templat tugas akhir s1 - repository.ipb.ac.id · dengan cara annealing selama 45 menit yang dialiri...

39
ELEKTRODEPOSISI FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR Cu 2 ZnSnS 4 (CZTS) PADA SUBSTRAT KACA ITO TRI JUNIARTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: hoangminh

Post on 27-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ELEKTRODEPOSISI FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR

Cu2ZnSnS4 (CZTS) PADA SUBSTRAT KACA ITO

TRI JUNIARTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Elektrodeposisi Film

Tipis Semikonduktor Cu2ZnSnS4 (CZTS) pada Substrat Kaca ITO adalah benar

karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Tri Juniarti

NIM G44090079

i

ABSTRAK

TRI JUNIARTI. Elektrodeposisi Film Tipis Semikonduktor Cu2ZnSnS4 (CZTS) pada

Substrat Kaca ITO. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan AHMAD SJAHRIZA.

Semikonduktor film tipis Cu2ZnSnS4 (CZTS) yang dibuat sebagai bagian

penyerap cahaya pada modul sel surya disintesis dengan metode elektrodeposisi. Film

tipis CZTS dielektrodeposisi pada permukaan substrat kaca yang dilapisi dengan lapis

tipis indium timah oksida (ITO). Proses deposisi menggunakan potensiometer pada suhu

ruang dengan tegangan 1.05 volt selama 30, 45, dan 60 menit, setelah itu film dipanaskan

menggunakan 2 jenis perlakuan suhu yaitu tanur 500 ºC dan piring pemanas 180 ºC

dengan cara annealing selama 45 menit yang dialiri gas N2/H2S. Hasil analisis

difraktogram sinar-X menggunakan program Match 2 menunjukkan bahwa film tipis

CZTS memiliki struktur kristal kesterit, dengan persentase fase CZTS yang kecil. Selain

itu terdapat juga fase sekunder seperti Cu2S, ZnS, dan SnS. Film tipis CZTS yang

dihasilkan memiliki ketebalan dari 1.039 sampai1.676 µm. Energi band gap CZTS

dengan perlakuan annealing tanur berkisar 1.50-1.52 eV, sedangkan annealing piring

pemanas tidak dapat diketahui. Nilai tersebut menunjukkan bahwa film CZTS dapat

digunakan sebagai absorben sinar matahari pada sel surya. Pembentukan film kristal

CZTS pada penelitian ini efektif dilakukan dengan proses annealing menggunakan tanur

suhu 500 ºC dan waktu deposisi 45 menit.

Kata kunci: Cu2ZnSnS4, Elektrodeposisi, Film Tipis

ABSTRACT

TRI JUNIARTI. Electrodeposition of Semiconductor Cu2ZnSnS4 (CZTS) Thin Films on

ITO Substrat. Supervised by SRI SUGIARTI and AHMAD SJAHRIZA.

Semiconductor Cu2ZnSnS4 (CZTS) thin film that can be used as absorber layers

on solar cell module was made via electrodeposition method. CZTS thin film was

electrodeposited on the surface of a silicate glass coated with a thin layer of indium tin

oxide (ITO). Deposition process was done using potentiostatic mode at room temperature

with a potential of 1.05 V for 30, 45, and 60 minutes, followed with annealing the film at

2 different temperatures, 500 ºC using furnace and 180 ºC using hot plate, both treatments

for 45 minutes in N2/H2S atmosphere. The X-ray difractograms were analyzed using

Match 2 program and showed that the CZTS thin films had kesterit crystalline structure,

with a low percentage of CZTS phase. The thin film also contained secondary phases

such as Cu2S, ZnS, and SnS. The obtained CZTS thin films had a thickness between

1.039 and 1.676 µm. Absorption study showed that the band gap energy of CZTS thin

films which was annealed using furnace ranged from 1.50 to 1.52 eV, whereas that

annealed using the hot plate was not observed. The band gap energy value showed that

CZTS thin films can be used as sunlight absorber layers on solar cell. The formation of

CZTS crystal film on this investigation was effectively performed using furnace

annealing process at a temperature of 500 ºC with deposition time of 45 minutes.

Key words: Cu2ZnSnS4, Electrodeposition , Thin film

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Kimia

ELEKTRODEPOSISI FILM TIPIS SEMIKONDUKTOR

Cu2ZnSnS4 (CZTS) PADA SUBSTRAT KACA ITO

TRI JUNIARTI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Elektrodeposisi Film Tipis Semikonduktor Cu2ZnSnS4 (CZTS)

pada Substrat Kaca ITO

Nama : Tri Juniarti

NIM : G44090079

Disetujui oleh

Sri Sugiarti PhD

Pembimbing I

Drs Ahmad Sjahriza

Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini, dengan judul

Elektrodeposisi Film Tipis Semikonduktor Cu2ZnSnS4 (CZTS) pada Substrat Kaca

ITO.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Sri Sugiarti PhD selaku

pembimbing pertama dan Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku pembimbing kedua

yang telah dengan sabar memberikan arahan dan bimbingannya serta membagi

ilmunya kepada penulis. Tidak lupa ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada seluruh pihak yang turut membantu dan mendukung kelancaran penulis

dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini, termasuk Perusahaan

Pupuk Kaltim, seluruh dosen, laboran dan staf Departemen Kimia IPB, serta

seluruh teman seperjuangan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada

kedua orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan penulis.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran

bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang

diharapkan dapat tercapai. Aamiin.

Bogor, Januari 2014

Tri Juniarti

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Pembersihan Pelat Kaca ITO (Reith & Gerben 2012 ) 2

Pembuatan Larutan Baku 3

Electrodeposition (Modifikasi Pawar et al. 2012) 3

Pembuatan Gas H2S 3

Proses Pengerasan (Annealing) 3

Analisis Struktur Kristal CZTS dengan Metode XRD 4

Analisis Kandungan Unsur dengan AAS 4

Morfologi dan Komposisi Film CZTS dengan Metode SEM-EDX 4

Analisis Koefisien Absorpsi dan Energi Band Gap Film CZTS 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Proses Pengerasan (Annealing) 6

Karakteristik Film CZTS dengan Metode XRD 7

Karakteristik Film CZTS dengan Metode AAS 10

Analisis Morfologi dan Ketebalan Film CZTS dengan Metode SEM 10

Analisis Energi Band Gap dan Koefisien Absorpsi Film CZTS 12

SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 27

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis pengujian XRD menggunakan program Match 2 9 2 Hasil analisis spektrometer serapan atom (AAS) 10 3 Ketebalan film CZTS 11 4 Kandungan unsur film perlakuan annealing hasil EDX 12 5 Koefisien absorpsi dan energi band gap film CZTS 13

