500 120 - 160 200 - 250

Majalaya 1,620 66 75 8.100.000 120 - 150 200 - 250

Lele 800 133 75 8.000.000 60 - 75 125 - 150

Patin &

Gurami

400 133 75 4.000.000 150 - 180 400 - 500

Di sisi lain, pasokan ikan mas, gurami dan ikan lele untuk budidaya keramba

apung dikumpulkan dari perusahaan swasta di Kecamatan Luak, Kabupaten

Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat. Sementara itu, benih lele Pangasius

dikumpulkan dari Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak lokasi mereka

masing-masing adalah 75 km dan 160 km dari danau Maninjau.

Mortalitas massal ikan nila berkisar antara 50% hingga 60% selama kegiatan

budidaya karena penurunan kualitas air, sehingga berdampak pada produktivitas

keramba jaring apung. Dalam beberapa tahun terakhir, para pembudidaya ikan

belum bisa memprediksi penyebab kematian massal ikan nila. Petani ikan

membudidayakan tiga spesies ikan seperti lele, patin dan gurai. Ketiga spesies

ini tahan terhadap kualitas air yang buruk. Ikan lele dan patin tidak diberi pakan

pelet komersial, dan hanya diberi makan ikan nila mati yang berasal dari

keramba jaring apung di daerah ini.

Pakan ikan

Petani ikan di danau Maninjau telah melakukan kegiatan budidaya selama 60

hingga 180 hari per siklus produksi untuk mencapai ukuran pasar (Tabel 1).

Sebagian besar petani ikan memberi makan ikan dua kali sehari pada pukul

09:00 hingga 10:00 dan 16:00 berdasarkan pada berat ikan hidup (3-5%).

Karakteristik pakan yang digunakan adalah pakan komersial terapung dan

terbenam. Temuan serupa dengan Thongprajukaew et al. (2017), yang

melaporkan bahwa ikan nila diberi makan dua kali sehari (06.00 dan 18.00),

dapat digunakan secara praktis dalam manajemen makanan. Menurut Prem dan

Tewari. (2020) memberi makan ikan dengan cara yang tidak tepat dapat menjadi

masalah bagi petani ikan di negara berkembang. Petani ikan menganggap bahwa

pemberian makanan secara manual lebih ekonomis daripada menggunakan

teknologi modern (mekanis). Selain itu, Mungkung et al. (2013) melaporkan

Page 26: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 17

bahwa FCR tinggi karena manajemen pemberian makanan yang buruk atau

kualitas air yang buruk. Chatvijitkul et al. (2017), menyatakan bahwa limbah

pakan terkait dengan FCR, sehingga mempengaruhi kualitas air. Oleh karena

itu, untuk memastikan bahwa pakan dikonsumsi secara optimal oleh ikan,

praktik manajemen pakan harus dilakukan dengan lebih baik.

Semua pakan yang digunakan untuk produksi perikanan budidaya di danau

Maninjau diperoleh dari perusahaan manufaktur pakan yang berlokasi di

Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Jumlah pasokan pakan saat ini ke

Kecamatan Tanjung Raya rata-rata 2.000 ton per bulan. Sebaliknya, pasokan

pakan ikan ke danau Kariba di Zambia berasal dari dua perusahaan berkisar

antara 50 - 100 ton per hari (Hasimuna et al., 2019). Pakan diangkut dengan

truk, jarak lokasi perusahaan pakan ke danau Maninjau adalah 650 km.

Penilaian kualitas pakan oleh petani ikan adalah 60% adalah kualitas terbaik,

30% adalah kualitas baik, sedangkan 10% menunjukkan bahwa agak buruk.

Pakan ikan komersial di danau Maninjau, biasanya mengandung 28 - 30%

protein kasar untuk ikan nila dan ikan mas, termasuk untuk ikan gurami. Tujuh

perusahaan yang memasok pakan ikan adalah Japfa Comfeed Indonesia Ltd,

Central Proteina Prima Ltd, Mabar Feed Indonesia Ltd, Malindo Feedmill Ltd,

Sinta Prima Feedmill Ltd, Universal Agri Bisnisindo Ltd dan Gargill Feed and

Nutrition Ltd (Gambar 5).

Gambar 5. Persentase pakan ikan yang dipasok oleh masing-masing perusahaan

ke danau Maninjau

Page 27: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

18 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Tantangan budidaya ikan keramba jaring apung

Tantangan pertama

Beberapa tantangan terjadi di danau Maninjau dan dapat menghambat

pengembangan akuakultur terutama ikan nila. Sebagian besar petani ikan

menghadapi tantangan kematian massal pada periode awal kegiatan budidaya

mereka. Kondisi ini memerlukan dukungan keuangan sebelum memulai

produksi lagi. Kemudian, kualitas airnya buruk dengan status hypereutrophic.

Menurut Ji et al. (2018) bahwa danau eutrofik didominasi oleh Cyanobacteria.

Cyanobacteria akan menghasilkan cyanotoxin (Burgos et al., 2018). Zhao et al.

(2006) melaporkan bahwa kematian massal ikan dikaitkan dengan racun dari

cyanobacteria. Sementara itu, tantangan utama budidaya ikan nila adalah

penyakit dari Streptococcus agalactiae yang menyebabkan kerugian besar bagi

petani nila di seluruh dunia (de Oliveira et al., 2018). Sedangkan, Nicholson et

al (2019) menyatakan bahwa TiLV ditemukan bersama dengan bakteri patogen

yang terkenal seperti Aeromonas spp.

Selain itu, negara lain telah melaporkan bahwa kematian ikan nila disebabkan

oleh infeksi virus yaitu Virus Danau Tilapia (TiLV) yang dapat menurunkan

produksi nila dan berpotensi menyebabkan dampak sosial ekonomi yang serius

(Hounmanou et al, 2018; Ferguson et al., 2014; Tsofack et al., 2017; Amal et

al., 2018; Mugimba et al., 2018)). Namun, belum ada penelitian tentang

kematian ikan nila oleh TiLV di danau Maninjau. Oleh karena itu, kematian

yang tinggi dari budidaya nila di keramba jaring apung merupakan tantangan

utama yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dan produksi ikan di danau

Maninjau.

Tantangan kedua

Harga pakan pelet komersial (Rp 12.000 / kg) juga dilaporkan merupakan

tantangan besar bagi budidaya ikan di danau Maninjau. Karena harga jual ikan

tidak sebanding dengan harga pakan. Ikan nila menjadi sasaran spesies dengan

harga pasar lokal (Rp 19.000 / kg) dan tingkat produksi lebih tinggi (sekitar

85% dari total produksi). Selain itu, harga ikan mas majalaya Rp 22.000 / kg,

ikan lele dumbo Rp 15.000 / kg dan ikan patin Rp 14.000 / kg, sedangkan ikan

gurami harga jual Rp 35.000/kg. Biaya pakan menyumbang sekitar 60% dari

biaya operasi dalam sistem akuakultur di danau Maninjau. Selain itu, sebagian

Page 28: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 19

besar dari mereka memiliki pengalaman tantangan dalam memperkirakan

jumlah pakan yang tepat untuk diberikan kepada ikan, sehingga nilai FCR

bervariasi antara 1,6 dan 1,8. Mirip dengan temuan Ali et al (2018) dan

Thongprajukaew et al (2017) yang menyatakan bahwa pakan merupakan input

paling signifikan dari biaya operasi dalam sistem akuakultur intensif, sehingga

pemberian pakan yang optimal tanpa limbah akan menentukan kelayakan

ekonomi dari sistem. Oleh karena itu, memberi makan ikan sesuai dengan

kebutuhan mereka dapat meningkatkan produktivitas, membantu mengurangi

kehilangan pakan dan menjaga lingkungan budidaya yang sesuai (Verdegem &

Bosma, 2009).

Sementara itu, beberapa tantangan penting dalam kegiatan budidaya ikan adalah

pencurian dan pemangsa seperti burung dan biawak (Hasimuna et al., 2019).

Namun, di danau Maninjau ditemukan bahwa pemangsa di atas tidak menjadi

tantangan bagi pembudidaya ikan Karena para petani ikan menjalankan kegiatan

budidaya mereka di sekitar tempat tinggal mereka.

Tantangan ketiga

Menurut peraturan pemerintah Kabupaten Agam Nomor 5/2014 tentang

pengelolaan danau Maninjau. Jumlah total keramba jaring apung yang diizinkan

untuk kegiatan budidaya adalah 6000 jaring. Jumlah jaring didasarkan pada

daya dukung akuakultur danau Maninjau. Dalam studi ini, peraturan pemerintah

di atas belum diterapkan oleh petani ikan. Mayoritas produsen akuakultur

(58,34%) menyatakan bahwa peraturan tersebut merupakan tantangan bagi

mereka untuk meningkatkan produksi dan pendapatan ikan. Sementara itu,

sangat sedikit kegiatan pertanian dapat dilakukan di darat karena lahannya

sempit, berbukit dan berbatu (data statistik BPS Kabupaten Agam). Namun,

David et al. (2015) menyatakan bahwa badan air harus digunakan secara

rasional berdasarkan daya dukung ekologis sehingga produksi akuakultur dapat

berkelanjutan. Misalnya, di sepanjang pantai Norwegia, peraturan pemerintah

telah diterapkan untuk menentukan distribusi spasial keramba salmon seperti

ukuran dan struktur kepemilikan keramba (Asche et al., 2009). Sementara itu, di

danau Victoria, Kariba, Malawi dan Taihu, petani ikan telah mematuhi

peraturan terbaik untuk mempromosikan budidaya berkelanjutan (Musinguzi et

al., 2019; Jamu et al., 2011; Jia et al., 2013).

Page 29: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

20 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Selain itu, kerusakan air yang terus berlanjut merupakan tantangan utama

pemerintah dalam upaya menyelamatkan danau Maninjau. Peneliti lain

menemukan bahwa kerusakan danau disebabkan oleh adanya komponen

nitrogen dan fosfor dalam badan air (David et al., 2015; Lindim et al., 2015).

Menurut Syandri et al. (2017), ketersediaan nitrogen, fosfor dan total bahan

organik dalam badan air secara signifikan lebih tinggi setelah kematian massal

ikan dan memiliki efek negatif pada kualitas air danau Maninjau. Kemudian,

pelepasan nutrisi dari kegiatan akuakultur kandang di lingkungan air tidak

hanya mempengaruhi kualitas air dan membawa konflik dengan banyak

pengguna, tetapi juga terutama memberikan efek umpan balik negatif dalam

operasi keramba apung sendiri (David et al., 2015; Lindim et al ., 2015; Du et

al., 2019; Ni et al., 2017).

Pada Tabel 2 menunjukkan masalah danau Maninjau. Kualitas air yang buruk,

mortalitas massa ikan dan hukum akuakultur yang tidak pasti adalah faktor

utama yang menyebabkan kerusakan air danau Maninjau. Variabel biofisik

seperti penyakit, polusi, dan kurangnya lingkungan yang sesuai (Jia et al., 2013;

Moura et al., 2016; Ni et al., 2017) termasuk politik, sosial dan partisipasi

masyarakat lokal adalah tantangan dominan untuk pengembangan akuakultur di

masa depan (Young et al., 2019; Holden et al., 2019; Weitzman, 2019; Senff et

al., 2018).

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi prospek untuk perluasan produksi

akuakultur di danau Maninjau

Hambatan Persentase (%)

Ikan mati secara besar-besaran 87.50

Harga pakan mahal 83.33

Harga ikan rendah 72.61

Kualitas air buruk 95.83

Regulasi pemerintah tidak mendukung 41.66

Tidak ada izin /belum ada peraturan 58.33

Pembayaran ikan yang dijual tidak

kontan

91.66

Page 30: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 21

Kesimpulan

Selama beberapa dekade, budidaya ikan keramba jaring apung di Danau

Maninjau telah mewakili proporsi terbesar dari total produksi perikanan

budidaya regional. Namun, itu tidak mampu menutupi kekurangan kebutuhan

ikan air tawar di Provinsi Sumatera Barat, termasuk Provinsi Riau dan Jambi.

Akhir-akhir ini, para pembudidaya ikan menghadapi tantangan seperti kondisi

kualitas air yang buruk, kematian massal nila Nil, biaya pakan yang tinggi,

penjualan ikan yang rendah, dan tidak dibayar tunai dari penjualan ikan. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa produksi budidaya keramba jaring apung memiliki

potensi besar di Danau Maninjau. Potensi ini dapat ditingkatkan berdasarkan

daya dukung akuakultur dengan memecahkan tantangan lain dalam budidaya

ikan. Selain itu, kami merekomendasikan bahwa budidaya ikan nila nila, ikan

mas, lele dumbo dan lele pangasius harus dimasukkan dalam inisiatif

perencanaan budidaya air tawar dengan mempertimbangkan faktor ekologis,

lingkungan, ekonomi, dan komunitas sosial lokal. Kebijakan ini memungkinkan

pemanfaatan danau Maninjau secara optimal untuk berbagai kegiatan seperti

pariwisata, pembangkit listrik tenaga air, dan kegiatan budidaya lainnya secara

berkelanjutan.

Daftar Pusataka

Ali. H., Rahman, M.M., Murshed-e-Jahan, K., Dhar, G.C., 2018. Production

economics of striped catfish (Pangasianodon hypophthalmus, Sauvage,

1878) farming under polyculture system in Bangladesh. Aquaculture 491,

281-390.

Amal, M.N.A., Koh, C.B., Nurliyana, M., Suhaiba,M., Nor-Amalina,Z.,

Shanta, S., Diyana Nadhirah, K.P., Yosuf, M.T., Ina-Salwany, M.Y., Zambri-

Saat, M., 2018. A case of natural co-infection of Tilapia Lake Virus

and Aeromonas veronii in a Malaysian red hybrid tilapia (Oreochromis

niloticus × O. mossambicus) farm experiencing high mortality. Aquaculture,

485: 12-16.

Aryani, N., Azrita, Mardiah, A., Syandri,H., 2017. Influence of feeding rate on

the growth, feed efficiency and carcass composition of the Giant gourami

(Osphronemus goramy). Pakistan Journal of Zoology, 49(5): 1775-1781.

DOI:

Page 31: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

22 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Asch, F., Roll, K.H. Tveteras, R., 2009. Economic inefficiency and

environmental impact: An application to aquaculture production. Journal of

Environmental Economics and Management 58:93-105.

https://doi.org/10.1016/j.jeem.2008.10.003

Burgos, M.J.G., Romero, J.L., Pulido,R.P., Molinos,A.C., Gálvez,A,. Lucas,

R., 2018. Analysis of potential risks from the bacterial communities

associated with air-contact surfaces from tilapia (Oreochromis niloticus) fish

farming. Environmental Research

CDSI, Central Data Statistic Indonesia, 2018. Ministry of Marine and Fisheries

Republic of Indonesia. Marine and Fisheries in Figures. Ministry of Marine

and Fisheries Republic of Indonesia (in Indonesian).

Chatvijitkul, S, Boyd, C. E..Davis, D. A , McNevin, A.A., 2017. Pollution

potential indicators for feed-based fish and shrimp culture. Aquaculture

477: 43-49.

Data BPS-statistics West Sumatera Province., 2018. Department of Marine and

Fisheries West Sumatera Province (in Indonesian). https://sumbar.bps.go.id/

Data BPS-Statistics Agam District, 2018. Agam District, West Sumatera

Province, Indonesia (in Indonesian).

David, G.S, Carvalho E.D., Lemos, D., Silveira, A.N., Dall'Aglio-Sobrinho, M.,

2015. Ecological carrying capacity for intensive Tilapia (Oreochromis

niloticus) cage aquaculture in a large hydroelectrical reservoir in

Southeastern Brazil. Aquacultural Engineering, 66:30-40.

De Oliveira, T.F., Queiroz, G.A., Teixeira, J.P., Figueiredo, H.C.P., Leal,

C.A.G., 2018. Recurrent Streptoccoccus agalactiae infection in Nile tilapia

(Oreochromis niloticus) treated with florfenicol. Aquaculture 493: 51-60.

Dong, H.T., Ataguba, G.A., Khunrae, P., Rattanarojpong, T., Senapin, S., 2017.

Evidence of TiLV infection in tilapia hatcheries from 2012 to 2017 reveals

probable global spread of the disease. Aquaculture 479, 579–583.

https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2017.06.035

Du, H., Chen, Z., Mao G., Chen, L., Crittenden, J., Li, R.Y.M., Chai, L., 2019.

Evaluation of eutrophication in freshwater lakes: A new non-equilibrium

statistical approach. Ecological Indicators, 102:686-692.

FAO, 2018. The state of world fisheries and aquaculture 2018: contributing to

food security and nutrition for all, Rome.

Page 32: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 23

Ferguson, H.W., Kabuusu, R., Beltran, S., Reyes, E., Lince, J.A., del Pozo, J.,

2014. Syncytial hepatitis of farmed tilapia, Oreochromis niloticus (L.): a case

report. Journal of Fish Diseases 37, 583–589.

Hasimuna, O.J., Maulu, S., Monde, C., Mweemba, M., 2019. Cage aquaculture

production in Zambia: Assessment of opportunities and challenges on Lake

Kariba, Siavonga district. Egyptian Journal of Aquatic Research, 45: 281-

285.

Henriksson, P.J.G., Tran, N., Mohan C.V., Chan, C.Y., Rodriguez, U-P., Suri,

S., Mateos, L.D., Utomo, N.B.P., Hall, S., Phillips, M.J., 2017. Indonesian

aquaculture futures evaluating environmental and socioeconomic potentials

and limitations. Journal of Cleaner Production, 162:1482-1490.

Holden, J.J., Collicutt, B., Covernton, G., Cox, K.D., Lancaster, D., Dudas, S.

E., Ban, N.C., Jacob, A.L., 2019. Synergies on the coast: Challenges facing

shellfish aquaculture development on the central and north coast of British

Columbia. Marine Policy, 101:108-117.

Hounmanou, Y.M.G., Mdegela, R.H, Dougnon, T.V., Achoh, M.E., Mhongole,

O.J., Agadjihouèdé, H., Gangbè, L., Dalsgaard, A., 2018. Tilapia lake virus

threatens tilapiines farming and food security: Socio-economic challenges

and preventive measures in Sub- Saharan Africa. Aquaculture 493: 123-129.

Jamu, D., Banda, M., Njaya, F., Hecky, R.E., 2011. Challenges to sustainable

management of the lakes of Malawi. Journal of Great Lakes Research, 37: 3-

14.

Ji, B., Qin, H., Guo,S., Chen, W., Zhang, X., Liang, J., 2018. Bacterial

communities of four adjacent fresh lakes at different trophic status.

Ecotoxicology and Environmental Safety 157:388-394.

Jia, P., Zhang, W., Liu, Q., 2013. Lake fisheries in China: Challenges and

opportunities. Fisheries Research, 140: 66-72. https://doi.org/10.1016/

j.fishres.2012.12.007.

Lindim, C., Becker, A., Grüneberg, B., Fische, H., 2015. Modelling the effects

of nutrient loads reduction and testing the N and P control paradigm in a

German shallow lake. Aquacultural Engineering, 82:418-457.

Mbowa, S., Odokonyero, T., Munyaho, A.T., 2017. Harnessing floating cage

technology to increase fish production in Uganda, Research Series No. 138.

Moura, R.S.T., Valenti, W.C., Henry-Silva, G.G., 2016. Sustainability of Nile

tilapia net-cage culture in a reservoir in a semi-arid region. Ecological

Indicators 66:574-582.

Page 33: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

24 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

Mungkung, R., Aubin, J., Prihadi, T.H., Slembrouck, J., van der Werf, H.M.G.,

Legendre, M., 2013. Life Cycle Assessment for environmentally sustainable

aquaculture management: a case study of combined aquaculture systems for

carp and tilapia. Journal of Cleaner Production, 47:249-256.

Mugimba, K.K., Chengula, A.A., Wamala, S., Mwega, E.D., Kasanga, C.J.,

Byarugaba, D.K., Mdegela, R.H., Tal, S., Bornstein, B., Dishon, A., Mutoloki,

S., David, L., Evensen, Ø., Munang’andu, H.M., 2018. Detection of tilapia lake

virus (TiLV) infection by PCR in farmed and wild Nile tilapia (Oreochromis

niloticus) from Lake Victoria. Journal of Fish Diseases, 1-9.

Musinguzi, L., Lugya, J., Rwezawula, P., Kamya, A., Nuwahereza, C., Halafo,

J., Kamondo, S., Njaya, F., Aura, C., Shoko, A.P., Osinde, R., Natugoza, V.,

Ogutu-Ohwayo, R., 2019. The extent of cage aquaculture, adherence to best

practices and reflections for sustainable aquaculture on African inland

waters. Journal of Great Lakes Research, in press.

Nicholson, P., Mon-on, N., Jaemwimol, P., Tattiyapong, P., Surachetpong,W.,

2019. Coinfection of tilapia lake virus and Aeromonas hydrophila

synergistically increased mortality and worsened the disease severity in

tilapia (Oreochromis spp.). Aquaculture Inpress.

Ni, Z., Wu, X., Li, L., Lv, Z., Zhang, Z., Hao, A., Iseri, Y., Kuba, T., Zhang, X.,

Wu, W-M., Li, C., 2017. Pollution control and in situ bioremediation for lake

aquaculture using an ecological dam. Journal of Cleaner Production, 172:

2256-2265.

Opiyo, M.A., Marijani, E., Muendo, P., Odede, R., Leschen, W., Charo-Karisa,

H., 2018.A review of aquaculture production and health management

practices of farmed fish in Kenya. Int. J. Vet. Sci. Med. 6, 141–148.

Pouil, S., Samsudin, R., Slembrouck, J., Sihabuddin, A., Sundari, G.,

Khazaidan, K., Kristanto, A.H., Pantjara, B., Caruso, D., 2019. Nutrient

budgets in a small-scale freshwater fish pond system in Indonesia.

Aquaculture 504: 267-274.

Prem, R and Tewari, V.K,. 2020. Development of human-powered fish feeding

machine for freshwater aquaculture farms of developing countries.

Aquacultural Engineering, 88:102028.

Rimmer, M.A., Sugama, K., Rakhmawati, D., Rofiq, R., Habgood, R.H., 2013.

A review and SWOT analysis of aquaculture development in Indonesia. Rev.

Aquac. 5, 255–279.

Page 34: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g | 25

The Agam Regency Government, West Sumatera Province, 2014. Regulation

Number 5 /2014 concerning Management of Lake Maninjau.

Senff, P., Partelow, S., Indriana, L. F., Buhari, N., Kunzmann, A., 2018.

Improving pond aquaculture production on Lombok, Indonesia.

Suhenda, N., Samsudin,R., Nugroho, E., 2010. Growth of green catfish

(Hemibagrus nemurus) fry in floating net cage feed by artificial food with

different protein content. Journal Iktiologi Indonesia, 10(1): 65-71 (in

Indonesian).

Sunarto, A., Kusrini, E., 2006. Mass mortality of Common carp (Cyprinus

carpio) in floating net cages Lake Toba of North Province. Media

Akuakultur, 1(1):13-17 (in Indonesian)

Syandri, H., Junaidi., Azrita., Yunus, T., 2014. State of aquatic resources

Maninjau Lake West Sumatra Province, Indonesia. J. Ecology and Env. Sci,

1 (5): 109-113.

Syandri, H., Azrita., Junaidi., Elfiondri., 2015. Social Status of the fish-farmers

of floating-net-cages in Lake Maninjau, Indonesia. Journal of Aquaculture

Research & Development, 7:1. DOI: 10.4172/2155-9546.1000391

Syandri, H, Azrita., Niagara., 2016. Trophic status and load capacity of water

pollution waste fish culture with floating net cages in Maninjau Lake,

Indonesia. Eco. Env. & Cons. 22 (1): 469-476.

