teknologipengolahan(1)

9
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SINGKONG TERPADU SKALA RUMAH TANGGA DI PEDESAAN Ulyatu Fitrotin, Sri Hastuti dan Arief Surahman Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB ABSTRAK Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak terdapat di pedesaan. Pengolahan singkong secara terpadu merupakan salah satu upaya memanfaatkan seluruh bagian dari umbi singkong tanpa ada yang terbuang dan mengoptimalkan setiap tahapan proses pengolahan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Pengkajian ini diterapkan pada industri kripik singkong skala rumah tangga di pedesaan. Lokasi pengkajian bertempat di Desa Padamara Kabupaten Lombok Timur dari bulan Februari hingga Juli 2006. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah with and without yaitu membandingkan antara petani yang menggunakan sentuhan teknologi (kooperator) dengan yang tidak menggunkaan sentuhan teknologi (non kooperator), uji organoleptik dibandingkan dengan uji t dan untuk mengetahui kelayakan ekonomis teknologi yang dikaji menggunakan analisis B/C ratio. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa umbi singkong yang diolah menjadi kripik singkong dapat memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2.064.375,- per bulan dengan B/C ratio 0,64. Industri rumah tangga ini menghasilkan limbah (hasil samping) berupa kulit singkong, potongan kecil singkong, dan endapan pati singkong. Dengan introduksi teknologi, hasil samping tersebut diolah lebih lanjut seperti kulit singkong digunakan sebagai campuran pakan ternak, potongan kecil singkong dibuat menjadi jajanan seperti lentho dan endapan pati menjadi tepung tapioka yang lebih berkualitas. Dari hasil pengolahan lanjut potongan kecil singkong dan endapan pati singkong dapat memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 98.750,- per bulan (4,78%) dan kulit singkong yang dihasilkan memiliki potensi menekan biaya pakan ternak. Kata kunci: teknologi pengolahan, terpadu, singkong, hasil samping PENDAHULUAN Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan bahan pangan potensial masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak dulu hingga sekarang singkong berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan baku berbagai industri makanan. Singkong merupakan salah satu tanaman yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kodisi tanah dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Singkong merupakan salah satu komoditi yang banyak dijumpai di daerah tertinggal seperti di Desa Padamara Kabupaten Lombok Timur. Harga per kg singkong relatif rendah berkisar antara Rp. 200,- hingga Rp. 500,- per kg (BPS, 2004). Upaya pengolahan lanjut singkong diperlukan untuk menunjang program diversifikasi pangan dan berdampak pada peningkatan nilai tambah komoditas sehingga derajat komoditas serta pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan pun ikut terangkat. Pengolahan singkong secara terpadu pada industri kripik singkong skala rumah tangga merupakan salah satu upaya mengoptimalkan setiap tahapan proses pengolahan singkong dan

Upload: riyu-zaki

Post on 24-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

teknologi pangan

TRANSCRIPT

Page 1: teknologipengolahan(1)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN SINGKONG TERPADU SKALA RUMAH TANGGA DI PEDESAAN

Ulyatu Fitrotin, Sri Hastuti dan Arief SurahmanBalai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB

ABSTRAK

Singkong merupakan salah satu komoditi yang murah dan banyak terdapat di pedesaan. Pengolahan singkong secara terpadu merupakan salah satu upaya memanfaatkan seluruh bagian dari umbi singkong tanpa ada yang terbuang dan mengoptimalkan setiap tahapan proses pengolahan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Pengkajian ini diterapkan pada industri kripik singkong skala rumah tangga di pedesaan. Lokasi pengkajian bertempat di Desa Padamara Kabupaten Lombok Timur dari bulan Februari hingga Juli 2006. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah with and without yaitu membandingkan antara petani yang menggunakan sentuhan teknologi (kooperator) dengan yang tidak menggunkaan sentuhan teknologi (non kooperator), uji organoleptik dibandingkan dengan uji t dan untuk mengetahui kelayakan ekonomis teknologi yang dikaji menggunakan analisis B/C ratio. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa umbi singkong yang diolah menjadi kripik singkong dapat memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 2.064.375,- per bulan dengan B/C ratio 0,64. Industri rumah tangga ini menghasilkan limbah (hasil samping) berupa kulit singkong, potongan kecil singkong, dan endapan pati singkong. Dengan introduksi teknologi, hasil samping tersebut diolah lebih lanjut seperti kulit singkong digunakan sebagai campuran pakan ternak, potongan kecil singkong dibuat menjadi jajanan seperti lentho dan endapan pati menjadi tepung tapioka yang lebih berkualitas. Dari hasil pengolahan lanjut potongan kecil singkong dan endapan pati singkong dapat memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp. 98.750,- per bulan (4,78%) dan kulit singkong yang dihasilkan memiliki potensi menekan biaya pakan ternak.

