teknik pembuatan dan permainan sarunei bolon · simalungun oleh bapak bosen sipayung di dusun pagar...

104
TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN OLEH BAPAK BOSEN SIPAYUNG DI DUSUN PAGAR DOLOK, DESA SARAN PADANG, KECAMATAN DOLOK SILOU, KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI SARJANA O L E H NAMA : CHANDRA MARBUN NIM : 100707045 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN 2014

Upload: dinhdang

Post on 27-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SARUNEI BOLON

SIMALUNGUN OLEH BAPAK BOSEN SIPAYUNG DI DUSUN

PAGAR DOLOK, DESA SARAN PADANG, KECAMATAN

DOLOK SILOU, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA

O

L

E

H NAMA : CHANDRA MARBUN

NIM : 100707045

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2014

TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SARUNEI BOLON

SIMALUNGUN OLEH BAPAK BOSEN SIPAYUNG DI DUSUN

PAGAR DOLOK, DESA SARAN PADANG, KECAMATAN

DOLOK SILOU, KABUPATEN SIMALUNGUN SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

O

L

E

H

NAMA : CHANDRA MARBUN NIM : 100707045

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Drs. Bebas Sembiring, M.Si NIP 195608281986012001 NIP 195703131992031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana

Seni dalam bidang Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

MEDAN

2014

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2014

CHANDRA MARBUN

NIM : 100707045

ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Teknik Pembuatan dan Permainan Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun”.

Permasalahan yang paling pokok dalam tulisan ini adalah tentang teknik permainan sarunei bolon Simalungun. Sarunei bolon Simalungun adalah instrumen yang tergolong ke dalam klasifikasi aerophone karena instrumen ini digunakan dengan cara di tiup dan sumber bunyi dihasilkan dari udara yang bergetar.

Pada saat ini, sudah sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang bisa memainkan Instrumen sarunei bolon Simalungun, khususnya pada generasi muda. Sehingga tulisan ini membahas tentang Teknik Permainan sarunei bolon Simalungun agar bisa bermanfaat dan sedikit mengatasi permasalahan di atas serta menjadi salah satu bahan dokumentasi dalam bentuk tulisan ilmiah untuk dimanfaatkan oleh orang lain guna menambah pengetahuan tentang Sarunei bolon Simalungun. Untuk melengkapi tulisan ini, penulis sudah memiliki informan yang bersedia memberikan informasi tentang Instrumen Sarunei bolon Simalungun ini yaitu Bapak Bosen Sipayung seorang musisi Tradisional Simalungun yang cukup dikenal dikalangan masyarakat Simalungun. Beliau juga dengan senang hati mau mengajarkan dan berbagi ilmu tentang Sarunei bolon Simalungun ini, karena menurut Beliau agar Instrumen Sarunei bolon ini tidak dilupakan dan tidak mengalami kepunahan. Dalam Penelitian ini, penulis menggunakan metode yang bersifat kualitatif, dimulai dari membaca buku atau tulisan-tulisan yang berhubungan dengan tulisan ini, serta melakukan penelitian langsung ke lokasi, melakukan wawancara langsung kepada informan, mengumpulkan data serta menganalisa yang berhubungan dengan tulisan ini.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan

juga menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Teknik Permainan

Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung di Dusun Pagar Dolok,

Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou, Kabupaten Simalungun”. Skripsi

ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana seni S-1 pada

Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orang tua

penulis yang sangat penulis sayangi yaitu Bapak H. Marbun dan Ibu M. Br

Sihombing, dimana beliau yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih

sayang dan dengan kerja keras serta setulus hati membiayai, mendoakan, serta

mendukung dan memberikan semangat yang luar biasa sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada

saudara/i penulis yaitu abangku Mas Andri Marbun S.Pd, adik-adikku Hendra

Marbun, (Alm) Sahat Sehat Tulus Marbun, dan Angelicha Margaretha br Marbun.

Keluarga yang selalu memberi dorongan, semangat, dan doa, serta sebagai

inspirasi penulis dalam tulisan ini.

Terima kasih Kepada Ketua Departemen Etnomusikologi Bapak Drs.

Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D. dan Ibu Dra. Heristina Dewi M.PD selaku

sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan

bantuan administrasi serta registrasi perkuliahan dalam menyelesaikan tugas akhir

penulis.

Terima kasih kepada Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si selaku

dosen pembimbing I dan terima kasih kepada Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si

selaku dosen pembimbing II selama penulis menyusun skripsi ini, dimana beliau

dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran pada saat

memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga

kepada penulis.

Terima kasih kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku dekan

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara dan tak lupa kepada ibu Adli

yang telah banyak membantu di kantor jurusan, serta kepada seluruh staf pengajar

jurusan Etnomusikologi, kepada Bapak Drs. Torang Naiborhu M.hum, penulis

berterima kasih atas bantuan yang diberikan, sehingga memperluas wawasan

penulis dalam pengetahuan selama mengikuti perkuliahan.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh informan,

terkhusus kepada Bapak Bosen Sipayung dan keluarga, kepada Bapak Ja Huat

Purba, Kepada Marihot Purba, Sultan Saragih, dan Juniandi Damanik, dimana

beliau yang mau menerima dan memberitahu informasi yang ingin penulis teliti

selama melakukan Penelitian.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada tim Ekspedesa

yaitu Putra Girsang S.sn, Roberto Murphy Manik S.kom, dan kepada Marihot

Purba, dimana tim ini yang membantu penulis dalam melakukan pendekatan

kepada informan, yang membantu penulis untuk menerjemahkan perkataan yang

diucapkan oleh informan pada saat melakukan wawancara.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat dan

para senior-senior penulis yang telah membantu dan memberikan banyak motivasi

serta wawasan selama penulis menyusun skripsi ini, terima kasih kepada kakanda

Drs. Monang Butar-butar, Tomy Manurung S.sn, Sennovian Butar-butar S.sn,

Benny Sofyan Samosir S.si, Michael Sibarani S.kom, dan kepada Pak tua Haji.

Kepada sahabat-sahabat penulis membantu dan mengingatkan serta memberi

semangat kepada penulis selama menyusun skripsi, kepada Erni Juita Banjarnahor

S.sn, Mario Sinaga, Sanpero Sihite, Johannes Passel Manurung Amd, Ricky

Maniur Sitohang, kepada seluruh mahasiswa angkatan 2010 Etnomusikologi, serta

kepada seluruh keluarga besar PSM USU.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak

terdapat kekuranga-kekurangan, sehingga penulis mengharapkan adanya saran

dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini, agar tulisan

ini lebih mengarah kepada kemajuan ilmu pengetahuan yang khususnya di bidang

ilmu Etnomusikologi. Penulis juga berharap tulisan ini dapat berguna dan

menambah pengetahuan serta informasi bagi seluruh pembaca.

Medan, ...........................2014

Hormat saya,

Chandra Marbun

DAFTAR ISI LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................................i ABSTRAK .............................................................................................................ii KATA PENGANTAR .........................................................................................iv DAFTAR ISI .......................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ix DAFTAR TABEL ................................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................1 1.2 Pokok Permasalahan .........................................................................................6 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .........................................................................7

1.3.1 Tujuan Penelitian ......................................................................................7 1.3.2 Manfaat Penelitian ....................................................................................7

1.4 Konsep dan Teori ..............................................................................................7 1.4.1 Konsep ......................................................................................................7 1.4.2 Teori ..........................................................................................................8

1.5 Metode Penelitian ............................................................................................11 1.5.1 Studi Kepustakaan ..................................................................................11 1.5.2 Observasi .................................................................................................12 1.5.3 Wawancara ..............................................................................................12 1.5.4 Kerja Laboratorium .................................................................................13

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI BAPAK BOSEN SIPAYUNG ............................................................................14 2.1 Gambaran Wilayah Penelitian .........................................................................14

2.1.1 Kependudukan .........................................................................................16 2.1.2 Sistem Bahasa ..........................................................................................17 2.1.3 Sistem Mata Pencaharian ........................................................................20 2.1.4 Sistem Kesenian ......................................................................................21

2.1.4.1 Seni Musik .......................................................................................21 2.1.4.2 Seni Tari ...........................................................................................24 2.1.4.3 Seni Suara ........................................................................................25

2.1.5 Sistem Kekerabatan .................................................................................27 2.1.6 Sistem Kepercayaan ................................................................................30

2.2 Biografi Ringkas Bapak Bosen Sipayung .......................................................33 BAB III ORGANOLOGIS SARUNEI BOLON SIMALUNGUN DAN EKSISTENSI SARUNEI BOLON SIMALUNGUN ........................................38 3.1 Organologis Sarunei Bolon Simalungun ........................................................38

3.1.1 Klasifikasi Sarunei Bolon Simalungun ...................................................38 3.1.2 Konstruksi Sarunei Bolon Simalungun ............................................ ......39 3.1.3 Bahan dan Peralatan Pada Sarunei Bolon Simalungun ...........................41

3.1.3.1 Bahan yang Digunakan ...................................................................43 3.1.3.2 Peralatan yang Digunakan ...............................................................47

3.1.4 Proses Pembuatan Sarunei Bolon Simalungun........................................52 3.1.4.1 Proses Pembuatan Baluh .................................................................52 3.1.4.2 Proses Pembuatan Sigumbangi ........................................................57 3.1.4.3 Proses Pembuatan Nalih ..................................................................58 3.1.4.4 Proses Pembuatan Anak Sarunei .....................................................59

3.1.4.5 Proses Pembuatan Tuppak Bibir ......................................................60 3.2 Eksistensi Sarunei Bolon Simalungun ............................................................61 BAB IV TEKNIK PERMAINAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN ........65 4.1 Posisi Pemain Sarunei Bolon Simalungun ......................................................65 4.2 Pernapasan Dalam Meniup Sarunei Bolon Simalungun .................................74 4.3 Teknik Permainan pada saat Memainkan Sarunei Bolon Simalungun ...........74

4.3.1 Teknik Manguttong .................................................................................75 4.3.2 Teknik Mangehek ....................................................................................76 4.3.3 Teknik Bunga-bunga atau Mangirdit ......................................................77

4.4 Penyajian Sarunei Bolon Simalungun .............................................................78 4.4.1 Gual Rambing—rambing ........................................................................80

4.4.1.1 Tangga Nada Sarunei ......................................................................84 4.4.1.2 Nada Dasar Sarunei .........................................................................84 4.4.1.3 Wilayah Nada Sarunei .....................................................................85

BAB V PENUTUP ...............................................................................................86 5.1 Kesimpulan .....................................................................................................86 5.2 Saran ...............................................................................................................87 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................89 DAFTAR INFORMAN ......................................................................................91

DAFTAR GAMBAR Gambar 1 : Peta Kecamatan Dolok Silou .............................................................14 Gambar 2 : Bapak Bosen Sipayung ......................................................................32 Gambar 3 : Piagam Penghargaan Juara II Lomba Hagualon, Rondang Bittang

XVII ...................................................................................................34 Gambar 4 : Piagam Penghargaan Juara I Lomba Hagualon, Rondang Bittang

XVIII ..................................................................................................34 Gambar 5 : Piagam Penghargaan Pembina Hagualon, Rondang Bittang XXVII..35 Gambar 6 : Piagam Penghargaan oleh Menteri Pariwisata Seni dan Budaya .......36 Gambar 7 : Bagian-bagian Sarunei Bolon Simalungun ........................................39 Gambar 8 : Anak Sarunei ......................................................................................40 Gambar 9 : Nalih ...................................................................................................40 Gambar 10 : Penahan Bibir ...................................................................................40 Gambar 11 : Badan sarunei atau Baluh ................................................................41 Gambar 12 : Sigumbangi .......................................................................................41 Gambar 13 : Pohon Silastom .................................................................................43 Gambar 14 : Bambu untuk membuat Sigumbangi ................................................43 Gambar 15 : Daun Kelapa Tua yang Sudah Dijemur ...........................................44 Gambar 16 : Bulu Ayam .......................................................................................45 Gambar 17 : Benang ..............................................................................................45 Gambar 18 : Proses Pengikatan Bulu Ayam dan Daun Kelapa ............................46 Gambar 19 : Timah yang sudah Meleleh ..............................................................46 Gambar 20 : Tempurung Kelapa ...........................................................................47 Gambar 21 : Pukkor Kecil .....................................................................................48 Gambar 22 : Pukkor Besar ....................................................................................48 Gambar 23 : Pisau .................................................................................................49 Gambar 24 : Gergaji ..............................................................................................49 Gambar 25 : Kertas Pasir ......................................................................................50 Gambar 26 : Proses Melelehkan Timah ................................................................50 Gambar 27 : Proses Pengukuran dan Penandaan ..................................................51 Gambar 28 : Memotong Batang Silastom .............................................................52 Gambar 29 : Melubangi atau Memukkor Silastom ................................................53 Gambar 30 : Pembentukan Badan sarunei menggunakan parang ........................54 Gambar 31 : Pembentukan dan Menghaluskan Badan Sarunei ............................54 Gambar 32 : Badan Sarunei ..................................................................................55 Gambar 33 : pengukuran awal ..............................................................................56 Gambar 34 : pengukuran lubang pertama .............................................................56 Gambar 35 : pengukuran lubang nada ..................................................................56 Gambar 36 : proses melubangi nada .....................................................................57 Gambar 37 : proses pemotongan bambu yang di jadikan sigumbangi ..................58 Gambar 38 : sigumbangi........................................................................................58 Gambar 39 : bentuk tangkai buluh ayam ..............................................................59 Gambar 40 : bentuk pelepah kelapa ......................................................................60 Gambar 41 : proses pengikatan tangkai buluh ayam dan pelapah kelapa..............60 Gambar 42 : Posisi Tubuh saat memainkan Sarunei Bolon Simalungun ..............65 Gambar 43 : Cara Memegang Sarunei Bolon Simalungun serta Peletakan Jari

Tangan di setiap Lubang Nada (tangan kanan berada di atas)............66

Gambar 44 : Cara Memegang Sarunei Bolon Simalungun serta Peletakan Jari Tangan di setiap Lubang Nada (tangan kiri berada di atas) ...............67

Gambar 45 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada C ...........................................68 Gambar 46 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada G ..........................................69 Gambar 47 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada A ..........................................69 Gambar 48 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada B ..........................................70 Gambar 49 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada C#’ .......................................71 Gambar 50 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada D’ .........................................71 Gambar 51 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada F#’ ........................................72 Gambar 52 : Posisi Jari untuk Menghasilkan Nada G’ .........................................73 Gambar 53 : Menyimpan Udara di dalam Rongga Mulut .....................................76

DAFTAR TABEL Tabel 1 : Luas Wilayah Desa ................................................................................15 Tabel 2 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin ............................................16 Tabel 3 : Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang dianut .....................31

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Simalungun memiliki alat musik tiup, ada yang dimainkan di

dalam ensambel dan ada juga yang dimainkan secara solo atau tunggal. Alat

musik tiup yang dimainkan di dalam ensambel ialah sarunei bolon, sarunei buluh,

dan sulim. Alat musik tiup yang dimainkan secara tunggal ialah saligung, tulila,

sordam, hodong-hodong.