Syandri, H., Azrita., Junaidi., Mardiah, A., 2017. Levels of available nitrogen-

phosphorus before and after fish mass mortality in Maninjau Lake of

Indonesia. J. Fish. Aquat. Sci., 12 (4): 191-196. DOI:

10.3923/jfas.2017.191.196

Syandri, H., Azrita., Mardiah, A., 2018. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in

Lake Maninjau, Indonesia. Asian J. Sci. Res, 11 (2): 287-294.

Tanjung, R.S., 2015. Mollusca of Lake Maninjau: Nutrition content and

economic potensial. Limnotek, 22(2): 118-128 (in Indonesian).

http://limnotek.or.id/index.php/limnotek/article/view/37

Tran, N., Rodriguez, U.P., Chan, C.Y., Phillips, M.J., Mohan, C.V., Henrikson,

P.J.G., Koeshendrajana, S., Suri, S., Hall, S., 2017. Indonesian aquaculture

futures: An analysis of fish supply and demand in Indonesia to 2030 and role

of aquaculture using the Asia Fish model. Marine Policy, 79: 25-32.

Thongprajukaew, K., Kovitvadhi, S., Kovitvadhi, U., Preprame, P., 2017.

Effects of feeding frequency on growth performance and digestive enzyme

Page 35: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

26 | B u d i d a y a I k a n K e r a m b a J a r i n g A p u n g

activity of sex-reversed Nile tilapia, Oreochromis niloticus (Linnaeus, 1758).

Agriculture and Natural Resources, 51(4): 292-298.

Tsofack, K.J.E., Zamostiano, R., Watted, S., Berkowitz, A., Rosenbluth, E.,

Mishra, N., Briese, T., Lipkin, W.I., Kabuusu, R.M., Ferguson, H., del

Pozo, J., Eldar, A., Bacharach, E., 2017. Detection of Tilapia Lake Virus in

Clinical Samples by Culturing and Nested Reverse Transcription-PCR.

Journal of Clinical Microbiology 55, 759–767.

Verdegem, M.C.J., Bosma, R.H., 2009. Water withdrawal for brackish and

inland aquaculture and options to produce more fish in ponds with present

water use. Water Policy 11, 52–68 Supplement 1.

Weitzman, J., 2019. Applying the ecosystem services concept to aquaculture: A

review of approaches, definitions, and uses. Ecosystem Services, 35:194-206.

Young, N., Brattland, C., Digiovanni, C., Hersoung, B., Johnsen, J.P., Karlsen,

K.M., Kvalvik I., Olofsson E., Siomonsen K., Solas, A-M., Thorarensen, H.,

2019 Limitations to growth: Social-ecological challenges to aquaculture

development in five wealthy nations. Marine Policy, 104:216-224.

Zhao, M., Xie, S., Zhu, X., Yang, Y., Gan, N., Song, L., 2006. Effect of dietary

cyanobacteria on growth and accumulation of microcystins in Nile tilapia

(Oreochromis niloticus). Aquaculture 261: 960 – 966.

Page 36: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 27

CHAPTER 3

PEMUATAN BEBAN LIMBAH DARI AKUAKULTUR

Pemuatan nitrogen dan phosphorus

Nitrogen (N) dan phosphorus (P) adalah elemen penting untuk sistem

kehidupan. Produksi N dan P dalam bentuk pupuk dan pakan ikan secara global

terus meningkat sebagai respons terhadap pertumbuhan populasi penduduk dan

peningkatan permintaan untuk tanaman pangan, tanaman non-pangan seperti

biofuel dan pakan ikan yang dibudidayakan di berbagai tipe perairan

(danau,waduk, sungai dan kolam). Aktifitas ini ini telah menyebabkan

penggunaan N dan P yang berlebihan di sejumlah sistem produksi pangan-

agribisnis di seluruh dunia, termasuk agribisnis perikanan budidaya di Indonesia

(Mungkung et al., 2013; Prathumchai et al, 2016; Syandri et al, 2018) .

Aktifitas budidaya ikan adalah salah satu sektor penghasil makanan yang

berasal dari hewani yang paling cepat berkembang, terhitung hampir separuh

dari total pasokan ikan untuk sumber pangan (FAO, 2014). Jika tidak ditangani

secara bijaksana, praktik budidaya ikan saat ini dapat memiliki dampak

lingkungan negatif yang dapat mengakibatkan eutrofikasi di badan air,

perubahan lanskap kawasan perairaan, dan perubahan dalam keanekaragaman

hayati (Tovar et al., 2000). Eutrofikasi adalah pertumbuhan berlebihan dan

akumulasi alga dan tanaman air lainnya sebagai respons terhadap peningkatan

input nutrisi. Hal ini diakui sebagai ancaman serius terhadap kualitas air dengan

mengurangi keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem akuatik berharga

lainnya (Seppälä et al., 2004; Smith, 2003; Tilman et al., 2001). Umumnya,

diasumsikan bahwa eutrofikasi sistem air tawar hanya dibatasi oleh P, dan

sistem air asin dibatasi oleh N. Konsep "membatasi gizi" telah digunakan untuk

menyederhanakan pemodelan, karena nutrisi lain biasanya hanya menjadi

terbatas dalam kondisi tertentu (Finnveden dan Potting, 1999). Meskipun

eutrofikasi akuatik menjadi perhatian dunia, metode LCIA untuk pemodelan

dampak eutrofikasi air dari N dan P masih langka.

Faktor ini juga menimbulkan kekhawatiran lainnya (misalnya berkembangnya

penyakit ikan dan tingkat eutrofik perairan). Untuk mengurangi dampak negatif

dari aktifitas budidaya ikan para peneliti telah memotivasi industri untuk

Page 37: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

28 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

mengeksplorasi sistem budidaya perairan berbasis lahan (RASs) sebagai

alternatif untuk mengurangi dampak dari budidaya ikan di kolam terbuka secara

tradisional dan sistem budidaya ikan di karamba jaring apung (Avenue and

Kong, 1995; Timmons dan Ebeling, 2007).

Dalam RAS, air dari tangki pemeliharaan ikan disirkulasikan melalui bioreaktor

yang mampu meningkatkan kualitas seperti sediakala dan digunakan kembali

dalam tangki budidaya untuk pertumbuhan ikan. Konsep ini memberikan

peningkatan kontrol atas kualitas air, performa ikan, biosekuriti dan penggunaan

energi (Ebeling, 2000; Timmons dan Ebeling, 2007; Tal et al., 2009). Di RAS,

pakan ikan sebenarnya adalah satu-satunya sumber padatan karbon dan nitrogen

yang merupakan sumber utama pencemaran. Diperkirakan bahwa menurut

beratnya, jumlah padatan yang dihasilkan dalam sistem RAS adalah sekitar 30

hingga 60% dari pakan ikan yang digunakan (Chen et al., 1994).

Limbah padat terutama terdiri dari hasil ekskresi ikan dan dalam jumlah

persentase kecil dari pakan yang tidak dimakan. Fraksi organik berkisar antara

50 hingga 92% dan biasanya mengandung total padatan yang rendah berkisar

antara 1,5-3% dalam efluen (Mirzoyan et al., 2008). Bahan padat dan lumpur

RAS biasanya dihilangkan dengan sedimentasi atau filtrasi fisik (Chen et al.,

1994; Timmons dan Ebeling, 2007). Sementara air tawar dari hasil RAS dapat

digunakan sebagai pupuk, penggunaan lumpur RAS saline sangat terbatas (jika

sama sekali), karena salinitasnya yang tinggi (Sharrer et al., 2007). Saat ini,

pembuangan lumpur dari sebagian besar RAS dilakukan di luar lokasi

(Piedrahita, 2003), tetapi memerlukan volume air yang tinggi dan merupakan

sumber pencemaran yang potensial.

Danau Maninjau tergolong tecto-vulkanik dengan luas permukaan air 99.5 km2,

berada pada elevasi 463 m.dpl (Apip et al., 2003). Merupakan satu dari lima

belas danau perioritas yang sangat penting diselamatkan di Indonesia (KLH,

2012). Danau ini dijadikan sebagai kawasan strategis Provinsi Sumatera Barat.

Berperan penting sebagai tempat dinasti wisata, pembangkit listrik tenaga air

(PLTA), aktivitas budidaya ikan dengan keramba jaring apung (KJA), serta

kawasan konservasi plasma nutfah ikan lokal endemik (Syandri et al, 2016a;

Syandri et al, 2016b).

Air danau Maninjau dengan volume 10,33 milyar m3 (Apip et al., 2003), saat ini

sudah tercemar berat, berbusa dan bau busuk, kecerahan hanya 1,2 meter

sehingga tidak layak digunakan untuk kehidupan manusia dan biota danau

Page 38: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 29

(Syandri et al, 2017), biota danau (ikan) tercemar logam berat (Syandri et al.,

2015a). 93,45% beban pencemaran air danau berasal dari limbah budidaya ikan

KJA (Syandri et al., 2016b). Total KJA tahun 2011 (15.000 unit), 2012 (15.860

unit), 2014 (16.580 unit), dan 2015 (20.608 unit) (Junaidi et al., 2014; Syandri

et al., 2015). Daya dukung danau Maninjau terhadap produksi ikan KJA adalah

15.432,90 ton/tahun, setara dengan 8.230 petak KJA (Syandri et al., 2016).

Berdasarkan data di atas, pemanfaatan danau Maninjau untuk budidaya ikan

dengan KJA telah melebihi daya dukung danau (Syandri et al, 2016b).

Akibatnya telah terakumulasi limbah budidaya ikan KJA dalam bentuk sedimen

di dasar danau sebanyak 111.889,94 ton (Junaidi et al., 2014). Limbah KJA

terdiri senyawa nitrogen (N) dan phosphorus (P) (Gondwe et al., 2011; Abou et

al., 2012; Koçer et al., 2013; Kawasaki et al, 2016; Yang et al, 2017). Menurut

Syandri et al (2017a) setiap ton produksi ikan nila dari KJA menghasilkan N

dan P masing-masing sebesar 50,14±8,34 kg dan 12,86±1,74 kg. Asir dan

Pulatsu (2008) menyatakan bahwa setiap ton produksi budidaya ikan Rainbow

trout menghasilkan limbah N dan P masing-masing 25.97 kg dan 62.92 kg.

Bagaimana polutan (N dan P) masuk ke air?

Mirip dengan mahluk hidup lainnya, hewan akuatik memiliki kebutuhan nutrisi

spesifik. Oleh karena itu, pakan yang diformulasikan dengan gizi seimbang atau

makanan alami baik dalam bentuk segar atau beku digunakan dalam budidaya.

Pembentukan limbah tidak dapat dihindari dalam memberi makan hewan, yang

bahkan lebih jelas dalam budidaya. Dengan demikian, pencemaran lingkungan

budidaya dimulai dengan praktik pemberian pakan. Secara umum, pakan untuk

budidaya ikan diproduksi menggunakan bahan yang tidak digunakan atau

memiliki lebih sedikit permintaan untuk konsumsi manusia (Xu et al., 2007).

Konsep di balik pengumpanan artifisial adalah mengubah bahan pakan bernilai

rendah, sebagian besar bahan nabati dan produk sampingan ikan, menjadi ikan

yang sangat mudah menguap (Tovar et al., 2000) atau lebih disukai protein

hewani. Efisiensi konversi ini tidak hanya penting secara ekonomi tetapi juga

dari sudut pandang pemborosan.

Limbah akuakultur termasuk pakan yang dimakan, limbah metabolik, kotoran,

dan residu obat yang digunakan (Tovar et al., 2000; Wu., 1995). Sebagai pakan

ikan biasanya kaya makro dan mikronutrien (protein, lipid, karbohidrat, vitamin,

mineral, dan beberapa pigmen), limbah yang berasal dari diet juga mengandung

Page 39: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

30 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

tingkat tertentu dari nutrisi sebelumnya (Fernandes., 2003; Piedrahita., 2003;

Sugiura et al., 2006). Pakan yang dimakan dan tinja terakumulasi sebagai bahan

organik, sementara produk ekskretori anorganik, terutama amonia / amonium

dan sebagian urea, bikarbonat, dan fosfat masuk ke air dalam bentuk terlarut. Qi

et al (2019) mendeskripsikan model N dan P dari pakan non formulasi dengan

pakan formulasi masuk ke badan air (Gambar 1).

Gambar 1. Model nitrogen dan fosfor (kg [ton diproduksi × tahun] −1

) untuk

sistem kandang menggunakan pakan ikan rucah (A dan B) dan untuk sistem

kandang menggunakan pakan formulasi (C dan D) di Teluk Daya China Selatan.

DIN dan DIP untuk N dan P anorganik terlarut; DON dan DOP masing-masing

untuk N dan P organik terlarut; PON dan POP masing-masing untuk partikel

organik N dan P.

Selanjutnya Qi et al. (2019) melaporkan jumlah tahunan N dan P yang

dilepaskan dari budidaya ikan adalah 205,6 ton N dan 39,2 ton P, termasuk

142,7 ton nitrogen anorganik terlarut (DIN) dan 15,1 ton fosfor anorganik

terlarut (DIP). Di antara sumber nutrisi yang dianalisis, kontribusi DIN dan DIP

dari budidaya ikan masing-masing adalah 7,0% dan 2,7%. Untuk keramba yang

mengonsumsi pakan rucah secara konvensional, 142 kg N dan 26 kg P

Page 40: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 31

dilepaskan ke lingkungan per ton produksi ikan, jauh lebih tinggi daripada nilai

(72 kg N dan 17,3 kg P) untuk keramba menggunakan pakan yang

diformulasikan. Pada budidaya ikan, nutrisi terlarut lebih kaya N, tetapi nutrisi

partikulat lebih kaya P. Rasio N dan P yang dilepaskan dari keramba adalah

21:1, lebih tinggi dari rasio air laut pantai (27:1), ini menunjukkan bahwa

akuakultur dengan keramba juga dapat berdampak pada bentuk nutrisi lokal di

sekitar wilayah perikanan. Budidaya tiram dan panen menghilangkan 126,3 ton

N dan 35,1 ton P dari teluk. Mengganti ikan rucah dengan pakan yang

diformulasikan dan membudidayakan bersama spesies yang dapat

mengekstraksi nutrisi (mis., bivalvia, makroalga) dan spesies yang memberi

makan deposit (mis., teripang) di zona budidaya ikan dapat menjadi strategi

mitigasi nutrisi yang efisien.

Menurut literatur yang diterbitkan, pemuatan gizi yang timbul dari makanan dan

makan ikan dapat secara luas dibagi menjadi faktor-faktor yang tercantum di

bawah ini. Entah faktor tunggal atau kombinasi faktor akan menentukan output

limbah dari sistem tertentu:

1. Penggunaan tepung ikan yang tinggi di dalam ransum pakan;

2. Penggunaan pakan yang melebihi persyaratan nutrisi ikan atau

ketidakseimbangan nutrisi;

3. Kualitas pakan yang buruk (stabilitas yang buruk dan daya larut pelet

pakan yang tinggi dalam air);

4. Praktek pemberian makan yang tidak sesuai;

5. Penggunaan diet yang tidak menyeimbangkan rasio energi protein (P /

E);

6. Penggunaan pakan dengan bahan dengan daya cerna rendah;

7. Penggunaan ikan rucah sebagai makanan dalam budidaya ikan karamba

jaring apung;

8. Penggunaan produk sampingan berbiaya rendah untuk pakan tambahan /

penggunaan sintetis atau pupuk organik untuk meningkatkan

produktivitas budidaya ikan.

Karena pakan ikan kaya nitrogen dan fosfor, jumlah N dan P yang signifikan

akan masuk ke dalam air melalui pakan yang dimakan dan feces ikan.

Kandungan nitrogen protein bervariasi dari 13% hingga 19%, dan protein

hewani mengandung sekitar 16% nitrogen. Jika kandungan protein dari tepung

ikan diperkirakan sebesar 65%, maka jumlah N dalam 1 kg tepung ikan dapat

diprediksi sebanyak 130 g. Efisiensi retensi nitrogen dari banyak spesies ikan

Page 41: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

32 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

dapat diperkirakan sebesar 30%. Oleh karena itu, setiap kilogram pakan ikan

yang diberikan kepada ikan akan melepaskan setidaknya 70 g nitrogen ke

lingkungan. Selanjutnya, kebutuhan fosfor minimal ikan umumnya dilampaui

ketika menggunakan tepung ikan (atau pakan dengan kadar abu yang tinggi)

sebagai sumber protein utama dalam pakan. Fosfor dalam tepung ikan terutama

dikaitkan dengan jaringan keras yaitu tulang dan sisik, dan memiliki daya cerna

yang baik untuk sebagian besar spesies. Namun, penggunaan persentase tinggi

tepung ikan dalam pakan yang melampaui kebutuhan minimal, merupakan salah

satu faktor potensial yang berkontribusi terhadap pembebanan kelebihan nutrisi

dari budidaya ikan di karamba jaring apung.

Memberi makan hewan adalah suatu ilmu da teknologi yang perlu dikuasai

untuk memaksimalkan keuntungan ekonomi dan meminimalkan pemborosan.

Memberi makan hewan akuatik tidak sebanding dengan pakan hewan darat

karena jauh lebih sulit. Ikan hidup di lingkungan akuatik di mana kelarutan

pakan sangat tinggi. Setelah diberikan pakan untuk ikan, sulit memprediksi

apakah pakan tersebut dimakan oleh ikan atau terbuang ke badan air. Pakan

dapat langsung masuk ke lingkungan ketika tidak dimakan oleh ikan atau hanya

karena makan berlebih dan terakumulasi di badan air. Hal ini sangat serius

dalam budidaya ikan karamba jaring apung dan karamba tancap ketika unit

budidaya ikan dilaksanakan dalam lingkungan perairan terbuka.

Rasio konversi pakan (FCR) adalah kriteria yang biasanya digunakan untuk

mengevaluasi pemanfaatan pakan pada usaha budidaya ikan. FCR memberikan

gagasan tentang berapa banyak unit pakan yang diperlukan untuk menghasilkan

unit biomassa organisme budidaya. Semakin tinggi FCR, semakin banyak pakan

diperlukan untuk menghasilkan satu unit ikan. Secara umum, FCR paling baik

dievaluasi pada kepadatan nutrisi yang sama karena FCR berbanding terbalik

dengan kepadatan nutrisi dari pakan. Misalnya, protein rendah, FCR tinggi.

Dalam hal apapun, ini juga dipengaruhi oleh daya cerna dan keseimbangan

nutrisi pakan. Karena jenis-jenis pakan dan praktik manajemen bervariasi pada

lingkungan tertentu, FCR dapat bervariasi menurut wilayah tetapi seringkali

sangat mirip dalam spesies. FCR terutama merupakan istilah ekonomi serta

indikasi pemuatan karbon. Sebaliknya semakin tinggi FCR maka nilai efisiensi

pakan semakin rendah (Tabel 1).

Page 42: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 33

Page 43: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

34 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari ikan mati massal

Senyawa N dan P yang berasal dari ikan mati massal telah menyebabkan

bencana kerusakan air dan biota danau Maninjau, seperti dipresentasikan pada

Tabel 2 dan 3 (Syandri et al., 2017), selain itu telah menimbulkan efek

blooming phytoplankton (Syandri et al, 2020), sebagaimana juga terjadi di

danau lain di seantaro dunia (Horppila et al, 2017; Li et al., 2016; Ho and Anna,

2017), yang dapat menghasilkan racun, bau busuk dan membuat airnya tidak

bisa digunakan untuk aktivitas rekreasi (Azevedo et al., 2015), sehingga

menimbulkan kerugian secara ekonomi (das Neves Almeida et al., 2017). Selain

itu, pengaruh eutrofikasi dapat menyebabkan ikan mati dan pada akhirnya dapat

menyebabkan pengurangan keanekaragaman hayati (Lapointe et al., 2015).

Tragedi yang terjadi pada usaha budidaya ikan KJA di danau Maninjau adalah

kematian ikan di KJA secara besar-besaran sejak tahun 1997-2015 sebanyak

17.643 ton dengan nilai kerugian sebesar Rp 212,175 milyar (Syandri et al,

2016). Pada bulan Agustus dan September 2016 kembali terjadi tragedi

kematian ikan KJA secara massal sebanyak 600 ton. Semua bangkai ikan

tenggelam ke dasar danau sehingga berdampak buruk terhadap kualitas air, bau

busuk, termasuk dampak ekonomi dan sosial masyarakat (Syandri et al, 2017).

Menurut Motallebi et al, (2017) program penyelamatan pencemaran air akibat

pembebanan bahan nutrisi organik sangat penting dilakukan di danau, waduk

dan sungai, termasuk di danau Maninjau (Syandri et al, 2017).

Tabel 2. Level nitrogen (N) dan phosphorus (P) di permukaan air danau

Maninjau sebelum dan sesudah ikan mati massal (Syandri, Azrita, A.

Mardiah, 2017)

Stations N (mg L⁻¹) P (mg L⁻¹)

February 2016 February 2017 February 2016 February 2017

Muko-Muko 0.85±0.015aA*

1.83±0.015aB

0.16±0.015aA

0.91±0.010aB

Pasa 1.16±0.025bA

2.15±0.025bB

0.23±0.030bA

0.72±0.010bB

Pandan 0.71±0.015cA

2.09±0.020cB

0.14±0.015cA

0.50±0.020cB

Sungai

Tampang

1.13±0.030dA

1.95±0.020dB

0.53±0.020dA

0.74±0.010dB

Air sampel pada kedalaman 0.10 m

Data dipresentasi rata-rata (±SD) dari tiga kali ulangan

Februari 2016 sebelum ikan karamba jaring apung (KJA) mati massal, Februari

2017 setelah ikan KJA mati massal

Page 44: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 35

Tabel 3. Level nitrogen (N) and phosphorus (P) pada air di bawah KJA di danau

Maninjau sebelum dan setelah ikan mati massal (Syandri et al, 2017).

Stations

N (mg L⁻¹) P (mg L⁻¹)

February

2016

February

2017

February

2016

February

2017

Muko-

Muko

0.96±0.017aA*

2.11±0.035aB

0.36±0.015aA

0.72±0.010bB

Pasa 1.23±0.015bA

2.30±0.020bB

0.37±0.030bA

0.97±0.010bB

Pandan 0.90±0.010cA

2.60±0.030cB

0.34±0.015cA

0.81±0.020bB

Sungai

Tampang

1.43±0.010dA

2.41±0.025dB

0.63±0.020dA

0.85±0.010aB

Surface water samples were taken at a depth of 30 m

Data are presented as the mean (±SD) of triplicate samples.

Februari 2016 sebelum ikan karamba jaring apung (KJA) mati massal, Februari

2017 setelah ikan KJA mati massal

Total KJA, kebutuhan pakan, total produksi ikan, total N dan P yang dilepaskan

ke badan air dari produksi ikan dan dari pakan yang konsumsi ikan dari tahun

2017 - 2022 dipresentasikan pada Tabel 4.

