teknik insisi kulit pada operasi daerah kepala dan...
TRANSCRIPT
PENDAHULUAN
Insisi kulit pada pembedahan memerlukan
perencanan pre operatif yang baik untuk
mendapatkan hasil kosmetik dan fungsional
optimal. Penyembuhan luka dapat menyebabkan
kontraksi luka dan jaringan parut. Hal utama yang
harus diperhatikan dalam melakukan insisi kulit
adalah berusaha mengembalikan fungsi struktur
pendukung jaringan lunak dan memberikan
penampilan estetik yang natural dengan minimal
distorsi kulit setelah penyembuhan terjadi.
Optimalisasi lingkungan sekitar penyembuhan luka
diperlukan untuk menghindari infeksi, kontraksi
berlebihan, dan skar (jaringan parut).1
Daerah kepala dan leher merupakan
bagian penting karena memiliki struktur anatomi
vital dalam jumlah sangat banyak dan juga alasan
estetik (kosmetika). Kerusakan struktur vital, seperti
saraf, seharusnya dihindari dengan mengetahui
kondisi area kulit secara baik sebelum melakukan
tindakan insisi. Pemahaman tentang prosedur
teknik insisi dan penutupan luka merupakan satu-
satunya cara untuk menghindari timbulnya skar.2
Teknik insisi yang baik seharusnya sesuai
dengan prinsip umum dalam pembedahan. Prinsip
tersebut meliputi pendekatan penutupan area luka
pasca insisi, menghindari kerusakan struktur
anatomi vital, memberikan akses visual dan
mekanik ekselen, kerusakan kosmetik diusahakan
seminimal mungkin, tidak merubah konturstruktur
jaringan, tidak memberikan gangguan vaskular dan
drainase limfatik, dan hendaknya ditempatkan pada
area yang penyembuhan lukanya mudah.2
Sejarah penemuan dan perkembangan di
bidang pembedahan untuk menghasilkan teknik
insisi yang baik dimulai sejak abad ke-18.
Dupuytren (1832) seperti dikutip oleh Patnaik
menemukan pertama kali tentang garis-garis
ketegangan kulit diikuti oleh Filhos (1833),
Eschricht (1837), Malgaigne (1838), dan Voight
(1857) dengan studi yang sama. Langer (1861)
mempelajari freshkadaver menghasilkan penemuan
bahwa luka insisi tidak terbuka lebih lebar bila
diinsisi searah dengan garis ketegangan kulit
dibanding dengan melakukan insisi yang
memotong garis tersebut. Garis-garis di kulit yang
digambarkan oleh Langer dikenal sebagai Langer’slines. Garis kulit yang lain bersifat alami disebut
lipatan kulit atau kerut.2,3
Relaxed skin tension lines(RSTLs)merupakan garis-garis untuk insisi yang
lebih diterima pada saat ini dikenalkan oleh Borges.
Garis ini mengikuti alur kulit dalam kondisi
relaksasi dan tidak terlihat secara kasat mata.
Bentuk RSTLs dapat diamati dengan mencubit kulit
sehingga alur dan cekungannya terlihat.2,3 Garis ini
bertanggung jawab terhadap tarikan langsung pada
kulit saat relaksasi. Tarikan tersebut berupa tonjolan
tulang, kartilago, dan tumpukan jaringan yang
ditutup kulit. Relaxed skintension linesdi wajah
tetap berada dalam kondisi ketegangan konstan saat
beristirahat bahkan ketika tidur dan berubah
temporer akibat kontraksi otot.1,2
Tujuan penulisan makalah ini untuk
menjelaskan teknik insisi pada operasi daerah
kepala dan leher, serta efek yang timbul pasca insisi.
1. Anatomi dan fisiologikulit
Kulit manusia mengandung material
biologi yang kompleks, berfungsi sebagai batas
antara tubuh dengan lingkungan, pengatur suhu
tubuh, dan proteksi organ dalam sehingga berguna
untuk eksistensi dan keberlangsungan hidup
manusia. Kulit terdiri atas 3 lapisan utama yaitu
epidemis, dermis, dan hipodermis. Lapisan
epidermis merupakan lapisan terluar yang
66
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
TEKNIK INSISI KULIT PADA OPERASI
DAERAH KEPALA DAN LEHER
Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono
Dep/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala dan Leher
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga-RSUD Dr. Soetomo Surabaya
67
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
digunakan untuk mengetahui perangkat kulit ,
seperti kekuatan tegangan kulit, bergantung pada
ukuran dan tingkat ikatan rangka kolagen di
dermis.4 Saat istirahat, serabut kolagen dalam
kondisi acak, pembebanan pada kulit mengkibatkan
serabut tertarik paralel searah dengan beban diikuti
serabut elastin yang tertarik secara linear. Semakin
besar beban yang diterima kulit maka semakin
banyak serabut kolagen dan elastin terlibat (Gambar
1).