Kata kunci: teknologi pengolahan, terpadu, singkong, hasil samping

PENDAHULUAN

Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan bahan pangan potensial masa depan dalam tatanan pengembangan agribisnis dan agroindustri. Sejak dulu hingga sekarang singkong berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional dan dibutuhkan sebagai bahan baku berbagai industri makanan. Singkong merupakan salah satu tanaman yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai kodisi tanah dan tidak memerlukan perawatan yang khusus. Singkong merupakan salah satu komoditi yang banyak dijumpai di daerah tertinggal seperti di Desa Padamara Kabupaten Lombok Timur. Harga per kg singkong relatif rendah berkisar antara Rp. 200,- hingga Rp. 500,- per kg (BPS, 2004). Upaya pengolahan lanjut singkong diperlukan untuk menunjang program diversifikasi pangan dan berdampak pada peningkatan nilai tambah komoditas sehingga derajat komoditas serta pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan pun ikut terangkat. Pengolahan singkong secara terpadu pada industri kripik singkong skala rumah tangga merupakan salah satu upaya mengoptimalkan setiap tahapan proses pengolahan singkong dan pemanfaatan hasil samping yang timbul dari industri tersebut untuk meningkatkan nilai tambah singkong.

Di Desa Padamara umumnya sngkong diolah menjadi singkong rebus, singkong goreng dan kripik singkong. Pembuatan kripik singkong banyak diminati karena proses pembuatannya mudah dan membutuhkan alat yang sederhana. Hal ini menyebabkan kripik singkong cocok digunakan sebagai usaha industri skala rumah tangga di pedesaan. Penanganan singkong setelah pemanenan akan berpengaruh terhadap kualitas singkong yang dihasilkan. Singkong akan berubah warna menjadi coklat kebiruan bila tidak segera diolah setelah pengupasan. Warna coklat terjadi karena adanya aktifitas enzim poliphenolase yang terdapat dalam umbi. Reaksi akan dipercepat bila berkontaminasi dengan O 2 dan umbi dalam keadaan terluka akibat pemotongan (Wargiono, 1979). Pencoklatan ini akan menyebabkan warna kripik yang dihasilkan tidak menarik.

Berdasarkan survey awal diketahui bahwa pembuatan kripik singkong di lokasi pengkajian belum optimal dalam pemanfaatan setiap tahapan proses sehingga hasil yang dicapai tidak optimal, kripik singkong yang dihasilkan warnanya kurang memuaskan, kripik mudah menurun kerenyahannya dan hasil samping yang berupa kulit singkong hanya ditumpuk dalam bentuk onggokan yang semakin lama semakin menumpuk. Dengan introduksi teknologi yang disesuaikan dengan kondisi pedesaan yang serba terbatas modal dan sumberdaya manusianya diharapkan ada peningkatan tambahan pendapatan dari pengolahann singkong secara terpadu yang memperhatikan pengoptimalan setiap tahapan proses dan pemanfaatan hasil samping sehingga dapat menambah pendapatan keluarga tani.

Page 2: teknologipengolahan(1)

Tujuan dari kegiatan ini adalah : (1) Meningkatkan informasi tentang pengolahan singkong secara terpadu untuk mengoptimalkan pendapatan yang diperoleh; dan (2) Mengembangkan teknologi pengolahan hasil samping dari industri rumah tangga kripik singkong di pedesaan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di desa Padamara Kabupaten Lombok Timur dari Bulan Pebruari hingga Juli 2006. Rancangan pengkajian yang digunakan adalah with and withaout yang membandingkan antara petani yang menggunakan sentuhan teknologi (kooperator) dengan yang tidak menggunakan sentuhan teknologi (non kooperator). Penelitian dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah melakukan pengamatan aktivitas pembuatan kripik singkong dengan wawancara, pengamatan jenis dan pengukuran jumlah hasil samping dari industri rumah tangga kripik singkong. Tahap kedua adalah kegiatan transfer teknologi melalui pelatihan dan praktek pengolahan lanjut hasil samping industri rumah tangga kripik singkong. Uji organoleptik untuk warna, rasa dan tekstur dibandingkan dengan uji t dan untuk mengetahui kelayakan ekonomis teknologi yang dikaji menggunakan analisis B/C ratio.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Kripik Singkong

