teknologi pengolahan pakan

25
TUGAS KELOMPOK TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN “PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO SECARA KIMIAWI MENJADI PAKAN TERNAK” AYU MERDEANY ASTUTI EGA YUSRANINGSIH YUNUS RUDIANSYAH YUSUF ISNAWATI MUHAJIR TILAWATI MUHAMMAD ISNAENUL KURNIAWATI MUHAMMAD URIYA NUR AZIZAH FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Upload: sudarsono

Post on 02-Oct-2015

27 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

,wnmxknwkxnkwqhncioqw908wi

TRANSCRIPT

TUGAS KELOMPOK

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN PENGOLAHAN LIMBAH KAKAO SECARA KIMIAWI

MENJADI PAKAN TERNAK

AYU MERDEANY ASTUTI

EGA YUSRANINGSIH YUNUS

RUDIANSYAH YUSUF

ISNAWATI MUHAJIR

TILAWATIMUHAMMAD ISNAENUL

KURNIAWATI

MUHAMMAD URIYA

NUR AZIZAH

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangIndonesia memiliki areal perkebunan yang sangat luas. Luas areal perkebunan di Indonesia mencapai 16 juta hektar. Salah satunya adalah perkebunan kakao yang mencapai 1.167.000 ha (Guntoro, 2006). Selama lima tahun terakhir ini produksi kakao terus meningkat sebesar 7,14% per tahun atau 49.200 ton pada tahun 2004 (Baharuddin, 2007). Jika proporsi limbah mencapai 74 % dari produksi, maka limbah kulit buah kakao mencapai 36.408 ton per tahun. Hal ini merupakan suatu potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.Selain itu adanya harga bahan pakan konsentrat yang mahal menjadikan limbah kulit kakao berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dikarenakan tingginya persentase produksi kulit kakao dengan harga yang relatif terjangkau. Bahkan di daerah-daerah penghasil buah kakao, kulit buah kakao belum dimanfaatkan, hanya menumpuk sebagai limbah.Kulit buah kakao merupakan limbah agroindustri yang berasal dari tanaman kakao yang umumnya dikenal dengan tanaman coklat. Komposisi buah kakao terdiri dari 74% kulit, 24% biji kakao dan 2% plasenta. Berdasarkan komposisi tersebut, kulit buah kakao merupakan komposisi terbesar dari produksi buah kakao. Setelah dilakukan analisis proksimat, kakao mengandung 22% protein dan 3 9% lemak (Nasrullah dan Ela, 1993) sehingga memungkinkan dijadikan sebagai pakan alternatif bagi ternak. Limbah kakao bisa menghasilkan bahan konsentrat yang harganya relatif terjangkau. Pemanfaatan limbah dapat meningkatkan produktivitas (pertumbuhan, produksi susu, telur dan lain-lain) (Guntoro, 2006).Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai substitusi suplemen 5 15% dari ransum pada ternak domba dan pada ternak sapi dapat meningkatkan Pertambahan Berat Badan Harian (PBBH) 0,9 kg/hari dengan diolah terlebih dahulu. Kulit buah kakao perlu difermentasi terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin. Kulit kakao dapat diolah dengan cara dilakukan fermentasi terlebuh dahulu maupun tanpa perlakukan fermentasi. Fermentor yang dapat digunakan untuk proses fermentasi dapat menggunakanAspergillus Nigerdan hasil fermentasi dapat dimanfaatkan untuk ternak ruminansia seperti ayam dan babi (Anonim, 2001).Berdasarkan penerapan di atas, diketahui bahwa penggunaan kulit buah kakao belum banyak diaplikasikan sebagai bahan pakan alternatif bagi ternak. Dengan pertimbangan tersebut maka perlu dilakukan kajian tentang pemanfaatan kulit buah kakao sebagai bahan pakan bagi ternak.B.Rumusan MasalahKetersediaan bahan pakan ternak yang semakin menurun dimusim kemarau menyebabkan kurangnya asupan nutrisi bagi ternak, khususnya ternak ruminansia. Selain itu ketersediaan kulit buah kakao yang semakin melimpah akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat misalnya serangan penyakit. Oleh karena itu berdasarkan latarbelakang diatas maka diangkat rumusan masalah yaitu bagaimana pengolahan limbah kakao menjadi pakan ternak.C. Tujuan Penulisan1. Peternak dapat mengatasi ketersediaan pakan hijauan pada saat musim kemarau.2. Untuk Perspektif Komunikasi Pembangunan dalam Pemberdayaan Peternak dan Permasalahannya3. Peternak dapat mengetahui pengolahan limbah kakao menjadi pakan ternakD.Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca lebih memahami pengolahan limbah kakao menjadi pakan ternakBAB IIPEMBAHASANA. Potensi Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak

Produk sampingan atau limbah dari buah kakao hampir sebagain besar berupa kulit buah kakao yang mencapai 74 % dari produk utama buah kakao. Tingginya persentase kulit buah kakao ini belum maksimal dimanfaatkan. Salah satu alternatif dalam pemanfaatan kulit buah kakao adalah dengan menjadikannya sebagai bahan pakan ternak baik ternak ruminansia maupun ternak unggas. Selain kuantitas yang banyak yang mencapai 36.000 ton/tahun, harganya relatif murah dan mudah didapat serta kandungan protein kasarnya cukup tinggi yang mencapai 10 % (Roesmanto, 1991). Jika difermentasi dengan Aspergillus niger kadar proteinnya mencapai 16,60 % (Guntoro, 2006). Berdasarkan hasil analisa proksimat (Nasrullah dan Ela, 1993) kandungan protein kakao mencapai 22%. Berdasarkan analisa kimia, limbah kakao mengandung zat-zat makanan yang dapat dimanfaatkan untuk pakan. Menurut Zainuddin et al. (1995) kulit buah kakao mengandung 16,5% protein, 16,5 MJ/kg dan 9,8% lemak dan setelah dilakukan fermentasi kandungan protein meningkat menjadi 21,9%.

Berdasarkan tabel kandungan nutrisi di atas, persentase nutrisi kulit buah kakao non fermentasi jika dibandingkan dengan kulit buah kakao fermentasi mengalami perbedaan kandungan nutrisi terutama protein kasar dan serat kasar. Kandungan protein kasar kulit buah kakao fermentasi mengalami peningkatan dan serat kasarnya menurun. Proses fermentasi ini mampu meningkatkan kualitas nutrisi kulit buah kakao. Proses fermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan protein kasar dari 8,11 % menjadi 16,61 % dan mampu menurunkan serat kasar dari 16,42 % menjadi 10,15 %. Penggunaan Aspergillus niger sebagai fermentor bahan pakan ternak sering dilakukan karena adanya sifat dari kapang yang mampu menghasilkan enzim-enzim yang berguna untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan protein kasar bahan pakan. Namun penggunaan kulit buah kakao dalam bentuk segar terbatas dikarenakan adanya zat antinutrisi berupa theobromin sebesar 0,17 0,20 %.

B. Kandungan Gizi Kulit Buah KakaoDan kita ketahui bahwa kulit buah kakao ini merupakan hasil sampingan dari pemprosesan biji coklat dan merupakan limbah dari hsil panen yang cukup potensial untuk di jadikan salah satu pakan alternative ternak ruminansia.Adapun kandungan gizi dari kulit buah kakao yaitu sebagai berikut :Table 1. Kandungan zat gizi kulit buah kakao.Komponen123

Bahan kering84,00 - 90,0091,3390,40

Protein kasar6,00 - 10,006,006,00

Lemak0,50 - 1,500,900,90

Serat kasar19,00 28,0040,3331,50

Abu10,00 13,8014,8016,40

BETN50,00 55,6034,26-

Kalsium--0,67

Pospor--0,10

Keterangan :.1. Semit dan Adegbola (1982).2. Amirroenas (1990).3. Roesmanto (1991).Kulit buah kakao mengandung alkaloid theobromin (3,7-dimethylxantine) yang merupakan factor pembatas dalam pemberian limbah kulit kakao sebagai pakan ternak. Tabletheobromin dapat di liat pada table berikut :Tabel 2. Kandungan theobromin pada bagian-bagian kakaoBagian buah

KakaoKandungan theobromin (%)