Tulisan ini akan membahas instrumen sarunei bolon Simalungun pada

aspek teknik permainannya. Sarunei bolon Simalungun adalah sejenis instrumen

tiup yang pada umumnya dimainkan untuk mengiringi upacara adat Simalungun

(baik dalam upacara malas ni uhur maupun upacara pusok ni uhur), dan

dimainkan di dalam ensambel, dan dalam ensambel tersebut sarunei bolon

Simalungun adalah sebagai alat musik pembawa melodi utama.

Pada umumnya, pemain sarunei bolon diakui sebagai pemimpin dari

ensambel musik tersebut, dan pemain sarunei bolon sangat berperan besar dalam

menentukan musik yang akan dimainkan. Biasanya juga, pada acara adat

Simalungun, bila pelaksana upacara atau orang yang mengadakan acara adat

tersebut ingin memberikan penghargaan, maka pemain sarunei bolon yang

biasanya mendapat atau mewakili penghargaan tersebut.

Pada kebudayaan Simalungun terdapat dua ensambel musik yaitu

ensambel gonrang sidua-dua dan ensambel gonrang sipitu-pitu. Ensambel

tersebut pada umumnya dimainkan atau disajikan pada upacara adat Simalungun,

baik upacara sukacita atau dalam bahasa Simalungun dikatakan malas ni uhur

(upacara adat pernikahan, kelahiran, memasuki rumah baru) maupun upacara

dukacita atau dalam bahasa Simalungun dikatakan Pusok ni uhur.

Dalam upacara adat Simalungun, gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-

pitu dimainkan dalam acara mamongkot rumah (acara memasuki rumah baru),

patuaekkon (acara pemberian nama seseorang), marhajabuan (acara pemberkatan

pada suatu perkawinan agar perkawinan tersebut diwarnai kebahagiaan), mangiliki

(acara menghormati seseorang yang meninggal dunia yang sudah memiliki anak

dan cucu), bagah-bagah ni sahalak (acara seseorang yang ingin membuat pesta).

Alat musik yang terdapat pada ensambel gonrang sidua – dua ialah sarunei bolon,

dua buah gonrang, mongmongan, dan ogung. Alat musik yang terdapat dalam

ensambel gonrang sipitu – pitu ialah sarunei bolon, tujuh buah gonrang,

mongmongan, dan ogung.

Sarunei bolon Simalungun terbuat dari kayu (wind instrument) yang pada

umumnya terbuat dari kayu silastom dan bambu, memiliki 7 (tujuh) buah lubang

nada. sarunei bolon Simalungun memiliki bagian-bagian, dimana bagian-bagian

itu ialah: penahan bibir yang terbuat dari tempurung kelapa berbentuk bulat

berdiameter kurang lebih 5-5,5 cm, memiliki nalih (penghubung badan sarunei ke

anak sarunei) yang terbuat dari kayu maupun timah, memiliki sigumbangi

(sebuah bambu yang disambungkan ke badan sarunei), dan memiliki anak sarunei

(lidah atau benda yang ditiup pada bagian sarunei) yang terbuat dari daun kelapa

dan bagian pangkal pada bulu ayam, sarunei memiliki lidah ganda (double reed)

yang bergetar. Biasanya sarunei bolon Simalungun ini dimainkan dengan bunyi

yang menjadi ciri khas kesenian Simalungun yang disebut dengan inggou (bunyi

yang menjadi ciri khas musik Simalungun).

Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel instrumen ini

tergolong kepada jenis klasifikasi aerophone (sumber bunyi berasal dari udara).

Masyarakat Simalungun menyebut pemain sarunei adalah parsarunei dan yang

membuat sarunei adalah pambahen sarunei.

Dalam wawancara yang dilakukan penulis kepada informan, dikatakan

bahwa dalam permainan sarunei bolon Simalungun terdapat teknik-teknik

permainan sarunei bolon Simalungun. Bapak Bosen Sipayung selaku informan

mengatakan teknik-teknik yang ada pada permainan sarunei bolon Simalungun

ialah teknik manguttong adalah teknik meniup secara terus-menerus tanpa

berhenti mulai dari awal lagu sampai akhir lagu sambil menghirup dan menarik

nafas secara bersamaan atau yang dikenal dalam istilah Etnomusikologi ialah

circular breathing, kemudian teknik mangehek merupakan teknik menghasilkan

bunyi layaknya seperti orang yang menangis tersendak-sendak dan teknik ini

hanya bisa dilakukan pada gual (musik) yang lambat, dan selanjutnya teknik

bunga-bunga atau mangirdit adalah teknik menambah dan memperindah nada

atau melodi yang dimainkan parsarunei pada sebuah lagu atau yang dikenal

dengan improvisasi.

Proses belajar sarunei bolon pada masyarakat Simalungun dilakukan

secara lisan yaitu dengan cara melihat, mendengar, menghafal, dan meniru.

Semakin sering menghafal melodinya dan mendengar lagunya, maka secara

otomatis bisa memainkan alat musik sarunei bolon Simalungun ini. Hal ini

diperoleh dari apa yang diungkapkan oleh Bapak Bosen Sipayung pada saat

penulis melakukan wawancara langsung, beliau berpendapat seperti itu dari apa

yang dialaminya sehingga Bapak Bosen Sipayung bisa memainkan sarunei bolon

Simalungun hingga sampai saat ini dan sudah dikenal oleh masyarakat di

Kecamatan Dolok Silau.

Bapak Bosen Sipayung adalah informan kunci yang ditetapkan penulis

untuk melengkapi tulisan ini. Dimana beliau adalah seorang pemain lama sarunei

bolon Simalungun serta orang yang bisa membuat alat musik sarunei bolon

Simalungun dan sudah dikenal dikalangan masyarakat Kecamatan Dolok Silau.

Pada saat ini beliau mulai meneruskan dan menurunkan tradisi memainkan

sarunei bolon Simalungun kepada salah seorang cucunya yang kini sedang duduk

di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sudah bisa memainkan beberapa lagu-

lagu yang dimainkan pada adat Simalungun dan Bapak Bosen Sipayung sering

membawakan dan menampilkan cucunya mengikuti perlombaan atau festival,

baik antar Kecamatan maupun Kabupaten.

Di jaman yang modern ini, sudah banyak alat-alat musik modern atau alat

musik Barat yang masuk ke kalangan masyarakat Simalungun dan juga sekaligus

sudah dikenal dan mulai lebih digemari untuk dimainkan oleh masyarakat

Simalungun, seperti keyboard, saxophone, drum, dan lainnya.

Pada saat ini, sering juga dijumpai pada acara kematian dan pernikahan

khusunya, musik modern tersebut dipadukan dengan alat musik tradisional

Simalungun untuk mengiringi acara kematian dan pernikahan masyarakat

Simalungun. Alat musik modern ini, seperti keyboard bisa menggantikan alat

musik tradisional Simalungun seperti ogung, gonrang, maupun sulim. Dengan

demikian, peranan alat musik modern bisa membuat masyarakat Simalungun akan

mulai terlupa dengan alat musik tradisional yang digantikan oleh alat musik

modern tersebut, hal itu dikarenakan dengan mulai jarangnya dijumpai

masyarakat Simalungun alat musik tradisional yang digantikan tersebut pada

acara-acara adat Simalungun yang sering menggunakan alat musik modern.

Namun, hal ini sering dilakukan karena dianggap praktis atau lebih mudah oleh

masyarakat Simalungun, dan juga dari segi ekonomi lebih murah dan terjangkau

daripada menggunakan alat musik tradisional Simalungun komplit dalam

mengiringi acara adat. Semua itu kembali kepada masyarakat Simalungun itu

sendiri, agar tidak melupakan alat musik tradisional Simalungun, serta mau

melestarikan alat musik tradisional Simalungun.

Pada saat ini sudah mulai sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang

bisa memainkan serta membuat alat musik sarunei bolon Simalungun. Menurut

penulis, hal itu terjadi dikarenakan kurangnya minat atau kemauan masyarakat

Simalungun untuk memainkan alat musik sarunei bolon Simalungun ini, dan juga

sudah jarang ditemukan orang yang bisa membuat alat musik sarunei bolon

Simalungun ini, jadi keberadaan sarunei bolon Simalungun ini dikalangan

masyarakat Simalungun pun sedikit, yang penulis ketahui orang yang bisa

membuat alat musik sarunei bolon Simalungun ini ialah Bapak Bosen Sipayung,

Bapak Jahuat Purba, dan Bapak Martuah Saragih.

Pada pembahasan sebelumnya, dikatakan bahwa proses belajar sarunei

bolon Simalungun dilakukan dengan cara lisan yaitu dengan melihat dan

mendengarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah pemain sarunei bolon

dikalangan masyarakat Simalungun akan sulit untuk berkembang, jika dikalangan

masyarakat simalungun sudah jarang ditemukan orang yang memainkan sarunei

bolon Simalungun.

Dengan demikian penulis tertarik dan ingin membahas tentang

bagaimana cara memainkan sarunei bolon Simalungun ini agar tulisan ini dapat

bermanfaat bagi yang membacanya, sehingga dengan adanya tulisan ini, pembaca

bisa sedikit mengerti dan mengenal alat musik sarunei bolon Simalungun agar

alat musik ini tidak mengalami kepunahan. Alasan inilah yang mendorong penulis

untuk membahas bagaimana cara memainkan sarunei bolon Simalungun.

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk

menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “Teknik Pembuatan

dan Permainan Sarunei Bolon Simalungun Oleh Bapak Bosen Sipayung Di

Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou,

Kabupaten Simalungun”.

1.2 Pokok Permasalahan

Adapun pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana teknik pembuatan dan permainan sarunei bolon Simalungun

oleh Bapak Bosen Sipayung?

2. Bagaimana eksistensi sarunei bolon Simalungun ini di tengah-tengah

masyarakat Simalungun?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui teknik permainan sarunei bolonSimalungun oleh Bapak

Bosen Sipayung.

2. Untuk mengetahui eksistensi alat musik sarunei bolonSimalungun

ditengah-tengah masyarakat Simalungun.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan

ini adalah :

1. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, baik

yang Beradadalam disiplin Etnomusikologi maupun di luar

Etnomusikologi sebagai bahan motivasi untuk melestarikan musik

tradisional Simalungun, khususnya bagi penulis sendiri dalam menambah

wawasan tentang budaya masyarakat Simalungun khususnya Sarunei

bolon Simalungun.

2. Sebagai dokumentasi tambahan mengenai kebudayaan musik Simalungun

yang bisa dipakai sebagai masukan bagi Departemen Etnomusikologi.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang

perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang

diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka, 1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan

dalam penulisan skripsi ini, maka perlu dijelaskan hal pokok yang menjadi topik

utama dalam pembahasan ini yakni “Teknik Permainan”. Teknik adalah cara

membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan Permainan adalah suatu

pertunjukkan dan tontonan (Kamus Bahasa Indonesia 2008). Dari uraian tersebut,

dapat disimpulkan bahwa Teknik Permainan adalah gambaran mengenai pola atau

cara yang dipakai dalam suatu pertunjukkan. Jadi,yang dimaksud Teknik

Permainan dalam tulisan ini adalah bagaimana cara memainkan sarunei

bolonSimalungun, termasuk di dalamnya bagaimana cara meniup atau

membunyikan sarunei bolon, bagaimana cara memegang sarunei bolon,

bagaimana cara memproduksi nada, dan bagaimana cara memainkan teknik

tertentu dalam membawakan lagu.

Sarunei bolonSimalungun merupakan alat musik tiup yang termasuk

kedalam klasifikasi instrumen aerofon. Masyarakat Simalungun mengelompokkan

alat musik ini kedalam kelompok alat musik ansambel, dimana dipakai untuk

mengiringi upacara adat Simalungun.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa

(Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Sebagai landasan

berpikir dalam melihat permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis

mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan

tersebut.

Sarunei bolon Simalungun adalah instrumen aerofon, dimana sumber

penggetar utama bunyi instrumen tersebut adalah udara. Oleh karena itu, dalam

pengklasifikasian tersebut penulis menggunakan teori yang dikemukakan oleh

Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu; sistem pengklasifikasian alat musik

berdasarkan sumber penggetar utama bunyi alat musik. Sistem klasifikasi ini

terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang terdiri dari: idiofon (bunyinya bersumber

dari getaran badannya sendiri), aerofon (udara sebagai sumber penggetar utama

bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber bunyi instrumen), kordofon (senar

sebagai sumber bunyi instrumen).

Dalam tulisan ini, untuk membahas teknik permainan alat musik, penulis

mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Susumu Kashima, 1978 : 174

terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan ATPA, bahwa studi musik dapat dibagi

ke dalam 2 (dua) sudut pandang yang mendasar, yaitu studi struktural dan studi

fungsional. Studi struktural berkaitan dengan observasi (pengamatan),

pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi,

serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian,

Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang

memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan

pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan

keras lembutnya suara (loudness) bunyi nada, warna nada, dan kualitas suara yang

dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat

dikatakan bahwa teknik permainan Sarunei Simalungun termasuk ke dalam studi

fungsional.

Mantle hood juga dalam sebuah pemahamannya mempermudah penulis

dalam meneliti untuk melengkapi tulisan ini, yaitu; “the concept of bimusicality as

a way of scholary presentation of the music of other cultures, and active

performance and even compotition idiom of another culture as a way of learning

the essentials of it’s musical style and behavior”.Pemahaman ini menekankan

pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh

penulis. Bimusicality berarti agar penulis mempelajari dan memainkan alat musik

dari kebudayaan yang sedang diteliti. Untuk itu, penulis mempelajari cara

memainkan Sarunei Simalungun kepada Bapak Bosen Sipayung (kebudayaan

yang diteliti) dengan cara oral tradition.

Secara umum, proses belajar musik tradisional dilakukan secara tradisi

lisan (oral tradition). George List dalam “Discussion of K.P. Wachman’s paper,

“Journal of the Folkore Institue mengatakan: Apa yang dimaksud dengan ‘musik

tradisional’ ? musik tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri: musik

tersebut diwariskan dan disajikan dengan hapalan bukan dengan menggunakan

tulisan, dan musik tersebut selalu ‘hidup’ , dimana suatu pertunjukan selalu

berbeda dengan pertunjukan sebelumnya. Ini adalah metode yang cukup

bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas permasalahan.

Sarunei bolon Simalungun merupakan alat musik yang berperan sebagai

pembawa melodi. Nada-nada yang digunakan adalah nada yang ada pada sistem

tangga nada Barat. Jadi dalam tulisan ini, penulis menggunakan teori Transkripsi

Deskriptif. Nettl, 1964 : transkripsi deskriptif adalah transkripsi yang dilakukan

dengan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail-detail yang terdapat pada

musik yang diteliti. Dalam hal ini, penulis akan menggunakan transkripsi yang

bernotasi deskriptif.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan

agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki

melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan

guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pustaka 2005). Penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan,

mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis

dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis

untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Balai Pusataka 2005).

Metode yang digunakan penulis dalam tulisan iniadalah metode penelitian

kualitatif, dimana penulis mengumpulkan dan memperoleh data, yaitu

menggunakan daftar pertanyaan serta melakukan wawancara kepada informan.