Pembuatan kripik singkong skala rumah tangga pada Kelompok Wanita Tani Kooperator menghasilkan hasil samping berupa potongan kecil singkong dan endapan pati singkong yang tidak dihasilkan pada Kelompok Wanita Tani Non Koopertaor. Hal ini disebabkan pada Kelompok Wanita Tani Non Kooperator menggunakan pisau atau parut gobet saat perajangan singkong sehingga singkong dapat dipotong hingga ujung. Sedangkan Kelompok Wanita Tani Kooperator menggunakan alat perajang singkong dengan tenaga listrik. Alat tersebut dapat merajang dengan kemampuan yang lebih besar dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit. Dari alat tersebut akan dihasilkan potongan kecil singkong, sebab bila singkong yang tersisa dipaksakan ke dalam alat perajang maka jari tangan yang terpotong. Perbandingan karakteristik tahapan pengolahan pembuatan kripik singkong antara petani kooperator dan non kooperator disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Karakteristik Tahap Pembuatan Kripik Singkong Antara Petani Kooperator dan Non Kooperator di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006.

Wanita Tani Kooperator Wanita Tani Non KooperatorProses Hasil samping Produk Proses Hasil samping Produk

Pengupasan Kulit singkong Campuran pakan ternak Pengupasan Kulit singkong -

Pengirisan dengan alat

Potongan kecil singkong

Jajan lentho Pengirisan dengan pisau

- -

Perendaman dalam air

Endapan pati singkong

Tepung singkong - - -

Penggorengan - - Penggorengan - -

Penirisan - - Penirisan - -

Pendinginan - - Pendinginan - -

Penggaraman - - Penggaraman - -

Pengemasan - - Pengemasan - -

Setelah diangkat dari penggorengan kripik singkong ditiriskan. Penirisan dilakukan untuk mengurangi kadar minyak kripik singkong. Pengemasan dilakukan bila kripik telah benar-benar kering dari minyak. Minyak yang berlebih dalam pengemasan akan mempercepat ketengikan dan kripik mudah menurun kerenyahannya. Tahapan yang paling banyak menyita waktu adalah pengemasan kripik singkong dalam bungkusan kecil ukuran 14 cm x 14 cm. Selanjutnya ukuran kecil sebanyak 30 bungkus dikemas lagi dalam plastik yang lebih besar, kemasan tersebut dinamakan ”1 bal”. Pengemasan bertujuan untuk menghindari kontak kripik singkong dengan oksigen yang dapat mempercepat terjadinya reaksi oksidasi yang berakibat pada ketengikan, dan menghindari kontak dengan udara yang berakibat pada menurunnya

Page 3: teknologipengolahan(1)

kerenyahan kripik singkong (Buckle, 1987). Pengemasan dilakukan ibu-ibu setelah memasak dalam waktu senggang. Hal ini menyebabkan satu kali produksi membutuhkan waktu 6 hari.

Page 4: teknologipengolahan(1)

2. Uji Organoleptik Kripik Singkong

Pengujian kripik singkong dilakukan melalui pengamatan dengan uji organoleptik oleh 30 panelis terhadap warna, tekstur dan rasa. Secara keseluruhan kripik singkong yang disukai konsumen adalah berwarna kuning kecoklatan cerah, rasa yang seimbang (tidak terlalu manis atau asin) dan tekstur yang renyah.

Tabel 2. Hasil uji Organoleptik Kripik Singkong di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006.

Penghasil Kripik Singkong

ParameterWarna Tekstur Rasa Keseluruhan

Kooperator 2,11 3,08 2,33 2,50

Non Kooperator 2.75* 3,08 2,42 2,75

Catatan : 1. sangat disukai; 2. disukai; 3. agak disukai; 4. tidak suka; 5. sangat tidak suka

Kripik singkong yang dihasilkan oleh Kelompok Wanita Tani Kooperator dengan Kelompok Wanita Tani Non Kooperator menunjukkan tidak adanya perbedaan pada parameter tekstur dan rasa. Namun pada parameter warna, kripik singkong yang dihasilkan oleh Kelompok Wanita Tani Kooperator cenderung lebih disukai. Hal ini disebabkan karena Kelompok Wanita Tani Non Kooperator biasanya langsung menggoreng irisan singkong yang dihasilkan atau menumpuk irisan tersebut hingga banyak baru menggorengnya. Penumpukan irisan tersebut akan mengakibatkan pencoklatan pada singkong yang disebabkan oleh aktivitas enzim poliphenolase yang bereaksi dengan oksigen. Konversi senyawa fenolat ini akan membentuk melanin (melanoidin) yang akan mengakibatkan pencoklatan (Susanto dan Saneto, 1994). Reaksi pencoklatan dapat mengakibatkan perubahan kenampakan, dan citra rasa sehingga diperlukan usaha untuk menghambat pencoklatan (Friedman, 1996). Pencoklatan dapat dihambat dengan blanching, menghindari kontak dengan oksigen (Foote,1985) dengan pengemasan atau perendaman dalam air dan penggaraman (Astawan dan Mita, 1991).