DAFTAR GAMBAR

1 Hasil deposisi film CZTS sebelum annealing 6 2 Hasil annealing film CZTS perlakuan suhu 500 ºC di tanur 7 3 Hasil annealing film CZTS perlakuan suhu 180 ºC di piring pemanas 7 4 Difraktogram film CZTS sebelum annealing 7 5 Difraktogram film CZTS setelah annealing 8 6 Nilai indeks Miller CZTS (Pawar et. al 2010) 8 7 Hasil Analisis difraktogram XRD menggunakan program Match 2 9 8 Foto SEM film perlakuan annealing tanur (a) dan piring pemanas (b) 11 9 Hasil pengukuran ketebalan film CZTS menggunakan SEM 12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Bagan alir penelitian 16 2 Difraktogram XRD 17 3 Hasil analisis pengujian XRD menggunakan program Match 2 19 4 Spektrum spektroskopi sinar-X dispersi energi (EDX) 25

5 Nilai energi band gap 26

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan energi yang terus meningkat dan semakin menipisnya

cadangan minyak bumi mengharuskan manusia untuk mencari sumber-sumber

energi alternatif terbarukan. Tingkat konsumsi energi di seluruh dunia saat ini

diprediksikan akan meningkat sebesar 70% antara tahun 2000 sampai 2030.

Cadangan sumber energi yang berasal dari fosil diseluruh dunia diperkirakan

hanya tersedia sampai 40 tahun ke depan untuk minyak bumi, 60 tahun untuk gas

alam, dan 200 tahun untuk batu bara. Sumber energi yang berasal dari fosil saat

ini menyumbang 87.7% kebutuhan energi global, sementara tenaga air, tenaga

angin, geotermal, biomassa, dan sumber energi matahari menyumbang 12.3%

(BNEF 2012).

Pengembangan sumber daya energi terbarukan telah menjadi salah satu

tugas penting yang diberikan kepada para peneliti bidang ilmu pengetahuan alam.

Salah satu sumber alternatif energi terbarukan yang terbaik untuk memenuhi

kebutuhan energi masyarakat adalah energi surya. Energi surya merupakan

sumber energi yang sifatnya berkelanjutan, jumlahnya sangat besar, dan hampir

setiap lokasi di belahan dunia ini menerima sinar matahari sehingga menjadi

alternatif sumber energi masa depan yang sangat menjanjikan. Sel surya juga

memiliki kelebihan menjadi sumber energi praktis karena tidak membutuhkan

transmisi sehingga fleksibel dipasang secara modular di setiap lokasi. Berbagai

keunggulan ini, mendorong negara-negara maju untuk mengembangkan teknologi

pembuatan sel surya.

Pengembangan sel surya dapat menggunakan perangkat fotovoltaik

dengan biaya rendah, efisiensi tinggi, dan kurang merusak lingkungan. Sel surya

yang dikembangkan para peneliti pada teknologi generasi pertama menggunakan

bahan dasar silikon, di antaranya kristal tunggal, multikristal, dan lapis tipis.

Teknologi ini mampu menghasilkan sel surya dengan efisiensi konversi daya yang

tinggi yaitu sebesar 20%. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan

sel surya berbasis silikon kristal tunggal adalah produksi biasanya secara

komersial sangat mahal sehingga membuat panel sel surya yang dihasilkan

menjadi tidak efisien sebagai sumber energi alternatif (Byrne et al., 2010).

Generasi kedua adalah sel surya yang dibuat dengan teknologi lapisan tipis

(thin film). Sel surya ini menggunakan lapisan tipis bahan semikonduktor seperti

kadmium telurida (CdTe) dan tembaga indium galium selenida (CIGS) yang

berfungsi sebagai penyerap sinar matahari. Sel surya yang dikembangkan dengan

semikonduktor CdTe dan CIGS memiliki efisiensi relatif tinggi yaitu sebesar

19.5%. Keunggulan lainnya dengan teknik lapisan tipis ini adalah semikonduktor

yang digunakan bisa di deposisi pada substrat yang lentur sehingga menghasilkan

sel surya yang fleksibel. Masalahnya material CdTe dan CIGS belum dapat

diterima dengan baik karena mengandung unsur kadmium atau selenium yang

beracun dan tidak ramah lingkungan, serta unsur indium atau galium yang

kelimpahannya di alam sangat sedikit menyebabkan harganya sangat mahal

(Poortmans & Vladimir 2007).

Tembaga seng timah sulfida (CZTS) merupakan salah satu alternatif sel

surya dengan bahan baku murah, kelimpahan di alam banyak, tidak beracun,

ramah lingkungan, dan memiliki efisiensi cukup baik. Selain itu, CZTS memiliki

2

energi band gap atau celah pita yang ideal yaitu 1.4-1.6 eV untuk mengkonversi

maksimal jumlah energi dari spektrum matahari menjadi listrik (Lin et al. 2012).

CZTS juga memiliki koefisien daya serap yang tinggi, yaitu lebih dari 104cm

-1

daerah tampak dari spektrum elektromagnetik (Wang 2011). Semikonduktor

dengan celah energi relatif kecil dan koefisien absorpsi tinggi cocok digunakan

untuk sel surya.

CZTS mulai dikembangkan sebagai energi fotovoltaik pada tahun 1988

menemukan bahwa CZTS mampu mengonversi cahaya matahari menjadi energi

listrik secara langsung menggunakan substrat stainless steel. Tahun 1997,

Friedlmeier et al. dalam Katigiri (2005) membuat sel surya menggunakan lapisan

CZTS sebagai penjerap cahaya dengan lapisan jendela n-CdS/ZnO dengan teknik

evaporasi menghasilkan energi band gap sebesar 1.51 eV. Todorov et al. (2010)

menghasilkan energi band gap sel surya CZTS sebesar 1.45 eV dengan teknik

pembentukan melalui evaporasi suhu. Teknik deposisi film tipis semikonduktor

CZTS terbagi menjadi dua, yaitu teknik berbasis vakum (evaporasi, pemercikan,

pelapisan putar larutan prazat, deposisi laser, deposisi penguapan kimia) dan

teknik berbasis larutan (elektrodeposisi, larutan tinta prazat, berbasis tinta

nanokristal) (Khare 2012).