Untuk mendukung metode penelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu

Etnomusikologi yang terdiri dari 2 (dua) disiplin, yaitu disiplin lapangan dan

disiplin laboratorium, dan hasil dari kedua metode penelitian ini kemudian

digabungkan menjadi 1 (satu) hasil akhir (Merriam, 1964 : 37).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Untuk mendukung keseluruhan data yang disertakan penulis, maka penulis

juga melakukan studi keperpustakaan sebelum melakukan penelitian langsung ke

lokasi penelitian. Penulis membaca buku-buku, tulisan ilmiah atau skripsi-skripsi

terdahulu, serta catatan yang berhubungan dengan penelitian ini. Seiring dengan

berkembangnya teknologi dan banyaknya tulisan ilmiah yang dimasukkan ke

dalam website, Penulis juga mencari informasi dari internet untuk menambah

informasi dan data yang diperlukan dalam tulisan ini.

1.5.2 Observasi

Untuk memperoleh data dan informasi yang lebih akurat dalam

melengkapi tulisan ini, penulis melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian

yaitu di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silau,

Kabupaten Simalungun.

1.5.3 Wawancara

Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh

Koentjaraningrat ( 1985 : 139 ) yaitu :

“ada tiga wawancara, yaitu wawancara berfokus ( focused interview ),

wawancara bebas ( free interview ), dan wawancara sambil lalu ( casual

interview )”.

Untuk memperoleh data yang akurat, penulis melakukan wawancara

langsung kepada informan kunci yaitu Bapak Bosen Sipayung. Untuk melakukan

wawancara tersebut, penulis terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan yang

berhubungan dengan tulisan ini, penulis juga mengembangkan pertanyaan kepada

pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada hal-hal lain sepeerti menanyakan

kegiatan sehari-hari informan untuk menciptakan suasana yang tidak kaku,

penulis juga merekam dan mencatat setiap pembicaraan yang terjadi dalam

wawancara tersebut untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat.

1.5.4 Kerja Laboratorium

Keseluruhan data yang diperoleh penulis, akan diolah dalam kerja

laboratorium. Dimana Penulis menyeleksi data dan menganalisa data yang

kemudian menyaringnya agar lebih akurat. Selain itu Penulis juga melakukan

transkripsi musik dengan cara merekam bunyi Sarunei bolon Simalungun tersebut

untuk memperoleh nada-nada apa yang terdapat pada Sarunei bolon Simalungun

tersebut, penulis juga mentranskripsi sebuah contoh lagu yang biasa dimainkan

pada instrumen sarunei bolon Simalungun tersebut.

Setelah melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi

tulisan ilmiah berbentuk skripsi. Maka diharapkan tulisan ini memiliki manfaat

untuk menambah wawasan pengetahuan di bidang Etnomusikologi khususnya

serta di bidang lain umumnya.

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI

SINGKAT BAPAK BOSEN SIPAYUNG

2.1 Gambaran Wilayah Penelitian

Gambar 1 : Peta Kecamatan Dolok Silou

Lokasi penelitian yang dituju penulis berada di rumah Bapak Bosen

Sipayung yang terletak di Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan

Dolok Silou, Kabupaten Simalungun. Berdasarkan data yang diperoleh penulis

dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun tahun 2011, bahwa Kecamatan

Dolok Silou memiliki luas 294,00 Km2, dengan letak geografis sebelah Utara

berbatasan dengan Kabupaten Deliserdang, sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Silimakuta, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, dan

sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Silou Kahean.

Desa yang terluas di Kecamatan Dolok Silou adalah Desa Dolok Mariah

dengan luas 66,00 Km2 atau sekitar 22,45 % dari total luas Kecamatan Dolok

Silou. Jarak Nagori atau Desa terjauh dari Ibukota Kecamatan Dolok Silou adalah

Desa Marubun Lokkung dengan jarak 27 Km, sedangkan Desa terdekat adalah

Desa Saran Padang dengan jarak 2 Km.Jarak Kecamatan Dolok Silou ke

Pematang Raya Ibukota Kabupaten Simalungun ± 54 Km, ke Kota

Pematangsiantar ± 69 Km.

Tabel 1. Luas Wilayah Desa (Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2011)

No Desa Luas Area (Km2)

1. Dolok Mariah 66,00

2. Paribuan 38,00

3. Marubung Lokkung 28,50

4. Togur 28,50

5. Mariah Dolok 27,50

6. Huta Saing 27,50

7. Saran Padang 27,00

8. Bawang 21,00

9. Cingkes 19,00

10. Perasmian 11,00

Kecamatan Dolok Silou 294,00

Letak Kecamatan Dolok Silou di atas permukaan laut adalah 151-1400

meter. Menurut kemiringan/kelerengan tanah, luas wilayah Kecamatan Dolok

Silou yang terdapat pada lahan yang landai mencapai 12.210 Ha. Berdasarkan

jenis penggunaan lahan di Kecamatan Dolok Silou lebih banyak lahan pertanian

non sawah dibanding lahan peranian sawah. Lahan pertanian non sawah mencapai

23.450 Ha sedangkan lahan pertanian sawah sekitar 5.262 Ha. Lahan pertanian

non sawah terluas berada di Desa Dolok Mariah seluas 23.450 Ha dan lahan

pertanian sawah terluas berada di Desa Paribuan seluas 815 Ha.

2.1.1Kependudukan

Jumlah penduduk Kecamatan Dolok Silou tahun 2010 sebanyak 13.716

jiwa terdiri dari laki-laki 6.933 jiwa dan perempuan 6.783 jiwa dengan jumlah

rumah tangga sebanyak 3.712 sehingga rata-rata jumlah anggota rumah tangga

adalah 3-4 jiwa per rumah tangga.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Cingkes 1.194 1.103 2.297

2. Saran Padang 1.094 1.106 2.200

3. Paribuan 990 963 1.953

4. Huta Saing 945 891 1.836

5. Bawang 899 911 1.810

6. Perasmian 526 575 1.101

7. Marubun Lokkung 546 504 1.050

8. Mariah Dolok 338 334 672

9. Dolok Mariah 204 196 400

10. Togur 197 200 397

Kecamatan Dolok Silou 6.933 6.783 13.716 Jiwa

(Sumber: BPS Kecamatan Dolok Silou 2011)

Kepadatan penduduk terbesar terdapat di Desa Cingkes yaitu 121

jiwa/Km2 atau sebanyak2.297 jiwa, diikuti penduduk yang ada di Desa Saran

Padang yaitu 81 jiwa/Km2 atau sebanyak 2.200 jiwa, sedangkan kepadatan

penduduk yang paling sedikit terdapat di Desa Togur yaitu 14 jiwa/Km2 atau 397

jiwa.

Rasio jenis kelamin penduduk Kecamatan Dolok Silou menurut data

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Simalungun, menyatakan bahwa

penduduk laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan, dimana

dapat disimpulkan setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 102 penduduk

laki-laki.

2.1.2 Sistem Bahasa

Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa

sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di dalamnya. Hal ini dapat dilihat

bagaimana sistem komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dalam

melakukan aktivitasnya. Pada lokasi penelitian penulis bahasa yang digunakan

adalah bahasa Simalungun untuk komunikasi sehari-harinya. Hal tersebut juga

yang menyebabkan ada asumsi untuk setiap orang yang tinggal di daerah tersebut

sudah dianggap sebagai suku Simalungun.

Menurut seorang peneliti bahasa yaitu Dr. P. Voorhoeve, mengatakan

bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih

dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa

yang ada di Nusantara. Kedekatan tersebut ditunjukkan dengan huruf penutup

suku kata mati yaitu uy dalam kata apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog,

huruf b dalam kata abab, huruf d dalam kata bagod, huruh ah alam kata babah

dan sabah, juga kata ei dalam kata simbei, dan kata ou dalam kata sopou dan

lopou.

Dalam buku Tole Den Timorlan den Das Evangelium (2003: 16-19)

dijelaskan bahwa bahasa Simalungun dikenal ragam jenis pemakaian bahasa

menurut penggunaannya yaitu :

1. Bahasa Tingkatan

Bahasa tingkatan adalah bahasa yang digunakan untuk berbicara kepada

orang-orang. Bahasa Tingkatan terbagi 2 yaitu:

- Bahasa yang dipakai untuk berbicara kepada raja seperti ”paramba”

artinya adalah hamba, “modom” artinya mangkat, dan lain-lain.

- Bahasa Simalungun yang dipakai menurut tingkat usia di dalam pergaulan

misalnya: ho dan hanima dipakai oleh orang yang lebih tua untuk

menyebut orang yang lebih muda. Ho untuk penyebutan tunggal dan

hanima untuk penyebutan jamak. Demikian juga halnya dengan ham dan

nasiam yang dipakai untuk menyebut orang yang lebih tua atau kepada

orang yang derajatnya lebih tinggi. Ham untuk penyebutan tunggal dan

nasiam untuk penyebutan jamak.

-

2. Bahasa Simbol

Bahasa simbol merupakan bahasa yang digambarkan dengan benda-benda

untuk menyatakan maksud-maksud tertentu. Misalnya dalam suatu

permainanonja-onja (permainan tradisional masyarakat Simalungun yang

dimainkan oleh anak remaja), ada seorang pemuda yang memakai benang merah,

hal tersebut dapat diartikan bahwa pemuda tersebut akan tetap berjuang sampai

mati untuk mendapatkan cinta dari gadis pujaannya.

3. Bahasa Simalungun Ratap Tangis

Bahasa ini disebut juga dengan guruni hata karena dipakai

untukmengucapkan sesuatu dan dianggap lebih halus. Misalnya adalah inang na

umbalos artinya adalah bibi, sihumoyon artinya perut, simanuhot artinya mata,

jambulan artinya rambut.

4. Bahasa Simalungun Kasar

Bahasa ini disebut juga sait ni hata yaitu bahasa yang dipakai ketika

seseorang marah atau menghina seseorang karena tersinggung akan sesuatu.

Misalnya kata panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput, mulut (babah) bahasa

kasarnya tursik atau lossot.

5. Bahasa yang digunakan oleh datu

Bahasa ini merupakan bahasa mantera yang merupakan campuran bahasa-

bahasa untuk maksud-maksud tertentu. Bahasa yang digunakan oleh datu ini

bukan secara umum diketahui oleh masyarakat Simalungun karena hanya

sebagian orang yang terpilih untuk menjadi seorang datu.

Selama proses penelitian di rumah Bapak Bosen Sipayung, penulis kurang

fasih menggunakan bahasa Simalungun dan terkadang penulis menggunakan

bahasa Indonesia, namun Bapak Bosen Sipayung kurang fasih juga menggunakan

bahasa Indonesia, untuk mengatasinya penulis membawa seorang yang bisa

menggunakan bahasa Simalungun yaitu Marihot Purba yang merupakan

mahasiswa Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dan merupakan adik

junior penulis diperkuliahan yang sama. Marihot Purba berfungsi sebagai

penghubung antara penulis dengan Bapak Bosen Sipayung dalam berkomunikasi

agar maksud dan tujuan dapat dipahami dan dimengerti.

2.1.3 Sistem Mata Pencaharian

Penduduk yang tinggal di Kecamatan Dolok Silou pada umumnya bekerja

di sektor pertanian dan perkebunan. Untuk komoditi tanaman pangan, penduduk

Kecamatan Dolok Silou banyak yang bertani tanaman padi ladang, cabe merah,

nenas, jagung, dan kopi. Ada juga penduduk Kecamatan Dolok Silou yang

beternak, seperti ternak ayam, babi, dan kerbau. Jika ditinjau secara keseluruhan,

sebagian besar penduduk Kecamatan Dolok Silou bermata pencaharian sebagai

petani, pekebun, dan peternak.

2.1.4 Sistem Kesenian

Kesenian merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan,

dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif

(Koentjaraningrat, 1980:395-397). Kesenian adalah bagian dari kebudayaan, dan

hal ini juga dapat digunakan sebagai identitas diri suatu masyarakat. Kesenian

pada masyarakat Simalungun sangat beragam. Taralamsyah Saragih dalam

seminar kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian Simalungun

dibagi atas seni musik (gual), seni tari (tor-tor), dan seni suara (doding).

2.1.4.1 Seni Musik

Seni musik pada umumnya digunakan untuk acara-acara hiburan, upacara

adat, dan bahkan untuk bentuk persyaratan dalam upacara ritual tertentu.Untuk

melengkapi upacara-upacara tersebut harus menggunakan alat-alat musik

tradisional Simalungun yang sudah memiliki konsep penggunaan tertentu yang

sesuai dengan fungsinya.

Alat-alat musik pada masyarakat Simalungun dapat dimainkan secara

ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang bentuk

penyajiannya dimainkan secara ensambel yaitu gonrang sidua-dua dan gonrang

sipitu-pitu. Alat musik yang tergolong dalam ensambel gonrang sidua-dua ialah

sarunei bolon, sarunei buluh, ogung, mongmong, dan dua buah gonrang.

Sedangkan alat musik yang tergolong dalam gonrang sipitu-pitu ialah sarunei

bolon, ogung, mongmong, dan tujuh buah gonrang.

Ensambel ini dimainkan dalam upacara adat Simalungun, baik upacara

sukacita (malas ni uhur) maupun acara duka cita (pusok ni uhur). Kedua ensambel

ini sangat penting peranannya pada upacara religi, upacara adat, maupun acara

hiburan. Adapun upacara yang digunakan untuk upacara religi antara lain:

1. manombah, yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk mendekatkan diri

terhadap sembahannya.

2. marangir, yaitu suatu upacara untuk membersihkan diri dari perbuatan-

perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh

jahat.

3. ondos hosah, yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga

agar terhindar dari marabahaya.

Dalam upacara adat, kedua ensambel tersebut digunakan dalam acara:

1. mamongkot rumah bayu, yaitu acara memasuki rumah baru agar orang yang

menempati rumah tersebut mendapat rejeki dan terhindar dari segala bentuk

masalah.

2. marhajabuan, yaitu acara pemberkatan pernikahan. Acara ini merupakan suatu

bentuk persyaratan sakral yang harus dipenuhi untuk melangsungkan

pernikahan.

3. mangiliki, yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang

meninggal dunia yang usianya sudah tua dan sudah memiliki cucu.

4. bagah-bagah ni sahalak, yaitu acara yang dilaksanakan oleh seseorang karena

adanya keinginannya untuk membuat pesta.

5. patuaekkon, yaitu acara untuk memberi nama seseorang dengan cara

memandikannya dengan air.

Dalam acara hiburan, ensambel tersebut digunakan pada acara:

1. marilah, yaitu acara muda-mudi yang bernyanyi bersama di suatu desa.

Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat hubungan antara muda-mudi.

2. mangalo-alo tamu, yaitu acara yang digunakan untuk menyambut tamu dari

luar daerah. Acara ini dilaksanakan sekedar hiburan ramah tamah kepada tamu

yang datang tersebut sehingga menunjukkan suatu bentuk silahturahmi.