Kulit Buah0,17 0,20

Kulit Biji1,80 2,10

Biji1,90 2,0

Sumber : Wong dkk (1988)Limbah kulit buah kakao ini bisa di berikan pada ternak dalan keadaan segar atau dalam keadaan tepung. Untuk pemberian pada sapi bisa di berikan dalam keadaan segar dan kering yang di anginkan. Dan untuk pemberian pada ternak unggas sebaiknya di berikan dalam keadaan tepungterlebih dahulu. Rekomendasi pemberian limbah kulit buah kakao bisa di lihat pada table berikut ini :Table 3. Rekomendasi pemberian limbah kulit buah kakaoJenis TernakJumlah

KonsumsiBentuk Pemberian

Sapi3 kg/eor/hariSegar

Sapi20% tepung pada pakan tambahanTepung

Kambing2-3 kg/ekor/hariSegar

Ayam22% tepung pada ransum ayamTepung

Kandungan lignin yang tinngi ini menjadi masalah tersendiri dalam memilih kapang yang akan di gunakan. Kapang yang bisa di gunakan yaitu kapang yang mampu menghasilkan enzim ligniolitik yang mapu merombak an menghancurkan tekstur lignin (Delignifikasi) dinding sel. Dilignifikasi dapat terjadi dengan merombak dan melarutkan yang terkandung dalam kulit buah kakao. Ikatan ligninsilulosa dapat di putus oleh ligninase seperti lignin proksidase (LiP), mangan proksidase (MnP) dan laccase ( Takano et al.2004). enzim LiP dan MnP di hasilkan oleh organism salah satunya adalahP.chrysosporium.Pada penelitian (Laconi 1998) mengatakan bahwa fermentasi limbah kulitbuah kakao denganP.chrysosporiumdapat menurunkan kandungan lignin sebesar 18,36%. Dengan melihat kemampuanP.chrysosporiumdalam menghasilkan lignolitik dan selulotik.C. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao sebagai Pakan TernakKulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri yang dihasilkan tanaman kakao (Theobroma cacao L.) Buah coklat yang terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta dan 24 % biji. Hasil analisa proksimat mengandung 22 % protein dan 3-9 % lemak. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada ternak domba, bahwa penggunaan kulit buah kakao dapat digunakan sebagai substitusi suplemen sebanyak 15 % atau 5 % dari ransum. Sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak, limbah kulit buah kakao perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh hewan dan untuk meningkatkan kadar protein dari 6-8 % menjadi 12-15 %. Pemberian kulit buah kakao yang telah diproses pada ternak sapi dapat meningkatkan berat badan sapi sebesar 0,9 kg/ hari (Hasnah, Tanpa Tahun).

Melalui proses fermentasi, nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan, sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi, bahkan untuk ransum babi dan ayam. Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger . Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain :

- Meningkatkan kandungan protein

- Menurunkan kandungan serat kasar

- Menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan)

Melalui proses fermentasi nilai gizi limbah kulit buah kakao dapat ditingkatkan sehingga layak untuk pakan penguat kambing maupun sapi bahkan untuk ransum ayam, Salah satu fermentor yang cocok untuk limbah kulit buah kakao adalah Aspergillus niger. Manfaat fermentasi dengan teknologi ini antara lain meningkatkan kandungan protein menurunkan kandungan serat kasar menurunkan kandungan tanin (zat penghambat pencernaan). Untuk memanfaatkan limbah kulit kakao menjadi bahan pakan ternak dengan nilai nutrisi tinggi diperlukan suatu proses pembuatan pakan ternak melalui fermentasi dengan menggunakan jamur Aspergillusniger dengan teknologi pembuatan pakan ternak sebagai berikut :

1. Kulit dicacah untuk memperkecil ukuran.

2.Difermentasi dengan larutan aspergillus nigerselama 4 5 hari.3. Dijemur hingga kering selama 2 3 hari4. Digiling sampai menjadi tepung halus.5. Dicampur ransum