3. Hasil Samping Pembuatan Kripik Singkong

Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan kripik singkong skala rumah tangga yang menggunakan alat perajang singkong dengan tenaga listrik biasanya merajang singkong 5 karung per hari. Berat rata-rata singkong perkarung adalah 50 kg. Setiap produksi membutuhkan 10 karung singkong.. Setiap tahap dalam pembuatan kripik singkong menghasilkan hasil samping sebagai berikut.

Tabel 3. Berbagai Jenis Hasil Samping dari Industri Rumah Tangga Kripik Singkong di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006

Jenis Hasil Samping Dalam 1 kali produksi (kg) Dalam 1 bulan (5 X)

Kulit singkong 90 450 kg

Potongan singkong 2,6 13

Tepung tapioka 5 25

4. Teknologi Pengolahaan Hasil Samping Industri Singkong.

Kulit Singkong Sebagai Campuran Pakan Ternak.

Kulit singkong dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak. Untuk menurunkan kadar HCN pada kulit ubi kayu, sebaiknya kulit tersebut dijemur terlebih dahulu hingga kering atau ditumbuk dijadikan tepung. Hasil penelitian di Balai Penelitian Ternak menunjukkan bahwa pemberian kulit ubi kayu pahit sebanyak 60 % dalam ransum ternak domba berumur 18 bulan selama 100 hari dapat menaikkan berat badan harian 91 gram / ekor, dan tidak mengakibatkan keracunan. Sudaryanto (1989) menambahkan bahwa limbah ubi kayu termasuk salah satu bahan pakan ternak yang mempunyai energi (Total Digestible Nutrients = TDN) tinggi, dan kandungan nutrisi tersedia dalam jumlah memadai seperti disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4. Kandungan Energi (TDN) dan Nutrisi dalam Limbah Ubi Kayu di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006

Bahan Bahan kering Protein TDN Serat kasar Lemak Ca P

Daun 23,53 21,45 61 25,71 9,72 0,72 0,59

Page 5: teknologipengolahan(1)

Kulit 17,45 8,11 74,73 15,20 1,29 0,63 0,22

Onggok 85,50 1,51 82,67 0,25 1,03 0,47 0,01

Transfer teknologi melalui pelatihan pembuatan tepung dari kulit singkong telah dilaksanakan namun belum dapat diterapkan ke peternak karena sebagian besar adalah peternak kambing dan bukan peternak domba.

Potongan Kecil Singkong Sebagai Camilan

Bila permintaan kripik singkong meningkat terutama saat musim penghujan maka potongan kecil singkong yang dihasilkan akan lebih banyak. Potongan singkong tersebut tidak dapat disimpan, sehingga sebaiknya langsung diolah untuk menghindari kerusakan. Selanjutnya potongan tersebut dibuat menjadi makanan ringan yang biasa dikenal dengan nama ”lentho”.

Proses pembuatan jajan lentho adalah sebagai berikut (Rukmana, 1997): (a). Parut ubi yang telah dikupas hingga menjadi adonan halus; (b). Rebus kacang merah hingga empuk; (c). Campurkan bumbu yang terdiri dari bawang putih yang telah dihaluskan, masako, bawang daun dan garam. Setelah itu masukkan kacang merah, campur dan aduk hingga merata; (d). Bentuk bulatan-bulatan, goreng hingga matang. Biasanya jajanan ini dijual di Sekolah Dasar dan dititipkan di kios-kios terdekat.

Tabel 5. Analisa Ekonomi Jajan Lentho per Siklus Produksi di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006

Uraian Volume Harga satuan (Rp) Biaya (Rp)