3. rondang bittang, yaitu acara tahunan yang diadakan oleh masyarakat

Simalungun karena mendapatkan hasil panen yang baik, dan pada acara ini

menjadi kesempatan para muda-mudi untuk mendapatkan jodoh. Tapi sekarang

pesta ini digunakan dalam bentuk pesta tahunan dengan rangka silahturahmi

antar desa di Kabupaten Simalungun, sekaligus suatu bentuk pelestarian

kebudayaan Simalungun karena dalam acara ini diadakan juga pentas kesenian

tradisional Simalungun.

Alat musik yang dimainkan secara tunggal antara lain sordam, sulim,

tulila, saligung, arbab, hodong-hodong, dan husapi. Alat musik tunggal ini pada

umumnya digunakan sebagai alat hiburan seperti pada saat sedang menggembala,

sedang menjaga padi di ladang, dan sebagai hiburan pemuda-pemuda.

2.1.4.2 Seni Tari

Seni tari (tor-tor) dalam masyarakat Simalungun merupakan suatu bentuk

identitas khas yang menunjukkan ciri kesenian Simalungun. Hal ini dapat dilihat

dari pergerakan-pergerakan yang dilakukan saat melakukan tor-tor yang berbeda

dengan tari yang dilakukan oleh kebudayaan lain. Tor-tor pada umumnya

digunakan dalam upacara-upacara adat maupun ritual dengan diiringi oleh musik.

Adapun tor-tor Simalungun antara lain:

1. tor-tor huda-huda atau toping-toping, yaitu tarian yang dilakukan untuk

menghibur keluarga yang ditinggal mati oleh seseorang, dimana orang yang

meninggal tersebut sudah sayur matua atau orang yang sudah lanjut usia.

Tarian ini dulunya digunakan untuk menghibur keluarga raja karena anaknya

meninggal agar tidak larut dalam kesedihan. Pada saat ini juga tarian ini sudah

digunakan dalam konteks pertunjukkan. Tarian ini menggunakan media topeng

dengan sepasang pemain toping-toping dan satu orang pemain huda-huda.

2. Tor-tor turahan, yaitu tarian yang dilakukan untuk menarik batang pohon

ataupun kayu yang ada di hutan yang digunakan untuk membangun istana

kerajaan. Dimana salah seorang penari tersebut akan mengambil dedaunan

beserta rantingnya dan kemudian mengibaskannya ke batang kayu dan ke

badan orang-orang yang menariknya untuk memberi semangat. Kegiatan ini

dilakukan sambil menari agar para pekerja tersebut tidak mudah lelah dan akan

lebih semangat lagi.

3. Tor-tor sombah, yaitu tarian yang digunakan untuk menyambut tamu (tondong)

yang datang dalam sebuah acara maupun upacara. Tarian ini dilakukan sebagai

tanda penghormatan terhadap keluarga maupun tamu yang datang.

2.1.4.3 Seni Suara

Seni suara atau nyanyian, dimana masyarakat Simalungun menyebutnya

dengan doding. Ada beberapa nyanyian dalam masyarakat Simalungun yang

memiliki fungsi masing-masing. Selain itu masyarakat Simalungun memiliki

teknik bernyanyi yang disebut dengan inggou. Adapun nyanyian tersebut antara

lain:

1. Taur-taur, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh sepasang muda-mudi secara

bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lainnya. Dalam

melakukan taur-taur, sepasang muda-mudi tersebut akan melakukan dialog

musikal yang membicarakan tentang perasaan mereka secara bergantian.

2. Ilah, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda-pemudi untuk

menunjukkan suatu bentuk keakraban dalam komunitas tersebut. Nyanyian ini

dilakukan dengan bertepuk tangan bersama dalam posisi membentuk lingkaran.

3. Doding-doding, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh seseorang maupun

sekelompok orang untuk menyampaikan sesuatu, baik itu dalam bentuk pujian,

sindiran, dan bahkan dalam bentuk cerita. Nyanyian ini dilakukan untuk

mengungkapkan perasaan sedih, sepi, dan juga untuk menyampaikan pesan.

4. Urdo-urdo, yaitu nyanyian yang digunakan untuk menidurkan seorang anak,

hal ini biasanya dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya maupun seorang

anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo ini merupakan suatu bentuk

kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun untuk menidurkan

anaknya, karenahal itu diyakini akan membuat si anak dapat tidur lebih

nyenyak dan bahkan membantu si anak untuk lebih merespon kepada orang

tuanya.

5. Tihtah, yaitu nyanyian yang digunakan untuk mengajak seorang anak untuk

bermain. Tihtah hampir sama dengan urdo-urdo, bedanya hanya saja urdo-

urdo untuk menidurkan anak sementara tihtah untuk mengajak anak bermain.

6. Tangis-tangis, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang istri karena

suaminya telah meninggal. Nyanyian ini digunakan untuk meratapi

kesedihannya atas meninggalnya suaminya. Tangis-tangis ini juga digunakan

oleh seorang gadis yang akan menikah untuk mengungkapkan kesedihannya

yang ditujukan kepada keluarga yang akan ditinggalkannya.

7. Manalunda atau Mangmang, yaitu mantra yang dinyanyikan oleh seorang datu

dalam melakukan ritual tertentu seperti dalam menyembuhkan suatu

penyakit.Manalunda atau mangmang ini dulunya digunakan untuk menobatkan

seorang raja agar diberi berkat dalam menjalani tahtanya sebagai seorang raja.

8. Mandilo tonduy, yaitu nyanyian yang dilakukan ibu tua untuk memanggil roh.

9. Inggou turi-turian, yaitu nyanyian yang dilagukan oleh seorang datu untuk

hiburan dan diakhiri dengan suatu upacara.

Di luar dari ketiga bentuk kesenian yang diungkapkan oleh Taralamsyah

Saragih, masih ada bentuk kesenian lain yang sampai saat ini masih dapat dilihat.

Berdasarkan penelitian dan pengalaman penulis yang pernah menyaksikan pesta

rondang bittang di Saribu Dolok, masih ada terlihat kesenian Simalungun yang

dipertunjukkan dan harus dilestarikan, diantaranya ialah:

1. Dihar, yaitu seni bela diri yang dipelajari untuk melingdungi dirinya dari

ancaman orang lain.

2. Gorga, yaitu seni ukir yang terdapat pada dinding-dinding rumah dengan motif-

motif khas kesenian Simalungun, dan untuk menambahi estetikanya rumah

tersebut juga dihiasi dengan seni patung yang terbuaat dari batu maupun kayu.

3. Hiou, yaitu seni tenun yang dibentuk dari benang-benang untuk membuat

sebuah selendang dengan motif-motif khas kesenian Simalungun.

2.1.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan

Simalungun (1985), ada dua cara yang umum dipakai untuk menarik garis

keturunan yaitu:

1. menarik garis hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki-laki

(patrilineal) dan mungkin pula dari pihak perempuan (matrilineal).

2. menarik garis keturunan dari kedua orang tua yaitu ayah dan ibu, masyarakat

demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

Dari kedua cara di atas, masyarakat Simalungun termasuk masyarakat

yang menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah, dengan demikian

masyarakat Simalungun adalah masyarakat patrilineal, yang artinya bahwa setiap

anak yang lahir baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya akan

mengikuti klan atau marga dari ayahnya (1985: 108).

Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang

mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan

perkawinan.Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya

penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai

kedudukan tertentu terhadap marga lain. Sistem kekerabatan dalam masyarakat

Simalungun disebut sebagai “partuturan”. Dimana partuturan ini menentukan

dekat jauhnya hubungan kekeluargaan, dan dibagi kedalam beberapa kategori

sebagai berikut:

1. Tutur manorus, dimana kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.

Misalnya “botou” artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda,

dan “mangkela”(baca: makkela) artinya suami dari saudara perempuan ayah.

2. Tutur holmouan, dimana melalui kekerabatan ini bisa terlihat bagaimana

berjalannya adat Simalungun. Misalnya “Bapatongah”artinya saudara laki-laki

ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling muda dan bukan paling tua),

“tondong bolon” artinya orang tua atau saudara laki-laki dari istri/suami, dan

“panogolan” artinya kemenakan atau anak laki-laki/perempuan dari saudara

perempuan.

3. Tutur natipak, dimana kekerabatan ini digunakan sebagai pengganti nama dari

orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya “kaha”yang

digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua, dan “ambia”

panggilan seorang laki-laki terhadap laki-laki lain yang seumuran atau

bawahan.

Pada kebudayaan Simalungun terdapat 4 marga asli suku Simalungun

yang akrab disebut dengan akronim “SISADAPUR”, yaitu: Sinaga, Saragih,

Damanik, dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari permusyawaratan

besar (harungguan bolon) antara empat raja besar yang berjanji untuk tidak saling

menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsuhan na legan,

rup mangimbang munsuh), dan keempat raja tersebut adalah:

1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti simada manik (pemilik manik), yang dalam bahasa

Simalungun kata manik berarti bersemangat, berkharisma, terhormat, dan

paling cerdas. Raja ini berasal dari kaum bangsawan India selatan dari kerajaan

Nagore.

2. Raja Banua Sobou Bermarga Saragih

Kata saragih dalam bahasa Simalungun berarti “simada ragih” (pemilik

aturan, pengatur, penyusun, pemegang undang-undang). Terdapat beberapa

marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu

Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok,

Sidabukke, Simanihuruk.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Kata Purba menurut bahasa sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur,

gelagat masa datang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana.

Keturunannya adalah Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha ( Sidadolog,

Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang,

Tondang, Sihala, Raya. Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari

Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan

mengaku dirinya Purba, kemudian Purba keturunan Simamora ini menjadi

Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Kata Sinaga berarti Simada Naga, dimana kata Naga dalam mitologi dewa

dikenal sebagai penyebab gempa dan tanah longsor. Keturunannya adalah

marga Sinaga di kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. (Tideman, 1922).

2.1.6 Sistem Kepercayaan

Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok

sewaktu Dinasty SWI (570-620) kerajaan Nagur sebagai Simalungun tua, telah

banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang

dimuat dalam buku “Sejarah Batak” oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana

dinyatakan bahwa pada abad ke V sudah ada kerajaan Nagur sebagai satu

“Simalungun Batak Friest Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang

dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China).

Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah animisme yang disebut dalam

bahasa Simalungun ialah supajuh begu-begu/sipele begu. Mereka percaya akan

adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal

adanya tiga dewa, yaitu:

1. naibata na i babou/i nagori atas (dewa di benua atas)

2. naibata na i tingah/i nagori tongah (dewa di benua tengah)

3. naibata na i toruh/i nagori toruh (dewa di benua bawah)

Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve dalam bukunya

“Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa di

kerajaan Nagur atau Simalungun terdapat 156 panghulubalang yaitu patung-

patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan dan ditempat inilah

dilakukan upacara pemujaan.

Masuknya agama Islam ke Simalungun adalah pada abab ke-15 melalui

daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh.

Awalnya perkembangan agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan

Bandar (Sihotang 1993:23). Kemudian sekitar tahun 1903, Gereja Batak Toba

(HKBP) yang berada dalam fase perkembangan yang kemudian berkembang

hingga menjangkau masyarakat di luar lingkungan mereka sendiri. Pada suatu

konferensi yang dilakukan pada tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk

memulai karya misi pada masyarakat Simalungun. Kelompok Kristen Simalungun

yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekedar bagian dari Gereja Batak

Toba (dinamakan HKBP-S). Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan

lahirlah organisasi baru yang dinamakan sebagai Gereja Kristen Protestan

Simalungun (GKPS). Salah satu bagian integral dari proses Kristenisasi adalah

berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah, dimana anak-anak dan orang-

orang dewasa dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri

dan kemudian dalam bahasa Indonesia.

Pada saat ini penduduk yang berada di Kecamatan Dolok Silou terdiri atas

berbagai Agama, dan menurut data yang diperoleh Agama yang ada di Kecamatan

Dolok Silou antara lain ; Kristen Protestan, Katolik, dan Islam.

Tabel 3. Data Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang dianut

No Agama Jumlah Penduduk

1. Kristen Protestan 10.729

2. Katolik 2.310

3. Islam 676

Kecamatan Dolok Silou 13.716 jiwa

(Sumber: BPS Kabupaten Simalungun 2011)

Penduduk di Kecamatan Dolok Silou 78 % memeluk agama Kristen

Protestan atau sekitar 10.729 jiwa, penduduk yang memeluk agama Katolik

sekitar 2.310 jiwa, dan penduduk yang memeluk agama Islam sekitar 676 jiwa.

Sarana ibadah umat beragama di Kecamatan Dolok Siolu pada tahun 2010 adalah

sebagai berikut: gereja Kristen Protestan sebanyak 20 unit, gereja Katolik 7 unit,

mesjid 3 unit dan 1 musholla (data dari Kecamatan Dolok Silou pada tahun 2010).

2.2 Biografi Ringkas Bapak Bosen Sipayung

Dalam studi Etnomusikologi, untuk mengkaji teknik permainan alat-alat

musik tertentu, maka hal itu terkait secara langsung dengan pemusik atau musisi.

Sesuai dengan hal tersebut, maka dalam mengkaji permainan alat musik sarunei

bolon Simalungun ini penulis memperhatikan juga menuliskan data atau biografi

Bapak Bosen Sipayung.

Gambar 2 : Bapak Bosen Sipayung

Bapak Bosen Sipayung adalah seniman Simalungun, dimana beliau adalah

seorang pemain sarunei bolon Simalungun yang diakui oleh masyarakat

Kecamatan Dolok Silou dan juga sering dipakai sebagai parsarunei (pemain

sarunei) pada acara adat yang dilaksanakan di Kecamatan Dolok Silou.

Bapak Bosen Sipayung lahir di Dusun Pagar Dolok pada tanggal 20

november 1943, pada tahun 1958 beliau tamat SD (sekolah dasar) namun tidak

meneruskan pendidikan dikarenakan pengaruh ekonomi, jadi beliau

menghabiskan masa remajanya dengan membantu orang tua di ladang, selain itu

beliau juga sering memancing ikan di sungai dengan teman-temannya.

Bapak Bosen Sipayung merupakan anak dari Tori Sipayung dan Singip

boru Purba, dimana ayah beliau (Tori Sipayung) adalah seorang panggual

(pemusik tradisional Simalungun), jadi selain bertani, orang tua Bapak Bosen

Sipayung juga sering mengiringi acara-acara adat Simalungun di daerah

Kecamatan Dolok Silou. Diselah-selah kegiatan Bapak Bosen Sipayung pada saat

remaja, beliau juga sering melihat, mendengar, dan memainkan alat musik

tradisional Simalungun dan juga sekalian belajar dengan sang ayah, pada saat

itulah Bapak Bosen Sipayung mulai belajar dan tertarik dengan alat musik sarunei

bolon Simalungun ini.

Pada umur 35 tahun, Bapak Bosen Sipayung sudah bisa memainkan

sarunei bolon Simalungun, namun beliau belum berani untuk mengiringi acara

adat, jadi di umur ke-35 tahun tersebut beliau hanya menjadi pemain gonrang saja

pada saat mengiringi acara adat Simalungun. Seiring waktu berjalan, umur 40

tahun barulah Bapak Bosen Sipayung menjadi pemain sarunei (parsarunei) yang

mengiringi acara adat Simalungun, serta pada saat itulah beliau diakui sebagai

musisi atau panggual oleh masyarakat sekitar.