Gambar 1. Struktur kulit manusia terdiri
atas 3 lapisan.5
Epidermis mengandung 4 tipe sel yaitu
keratinosit, melanosit, sel Langerhan, dan sel
Merkel. Epidermis terdiri atas 5 lapisan meliputi
stratum basalis, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, dan stratum
korneum. Epidermis tidak mempunyai suplai darah
secara langsung kecuali stratum basalis, sel-sel
mendapat makanan dari dermis. Sel-sel yang
terdorong keluar akan mati dan mengalami
deskuamasi.5
Keratinosit memproduksi keratin, suatu
protein yang memberikan kekuatan dan fleksibilitas
kulit serta pertahanan anti bocor pada permukaan
kulit. Melanosit membentuk melanin yang
berfungsi untuk pewarnaan kulit. Sel Merkel terlibat
dalam sensasi sentuhan. Sel Langerhan membantu
fungsi imun untuk melawan antigen.5
Stratum basalis berupa selapis sel yang
selalu membelah secara kontinyu , saat sel baru
terbentuk, sel lama terdorong ke atas. Stratum
spinosum berfungsi menguatkan kulit. Stratum
granulosum berfungsi sebagai inisiator keratinisasi
untuk pembentukan epidermis baru tiap 35-45 hari.
Stratum lusidum memberikan perlindungan
terhadap sinar ultraviolet. Lapisan ini hanya
terdapat pada kulit yang tebal, kulit tipis seperti
kelopak mata tidak mempunyai stratum lusidum.
Stratum korneum berupa barisan sel-sel mati dan
mengandung keratin lunak untuk menjaga
elastisitas kulit serta berfungsi melindungi lapisan
sel di bawahnya dari kekeringan.5
Dermis disebut sebagai true skin,
mengandung sebagian besar serabut kolagen,
serabut retikuler, dan serabut elastin. Lapisan ini
terdiri atas lapisan papiler dan retikuler. Lapisan
papiler mempunyai jaringan konektif longgar,
pembuluh darah kapiler, dan korpuskel Meissner
sebagai reseptor sensoris sentuhan. Lapisan papiler
dapat menghasilkan fingerprints dan footprints,
keduanya menjaga kulit dari robekan dan
menambah daya tempel pada obyek.5
Lapisan retikuler dermis mengandung
serabut kolagen yang berikatan dengan serabut
elastin membentuk suatu jaringan kuat. Jaringan ini
membentuk suatu pola yang disebut garis Langer.
Lapisan retikuler juga mengandung reseptor
sensoris untuk tekanan yang disebut korpuskel
Pacinian, kelenjar keringat, pembuluh limfe, otot
halus, dan folikel rambut.5
Hipodermis, disebut juga lapisan
subkutan, mengandung jaringan konektif longgar
seperti jaringan lemak yang melingkupi tubuh untuk
mempertahankan suhu tubuh. Lapisan ini juga
terdapat pembuluh darah, pembuluh limfe, dasar
folikel rambut, dan kelenjar keringat. Distribusi
lemak pada lapisan hipodermis bagi wanita sangat
berguna untuk membentuk lekuk tubuh.5
2. Pedoman dan teknik insisi kulit
daerah kepala dan leher
2.1 Pedoman melakukan insisi kulit
Insisi dalam pembedahan selalu dilakukan
atas dasar pemahaman landmark anatomi. Tanpa
pengetahuan anatomi yang baik, pembedahan tidak
dapat dilakukan. Insisi dapat dilakukan pada semua
tempat dan semua arah, namun insisi yang tepat
memberikan keuntungan berlipat baik bagi pasien
maupun operator. Norman dan Bramley seperti
dikutip Patnaik memberikan pedoman dalam
melakukan insisi.Pedoman insisi tersebut meliputi
insisi selalu berdasar pada kaidah anatomi,
landmark yang jelas, melindungi saraf penting,
memberikan area perdarahan minimal, memberikan
penampilan lesi ekselen tanpa tension, eksekusi
dengan cepat dan penuh percaya diri, tidak
memberikan komplikasi dalam penyembuhan luka,
memberikan kosmetika yang baik dengan minimal
kecacatan fungsional, dan dapat diajarkan dengan