Tabel 4.Estimasi total KJA, pakan, produksi ikan, total N dan P yang dilepaskan

ke badan air Tahun KJA

Produktif

(petak)

Kebutuh

an Pakan

(ton)

Produksi

ikan

(ton)

Total N yang

dilepas ke

badan air dari produksi ikan

(ton)

Total P yang

dilepaskan ke

badan air dari produksi ikan

(ton)

Total N yang

dilepas ke

badan air dari pakan yang

dikonsumsi

(ton)

Total P

yang

dilepas ke badan air

dari pakan

yang dikonsumsi

(ton) 2017 21.594,00 52.019 34.640,90 1.710,59 693,28 1124,24 287,04

2018 22.805,00 54.926 36.578,60 1.804,15 732,05 1284,48 327,96

2019 24.016,00 57.833 38.516,30 1.897,72 770,84 1358,12 346,76

2020 25.228,00 60.740 40.454,00 1.991,28 809,62 1380,38 352,45

2021 26.439,00 63.647 42.391,70 2.084,84 848,40 1419,78 362,51

2022 27.650,00 65.740 44.329,40 2.178,41 887,18 1.764,66 450,56

Estimasi total nitrogen (N) dan phosphorus (P) yang akan dilepaskan ke badan

air danau Maninjau dari produksi ikan dari tahun 2017 – 2022 akan terus

meningkat. Hubungannya sangat kuat jika dihubungkan dengan produksi ikan

Page 45: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

36 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

(R2) masing-masing adalah 0,79 dan 0,84. Selanjutnya dari pakan yang

dikonsumsi oleh ikan maka diestimasi total N dan P yang akan dilepaskan ke

badan air danau Maninjau setiap tahun juga meningkat. Hubungan sangat kuat

(R2) masing-masing adalah 0.98

Total N dan P di perairan danau Maninjau yang berasal dari operasional

budidaya ikan KJA lebih dominan jika dibandingkan dengan aktifitas lainnya.

Peningkatan muatan N dan P sebagai sumber bahan pencemaran ke badan air

danau dapat disebabkan oleh aktifitas budidaya ikan karamba jaring apung

(Junaidi et al, 2015; Syandri et al, 2016).

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari spesies ikan berbeda

Kegiatan perikanan, khususnya akuakultur, adalah salah satu masalah

lingkungan utama yang menyebabkan polusi air karena tingginya tingkat nutrisi

dan padatan tersuspensi yang terkandung dalam limbah cairan (Paez-Osuna,

2001; Rosa et al., 2013). Budidaya ikan menghasilkan limbah yang berasal

pemborosan pakan, ekskresi ikan, antibiotik, dan oksigen terlarut rendah yang

menghasilkan efek yang tidak diinginkan pada populasi ikan-ikan liar yang

hidup disekitar areal budidaya (Syandri et al, 2016), termasuk ikan yang mati

secara besar-besaran (Syandri et al, 2017). Ini termasuk efek potensial yang

dapat menimbulkan penyakit kepada ikan budidaya dan ikan – ikan liar, di

samping efek negatif lainnya pada ekosistem perairan. Dampak lingkungan

global dari budidaya ikan sistem karamba jaring apung telah dilaporkan dalam

banyak penelitian; misalnya dari Jepang (Islam, 2005), Kanada (Wu, 1995),

Hong Kong (McGhie et al., 2000), Cina (Herbeck et al., 2013), Sri Lanka

(Herath dan Satoh, 2015) dan Spanyol (Rabasso dan Hern, 2015), tidak

terkecuali di Indonesia (Syandri et al, 2014; Syandri et al, 2016, Mungkung et

al, 2013). Fosfor juga merupakan salah satu polutan utama yang berkaitan

dengan dampak yang disebutkan di atas yang disebabkan oleh budidaya ikan

keramba jaring apung di perairan danau (Syandri et al., 2018, Syandri et al,

2020).

Hasil budidaya ikan di karamba jaring apung meliputi parameter pertumbuhan,

FCR, mortalitas dan analisis kimia dari masing-masing pakan dan spesies ikan

disajikan pada Tabel 5. Perbedaan spesies ikan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap bobot akhir rata-rata dari ikan, FCR dan mortalitas.

Kandungan N dan P dari pakan masing-masing adalah 5,52±0,29% dan

Page 46: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 37

1,41±0,03%. Kandungan N dan P dari masing-masing jenis ikan disajikan pada

Tabel 5. Variasi bulanan dalam parameter kualitas air di danau Maninjau seperti

yang ditunjukkan pada Tabel 5. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

kecerahan air, suhu air, oksigen terlarut, pH, alkalinitas atau nilai kesadahan

selama bulan Maret, April, Mei dan Juni 2017 (Tabel 6).

Tabel 5. Hasil parameter pertumbuhan dan analisis kimia spesies ikan yang

berbeda (Sumber: Syandri et al, 2018)

Parameters Spesies

T₁ T₂ T₃ T₄

Rata-rata berat awal (g) 56.79±1.77 53.08±1.60 55.33±1.14 51.18±1.59

Rata-rata berat akhir (g) 182.45±2.00a 175.10± 2.30b 148.55±7.53c 233.30±7.51d

Feed conversion ratio 1.44±0.02a 1.55±0.03b 1.69±0.03c 1.13±0.10d

Tingkat kematian (%) 12.46±0.93a 10.92 ± 0.36b 8.18±0.28c 5.20±0.30d

Kadar N pada ikan (%) 4.17±0.05 3.55 ± 0.05 4.59±0.07 4.13±0.04

Kadar P pada ikan (%) 0.20±0.02 0.18 ± 0.02 0.13±0.03 0.29±0.02

Kadar N pada pakan (%) 5.52±0.29 5.52±0.29 5.52±0.29 5.52±0.29

Kadar P pada ikan (%) 1.41±0.03 1.41±0.03 1.41±0.03 1.41±0.03

*Values in the same row with a different superscript are significantly different

(p<0.05), T₁: C.carpio, T₂: O.niloticus, T₃: O.goramy, T₄: C.gariepinus

Beban N dan P dari budidaya ikan karamba jaring apung diperkirakan sesuai

dengan metode yang dijelaskan oleh Ackefors dan Enell (1990). Parameter

berikut dianalisis sesuai dengan rumus di bawah ini:

N load (kg N) = [(Feed x FeedN) - (Fish x FishN)]

P load (kg P) = [(Feed x FeedP) - (Fish x FishP)]

Keterangan: feed = adalah total pakan yang digunakan selama percobaan,

dan Fish = adalah berat basah ikan yang diproduksi per panen. FeedN = adalah

kadar N dari feed, dan FeedP = adalah kadar P dari pakan yang dinyatakan

sebagai persentase berat kering. FishN = adalah kadar N pada daging ikan, dan

FishP = adalah kadar P dari dari daging ikan yang dinyatakan sebagai

persentase berat basah.

Beban N dan P dari produksi 1 ton ikan = (total pakan yang digunakan selama

percobaan x FCR) x (kadar N atau P pakan) - (1 ton ikan x kadar N atau P pada

ikan). Beban N dan P dari 1 ton pakan yang dikonsumsi = [(pakan 1 ton x kadar

N atau P pakan)) x(FCR)]

Page 47: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

38 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

Keseimbangan massa kandungan N dan P untuk empat spesies ikan disajikan

pada Tabel 7. Perkiraan beban untuk N dan P dari produksi satu ton ikan pada

T₁ (37,93 ± 2,59 kg untuk N dan 18,30 ± 0,12 kg untuk P), T₂ (49,90 ± 5,17 kg

untuk N dan 20,01 ± 0,99 kg untuk P), T₃ (45,90 ± 4,18 kg untuk N dan 22,60 ±

0,80 kg untuk P) dan T₄ (20,35 ± 4,12 kg untuk N dan 13,93 ± 1,47 kg untuk P)

(Gambar 2). Perkiraan untuk N dan P beban dari satu ton konsumsi pakan pada

T₁ (38,26 ± 2,55 kg untuk N dan 11,45 ± 2,43 kg untuk P), T₂ (35,68 ± 1,69 kg

untuk N dan 9,11 ± 0,21 kg untuk P), T₃ (32,12 ± 0,39 kg untuk N dan 8,34 ±

0,04 kg untuk P) dan T₄ (48,99 ± 2,35 kg untuk N dan 12,51 ± 0,30 kg untuk P)

(Gambar 3).

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis beban N dan P yang dilepaskan

oleh karamba jaring apung di danau Maninjau. Hasil kami menunjukkan bahwa

spesies T₄ memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan

T1, T₂ dan T₃. Perbedaan dalam tingkat pertumbuhan mungkin karena tingkat

pertumbuhan spesifik dari masing-masing spesies ikan. Tingkat pertumbuhan

spesifik (SGR,% d⁻¹) untuk T₁, T₂, T₃ dan T₄ digunakan dengan laju pemberian

4% masing-masing adalah 1,16, 1,19, 0,98 dan 1,52. Sejumlah penelitian di

tempat lain menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan spesifik (SGR) dari setiap

spesies ikan berbeda. SGR (% d⁻¹) adalah 1,63 untuk Cyprinus carpio (Ackefors

and Enell, 1990), 2,14 untuk Oreochromis niloticus (Ahmed, et al, 2013), 2,47

untuk Clarias gariepinus (Skov et a, 2017), dan 1,66 untuk Osphronemus

goramy (Aryani et al, 2017).

Page 48: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 39

Tabel 6.Variasi physicochemical parameter kualitas air di danau Maninjau

(Syandri et al, 2018) March 2017 April 2017 May 2017 June 2017

Water transparency (m)

Mean 1.96ª 1.98ª 1.99ª 1.91ª

Standard deviation 0.14 0.07 0.10 0.10

Median 1.85 1.98 2.01 1.94

Min-Max 1.80-2.10 1.90-2.08 1.85-2.10 1.90-2.00

Temperature (oC)

Mean 28.20ª 27.20ª 27.00ª 27.00ª

Standard deviation 0.83 0.83 28.00 1.22

Median 28.00 27.00 0.70 27.00

Min-Max 27.00-29.00 26.00-28.00 27.00-29.00 26.00-29.00

Dissolved oxygen (mg L⁻¹)

Mean 6.21ª 5.78ᵇ 6.11ª 6.00ª

Standard deviation 0.12 0.44 0.05 0.04

Median 6.24 5.44 6.13 5.96

Min-Max 6.00-6.31 5.40-6.24 6.03-6.13 5.96-6.05

pH

Mean 7.67ª 7.45ª 7.41ª 7.68ª

Standard deviation 0.05 0.32 0.35 0.07

Median 7.69 7.65 7.51 7.67

Min-Max 7.62-7.76 7.08-7.71 6.90-7.68 7.62-7.79

Alkalinity (mg L⁻¹)

Mean 83.79ª 78.30ᵇ 79.12 79.88ª

Standard deviation 4.37 1.48 2.44 5.14

Median 80.70 78.50 77.97 83.74

Min-Max 80.51-88.90 76.00-80.00 76.68-82.00 76.15-84.34

Hardness (mg L⁻¹)

Mean 64.84ª 65.28ª 70.64ª 70.20ª

Standard deviation 3.31 2.10 5.93 5.95

Median 67.00 66.50 73.71 68.70

Min-Max 61.64-68.50 62.80-67.01 63.83-74.91 64.59-79.30

Page 49: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

40 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

`

Page 50: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 41

Gambar 2: Beban nitrogen dan phosphorus dari produksi setiap ton ikan

budidaya keramba jaring apung di danau Maninjau

Gambar 3: Beban nitrogen dan phosphorus dari setiap ton ikan pakan yang

dikonsumsi oleh ikan budidaya keramba jaring apung di danau

Maninjau.

Dalam penelitian kami, kualitas air di setiap jaring apung selama bulan Maret,

April, Mei dan Juni tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Pertumbuhan spesies ikan tidak hanya tergantung pada kualitas air (Aryani et al,

2017; Mukai dan Lim, 2011; Masiha et al, 2013; Asuwaju et al, 2014; Paray et

al, 2015), tetapi juga pada spesies ikan (Milstein et al, 2008; Medeiros et al,

2017). Meskipun masing-masing spesies ikan menggunakan jenis pakan

terbenam dengan tingkat pemberian pakan 4%, rasio konversi pakan (FCR)

untuk setiap spesies berbeda secara signifikan (Tabel 5). FCR biasanya

digunakan untuk memperkirakan efisiensi mengubah pakan menjadi massa

Page 51: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

42 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

tubuh. Dalam penelitian ini, nilai FCR terendah diperoleh pada T₄ (1,13),

sedangkan yang tertinggi pada T₃ (1,69).

Perbedaan antara nilai FCR disebabkan oleh perbedaan spesies ikan (T₁, T₂, T₃

dan T₄) dan kemungkinan juga oleh kebiasaan makanan. Sebaliknya, nilai FCR

yang lebih rendah menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan pakan lebih baik.

Nilai FCR yang kurang dari 2.0 atau sangat dekat dengan 2.0 dianggap "bagus"

dalam industri akuakultur (Bag et al, 2016). Sebaliknya, FCR untuk ikan nila

pada karamba jaring apung di danau Malawi adalah antara 2,1 dan 3,9, dan nilai

FCR cenderung lebih tinggi dalam siklus produksi baru-baru ini. Siklus

produksi selama periode penelitian rata-rata (± SE), selama 376 ± 9 hari

(Gondwe et al, 2011).

Dampak lingkungan negatif dari operasi akuakultur karamba jaring apung telah

dilaporkan di banyak bagian dunia (Avadi et al, 2015; David et al, 2015;

Tsagaraki, et al, 2011)). Dalam penelitian ini, perbedaan spesies ikan memiliki

efek yang signifikan pada keseimbangan massa N dan P (Tabel 6). Retensi N

dan P (kg) secara signifikan lebih tinggi dalam T₄ dibandingkan dengan T₁,

diikuti oleh T₃ dan T₂, sementara N dan P load (kg) secara signifikan lebih

tinggi untuk T₂ dibandingkan dengan T₁, T₃ dan T₄. Meskipun umpan yang

sama diterapkan pada rasio yang sama, keseimbangan massa N dan P berbeda

secara signifikan di antara semua spesies ikan. Alasan untuk perbedaan ini

mungkin karena perbedaan FCR untuk setiap spesies dan ada perbedaan yang

kurang dalam perbaikan genetik untuk konsumsi pakan. Beban N dalam T₁, T₂,

T₃ dan T₄ adalah 47.60%, 58.34%, 49.94% dan 33.46%, sedangkan beban P di

T₁, T₂, T₃ dan T₄ masing-masing adalah 90.62%, 91.83%, 94.60% dan 81.77%.

Untuk Oreochromis karongae dan O. shiranus di danau Malawi, beban N

adalah 59% dan 80% masing-masing, dan beban P masing-masing adalah 85%

dan 92% (Gondwe et al, 2011). Selain itu, untuk Rainbow Trout (Oncorhynchus

mykiss) di danau Kesikköprü Dam, beban N adalah 54,37% dan beban P adalah

70,00% (Aşir, and Palatsü, 2008). Menurut Yogev et al (2017) ikan hanya

menggunakan 20-30% N pada pakan dan 50% P dalam pakan, sedangkan

sisanya dilepaskan ke dalam air.

Dalam tulisan ini, total beban N dan P yang dilepaskan ke badan air berbeda

untuk setiap ton produksi di T₁, T₂, T₃ dan T₄ (Gambar 2). Perbedaan-perbedaan

ini bisa disebabkan oleh FCR dan kandungan N dan P pakan dan ikan. Ada

hubungan linear yang kuat antara FCR dan N (r² = 0,87) dan P (r² = 0,99) beban

Page 52: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 43

untuk keramba jaring apung. Sebagai perbandingan nilai-nilai lain dalam

literatur, menunjukkan bahwa N yang dilepas ke badan air (per ton ikan

berbobot) untuk Tilapia, Black Pacu dan Trout masing-masing adalah 34,7 kg,

25,8 kg dan 66,1 kg. dan P masing-masing adalah 3,0 kg, 9,7 kg dan 9,6 kg,

(Avadí et al, 2014). Penelitian lain menemukan bahwa 56,0 kg N dan 10,66 kg

P dilepaskan untuk Trout, dan 64,0 kg N dan 4,6 kg P dilepas untuk Tilapia

(Pelletier and Tyedmers, 2010). Nilai pembebanan N juga bervariasi dengan

spesies ikan dengan Rainbow trout yang memiliki nilai terendah dari 47,3

hingga 124,2 kg / ton, sedangkan nilai yang diberikan oleh ikan lain berkisar

antara 103,5 - 320,6 kg ton⁻¹ (Islam, 2005).

Dalam penelitian Syandri et al, (2018) total pelepasan beban N dan P ke badan

air berbeda untuk setiap ton pakan yang dikonsumsi oleh T1, T2, T3 dan T4

(Gambar 3). Perbedaan ini juga disebabkan oleh FCR dan komposisi pakan. The

FCRs untuk T₁, T₂, T₃ dan T₄ masing-masing adalah 1,44 ± 0,02, 1,55 ± 0,03,

1,69 ± 0,03 dan 1,13 ± 0,10. Ada hubungan linear yang kuat antara FCR dan N

(r² = 0,99) dan P (r² = 0,87) beban untuk keramba jaring apung. Tingkat N dan P

dalam pakan yang digunakan dan FCR di peternakan secara langsung

mempengaruhi beban N dan P untuk setiap ton pakan pellet yang digunakan.

Berarti beban N (kg) yang dilepaskan ke danau Maninjau di T₁, T₂, T₃ dan T₄

masing-masing adalah 38,26 ± 2,55, 35,68 ± 1,69, 32,12 ± 0,39 dan 48,99 ±

2,35, sedangkan pelepasan beban P rata-rata (kg) masing-masing adalah 11,45 ±

2,43, 9.11 ± 0.21, 8.34 ± 0.04 dan 12.51 ± 0.30.Selanjutnya, pelepasan N dan P

per ton pakan ke dalam danau Kesikköprü Dam untuk Oncorhynchus mykiss

masing-msing adalah 44,78 kg dan 8,60 kg (Aşir and Palatsü, 2008).

Komposisi pakan dan konversi pakan operasi akuakultur terutama memiliki efek

negatif terhadap lingkungan. Selain itu, model terpadu akuakultur, sistem

budidaya resirkulasi, pemilihan lokasi, tingkat pemberian pakan, ukuran lahan

pertanian dan spesies ikan budidaya juga harus dianggap sebagai faktor penting.

Akumulasi nutrient N dan P di bagian dasar danau tergantung kepada aliran air

masuk dan keluar, morfometrik cekungan dan laju sirkulasi air (Søndergaard et

al, 2003), penumpukan nutrient sisa pakan dan faces biasanya dalam bentuk

sedimen (Petterson, 1998). Sedimen terdiri atas total organic matter (TOM),

protein, karbohidrat dan lipid (Li et al, 2016). Nutrien sedimen sering

berimplikasi terhadap kualitas air, karena terjadi proses pembalikan ke

permukaan air (Horppila et al, 2017), akibatnya danau menjadi kotor karena

Page 53: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

44 | P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r r

meningkatnya muatan P di badan air (Lindim et al, 2015; Tianzhi et al, 2016).

Gejala ini di danau Maninjau diistilakan dengan “Tubo Balerang”.

Unsur P mempunyai peran penting dalam metabolism biologis, dibandingkan

dengan mikronutrien lain yang dibutuhkan oleh biota (Nurnberg, 2009).

Senyawa P merupakan unsur pertama pembatas produktivitas biologis, karena

memiliki kadar minimum di badan air. Keberadaan P di perairan dalam bentuk

fosfate-phosphorus (PO4-P), dapat digunakan secara langsung oleh komponen

nabati (Rahman, 2015). Blooming fitoplankton di danau Erie dapat disebabkan

oleh pembebanan dari unsur phosphorus (Ho and Anna, 2017).

Pemuatan limbah nitrogen dan fosfor dari tipe pakan ikan

Hasil dari parameter pertumbuhan tertentu, FCR, FCE, mortalitas dan analisis

kimia dari masing-masing jenis pakan dan ikan disajikan pada Tabel 8. Tipe

pakan berbeda (terbenam dan terapung) memiliki pengaruh yang signifikan

pada bobot rata-rata akhir, WG (%), FCR dan FCE (%). Dalam penelitian ini,

kualitas air dari masing-masing pertanian selama September, Oktober dan

November 2017 menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal transparansi

air, amonia, alkalinitas, dan total N dan P (Tabel 9). Tabel 10 merangkum

keseimbangan massa N dan P di dua lokasi budidaya, sementara Gambar 4 dan

5 memberikan perkiraan beban N dan P yang terbentuk dari produksi 1 ton ikan

dan 1 ton konsumsi pakan.

Tabel 8. Pertumbuhan dan kadar N dan P pada ikan dan pakan (Syandri et al,

2018b).

Floating net cages Farm - I Farm - II

Type of feed Pakan

terapung

Pakan terbenam Pakan

terapung

Pakan terbenam

Parameter

Initial mean weight (g) 56.79±1.77a 56.79±1.77a 56.79±1.77a 56.79±1.77a

Final mean weight (g) 182.45±2.00a 201.50±15.30b 184.25±3.00a 202.60±10.30b

WG (%) 221.40±6.49a 254.48±15.90b 224.54±4.83a 256.60±7.02b

FCR 1.51±0.10a 1.44±0.02b 1.49±0.15a 1.42±0.02b

FCE (%) 66.10±0.01a 69.20±0.02b 67.05±0.03a 70.15±0.02b

Mortality (%) 15.63±0.45a 15.92±0.36a 15.98±0.52a 15.30±0.30a

N content of fish (%) 4.18±0.05a 3.47±0.01b 4.20±0.09a 3.45±0.02b

P content of fish (%) 0.20±0.02a 0.18±0.02a 0.21±0.03a 0.20±0.02a

N content of feed (%) 6.26±0.29a 5.14±0.02b 6.26±0.29a 5.14±0.02b

P content of feed (%) 1.38±0.03a 1.45±0.02b 1.38±0.03a 1.45±0.02b

Page 54: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e m u a t a n B e b a n L i m b a h D a r i A k u a k u l t u r | 45

Tabel 9. Variasi kualitas air pada budidaya ikan keramba jaring apung di danau

Maninjau (Sumber Syandri et al, 2018a)

Parameter Farm September

2017 October 2017

November

2017

Kecerahan (cm) I 185.33±2.51

a 170.67±2.08

a 174.00±2.00

a

II 208.00±2.00b 204.33±1.53

b 199.00±1.00

b

temperatur (⁰C) I

II

28.50±0.50a 28.50±0.50

a 27.00±1.00

a

27.33±0.57a 27.33±0.57

a 28.00±1.00

a

Dissolved oxygen

(mg Lˉ1

)

I 6.70±0.03a 6.40±0.04

a 6.21±0.08

a

II 7.10±0.28a 6.24±0.05

a 6.18±0.05

a

pH I 7.69±0.07

a 7.68±0.03

a 7.86±0.07

a

II 7.62±0.07a 7.63±0.02

a 7.58±0.07

a

Ammonia (mg Lˉ1

) I 0.26±0.01

a 0.31±0.01

a 0.23±0.01

a

II 0.16±0.02b 0.26±0.01

b 0.15±0.01

b

Alkalinity (mg Lˉ1

) I 80.51±0.07

a 76.00±1.00

a 76.68±0.79

a

II 88.26±0.64b 78.50±0.50

b 81.50±0.50

b

Hardness (mg Lˉ1

) I 61.64±0.55

a 62.80±0.60

a 63.83±0.76

a

II 66.00±1.00a 66.93±0.07

b 76.16±1.25

b

Total N (mg Lˉ1

) I 0.94±0.04

a 0.86±0.01

a 0.73±0.02

a

II 1.32±0.02b 1.09±0.04

b 1.16±0.01

b

Total P (mg Lˉ1

) I 0.21±0.01

a 0.34±0.04

a 0.42±0.02

a

II 0.26±0.01b 0.40±0.02

b 0.60 ± 0.15

b

Page 55: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a . . . . . . | 46

Page 56: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . . | 47

Gambar 4. Beban N dan P dari setiap satu ton produksi ikan

Gambar 5. Beban N dan P dari setiap satu ton pakan ikan yang

dikonsumsi

Pertumbuhan ikan budidaya sangat tergantung pada spesies ikan, tingkat makan,

overstocking, stok ikan prematur dan kualitas pakan, termasuk pakan pellet

komersial dan pakan yang dibuat sendiri (Aşir, and Palatsü, 2008; Gondwe et

al, 2011). Hasil kami menunjukkan bahwa C.carpio yang diberi pakan

Page 57: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

48 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . .

tenggelam memperoleh tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada ikan

yang diberi pakan terapung. Hasil ini mungkin terkait dengan nilai FCR, karena

FCR dalam pakan terbenam lebih rendah dari FCR dalam pakan terapung

(Tabel 8). FCR biasanya digunakan untuk memperkirakan efisiensi mengubah

pakan menjadi massa tubuh. Meskipun ada perbedaan yang signifikan dalam

pertumbuhan, FCR dan FCE dari C.carpio pada pakan terapung dan pakan

tenggelam tidak ada perbedaan yang signifikan antara dua lokasi peternakan

ikan.