Penelitian ini bertujuan membuat semikonduktor film tipis Cu2ZnSnS4

(CZTS) menggunakan teknik Elektrodeposis. Teknik ini dipilih karena biaya

rendah, ramah lingkungan, deposisi area yang luas, dan menggunakan peralatan

yang sederhana. Langkah pembentukan film tipis CZTS dengan cara

elektrodeposisi dari gabungan elektrolit yang dimasukkan dalam wadah secara

bersamaan untuk membuat film (Pawar et al. 2010).

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, SnSO4,

Na2S2O3.5H2O, C6H5Na3O7.2H2O, dan C4H6O6, aseton, isopropanol, air bebas ion,

gas N2, serbuk FeS, HCl pekat, HNO3 65%, dan kaca indium timah oksida (ITO)

10 Ω 25.0x25.0x1.1 mm.

Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, piring pemanas, potentiostat,

elektroda Ag/AgCl, elektroda Pt, difraktometer sinar-X (XRD) Shimadzu XRD-

7000 Maxima, mikroskop elektron payaran (SEM) Zeiss EVO 50, sinar-X

dispersif energi (EDX) Bruker AXS XFlash Detektor 4010, spektrofotometer UV-

tampak Ganesys 10, spektrometer serapan atom (AAS) tipe AA-7000 untuk

analisis logam Cu dan Zn dan tipe AA-6300 untuk analisis logam Sn.

Pembersihan Pelat Kaca ITO (Reith & Gerben 2012 )

Deposisi menggunakan substrat penempelan logam yang terdiri atas silikat

kaca yang dilapisi dengan lapis tipis indium tin oksida (ITO). Semua potongan

kaca ITO dimasukkan dalam gelas piala yang berisi air bebas ion dan detergen,

3

lalu dipanaskan selama 12 jam dengan suhu 120 ºC. Setelah itu, kaca ITO

dipindahkan ke dalam gelas piala yang berbeda dan dipapar gelombang ultrasonik

selama 10 menit dengan masing-masing gelas piala berisi air bebas ion, aseton,

isopropanol, dan air bebas ion. Tahap terakhir, kaca ITO dikeringkan dengan

mengalirkan gas nitrogen.

Pembuatan Larutan Baku

Pembuatan larutan baku konsentrasi 0.500 M dengan cara menimbang

masing-masing serbuk CuSO4.5H2O, ZnSO4.7H2O, SnSO4, Na2S2O3.5H2O,

C6H5Na3O7.2H2O, dan C4H6O6. Serbuk tersebut masing-masing dimasukkan

dalam labu takar 50 mL yang ditera dengan air bebas ion. Banyaknya pengenceran

dilakukan sesuai dengan kosentrasi yang diinginkan

Elektrodeposisi (Modifikasi Pawar et al. 2012)

Pembuatan lapisan film tipis CZTS dengan menyiapakan wadah elektrolit

berair yang mengandung 0.02 M CuSO4.5H2O (20 mL), 0.01 M ZnSO4.7H2O (10

mL), 0.02 M SnSO4 (10 mL), dan 0.02 M Na2S2O3.5H2O (40 mL). Agen

pengkompleks yang digunakan 0.2 M C6H5Na3O7. 2H2O (21 mL) dan 0.1 M

C4H6O6 (1 mL) dengan kondisi pH sekitar 4.5-5.0. Elektroda yang digunakan

terdiri dari: elektroda Ag/AgCl sebagai elektroda referensi, elektroda Pt sebagai

elektroda inert, dan kaca ITO sebagai elektroda kerja. Deposisi film CZTS

menggunakan potensiostat yang waktu deposisinya dibuat bervariasi 30, 45, dan

60 menit dengan tegangan sebesar 1.05 volt pada suhu kamar. Setelah deposisi,

film tersebut dibilas dengan air bebas ion dan dikeringkan menggunakan gas

nitrogen.

Pembuatan Gas H2S (Semishin 1968)

Sebanyak 5 g FeS dimasukkan dalam tabung kaca dan ditambahkan 20 mL

HCl pekat. Tabung kaca ditutup dengan sumbat yang telah diberi selang pipa, gas

yang terbentuk keluar dari ujung-ujung pipa.

Proses Pengerasan (Annealing)

Film yang terbentuk hasil deposisi dikeraskan dengan menggunakan 2 jenis

perlakuan pemanasan yaitu menggunakan tanur dan piring pemanas. Film hasil

deposisi dipotong dengan ukuran 1 cm x 2 cm. Film tersebut dimasukkan dalam

rangkaian alat kaca yang dialiri gas N2 + H2S selama 45 menit dengan suhu 500

ºC untuk perlakuan tanur (Reith & Gerben 2012), dan suhu 180 ºC untuk

perlakuan piring pemanas yang dilengkapi dengan penangas pasir. Film hasil

proses pengerasan dianalisis lebih lanjut dengan XRD, SEM-EDX, AAS, dan

4

spektrofotometer UV-tampak. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran

1.

Analisis Struktur Kristal CZTS dengan Metode XRD

Difraksi sinar-X (XRD) adalah peralatan untuk menentukan struktur kristal,

dengan spesifikasi berupa Shimadzu XRD-7000 Maxima yang ada di Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan, Bogor. Kaca

film CZTS diletakkan pada penjepit contoh alumunium, kemudian diletakkan

pada alat XRD dan diradiasi menggunakan Sinar X dengan Kα Cu sebesar

1.54056 Å. Sudut 2θ yang digunakan dari 20°-80°, kecepatan pemayaran sebesar

2.0000 (deg/min), dan pengambilan contoh sebesar 0.0200 (deg). Data yang

didapat dari hasil pengujian XRD (Lampiran 2) adalah data antara intensitas

dengan sudut 2θ. Untuk mengetahui komposisi contoh secara kualitatif dan

kuantitatif dilakukan komputerisasi dengan menggunakan program Match 2.

Program Match 2 memberikan informasi hasil data berupa jenis struktur kristal

yang terbentuk, persentase komposisi unsur, dan indeks Miller pada Lampiran 3.

Analisis Kandungan Unsur dengan AAS

Spektroskopi serapan atom (AAS) adalah peralatan untuk menentukan

kandungan unsur yang terdapat dalam contoh film. Lapisan CZTS yang menempel

pada substrat ITO dilarutkan ke dalam larutan HNO3 3 M sebanyak 25 mL hingga

endapan logam terlarut semua. Larutan selanjutnya diencerkan hingga hasil

pengukuran serapan contoh berada dalam rentang deret standar. Kadar logam

dalam contoh dihitung dari hasil konsentrasi logam dalam contoh ukur, faktor

pengenceran dan berat contoh. Alat AAS yang digunakan tipe AA-7000 untuk

analisis logam Cu dan Zn terdapat di Laboratorium Bersama Kimia IPB, dan

untuk analisis logam Sn alat AAS tipe AA-6300 yang digunakan terdapat di

Laboratorium Terpadu Kimia IPB.