Sebelum digunakan Aspergillusniger di larutkan dengan air steril tanpa kapori Seperti mata air atau air sumur yang bersih bisa menggunakan air hujan atau sungai tetapi harus dimasak lebih dahulu kemudian didinginkan, Kedalam air steril yang dingin dimasukkan gula pasir,urea dan NPK kemudian dilarutkan. Dengan fermentasi Aspergillusniger mampu meningkatkan nilai nutrisi limbah kakao sebagai bahan pakan ternak. Adapun proses pengolahan limbah kakao tanpa fermentasi adalah sebagai berikut, Kumpulkan limbah kulit buah kakao dari hasil panen lalu dicingcang, Kemudian dijemur pada sinar matahari sampai kering yang ditandai dengan cara mudah dipatahkan atau mudah hancur kalau diremas. Setelah kering ditumbuk dengan menggunakan lesung atau alat penumbuk lainnya kemudian dilakukan pengayakan. Untuk meningkatkan mutu pakan ternak maka tepung kulit buah kakao dapat dicampur dengan bekatul dan jagung giling, masing-masing 15 %,35 % dan 30 %. Ini artinya bahwa ransum tersebut terdiri atas 15 % tepung kulit buah kakao. 35 % bekatul dan 30 % jagung

Namun kelemahan pengolahan limbah ini membutuhkan waktu yang cukup lama dalam proses fermentasi dan pengeringan. sebelumnya dalam proses pengolahan limbah pod kakao sebagai pakan ternak ini harus dilakukan sortasi terlebih dahulu. Dimana pod yang terjangkit dan busuk dipisahkan. Sehingga yang diolah hanya pod yang mempunyai kualitas baik. Sehingga pakan ternak yang dihasilkan juga baik.

Kelemahan dalam pengolahan limbah pod kakao tanpa fermentasi ini ialah serat kasar (lignin) yang terdapat pada kulit tidak akan berkurang. Sehingga jika digunakan sebagai pakan ternak akan sulit untuk dicerna. Jika sulit dicerna maka akan mempengaruhi proses pencernaan metebolisme ruminansia tersebut. Maka dari itu disarankan melalui proses fermentasi.

Cara menggunakan limbah kulit buah kakao yaitu;

1. Pada awal pemberianbiasanya ternak tidak langsung mau memakannya. Karena itu berikanlah pada saat ternak lapar dan bila perlu ditambah sedikit garam atau gula untuk merangsang nafsu makan.

2. Tepung limbah hasil fermentasi bisa langsung diberikan kepada ternak atau disimpan. Penyimpanan harus dengan wadah yang bersih dan kering.

3. Untuk ternak ruminansia (sapi, kambing) limbah kakao olahan bisa dijadikan pakan penguat untuk mempercepat pertumbuhan atau meningkatkan produksi susu.Bisa diberikan sebagai pengganti dedak yakni sebanyak 0,7-1,0 % dari berat hidup ternak.

4. Pada ayam buras petelur pemberian limbah kakao sebagai pengganti dedak hingga 36 % dari total ransum dapat meningkatkan produksi telur.

5. Pada ternak kambing menunjukkan bahwa ternak nampak sehat, warna bulu mengkilat dan pertambahan berat badan ternak dapat mencapai antara 50-150 gram per ekor per hari.D. Analisa Dampak Pemberian Kulit Kakao Pada TernakPada pemberian limbah kulit buah kakao para peternak telah memberikan limbah kulit buah kakao dalam bentuk segar dan bentuk tepung. Pmberian dalam bentuk segar lebih mudan dan mudah untuk di dapatkan. Akan tetapi pada pemberian dalam bentuk segar ini bisa mengakibatkan ternak mengalami keracunan karena kulit kakao yang masih segar mengandung racun yaitu alkaloid theabromin dimethyantine yang merupakan faktor pembatas pada pemberian ternak karena bisa menyebabkan keracunan pada ternak. Sehingga harus ada perlakuan kahusus sebelum di onsumsi oleh ternak.