Bapak Bosen Sipayung pertama kali menjadi pemain sarunei bolon

Simalungun pada acara Rondang Bittang yang dilaksanakan di Saribu Dolok,

serta sering mendapat piagam penghargaan yang berupa sertifikat pada perayaan

pesta Rondang Bittang, seperti piagam penghargaan sebagai peserta juara II

lomba hagualon (lomba bermain alat musik Simalungun dalam bentuk ensambel)

yang diberikan Bupati Simalungun pada pesta Rondang Bittang XVII 6-9 Juli

2000, dan pada pesta Rondang Bittang XVIII 7-9 November 2001 sebagai peserta

juara I lomba hagualon, serta mendapat piagam penghargaan sebagai pembina

hagualon pada pesta Rondang Bittang ke XXVII 6-8 juli 2012.

Gambar 3 : Piagam Penghargaan Juara II Lomba Hagualon,

Rondang Bittang XVII

Gambar 4 : Piagam Penghargaan Juara I Lomba Hagualon,

Rondang Bittang XVIII

Gambar 5 : Piagam Penghargaan Pembina Hagualon,

Rondang Bittang XXVII

Pada tahun 1999 februari di Jakarta beliau pernah tampil pada acara

“Semalam di Simalungun/ Marsombu Sihol”, dimana Beliau mendapat piagam

penghargaan dari Menteri Pariwisata Seni dan Budaya sebagai peserta lomba seni

musik tradisional sarunei tahun1999.

Gambar 6 : Piagam Penghargaan oleh

Menteri Pariwisata Seni dan Budaya, Jakarta

Bapak Bosen Sipayung adalah anak ke-5 dari 5 bersaudara (2 perempuan

dan 3 laki-laki), menikah dengan M. boru Purba dan memiliki 4 orang anak (2

laki-laki dan 2 perempuan). Bapak Bosen Sipayung menurunkan bakat bermain

sarunei kepada anak ke-4 nya Simon Sipayung yang bertempat tinggal di Galang,

namun Simon Sipayung tidak mau menunjukkan bakatnya atau menjadikan

bermain sarunei bolon sebagai profesi, Simon Sipayung lebih memilih bekerja

dipekantoran sebagai kegiatan sehari-hari dan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Selain kepada anak ke-2 nya, beliau juga mengajarkan cara bermain

sarunei bolon Simalungun kepada Juli Sipayung yang saat ini sedang duduk di

pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama), walau bukan cucu kandungnya

namun beliau sudah menganggap Juli Sipayung tersebut cucunya sendiri, dilihat

dari sistem kekerabatan yang sudah dibahas diatas, mereka merupakan satu marga

yaitu marga Sipayung, dan ada seorang lagi yang menjadi murid Bapak Bosen

Sipayung yaitu Juniandi Damanik yang pada saat ini ia sudah bisa mengiringi

acara adat Simalungun dan menjadikan itu sebagai profesinya.

BAB III TEKNIK PEMBUATAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN DAN

EKSISTENSI SARUNEI BOLON SIMALUNGUN

3.1 Teknik Pembuatan Sarunei Bolon Simalungun

Dalam tulisan ini, pembahasan yang dimaksud hanya teknik pembuatan

singkatnya saja, dimana hanya meliputi klasifikasi instrumen, konstruksi atau

bagian-bagian yang ada pada instrumen, serta bahan-bahan yang terdapat pada

instrumen. Berikut akan dijelaskan organologi singkat sarunei bolon Simalungun.

3.1.1 Klasifikasi Sarunei Bolon Simalungun

Dalam mengklasifikasikan sarunei bolon Simalungun, penulis mengacu

kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Hornbostel (1914) yaitu:

“sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi.

Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: idiofon (alat

itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), aerofon (udara sebagai sumber

penggetar utama bunyi), membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama

bunyi), dan kordofon (senar sebagai sumber penggemar utama bunyi)”

Berdasarkan ketentuan diatas, maka sarunei bolon Simalungun

diklasifikasikan sebagai alat musik aerofon. Hal ini disebabkan karena suara yang

dihasilkan oleh sarunei bolon Simalungun berasal dari udara yang dihembuskan

atau ditiup di anak sarunei pada instrumen tersebut.Sarunei bolon Simalungun

merupakan aerofon yang murni menggunakan tiupan udara dari mulut sebagai

penghasil bunyi dan menggunakan kedua jari tangan sebagai penghasil nada-nada

yang berbeda-beda sesuai teknik penjariannya.

Dalam pembahasan sebelumnya, sarunei bolon Simalungun terbuat dari

kayu (wind instrument) yang bagian dalamnya dilubangi dan berbentuk seperti

kerucut atau yang disebut dalam istilah Etnomusikologi adalah with conical bore,

dimana bagian ujung ke bagian pangkalsarunei semakin mengecil. Sarunei bolon

Simalungun ini memakai lidah ganda (double reed) yang digetarkan udara untuk

menghasilkan bunyi

.

3.1.2 Konstruksi Sarunei Bolon Simalungun

Gambar 7 : Bagian-bagian sarunei bolon Simalungun

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sarunei bolon Simalungun

memiliki bagian-bagian yang mempunyai fungsi masing-masing antara lain:

- Anak sarunei, yaitu lidah sarunei yang terbuat dari daun kelapa, dimana

anak sarunei ini yang digetarkan oleh udara yang ditiup melalui mulut

sehingga menghasilkan bunyi.

Gambar 8 : Anak Sarunei

- Nalih, yaitu bagian penghubung antara baluh ke anak sarunei, yang

terbuat dari timah.

Gambar 9 : Nalih

- Penahan bibir, yang berfungsi untuk menahan bibir yang terbuat dari

tempurung kelapa yang berbentuk bulat dan berdiameter ± 5-5,5 cm.

Gambar 10 : Penahan Bibir

- Baluh, yaitu badan sarunei yang terbuat dari kayu silastom, dimana pada

badan sarunei tersebut terdapat tujuh buah lubang nada.

Gambar 11 : Baluh

- Sigumbangi, yaitu badan sambungan yang terbuat dari bambu yang

panjangnya kira-kira setengah dari panjang badan sarunei, dimana

sigumbangi ini disambungkan ke baluh.

Gambar 12 : Sigumbangi

3.1.3 Bahan dan Peralatan yang digunakan

Pembuatan sarunei bolon Simalungun masih sangat sederhana, menurut

hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada informan, bahwa semua

pengerjaan instrumen tersebut dari tahap penyediaan bahan sampai proses

pembuatannya dikerjakan dengan tangan tanpa dibantu mesin.

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk membuat instrumen sarunei

bolon Simalungun relatif sederhana dan mudah untuk diperoleh, namun ada satu

bahan pokok pada sarunei bolon Simalungun yang sulit untuk didapatkan yaitu

kayu silastom, dimana kayu ini tidak tumbuh disembarang tempat, namun dapat

kita jumpai di daerah Simalungun.Menurut hasil wawancara yang dilakukan

penulis kepada Bapak Ja Huat Purba, konon katanya silastom ini bisa tumbuh

kalau ditanam oleh parsarunei (pemain sarunei) dan keturunan parsarunei.

Menurut pengamatan penulis, memang betul bahwa silastom tersebut ada di

halaman atau sekitar rumah parsarunei yang penulis jumpai, seperti Bapak Ja

Huat Purba, Bapak Bosen Sipayung.

Berikut ini akan diterangkan bahan-bahan maupun alat-alat yang

diperluakan untuk membuat sarunei bolon Simalungun.

3.1.3.1 Bahan yang digunakan

Bahan yang diperlukan untuk pembuatan sarunei bolon Simalungun ialah :

1. Kayu Silastom

Gambar 13 : Pohon Silastom

Untuk membuat baluh (badan sarunei) bahan yang digunakan adalah kayu

silastom, dimana bagian yang diambil adalah bagian batangnya yang sesuai

dengan ukurannya yaitu: panjang ± 32 cm, dan lebar ± 1,8 cm. Kemudian batang

silastom tersebut dikikis, dihaluskan, dan dibentuk sesuai dengan gambar sarunei

sebelumnya (dari pangkal ke ujung semakin mengecil).

2. Bambu

Gambar 14 : Bambu untuk membuat Sigumbangi

Bambu yang dimaksud disini ialah bambu yang tipis, menurut hasil

wawancara, Bapak Bosen Sipayung biasa menggunakan bambu parapat (sebutan

untuk bambu yang tipis), dimana bambu tersebut tipis, panjang dan memiliki

ukuran yang kecil/ kurus. Bambu ini digunakan sebagai bahan untuk membuat

sigumbangi.

3. Pelepah Kelapa

Gambar 15 : Pelepah Kelapa Tua

yang sudah dijemur Pelepah kelapa yang dimaksud adalah pelepah kelapa yang sudah tua dan

kering, namun masih bagus atau tidak ada terdapat lubang. Pelepah kelapa

tersebut digunakan untuk membuat reed atau lidah yang terdapat pada anak

sarunei, dimana ada dua Pelepah kelapa yang dibentuk seperti bentuk segitiga

dengan ukuran yang sama dan kemudian diikat di bagian pangkal pada bulu ayam

dewasa dengan posisi sejajar. Pelepah Kelapa tersebut yang akan ditiup dan

bergetar sehingga menghasilkan bunyi.

4. Bulu Ayam

Gambar 16 : Bulu Ayam

Bulu ayam juga merupakan bagian dari anak sarunei, dan bulu ayam yang

digunakan hanyalah bagian pangkalnya saja, dan bulu ayam tersebut harus ayam

yang dewasa, karena bagian pangkalnya sudah keras. Bagian pangkal pada bulu

ayam dewasa tersebut sebagai bahan untuk daun kelapa yang akan diikatkan. Bulu

ayam tersebut berfungsi untuk memisah kedua daun kelapa yang sudah dibentuk

seperti segitiga tadi, dan berfungsi juga sebagai ruang udara yang dihembuskan

agar daun kelapa bisa bergetar dan menghasilkan bunyi.

5. Benang

Gambar 17 : Benang

Gambar 18 : Proses Pengikatan Bulu Ayam

dan Pelepah Kelapa

Benang merupakan bagian dari anak sarunei, dan sebagai bahan untuk

mengikatkan daun kelapa dengan bagian pangkal bulu ayam dewasa. Benang

yang digunakan ialah benang yang tipis.

6. Timah

Gambar 19 : timah yang sudah meleleh

Timah adalah bahan untuk membuat nalih (penghubung anak sarunei ke

baluh), dimana timah tersebut dipanaskan terlebih dahulu hingga cair, yang

kemudian dituangkan ke dalam pencetakan nalih.

7. Tempurung Kelapa

Gambar 20 : tempurung kelapa

Tempurung kelapa juga merupakan bahan yang diperlukan untuk membuat

penahan bibir pada sarunei bolon Simalungun, dimana tempurung kelapa tersebut

dibentuk seperti berbentuk bulat yang berdiameter ± 5cm.

3.1.3.2 Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan sarunei bolon Simalungun ini

adalah peralatan yang mudah didapatkan. Namun , ada peralatan yang harus

ditempah terlebih dahulu karena harus sesuai ukurannya yaitu pukkor (besi

panjang berbentuk kerucut). Untuk lebih jelasnya berikut akan dijelaskan

peralatan yang digunakan dalam pembuatan sarunei bolon Simalungun, yaitu :

1. Pukkor

Seperti yang sudah dibahas tadi, pukkor ini adalah besi yang ditempah

menyerupai bentuk kerucut, bagian pangkal ke ujung semakin mengerucut atau

tajam. Pukkor ini memiliki lebar pangkal ± 2 cm dan semakin ke ujung semakin

mengecil atau meruncing, dan bagian pangkalnya dilapisi kain atau kayu sebagai

pegangannya.

Gambar 21 : Pukkor kecil

Gambar 22 : Pukkor besar

Pukkor ini ada dua, yang menurut hasil wawancara kedua pukkor ini

dinamakan pukkor besar dan pukkor kecil, dimana pukkor besar digunakan untuk

melubangi kayu silastom yang sudah dikikis dan dihaluskan, silastom tersebut

dilubangi dari pangkalnya, dilubangi hingga lubang bagian pangkal silastom

berdiameter ± 1,5 cm dan diameter lubang ujung silastom ± 0,6 cm. Sedangkan

pukkor kecil digunakan untuk melubangi lubang nada yang berdiameter ± 0,4 cm.

2. Pisau

Gambar 23 : Pisau

Pisau adalah peralatan yang umum yang mudah didapat, dalam pembuatan

sarunei bolon Simalungun, pisau digunakan untuk proses memotong dan

mengikis, seperti mengikis kayu silastom, memotong daun kelapa, memotong

bambu, dan lainnya.

3. gergaji

Gambar 24 : Gergaji

Gergaji merupakan peralatan yang digunakan untuk menggergaji kayu

silastom, menggergaji bambu, dan lainnya.

4. kertas Pasir

Gambar 25 : Kertas Pasir

Kertas pasir juga sebagai peralatan dalam pembuatan instrumen ini,

digunakan untuk menghaluskan dan merapikan. Seperti yang terlihat pada gambar

di atas, dimana kertas pasir digunakan untuk menghaluskan kayu silastom yang

sudah dikikis, menghaluskan nalih yang sudah dibentuk, menghaluskan penahan

bibir yang sudah dibentuk, dan lainnya.

5. Kompor dan Kaleng

Gambar 26 : Proses Melelehkan Timah

Kompor adalah peralatan yang digunakan untuk memanaskan timah

hingga cair, sedangkan kaleng sebagai tempat timah yang ditaruh diatas kompor.

6. Bambu Cetakan Badan dan Lubang Nalih

Peralatan yang digunakan untuk membuat nalih adalah bambu, dimana

bambu yang digunakan adalah bambu yang memiliki diameter lubang kecil.

Bambu tersebut dibentuk sesuai dengan ukuran nalih, dimana timah yang sudah

cair dituangkan kedalam bambu tersebut, dan sebelum timah membeku langsung

masukkan juga bambu cetakan lubang nalih supaya setelah timah membeku atau

kering akan menghasilkan lubang ditengahnya.

7. Alat ukur dan Alat tulis

Gambar 27 : Proses Pengukuran dan Penandaan

Alat ukur dan alat tulis digunakan dalam tahap pengukuran dan

penandaan, alat ukur yang dimaksud disini bisa penggaris, dan bisa juga lalang

seperti yang digunakan Bapak Bosen Sipayung saat melakukan tahap pengukuran

pada foto di atas, serta alat tulis yang dimaksud ialah pulpen dan pensil untuk

menandai bagian-bagian yang perlu untuk ditandai. Seperti dalam tahap

pengukuran lubang nada, setelah diukur maka akan ditandai bagian mana yang

akan dilubangi.