Analisis Morfologi dan Komposisi Film CZTS dengan Metode SEM-EDX

Morfologi permukaan dan ketebalan film CZTS diamati dengan

mikroskop elektron pemayaran (SEM) dan komposisis film diamati menggunakan

spektroskopi sinar-X dispersi energi (EDX). Contoh film yang telah diletakkan

dimasukkan kedalam ruang contoh, kemudian dimasukkan dalam alat SEM dalam

kondisi vakum. Hasil keluaran dari analisis SEM berupa gambar struktur

permukaan dari setiap contoh film yang diuji dengan karakteristik gambar 3-D.

Hasi EDX berupa grafik hubungan antara energi (keV) pada sumbu horizontal

dengan cecahan pada sumbu vertikal dapat memberikan informasi tentang unsur-

unsur yang terkandung di dalam contoh film tersebut. Alat SEM-EDX yang

digunakan ada di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen

Kehutanan, Bogor.

5

Analisis Koefisien Absorpsi dan Energi Band Gap Film CZTS

Penentuan nilai energi band gap dan koefisien absorpsi film dilakukan

menggunakan spektrofotometer UV-tampak yang tersedia di Laboratorium

Spektroskopi, Departemen Fisika IPB. Spektrum koefisien absorpsi film CZTS

diukur pada panjang gelombang antara 550-800 nm dengan keadaan tekanan dan

suhu atmosfer. Hasil pengukuran berupa nilai persen transmitans (%T) yang

dikonversi menjadi nilai absorbans (A) untuk menghitung nilai koefisien absorpsi

film (α) dan penentuan energi band gap. Rumus-rumus yang digunakan untuk

menentukan nilai band gap adalah

𝐴 = − log %𝑇

𝛼 =𝐴(ℎ𝑣 − 𝐸𝑔)𝑛

ℎ𝑣

𝐸𝑝 𝑒𝑉 =ℎ 𝑣

1,62 × 10−19𝑒𝑉

dimana 𝐸𝑔 energi pemisahan antarpita konduksi dasar dan puncak pita valensi

atau energi band gap, 𝐸𝑝 merupakan energi foton tiap panjang gelombang, ℎ𝑣

adalah besaran energi foton, dan nilai n merupakan suatu nilai konstanta

probabiliti transisi pita. Penentuan nilai konstanta probabiliti transisi pita sebesar

2, jika hν dibanding α2 membentuk garis lurus ke sumbu α = 0 sehingaa dapat

diduga merupakan band gap langsung, sedangkan apabila α ≠ 0 merupakan band

gap tidak langsung dengan nilai konstanta probabiliti sebesar α1/2

. Nilai energi

band gap diperoleh dari perpotongan garis linier yang menyinggung kurva hasil

hubungan antara (𝛼ℎ𝑣)𝑛 dan ℎ𝑣 dengan sumbu x (Yanfeng et al. 2003).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Film tipis Cu2ZnSnS4 (CZTS) dibentuk dengan cara deposisi dari gabungan

larutan elektrolit masing-masing logam dalam suatu wadah pada permukaan

substrat silikat kaca yang dilapisi dengan lapis tipis indium timah oksida (ITO).

Kunci dari suatu pelapisan ialah kemampuan material untuk melekat pada

permukaan substrat. Permukaan substrat biasanya belum bisa langsung diberikan

pelapisan, karena kualitas permukaan substrat yang rendah serta kemungkinan

adanya kotoran dan minyak yang dapat menggangu saat proses pelapisan. Oleh

karena itu, perlu dilakukan proses pembersihan substrat ITO sebelum pelapisan

material CZTS. Proses pembersihan awal menggunakan larutan berbahan dasar

surfaktan yang dilarutkan dengan air bebas ion. Hal ini disebabkan surfaktan

memiliki gugus hidrofilik dan lipofilik sehingga dapat mempersatukan kotoran

minyak yang terdapat pada substrat untuk larut di dalam air. Pembersihan

menggunakan isopropanol sebagai agen pembersih bertujuan menghilangkan

bakteri yang terdapat pada substrat ITO.

6

Semikonduktor film tipis CZTS dibentuk menggunakan teknik

elektrodeposisi. Proses ini dilakukan dalam berbagai variasi waktu deposisi yaitu

30, 45, dan 60 menit dengan sumber tegangan sebesar 1.05 volt pada suhu kamar

menggunakan potensiostat. Hasil deposisi menunjukkan bahwa semakin lama

waktu deposisi yang digunakan, logam-logam yang mengendap pada substrat

akan semakin banyak (Gambar 1). Hal tersebut sesuai dengan hukum Faraday

yang menyatakan bahwa massa zat yang terbentuk akibat reaksi kimia pada

elektroda berbanding lurus dengan jumlah listrik yang melalui larutan selama

elektrolisis.

Gambar 1 Hasil deposisi film CZTS sebelum annealing

Proses Pengerasan (Annealing)

Ketahanan pelapisan (coating) film hasil deposisi sangat dipengaruhi oleh

kemampuan pelapisan logam untuk menempel pada material substrat. Jika daya

adesif tidak kuat maka selain pelapisan logam tidak menempel dengan baik, hal

ini dapat memberi kesempatan kepada udara lembab masuk ke celah antara

lapisan logam dan substrat yang menyebabkan kontaminasi. Proses pengerasan

(annealing) dibutuhkan untuk membentuk ikatan pelapisan logam yang lebih kuat

dengan substrat, selain itu untuk membentuk kristal CZTS sebenarnya (Pawar

et.al. 2011). Film CZTS yang terbentuk dari hasil deposisi dikeraskan dengan

menggunakan 2 jenis perlakuan pemanasan yaitu menggunakan tanur suhu 500 ºC,

dan hot plate yang dilengkapi dengan penangas pasir suhu 180 ºC. Hal ini

dilakukan dengan tujuan membandingkan seberapa efektif pembentukan kristal

CZTS dengan 2 jenis perlakuan pemanasan tersebut.