Hasil penelitian (Baharrudin,2007), pada ternak kambing menunjukan pemberian kulit buah kakao yang segar dan di keringkan dengan sinar matahari secara langsung atau tanpa di fermentasi dulu mengakibatkan penurunan berat badan pada ternak, karena rendahnya kandungan protein pada kulit buah kakao yang segar dan tingginya kandungan lignin dan selulosanya. Oleh karena itu sebelum pemberian pada ternak sebaiknya di fermentasi terlebih dahulu untuk mengurangi tingginya kandungan kadar lignin dan untuk meningkatkan nilai nutrisinya, akan tetapi tetap harus di perhatikan batasan konsentrasi pemberianya karena adanya senyawa anti nutrisi theobromin. Kulit buah kakao mengandung alkaloid theabromin (3,7 dimethylxantine) yang merupakan factor pembatas pada pemberian limbah kulit kakao sebagai pakan ternak.Smith dan Adegbola (1982), menyatakan kandungan nutrisi pada kulit buah kakao yaitu : BK 84,00 90,00, PK 6,00 10,00, Lemak 0,50 1,50, SK 19,00 28,00, Abu 10,00 13,80, dan BETN 50,00 55,60,Ratna (2004), menyatakan bahwa limbah kulit buah kako cocok di manfaatkan sebagai pakan tambahan protein ternak ruminansia pada pakan basal. Karena kandungan protein kasar tinggi yaitu 14-22%, serat kasar relative rendah 13-26%, tetapi kandungan lemaknya tinggi yaitu 3-9% yang kurang baik untuk proses pecernaan.

Sianipar (2007), menyatakan pada pengelolaan limbah kulit buah kakao menjadi silase dapat meningkatan kecernaan dan kandunan protein, dan penyimpananya juga dapat relative lama yaitu 2-3 bulan. Dan penggunaan optimalnya sebesar 20% bahan kering dalam ransum atau sebesar 60% dalam pakan penguat sebagai pakan kambing loal yang sedang tumbuh.E. Pemberian Kulit Buah Kakao Beberapa Ternak1. Pemberian Kulit Buah Kakao Pada Ternak KambingBerikut ini adalah hasil penelitian pemberian cangkang buah kakao pada ternak kambing:

NoUraianRata- rata ( kg/hr/ek )

PolmasMajene

1Berat badan ternak kambing percobaan

Berat badan awal12,875 kg16,00 kg

Berat badan akhir20,067 kg 21,53 kg

Pertambahan berat badan0,230,184

2Berat badan ternak kambing control

Berat badan awal12,325 kg15,11 kg

Berat badan akhir15,797 kg18,117 kg

Pertambahan berat badan0,1120,097

Sumber : BPTP Sulawesi Selatan 2001Berdasarkan tabel diatas, ternak kambing yang diberi pakan kulit buah kakao menunjukkan adanya pertambahan berat badan dengan rata- rata 0,239 kg/hr/ek. Selain menunjukkan pertambahan berat badan, ternak kambing yang mengkonsumsi kulit buah kakao memberikan tampilan performans bulu yang mengkilat dan mata berbinar, ternak terlihat lebih sehat serta aktif.

Berdasarkan hasil penelitian di desa Ongko dan Baruga Sulawesi Selatan, pemberian kulit buah kakao kepada ternak dapat berupa kulit kakao segar dan dalam bentuk tepung. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit buah kakao terhadap ternak kambing lebih dominan dalam bentuk segar. Hal ini disebabkan karena pemberian pakan berupa kulit buah kakao dalam bentuk segar lebih mudah didapatkan dibandingkan dalam bentuk lainnya.

Hasil penelitian menunjukkan kulit buah kakao segar yang dikeringkan dengan sinar matahari kemudian dicincang dapat langsung digunakan sebagai pakan ternak (Baharuddin, 2007). Namun, pemberian limbah kulit buah kakao secara langsung pada ternak justru akan menurunkan berat badan ternak. Hal ini dikarenakan tingginya kadar lignin dan selulosa yang terdapat pada kulit buah kakao. Oleh karena itu sebaiknya sebelum digunakan sebagai pakan ternak perlu difermentasikan terlebih dahulu untuk menurunkan kadar lignin yang sulit dicerna oleh ternak dan untuk meningkatkan nilai protein kasarnya.

2. Pemberian Kulit Buah Kakao pada Ternak SapiPemberian limbah kakao olahan untuk pakan sapi yang digemukkan (fattening) memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan sapi. Bila pemberian limbah kakao tersebut dikombinasikan dengan pemberian Bio-Cas akan menghasilkan PBB yang lebih tinggi lagi. Penggunaan limbah kakao olahan sebagai pakan penguat dapat meningkatkan keuntungan usaha dan keuntungan tersebut akan lebih tinggi bila penggunaan limbah kakao dikombinasikan dengan pemberian Bio-Cas (Guntoro, 2006).