3.1.4 Proses pembuatan Sarunei Bolon Simalungun

3.1.4.1 Proses Pembuatan Baluh (badan sarunei)

Dalam proses pembuatan Sarunei bolon ini yang pertama dilakukan

dengan mempersiapkan bahan baku yaitu batang Silastom (sejenis tumbuhan

perdu, termasuk salah satu dari bulung-bulung simelias gelar) sebagai bahan dasar

dalam membuat baluh (badan sarunei). Adapun yang dilakukan dengan memilih

kayu silastom yang ukuran diameternya lebih kurang 5cm, hal ini dilakukan agar

bisa disesuaikan dengan diameter lingkaran pada sigumbangi.

Bagian pertama yang dikerjakan adalah memotong batang silastom, kayu

Silastom tersebut di potong menggunakan gergaji sesuai dengan ukuran yang di

inginkan.

Gambar 28: memotong batang silastom

Setelah kayu silastom tersebut selesai di potong maka proses berikutnya

adalah merapikan kayu silastom seperti mengikisnya serta menghaluskannya.

kemudian melubangi dari pangkal batang silastom untuk di jadikan ruang

resonator, dengan menggunakan pukkor.

Pukkor yang di gunakan adalah pukkor besar, dimana dari ujung mata

pukkor ukurannya sangat kecil dan tajam dan semakin kearah pegangan pukkor

ukurannya semakin besar. Dimana ukuran lubang resonator dari ujung badan

sarunei yang di bawah lebih lebar dari pada ukuran lubang badan sarunei yang di

atas.

Gambar 29 : melubangi atau memukkor silastom

Setelah kayu silastom selesai dibuat lubang resonatornya, maka di lakukan

proses pembentukan atau pengukuran lubang nada pada badan Sarunei, dalam

pengerjaan ini sangat di butuhkan kesabaran dan ketelitian. Karena dalam

pembentukan kayu silastom tersbut sepenuhnya di kerjakan secara manual dengan

tangan dan di bantu degan peralatan sedehana. Pembentukan batang sarunei

pertama di lakukan dengan mengunakan parang hingga menghasilakan bentuk

kasar dari batang sarunei. Hasil dari potongan parang tersebut kemudian

dilanjutkan dengan mengunakan pisau kecil hingga benar benar membentuk bulat.

Bagian bagian kikisan pisau yang masih kasar ataupun kurang rata maka di

haluskan dengan menngunakan kertas pasir.

Gambar 30 : pembentukan badan Sarunei dengan menggunakan parang

Gambar 31 : pembentukan dan menghaluskan badan Sarunei

Setelah proses pembentukan selesai maka hasil pembentukan tersebut

adalah bentuk dari badan sarunei, maka di bawah ini adalah gambar bentuk

sarunei bolon Simalungun yang telah jadi.

Gambar 32 : badan Sarunei

Proses selanjutnya membuat lubang-lubang nada pada batang Sarunei,

dalam membuat lubang nada, lubang tidak sembarang di lubangi begitu saja.

Dalam pembuatan lubang nada ada ukuran jarak yang sudah di tentukan antara

lubang satu ke lubang nada berikutnya agar suara yang di hasilkan harmonis.

Dimana batang sarunei di ukur dengan menngunakan daun lalang,

pengukuran lubang nada Sarunei dengan cara panjang badan sarunei di ukur

dengan panjang daun lalang, dan stelah dapat ukuran dari sarunei tersebut maka lalang

di bagi menjadi 9 bagian, hasil dari pebagian tersbut yang akan menjadi jarak antara

lubang satu ke luabang berikutnya. Kecuali lubang yang paling atas, jaraknya 2 kali dari

ukuran yang telah di bagi 9 sebelumnya. Untuk membuat lubang yang di belakang, posisi

lubang tepat di belakang antara lubang 1 dan 2 dari atas.

Gambar 33 : pengukuran awal

Gambar 34 : pengukuran lubang pertama

Gambar 35 : pengukuran lubang nada

Setelah ukuran nada sudah di tentukan maka proses selanjutnya adalah melubangi lubang

nada dengan menggunakan pukkor kecil.

Gambar 36 : proses melubangi nada

3.1.4.2 Proses Pembuatan Sigumbangi

Setelah diameter atau besar badan ujung sarunei dan lubang nada selesai

pengerjaannya, proses selanjutnya adalah membuat sigumbangi. Sigumbangi

terbuat dari bambu, dan bambu yang di gunakan untuk membuat sigumbangi

adalah buluh parapat (sebutan untuk bambu yang tipis).

Bambu yang di gunakan untuk membuat si gumbangi terlebih dahulu di

lakukan memilih lubang bambu yang sesuai dengan diameter ujung bagian bawah

sarunei lalu bambu di ukur dengan ukuran panjang sarunei, panjang dari

sigumbangi adalah setengah dari panjang badan sarunei. setelah ukuran telah di

tentukan, maka pengerjaan selanjutnya adalah memotong bambu dengan

menggunakan gergaji, setelah selesai memotong kedua ujung sigumabangi, maka

pengerjaan terkhir dalam proses pembuatan sigumbangi adalah penghalusan

sigumbangi dengan menggunakan kertas pasir.

Gambar 37: proses pemotongan bambu yang di jadikan sigumbangi

Gambar di bawah ini adalah hasil dari pemotongan bambu yang aka di jadikan

sigumbamgi.

Gambar 38: sigumbangi

3.1.4.3 Proses Pembuatan Nalih

Nalih terbuat dari timah, cara membuatnya adalah timah terlebih dahulu di

panaskan sampai mencair, kemudian timah tersebut di tuangkan kedalam cetakan

yang sudah di bentuk, biarkan timah tersebut sampai mengaras. Setelah timah

mengaras dan sudah membetuk seperti nalih selanjutnya adalah mencocokkan

nalih pada lubang pangkal Sarunei. apa bila nalih terlalu besar kita dapat

mengikisnya dengaan pisau sampai nalih bisa masuk dan pas terhadap lubang

pangkal sarunei atau tempat hembusaan.

3.1.3.4 Proses Pembuatan Anak Sarunei

Anak sarunei adalah bagian terpenting dalam alat musik sarunei bolon

Simalungun untuk bisa menghasilkan Suara, oleh sebab itu bahan yang di

gunakan harus di pilih dengan cermat dan memilki kualitas yang bagus. Bahan

yang di gunakan untuk membuat anak sarunei adalah pelepah kelapa yang sudah

tua, bagian pangkal pada buluh ayam dan benang. Cara membuatnya yaitu

membersihkan tankai buluh ayam dari buluhnya, lalu memotong sesuai dengan

ukuran yang di butuhkan, pengerjaan selanjutnya membetuk daun kelapa menjadi

segitiga sebanyak 2 lembar, setelah ukuran dari tangkai buluh ayam selesai dan

daun lalang sudah berbentuk segitiga selanjutnya mengikat daun lalang dengan

tangkai buluh ayam dangan menggunakan benang, pengikat tersebut harus sangat

cermat dan kuat.

Gambar 39: bentuk tangkai buluh ayam

Gambar 40 : bentuk pelepah kelapa

Gambar 41 : proses pengikatan tangkai buluh ayam

dan pelapah kelapa

3.1.4.5 Proses Pembuatan Tuppak bibir (Penahan Bibir)

Untuk membuat tuppak bibir bahan yang digunakan adalah tempurung

kelapa. Cara membuatnya adalah terlebih dahulu kelapa di bentuk seperti

lingkaran atau bulat yang berdiameter kurang lebih 10 cm dengan menggunakan

pisau yang tajam, untuk pembetukan tersebut di di butuhkan ke telitian, setelah

tempurung berbentuk bulat maka hal selanjutnya adalah mengikis tempurung

hingga tipis dan di haluskan dengan menggunakan kertas pasir.

3.2 Eksistensi Sarunei Bolon Simalungun

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 1991:253 bahwa

eksistensi adalah keberadaan. Pada saat ini dikalangan masyarakat Simalungun

eksistensi daripada alat musik sarunei bolon Simalungun dapat dikatakan

mengalami penurunan, dan keberadaannya bisa dibilang sangat sedikit. Pada saat

ini sudah jarang dijumpai penyajian sarunei bolon Simalungun yang mengiringi

upacara-upacara adat Simalungun, kebanyakan yang dijumpai pada saat ini ialah

penyajian sulim, gonrang, dan dipadukan dengan alat musik Barat seperti

keyboard, jadi alat musik sarunei bolon Simalungun ini pun mulai tergeser

fungsinya serta sudah bisa digantikan sebagai pembawa melodi, dimana alat

musik sarunei bolon Simalungun ini sering digantikan dengan alat musik

keyboard. Sering juga pada saat ini kesenian budaya Batak Toba yang digunakan

untuk mengiringi pada acara-acara yang diselenggarakan oleh masyarakat

Simalungun, jadi dapat dikatakan bahwa masyarakat Simalungun sendiri pun

sudah kurang minatnya untuk peduli melestarikan kesenian budayanya sendiri.

Menurut wawancara yang dilakukan penulis kepada Bapak Bosen

Sipayung, bahwa yang menjadi salah satu faktor penyebabnya ialah kurangnya

minat generasi muda terhadap kesenian alat musik tradisional Simalungun

dikarenakan pengaruh berkembangnya zaman, dan sudah mulai beredarnya alat

musik modern di daerah Simalungun,dan juga para remaja Simalungun

kebanyakan mengenyampingkan hal-hal yang berbau tradisi dan lebih

mengutamakan kemajuan zaman seperti alat-alat elektronik.

Bapak Bosen Sipayung juga pernah melihat salah satu orang tua yang

melarang anaknya untuk belajar atau memainkan sarunei bolon Simalungun,

orang tua tersebut beralasan bahwa jika anaknya memainkan serta belajar sarunei

bolon dianggap pantang atau tabu, dikarenakan bahwa akan muncul pemikiran

tetangga menganggap ada yang meninggal di rumah tersebut, karena dulunya

sarunei bolon Simalungun ini dianggap sakral, dan pada zaman dulu juka ada

bunyi sarunei bolon Simalungun maka disekitar bunyi tersebut ada upacara duka

cita yang sedang berlangsung.

Keberadaan pemain sarunei bolon Simalungun juga terbilang sudah jarang

dijumpai, parsarunei (pemain sarunei) yang rata-rata berusia tua seperti Bapak

Bosen Sipayung mengakui memang susah untuk melakukan regenerasi, karena

remaja yang ada sekarang ini lebih melirik masuknya musik modern. Namun,

berbagai usaha memang dilakukan untuk tetap melestarikan keberadaan sarunei

bolon Simalungun ini, salah satu upaya yang dilakukan adalah mengajak anak

atau saudara untuk berlatih dan menggeluti alat musik sarunei bolon Simalungun

ini. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Bosen Sipayung yang mengajari seorang

cucunya untuk melakukan regenerasi, dan pada sekarang ini cucunya sudah bisa

memainkan beberapa instrumental musik yang biasa dimainkan pada upacara-

upacara adat Simalungun.

Menurut data yang didapat penulis, bahwa di kantor Dinas Kebudayaan

Simalungun tercatat data parsarunei (pemain sarunei) hanya tinggal 18 orang.

Dari 31 Kecamatan yang ada di Kabupaten Simalungun, jumlah parsarunei

(pemain sarunei) yang terdata tersebut belum bisa memadai keberadaanya, kalau

diibaratkan satu orang parsarunei untuk tiap-tiap Kecamatan pun tidak cukup.

Jadi bisa dikatakan bahwa keberadaan parsarunei dikalangan Kabupaten

Simalungun sangat sedikit. Selain beberapa parsarunei yang sudah disebutkan

sebelumnya yaitu Bapak Ja Huat Purba dan Bapak Martuah Saragih, bahwa ada

beberapa parsarunei yang dikenal oleh Bapak Bosen Sipayung dan juga sudah

diakui dikalangan masyarakat, antara lain :

1. Jawasih Damanik, umur 72 tahun tinggal di Sidamanik

2. Mangapul Damanik, umur 50 tahun tinggal di Sidamanik

3. Rosul Damanik, umur 51 tahun tinggal di Sidamanik

4. Barison Purba, umur 45 tahun tinggal di Sinaman

5. Lahaman Sipayung, umur 54 tahun tinggal di Nagori Dolok

6. Riden Purba, umur 54 tahun tinggal di Kecamatan Purba Tongah

7. Mardin Purba, umur 71 tahun tinggal di Saribu Dolok

8. Riduan Purba, umur 50 tahun tinggal di Pane Tongah

9. Senti Purba, umur 68 tahun tinggal di Saribu Dolok

Selain pemain serta alat musik sarunei bolon Simalungun, hal yang perlu

diperhatikan juga ialah orang yang membuat sarunei bolon Simalungun

(pambahen sarunei), dapat dikatakan yang menjadi pengaruh penurunan

eksistensi sarunei bolon Simalungun ialah pambahen sarunei tersebut. Bagaimana

bisa keberadaan sarunei bolon Simalungun bisa banyak dijumpai dan dikenal

masyarakat Simalungun jikalau alat musik tersebut tidak banyak yang bisa

memproduksi ataupun membuatnya.

Penulis hanya mengetahui ada tiga orang yang bisa membuat alat musik

sarunei bolon Simalungun ini yaitu Bapak Bosen Sipayung, Bapak Ja Huat Purba,

dan Bapak Martuah Saragih. Namun, meskipun ada ketiga orang tersebut tidak

menjadi jaminan akan berkembangnya keberadaan alat musik sarunei bolon

Simalungun ini jika masih belum ada minat atau kemauan dari para remaja

Simalungun untuk belajar memainkan serta belajar membuat alat musik sarunei

bolon Simalungun ini, apabila tidak diteruskan dan dikembangkan oleh generasi

muda maka dalam jangka beberapa tahun lagi alat musik sarunei bolon

Simalungun ini akan mengalami kepunahan.

BAB IV TEKNIK PERMAINAN SARUNEI BOLON SIMALUNGUN

4.1 Posisi Pemain Sarunei Bolon Simalungun

Posisi pemain sarunei bolon Simalungun dalam pembahasan ini mencakup

pada posisi tubuh parsarunei pada saat memainkan sarunei bolon Simalungun

serta bagaimana cara memegang sarunei bolon Simalungun. Berdasarkan hasil

wawancara penulis terhadap Bapak Bosen Sipayung, beliau mengatakan bahwa

posisi tubuh pada saat memainkan sarunei bolon Simalungun tidak menjadi

acuan, beliau mengatakan bahwa posisi tubuh pada saat memainkan sarunei bolon

Simalungun diatur pada posisi yang nyaman.

Bapak Bosen Sipayung juga mengatakan bahwa pada saat mengiringi

upacara adat Simalungun, biasanya parsarunei memainkan sarunei bolon tersebut

sambil duduk di kursi, dengan posisi kepala menghadap ke depan, dan tangan

memegang sarunei bolon, serta mulut yang meniup bagian pada anak sarunei.