Hasil proses annealing menggunakan tanur menunjukkan permukaan

lapisan substrat yang lebih transparan dengan daya ikat lapisan logam yang lebih

kuat (Gambar 2), sedangkan perlakuan menggunakan piring pemanas menghasilkan

permukaan lapisan substrat kurang transparan dengan daya ikat lapisan logam

yang lebih rapuh (Gambar 3). Hasil penelitian ini sesuai dengan Reith & Gerben

(2012) yang menunjukkan bahwa setelah proses annealing menggunakan tanur

suhu 500 ºC menghasilkan permukaan lapisan substrat lebih transparan. Proses

annealing menggunakan piring pemanas yang dilengkapi dengan penangas pasir

suhu 180 ºC pada penelitian ini digunakan karena kaca ITO melengkung pada

suhu 500 ºC, dan peralatan pada proses ini cukup sederhana.

7

(a) (b)

Gambar 2 Hasil film CZTS perlakuan suhu pemanasan 500 ºC di tanur

(a) sebelum annealing, (b) setelah annealing

(a) (b)

Gambar 3 Hasil film CZTS perlakuan suhu pemanasan 180 ºC di piring

pemanas (a) sebelum annealing, (b) setelah annealing

Karakteristik Film CZTS dengan Metode XRD

Penentuan struktur kristal dari film CZTS yang belum di annealing dan

telah di annealing masing-masing dicirikan dengan XRD. Gambar 4 adalah

difraktogram film CZTS sebelum annealing. Gambar tersebut menunjukkan film

CZTS masih bersifat amorf sehingga perlu dilakukan proses annealing untuk

membentuk kristal CZTS yang sebenarnya. Difraktogram film CZTS setelah

proses annealing pada Gambar 5 dan Lampiran 2 menunjukkan bahwa telah

terbentuknya kristal CZTS.

Gambar 4 Difraktogram film CZTS sebelum annealing

I

I

nt

e

ns

i

ta

s

8

Gambar 5 Difraktogram film CZTS setelah annealing

Gambar 6 Nilai indeks Miller CZTS (Pawar et al. 2010)

Menurut Pawar et al. (2010), CZTS memiliki struktur kristal kesterit dengan

indeks Miller 112, 200, 220, dan 312 (Gambar 6). Hasil pengujian XRD penelitian

ini dianalisis menggunakan program Match 2 dengan database ICDD 96-900-

4751 sebagai referensi sehingga dapat dikonfirmasikan bahwa fase anorganik

yang terbentuk merupakan puncak CZTS dengan struktur kristal kesterit dan

sistem kristal tetrahedral. Nilai indeks Miller memiliki intensitas terbesar adalah

(112) nilai 2θ pada 29° (Gambar 7), hasil penelitian ini sesuai dengan yang

dilaporkan Pawar et al. Dari analisis tersebut, diketahui bahwa proses deposisi

dengan teknik elektrodeposisi pada penelitian ini hanya menghasilkan persentase

fase CZTS yang sangat kecil. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa

terdapat fase sekunder yang terdiri dari dua gabungan logam seperti Cu2S, ZnS,

dan SnS (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa proses pembentukan kristalisasi

CZTS belum sepenuhnya sempurna atau sedikitnya logam CZTS yang menempel

pada substrat. Menurut Wan et al. (2012), pembentukan kristal Cu2ZnSnS4 dan

fase sekunder sangat dipengaruhi oleh suhu meliputi tahap pada reaksi di bawah

ini:

2Cu + S Cu2S (< 300 °C – 350 °C)

Zn + S ZnS (< 300 °C – 350 °C)

Sn + 2S SnS2 (< 300 °C – 350 °C)

Cu2S + SnS2 Cu2SnS3 (>350 °C – 400 °C)

Cu2SnS3 + ZnS Cu2ZnSnS4 (>350 °C – 550 °C)

Menurut Hsuan (2009), tingkat kesempurnaan terjadinya reaksi kimia

pembentukan kristal membutuhkan kondisi annealing suhu tinggi sekitar 550 ºC

I

I

n

t

e

n

s

i

t

a

s

II

n

te

n

si

t

as

9

dengan waktu annealing sekitar 1.5 jam. Sedikitnya kristal CZTS yang terbentuk

menunjukkan bahwa suhu annealing dan lamanya waktu annealing yang

digunakan masih perlu dioptimasi.

2θ (deg)

Gambar 7 Hasil Analisis difraktogram XRD menggunakan program Match 2

Tabel 1 Hasil analisis pengujian XRD menggunakan program Match 2

Kode Contoh Fase Yang Terbentuk Nama Jumlah (%)

30 menit_T

Cu2ZnSnS4 Kesterit 3.7

Cu2S Khalkosit 65.9

ZnS Wurzite-2H 12.2

SnS Herzenbergit 18.1

45 menit_T

Cu2ZnSnS4 Kesterit 6.7

Cu2S Khalkosit 66.5

ZnS Wurzite-2H 10.7

SnS Herzenbergit 16.1

60 menit_T

Cu2ZnSnS4 Kesterit 7.3

Cu2S Khalkosit 68.9

ZnS Sphalerit 7.2

SnS Herzenbergit 16.6

30 menit_H

Cu2ZnSnS4 Kesterit 2.4

Cu2S Khalkosit 54.2

ZnS Wurzite-2H 16.6

SnS Herzenbergit 26.8

45 menit_H

Cu2ZnSnS4 Kesterit 6.1

Cu2S Khalkosit 72.1

ZnS Wurzite-2H 10.6

SnS Herzenbergit 11.2

60 menit_H

Cu2ZnSnS4 Kesterit 5.0

Cu31S16 Djurleit 82.6

ZnS Wurzite-2H 6.7

SnS Herzenbergit 5.7 Keterangan: T= tanur; H= piring pemanas

I

I

n

t

e

n

s

i

t

a

s

2

θ

10

Pada difraktogram yang dihasilkan terlihat pula puncak substrat ITO dan

holder alumunium (Al) yang ditunjukkan oleh nilai 2θ ITO pada 30° dan nilai 2θ

Al pada 45°, 65°, dan 77° (Lampiran 3). Hal ini menunjukkan film CZTS yang

dihasilkan pada penelitian ini tipis dan transparan. Pembentukan film kristal

CZTS pada penenelitian ini efektif dilakukan proses annealing menggunakan

tanur dengan suhu 500 ºC.

Karakteristik Film CZTS dengan Metode AAS

Kandungan logam CZTS hasil deposisi pada substrat ITO dapat diketahui

melalui analisis spektrometer serapan atom (AAS) seperti terlihat pada Tabel 2.

Untuk analisis AAS lapisan logam CZTS yang menempel pada substrat ITO

dilarutkan dalam HNO3 3 M hingga endapan logam terlarut semua. Asam nitrat

(HNO3) merupakan asam anorganik yang bersifat oksidator kuat sehingga mampu

melarutkan berbagai logam (Vogel 1979).