Pada penelitian kami, nilai Feed Coversion Efficiency (FCE) untuk C.carpio

yang diberi makan dengan pakan terapung di peternakan I dan II masing-masing

adalah 66,10 ± 0,01 dan 67,05 ± 0,03% (1 kg pakan ikan menghasilkan 0,66 dan

0,67 kg ikan x 100), sementara nilai FCE untuk ikan yang diberi makan dengan

pakan terbenam masing-masing adalah 69,20 ± 0,02 dan 70,15 ± 0,02%

(Syandri et al., 2018). Nilai FCE yang berbeda mungkin disebabkan oleh

komposisi proksimat dari jenis pakan dan asupan pakan C. carpio. Di sisi lain

Desai dan Singh (2009) menyatakan bahwa nilai FCE untuk C. carpio yang

dikultur dalam suhu antara 28 dan 32oC dengan tingkat pemberian makan 4%

berat badan per hari masing-masing adalah 44,36 ± 0,80 dan 40,98 ± 1,75%.

Sementara itu, untuk budidaya ikan nila, nilai FCE adalah sekitar 59%

(Chatvijitkul et al, 2017). Berbeda dengan ikan nila yang dibudidayakan di

danau Malawi, FCE adalah 37,54 ± 6,48% (Gondwe et al, 2011).

Kami membuktikan tidak ada efek yang signifikan terhadap FCE yang

disebabkan oleh kualitas air pada budidaya ikan C. carpio di danau Maninjau.

Ini karena, tidak ada perbedaan antara kedua peternakan dalam hal suhu air,

oksigen terlarut dan pH (Tabel 9). Peneliti lain menyatakan bahwa nilai FCE

dapat dipengaruhi oleh level DO (Sun dan Hassan, 2016; Yuan et al, 2017).

Sementara itu, dalam sistem produksi akuakultur persentase pakan yang

digunakan yang dikonsumsi oleh hewan yang dibudidayakan jelas tergantung

pada kualitas pakan, praktik pemberian makan, suhu, spesies, padat penebaran

dan nafsu makan ikan (Bag et al, 2016; Chatvijitkul et al, 2017; Xiaolong et al,

2018). Namun, faktor-faktor lain dapat mempengaruhi asupan pakan hewan air,

seperti faktor fisiologis, faktor gizi, faktor lingkungan dan faktor peternakan

(Sun and Hassan, 2016).

Suatu jenis pakan yang kurang tepat dapat mengurangi pertumbuhan ikan dan

meningkatkan kuantitas limbah pakan yang dilepas ke lingkungan. Oleh karena

Page 58: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . . | 49

itu, pertimbangan jenis pakan diperlukan ketika mengelola produksi ikan.

Menurut Condwe et al (2011), kualitas pakan, kuantitas pakan, dan bagaimana

disediakan untuk ikan yang dibesarkan adalah semua aspek penting yang harus

dipertimbangkan dalam budidaya ikan karena panen dari budidaya ikan di

karamba secara langsung berkaitan dengan kualitas dan kuantitas suplai pakan.

Dalam penelitian Syandri et al (2018) kadar N dan P dari pakan terapung

dipertahankan oleh C.carpio masing-masing adalah 44,25 ± 1,52% (Farm I) dan

45,35 ± 5,60% (Farm II), dan 9,76 ± 0,47% (Farm I) dan 10,39 ± 0,50% (Farm

II). Nilai-nilai ini sedikit lebih tinggi dari tingkat yang diukur untuk pakan yang

terbenam (Tabel 10). Namun demikian, data yang dihasilkan lebih rendah

daripada yang dilaporkan oleh Aşir dan Palatsu(2008). Hasil yang berbeda ini

mungkin disebabkan oleh spesies ikan yang berbeda dievaluasi dan oleh tingkat

N dan P yang berbeda dalam jenis pakan. Beban N dan P yang diamati juga

lebih rendah daripada yang dilaporkan oleh Boyd dan Queiroz1. Sekitar 60-80%

dari N dan P dari pakan dilepaskan dari operasi akuakultur sebagai limbah

(Boyd and Tucker, 2014; Moraes et al, 2016).

Dampak lingkungan negatif dari operasi akuakultur keramba telah dilaporkan di

banyak bagian dunia, misalnya di Chana (Kassam. dan Dorward, 2017), di

Thailand (Prathumchai et al, 2016), di Indonesia (Henriksson et al, 2017),

Switzerland and Italy (Lepori dan Roberts, 2017). Dalam studi ini, beban N dari

pakan terapung masing-masing peternakan diperkirakan rata-rata 42,95±5,49 kg

dan 51,69±12,61 kg tˉ¹ produksi ikan. Sebaliknya, beban dari pakan terbenam

adalah 39,31±0,64 kg dan 39,17±0,60 kg tˉ¹ produksi ikan. Selanjutnya, beban P

dari pakan terapung adalah antara 18,85±1,63 kg dan 18,52±2,21 kg tˉ1

produksi

ikan. Sementara nilai dari pakan terbenam antara 19,07±0,20 kg dan 17,44±2,76

tˉ¹ produksi ikan . Dalam penelitian lain, Rainbow trout yang diberi pakan pellet

komersial dan pakan buatan memiliki beban N antara 59,46 dan 29,72 kg

produksi ikan t-1, dan beban P adalah antara 11,42 dan 7,64 kg produksi ikan t-

1

(Aşir, and Palatsü, 2008). Beban N yang timbul dari kultur C.carpio yang diberi

pakan terapung dan terbenam ditemukan lebih tinggi daripada yang berasal dari

Oncorhynchus mykiss yang diberi pakan pellet dan diekstrusi. Sebagai

perbandingan, peternakan ikan rainbow trout telah memperkirakan pelepasan N

yang lebih tinggi dari 125 hingga 127 kg untuk produksi satu ton ikan, dan

pelepasan P dari 24 hingga 25 kg untuk produksi 1 ton ikan ikan di Laut

Mediterania timur (Penczak et al, 1982). Guo dan Li (2003) menyatakan bahwa

produksi 1 ton ikan dari sistem karamba jaring apung menghasilkan 65 kg N

Page 59: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

50 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . .

dan 35 kg P. Beberapa penulis juga melaporkan hasil yang sama. dengan N

antara 82 dan 124 kg tˉ1

produksi ikan dan P antara 23 dan 29 kg tˉ1

produksi

ikan (Penczak, T, W. Galicka, M. Molinski, E. Kusto, M. Zalewski, 1982; Lin

and Zhang, 1995). Phillips et al, (1985) melaporkan bahwa nilai P adalah 56 kg

tˉ1

produksi ikan.

Kesimpulan

Budidaya ikan keramba apung di danau, waduk dan sungai, termasuk di kolam

dengan berbagai spesies ikan dan sistem akuakultur adalah peluang untuk

meningkatkan produksi perikanan dan pendapatan pelaku perikanan. Namun

aktifitas akuakultur tersebut merupakan sumber nitrogen dan phosphorus yang

dominan sebagai beban limbah dari akuakultur. Sumber nitrogen dan fosfor

berasal dari pakan ikan pellet komersial dan pakan yang diramu secara mandiri

oleh pembudidaya ikan, termasuk limbah metabolik, kotoran, dan residu obat

yang digunakan.

Perkiraan jumlah nitrogen dan fosfor yang lepas ke badan air dari setiap ton

pakan pada operasional budidaya ikan tergantung kepada species ikan,

karakteristik pakan (pakan terapung atau terbenam), asupan pakan, efisiensi

pakan, dan wilayah akuakultur (tropis dan sub-tropis). Nitrogen dan fosfor yang

dilepaskan ke badan air akuakultur telah berdampak terhadap nilai estetika

danau yang secara langsung telah menimbulkan penyakit terhadap ikan

budidaya. Disisi lain, kematian ikan akuakultur secara besar-besaran di

keramba apung juga terbukti sebagai sumber senyawa N, P dan TOM yang

merusak kualitas air. Tingkat kerusakan air lebih tinggi di perairan yang lebih

dalam daripada perairan permukaan.

Beban limbah dan kematian ikan secara besar-besaran dapat dikurangi dengan

menyesuaikan waktu tebar, spesies ikan yang yang dibudidayakan dan

kepadatan tebar ikan akuakultur. Ini akan membantu mengurangi dampak

negatif hilir pada danau dan sekitarnya dan pada gilirannya berdampak positif

bagi banyak penduduk setempat, karena tenaga kerja dapat beraktifitas secara

berkelanjutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi pelaku

perikanan.

Output limbah akuakultur akan tergantung kepada: (1) penggunaan tepung ikan

yang tinggi di dalam ransum pakan; (2) penggunaan pakan yang melebihi

persyaratan nutrisi ikan atau ketidakseimbangan nutrisi; (3) kualitas pakan yang

Page 60: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . . | 51

buruk (stabilitas yang buruk dan daya larut pelet pakan yang tinggi dalam air;

(4) praktek pemberian makan yang tidak sesuai; (5) penggunaan diet yang tidak

menyeimbangkan rasio energi protein (P / E); (6) penggunaan pakan dengan

bahan dengan daya cerna rendah; (7) penggunaan ikan rucah sebagai makanan

dalam budidaya ikan karamba jaring apung; (8) penggunaan produk sampingan

berbiaya rendah untuk pakan tambahan / penggunaan sintetis atau pupuk

organik untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan.

Daftar pustaka

Abou,Y., A. Saidou, D.Mama, D. Emile, E.D. Fiogbé, J.C. Micha, 2012.

Evaluation of nitrogen and phosphorus wastes produced by Nile tilapia

(Oreochromis niloticus L.) fed Azolla-diets in earthen ponds. Journal of

Environmental Protection, 3 : 502-507.

Ahmed, A.R, A.J. Moody, A.Fisher, S.J. Davies, 2013. Growth performance

and starch utilization in common carp (Cyprinus carpio L.) in response to

dietary chromium chloride supplementation. Journal of Trace Elements in

Medicine and Biology, 27:45-51.

AOAC, 2000. Association of Official Analytical Chemists. Official methods of

analysis, 13th edition. Association of Official Analytical Chemists,

Washington, DC, USA.

Ackefors, H, M. Enell, 1990. Discharge of nutrients from Swedish fish farming

to adjacent sea areas. Ambio, 19: 28-35.

Asche, F, K.H. Roll, R .Tveteras, 2009. Economic inefficiency and

environmental impact: an application to aquaculture production. Journal of

Environmental Economics and Management 58, 93-105.

Aşir, U, R. Palatsü, 2008. Estimation of the nitrogen-phosphorus load caused by

Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792) cage-culture farms

in Kesikköprü Dam Lake: A comparison of pelleted and extruded Feed.

Turk. J. Vet. Anim. Sci. 32 (6): 417-422.

Budi,D.S, Alimudin, M.A. Suprayudi, 2015. Growth Response and Feed

Utilization of Giant Gourami (Osphronemus goramy) Juvenile Feeding

Page 61: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

52 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . .

Different Protein Levels of the Diets Supplemented with Recombinant

Growth Hormone. HAYATI Journal of Biosciences, 1 (22):12-19.

Asuwaju, F.P, V.O. Onyeche, , K.E. Ogbuebunu, I.I.F Moradun, E.Robert,

2014. Effect of feeding frequency on growth and survival rate of Clarias

gariepinus fingerlings reared in plastic Bowls. Journal Fisheries and

Aquatic Science, 9 (5): 425-429.

Avadí, A, N. Pelletie, J.Aubin, S.Ralite, J. Núñez, P. Fréon. 2015. Comparative

environmental performance of artisanal and commercial feed use in

Peruvian freshwater aquaculture. Aquaculture, 435:52-66.

Bag, N, S. Moulick, B.C. Mal, 2016. Effect of stocking density on water and

soil quality, growth, production and profitability of farming Indian major

carps. Indian J Fish, 63 (3): 39-46.

Besson, M, J.Aubin, H.Komen, M.Poelman, E.Quilet, M.Vandeputte, J.A.M.

van Arendonk, I.J.R.de Boer, 2016. Environmental impacts of genetic

improvement of growth rate and feed conversion ratio in fish farming under

rearing density and nitrogen output limitations. Journal of Cleaner

Production, 116: 100-109.

Boyd, C.E, C.S .Tucker, B. Shomridhivej, 2016. Alkalinity and Hardness:

Critical but elusive concepts in aquaculture. Journal of The World

Aquaculture Society, 47 (1): 6-41.

Cao, L, W.M. Wang, Y.Yang, C.T. Yang, Z.H.Yuan, S.B. Xiong, J.Diana,

2007. Environmental impact of aquaculture and countermeasures to

aquaculture pollution in China. Environmental Science and Pollution

Research, 14 (7): 452–462.

Carroll, M.L., Coahrane, S., Fieler, R., Velvin, R and White, P. 2003. Organic

enrichment of sediments from salmon farming in Norway: environmental

factors, management practices, and monitoring techniques. Aquaculture,

226 : 165–180.

David.G.S, E.D. Carvalho D.E.L. Lemos, A.N. Silveira, M. D. Sobrinho. 2015.

Ecological carrying capacity for intensive tilapia (Oreochromis niloticus)

cage aquaculture in a large hydroelectrical reservoir in Southeastern Brazil.

Aquacultural Engineering, 66:30-40.

Page 62: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . . | 53

De Oliveira, E. G., Pinheiro, A. B., de Oliveira, V. Q., da Silva, A. R. M., de

Moraes, M. G., Rocha, Í. R. C. B.,Costa, F. H. F. 2012. Effects of stocking

density on the performance of juvenile pirarucu (Arapaima gigas) in cages.

Aquaculture, 370-371, 96–101.

Duncan D B. Multiple range and multiple F tests. Biometrics 11:1-42.

Gondwe, M.J.S., S.J. Guildford., R.E. Hecky. 2011. Carbon, nitrogen and

phosphorus loadings from tilapia fish cages in Lake Malawi and factors

influencing their magnitude. Journal of Great Lakes Research, 37 : 93-101.

Widyantoro, W, Sarjito, D.Harwanto, 2014. The effect of fasting time on the

growth and bloods profile of catfish (Clarias gariepinus) in the recirculating

system. Journal of Aquaculture Management and Technology, 2 (3): 103-

108.

Henriksson, P.J.G, N.Tran, C. V. Mohan, C. Y. Chan, U-P.Rodriguez, S. Suri,

L.D. Mateos, N. B. P.Utomo. 2017.Indonesian aquaculture futures–

Evaluating environmental and socioeconomic potentials and limitations.

Journal of Cleaner Production, 162: 1482-1490.

Herbeck, L.S., Unger, D., Wu, Y and Jennerjahn, T.C. 2013. Effluent, nutrient

and organic matter export from shrimp and fish ponds causing

eutrophication in coastal and back-reef waters of NE Hainan, tropical

China. Continental Shelf Research, 57: 92-104.

Horppila, J., H. Holmroos, J. Niemisto, I. Massa, N. Nygrorg, P. Schonach, P.

Tapio, O. Tommeorg. 2017. Variations of internal phosphorus loading

and water quality in a Hypertrophic lake during 40 years of different

management efforts. Ecological Engineering, 103: 264-272.

Islam, Md. S. 2005. Nitrogen and phosphorus budget in coastal and marine cage

aquaculture and impacts of effluent loading on ecosystem: review and

analysis towards model development. Marine Pollution Bulletin 50 : 48–61.

Junaidi, Syandri H, and Azrita, 2014. Loading and distribution of organic

materials in Lake Maninjau West Sumatra Province-Indonesia. Journal of

Aquaculture Research & Development., 5:7.

Kassam. L, A. Dorward, 2017. A comparative assessment of the poverty

impacts of pond and cage aquaculture in Ghana. Aquaculture, 470:110-122.

Page 63: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

54 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . .

Kawasaki. N., M.R.M. Kushairi., N. Nagao., F. Yusoff., A. Imai., A. Kohzu.

2016. Release of Nitrogen and Phosphorus from Aquaculture Farms to

Selangor River, Malaysia. International Journal of Environmental Science

and Development, 7 (2): 113-116

Lazzari, R and B. Baldisserotto. 2008. Nitrogen and phosphorus waste in fish

farming. B. Inst. Pesca, São Paulo, 34(4): 591-600.

Lepori. F, J. J. Roberts, 2017. Effects of internal phosphorus loadings and food-

web structure on the recovery of a deep lake from eutrophication. Journal

of Great Lakes Research, 43 (2): 255-264.

Maccoux, M. J, A. Dove, S.M. Backus,, D. M. Dolan, 2016. Total and soluble

reactive phosphorus loadings to Lake Erie A detailed accounting by year,

basin, country, and tributary. Journal of Great Lakes Research. 6 (42)

:1151-1165.

Masiha, A, E Ebrahimi, M.NSoofiani, M.Kadivar, 2013. Effect of dietary canola

oil level on the growth performance and fatty acid composition on

fingerlings of rainbow trout (Oncorhynchus mykiss). Iranian Journal of

Fisheries Sciences, 14 (2): 336-349.

Mukai. Y, L.S.Lim, 2011. Larval rearing and feeding behavior of African

catfish (Clarias gariepinus) under dark conditions. Journal of Fisheries

and Aquatic Science, 6(3): 272-278.

Medeiros, M.V, J.Aubin, A.F.M. Camargo, 2017. Life cycle assessment of fish

and prawn production: Comparison of monoculture and polyculture

freshwater systems in Brazil. Journal of Cleaner Production, 156: 528-537.

Milstein, A, A.Kadir, M.A. Wahab, 2008. The effects of partially substituting

Indian carps or adding silver carp on polycultures including small

indigenous fish species (SIS). Aquaculture, 279:92-98.

Paray, B.A., Al-Sadoon, M.K., Haniffa, A., 2015. Impact of different feeds on

growth, survival and feed conversion in stripped snakehead Channa

striatus (Bloch 1793) larvae. Indian J Fish, 62 (3): 82-88.

Pelletier, N., P. Tyedmers, 2010. Life cycle assessment of frozen tilapia fillets

from Indonesian lake-based and pond-based intensive aquaculture systems.

J. Ind. Ecol.14, 467–481

Page 64: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . . | 55

Prathumcha, N, C.Polprasert, A. J. Englande Jr. 2016. Phosphorus leakage from

fisheries sector – A case study in Thailand. Environmental Pollution, 219:

967-975.

Qing-jun. M, F. Qi-yan, W. Qing-qing, M. Lei, C. Zhi-yang. 2009. Distribution

characteristics of nitrogen and phosphorus in mining induced subsidence

wetland in Panbei coal mine, China. Procedia Earth and Planetary Science,

1 (1) :1237-1241.

Rahman, M. 2013. Revitalization of fish cage aquaculture management in Riam

Kanan Stream of Kalimantan Selatan Province-Indonesia. Jurnal Iktiologi

Indonesia, 13(2):197-203.

Rosa, R.D.S., Aguiar, A.C.F., Boëchat, I.G., Gücker, B., 2013. Impacts of fish

farm pollution on ecosystem structure and function of tropical headwater

streams. Environmental Pollution, 174: 204-213.

Skov, P.V, C. P. Duodu, D.Adjei-Boateng, 2017. The influence of ration size

on energetics and nitrogen retention in tilapia (Oreochromis niloticus).

Aquaculture, 473:121-127.

Suhenda, N, R.Samsudin, E.Nugroho, 2010. Growth of green catfish

(Hemibagrus nemurus) fry in floating net cage feed by artificial food with

different protein content. Jurnal Iktiologi Indonesia, 10(1): 65-71.

Syandri H, Junaidi, Azrita, T.Yunus, 2014. State of aquatic resources Lake

Maninjau West Sumatra Province, Indonesia. Journal of Ecology and

Environmental Sciences 1: 109-113

Syandri,H, Elfiondri, Junaidi, Azrita, 2015. Social status of the fish-farmers of

floating-net-cages in Lake Maninjau, Indonesia. Journal of Aquaculture

Research & Development, 7:1.

Syandri, H., Elfiondri, Mardiah, A and Azrita. 2016a. Social status of Nile

tilapia hatchery fish-farmers at Maninjau Lake areas, Indonesia. Journal of

Fisheries and Aquatic Science, 11 (6) : 411-417.

Syandri, H., Azrita. and Niagara., 2016b. Trophic status and load capacity of

water pollution waste fish culture with floating net cages in Maninjau Lake,

Indonesia. Eco.Env & Cons, 22 (1) : 469-476.

Page 65: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

56 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . . .

Syandri, H, Azrita, Junaidi, A. Mardiah, 2017. Levels of available nitrogen-

phosphorus before and after fish mass mortality in Maninjau Lake of

Indonesia. J. Fish. Aquat. Sci., 12 (4): 191-196, 2017

Syandri. H, Azrita, A. Mardiah. 2018. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in

Lake Maninjau, Indonesia. Asian J. Sci. Res, 11 (2): 287-294.

Timalsina, P., Yadav, C. N. R., Lamsal, G. P., Acharya, K. P., & Pandit, N. P.

(2017). Effect of stocking density and source of animal protein on growth

and survival of rainbow trout fingerlings in flow-through system at

Nuwakot, Nepal. Aquaculture Reports, 8, 58–64.

Tran, N., U.P. Rodriguez., C.Y. Chan., M.J. Phillips., C.V.Mohan., P.J.G.

Henrikson., S. Koeshendrajana., S.Suri., S. Hall, 2017. Indonesian

aquaculture furures: An analysis of fish supplay and demand in Indonesia

to 2030 and role of aquaculture using the AsiaFish model. Marine Polycy,

79: 25-32.

Tsagaraki, T.M, G.Petihakis, K.Tsiaras, G. Triantafyllou, M.Tsapakis,

G.Korres, G.Kakagiannis, C.Frangoulis, I.Karakassis. 2011. Beyond the

cage: Ecosystem modeling for impact evaluation in aquaculture. Ecological

Modelling, 14 (222): 2512-2523.

Zhu Z.M, X.T Lin, J.X Pan Z.N Xu, 2014. Effect of cyclical feeding on

compensatory growth, nitrogen and phosphorus budgets in juvenile

Litopenaeus vannamei. Aquaculture research, 47 (1) : 283 – 289.

Yogev. U, K. R.Sowers, N. Mozes, A. Gross, 2017. Nitrogen and carbon

balance in a novel near-zero water exchange saline recirculating

aquaculture system. Aquaculture, 467:118-126.

Page 66: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 57

CHAPTER 4

KOMPONEN LIMBAH DALAM AKUAKULTUR

Input produksi untuk operasional akuakultur

Intensifikasi produksi akuakultur membutuhkan penggunaan lebih banyak input

produksi, terutama pakan per unit luas lahan, yang mengarah pada peningkatan

timbunan limbah dari sistem produksi. Selalu ada pemborosan dalam sistem

seperti itu, yang merupakan input atau produk sampingan yang tidak digunakan.