Gambar 42 : posisi tubuh saat memainkan sarunei bolon Simalungun

Cara memegang sarunei bolon Simalungun menurut pengamatan penulis,

ada pemain sarunei yang memegang sarunei bolon dengan posisi tangan kanan

berada di atas serta tangan kiri berada di bawah (atas – bawah yang dimaksud

ialah mulai dari anak sarunei hingga ke sigumbangi), dan ada pemain sarunei

yang memegang sarunei bolon dengan posisi tangan kiri di atas serta tangan

kanan di bawah. Parsarunei yang penulis jumpai yang cara memegang sarunei

bolon Simalungun dengan posisi tangan kiri berada di atas dan tangan kanan

berada di bawah ialah Bapak Ja Huat Purba, sedangkan parsarunei yang penulis

jumpai yang cara memegang sarunei bolon Simalungun dengan tangan kanan

berada di atas dan tangan kiri berada di bawah ialah Bapak Bosen Sipayung.

Bapak Bosen Sipayung mengatakan bahwa perbedaan cara memegang

sarunei bolon tersebut tidak menjadi masalah, karena menurut beliau tidak ada

ketentuan atau aturan yang harus dilakukan terkait dengan cara memegang

sarunei bolon Simalungun ini. Kita kembali ke pembahasan sebelumnya, bahwa

proses belajar sarunei bolon Simalungun ini dilakukan secara lisan (oral

tradition), jadi cara memegang sarunei bolon Simalungun ini pun sesuai dengan

kenyamanan parsarunei tersebut.

Gambar 43 : cara memegang sarunei bolon Simalungun

serta peletakan jari tangan di tiap lubang nada (tangan kanan berada di atas).

Gambar 44 : cara memegang sarunei bolon Simalungun

serta peletakan jari tangan di tiap lubang nada (tangan kiri berada di atas). Dari gambar di atas, penulis mengambil contoh cara memegang sarunei

bolon Simalungun oleh Bapak Bosen Sipayung selaku informan dalam tulisan ini,

dapat dilihat bagaimana cara memegang sarunei bolon Simalungun dengan posisi

tangan kanan berada di atas serta posisi tangan kiri berada di bawah, dan dapat

dilihat juga bahwa masing-masing lubang nada ditutup oleh jari tangan, yaitu

lubang nada paling atas ditutup oleh jari telunjuk tangan kanan, lubang kedua dari

atas ditutup oleh jari tengah tangan kanan, serta lubang ketiga dari atas ditutup

oleh jari manis tangan kanan, dan diikuti dengan lubang keempat dari atas ditutup

oleh jari telunjuk tangan kiri, lubang kelima dari atas ditutup oleh jari tengah

tangan kiri, lubang keenam dari atas ditutup oleh jari manis tangan kiri, serta ada

satu lubang nada lagi yang berada di bagian belakang sarunei bolon Simalungun

yang ditutup dengan ibu jari tangan kanan.

Berikut akan dijelaskan cara penjarian serta nada apa yang dihasilkan pada

sarunei bolon Simalungun, mulai dari lubang nada ditutup keseluruhan sampai

ketujuh lubang nada dibuka sampai keseluruhan. Sebagai acuan, sarunei bolon

Simalungun yang digunakan ialah sarunei bolon Simalungun milik Bapak Bosen

Sipayung yang jika lubang nadanya ditutup secara keseluruhan hingga dibuka satu

per satu secara berurutan sampai ketujuh lubang nada dibuka secara keseluruhan

maka akan menghasilkan nada (dalam tangga nada Barat) : C-G-A-B-C#’-D’-F#’-

G’.

1. Menghasilkan Nada C serta Penjariannya

Untuk menghasilkan nada C pada sarunei bolon Simalungun, pegang

sarunei bolon Simalungun lakukan pada posisi meniup, dan posisi jari-jari

menutup semua lubang nada, lalu tiup pada bagian anak sarunei sampai

menghasilkan bunyi, karena ini merupakan nada paling rendah maka jangan

terlalu kuat saat mengeluarkan udara, usahakan udara yang dikeluarkan dapat

disesuaikan dan diatur agar dapat menghasilkan bunyi yang tepat.

Gambar 45 : posisi jari untuk menghasilkan nada C

2. Menghasilkan Nada G serta Penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis

diangkat agar lubang nada paling bawah terbuka, lalu tiup pada bagian anak

sarunei sampai menghasilkan bunyi.

Gambar 46 : posisi jari untuk menghasilkan nada G

3. Menghasilkan Nada A serta Penjariannya

Gambar 47 : posisi jari untuk menghasilkan nada A

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis dan

jari tengah diangkat agar lubang nada paling bawah dan lubang kedua dari bawah

terbuka, lalu tiup pada bagian anak sarunei sampai menghasilkan bunyi.

4. Menghasilkan Nada B serta Penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis, jari

tengah, dan jari telunjuk diangkat agar 3 lubang nada dari bawah terbuka, lalu

tiup pada bagian anak sarunei sampai menghasilkan bunyi.

Gambar 48 : posisi jari untuk menghasilkan nada B

5. Menghasilkan Nada C#’ (C# oktaf) serta penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis, jari

tengah, jari telunjuk (tangan kiri), serta jari manis (tangan kanan) diangkat agar 4

lubang nada dari bawah terbuka, lalu tiup pada bagian anak sarunei sampai

menghasilkan bunyi.

Gambar 49 : posisi jari untuk menghasilkan nada C#’

6. Menghasilkan Nada D oktaf serta Penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis, jari

tengah, dan jari telunjuk (tangan kiri), serta jari manis dan jari tengah (tangan

kanan) diangkat agar 5 lubang nada dari bawah terbuka, lalu tiup pada bagian

anak sarunei sampai menghasilkan bunyi.

Gambar 50 : posisi jari untuk menghasilkan nada D’ (D oktaf)

7. Menghasilkan Nada F# oktaf serta Penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis, jari

tengah, dan jari telunjuk (tangan kiri), serta jari manis, jari tengah, dan jari

telunjuk (tangan kanan) diangkat agar 6 lubang nada dari bawah terbuka, lalu tiup

pada bagian anak sarunei sampai menghasilkan bunyi.

Gambar 51 : posisi jari untuk menghasilkan nada F# oktaf

8. Menghasilkan Nada G oktaf serta Penjariannya

Pegang sarunei bolon Simalungun dan posisikan pada posisi meniup,

kemudian posisi jari tangan menutup semua lubang nada, namun jari manis, jari

tengah, dan jari telunjuk (tangan kiri), serta jari manis, jari tengah, dan jari

telunjuk (tangan kanan), dan ibu jari tangan kanan yang berada dibelakang

sarunei bolon Simalungun diangkat agar 6 lubang nada dari bawah dan 1 lubang

nada yang ada dibelakang sarunei bolon Simalungun terbuka, lalu tiup pada

bagian anak sarunei sampai menghasilkan bunyi.

Gambar 52 : posisi jari untuk menghasilkan nada G oktaf

Untuk penjarian ini diperlukan latihan yang rutin agar jari-jari tangan

sudah terbiasa dan terlatih untuk membuka dan menutup lubang nada pada saat

memainkan sebuah melodi pada sarunei bolon Simalungun. Pada saat memainkan

sarunei bolon Simalungun, dan saat jari-jari (jari manis, tengah, telunjuk, serta ibu

jari) membuka dan menutup lubang nada, maka fungsi jari kelingking ialah

menopang badan sarunei bolon Simalungun (baluh) agar alat musik tersebut tidak

mudah terlepas dari tangan pada saat sedang dimainkan.

Perlu diperhatikan juga bahwa lubang nada harus benar-benar tertutup

oleh jari tangan, jika tidak tertutup rapat maka nada yang dihasilkan akan fals (out

of tune). Pada saat sarunei bolon Simalungun dimainkan, lubang nada dapat

dibuka oleh jari tangan hanya pada saat diperlukan saja jika ingin memperoleh

nada yang diinginkan.

4.2 Pernapasan Dalam Meniup Sarunei Bolon Simalungun

Berdasarkan hasil wawancara, Bapak Bosen Sipayung mengatakan bahwa

dalam meniup sarunei bolon Simalungun menggunakan pernapasan perut dan

pernapasan dada.

1. Pernapasan Perut

Cara menggunakan pernapasan perut ialah menghirup udara melalui

hidung, kemudian arahkan udara tersebut ke dalam perut, pada saat mudara masuk

ke perut ditandakan dengan perut yang menggembung dan pada saat

menghembuskan nafas perut akan mengempis.

2. Pernapasan Dada

Cara melakukan pernapasan dada ialah menghirup udara melalui hidung,

kemudian udara yang dihirup diarahkan ke dada, pada saat menarik nafas dada

akan mengembang atau membusung dan pada saat menghembuskan nafas maka

dada akan mengempis.

Kedua cara pernapasan tersebut dapat dilakukan dalam meniup sarunei

bolon Simalungun, tergantung kepada parsarunei pernapasan mana yang lebih

nyaman untuk dipakai.

4.3 Teknik Permainan pada saat Memainkan Sarunei Bolon Simalungun

Teknik permainan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah teknik yang

terdapat pada saat memainkan sarunei bolon Simalungun, dan teknik-teknik

tersebut dijelaskan menurut apa yang diungkapkan oleh Bapak Bosen Sipayung.

Berdasarkan hasil wawancara penulis, Bapak Bosen Sipayung mengungkapkan 3

(tiga) teknik yang terdapat pada saat memainkan sarunei bolon Simalungun yaitu

teknik manguttong, teknik mangehek, dan teknik bunga-bunga atau mangirdit.

Berikut akan dijelaskan teknik-teknik tersebut.

4.3.1 Teknik Manguttong

Teknik manguttong ini disebut dalam istilah Etnomusikologi ialah circular

breathing yang artinya sirkulasi udara tidak berhenti atau udara yang dikeluarkan

terus-menerus tanpa putus-putus. Inilah salah satu teknik yang penting untuk

dipelajari dan dikuasai, teknik ini juga yang pertama dipelajari oleh Bapak Bosen

Sipayung ketika baru memulai belajar sarunei bolon Simalungun. Beliau

mengatakan cara untuk menguasai teknik ini ialah :

1. Lakukan peniupan, tiup sarunei bolon Simalungun tersebut (pada bagian anak

sarunei) mulai dari waktu tercepat sampai waktu terlama tanpa terputus, seperti

mulai dari melakukan tiupan selama 5 detik, kemudian 10 detik, dan kalau bisa

lakukan sampai 30-60 detik. Hal ini dilakukan agar terbiasa untuk melakukan

tiupan serta untuk melatih mengatur mengkondisikan udara yang dihirup.

2. Setelah itu, lakukan peniupan seperti di atas, namun pada langkah ini coba

untuk melakukan tiupan sambil menyimpan atau mengisi udara di dalam

mulut, hal ini dapat dikatakan benar jikalau pipi terlihat mengembang yang

sebagai tanda bahwa udara sudah tersimpan dan mengisi rongga mulut.

3. Kemudian, pada saat sedang menghembuskan udara dan udara yang di dalam

perut sudah mulai habis, coba dorong atau hembuskan udara yang telah

disimpan di dalam rongga mulut, dan ketika sedang menghabiskan atau

menghembuskan udara yang disimpan di dalam rongga mulut tadi coba sambil

menghirup udara melalui hidung untuk mengisi perut yang sudah mulai kosong

tadi. Hiruplah udara melalui hidung secepat mungkin sebelum udara yang di

dalam mulut tadi habis.

4. Lalu setelah berhasil melakukan langkah di atas, coba kembali mengeluarkan

udara yang sudah disimpan di dalam perut tadi dan langsung kembali mengisi

atau menyimpan udara di dalam rongga mulut, lakukan hal ini berulang-ulang

maka udara tidak akan terputus-putus.

Gambar 53 : menyimpan udara di dalam rongga mulut

Menurut Bapak Bosen Sipayung langkah ini akan mempermudah untuk

menguasai teknik manguttong tersebut, dan untuk menguasai teknik ini

dibutuhkan konsentrasi dan latihan yang rutin.

4.3.2 Teknik Mangehek

Teknik mangehek adalah teknik yang hanya bisa dilakukan pada gual

lambat (irama yang lambat) seperti pada tangis-tangis, Bapak Bosen Sipayung

mengatakan bahwa teknik ini dilakukan atau dibunyikan layaknya seperti bunyi

orang yang menangis tersendak-sendak. Untuk melakukan teknik ini, hal yang

harus diperhatikan ialah harus mengeluarkan udara dengan kuat dan banyak, serta

melakukannya secara terputus-putus.

Beliau juga mengatakan teknik ini seperti sebuah improvisasi, dan sebagai

wujud atau ekspresi bahwa parsarunei memainkan sarunei bolon dengan sepenuh

hati atau membawakannya ke dalam perasaan. Teknik mangehek ini biasanya

digunakan pada saat setelah satu paket atau satu komposisi melodi yang sudah

dimainkan dan saat akan mengulang atau memainkan komposisi melodi lain maka

teknik mangehek ini dimainkan.

4.3.3 Teknik Bunga-bunga atau Mangirdit

Teknik bunga-bunga atau mangirdit merupakan teknik improvisasi,

dimana pada teknik ini memainkan beberapa ornamentasi, dan teknik ini dapat

dihasilkan dari variasi ornamentasi penjarian. Bapak Bosen Sipayung mengatakan

bahwa teknik ini digunakan untuk memperindah gual atau musik yang dimainkan,

dimana teknik tersebut menambahi atau membuat variasi-variasi nada yang lebih

membuat gual atau musik semakin bertambah nilai estetisnya atau bisa disebut

semakin indah untuk didengar.

Apabila dilihat pada bentuk ornamentasi musikalnya, pada sistem notasi

Barat teknik ini disebut juga dengan grace not (not hias), yang diartikan sebagai

not-not tambahan yang dibunyikan di awal ataupun di akhir not aslinya. Grace not

(not hias) ini tidak memiliki nilai ketukan sendiri, karena dimainkan atau

dibunyikan dengan cepat pada saat sebelum masuknya not inti.Bapak Bosen

Sipayung memberikan contoh melodi sebagai berikut:

Dapat dilihat pada paranada di atas, yang ada tanda panah dan juga not

yang dilingkari garis warna merah terdapat sebuah not, dimana not tersebut yang

dinamakan dengan grace not (not hias) yang dibunyikan sebelum jatuhnya not asli

pada melodi tersebut. Hal yang harus diperhatikan ialah grace not (not hias) yang

digunakan disini haruslah sesuai atau mengarah kepada inggou atau bunyi yang

menjadi ciri khas Simalungun.

Teknik ini dapat dikuasai kalau sering mendengar dan menghafal serta

mengetahui apa itu inggou Simalungun (bunyi atau nada yang menjadi ciri khas

kesenian musik Simalungun), semakin sering kita mendengar musik Simalungun,

maka inggou tersebut akan melekat atau dengan sendirinya terekam di otak.

4.4 Penyajian Sarunei Bolon Simalungun

Dalam penyajiannya, pada awalnya sarunei bolon Simalungun disajikan

dalam konteks upacara adat dan upacara ritual. Namun, seiring berjalannya waktu

sarunei bolon Simalungun pada saat ini sudah disajikan dalam konteks hiburan.

Dalam konteks upacara adat dan ritual, sarunei bolon Simalungun dimainkan

secara ensambel, sedangkan dalam konteks hiburan sarunei bolon Simalungun

dapat dimainkan secara solo maupun secara ensambel juga.