Tabel 2 Hasil analisis spektrometer serapan atom (AAS)

Kode

Contoh

Bobot

Contoh Kosentrasi Cu (ppm) Kosentrasi Zn (ppm) Kosentrasi Sn (ppm)

(mg) Terdeteksi Terkoreksi Terdeteksi Terkoreksi Terdeteksi Terkoreksi

Blanko 0.0000 -0.0286 0.0000 -0.0286 0.0000 -0.6300 0.0000

30 menit_T 0.5000 1.7567 0.0893 0.2432 0.0122 2.2900 0.1145

45 menit_T 0.9000 3.4094 0.0955 1.5503 0.0431 8.1700 0.2269

60 menit_T 1.3000 3.7983 0.0736 2.1511 0.0414 2.3100 0.0444

30 menit_H 1.1000 1.1248 0.0262 0.7984 0.0181 7.6000 0.1727

45 menit_H 1.4000 1.5772 0.0287 0.4764 0.0085 4.1100 0.0734

60 menit_H 1.9000 1.6632 0.0223 0.9728 0.0128 0.4900 0.0064

Keterangan: T= tanur; H= piring pemanas

Analisis kandungan unsur menggunakan AAS pada Tabel 2 menunjukkan

bahwa proses pembentukan film CZTS telah berhasil, hasil ini mendukung data

dari hasil analisis diftaktogram XRD. Konsentrasi unsur timah lebih dominan

terbentuk pada lapisan film CZTS baik dengan perlakuan annealing menggunakan

tanur dan piring pemanas. Hal ini dapat disebabkan oleh potensial reduksi dari

masing-masing logam dapat mempengaruhi banyaknya logam yang membentuk

ion dalam campuran larutan untuk terdeposisi ke substrat dan adanya tambahan

konsentrasi Sn dari substrat ITO yang ikut meluruh. Menurut Harvey (2000), nilai

potensial reduksi dari masing-masing logam pada reaksi di bawah ini:

Cu2+

(aq) + 2e ⇆ Cu(s) E0= +0.34 volt

Zn2+

(aq) + 2e ⇄ Zn(s) E0= -0.76 volt

Sn2+

(aq) + 2e ⇆ Sn(s) E0= -0.19 volt

Morfologi dan Ketebalan Film CZTS dengan Metode SEM

Pengamatan morfologi film CZTS dilakukan menggunakan mikroskop

elektron pemayaran (SEM). Pengamatan film hasil deposisi 45 menit dengan

11

perlakuan annealing tanur 500 ºC memperlihatkan morfologi permukaan film

dengan butiran kristal yang kecil (Gambar 8a). Berdasarkan hasil uji ketebalan

film yang terbentuk pada tabel 4 menunjukkan bahwa ketebalan pori-pori lapisan

film bertambah seiring lamanya waktu deposisi film, ketebalan film yang

terbentuk sekitar 1 µm. Hal ini berbeda dengan film hasil deposisi 45 menit

dengan perlakuan annealing menggunakan piring pemanas yang dilengkapi dengan

penangas pasir suhu 180 ºC menunjukkan morfologi permukaan film dengan

butiran kristal yang beragam (Gambar 8b). Ketebalan film yang dihasilkan tidak

rata seiring lamanya waktu deposisi dengan ketebalan film yang terbentuk sekitar

1 µm–3 µm (Tabel 3 dan Gambar 9). Hasil ini menunjukkan bahwa masih perlu

lebih dilakukan optimalisasi kondisi annealing untuk mendapatkan film yang

halus dan seragam. Menurut Raghu dan Kim (2012), kristal film CZTS yang baik

untuk bahan penyerap sel surya seharusnya memiliki struktur pori yang halus,

seragam, dan tipis dengan ukuran butiran sekitar 1-2 µm.

Tabel 3 Ketebalan film CZTS

Kode Contoh Ketebalan (µm)

30 menit_T 1.039 45 menit _T 1.349 60 menit _T 1.519 30 menit _H 1.300 45 menit _H 3.646 60 menit _H 1.676

Keterangan: T= tanur; H= piring pemanas

(a) (b)

Gambar 8 Foto SEM film perlakuan annealing tanur (a) dan piring pemanas (b)

12

Gambar 9 Hasil pengukuran ketebalan film CZTS menggunakan SEM

Analisis kandungan unsur dengan menggunakan SEM-EDX (Lampiran 4)

menunjukkan bahwa proses pembentukan film CZTS telah berhasil, data ini

mendukung hasil analisis menggunakan XRD dan AAS. Kandungan unsur timah

yang terdeteksi lebih dominan dibandingkan dengan unsur lainnya baik perlakuan

annealing menggunakan tanur maupun piring pemanas yang dapat dilihat pada

Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan unsur film hasil EDX

Element Atom. C (at. %) saat Annealing

Tanur Piring pemanas

Tembaga 0.45 0.46

Seng 0.14 0.17

Timah 1.86 3.73

Sulfur 0.34 0.75

Indium 0.19 3.84

Analisis Energi Band Gap dan Koefisien Absorpsi Film CZTS

Penentuan nilai energi band gap dan koefisien absorpsi film dilakukan

menggunakan spektrofotometer UV-tampak. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui perilaku optis material atas respon terhadap cahaya dengan intensitas

tinggi. Dalam hal ini, perilaku optis berkaitan erat dengan sifat-sifat elektronik

material yaitu mengukur kemampuan suatu material untuk transfer elektron.

Dengan mengetahui kemampuan transfer elektron suatu material, maka dapat

diperkirakan atau diduga tingkat efektivitas fotokatalitik material tersebut.

Pengujian ini menggunakan spektrofotometer UV-tampak dengan rentang panjang

gelombang 550-800 nm pada keadaan tekanan dan suhu atmosfer. Data yang

13

diperoleh berupa persen transmitan terhadap panjang gelombang, lalu dianalisis

lebih lanjut dengan menghitung menggunakan persamaan hubungan antara

koefisien absorpsi semikonduktor dan energi band gap.