baik.3
Krugerdikutippula oleh Patnaik
menambahkan dalam melakukan insisi yaitu kulit
diregangkan sesuai dengan jalur insisi dan berhenti
pada tulang yang keras untuk memberikan pijakan
melakukan insisi berikutnya, insisi harus
perpendikuler (tegak lurus bidang insisi) dan tidak
terputus, serta tidak ada keraguan yang berakibat
kerusakan pembuluh darah dan tepi luka yang
jelek.3
Untuk menghasilkan kosmetika yang
baik, insisi hendaknya dilakukan dengan
menyembunyikan insisi dalam orifisium, dilakukan
pada area yang dapat tertutup oleh rambut,
menggunakan junction antar unit estetik, dan
melakukan pada daerah lipatan normal. Kerugian
dari insisi dalam orifisium berupa perubahan
penampilan daerah orifisium, keterbatasan gerakan
organ akibat skar, sobekan garis insisi akibat
pergerakan, kesulitan memberikan area aseptik,
kesulitan akses, dan membutuhkan peralatan
khusus.2
2.2 Teknik melakukan insisi kulit
Garis insisi ditandai dengan pensil kulit
atau tinta biru. Area insisi hendaknya diberikan
adrenalin 1 : 100.000 secara infiltrasi untuk
memberikan efek vasokontriksi dan mengurangi
perdarahan. Saat melakukan insisi, kulit
diregangkan terlebih dahulu. Pisau nomor 15 dan
11 digunakan untuk insisi kulit. Cara pegangan
pisau seperti memegang pisau dapur saat insisi kulit,
sedangkan pegangan seperti memegang pensil
untuk insisi mukosa.2
Kulit dan subkutan seharusnya diinsisi
dengan sekali irisan, sedangkan lapisan
mukoperiosteal (mukosa dan periosteum) dipotong
dengan sekali irisan selalu dengan gerakan tarikan.
Insisi diperdalam lapis demi lapis dan dipisahkan,
tepi jaringan dari lapisan yang dipisahkan hendaknya
tidak dipegang dengan forsep jaringan, forsep bedah,
dan doek klem agar tidak sobek dan rusak.2
Pemahaman dan pengetahuan struktur
penting pada daerah yang diinsisi wajib dimiliki
oleh operator. Hal tersebut berguna untuk mencegah
kecacatan dan penurunan fungsional pasca insisi.
Struktur penting yang harus diperhatikan sebelum
melakukan insisi yaitu:
a. Arteri
Wajah memiliki 4 pasang arteri utama
yaitu supratroklearis, supraorbitalis, temporalis, dan
fasialis. Arteri supratroklearis memberikan aliran
darah pada dahi sisi tengah dan daerah palpebra.
Arteri supraorbitalis untuk sisi medial dahi. Arteri
temporalis dengan cabang arteri temporalis
superfisialis dan fasialis transversalis mengaliri
darah pada dahi sisi temporal, pipi lateral, dan
daerah periaukuler. Arteri fasialis untuk bibir atas
dan bawah, derah anguler, dan daerah tengah
sampai bawah wajah.1
b. Saraf
Saraf kranialis yang menginervasi wajah
dan kepala antara lain saraf trigeminus, fasialis,
glosofaringeus, dan vagus. Saraf trigeminus
memberikan percabangan saraf oftalmikus untuk
sensasi sepertiga atas wajah termasuk mata dan
hidung, saraf maksilaris untuk sepertiga tengah
wajah termasuk saraf infraorbita, dan saraf
mandibularis untuk sepertiga bawah wajah. Saraf
fasialis menginervasi sebagian besar otot-otot wajah
dan leher. Saraf glosofaringeus bersama trigeminus
memberikan inervasi pada otot-otot mastikator
untuk gerakan rahang, sedangkan saraf vagus untuk
gerakan palatum.6
c. Otot
Otot-otot daerah wajah dan leher menjadi
perhatian dalam insisi karena sifatnya yang
kompleks.6 Sebagian besar wajah terdapat otot-otot
untuk mimik (ekspresi), sedangkan leher terdapat
otot untuk pergerakan. Insisi yang tidak baik
memberikan penurunan fungsi dan masalah
kosmetika yang dapat merugikan penderita.