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat terjadi kenaikan berat badan awal sapi dari 261 kg mencapai 315,11 kg dengan PBB (Pertambahan Berat Badan) 636 g/ekor/hari selama mengkonsumsi kulit buah kakao olahan (fermentasi). Peningkatan bobot badan ini dikarenakan adanya kandungan gizi yang tinggi di dalam kulit buah kakao fermentasi dibandingkan hijauan sehingga pemberiannya dalam ransum sapi mampu meningkatkan jumlah zat-zat makanan yang terserap oleh tubuh ternak (James dan David, 1998).

3. Pemberian Kulit Buah Kakao Pada Itik Hasil penelitian Warmadewi (2008) menunjukkan bahwa penggunaan 10 % pod kakao dalam ransum ternyata tidak berpengaruh terhadap jumlah ransum yang dikonsumsi oleh itik. Akan tetapi, pada level 20 % dan 30 %, penggunaan pod kakao dalam ransum secara nyata meningkatkan konsumsi ransum. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kandungan serat kasar ransum sebagai akibat penggunaan pod kakao yang mengandung serat kasar tinggi.

Peningkatan kandungan serat kasar dalam ransum menyebabkan laju aliran ransum dalam saluran pencernaan menjadi cepat (Bidura et al., 1996) sehingga konsumsi ransum itik akan meningkat. Di samping itu, peningkatan serat kasar dalam ransum akan mengurangi efisiensi penggunaan energi metabolis (ME) yang disebabkan oleh terjadinya pengalihan sebagian fraksi energi netto untuk aktivitas energi muskuler yang dibutuhkan untuk aktivitas tambahan gizard dan untuk mendorong sisa makanan sepanjang saluran pencernaan itik (Lloyd et al., 1978).

Penggunaan pod kakao pada tingkat 20 % dan 30 % menyebabkan penurunan berat badan akhir itik. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsumsi serat kasar sebagai akibat dari penggunaan pod kakao. Serat kasar tidak dapat dicerna oleh ternak unggas sehingga secepatnya dikeluarkan dari saluran pencernaan yang menyebabkan peluang penyerapan zat makanan menjadi berkurang (Bidura, 2007). Serat kasar yang tinggi menyebabkan penurunan kecernaan energi (Siri et al., 1992) dan penyerapan lemak (Sutardi 1997) sehingga pertambahan berat badan itik menurun. Berdasarkan penelitian Wenk dan Hadorn (l994), peningkatan kandungan serat kasar ransum dari 3,2 % menjadi 9,1 % dan 11,2 % secara nyata menurunkan berat badan dan karkas ayam. Hal ini terbukti dari hasil penelitian Puspani (2005) yang mendapatkan bahwa peningkatan serat kasar ransum menyebabkan terjadinya penurunan koefisien cerna bahan kering dan koefisien cerna bahan organik ransum sehingga penyerapan nutrien ransum menjadi rendah.

Penggunaan 10 % pod kakao dalam ransum tidak berpengaruh secara nyata terhadap penampilan itik Bali jantan umur 2 8 minggu. Akan tetapi, tingkat penggunaan 20 % dan 30 % pod kakao dalam ransum nyata menurunkan penampilan itik Bali jantan umur 2 8 minggu.

4. Pemberian Kulit Buah Kakao Pada AyamBerdasarkan penelitian Guntoro dan Rai Yasa (2005), penggunaan limbah kakao hasil fermentasi pada ayam Buras petelur pada taraf 22% tidak menyebabkan penurunan produktivitas telur tetapi memberikan peningkatan produktivitas. Penggunaan pada ayam pedaging hingga 5% tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan, namun penggunaan di atas level tersebut akan menyebabkan turunnya laju pertumbuhan ayam (Zainuddin et al., 1995). Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya theobromin yakni zat antinutrisi pada kulit buah kakao yang dapat menghambat pencernaan (Zainuddin et al., 1995).