Nilai energi band gap didefinisikan sebagai sejumlah energi yang

dibutuhkan untuk mengeluarkan elektron dari pita valensi sehingga terjadi aliran

arus listrik. Semakin kecil nilai energi band gap suatu material, maka akan

semakin mudah untuk mentransfer energi dari pita valensi ke pita konduksi. Nilai

energi band gap yang ideal berkisar dari 1.4-1.6 eV sehingga akan menghasilkan

celah pita ideal untuk mengonversi maksimal jumlah energi dari spektrum

matahari menjadi listrik (Pawar et al. 2010). Tabel 5 menunjukkan besarnya

energi band gap yang dihasilkan dari film perlakuan annealing tanur dan piring

pemanas. Dalam penelitian ini, energi band gap yang dihasilkan oleh fase kristal

CZTS dengan perlakuan annealing tanur berkisar 1.50-1.52 eV. Nilai energi band

gap dengan perlakuan annealing menggunakan piring pemanas tidak dapat

diketahui, hal ini disebabkan karena lapisan film yang terbentuk sangat tebal dan

tidak transparan mengakibatkan sinar dari spektrofotometer UV-tampak tidak

dapat diteruskan menghasilkan nilai transmitan. Menurut Wang (2011), nilai

energi band gap fase kristal CZTS sebesar 1.50 eV. Energi band gap fase Cu2S

sebesar 2.36 eV dan SnS sebesar 2.22 eV (Mitzi 2009). Nilai energi band gap fase

ZnS sebesar 3.58 eV (Markvart & Luis 2008).

Selain energi band gap, juga dilakukan penentuan koefisien absorpsi.

Koefisien absorpsi merupakan kemampuan suatu material menyerap sebanyak

mungkin radiasi sinar yang berasal dari cahaya matahari. Semakin besar nilai

koefisien absorpsi, maka memungkinkan untuk dapat menyerap sinar matahari

yang mempunyai energi sangat bermacam-macam sehingga energi listrik yang

dihasilkan akan semakin besar pula. Menurut Pawar et al. (2010), nilai koefisien

absorpsi film yang baik lebih dari 104

cm-1

. Nilai koefisien absorpsi yang

dihasilkan dari film perlakuan annealing tanur pada penelitian ini yaitu sebesar

5.41×103 cm

-1, 8.37×10

3 cm

-1, dan 2.03×10

4 cm

-1.

Tabel 5 Koefisien absorpsi dan energi band gap film CZTS

Kode Contoh Koefisien absorpsi (cm-1

) Eg (eV)

30 menit_T 8.37×103 1.51

45 menit _T 5.41×103 1.52

60 menit _T 2.03×104 1.50

30 menit _H tidak terdeteksi tidak terdeteksi

45 menit _H tidak terdeteksi tidak terdeteksi

60 menit _H tidak terdeteksi tidak terdeteksi

Keterangan: T= tanur; H= piring pemanas

14

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil dari pengukuran karakterisasi optik difraktogram XRD yang

dianalisis menggunakan program Match 2 dengan database ICDD diperoleh

puncak utama arah kristal CZTS adalah (112) dengan struktur kristal kesterit,

yang menunjukkan bahwa material lapisan tipis yang didapatkan sesuai dengan

harapan. Film CZTS yang dibuat juga mengandung fase sekunder yang terdiri dari

Cu2S, ZnS, dan SnS. Hal ini di dukung dengan data hasil analisis menggunakan

AAS, SEM, dan EDX. Film tipis CZTS yang dihasilkan memiliki ketebalan dari

1.039-1.676 µm, energi band gap CZTS dengan perlakuan annealing tanur

berkisar 1.50-1.52 eV sedangkan dengan perlakuan annealing menggunakan

piring pemanas tidak dapat diketahui. Dengan nilai tersebut menunjukkan bahwa

film CZTS dapat digunakan sebagai absorben sinar matahari pada sel surya.

Pembentukan film kristal CZTS penelitian ini efektif dilakukan pada proses

annealing menggunakan tanur dengan suhu 500 ºC dengan waktu deposisi 45

menit.

Saran

Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah material semikonduktor

penjerap foton dari sinar matahari untuk aplikasi sel surya. Akan tetapi, material

yang dihasilkan masih terdiri dari single junction sehingga perlu dibuat

multijunction agar radiasi foton matahari yang terserap lebih banyak. Selain itu,

persentase material fase primer yaitu CZTS yang dihasilkan tergolong sedikit

dibandingkan dengan fase sekundernya. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi

suhu dan waktu saat proses annealing serta dilakukan perhitungan ukuran kristal

material yang dihasilkan.

.

DAFTAR PUSTAKA

[BNEF] Bloomberg New Energy Finance. 2012. Global Trends in Renewable

Energy Investment 2012. Jerman (DE): Frankfurt School-UNEP

Collaborating Centre.

Byrne J, Lado K, Manu V, Ashok K, Jung M, Xilin Z, Jun T, dan Wilson R. 2010.

World Solar Energy Review: Technology, Markets, and Policies. Jerman

(DE): Center for Energy and Envcironmental Policy.

Harvey D. 2010. Modern Analiyitical Chemistry. Amerika Serikat (US): McGraw-

Hill.

Hsuan KW. 2009. The study of Cu2ZnSnS4 thin film formation using Zn and

Cu2SnSe3 bi layers [tesis]. Taiwan (TW): National Cheng Kung University.

Katagiri H. 2005. Cu2ZnSnS4 thin film solar cells. Thin Solid Films 480: 426-432.

doi: 10.940/2005/8532.

15

Khare A. 2012. Synthesis and characterization of copper zinc tin sulfide (CZTS)

nanoparticles and thin films [disertasi]. Amerika Serikat (US): University of

Minnesota.

Lin X, Kavalakkatt J, Kornhuber K, Levcenko S, Martha Ch, Steiner L, Ennaoui

A. 2012. Structural and optical properties of Cu2ZnSnS4 thin film absorbers

from ZnS and Cu3SnS4 nanoparticle precursors. Thin Solid Films: 1-4. doi:

10.1016/2012.10.034

Markvart T dan Luis C. 2008. Practical Handbook Photovoltaics: Fundamentals

and Applications. Amerika Serikat (US): Elsevier Science.

Mitzi D. 2009. Solution Processing of Inorganic Materials. Amerika Serikat

(US): Wiley.

Pawar BS, Pawar SM, Gurav KV, Shin SW, Lee JY, Kolekar SS, dan Kim JH.

2011. Effect of annealing atmosphere on the properties of electrochemically

deposited Cu2ZnSnS4 (CZTS) thin films. Renewable Energy: 1-5. doi:

10.5402/2011/934575.

Pawar SM, Pawar BS, Moholkar AV, Choi DS, Yun JH, Moon JH, Kolekar SS,

Kim JH. 2010. Single step electrosynthesis of Cu2ZnSnS4 (CZTS) thin films

for solar cell application. Electrochimica Acta 55: 4057-4061. doi:

10.0013/2010/4686.

Pawar SM, Pawar BS, Gurav KV, Bae DW, Kwon SH, Kolekar SS, and Kim JH.