68
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
69
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
3. Insisi daerah kepala dan leher
Wajah memiliki 6 unit estetik utama
meliputi dahi, mata atau alis, hidung, bibir, dagu,
dan pipi. Unit estetik dapat dibagi lagi menjadi
subunit secara anatomi, seperti hidung mempunyai
subunit estetik nasal tip, dorsum nasi, kolumela, softtissue triangle, dinding lateral, dan area alae nasi.7
Unit dan subunit estetik wajah merupakan batas
anatomi secara visual (Gambar 2). Refleksi cahaya
dan bayangan sepanjang batas estetik ini membantu
menyembunyikan skar secara paralel.1
Gambar 2. Unit dan sub unit estetik
pada kepala dan leher.7
Insisi daerah kepala dapat terbagi dalam 3
bagian yaitu insisi sepertiga atas wajah, sepertiga
tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah (Gambar
3a). Insisi di wajah yang paralel dengan RSTLs
memberikan hasil lebih baik dibanding insisi sesuai
garis Langer (Gambar 3b dan 3c). Pengalaman klinik
menghasilkan hasil perbaikan insisi sesuai garis
Langer tidak selalu akurat, sedangkan insisi paralel
RSTLs memberikan efek kumulatif sangat baik untuk
tegangan dan penyembuhan akhir luka.7-9
3.1 Insisi sepertiga atas wajah
3.1.1 Insisi bikoronal
Insisi bikoronal merupakaninsisi ideal
untuk pendekatansepertiga ataskerangka wajah dan
kranium anterior. Insisi ini dimulaidari perlekatan
atas heliksditeruskan secara transversal ke sisi yang
lain.10,11Sebelum melakukan insisi, dianjurkan
mencukur rambut selebar 3-4 cm dari tempat insisi.
Perluasan insisi dapat dilakukan dengan
memperpanjang ke arah preaurikula dan
retroaurikula.12 Daerah yang tereksposmeliputi
seluruh kubah kalvaria, daerah lateral dan anterior
dasar tengkorak, sinus frontalis dan etmoid, zigoma
dan arkus zigoma, orbita, dorsum nasi,
temporomandibular joint, serta area kondilus dan
subkondilus (Gambar 4).
3.1.2 Insisi untuk pendekatan fraktur
orbitozigoma dan nasoetmoid
Insisi yang dilakukan berupa insisi
periorbita. Kulit daerah periorbita tipis dan memiliki
jaringan sub kutan sedikit, serta bebas tension.
Lipatan kulit prominen pada daerah tersebut dan
terbagi dalam 2 bagian yaitu superior dan inferior.
Bagian superior mengikuti kontur palpebra superior
sekitar 8-10 mm di atas tepi silier, sedangkan bagian
inferior berjalan lebih oblik dari tepi palpebra
inferior sekitar 3-7 mm.Insisi dianjurkan lebih ke
sentral untuk menghindari komplikasi.2
Insisi yang terlalu perifer berisiko
merusak cabang perifer saraf trigeminus meliputi
saraf supraorbita, supratroklear, infraorbita, dan
infratroklear. Cabang saraf fasialis juga bisa rusak
yaitu cabang temporal dan zigoma. Insisi di atas
palpebra superior bisa menyebabkan ptosis pasca
Gambar 3. a. Pembagian daerah wajah 1, b. Garis-garis Langer8, c. RSTLs.7
a b c
operasi bila penempelan levator terpotong. Orbita
tidak mempunyai drainase limfatik, insisi dapat
menyebabkan gangguan drainase pembuluh limfe
di preaurikula, intraparotid, submental, dan
submandibula.2
a. Insisi untuk orbita
Operasi daerah dasar orbita dapat
dilakukan 2 cara pendekatan yaitu infraorbita dan
transkonjungtiva. Pendekatan infraorbita
memberikan ekspos seluruh dasar orbita dan bagian
bawah dinding lateral dan medial. Insisi dilakukan
mengikuti garis paralel dari tepi bawah kelopak
mata dan tidak terlalu dekat dengan tepi bebas
sekitar 2-3 mm.2Insisi infraorbita mengikuti lekuk
kulit sehingga disebut insisi kaki burung gagak
(Crow’s foot incision) sedangkaninsisi lain berupa
subsiliar (insisi Wray) dan subtarsal (Gambar 5).
Kerugian insisi Wray berupa kemungkinan timbul
ektropion, entropion, dan odem persisten pada
kelopak mata bawah.2,12
Pendekatan transkonjungtiva
memberikan keuntungan berupa skar yang tak
terlihat, namun kerugiannya akses sempit dan
perluasan yang terbatas. Pembedahan ini dipelopori
oleh Bourguet (1928) yang kemudian
dikembangkan oleh Converse dan Tessier.2Kelopak
mata distabilkan dengan jahitan dan konjungtiva
diangkat dengan jahitan fiksasi. Insisi dilakukan
beberapa tahap meliputi insisi 3 mm di bawah
lempeng tarsal pada sisi medial, insisi segaris
70
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
Gambar 4. Cara dan macam insisi bikoronal,serta perluasannya.11
Gambar 5. Macam insisi infraorbita
meliputi A-subsiliar, B-subtarsal,
dan C-Crow’s foot incision.12
Gambar 6. Insisi untuk pendekatan
transkonjungtiva.12
71
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
punktum, dan insisi periosteum sekitar 5 mm di
bawah lengkung orbita. Insisi hendaknya tidak
dilakukan pada lengkung orbita karena dapat
menimbulkan herniasi lemak periorbita yang
mengganggu pembedahan yang dapat memberikan
kesukaran penutupan jaringan (Gambar 6).