Limbah dari budidaya ikan tidak memiliki nilai ekonomi dan sering kali

mengganggu lingkungan. Dampak limbah dari budidaya ikan telah menurunkan

nilai estetika perairan. Ada banyak komponen limbah yang berdampak negatif

terhadap kualitas perairan, misalnya pakan ikan, bahan kimia, limbah padat,

limbah terlarut, pathogen (Syandri et al, 2018; Syandri et al, 2017; Dauda et al.,

2018).

Pakan

Efek dari operasi akuakultur pada lingkungan perairan telah dinilai dalam

beberapa penelitian (Gondwe et al., 2011; Avadi et al., 2015; David et al., 2015;

Farmaki et al, 2014; Dauda et al., 2018) dan umumnya menunjukkan bahwa

nutrisi carbon (C), nitrogen (N) dan fosfor (P) memiliki dampak negatif pada

kualitas air (Horppila, 2019, Du et al., 2019). Jumlah nutrient C, N dan P yang

lepas ke badan air tergantung kepada jumlah keramba jaring apung (KJA),

jumlah pakan, padat tebar ikan, ukuran ikan ditebar, dan ukuran ikan pada saat

panen. Selain limbah C, N dan P tergantung pada kadar C, N, dan P pada pakan,

juvenile dan ikan panen. Formulasi yang digunakan untuk menghitung jumlah

nutrient C, N dan P yang lepas ke badan air danau atau waduk, termasuk kolam

adalah berdasarkan Schmittou, (2006):

C (loss, kg) = (F*CDF + J*CDj) – (H*CDH + M*CDM)

N (loss, kg) = (F*NDF + J*NDj) – (H*NDH + M*NDM)

P (loss, kg) = (F*PDF + J*PDj) – (H*PDH + M*PDM)

Page 67: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

58 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Keterangan: F, J, H, dan M adalah bobot kering (D) dari pakan yang dipasok,

juvenil yang ditebar, ikan yang dipanen, dan total kematian yang dipindahkan

dari kandang, masing-masing, sebagaimana dicatat pada akhir setiap siklus

produksi. CDF, CDJ, CDH dan CDM adalah kandungan karbon dalam pakan kering

(DF), remaja kering (DJ), panen kering (DH) dan kematian kering (DM),

masing-masing, dinyatakan sebagai% dari berat kering. Isi N dan P dalam

persamaan keseimbangan N dan P telah diekspresikan dengan cara yang sama

seperti konten C dalam persamaan kehilangan C di atas. Dari hasil analisis kami

dari budidaya ikan nila pada keramba jaring apung di danau Maninjau total C, N

dan P yang lepas ke badan air di cantumkan pada Tabel 1,2 dan 3.

Sebagai hasil analisis kami antara tahun 2001 dan 2018, total produksi ikan nila

dari keramba jaring apung di danau Maninjau adalah 341.831.764,7 kg

(341.831,76 ton) berat basah dari rata-rata 11.442 petak KJA/tahun yang

menggunakan 581.114.000 kg (581.114 ton) pakan komersial dengan rasio

konversi pakan (FCR) rata-rata adalah 1.7. Di antara 205.964 petak keramba

jaring apung, rata-rata produksi ikan tahunan (± SD) 18.990.653,59 ±

6.041.451,64 kg berat basah per keramba. Siklus produksi selama periode studi

bervariasi 150 hingga 175 hari. Rata-rata FCE untuk budidaya ikan nila pada

keramba jaring apung adalah 0,59 (1,0 kg pakan menghasilkan 0,59 ikan). Nilai

ini menunjukkan bahwa beban limbah adalah 0,41 kg (pakan 1,0 kg - 0,60 kg

ikan). Hasil riset ini membuktikan total pakan yang digunakan adalah

581.114.000 kg, menghasilkan beban limbah sebanyak 238.256.740 kg

(238.256, 74 ton) selama periode antara 2001 dan 2018.

Bahan kimia

Praktek-praktek akuakultur saat ini sangat membatasi penggunaan bahan kimia

di peternakan ikan, namun, beberapa bahan kimia masih digunakan dalam

bentuk obat-obatan, desinfektan, dan antifoulant. Obat-obatan digunakan untuk

keperluan kemoterapi, yang meliputi antibiotik yang digunakan untuk

profilaksis dan tujuan kuratif. Anestetik, ektoparasitisida, endoparasitisida, dan

vaksin, digunakan untuk pengobatan dan pengendalian parasit (internal dan

eksternal), serta infeksi mikroba (Lue et al., 2017). Garam, terutama, digunakan

untuk mengurangi stres pada ikan, kapur digunakan untuk mengolah dasar

kolam untuk keasaman selama persiapan kolam, dan bahan kimia lain yang

dianggap tidak berbahaya bagi ikan juga digunakan. Meskipun bahan kimia ini

penting untuk budidaya ikan, mereka juga dapat merupakan gangguan terhadap

Page 68: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 59

lingkungan (Shen et al., 2019) dan manusia (Liu et al., 2017) Saat air dilepaskan

dari kolam, air mengalir ke badan air alami. Efek limbah kimia ini pada sistem

air alami ini tergantung pada konsentrasi bahan kimia yang digunakan, ukuran

tambak, dan ukuran badan air penerima.

Akuakultur dengan kepadatan tinggi memberikan peluang besar bagi organisme

penyebab penyakit tumbuh dengan cepat. Untuk mengendalikan penyakit-

penyakit ini dalam akuakultur, antibiotik telah banyak digunakan di Cina sejak

1980-an karena biayanya yang murah, kenyamanan penggunaan dan efek

penyembuhan yang luar biasa. Sebelum tahun 1990-an, antibiotik terutama

digunakan untuk merawat spesies akuatik dengan nilai tinggi (misalnya, udang,

larva ikan, belut, dan kura-kura cangkang lunak) dan kemudian aplikasi mereka

telah diperluas, termasuk air tawar dan air asin dalam beberapa tahun terakhir

(Liu et al., 2017). Ilustrasi efek antibiotic pada pakan dan ikan terhadap

konsumen (Gambar 1) .

Gambar 1. Ilustrasi dampak antibiotic yang ada pada pakan ikan terhadap

kesehatan manusia (Sumber Liu et al, 2017)

Page 69: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

60 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Page 70: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 61

Page 71: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

62 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Page 72: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 63

Phatogens

Kelompok limbah ini jarang dipertimbangkan dalam sistem akuakultur,

terutama ketika berada di bawah level yang mempengaruhi ikan budidaya.

Namun, pemakaian patogen dengan air limbah dapat berdampak negatif

terhadap organisme akuatik dalam badan air alami (Goldburg dan Triplett,

1997). Badan air alami memiliki muatan patogeniknya sendiri dan menerima

beban tambahan dari sistem budidaya ikan dapat menyebabkan stres atau

kematian organisme air secara langsung. Pembuangan limbah tambak

merajalela di tambak semi intensif yang lebih umum di Afrika (FAO, 2009), di

mana pupuk organik yang digunakan dalam budidaya menghasilkan patogen

tingkat tinggi. Empat pupuk organik (limbah darah sapi, kotoran sapi, kotoran

babi, dan kotoran unggas) berkontribusi pada streptokokus feses tingkat tinggi

(Ampofo & Clerk, 2003).

Jenis limbah dari sistem akuakultur

Komponen limbah yang dihasilkan dari sistem akuakultur telah dilaporkan

oleh banyak penulis (Syandri et al, 2017; Akinwole et al., 2016; Gondwe et al.,

2011; Pouil et al., 2017). Fokus kami dipersempit menjadi limbah akuakultur

utama dari pakan. Secara umum, limbah dari akuakultur dapat diklasifikasi

menjadi limbah padat dan limbah terlarut.

Limbah padat

Limbah padat terutama berasal dari pakan yang tidak dimakan dan kotoran

tinja ikan yang dibudidayakan (Akinwole et al., 2016). Mayoritas limbah padat

akuakultur berasal dari feses Kehilangan feses yang berasal dari nutrisi pakan

yang tidak tercerna dapat mencapai sekitar 10-30% dari pakan (Chen et al.,

1997). Mereka kadang-kadang memasukkan ikan-ikan yang tidak kurang sehat

untuk dipelihara. Limbah padat dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai

padatan tersuspensi dan padatan. Padatan tersuspensi adalah partikel halus dan

tetap tersuspensi dalam air, kecuali ketika metode koagulasi atau sedimentasi

digunakan, dan merupakan jenis padatan yang paling sulit untuk dihilangkan

dari sistem akukultur (Cripps & Bergheim, 2000). Padatan padat adalah partikel

yang lebih besar yang mengendap dalam waktu singkat dan dapat dengan

mudah dikeluarkan dari kolom kultur (Ebeling & Timmons, 2012). Limbah

Page 73: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

64 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

padat telah diklasifikasikan sebagai limbah paling berbahaya dalam sistem

budidaya ikan dan harus secara efektif dihilangkan secepat mungkin..

Limbah padat dianggap sangat berbahaya karena dapat menyumbat insang ikan

dan menyebabkan kematian, terutama dalam kasus partikel padat yang besar

(Akinwole et al., 2016). Jika dibiarkan dalam waktu lama dan dibiarkan

membusuk, limbah ini menyebabkan peningkatan pada total padatan tersuspensi

dan total padatan terlarut. Mereka juga dapat meningkatkan senyawa nitrogen

dan menekankan ikan berbudaya (Akinwole et al., 2016). Jika limbah padat

dalam akuakultur tetap dalam sistem budidaya, aktivitas bakteri aerobik mereka

akan meningkatkan permintaan oksigen kimia dan menguras oksigen dalam

kolom budidaya (Green and Ward, 2011). Di kolam yang dikelola dengan baik,

(yaitu, pakan disimpan dengan benar, diberi makan secara efektif, dan ukuran

yang tepat digunakan) sekitar 30 persen dari pakan akan menjadi limbah padat.

Ini tergantung pada jenis sistem budidaya.

Limbah terlarut

Limbah terlarut adalah produk dari metabolisme makanan di ikan atau makanan

yang tidak dimakan. Dalam limbah terlarut, dua komponen utama yang menjadi

perhatian adalah produk nitrogen (N) dan fosfor (P) (Boyd & Massaut, 1999).

Kedua elemen ini merupakan komponen penting dari protein, yang merupakan

komponen utama dari pakan ikan. Terlepas dari spesies, ikan membutuhkan

protein kasar diet tinggi mulai dari 25 hingga 50%. Namun di Indonesia protein

yang diberikan untuk pembesaran ikan berkisar antara 28-30%, kecuali untuk

pakan udang (38-40%). Pakan ikan berprotein tinggi mengandung nitrogen dan

fosfor dalam jumlah tinggi, namun kurang dari 50% dari nitrogen dan fosfor

yang disimpan dalam tubuh ikan (Syandri et al, 2018; Asir dan Pulatsu, 2017).

Oleh karena itu, sebagian besar ditransfer ke dalam perairan budidaya. N dan P

yang berlebihan di dalam air budidaya ikan akan mencemari lingkunga. Jumlah

nitrogen dan fosfor yang ditahan oleh ikan bervariasi, dengan nitrogen rata-rata

dipertahankan berkisar antara 25% dan 30% (Boyd, 2003) hingga 10% -49%

(Piedrahita, 2003) dan 17-40% untuk retensi fosfor (Piedrahita, 2003).

Piedrahita (2003) melangkah lebih jauh untuk mengungkapkan bahwa kotoran

tinja ikan mengandung 3,6% -35% N dan 15% -70% P, sedangkan jumlah N

dan P sebagai produk ekskresi masing-masing adalah 37% -72% dan 1% -62%.

Page 74: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 65

Nitrogen terutama diekskresikan dalam bentuk terlarut sebagai amonia,

sementara fosfor diekskresikan sebagai partikel (Boyd et al., 2016).

Ikan tidak dapat memanfaatkan substansi dari N dan P, yang merupakan

komponen nutrisi utama dari pakan, sehingga memberikan potensi tinggi untuk

pencemaran lingkungan (Lazzari dan Baldisserotto., 2008). Oleh karena itu

dikategorikan sebagai limbah industri. Nutrien N dan P yang tidak dimanfaatkan

akhirnya dilepaskan ke lingkungan sebagai limbah (Syandri et al., 2016; Syandri

et al., 2018). Nutrien ini pada konsentrasi tinggi ketika dilepaskan ke badan air,

dapat membahayakan ikan dan penghuni ekosistem perairan lainnya (Syandri et

al., 2017; Syandri et al., 2020). Ada kemungkinan bahwa nurien terlarut ini

memiliki sedikit atau tidak ada efek yang signifikan pada ikan yang

dibudidayakan, tergantung pada konsentrasinya (Ansah, 2010). Namun,

melepaskan air budidaya dengan kualitas buruk mungkin memiliki dampak

yang signifikan pada organisme akuatik di badan air penerima.

Nitrogen dilepaskan ke dalam air akuakultur dalam bentuk amonia, yang

selanjutnya dapat didekomposisi menjadi nitrit dan nitrat (Dauda et al., 2014;

Piedrahita, 2003), tergantung pada aktivitas biologis dalam kolom budidaya.

Ammonia (NH3) sangat beracun bagi ikan yang dibudidayakan dalam sistem

akuakultur, jika tidak dikelola sebelum dilepaskan ke lingkungan perairan

(Boyd et al, 2016). Amonia ada dalam dua bentuk, bentuk tidak terionisasi dan

bentuk terionisasi (NH3 dan NH4). Dalam air, keduanya senyawa ini dalam

kesetimbangan pada rasio yang ditentukan oleh suhu air dan pH (Ebeling dan

Timmons, 2012). Bentuk un-terionisasi sangat beracun, bentuk terionisasi

sedikit kurang beracun, dan penjumlahan dari keduanya adalah total amonia

nitrogen (TAN). Polutan kritis kedua dari air budidaya ikan adalah ammonia

nitrogen, terutama dalam bentuk yang tidak terionisasi (Romano dan Zeng,

2013). Ikan budidaya memiliki toleransi beragam terhadap amonia-nitrogen

yang tergantung pada spesies ikan, umur, dan status fisiologis. Ikan daerah

tropis lebih toleran daripada ikan sub tropis, sedangkan ikan dewasa lebih

toleran daripada ikan dan remaja. Amonia umumnya direkomendasikan untuk

berada di bawah 1 mg / L dalam tangki akuakultur (Ajani et al., 2011). Menurut

Boyd (2003), aliansi akuakultur global (GAA) merekomendasikan total amonia

nitrogen (amoniak terionisasi + amoniak terionisasi) dari 5 mg / L dalam limbah

akuakultur sebagai bagian dari pedoman untuk pengelolaan limbah akuakultur.

Page 75: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

66 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Nitrit adalah produk antara oksidasi amonia menjadi nitrat, juga beracun, dan

tingkat di bawah 0,5 mg / L umumnya diinginkan dalam sistem budidaya ikan

(Ajani et al., 2011). Namun, nitrit tidak stabil dan selanjutnya teroksidasi

menjadi nitrat. Nitrat adalah produk akhir dari oksidasi amonia dan umumnya

dianggap aman karena tidak beracun bagi sebagian besar spesies ikan bahkan

pada konsentrasi setinggi 200 mg/L (Dauda & Akinwole, 2015). Namun, itu

merupakan gangguan terhadap lingkungan karena mampu memperkaya air

penerima dan, dengan fosfor, menyebabkan eutrofikasi (Varol, 2019). Sistem

budidaya ikan di mana air diperlakukan untuk reduksi amonia, terutama dalam

sistem resirkulasi akuakultur, menggunakan bio filter untuk oksidasi amonia

menjadi nitrat (Dauda et al, 2018). Nitrat dapat terakumulasi dari waktu ke

waktu hingga level tinggi 300-400 mg / L (Boyd et al, 2016) dan, tergantung

pada frekuensi pertukaran air dan ketika air tersebut dilepaskan, akan

berdampak negatif pada badan air penerima (Dauda et al., 2014 ).

Fosfor adalah metabolit penting atau produk terurai lainnya dari pakan yang

juga kurang dimanfaatkan. Tidak seperti amonia, fosfor tidak beracun bagi ikan

yang dibudidayakan, tetapi ketika dilepaskan ke lingkungan, fosfor memperkaya

badan air alami dan menyebabkan eutrofikasi, tergantung pada konsentrasi,

frekuensi pelepasan, dan ukuran badan air penerima (Yu et al., 2020). Tidak

seperti nitrogen yang dilepaskan ke dalam air terutama dalam bentuk terlarut,

persentase P yang lebih besar dilepaskan sebagai partikulat dalam tinja ikan. Ini

bervariasi dengan spesies, dengan Tilapia hibrida melepaskan fosfor utama (60-

62%) dalam bentuk terlarut melalui ekskresi (Piedrahita, 2003). Fosfor dalam

air akuakulture terutama dilepaskan sebagai fosfat, yang merupakan nutrisi

penting untuk menerima air bersama dengan rekan nitratnya dari nitrogen

(Lazzari & Baldisserotto., 2008). Sayangnya, ketika konsentrasi tinggi,

keduanya menyebabkan eutrofikasi di badan air penerima.

Kesimpulan

Komponen limbah dalam akuakultur terdiri atas pakan, tinja dan antibiotic.

Komponen tersebut teridiri terdiri karbon, nitrogen, dan fosfor yang dominan

bersumber dari pakan ikan dan tinja ikan. Semua komponen tersebut dilepaskan

ke badan air tergantung kepada kadar karbon, nitrogen dan fosfor yang terdapat

di dalam pakan, juvenile ikan, ikan mati selama pembesaran dan ukuran ikan

saat panen. Ikan tidak dapat memanfaatkan substansi dari N dan P, terutama

Page 76: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 67

yang merupakan komponen nutrisi utama dari pakan, sehingga memberikan

potensi tinggi untuk pencemaran lingkungan

Komponen limbah akuakultur terdiri dari sisa pakan ikan, tinja ikan, pathogen

yang dapat berupa limbah padat dan limbah terlarut. Komponen tersebut telah

berdampak negative terhadap kualitas air. Nitrogen dilepaskan ke dalam air

akuakultur dalam bentuk amonia, yang selanjutnya dapat didekomposisi

menjadi nitrit dan nitrat. Nitrit adalah produk senyawa beracun bagi ikan,

umumnya diinginkan dalam sistem budidaya di bawah 0,5 mg / L. Namun

sistem ini dipertahankan pada tingkat yang tidak akan menimbulkan toksik pada

ikan dan lingkungan, termasuk manusia yang mengkomsumsi ikan hasil dari

akuakultur.

Fosfor adalah metabolit penting atau produk terurai lainnya dari pakan yang

juga kurang dimanfaatkan. Tidak seperti amonia, fosfor tidak beracun bagi ikan

yang dibudidayakan, tetapi ketika dilepaskan ke lingkungan, fosfor memperkaya

badan air alami dan menyebabkan eutrofikasi, tergantung pada konsentrasi,

frekuensi pelepasan, dan ukuran badan air penerima.Untuk produksi akuakultur

supaya dapat meminimumkan nutrient lepas ke badan air mesti

mempertimbangkan karakteristik pakan yang digunakan, asupan pakan, ukuran

ikan yang ditebar dan pemakaian antibiotic.

Daftar Pustaka

Ajani, E. K., Akinwole, A. O., & Ayodele, I. A. 2011. Fundamentals of fish

farming in Nigeria. Nigeria: Walecrown publishers Ibadan.

Akinwole, A.O; Dauda, A.B; Ololade, A.O, 2016. Haematological response of

Clarias gariepinus juveniles reared in treated wastewater after waste solids

removal using alunm or Moringa oleifera seed powder. International

Journal of Acarology 6(11): 1-8

Ampofo, J. A., & Clerk, G. C. 2003. Bacterial flora of fish feeds and organic

fertilizers for fish culture ponds in Ghana. Aquaculture Research, 34(8),

677–680.

Aşir, U, Palatsü,R 2008. Estimation of the nitrogen-phosphorus load caused by

Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss Walbaum, 1792) cage-culture farms

in Kesikköprü Dam Lake: A comparison of pelleted and extruded Feed.

Turk. J. Vet. Anim. Sci. 32 (6): 417-422.

Page 77: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

68 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Avadí, A., Pelletier, N., Aubin, J., Ralite, S., Núñez, J., & Fréon, P.

2015. Comparative environmental performance of artisanal and commercial

feed use in Peruvian freshwater aquaculture. Aquaculture, 435, 52–66.

Boyd, C. E., & Massaut, L. 1999. Risks associated with the use of chemicals in

pond aquaculture. Aquacultural Engineering, 20, 113–132.

Boyd, C. E. 2003. Guidelines for aquaculture effluent management at the farm-

level.Aquaculture, 226, 101–112.

Boyd CE, Turker CS, Somridhivej B,: Alkalinity and hardness: Critical but

Elusive concepts in aquaculture. Journal of the World Aquaculture Society.

2016; 47(1): 6-41.

Chen, S., Coffin, D.E., Malone, R.F., 1997. Sludge production and management

for recirculating aquacultural systems. Journal of the World Aquaculture

Society. 28, 303-315.

Liu, X., Steele, J. C., & Meng, X.-Z. 2017. Usage, residue, and human health

risk of antibiotics in Chinese aquaculture: A review. Environmental

Pollution, 223, 161–169.

Dauda, A. B., & Akinwole, A. O. 2014. Interrelationships among water quality

parameters in recirculating aquaculture system. NJRED, 8(4), 20–25.

Dauda, A. B., & Akinwole, A. O. 2015. Evaluation of polypropylene and palm

kernel shell as biofilter media for denitrification of fish culture wastewater.

NSUK JST, 5, 207–213.

Dauda, A. B., Ajadi, A., Tola-Fabunmi, A. S., & Akinwole, A. O. 2018. Waste

production in aquaculture: Sources, components and managements in

different culture systems. Aquaculture and Fisheries.

Dauda, A. B., Ajadi, A., Tola-Fabunmi, A. S., & Akinwole, A. O. 2018. Waste

production in aquaculture: Sources, components and managements in

different culture systems. Aquaculture and

Fisheries. doi:10.1016/j.aaf.2018.10.002

Horppila, J. 2019. Sediment nutrients, ecological status and restoration of lakes.

Water Research. doi:10.1016/j.watres.2019.05.074

Page 78: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r | 69

Cripps, S. J., & Bergheim, A. 2000. Solids management and removal for

intensive landbased aquaculture production systems. Aquacultural

Engineering, 22, 33–56.

FAO, 2016. The state of world fisheries and aquaculture-contributing to food

security and nutrition for all. Fisheries and aquaculture department. Rome:

Food and Agriculture Organization of the United Nations.

Farmaki, E. G., Thomaidis, N. S., Pasias, I. N., Baulard, C., Papaharisis, L., &

Efstathiou, C. E. (2014). Environmental impact of intensive aquaculture:

Investigation on the accumulation of metals and nutrients in marine

sediments of Greece. Science of The Total Environment, 485-486, 554–

562.

Green, B., & Ward, G. H. (2011). Ultimate biochemical oxygen demand in

semi-intensively managed shrimp pond waters. Aquaculture, 319(1-2),

253–261. doi:10.1016/j.aquaculture.2011.06.031

Gondwe, M. J. S., Guildford, S. J., & Hecky, R. E. 2011. Carbon, nitrogen and

phosphorus loadings from tilapia fish cages in Lake Malawi and factors

influencing their magnitude. Journal of Great Lakes Research, 37, 93–

101. doi:10.1016/j.jglr.2010.11.014

Goldburg, R., & Triplett, T. 1997. Murky waters: Environmental effects of

aquaculture in the United States. Washington, DC: Environmental Defense

Fund.

Lazzari, R., & Baldisserotto, B.2008. Nitrogen and phosphorus waste in fish

farming, Vol. Boletim do Instituto de Pesca 591–600.