Minyak goreng 1 liter 4.900 4.900

Kacang merah 1 ons 1.000 1.000

Daun bawang 1 ikat 200 200

Minyak tanah ½ liter 1.250 1.250

Kelapa ¼ butir 500 500

Jumlah 7.850

Harga Jual 63 200

Penerimaan 12.600

Keuntungan 4.750

Perbaikan Kualitas Tepung Tapioka

Perendaman irisan singkong dalam air bertujuan untuk mencegah pencoklatan irisan singkong. Adanya air akan menghambat kontak enzim poliphenolase dengan oksigen yang akan mempercepat reaksi pencoklatan (Eksin, 1990). Setelah direndam irisan singkong ditiriskan. Air rendaman bekas irisan singkong dibiarkan selama 24 jam. Karrena perbedaan gaya berat partikel tepung akan mengendap di bawah. Endapan ini dikenal dengan tepung singkong. Derajat putih tepung singkong dapat diperbaiki dengan mengganti air rendaman dengan air baru yang bersih 2 hingga 3 kali (Rukmana, 1997). Bila air tidak diganti maka tepung yang dihasilkan tidak bersih dan agak kecoklatan. Dalam setiap produksi akan terkumpul 5 kg tepung tapioka. Tepung tapioka yang beredar di pasar harganya Rp. 6.000,- per kg. Tepung hasil samping dari industri kripik singkong ini laku Rp. 3.000,- per kg. Sehingga petani mendapat tambahan pendapatan sebesar Rp. 3.000,- x 25 kg = Rp. 75.000,- (Tabel 6). Adanya pengolahan lanjut hasil samping dari pembuatan kripik singkong skala rumah tangga Kelompok Wanita Tani Kooperator mendapatkan tambahan pendapatan sebesar Rp. 98.750,- atau sebesar 4,78 % dari pendapatan semula.

Page 6: teknologipengolahan(1)

Tabel 6. Analisa Kelayakan Pembuatan Kripik Singkong di Desa Padamara, Lombok Timur, 2006.

Uraian Satuan Volume Harga satuan (Rp) Biaya

1. Biaya TetapAlatPerajang singkong Buah 1 21.667 21.667Bak Buah 4 625 2.500Tenggok Buah 2 833 1.667Wajan Buah 3 1.458 4.375Saringan minyak Buah 2 417 833Plastik karung Lembar 2 1.250 2.500Pisau Buah 3 417 1.250Tungku tanah Buah 1 8.333 8.333

43.1252. Biaya VariabelBahanSingkong Karung 10 10.000 500.000Minyak goreng Liter 60 4.900 1.470.000Garam Bungkus 1 1.000 5.000Margarine Kg 3 6.000 90.000Plastic pengemas Pak 4 13.500 270.000Plastic bal Pak 1 28.000 140.000Logo Lembar 75 100 37.500Kayu Ikat 20 5.000 500.000

3.012.500Tenaga KerjaMengupas HOK 2 7.000 70.000Merajang HOK 1 7.000 35.000Menggoreng HOK 1 7.000 35.000Pengemasan HOK 4 7.000 140.000

280.000Jumlah Biaya Variabel 3.292.5003. Total Biaya4. Produksi Bal 600 9.000 5.400.000Pendapatan 2.064.375B/C ratio 0.64Total pendapatan 2.163.125*)

* Produk tambahan yang dihasilkan industri kripik singkong ini adalah potongan singkong dengan nilai Rp. 23.750,- dan tepung tapioka dengan nilai Rp. 75.000,-, sehingga total pendapatan menjadi Rp. 2.163.125,-

KESIMPULAN

1. Pengolahan singkong secara terpadu dapat meningkatkan pendapatan Kelompok Wanita Tani sebesar Rp. 98.750 atau 4,78%.

2. Perendaman irisan singkong dalam air garam atau air saja dapat menekan pencoklatan irisan singkong sehingga dihasilkan kripik singkong dengan warna yang menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. dan M. Wahyuni, 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademica Pressindo. Jakarta

BPS, 2004. Statistik Harga Produsen dan Nilai Tukar Petani Propinsi Nusa Tenggara Barat. Badan Pusat statistik Nusa Tenggara Barat.

Buckle, K.A., R.A. Edward, G.H. Fleet and M. Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono J. Penerbit UI Press, Jakarta.

Eskin, N.A.M. 1990. Biochemistry of Food. Second Edition. Academic Press. NewYork.

Page 7: teknologipengolahan(1)

Foote, C.S. 1985. Chemistry of Reactive O2 Species, Chemical Changes in Food During Processing, Ed Thomas, AVI Publishing C. New York.

Friedman, M. 1996. Food Browning and Its Prevention : an Overview. J. Agric Food Chem., 44 (3) : 631 – 653.

Rahmat Rukmana, 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Sudaryanto, 1989. Kulit Ubi sebagai Bahan Pakan Ternak. dalam Warta Litbang Pertanian. No. 3 vol. XI. Mei1 1989. Departemen Pertanian.

Susanto dan Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. PT. Bina Ilmu. Surabaya.

Wargiono, J. 1979. Ubi Kayu dan Cara Bercocok Tanam. Lembaga Pusat Penelitian. Bogor.