2012. Fabrication of Cu2ZnSnS4 thin film solar cell using single step

electrodeposition method. Japanese Journal of Appl Phys 51: 1-4. doi:

10.1143/JJAP.51.10NC27.

Poortmans J dan Vladimir A. 2007. Thin Film Solar Cells Fabrication,

Characterization, and Application. Amerika Serikat (US): Wiley.

Raghu N dan Kim JY. 2012. C-Zn-Sn-S thin films from electrodeposited metallic

precursor layers. Open Surface Sci: 19-24. doi: 1876.5319/12.

Reith P dan Gerben H. 2012. Investigating electrodeposition to grow CATS thin

film for solar cell applicatipons [disertasi]. Amerika Serikat (US):

University of Minnesota.

Semishin V. 1968. Laboratory Exercises in General Chemistry. Moskow:

Forgotten.

Todorov T, Wang K,Gunawan O, Shin B, Chey SJ, Bojarczuk NA, Mitzi D,

Guhaa S. 2010. Thermally evaporated Cu2ZnSnS4 solar cells. Appl Phys

Lett 1: 97-99. doi: 10.1063/1.3499284.

Vogel. 1979. Textbook Of Macro And SemiMicro Qualitative Inorganic Analysis

Ed ke-5. Amerika Serikat (US): Longman.

Wan C, Brion B, Wenbing Y, Choong H, Yang Y. 2012. Reaction pathways for

the formation of Cu2ZnSnS4 (CZTS) absorber materials from liquid phase

hydrazine based precurursor inks. Energy Environmental Science 3: 1-6

doi: 10.1039/c2ee21529b.

Wang H. 2011.Progress in thin film solar cells based on Cu2ZnSnS4. International

Journal of Photoenergy: 1-10. doi: 10.1155/2011/801292.

Yanfeng G, Masuda Y, Peng Z, Yonezawa T, dan Koumoto K. 2003. Room

temperature deposition of a TiO2 thin films from aqueous peroxotitanate

solution. Materi Chem 13: 608-613. doi: 10.1039/b208681.

16

Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Persiapan kondisi

deposisi

Dibilas air bebas ion

& dikeringkan dengan gas N2

Proses

annealing

Pembersihan Pelat kaca ITO Persiapan Larutan Prekursor

Chemical Bath Deposition Film

Tanur 500 oC Hotplate media pasir 180

oC

Uji XRD, SEM-EDX, AAS, dan spektrofotometer UV-tampak

Film Amorf

Film Kristal

17

Lampiran 2 Difraktogram XRD

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 30 menit perlakuan annealing tanur

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 45 menit perlakuan annealing tanur

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 60 menit perlakuan annealing tanur

I

I

nt

e

ns

i

ta

s

II

n

te

n

si

t

a

s

II

nt

e

ns

i

ta

s

18

Lanjutan Lampiran 2

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 30 menit perlakuan annealing piring pemanas

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 45 menit perlakuan annealing piring pemanas

2θ (deg)

Difraktogram XRD deposisi film 60 menit perlakuan annealing piring pemanas

I

In

t

en

s

it

a

s

I

I

nt

e

ns

i

ta

s

I

I

nt

e

ns

i

ta

s

19

Lampiran 3 Hasil analisis pengujian XRD menggunakan program Match 2

A. Hasil program Match 2 memberikan informasi hasil data berupa jenis

struktur kristal yang terbentuk, dan persentase komposisi unsur

20

Lanjutan Lampiran 3

21

Lanjutan Lampiran 3

22

Lanjutan Lampiran 3

B. Difraktogram hasil analisis pengujian XRD

Difraktogram XRD deposisi film 30 menit perlakuan annealing tanur

Difraktogram XRD deposisi film 45 menit perlakuan annealing tanur

23

Lanjutan Lampiran 3

Difraktogram XRD deposisi film 60 menit perlakuan annealing tanur

Difraktogram XRD deposisi film 30 menit perlakuan annealing piring pemanas

24

Lanjutan Lampiran 3

Difraktogram XRD deposisi film 45 menit perlakuan annealing piring pemanas

Difraktogram XRD deposisi film 60 menit perlakuan annealing piring pemanas

25

Lampiran 4 Spektrum spektroskopi sinar-X dispersi energi (EDX)

Spektrum EDX hubungan antara keV dengan jumlah kandungan unsur film

pada perlakuan annealing tanur

Spektrum EDX hubungan antara keV dengan jumlah kandungan unsur film

pada perlakuan annealing piring pemanas

26

Lampiran 5 Nilai energi band gap

Kurva band gap deposisi film 30 menit perlakuan annealing tanur

Kurva band gap deposisi film 45 menit perlakuan annealing tanur

Kurva band gap deposisi film 60 menit perlakuan annealing tanur

0.0000E+00

1.0000E+08

2.0000E+08

3.0000E+08

4.0000E+08

5.0000E+08

6.0000E+08

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

(α*Eg)^2

Energi foton (eV)

• Eg

0.0000E+00

5.0000E+07

1.0000E+08

1.5000E+08

2.0000E+08

2.5000E+08

3.0000E+08

3.5000E+08

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

(α*Eg)^2

Energi foton (eV)

0.0000E+00

5.0000E+08

1.0000E+09

1.5000E+09

2.0000E+09

2.5000E+09

3.0000E+09

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50

(α*Eg)^2

Energi foton (eV)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 12 Juni 1991 sebagai anak

ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Margunadi dan Indrawati. Tahun 2009,

penulis lulus dari MAN 1 Bontang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk

Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Penulis memilih Mayor Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. Tahun 2012, penulis mengikuti kegiatan praktik lapang

di Balai Pusat Pengujian Mutu Barang (BPPMB) bagian Laboratorium Uji

Pestisida, Jakarta Timur dengan judul Analisis Kadar Multiresidu Pestisida

Golongan Organofosfat dalam Apel Fuji Menggunakan Kromatografi Gas.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif pada Badan Eksekutif Mahasiswa

FMIPA IPB, Ikatan Himpunan Kimia Indonesia, dan Ikatan Pelajar Mahasiswa

Kalimantan Timur. Penulis pernah menjadi asisten Kimia Anorganik tahun ajaran

2011/2012, asisten Kimia Lingkungan mayor Kimia dan mayor Geofisika

Metereologi tahun ajaran 2012/2013, dan asisten Praktikum Kimia Fisik mayor

Kimia dan mayor Ilmu Teknologi Pangan tahun ajaran yang sama. Selama

menempuh program sarjana, penulis menerima beasiswa dari PT. Pupuk

Kalimantan Timur sejak tahun 2009 hingga 2014.