Schmittou, H.R., 2006. Cage culture. In: Lim, C., Webster, C.D. (Eds.), Tilapia:

Biology, Culture and Nutrition. Haworth Press. Binghamton, New York,

pp. 313–342.

Shen, X., Jin, G., Zhao, Y., & Shao, X. 2019. Prevalence and distribution

analysis of antibiotic resistance genes in a large-scale aquaculture

environment. Science of The Total Environment, 134626.

Piedrahita, R. H. (2003). Reducing the potential environmental impact of tank

aquaculture effluents through intensification and recirculation. Aquaculture,

226, 35–44.

Page 79: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

70 | K o m p o n e n L i m b a h D a l a m A k u a k u l t u r

Pouil,S, R. Samsudin, J. Slembrouck, A. Sihabuddin, G. Sundari, K. Khazaidan,

A.H. Kristanto, B. Pantjara, D. Caruso. 2019. Nutrient budgets in a small-

scale freshwater fish pond system in Indonesia. Aquaculture 504: 267-274.

Syandri. H, Azrita and Niagara. 2016. Trophic status and load capacity of water

pollution waste fish culture with floating net cages in Maninjau Lake,

Indonesia. Eco. Env. & Cons. 22 (1): 469-476.

Syandri, H, Azrita, Junaidi, A. Mardiah 2017. Levels of available nitrogen-

phosphorus before and after fish mass mortality in Maninjau Lake of

Indonesia. J. Fish. Aquat. Sci., 12 (4): 191-196.

Syandri. H, Azrita, A. Mardiah. 2018. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in

Lake Maninjau, Indonesia. Asian J. Sci. Res, 11 (2): 287-294

Syandri, H, A. Mardiah . Azrita. 2020. Water Quality Status and Pollution

Waste Load from Floating Net Cages at Maninjau Lake, West Sumatera

Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 430 (2020)

012031.

Varol M,: 2019. Impacts of cage fish farms in a large reservoir on water and

sediment chemistry. Environmental Pollution. 252: 1448-1454.

Yu, C., Li, Z., Xu, Z., & Yang, Z. 2020. Lake recovery from eutrophication:

Quantitative response of trophic states to anthropogenic influences.

Ecological Engineering, 143, 105697. doi:10.1016/j.ecoleng.2019.105697

Page 80: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 71

CHAPTER 5

DAMPAK LIMBAH AKUAKULTUR TERHADAP

EKOSISTIM PERAIRAN

Dampak limbah akuakultur terhadap kualitas air

Studi yang telah dilaporkan oleh Davidson et al (2016) tentang efek dari pakan

ikan yang ransumnya mengandung tepung ikan (FMF) dan pakan yang

ransumnya tidak mengandung tepung ikan (FM) yang diujikan pada salmon

Atlantik (Salmo salar) dengan teknologi sistem resirkulasi (RAS). Selama

durasi penelitian ternyata total ammonia nitrogen (TAN) pada pakan yang

mengandung tepung ikan lebih tinggi daripada pakan yang tidak mengandung

tepung ikan masing-masing adalah 0,17±0,01 dan 0,13±0,01 mg / L. Nitrit

nitrogen masing-masing adalah 0,05 ± 0,04 dan 0,03±0,02 mg / L untuk FMF

dan FM. Nitrat nitrogen masing-masing adalah 65±2 dan 57±1 mg / L untuk

ransum pakan FMF dan FM.

Total fosfor (TP) di dalam air yang pakannya mengandung FMF dan pakan FM

masing-masing adalah 4,3±0,1 dan 0,9 ± 0,0 mg/ L (Tabel 1); karenanya, pakan

FMF menghasilkan total fosfor yang lebih besar dalam air akuakultur. Air

akukultur yang menerima FMF dan FM masing-masing mengandung kadar TSS

rata-rata 1,3 ± 0,2 dan 1,7 ± 0,1 mg / L, terbukti TSS lebih tinggi pada NTP

daripada MTP (Tabel 1).

Pada budidaya ikan dan industri pakan ikan telah cukup lama mengakui dan

mengantisipasi masalah yang berdampak pada keberlanjutan tepung ikan di

industri pakan ikan terhadap lingkungan perairan. Karena keterbatasan pasakon

tepung ikan untuk ransum pakan, maka beberapa peneliti telah mencoba

menggembangkan bahan-bahan protein alternaif, terutama protein nabati.

Page 81: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

72 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Tabel 1. Parameter kualitas air pada budidaya ikan salmon yang diberi pakan FMF

dan FM

Pakan FMF Pakan FM

Alkalinity 206±2 208±2

Carbon Dioxide 4±0 3±0

cBOD5 0.9±0.1 0.9±0.1

Dissolved Oxygen 10.0±0.0 10.0±0.0

Heterotroph Bacteria (CFU/ml) 437±83 493±121

Nitrit Nitrogen 0.05±0.04 0.03±0.02

Nitrate Nitrogen 65±2 57±1

Oxidative Reduction Potensial (mV) 248±1 255±4

pH 8.1 8.1

Temperature 15.2 15.2

Total Amonia Nitrogen 0.17±0.01 0.13±0.01

Total Phosphorus 4.3±0.1 0.9±0.0

Total Suspended Solid 1.3±0.2 1.7±0.1

Sumber: Davidson et al., 2016.

Hasilnya menunjukkan bahwa kinerja pertumbuhan ikan trout pelangi yang

diberi semua protein nabati tanpa tepung ikan sebanding dengan kinerja ikan

trout yang diberi makan tepung ikan tradisional (Davidson et al., 2013). Pada

Tabel 2 dilaporkan kualitas air media pemeliharaan ikan rainbow trout

(Oncorhynchus mykiss) dengan RAS dengan dua jenis pakan (protein pakan

bersumber dari tepung ikan dan protein pakan dari biji-bijian). Bahan protein

utama dalam diet GB adalah kedelai dan jagung konsentrat protein. Diet FM

diformulasikan untuk mewakili diet trout khas yang mengandung makanan

menhaden, produk sampingan unggas, tepung kedelai, dan tepung darah.

Penggunaan alternatif selain tepung ikan untuk akuakultur semakin menjadi

kebutuhan karena menurunnya stok perikanan. Dengan demikian, formulasi

makanan dan dampaknya tetap menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan

sektor akuakultur. Bahan tanaman telah berhasil digunakan sebagai alternatif

berkelanjutan untuk pengganti tepung ikan untuk beberapa spesies akuakultur.

Namun, adanya faktor antinutritional di sebagian besar bahan-bahan ini

mengganggu penerimaan pakan dan kinerja hewan, menyebabkan gangguan

metabolisme dan pencernaan. Selain biaya produksi yang meningkat,

kekhawatiran lain juga muncul dari dampak gangguan ini, seperti produksi

limbah yang berasal dari nutrisi yang tidak disimpan dalam biomassa dan

Page 82: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 73

dilepaskan di lingkungan sebagai kerugian feses atau non-feses (Kokou dan

Fountoulaki, 2018).

Tabel 2. Konsentrasi kualitas air tangki rata-rata (mg/L, kecuali dinyatakan lain)

dikumpulkan di saluran pembuangan dinding samping untuk

pertukaran rendah yang diberi makan berbasis pakan (GB) dan pakan

berbasis ikan (FM).

Disisi lain, sumber beban pencemaran air danau Maninjau dominan berasal dari

aktifitas budidaya ikan keramba jaring jaring apung yaitu sisa pakan ikan, tinja

ikan dan ikan mati secara massal (Junaidi et al, 2015; Syandri et al., 2020;

Syandri et al., 2017). Sumber pencemaran tersebut telah berdampak terhadap

kualitas air dan status trofik danau. Sulastri et al (2019) telah melaporkan

kualitas air danau Maninjau seperti dipresentasikan pada Tabel 3.

Kecerahan perairan yang ditentukan berdasarkan kedalaman Secchi Dish rata-

rata berkisar antara 0.8-2.96 m. Untuk perairan mesotrofik dan eutrofik

kedalaman kerahan (Secchi dish) masing-masing adalah 4-2 m dan 2-1 m

(Carlson dan Simpson, 1996). Suhu perairan menunjukkan kondisi umum

perairan tropis dan mendukung untuk pertumbuhan fitoplankton (Affan et al.

2016). Kisaran pH menunjukkan perairan lebih bersifat alkali. konsentrasi total

fosfor rata-rata berkisar antara 0, 021-0,298 mg/L untuk perairan mesotrofik dan

eutrofik konsentrasi total fosfor berkisar masing-masing antara 0,012-0,024

mg/L dan 0,24-0, 96 mg/L, sedangkan untuk perairan hipertrofik berkisar antara

0.96-> 0,192 mg/L. Rasio TN:TP pada umumnya > 12 menunjukkan fosfor

menjadi faktor pembatas fitoplakton (Sulastri et al., 2019).

Page 83: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

74 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Tabel 3. Parameter kualitas air danau Maninjau

Dampak limbah akuakultur terhadap plankton

Para peneliti telah meloporkan tentang keanekaragaman plankton di perairan

danau Maninjau (Merina et al, 2014; Sulastri et al, 2019). Jenis fitoplankton di

danau Maninjau disajikan pada pada Tabel 4 (Sulastri et al., 2019). Berdasarkan

waktu pengamatan, jumlah jenis yang tinggi adalah phylum Chlorophyta kecuali

pada April, 2018 tidak ditemukan jenis dari alga hijau (Chlorophyta). Synedra

ulna merupakan jenis dari kelompok diatom yang melimpah dan ditemukan

selama pengamatan (Tabel 4). Jenis-jenis dari famili Desmidiaceae (kelompok

desmid) seperti dari genus Cosmarium dan Staurastrum memiliki

keanekaragaman jenis yang tinggi selama pengamatan, kecuali pada bulan April

2018. Jenis dari phylum alga biru hijau (Cyanophyta) yang selalu ditemukan di

danau Maninjau adalah Microcystis aeruginosa, Anabaena affinis dan

Cylindrospermopcis raciborskii (Tabel 4).

Faktor pertama penyebab ledakan populasi fitoplankton itu biasanya dipicu oleh

zat hara. Suatu perairan yang memiliki konsentrasi zat hara berlebih, dapat

memicu terjadinya ledakan fitoplankton. Karena zat hara tersebut terserap oleh

fitoplankton sebagai nutrisi pertumbuhan dan perkembangannya. Disamping itu

Cyanobacteria merupakan mayoritas fitoplankton di beberapa negara danau

oligotrofik hingga eutrofik besar, dan karena kelimpahannya dan di mana-mana,

hingga 70% fiksasi karbon dalam air dapat dikaitkan dengan cyanobacteria (Yan

et al., 2019). Peningkatan biomassa cyanobacterial secara mekar dapat

menyebabkan degradasi ekosistem perairan dengan meningkatkan proses

anaerob, mengurangi kualitas air dan mengubah keanekaragaman air, dan

dengan demikian menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan manusia (Liao et

al., 2016).

Page 84: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 75

Tabel 4. Jenis-jenis fitoplaknton di danau Maninjau, Sumatera Barat

Page 85: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

76 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Taipale et al (2019) menemukan bahwa nilai gizi fitoplankton, asam amino, EPA,

DHA, dan sterol menunjukkan hubungan kuadratik yang signifikan dengan status

trofik danau. Lebih khusus, kandungan asam amino adalah sama di danau oligo dan

mesotropik, tetapi secara substansial lebih rendah di danau eutrofik (TP> ug L -1 /

1.13 μmol L -1 56). Kandungan EPA dan DHA tertinggi di fitoplankton ditemukan

di danau mesotropik, sedangkan kandungan sterol tertinggi di danau oligotropik.

Berdasarkan hasil ini, nilai gizi fitoplankton berkurang dengan terjadinya

eutrofikasi, meskipun kontribusi ganggang berkualitas tinggi tidak berkurang. Oleh

karena itu, hasilnya menekankan bahwa eutrofikasi, sebagai kelebihan TP,

mengurangi nilai gizi fitoplankton, yang mungkin memiliki dampak signifikan pada

nilai gizi zooplankton, ikan, dan hewan air lainnya pada tingkat rantai makanan

yang lebih tinggi. Selanjutnya perubahan komposisi spesies plankton dan

kepadatan akibat eutrofikasi dapat menghasilkan ikan dengan nilai gizi lebih rendah

dan dengan demikian meningkatkan risiko bagi konsumen ikan dengan mengubah

ketersediaan Se dan EPA terhadap MeHg (Razawi et al., 2014).

Dampak limbah akuakultur terhadap eutrofikasi

Danau air tawar adalah salah satu ekosistem terpenting di dunia tetapi aktivitas

yang berhubungan dengan manusia telah mengubah ekosistem secara bertahap

dengan meningkatkan aliran nutrisi anorganik dan zat organik ke dalam

ekosistem, yang selalu dikaitkan dengan peradaban dan urbanisasi. Meskipun

proses pengolahan air limbah dapat mengurangi pembuangan nutrisi, akumulasi

kelebihan pasokan nutrisi dapat mengakibatkan eutrofikasi. Sebagian besar

danau air tawar dan lahan basah menghadapi masalah penurunan kualitas air

dan ketidakseimbangan ekologis karena meningkatnya kegiatan antropogenik

terutama di negara-negara berkembang. Pemahaman tentang mekanisme dan

identifikasi sumber-sumber eutrofikasi sangat bermanfaat untuk mengurangi

masalah melalui kebijakan manajemen yang tepat. Mekanisme dan efek

eutrofikasi serta permodelan untuk mitigasi eutrofikasi telah dijelaskan oleh

banyak peneliti (Bhagowati et al, 2019; Liu et al., 2018;Tang et al., 2019).

Dengan kemajuan pemodelan ekosistem, menjadi layak bagi badan pemerintah

dan pembuat kebijakan untuk mengusulkan skema pengendalian danau dan

program restorasi yang lebih baik, melalui kapasitas prediksi yang lebih baik.

Sementara prediksi dan kontrol eutrofikasi danau sekarang menjadi lebih mudah

daripada sebelumnya, penyempurnaan masih terjadi karena kompleksitas yang

terus meningkat dan masalah khusus danau yang membutuhkan pengalaman

Page 86: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 77

yang lebih luas dan lebih detail. Status pengetahuan saat ini tentang eutrofikasi

danau dan kemajuan dalam pemodelan ekologi dan hidrodinamik akan sangat

bermanfaat bagi prospek pengelolaan danau di masa depan.

Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrisi dan digunakan untuk

mengkarakterisasi keadaan ekosistem perairan. 'Status trofik' badan air

digunakan sebagai deskripsi badan air untuk tujuan ini. Untuk memahami status

nutrisi dari badan air biasanya digunakan istilah oligotrophic, mesotrophic,

eutrophic dan hypertrophic (Walmsley, 2000).

1. Oligotropik adalah keadaan konsentrasi nutrisi yang rendah dan tidak

produktif dalam hal kehidupan hewan dan tumbuhan air. Danau-danau

ini memiliki produksi alga yang sangat sedikit dan cocok digunakan

untuk air minum.

2. Mesotropik adalah zat gizi tingkat menengah, cukup produktif dalam hal

kehidupan hewan dan tumbuhan air dan menunjukkan inisiasi tanda-

tanda masalah kualitas air.

3. Eutrofik adalah keadaan di mana badan air kaya akan konsentrasi nutrisi,

sangat produktif dalam hal kehidupan hewan dan tumbuhan air dan

menunjukkan tanda-tanda meningkatnya masalah kualitas air. Karena

meningkatnya muatan alga, air menjadi kurang transparan.

4. Hipertrofik adalah keadaan di mana konsentrasi nutrisi berlebihan

terjadi, dan pertumbuhan tanaman dapat ditentukan oleh faktor fisik.

Masalah kualitas air serius dan hampir terus menerus. Air menjadi

kurang transparan dan kehidupan akuatik berhenti pada kedalaman yang

lebih rendah karena hilangnya kandungan oksigen terlarut.

Secara umum, fenomena eutrofikasi danau dapat diklasifikasikan menjadi dua

kategori yaitu gejala alam dan aktifitas manusia. Proses eutrofikasi alami

berlangsung sangat lambat dalam waktu umur geologis tetapi dapat sangat

dipercepat oleh kegiatan antropogenik yang umumnya disebut sebagai

eutrofikasi buatan manusia, sebagai contoh aktifitas budidaya ikan dengan

keramba apung. Secara umum dapat diterima bahwa input nutrisi yang

berlebihan terutama nitrogen (N) dan fosfor (P), adalah faktor kunci yang

mempercepat proses eutofikasi dalam ekosistem perairan. Sumber N dan P

dapat berasal dari kegiatan pertanian di luar badan air dan dialirkan ke danau

atau waduk, disatu sisi juga berasal dari badan air itu sendiri.

Page 87: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

78 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Ketersediaan fosfor dianggap sebagai faktor terpenting untuk menentukan

kualitas air danau. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa pemuatan

fosfor yang tinggi menyebabkan biomassa fitoplankton tinggi, air keruh, dan

sering terjadi perubahan biologis yang tidak diinginkan. Yang terakhir termasuk

hilangnya keanekaragaman hayati, hilangnya macrophytes yang terendam,

perubahan stok ikan, dan penurunan kontrol top-down oleh zooplankton pada

fitoplankton.

Untuk menurunkan tingkat eutrofikasi danau, banyak upaya telah dilakukan

untuk mengurangi pemuatan fosfor ke badan air. Beberapa pengelola danau

merespon dengan cepat terhadap pengurangan semacam itu. Tetapi penundaan

pemulihan danau sering terlihat lambat, karena sumbangan fosfor dari aktifitas

akuakultur dan pertanian sangat besar, sehingga membutuhkan waktu untuk

menyeimbangkan dengan tingkat pembebanan baru. Pelepasan fosfor dari

sedimen ke dalam kolom air danau mungkin begitu kuat dan persisten, sehingga

memperlambat periode waktu peningkatan kualitas air setelah pengurangan

pembebanan (Zhang et al, 2019; Ni et al, 2018).

Eutrofikasi di air tawar memperlihatkan hubungan antara limbah fosfor dan

hilangnya keanekaragaman spesies ikan di air tawar, seperti di danau, sungai

dan waduk, termasuk rawa banjiran. Dalam perairan tawar, fosfor biasanya

ditunjukkan sebagai nutrisi yang membatasi pertumbuhan fitoplankton

(Jorgensen, 1980). Sampai saat ini, upaya untuk mengontrol pertumbuhan

fitoplankton di badan air memang difokuskan terutama pada pengurangan

fosfor. Namun, ada pendapat yang berkembang bahwa dengan mengurangi

fosfor mungkin tidak cukup untuk memperbaiki kondisi ekologis perairan.

Penggabungan pengurangan nitrogen dan fosfor mungkin bisa memberikan

hasil yang lebih baik. Strategi untuk pengendalian eutrofikasi dengan membatasi

jumlah fosfor yang dilepaskan ke badan air ternyata kurang berhasil pada

sejumlah badan air. Namun para peneliti telah membuktikan bahwa senyawa

nitrogen juga harus dipertimbangkan untuk dikurangi yang lepas ke badan air

((Finlay et al., 2013; Paerl, 2009; Sterner, 2008; Syandri et al, 2017). Namun

demikian, efektivitas langkah-langkah pengurangan nitrogen untuk mengontrol

pertumbuhan fitoplankton juga jauh dari pasti karena banyak spesies

cyanobacteria dapat langsung memperbaiki nitrogen atmosfer (Yan et al, 2019)

dan karena itu dapat mengimbangi muatan nitrogen yang lebih rendah.

Page 88: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 79

Berdasarkan pengetahuan ilmiah saat ini ada peneliti yang sangat menganjurkan

pengurangan gabungan nitrogen dan fosfor untuk mengontrol eutrofikasi di

perairan air tawar (Abell et al., 2010) sementara yang lain sangat menentangnya

dan mendorong hanya kontrol fosfor (Schindler et al., 2008). Kedua strategi

memiliki kisah sukses dan kegagalan dan tampaknya tergantung pada kondisi

hidrologi dari badan air tertentu. Pengurangan beban nitrogen ke badan air

biasanya memiliki biaya lebih tinggi daripada pengurangan phosphorus karena

kompleksitas teknis yang lebih tinggi mengingat sebagian besar muatan

nitrogen berasal dari sumber yang tersebar dan bukan seperti dari beban

phosphorus (Sharpley et al., 2000). Penilaian variabel kualitas air mesti

menganalisis parameter berikut, termasuk tiga kelompok fitoplankton

(cyanobacteria, diatom dan ganggang hijau), oksigen terlarut, senyawa nitrogen

(nitrat, nitrit, amonium, nitrogen organik, nitrogen teradsorp dan nitrogen total),

senyawa fosfor (fosfat, fosfor organik, fosfor teradsorpsi dan fosfor total),

karbon organik partikulat dan terlarut, silika dan zooplankton (Lindim et al.,

2015).

Kunci untuk manajemen kualitas air yang sukses bagi danau yang menerima air

masukan dari sungai-sungai besar tampaknya tidak hanya mengurangi jumlah

input eksternal nutrisi tetapi juga mempertimbangkan beban internal.

Sebaliknya danau-danau yang tidak mempunyai inlet sungai besar input internal

harus sangat dipertimbangkan. Sebagai contoh adalah danau Maninjau. Beban

nutrisi yang berasal dari internal adalah operasional budidaya ikan dengan

karamba jaring apung. Selama musim panas perhatian harus diberikan pada

stratifikasi termal pada himpunan dan durasi karena peningkatan risiko

pengembangan cyanobacteria yang beracun.

Namun ikan mas perak, Hypophthalmichthys molitrix, dan Nile tilapia telah

dianggap efektif dalam menekan mekar cyanobacterial di danau eutrofik (Miura,

1990; Starling dan Rocha, 1990; Starling, 1993, in Turker et al, 2003). Turker et

al (2013) telah melaporkan bahwa ikan nila menyaring lebih banyak partikel

ukuran yang lebih besar dalam sumber air ganggang hijau dan cyanobacterial.

Sebagai contoh dari jenis ganggang hijau (Scenedesmus, Tetraedron, Chlorella,

Ankistrodesmus), dan Cyanobacteria (Microcystis, Merismopedia). Perkiraan

laju filtrasi ikan nila ( mgC / kg / jam) dapat dihitung dari data literatur. Sebagai

contoh, tingkat filtrasi fitoplankton rata-rata yang ditentukan dari berapa species

ikan dicantumkan pada Tabel 5. . Peningkatan signifikan dalam tingkat filtrasi

ikan nila yang dianalisis karena suhu air meningkat dari 23,8 menjadi 31,2 oC.

Page 89: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

80 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Nila adalah spesies tropis, laju pemberian makan diperkirakan akan meningkat

saat suhu air meningkat. Tingkat filtrasi yang lebih tinggi juga terjadi pada ikan

yang di budidayakan pada suhu hangat dibanding dengan ikan yang dipelihara

di dalam laboratorium. Turker et al (2003) menyatakan bahwa nila tilapia

secara efektif dapat menyaring cyanobacteria yang dapat dijadikan sebagai agen

hayati untuk mengendalikan fitoplankton yang mengganggu seperti Microcystis.

Temuan lain menyatakan bahwa danau oligtrofik didominasi oleh

Actinobacteria, dan danau eutrofik didiminasi oleh Cyanobacteria (Ji et al.,

2018).