Pada konteks upacara adat, sarunei bolon Simalungun digunakan pada

acara mamongkot rumah bayu, marhajabuan, mangiliki, bagah-bagah ni sahalak,

dan upacara adat patuaekkon (dijelaskan di Bab II). Bapak Bosen Sipayung

mengatakan bahwa pada konteks upacara ritual, sarunei bolon Simalungun

dulunya disajikan seperti pada acara ritual pisang sitabar, dimana ritual ini

bermaksud untuk menjadikan pohon pisang yang ada disebuah desa menjadi pagar

untuk membentengi atau sebagai pembatas desa tersebut. Sedangkan pada acara

hiburan, sarunei bolon Simalungun pada saat ini disajikan untuk menghibur diri

sendiri, misalnya seperti yang dialami Bapak Bosen Sipayung saat pulang dari

ladang, beliau sesekali memainkan sarunei bolon Simalungun untuk menghibur

dirinya sendiri, dan disajikan juga untuk menghibur orang lain seperti pada acara

rondang bittang, dimana sarunei bolon Simalungun ditampilkan dan juga di

festivalkan.

Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Bapak Bosen Sipayung,

dalam penyajian sarunei bolon Simalungun pada dulunya dikatakan bahwa

sebelum dimulai untuk mengiringi suatu acara, biasanya panggual (musisi)

diberikan semacam penghormatan atau penghargaan seperti diberikan sirih

kepada panggual (musisi) yang diwakilkan oleh parsarunei selaku pemimpin dari

kelompok ensambel tersebut. Seiring berjalannya waktu, nilai kearifan tersebut

sudah jarang dilakukan, hanya saja pada saat ini penghormatan atau penghargaan

tersebut digantikan dengan dalam bentuk uang. Namun yang penting ialah

panggual (musisi) tersebut tetap diberi penghormatan dan penghargaan.

Berikut penulis akan membuat satu contoh musik (gual) sarunei bolon

Simalungun yang biasa dimainkan pada upacara adat Simalungun, dimana musik

(gual) ini adalah gual yang pertama dipelajari oleh Bapak Bosen Sipayung yang

disebut dengan gual rambing-rambing, dimana gual ini dapat juga dijadikan ilmu

dasar atau acuan dalam memainkan teknik-teknik permainan yang disebutkan di

atas.

4.4.1 Gual Rambing-rambing

Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa gual rambing-rambing ini

adalah gual yang pertama dipelajari oleh Bapak Bosen Sipayung, dimana pada

gual rambing-rambing ini dapat dijumpai teknik manguttong, mangehek, dan

teknik mangirdit. Gual rambing-rambing ini termasuk kategori gual lambat

(irama musiknya memiliki tempo lambat), dan Bapak Bosen Sipayung

mengatakan bahwa biasanya gual rambing-rambing ini dimainkan untuk

mengiringi upacara adat dan juga dimainkan untuk acara penyambutan seperti

menyambut tamu-tamu terhormat.

Sebelum gual rambing-rambing dimainkan, biasanya dibuka dengan

mangidoh gual (pengucapan kata-kata pembuka untuk meminta gonrang

dimainkan) yang diisi dengan sebuah pantun. Adapun kalimat yang biasa dipakai

untuk mangidoh gual ini yaitu: “torihma jenges ni talun Simalungun, namambere

ramosni passarian, ramosni pardiha-dihaonta, napatut hargahononta, ase songon

hatani umpasa na manghatahon : ramos bulung ni pandan, rundut bulung ni

demban, ramos ma bai passarian, rundut ma bai partuturan. Panggual nami

gualhon ham ma lobei rambing-rambing.” Dimana kalimat mangidoh gual ini

dalam bahasa Indonesia memiliki arti : “lihatlah betapa indahnya tanah

Simalungun, yang sudah memberi banyak mata pencaharian, memberi banyak

persaudaraan, yang layak untuk kita hargai, agar seperti isi pantun yang

mengatakan: lebat daun pandan, semak daun sirih, banyaklah dan sukses

mendapat rejeki, banyaklah memiliki keturunan. Pemusik kami yang terhormat

mainkanlah gual rambing-rambing.”

Berikut akan dipaparkan nada-nada yang terdapat pada gual rambing-

rambing yang sudah dituliskan atau ditranskripsikan ke dalam partitur, dan

partitur ini bisa digunakan sebagai acuan untuk belajar sebuah melodi atau gual

yang dimainkan oleh alat musik sarunei bolon Simalungun.

Berikut akan lebih dijelaskan struktur musik yang ada pada gual rambing-

rambing ini agar lebih mempermudah pembaca untuk mengetahui lebih

mendalam akan struktur musik pada gual ini. Dimana hal yang akan dicakup ialah

seperti Tangga Nada, Nada Dasar, dan wilayah nada.

4.4.1.1 Tangga Nada Sarunei

Adapun tangga nada yang dimaksud dalam tulisan ini adalah tangga nada

yang digunakan dalam gual rambing-rambing ini, yang meliputi nada dasar,

meter, dan nada yang digunakan.

Dapat dilihat pada paranada di atas, bahwa terdapat tanda 2 mol yang

berarti tangga nada gual rambing-rambing ini adalah “Bes”, dan memiliki meter

4/4. Dapat dilihat juga pada paranada di atas, nada yang dihasilkan sarunei bolon

Simalungun ini untuk memainkan gual rambing-rambing ini adalah nada “Bes-C-

D-F-G-A”.

4.4.1.2 Nada Dasar Sarunei

Menurut Nettl (1964: 147) ada tujuh pendekatan yang dapat dilakukan

untuk menemukan nada dasar:

1. Melihat nada yang paling sering dipakai

2. Melihat nada yang memiliki ritmis yang besar

3. Melihat nada awal atau nada akhir komposisi yang dianggap mempunyai

fungsi penting dalam tonalitas

4. Nada paling rendah atau posisi tepat ditengah-tengah dianggap penting

5. Interval-interval yang terdapat diantara nada kadang-kadang sebagai patokan

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada

7. Pengenalan yang akrab dengan pengalaman gaya musik

Dapat dilihat pada partitur gual rambing-rambing di atas, sering dijumpai

not akhir tiap bar yang diakhiri dengan nada “Bes”, jadi selain melihat tanda 2

mol, maka dengan melihat pada not yang digunakan pada akhir bar, dapat

dibilang bahwa tangga nada gual rambing-rambing ini adalah nada “Bes”.

4.4.1.3 Wilayah Nada Sarunei

Wilayah nada adalah daerah antara nada yang frekuensinya paling rendah

dengan nada yang frekuensinya paling tinggi dalam satu komposisi musik.

Berdasarkan dari nada-nada yang di atas, maka penulis dapat menentukan wilayah

nada dari gual rambing-rambing ini, yaitu dari nada Bes ke D oktaf.

Seperti pada paranada di atas, dapat dilihat bahwa pada gual rambing-

rambing ini nada yang paling rendah ialah nada “Bes” dan nada yang paling

tinggi ialah nada “D” oktaf.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan dalam tulisan ini, bahwa apa yang

disebutkan pada bagian pokok permasalahan sudah dapat terjawab dan sudah

dijelaskan serta diuraikan oleh penulis dari proses penelitian dan wawancara yang

dilakukan. Jadi, dalam tulisan ini sudah dijelaskan dan dibahas tentang teknik

permainan beserta eksistensi alat musik sarunei bolon Simalungun.

Dapat disimpulkan bahwa untuk menjawab pokok permasalahan mengenai

teknik permainan sarunei bolon Simalungun ialah pada permainan sarunei bolon

Simalungun terdapat teknik-teknik, dimana Bapak Bosen Sipayung mengatakan

bahwa teknik-teknik tersebut adalah penting untuk dimiliki oleh parsarunei

(pemain sarunei).

Teknik-teknik tersebut ialah teknik manguttong (circular breathing)

adalah teknik mendominasi atau menggabungkan cara menghembuskan udara

sambil menarik nafas tanpa terputus-putus pada saat memainkan sarunei bolon

Simalungun, kemudian teknik mangehek adalah teknik yang menirukan bunyi

seperti orang yang sedang menangis tersendak-sendak, dan teknik ini hanya dapat

dilakukan pada gual atau irama lambat seperti pada tangis-tangis di Simalungun,

dan dilakukan pada saat ingin melakukan pengulangan atau pergantian melodi,

dan selanjutnya teknik mangirdit (improvisasi) adalah teknik melakukan

improvisasi pada sebuah melodi, dimana teknik ini guna memperindah dan

menambah nilai estetis pada permainan sarunei bolon Simalungun.

Untuk menjawab pokok permasalahan mengenai eksistensi sarunei bolon

Simalungun, dilihat dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa

keberadaan atau eksistensi sarunei bolon Simalungun ini sangat sedikit, dari

penjelasan di atas dapat dilihat hanya tinggal beberapa orang saja yang mampu

memainkan serta orang yang membuat alat musik sarunei bolon Simalungun ini,

sehingga keberadaan sarunei bolon Simalungun ini pun dapat dikatakan sangat

sedikit. Pada saat ini pun penyajian sarunei bolon Simalungun ini sudah mulai

berkurang atau jarang kita jumpai, pada saat ini di upacara-upacara adat

Simalungun yang sering kita jumpai hanya diiringi dengan sulim, gonrang, serta

keyboard saja, itupun sudah didominasi dengan kebudayaan Batak Toba.

Penurunan eksistensi tersebut juga dipengaruhi oleh masyarakat Simalungun

sendiri, dimana terutama generasi muda tidak memiliki minat dan kemauan untuk

mempelajari cara bermain maupun cara membuat sarunei bolon Simalungun ini.

Hal-hal tersebut yang menjadi kekhawatiran bahwa alat musik sarunei bolon

Simalungun ini akan cepat mengalami kepunahan jika tidak secepatnya

dilestarikan dan dicari regenerasinya.

Untuk itu tulisan ini diharapkan dapat membantu untuk melestarikan alat

musik sarunei bolon Simalungun, dengan cara memberitahu sedikit akan

konstruksi sarunei bolon, memberitahu teknik-teknik dalam permainan sarunei

bolon, serta memberikan satu contoh gual (musik) sebagai acuan dalam belajar

sarunei bolon Simalungun.

5.2 Saran

Masyarakat Simalungun hendaknya memberikan perhatian terhadap

kebudayaan-kebudayaan yang ada di Simalungun. Dilihat dari eksistensi sarunei

bolon Simalungun ini, penulis mengkhawatirkan bahwa alat musik sarunei bolon

Simalungun ini dapat mengakibatkan kepunahan. Jadi dalam tulisan ini, penulis

menyarankan agar para generasi muda mau membuka perhatian serta minatnya

untuk memperhatikan, mempelajari, serta melestarikan alat musik sarunei bolon

Simalungun ini. Selain itu, penulis juga berharap agar instansi Pemerintahan lebih

berusaha lagi untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada

pelestarian kesenian Simalungun termasuk di dalamnya pelestarian alat musik

sarunei bolon Simalungun, diharapkan instansi Pemerintahan melakukan kegiatan

seperti melakukan kegiatan belajar membuat alat musik sarunei bolon

Simalungun yang dikhususkan kepada generasi muda dengan mengundang orang-

orang yang memang benar-benar ahli dalam memainkan dan pembuatan alat

musik sarunei bolon Simalungun. Diharapkan dengan adanya hal ini dan dengan

adanya kesadaran dari masyarakat untuk pengembangan dan pelestarian, maka

alat musik sarunei bolon Simalungun ini semakin dikenal dan diminati oleh

masyarakat, sehingga alat musik sarunei bolon Simalungun tidak mengalami

kepunahan.

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta.

Girsang, Dori alam, 2011. Musik Tradisional Simalungun. Artikel Budaya.

Hood, Mantle, 1981. The Ethnomusicologist. Ohio: The Kent State,

University Press.

Hornbostel, Erich M. Von dan Curt Sach, 1961. Clasification of Musical

Instrument. Translate from original by Anthoni Baines and Klaus

P. Wachmann.

Khasima, Susumu. Asia Performing art. (Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986).

Koentjaraningrat, 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Merriam, Alan P, 1964. The Antropology of Music. North Western:

University Press.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York:

The Free Press of Glenco.

Purba, Maruli, 2013. Teknik Permainan dan Struktur Musik Husapi Simalungun

Pada Lagu Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur yang Disajikan Oleh Arisden

Purba di Huta Manik Saribu Sait Buttu, Kecamatan Pematang Sidamanik,

Kabupaten Simalungun. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Entomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Purba, Setia Dermawan. Musik Tradisional Simalungun. Jurnal Seni

Musik Vol.5, No.1.

Saragih, Taralamsyah, 1974. Seni Musik, Seni Suara, dan Tarian Simalungun,

Inti Sari Seminar Simalungun se-Indonesia. Pematang Siantar:

Yayasan Museum Simalungun.

Saragih, Tumpal H.F.M, 2013. Teknik Permainan Sarune Pakpak Oleh Bapak

Kerta Sitakar. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sidabutar, Bonggud, 2013. Sulim Batak Toba: Sebagai Kontinuitas dan

Perubahan. Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi,

Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sinaga, Saridin Tua, 2009. Kajian Organologis Arbab Simalungun Buatan Bapak

Arisden Purba di Huta Maniksaribu Nagori Sait Buttu, Kec. Pematang

Sidamanik, Kab. Simalungun. Skripsi Sarjana S-1, Departemen

Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Situmeang, Henry. 2011. Kajian Organologis Sarunei Simalungun Buatan Bapak

Martuah Saragih di Kecamatan Siantar Utara, Kota Pematang Siantar.

Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sumatera Utara.

www.profilkecamatandoloksilou.com

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Bosen Sipayung Alamat : Dusun Pagar Dolok, Desa Saran Padang, Kecamatan

Dolok Silou, Kabupaten Simalungun Umur : 72 tahun Pekerjaan : Petani, Pemain Sarunei Pengalaman Seni : pernah mendapat juara I dan II Lomba hagualon pada Acara Rondang Bittang, dan juga pernah menjadi Pembina dalam acara Rondang Bittang.

2. Nama : Ja Huat Purba Alamat : Desa Tengkoh, Kecamatan Panombean Pane, Siantar Umur : 65 tahun Pekerjaan : Pemain Sarunei Pengalaman Seni : pernah sampai ke luar kota dan ke luar negeri Memainkan sarunei bolon Simalungun. 3. Nama : Marihot Haposan Marlelo Purba

Alamat : Mariah Dolok, Kabupaten Simalungun Umur : 21 tahun Pekerjaan : Mahasiswa Pengalaman Seni : sering mengiringi acara-acara mengenai kebudayaan Simalungun yang ada di Medan, dan juga pernah ke Lampung mempertunjukkan seni Simalungun pada Acara festival.

4. Nama : Juniandi Damanik Alamat : Desa Saran Padang, Kecamatan Dolok Silou Umur : 31 tahun Pekerjaan : Petani Pengalaman Seni : pernah mengiringi acara adat Simalungun dengan Memainkan alat musik Sarunei bolon di sekitar Kecamatan Dolok Silou.

5. Nama : Cobir Purba Alamat : jl. Pdt Bismar, Pematang Siantar Umur : 63 tahun Pekerjaan : Petani Pengalaman Seni : Pemain Sulim Simalungun