Penggunaan pod-kakao yang disuplementasi probiotik dan enzim dalam ransum mampu menurunkan kadar kolesterol broiler. Menurut Siri et al.(1992), kecernaan energi menurun dengan semakin meningkatnya kandungan serat kasar ransum. Kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum ternyata dapat menurunkan kadar kolesterol dan perlemakan dalam tubuh ternak ayam (Bidura et al.,1996). Penurunan kadar kolesterol tersebut disebabkan karena fraksi serat kasar yaitu lignin mampu mengikat kolesterol ransum sebesar 29,2% (Linder, 1985). Serat kasar mampu menurunkan kolesterol dengan jalan mengisi ventrikulus dan menurunkan lemak sebesar 25g/100g daging ayam (USDA, 1997). Sejalan dengan Suwidjayana dan Bidura (1999) bahwa suplementasi ragi tape dalam ransum dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida daging dada itik. Syamsuhaidi (1997) melaporkan, bahwa semakin tinggi pemberian duckweed (20-40%) sebagai sumber serat pada broiler umur 3-8 minggu cenderung menghasilkan kolesterol daging yang semakin rendah. Terjadinya penurunan kolesterol, dikarenakan adanya kemampuan serat kasar untuk memperbaiki ekosistem mikroflora saluran pencernaan. Penambahan 0,20% enzim optizyme atau ragi dalam ransum yang mengandung pod kakao dapat menurunkan akumulasi lemak tubuh dan kadar kolesterol daging broiler umur enam minggu.BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan

Kulit buah kakao dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak ruminansia maupun ternak unggas dengan pemberian dalam bentuk segar maupun dalam bentuk kulit buah kakao fermentasi. Pemberian dalam bentuk segar sangat terbatas dikarenakan adanya zat antinutrisi berupa theobromin yang dapat menyebabkan penurunan produktivitas pada ternak.Kulit buah kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger mampu meningkatkan PK menjadi 16,60 % dan menurunkan SK menjadi 10,15 %. Pemberian kulit buah kakao fermentasi kepada ternak mampu meningkatkan produksi dan produktivitas ternak ruminansia dan unggas.Kulit buah kakao yang diberikan di dalam ransum ayam broiler mampu menurunkan kadar kolesterol daging ayam broiler.B. Saran

Pemberian kulit buah kakao secara langsung tidak disarankan kepada ternak karena mengundung zat anti nutrisi yang dapat berdampak negative bagi ternak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2001. Sosialisasi dan Diseminasi Teknologi Pengkajian Ternak dengan Pemanfaatan Limbah Kakao. Instalasi Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar.

Baharrudin , W. 2007. Mengelola kulit Buah Kakao Menjadi Pakan Ternak.

Bidura IGNG, Udayana IDGA, Suasta IM, Yadnya TGB. 1996. Pengaruh Tingkat Serat Kasar Ransum Terhadap Produksi dan Kadar Kolesterol Telur Ayam. Denpasar. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan Unud.Guntoro, S., Sriyanto, N. Suyasa dan M. Rai Yasa. 2006. Pengaruh Pemberian Limbah Kakao Olahan terhadap Pertumbuhan Sapi Bali (Feeding of Processed Cacao by-Product to Growing Bali Cattle). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Ngurahrai, Denpasar.Guntoro, S. dan I-M. Rai Yasa. 2005. Penggunaan Limbah Kakao Terfermentasi Untuk Pakan Ayam Buras Petelur. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Juli 2005. 8(2).

James, Blakely and David H. Bade. 1998. The Science of Animal Husbandry. Fourth Edition. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Linder MC. 1985. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme Ed. II. (Terjemahan: Parakkasi, A). Jakarta: Universitas Indonesia, Press.Lloyd, L.E., B.E. McDonald and E.W. Crampton. 1978. The Carbohidrates and TheirMetabolism. In : Fundamental of Nutrion. 2 nd Ed. W.H. Freeman and Co., San Francisco.

Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang.

Puspani, E. 2005. Penggunaan Pollard Dalam Ransum yang Disuplementasi Ragi tape terhadapPenampilan dan Penurunan Kadar N-Amonia Ekskreta Broiler. Tesis, Program , Universitas Udayana, Denpasar.

Siri S, Tobioka H, Tasaki J. 1992. Effects of Dietary Cellulose Level on Nutrient Utilization inChickens. AJAS 5(4): 741-746.

Haryati,T dan A.I. Sutiko. 1994. Peningkatan Kulit Buah Kakao melalui Bioproses dengan Beberapa Jenis kapang. Jurnal Ilmu dan peternakan.