Tabel 5. Jenis fitoplankton yang dikonsumsi oleh ikan nila disitasi oleh

Turker et al, 2003

Kesimpulan

Operasional akuakultur yang tidak ramah lingkungan telah memberikan dampak

negatif terhadap ekosistem perairan. Dampak limbah akuakultur bersumber dari

pakan ikan, tinja ikan, dan senyawa organik lainnya. Limbah dari operasional

akuakultur telah berdampak negatif terhadap kualitas perairan, keanekaragaman

fitoplankton, termasuk nilai gizi yang terkandung pada fitoplankton, misalnya

asam amino esensial. Selain itu juga berdampak terhadap keanekaragam spesies

ikan, blooming fitoplankton dan eutrofikasi perairan. Ikan nila dapat dijadikan

sebagai salah species ikan yang berfungsi sebagai agen hayati yang dapat

memanen fitoplankton yang mekar di badan air danau dan waduk, termasuk di

kolam ikan.

Page 90: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 81

Eutrofikasi adalah proses pengayaan nutrisi yang digunakan untuk

mengkarakterisasi keadaan ekosistem perairan. Status trofik badan air

digunakan sebagai deskripsi badan air untuk tujuan ini yaitu oligotrofik,

mesotrofik, eutrofik dan hipereutrofik.

Pada umumnya kondisi status trofik danau di berbagai negara, termasuk

Indonesia adalah hipereutrofik di mana konsentrasi nutrisi sangat berlebihan,

dan pertumbuhan tanaman air terjadi secara massive. Masalah kualitas air serius

dan hampir terus menerus. Air menjadi kurang transparan dan kehidupan

akuatik berhenti pada kedalaman yang lebih rendah karena hilangnya

kandungan oksigen terlarut.

Kunci untuk manajemen kualitas air yang sukses bagi danau yang menerima air

masukan dari sungai-sungai besar tampaknya tidak hanya mengurangi jumlah

input eksternal nutrisi tetapi juga mempertimbangkan beban internal.

Sebaliknya danau-danau yang tidak mempunyai inlet sungai besar input internal

harus sangat dipertimbangkan seperti di danau Maninjau dan danau lain dengan

kasus yang sama.

Daftar Pustaka

Abel. J.M, Deniz Özkundakci & David P. H. Nitrogen and Phosphorus

Limitation of Phytoplankton Growth in New Zealand Lakes: Implications

for Eutrophication Control. Ecosystem, 13:966-977.

Affan, MA., El-Sayed Touliabah H, Al-Harbi SM, Abdulwassi NI, Turki Aj,

Haque MM, Khan S, Elbassat RA.2016. Influence of environmental

parameters on toxic cyanobacterial bloom occurrence in a Lake of

Bangladesh. Rend Fis Acc Lincei 27: 473-481

Bhagowati, B., & Ahamad, K. U. (2018). A review on lake eutrophication

dynamics and recent developments in lake modeling. Ecohydrology &

Hydrobiology,19(1): 155-166.

Carlson RE, Simpson J. 1996. A coordinator’s guide to volunteer lake

monitoring methods. North American Lake Management Society, Madison,

WI. Affan et al. 2016.

Davidson, J., Barrows, F. T., Kenney, P. B., Good, C., Schroyer, K., &

Summerfelt, S. T. (2016). Effects of feeding a fishmeal-free versus a

fishmeal-based diet on post-smolt Atlantic salmon Salmo salar

Page 91: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

82 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

performance, water quality, and waste production in recirculation

aquaculture systems. Aquacultural Engineering, 74, 38–51.

Davidson, J., Good, C., Barrows, F. T., Welsh, C., Kenney, P. B., &

Summerfelt, S. T. (2013). Comparing the effects of feeding a grain- or a

fish meal-based diet on water quality, waste production, and rainbow trout

Oncorhynchus mykiss performance within low exchange water

recirculating aquaculture systems. Aquacultural Engineering, 52, 45–57.

De Oliveira, E. G., Pinheiro, A. B., de Oliveira, V. Q., da Silva, A. R. M., de

Moraes, M. G., Rocha, Í. R. C. B., … Costa, F. H. F. (2012). Effects of

stocking density on the performance of juvenile pirarucu (Arapaima gigas)

in cages. Aquaculture, 370-371, 96–101.

Finlay J.C, , Gaston E. S, Robert W. S, 2013. Human Influences on Nitrogen

Removal in Lakes. Science, 342, Issue 6155, 247-250. Ji, B., Qin, H., Guo, S., Chen, W., Zhang, X., & Liang, J. (2018). Bacterial

communities of four adjacent fresh lakes at different trophic status. Ecotoxicology

and Environmental Safety, 157, 388–394. Jorgensen SE.1980. Lake Manjement, Pergamon Press Ltd, Oxford, UK.

Schindler, 1974

Junaidi, Syandri, H, Azrita, 2014. Loading and Distribution of Organic

Materials in Maninjau Lake West Sumatra Province-Indonesia. Junaidi et

al., J Aquac Res Development 2014, 5:7

Kokou, F., & Fountoulaki, E. (2018). Aquaculture waste production associated

with antinutrient presence in common fish feed plant ingredients.

Aquaculture, 495, 295–310.

Merina, G, Afrizal dan Izmiarti, 2014. Composition and Structure of

Phytoplankton Community at Maninjau Lake West Sumatera. Jurnal

Biologi Universitas Andalas, 3(6): 267-274.

Liao.J, Lei Z, Xiaofeng C, Jinhua S, Zhe G, Jie W, Dalin J, Hao F, Yi H, 2016.

Cyanobacteria in lakes on Yungui Plateau, China are assembled via niche

processes driven by water physicochemical property, lake morphology and

watershed land-use. Sci. Rep.-UK 6, 36357.

Lindim, C., Becker, A., Grüneberg, B., & Fischer, H. (2015). Modelling the

effects of nutrient loads reduction and testing the N and P control paradigm

in a German shallow lake. Ecological Engineering, 82, 415–427.

Liu, B., McLean, C. E., Long, D. T., Steinman, A. D., & Stevenson, R. J.

(2018). Eutrophication and recovery of a Lake inferred from sedimentary

diatoms originating from different habitats. Science of The Total

Environment, 628-629, 1352–1361.

Page 92: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . . | 83

Martin Søndergaard, Jens Peder Jensen & Erik Jeppesen, 2003. Role of

sediment and internal loading of phosphorus in shallow lakes,

Hydrobiologia 506, 135–145.

Moriarty, C.M., Moriarty, D.J.W., 1973. Quantitative estimation of the daily

ingestion rate of phytoplankton by Tilapia nilotica and Haplochromis

nigripinnis in Lake George, Uganda. J. Zool. (London) 171, 15 – 23.

Ni, Z., Wu, X., Li, L., Lv, Z., Zhang, Z., Hao, A.,Li, C. (2018). Pollution

control and in situ bioremediation for lake aquaculture using an ecological

dam. Journal of Cleaner Production, 172, 2256–2265.

Paerl, H.W. 2009, Controlling Eutrophication along the Freshwater–Marine

Continuum: Dual Nutrient (N and P) Reductions are Essential. Estuaies and

Coast, 32(4): 593-601.

Razavi, N. R., Arts, M. T., Qu, M., Jin, B., Ren, W., Wang, Y., & Campbell, L.

M. (2014). Effect of eutrophication on mercury, selenium, and essential

fatty acids in Bighead Carp (Hypophthalmichthys nobilis) from reservoirs

of eastern China. Science of The Total Environment, 499, 36–46.

Syandri, H, Azrita, Junaidi, A. Mardiah 2017. Levels of available nitrogen-

phosphorus before and after fish mass mortality in Maninjau Lake of

Indonesia. J. Fish. Aquat. Sci., 12 (4): 191-196.

Syandri, H, A. Mardiah . Azrita. 2020. Water Quality Status and Pollution

Waste Load from Floating Net Cages at Maninjau Lake, West Sumatera

Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 430 (2020)

012031.

Sulastri, Cynthia H, Sulung N, 2019. Keanekaragaman fitoplankton dan status

trofik Perairan Danau Maninjau di Sumatera Barat, Indonesia. Pros Sem

Nas Masy Biodiv Indon, 2(5): 242-250.

Zhang, Y., Yu, J., Su, Y., Du, Y., & Liu, Z. 2019. Long-term changes of water

quality in aquaculture-dominated lakes as revealed by sediment

geochemical records in Lake Taibai (Eastern China). Chemosphere.

Schindler, D.W, R. E. Hecky, D. L. Findlay, M. P. Stainton, B. R. Parker, M. J.

Paterson, K. G. Beaty, M. Lyng, and S. E. M. Kasian, 2008. Eutrophication

of lakes cannot be controlled by reducing nitrogen input: Results of a 37-

year whole-ecosystem experiment. PNAS August 12, 2008 105 (32) 11254-

11258

Sharpley, A. Bob, F, Paul. W, 2000. Practical and Innovative Measures for the

Control of Agricultural Phosphorus Losses to Water: An Overview.Journal

of Environment Quantity1(29): 1-9.

Page 93: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

84 | D a m p a k L i m b a h A k u a k u l t u r T e r h a d a p . . . .

Taipale, S.J., Vuorio, K., Aalto, S.L., Peltomaa, E., Tiirola, M.,2019.

Eutrophication reduces the nutritional value of phytoplankton in boreal

lakes, Environmental Research, Volume 179, Part B, 108836

Tang, C., Yi, Y., Yang, Z., Zhou, Y., Zerizghi, T., Wang, X., … Duan, P.

(2019). Planktonic indicators of trophic states for a shallow lake

(Baiyangdian Lake, China). Limnologica, 78: 125712.

Turker, H., Eversole, A. G., & Brune, D. E. (2003). Filtration of green algae and

cyanobacteria by Nile tilapia, Oreochromis niloticus, in the Partitioned

Aquaculture System. Aquaculture, 215(1-4), 93–101

Walmsley, R.D., 2000. Perspectives on Eutrophication of Surface Waters: 1214

Policy/Research Needs in South Africa. WRC Report No. KV 129/00. 1215

Water Research Commission, Pretoria, South Africa.

Yan, D., Xu, H., Yang, M., Lan, J., Hou, W., Wang, F.,Goldsmith, Y.

2019. Responses of cyanobacteria to climate and human activities at Lake

Chenghai over the past 100 years. Ecological Indicators.104:755-763

Page 94: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 85

CHAPTER 6

PENGELOLAAN LIMBAH PADA SISTEM

AKUAKULTUR

Pengelolaan limbah pakan ikan

Beban limbah didefinisikan oleh Boyd dan Turker (2001) sebagai jumlah bahan

organik dan nutrisi lain yang ditambahkan ke sistem produksi akuakultur dalam

pakan yang tidak berhasil menjadi biomassa daging ikan pada saat panen. Solusi

utama untuk mengelola dampak lingkungan dari akuakultur adalah pengelolaan

pakan (Syandri et al., 2016; Syandri et al, 2018). Sistem pakan dan pemberian

pakan dapat secara efektif mengurangi limbah yang dihasilkan dari pakan ikan

melalui manajemen input yang tepat ke dalam sistem budidaya. d'Orbcastel et

al. (2009) melaporkan bahwa pengurangan rasio konversi pakan (FCR) sebesar

30% di kolam ikan akan membawa sekitar 20% pengurangan dampak

lingkungan dari sistem budidaya ikan. Disisi lain feeding rates yang tepat juga

dapat mengurangi limbah yang bersal dari pakan (Skov et al, 2017). Untuk

mengurangi limbah dari akuakultur, Syandri et al (2018) merekomendasikan hal

berikut:

Jenis spesies dan spesifik ukuran ikan untuk setiap spesies yang ditebar

harus diketahui.

Pakan yang diberikan harus sesuai dengan ukuran pertumbuhan ikan,

minimal setiap 30 hari mesti disampling untuk menentukan feeding rate.

Mesti diketahui proksimat pakan yang dapat digunakan untuk durasi

pemberian pakan selama siklus produksi.

Ini mungkin mengharuskan pemberian label pakan dengan informasi yang

diperlukan tentang kecernaan pakan dan produksi limbah, termasuk

jumlah padatan, fosfor, dan nitrogen. Mungkin juga ada informasi tentang

FCR yang diperoleh di bawah kondisi percobaan dengan sistem yang

dioptimalkan;

Harus ada pengetahuan tentang biomassa ikan dalam sistem;

Page 95: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

86 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Informasi yang memadai tentang kesehatan dan status fisiologis ikan

harus tersedia;

Keseragaman ukuran ikan sangat penting, agar mereka dapat menerima

ukuran pellet yang sama;

Pakan harus disaring untuk menghilangkan debu dan pelet sebelum

diumpankan; dan

Pakan harus diberikan secara efektif untuk memastikan sedikit atau tidak

ada limbah yang dihasilkan dari pakan yang tidak dimakan.

Disisi lain untuk mengontrol polutan yang bersumber dari operasional budidaya

ikan dengan keramba, agar tidak lepas ke badan air danau, Ni et al (2017)

merekomendasikan bendungan ekologi yaitu membendung limbah dengan

penggunaan tanaman air (Lihat gambar Gambar 1 dan 2). Sementara kami tim

penulis mencoba dengan metode bendungan disekitar waah budidaya KJA

sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3.

Bendungan ekologi menghilangkan polutan akuakultur melalui biodegradasi

oleh beragam populasi mikroba, termasuk bakteri, jamur, protozoa, metazoa,

dan hewan planktonik, dan pengambilan oleh tanaman air di tempat dasar

tanaman dan bio filter. Polutan organik yang dihasilkan di zona budidaya ikan,

seperti feses dan sisa pakan, disimpan dalam endapan dan didekomposisi oleh

mikroorganisme, menghasilkan pelepasan bahan organik terlarut dan senyawa

amonia dan fosfor (Syandri et al., 2017; ). Dalam kondisi aerobik, amonia

dioksidasi oleh bakteri pengoksidasi amonia (AOB) menjadi nitrit dan

kemudian menjadi nitrat oleh bakteri pengoksidasi nitrit (NOB). Ketika air

mengalir melalui bendungan ekologi, aktivitas mikroba dalam biofilm terlihat

pada SBF mendegradasi bahan organik terlarut menjadi CO2 oleh

mikroorganisme heterotrofik, dan bakteri nitrifikasi memetabolisme amonia

menjadi nitrit dan nitrat, dan kemudian menjadi gas nitrogen. Tumbuhan air dan

mikroorganisme menyerap polutan seperti fosfat dan nitrat sebagai nutrisi.

Polutan ini berfungsi sebagai bahan baku dalam ekosistem di mana bio-film

dihasilkan dari biodegradasi polutan oleh mikroorganisme. Secara tidak

langsung, polutan merupakan sumber makanan bagi ikan, serangga air, udang,

dan cangkang spiral.

Page 96: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 87

Page 97: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

88 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Page 98: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 89

Pengelolaan limbah padat

Limbah padat telah tergolong sebagai limbah yang paling merusak sistem

budidaya ikan. Dalam aktifitas budidaya perikanan mesti menjadi perioritas

penting untuk mengurangi limbah tersebut di dalam sistem budidaya. Dua

sumber utama limbah padat dalam akuakultur adalah pakan yang tidak dimakan

dan zat-zat yang tidak tercerna, termasuk feces ikan yang masuk ke badan air.

Jumlah limbah padat dalam sistem budidaya ikan dan yang akhirnya dilepaskan

ke lingkungan bervariasi dengan jenis sistem budidaya ikan (Bergheim dan

Asgard, 1996). Sebagai contoh pada aktifitas budidaya ikan gurami

(Osphronemus goramy) di kolam, rata-rata, 61% total N dan 77% input P

terperangkap dalam akumulasi sedimen. Hanya 15% dari total input N dan <3%

yang dimasukkan ke dalam kolam dipulihkan pada ikan yang dipanen.

Akumulasi nutrisi sedimen meningkat secara linier dengan total input nutrisi.

Konsekuensi dari intensifikasi budidaya gurami menggunakan model produksi

harus efisien dalam penggunaan pakan sehingga tidak berdampak terhadap

lingkungan (Pouil et al, 2019).

Disisi lain, intensifikasi budidaya ikan nila dengan peningkatan kepadatan ikan

dan penggunaan pakan komersial dapat menghasilkan pelepasan sejumlah besar

nutrisi ke dalam air. Pengayaan nutrisi ini seperti nitrogen (N) dan fosfor (P)

yang ditujukan untuk akuakultur dapat berkontribusi terhadap penurunan

kualitas air dan eutrofikasi (Syandri et al., 2018). Karena pelet komersial adalah

salah satu sumber utama input N dan P dalam sistem produksi akuakultur semi

intensif dan intensif (Pouil et al, 2019; Dauda et al., 2018). Dengan demikian,

asimilasi nutrisi oleh organisme akuakultur memiliki implikasi penting bagi

kualitas air dan profitabilitas kolam. Dalam kebanyakan kasus, tidak kurang dari

20% hingga 50% dari N dan P yang dimasukkan ke dalam kolam melalui pupuk

dan pakan dipulihkan dalam organisme budidaya saat panen, sedangkan sisanya

diencerkan ke dalam kolom air atau diakumulasikan dalam sedimen (Boyd dan

Tucker, 1998).

Page 99: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

90 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Pengelolaan limbah terlarut

Limbah organik terlarut dalam sistem budidaya ikan terutama nitrogen dan

fosfor. Walaupun ada berbagai teknik untuk menghilangkan nitrogen dalam

sistem budidaya ikan, hampir tidak ada teknik yang dirancang khusus untuk

menghilangkan fosfor dalam sistem budidaya ikan. Ini mungkin sebagian

disebabkan oleh fakta bahwa fosfor tidak beracun bagi ikan budidaya, tidak

seperti nitrogen, yang memiliki turunan beracun, seperti amonia dan nitrit.

Fosfor direduksi dalam sistem akuakultur melalui: reduksi fosfor dalam pakan;

dimasukkannya phytase untuk meningkatkan bioavailabilitas dan pemanfaatan

fosfor makanan (Orisasona dan Ajani, 2015); atau melalui penghilangan padatan

yang efisien dan cepat, karena sejumlah besar fosfor dilepaskan dalam bentuk

partikel (Zhang et al., 2019). Meskipun Abeysinghe, Shanableh, dan Rigden

(1996) merancang model RAS dengan penghilangan nutrisi total yang mampu

mengurangi setinggi 40% fosfor dari sistem kultur, belum ada catatan dari

sistem tersebut yang digunakan untuk tujuan komersial. Disisi lain bahwa eco-

substrat secara signifikan mengurangi nitrogen amonia, nitrogen nitrat, karbon

organik total, nitrogen total, dan fosfor total dalam air kolam budidaya intensif

(Zhang et al., 2019).

Pengelolaan sistem operasional akuakultur

Sistem keramba adalah sistem semi-intensif dan intensif budidaya ikan

(Gondwe et al., 2011; Hasimura et al, 2019; Syandri et al, 2016) dan dilakukan

secara global di daerah tropis maupun sub-tropis. Menurut Kementerian

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2018), 42,11% dari semua

budidaya ikan di Indonesia masih dilakukan dalam sistem budidaya kolam air

tenang dan 10,98% dilakukan pada keramba jaring apung dan keramba (Tabel

1). Sistem budidaya kolam bersifat statis dan tidak memiliki sarana khusus

untuk pengolahan air. Sistem kolam air tenang terutama bergantung pada proses

internal, di mana limbah padat mengendap di dasar kolam dan menumpuk dari

waktu ke waktu (Pouil et al, 2017). Sedangkan budidaya ikan pada keramba

apung, limbah lepas ke badan air dan dalam waktu yang lama menjadi sedimen

di dasar perairan. Pelaku perikanan dapat memindahkan posisi keramba jaring

Page 100: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 91

apung yang sangat tergantung kepada kondisi arus dan kualitas air di sekitar

keramba jaring apung (Syandri et al, 2020). Contoh limbah keramba jaring

apung yang dikoleksi di dasar danau dengan sediment crab lihat Gambar 5.

Mikroba dalam sistem akuakultur bekerja pada limbah yang menetap dan

mengubahnya menjadi bahan yang kurang beracun. Namun, jika limbah yang

terakumulasi telah menumpuk dari waktu ke waktu, aktivitas alami apa pun,

seperti erosi dan umbalan, dapat menyebabkan pencampuran dasar kolam atau

danau yang kayu unsur nutrient dapat menyebabkan ganggang berkembang.

Satu-satunya cara untuk menghilangkan limbah padat dari budidaya kolam

adalah dengan desilting, yang dilakukan setelah dua atau lebih putaran budidaya

ikan. Kurangnya teknik pengelolaan limbah yang memadai dalam sistem

budidaya kolam telah membatasi penggunaannya untuk operasi budidaya semi-

intensif. Sedangkan upaya untuk mengurangi limbah yang berasal dari keramba

jaring apung lepas ke badan air danau atau waduk dapat dilakukan dengan cara

menampung limbah di bawah keramba jaring apung (Gambar 6).

Page 101: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

92 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Gambar 5. Contoh sedimen di dasar danau yang bersal dari operasional

budidaya ikan keramba jaring apung

Gambar 6. Konsep penampungan limbah di bawah keramba jaring apung

(Metode Syandri & Azrita, 2018)

Page 102: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 93

Pengelolaan limbah dengan sistem resirkulasi

(Recirculating aquaculture system, RAS)

Tantangan utama dalam sistem resirkulasi akuakultur (RAS) adalah akumulasi

bahan organik partikulat, terutama fraksi halus dan koloid karena efisiensi

penghilangan yang rendah dari teknologi saat ini (Fossmark et al, 2020). RAS

menggunakan sistem biologis untuk pengelolaan nitrogen dalam sistem

akuakultur. Crab et al. (2007) mencatat bahwa pengolahan air yang paling

penting dalam RAS adalah proses biologis yang menggunakan proses nitrifikasi

untuk mengubah amonia beracun menjadi nitrat yang kurang beracun. Penelitian

tentang proses nitrifikasi efek akuakultur telah menyebabkan pengembangan

berbagai media (bio filter) dengan sifat, keuntungan, dan kerugian yang berbeda

(Martins et al., 2010). Oleh karena itu, budidaya ikan, sebagai sektor penghasil

makanan hewani, telah mencatat pertumbuhan tercepat di dunia (Abumourad et

al., 2013) dan RAS diperkirakan memiliki peran penting dalam masa depan

akuakultur (Zhang et al., 2018).

Biofilter memberikan peluang untuk pertumbuhan mikroba yang bersentuhan

dengan air limbah dan mengubah amonia beracun menjadi nitrat (Ebeling &

Timmons, 2012). RAS konvensional tidak menghilangkan nitrogen (amonia)

dari air akuakultur, melainkan mengubahnya menjadi produk nitrogen yang

kurang beracun (nitrat) (Dauda et al., 2014). Penggunaan RAS telah

memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pengembangan akuakultur

karena berbagai keunggulannya, yang meliputi: mengurangi penggunaan air

melalui penggunaan kembali sebagian air pemeliharaan ikan (Badiola et al,

2018), mengurangi dampak lingkungan dari sistem budidaya ikan melalui

peningkatan pengelolaan limbah dan daur ulang nutrisi (Martins et al., 2010),

meningkatkan kondisi higienis; mengurangi munculnya penyakit (Tal et al.,

2009) dan membatasi kontrol biologis melalui pergerakan ikan budidaya.

Penggunaan RAS lebih banyak pada budidaya indoor jika dibandingkan dengan

kolam, dan sistem keramba.

Page 103: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

94 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Gambar 7. Sistem daur ulang limbah akuakultur pada budidaya ikan sistem

RAS (Pedrosa et al., 2018)

Page 104: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 95

Pengelolaan limbah berbasis daya tampung

Daya tampung beban pencemaran air danau dan/atau waduk adalah kemampuan

air danau dan air waduk untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa

mengakibatkan air danau dan air waduk menjadi cemar (Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Daya Tampung

Beban Pencemaran Air Danau Dan/Atau Waduk). Total N dan P yang masuk ke

badan air semestinya tidak melampaui daya tampung beban pencemaran air.

Page 105: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

96 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Daya tampung beban pencemaran air adalah batas kemampuan sumber daya air

untuk menerima masukan beban pencemaran yang tidak melebihi batas syarat

kualitas air untuk berbagai peruntukannya. Penghitungan daya tampung beban

pencemaran air Danau Maninjau dianalisis dengan formula yang dituangkan di

dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2009

Tentang Daya Tampung Beban Pencemaran Air Danau Dan/Atau Waduk.

Indikator perhitungan daya tampung beban pencemaran air adalah kadar fosfor

yang terkandung pada sampel air. Hasil perhitungan produksi ikan, kuota pakan

dan jumlah KJA sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air dan realita

data di danau Maninjau dipresentasikan pada Tabel 2.

Produksi ikan yang dihasilkan dari KJA, kuota pakan yang diberikan dan

jumlah KJA (petak) di Danau Maninjau sejak tahun 2008 hingga 2017 tidak

sesuai dengan daya tampung beban pencemaran air. Akibatnya status mutu air

Danau Maninjau pada kelas 1-3 berada pada status buruk (cemar berat) dengan

tingkat kesuburan perairan tergolong eutropik berat.

Tabel 2. Daya tampung beban pencemaran Danau Maninjau berdasarkan

produksi ikan, kuota pakan dan jumlah KJA

Produksi ikan

(ton/tahun) Kuota Pakan (ton/tahun) Jumlah KJA (petak)

Sesuai

daya

tampung

Realita

lapangan

Sesuai daya

tampung

Realita

lapangan

Sesuai

daya

tampung

Realita

lapangan

2008 6.393,94 28.350 9.590,92 45.360 4.262 7.560

2009 11.044,08 14.745 16.566,13 47.184 7.362 7.864

2013 12.884,76 24.180 19.327,15 38.688 8.589 12.896

2014 9.300,28 24.870 13.950,42 39.792 6.200 13.264

2015 9.300,28 24.870 13.950,42 39.792 6.200 13.264

2016 8.331,50 25.101 12.497,25 40.162 5.554 13.387

2017 6.490,82 28.381 9.736,23 45.410 4.327 15.136

Sumber: Syandri and Azrita (un publish)

Ikan nila adalah produksi terbesar dari usaha budidaya ikan dengan KJA di

beberapa perairan kolam, danau dan waduk di Indonesia (Henriksson et al,

2017), termasuk di Danau Maninjau (Syandri et al, 2016). Dampak dari kualitas

Page 106: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 97

air yang buruk telah menimbulkan wabah penyakit mematikan yang disebabkan

oleh virus dinamakan Tilapia Lake Virus (TiLV) saat ini mungkin sudah

mengancam produksi ika nila di Danau Maninjau sehingga berdampak terhadap

sosial ekonomi pembudidaya ikan. Til V ditularkan secara horizontal antara

ikan yang terinfeksi dengan ikan yang masih hidup di lingkungan perairan mulai

dari ukuran fingerling sampai ukuran konsumsi dan berpotensi sebagai penyakit

hewan lintas batas yang mempengaruhi perdagangan. Penyakit TilV saat ini

dikonfirmasi telah berjangkit di delapan negara seperti Ekuador, Israel,

Kolombia, Mesir, Thailand, Taiwan, India dan Malaysia (Hounmanou et al,

2018). Di Egypt misalnya, pada tahun 2015 dampak kematian pada budidaya

nila yang diduga disebabkan oleh TiLV, diperkirakan mencapai 98.000 ton

dengan nilai USD 100 juta yang memengaruhi 37% pembudidaya ikan di negara

itu (Fathi et al., 2017).

Akuakultur intensif selain memberikan dampak negative terhadap kualitas air,

status tropic perairan dan kesehatan ikan. Dampak kegiatan budidaya intensif

juga berpengaruh terhadap kandungan sedimen disekitar lokasi kegiatan

akuakultur. Farmaki et al (2014) menemukan logam berat (Cu, Cd, Pb, Hg, Ni,

Fe, Mn, Zn, As) pada sedimen di bawah lokasi keramba wilayah pantai di

Yunani. Demikian juga Mendiguchía, (2011) telah melaporkan logam berat

seperti seng (Zn), tembaga (Cu), besi (Fe), cadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel

(Ni) di kolom air dan sedimen di bawah keramba ikan. Studi lain tentang

akumulasi logam berat pada ikan, air dan sedimen telah dipublikasikan oleh

(Syandri et al., 2015).

Dilain hal, Hendriksson et al (2017) mengkuantifikasi dampak lingkungan

akibat budidaya intensif menggunakan penilaian siklus hidup (LCA), dan

beberapa indikator sosial ekonomi. Dengan asumsi bisnis yang dilakukan seperti

saat sekarang, maka hingga tahun 2030, dampak / indikator pemanasan global

(terjadi peningkatan 3,3 kali lipat), hujan asam (peningkatan 3,3 kali lipat),

eutrofikasi (peningkatan 3,5 kali lipat), penggunaan lahan (peningkatan 3,6 kali

lipat), konsumsi air tawar ( peningkatan 4 kali lipat), penggunaan energi

(peningkatan 3,4 kali lipat), ketergantungan pada ikan liar (peningkatan 3,4 kali

Page 107: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

98 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

lipat), total output ikan (peningkatan 3,3 kali lipat), dan pekerjaan penuh waktu

(peningkatan 3,3 kali lipat).

Kesimpulan

Pengembangan akuakultur sebagai sumber protein hewani yang dapat

dilaksanakan sangat penting bagi keberadaan manusia. Namun, pembatasan di

beberapa bagian dunia, terutama negara maju, membutuhkan upaya

berkelanjutan untuk mengembangkan metode produksi berkelanjutan yang tidak

akan membahayakan lingkungan. Penggunaan sistem kolam dan keramba apung

masih dapat dilanjutkan untuk budidaya perikanan ekstensif dan semi intensif.

Sistem ini dapat dipertahankan pada tingkat yang tidak akan berdampak negatif

pada kesehatan ikan dan lingkungan.

Karakteristik pakan, persentase pemberian pakan dan waktu pemberian pakan

dapat secara efektif mengurangi limbah yang dihasilkan dari pakan ikan melalui

manajemen input yang tepat ke dalam sistem budidaya. Dua sumber utama

limbah padat dalam akuakultur adalah pakan yang tidak dimakan dan zat-zat

yang tidak tercerna, termasuk feces ikan yang masuk ke badan air. Sedangkan

limbah organik terlarut dalam sistem budidaya ikan terutama adalah nitrogen

dan fosfor. Parameter tersebut adalah limbah yang memicu terjadinya

eutrofikasi.

Pengelolan limbah dari budidaya ikan dapat dilakukan dengan metode

bendungan ekologi, akuakultur dengan sistem resirkulasi dan penyesuian jumlah

keramba apung dan input pakan berdasarkan daya tampang beban pencemaran

air. Faktor-faktor tersebut jika tidak dilakukan dengan baik maka eutrofikasi di

perairan umum daratan akan terjadi peningkatan 3,5 lipat pada tahun 2030.

Daftar Pustaka

Abumourad, I.M.K, Wafaa T. Abba et al., 2013. Evaluation of Lactobacillus

plantarum as a probiotic in aquaculture: Emphasis on growth performance

and innate immunity. Journal of Applied Sciences Research, 9(1): 572-582.

Ebeling J.M & Timmons, M.B, 2012. Recirculating Aquaculture Systems. Book

Editor(s): James H. Tidwell

Page 108: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 99

Badiola, M., Basurko, O. C., Piedrahita, R., Hundley, P., & Mendiola, D.

2018. Energy use in Recirculating Aquaculture Systems (RAS): A review.

Aquacultural Engineering, 81, 57–70.

Boyd, C.E., Queiroz, J., 2001. Nitrogen and phosphorus loads by system,

USEPA should consider system variables in setting new effluent rules.

Global Aquacult. Adv. 4(6), 84-86.

Boyd, C.E., Tucker, C.S., 1998. Pond Aquaculture Water Quality Management.

Kluwer Academic Publishers, Boston, Massachusetts.

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P., & Verstraete, W.

(2007). Nitrogen removal techniques in aquaculture for a sustainable

production. Aquaculture, 270(1-4), 1–14.

Dauda, A. Babatunde and Akinwole, A. Olusegun. 2014. Interrelationships

among Water Quality Parameters in Recirculating Aquaculture System.

Nigerian Journal of Rural Extension and Development. 8 :20-25.

Dauda, A. B., Ajadi, A., Tola-Fabunmi, A. S., & Akinwole, A. O. 2018. Waste

production in aquaculture: Sources, components and managements in

different culture systems. Aquaculture and Fisheries.

Fathi, M., Dickson, C., Dickson, M., Leschen, W., Baily, J., Muir, F., …

Weidmann, M. (2017). Identification of Tilapia Lake Virus in Egypt in Nile

tilapia affected by “summer mortality” syndrome. Aquaculture, 473, 430–

432.

Farmaki, E. G., Thomaidis, N. S., Pasias, I. N., Baulard, C., Papaharisis, L., &

Efstathiou, C. E. (2014). Environmental impact of intensive aquaculture:

Investigation on the accumulation of metals and nutrients in marine

sediments of Greece. Science of The Total Environment, 485-486, 554–

562.

Fossmark, R. O., Vadstein, O., Rosten, T. W., Bakke, I., Košeto, D., Bugten, A.

V., Attramadal, K. J. K. (2020). Effects of reduced organic matter loading

through membrane filtration on the microbial community dynamics in

recirculating aquaculture systems (RAS) with Atlantic salmon parr (Salmo

salar). Aquaculture, 525, 735268

Page 109: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

100 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Gondwe, M. J. S., Guildford, S. J., & Hecky, R. E. 2011. Carbon, nitrogen and

phosphorus loadings from tilapia fish cages in Lake Malawi and factors

influencing their magnitude. Journal of Great Lakes Research, 37, 93–101.

Hasimuna, O.J, S. Maulu, C. Monde, M. Mweemba, 2019. Cage aquaculture

production in Zambia: Assessment of opportunities and challenges on Lake

Kariba, Siavonga district. Egyptian Journal of Aquatic Research, 45: 281-

285.

Hounmanou, Y.M.G, R.H. Mdegela, T.V. Dougnon, M.E. Achoh, O.J.

Mhongole, H. Agadjihouèdé, L. Gangbè, A. Dalsgaard, 2018. Tilapia lake

virus threatens tilapiines farming and food security: Socio-economic

challenges and preventive measures in Sub- Saharan Africa. Aquaculture

493: 123-129.

Henriksson, P. J. G., Tran, N., Mohan, C. V., Chan, C. Y., Rodriguez, U.-P.,

Suri, S., Phillips, M. J. (2017). Indonesian aquaculture futures – Evaluating

environmental and socioeconomic potentials and limitations. Journal of

Cleaner Production, 162, 1482–1490.

Ni, Z., Wu, X., Li, L., Lv, Z., Zhang, Z., Hao, A.,Li, C. (2018). Pollution

control and in situ bioremediation for lake aquaculture using an ecological

dam. Journal of Cleaner Production, 172, 2256–2265.

Orisasona O and Ajani EK, 2015. The Growth and Mineral Utilization of

Clarias Gariepinus Fingerlings Fed Phytase-Supplemented Toasted Lima

Bean (Phaseolus lunatus) Diets. J Aquac Res Development 2015, 6:9

Pouil,S, R. Samsudin, J. Slembrouck, A. Sihabuddin, G. Sundari, K. Khazaidan,

A.H. Kristanto, B. Pantjara, D. Caruso. 2019. Nutrient budgets in a small-

scale freshwater fish pond system in Indonesia. Aquaculture 504: 267-274.

Martins, C. I. M., Eding, E. H., & Verreth, J. A. J. (2011). The effect of

recirculating aquaculture systems on the concentrations of heavy metals in

culture water and tissues of Nile tilapia Oreochromis niloticus. Food

Chemistry, 126(3), 1001–1005.

Mendiguchía, C., Moreno, C., Mánuel-Vez, M. P., & García-Vargas, M.

(2006). Preliminary investigation on the enrichment of heavy metals in

marine sediments originated from intensive aquaculture effluents.

Aquaculture, 254(1-4), 317–325.

Page 110: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r | 101

Pedrosa, R. U., de Mattos, B. O., Costa, D. S. P., Rodrigues, M. L., Braga, L. G.

T., & Fortes-Silva, R. (2018). Effects of feeding strategies on growth,

biochemical parameters and waste excretion of juvenile arapaima

(Arapaima gigas) raised in recirculating aquaculture systems (RAS).

Aquaculture, 500:562-568.

Skov, P. V., Duodu, C. P., & Adjei-Boateng, D. 2017. The influence of ration

size on energetics and nitrogen retention in tilapia ( Oreochromis niloticus

). Aquaculture, 473, 121–127.

Syandri.H Azrita, Junaidi, Elfiondri , 2015. Heavy Metals in Maninjau Lake,

Indonesia: water column, sediment and biota . International Journal of

Fisheries and Aquatic Studies 3(2): 273-278.

Syandri. H, Azrita, Niagara. 2016. Trophic status and load capacity of water

pollution waste fish culture with floating net cages in Maninjau Lake,

Indonesia. Eco. Env. & Cons. 22 (1): 469-476.

Syandri. H, Azrita, A. Mardiah. 2018. Nitrogen and phosphorus waste

production from different fish species cultured at floating net cages in

Lake Maninjau, Indonesia. Asian J. Sci. Res, 11 (2): 287-294

Syandri, H, A. Mardiah . Azrita. 2020. Water Quality Status and Pollution

Waste Load from Floating Net Cages at Maninjau Lake, West Sumatera

Indonesia. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science 430 (2020)

012031.

Tal, Y., Schreier, H. J., Sowers, K. R., Stubblefield, J. D., Place, A. R., &

Zohar, Y. (2009). Environmentally sustainable land-based marine

aquaculture. Aquaculture, 286(1-2), 28–35.

Zhang, Y., Yu, J., Su, Y., Du, Y., & Liu, Z. 2019. Long-term changes of water

quality in aquaculture-dominated lakes as revealed by sediment

geochemical records in Lake Taibai (Eastern China). Chemosphere,

235:297-307.

Page 111: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

102 | P e n g e l o l a a n L i m b a h P a d a S i s t e m A k u a k u l t u r

Page 112: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a f t a r G l o s a r i u m | 103

Daftar Glosarium

1. Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup

di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata

yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di

seluruh dunia.

2. Pakan ikan adalah campuran dari berbagai bahan pangan (biasa disebut

bahan mentah), baik nabati maupun hewani yang diolah sedemikian rupa

sehingga mudah dimakan dan dicerna sekaligus merupakan sumber nutrisi

bagi ikan yang dapat menghasilkan energi untuk aktivitas hidup.

3. Pakan komersial adalah pakan yang diproduksi secara masal oleh

industri pakan dengan memiliki kandungan nutrisi yang sesuai dengan

kebutuhan ikan.

4. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat oleh manusia untuk ikan

peliharaan yang berasal dari berbagai macam bahan baku yang mempunyai

kandungan gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan ikan dan dalam

pembuatannya sangat memperhatikan sifat dan ukuran ikan.

5. Limbah adalah sisa-sisa dari suatu kegiatan usaha, termasuk kegiatan

usaha budidaya ikan

6. Limbah organik adalah limbah yang mudah diuraikan

7. limbah anorganik adalah limbah yang susah/tidak dapat diuraikan. contoh

plastic

8. Limbah buangan dari budidaya adalah berupa limbah organik dan

anorganik. Adapun limbah organik yang tinggi pada limbah buangan

memberikan potensi untuk dimanfaatkan sebagai media pertumbuhan bagi

organisme lainnya karena kandungan nutrisinya yang cukup tinggi.

9. Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang

merupakan polimer dari monomer asam amino yang dihubungkan satu

sama lain dengan ikatan peptida.

10. Nitrogen adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki

lambang N dan nomor atom 7.

11. Fosfor ialah zat yang dapat berpendar karena mengalami fosforesens

12. Karbon atau zat arang merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C

dan nomor atom 6 .

13. Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme

untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan

kesehatan.

Page 113: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

104 | D a f t a r G l o s a r i u m

14. Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dilihat dari karakteristik fisik,

kimiawi, dan biologisnya. Kualitas air juga menunjukkan ukuran

kondisi air relatif terhadap kebutuhan biota air dan manusia.

15. Bahan organik total atau Total Organic Matter (TOM) menggambarkan

kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan

organik terlarut, tersuspensi (particulate) dan koloid.

16. Lahan basah atau wetland (Ingg.) adalah wilayah-wilayah di mana

tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau

musiman. Wilayah-wilayah itu sebagian atau seluruhnya kadang-kadang

tergenangi oleh lapisan air yang dangkal

17. Danau adalah cekungan besar di permukaan bumi yang digenangi oleh air

bisa tawar ataupun asin yang seluruh cekungan tersebut dikelilingi oleh

daratan.

18. Waduk atau reservoir adalah danau alam atau danau buatan, kolam

penyimpan atau pembendungan sungai yang bertujuan untuk menyimpan

air.

19. Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara

terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).

20. Kolam ikan adalah perairan terkendali, danau buatan, atau reservoir air

yang digunakan untuk memelihara sejumlah ikan untuk aktivitas budi

daya ikan,

21. Degradasi Lingkungan merupakan penurunan kualitas

lingkungan karena kegiatan pembangunan yang dicirikan dengan tidak

bergunanya komponen-komponen lingkungan secara baik

22. Polusi air merupakan adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat

penampungan air (seperti danau, sungai, lautan, atau air tanah) akibat

aktivitas manusia.

23. Pencemaran air adalah suatu perubahan keadaan di suatu tempat

penampungan air seperti danau, sungai, lautan dan air tanah akibat

aktivitas manusia.

24. Budi daya ikan adalah salah satu bentuk budi daya perairan yang khusus

membudidayakan ikan di tangki atau ruang tertutup, biasanya untuk

menghasilkan bahan pangan, ikan hias, dan rekreasi (pemancingan).

25. Keramba adalah wadah budi daya ikan berupa kandang yang terbuat dari

bambu atau papan kayu yang ditempatkan di badan sungai.

Page 114: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a f t a r G l o s a r i u m | 105

26. Keramba jaring apung adalah salah satu wadah budidaya perairan yang

cukup ideal, yang ditempatkan di badan air dalam, seperti waduk, danau,

dan laut.

27. Benih Ikan adalah anak ikan dengan ukuran tertentu yang akan digunakan

sebagai bahan organik dalam kegiatan pembudidayaan ikan.

28. Padat tebar ikan adalah jumlah ikan (ekor) yang ditebar pada wadah

budidaya dalam satuan ekor/m3.

29. Nilai efisiensi pakan diperoleh dari hasil perbandingan antara pertambahan

bobot tubuh ikan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama

masa pemeliharaan. Semakin besar nilai efisiensi pakan, berarti

semakin efisien ikan memanfaatkan pakan yang dikonsumsi untuk

pertumbuhannya.

30. Rasio konversi pakan (FCR) dihitung dari jumlah kilogram pakan yang

digunakan untuk menghasilkan satu kilogram ikan. Sedangkan

efisiensi pakan (FE) merupakan persentase dari berat ikan yang dihasilkan

dibandingkan dengan berat pakan yang diberikan.

31. Daya dukung adalah jumlah atau kuantitas maksimum ikan yang dapat

didukung oleh suatu badan air dalam jangka panjang, yang dipengaruhi

oleh waktu pembilasan (flushing time), volume badan air, dan beban limbah

yang masuk ke perairan.

32. Plankton didefinisikan sebagai organisme hanyut apapun yang hidup

dalam zona pelagik (bagian atas) samudera, laut, dan badan air tawar.

Secara luas plankton dianggap sebagai salah satu organisme terpenting di

dunia, karena menjadi bekal makanan untuk kehidupan akuatik.

33. Eutrofikasi adalah suatu proses di mana suatu tumbuhan tumbuh dengan

sangat cepat dibandingkan pertumbuhan yang normal. Proses ini juga sering

disebut dengan blooming.

Page 115: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

106 | D a f t a r G l o s a r i u m

Page 116: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

D a f t a r I n d e k | 107

Daftar Indek

Air tawar 3, 4, 6, 18, 25, 25, 66, 84, 105

Antibiotik 4, 37, 63

Budidaya ikan 1, 2, 4, 5, 6, 13, 16, 17, 19, 26, 28, 29,

31, 32, 33, 37, 38, 48, 52, 62, 63, 64,

69, 73, 74, 79, 92, 96, 97,98,104, 105

Beban limbah 1,2, 5, 25, 33, 62, 63, 91

Benih ikan 101

Bendungan ekologi 92, 93

Danau 1, 2, 3, 4, 5, 6, 9, 11, 13, 15, 16, 17, 18,

19, 26, 28, 35, 36, 37, 40, 41, 43, 44,

45, 46, 48, 51, 52, 54, 62, 63, 84, 85,

86, 88

Eutrofik 82, 84, 86

Eutrofikasi 2, 4, 26, 27, 35, 73, 74, 84, 85, 88

FCR 2, 14, 16, 33, 34,38, 39, 44, 45, 46, 47,

51, 63, 92, 93

FCE 34, 47, 48, 51, 52, 53, 63

Keramba jaring apung 4, 9, 11, 12, 13, 16, 17, 19, 28, 38, 43,

48, 54, 55, 62, 63, 66

Komponen limbah 62, 69

Kualitas air 2, 13, 14, 15, 18, 19, 26, 27, 35, 38, 41,

43, 46, 47, 48, 51, 54, 55, 62, 74, 79,

80, 81, 82, 84, 85, 86, 96, 98, 104

Limbah padat 27, 69, 70, 74

Limbah terlarut 70, 74

Limbah pakan 2, 14, 52, 79, 92

Mesotrofik 82

Pakan terbenam 44, 49, 51, 52, 53, 55

Pakan terapung 48, 51, 52, 53, 55

Spesies ikan 1, 9, 12, 13, 32, 34, 37, 38, 39, 40, 43,

44, 45, 46, 52, 54

Tipe pakan 42

Page 117: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

108 | D a f t a r I n d e k

Page 118: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

S i n g k a t a n y a n g D i g u n a k a n D a l a m T e k s | 109

Singkatan Yang Digunakan Dalam Teks AOB Ammonia-Oxidizing Bacteria

BPS Badan Pusat Statistik

CDSI Central Data System Information, Kementerian Kelautan

dan Perikanan

FAO Food and Agriculture Organization of the United

Nations

C Carbon

DIN dissolved inorganic nitrogen

DIP Dissolved Inorganic Phosphorus

DON Dissolved Organic Nitrogen

DOP Dissolved Organic Phosphorus

DHA Docosahexaenoic acid

EPA Eicosapentaenoic acid

FCR Feed Conversion Ratio

FCE Feed Conversion Efficiency

FMF Feeding A Fishmeal-Free Diet

FM Fishmeal-Based Diet

IMTA Integrated Multi trophic Aquaculture

KJA Keramba jaring apung

LCIA Life cycle assessment of quaculture systems

LCA Life Cycle Assessment

N Nitrogen

NOB Nitrite Oxidizing Bacteria

PLTA Pembangkit Listrik Tenaga Air

PON Particulate Organic Nitrogen

POP Particulate Organic Phosphorus

P Phosphorus

PFB Plant floating Bed

RAS Recirculating aquaculture system

SBF submerged bio-filter

TiLV Tilapia Lake Virus

TAN Total Ammonia Nitrogen

TSS Total suspended solids

TP Total Phosphorus

Page 119: Tentang Penulis AIR DAN - Universitas Bung Hatta

110 | S i n g k a t a n y a n g D i g u n a k a n D a l a m T e k s