b. Insisi untuk zigoma
Penanganan kelainan daerah zigoma atau
orbitozigoma terutama akibat trauma atau fraktur
dapat dilakukan beberapa teknik insisi. Pendekatan
penanganan fraktur daerah zigoma dapat secara
langsung atau tidak langsung.2 Pendekatan langsung
dengan insisi bikoronal sedangkan tidak langsung
berupa insisi Gille, transoral dari Keen, lateral alis
mata (insisi Converse), superolateral atau insisi
Wright, dan lazy S incision(Gambar 7 dan 8).
Insisi Gille, disebut juga pendekatan fosa
temporal, dilakukan sepanjang 2,5 cm berada di atas
dan paralel dengan cabang anterior arteri temporalis
superfisialis. Insisi yang terlalu rendah dapat
menimbulkan kerusakan arkus zigoma atau masuk
ke dalam fosa temporal. Insisi yang terlalu jauh ke
posterior dapat menimbulkan kesalahan identifikasi
muskulus ekstrinsik telinga yang berasal dari
lapisan superfisial dengan muskulus temporalis.3,12
Insisi Keen (insisi vestibulomaksiler
lateral) dibuat sepanjang 2 cm pada dasar
penyangga zigomatikomaksiler dengan skalpel atau
kauter dan hanya mengiris mukosa saja.
Keuntungan insisi ini adalah kemudahan
memasukkan instrumen untuk reposisi fraktur dan
tidak ada skar. Insisi Converse dilakukan sepanjang
1,5 cm, tidak boleh dibuat tepat pada sudut
permukaan kulit untuk menghindari irisan pada
folikel rambut sehingga mengganggu pertumbuhan
rambut. Insisi ini mengekspos sutura frontozigoma
dengan baik.3,12
Insisi Wright dibuat sepanjang lengkung
orbita di bawah alis mata sisi lateral bersambung ke
bawah setinggi kantus lateral dan dapat diperluas
hingga zigoma. Insisi ini mengekspos fosa
lakrimalis, setengah orbita superior sisi lateral dan
ekstensi frontal dari zigoma.12 Insisi seperti huruf
Gambar 7. Macam insisi pendekatan tidak langsung fraktur daerah zigoma,
1. insisi Gilledan 2. insisi Keen.12
Gambar 8. A. Insisi Converse, B. Insisi Wright 12, dan insisi huruf lazy ‘S’.13
‘S’ (lazy-S incision) digunakan untuk reduksi
fraktur orbitotomi lateral. Kerugian insisi ini adalah
timbulnya skar yang prominen di bawah alis mata.13
3.2 Insisi sepertiga tengah wajah
3.2.1 Insisi untuk pendekatan subkranial
Pendekatan subkranial sering dilakukan
untuk menangani tumor di daerah anterior dasar
tengkorak.2,14 Teknik ini pertama kali dilakukan oleh
Raveh dalam penanganan cidera kepala. Perluasan
prosedur ini meliputi sinus frontalis (anterior),
klivus (posterior), lobus frontalis (superior), sinus
paranasalis (inferior), dan dinding medial orbita
(lateral). Keuntungannya berupa 1) menghindari
ekspos terhadap anterior dasar tengkorak dari
bawah, 2) memberikan akses ekselen pada dinding
medial orbita, sfenoetmoid, hidung, dan sinus
paranasalis, 3) dapat mengangkat tumor ekstradural
dan intradural,serta rekontruksi defek pada
duramater, 4) tidak membutuhkan insisi fasial, dan
5) minimal manipulasi pada lobus frontalis.2
Teknik bedah yang dilakukan untuk
prosedur subkranial dapat berupa maksilektomi
medial, maksilektomi parsial atau total, dan
subkranial midfacial degloving.14Maksilektomi
medial menggunakan insisi Moure (rinotomi
lateral), sedangkan maksilektomi parsial atau total
menggunakan insisi Weber Ferguson. Midfacialdegloving terdiri atas 3 insisi yaitu insisi bilateral
gingivolabial sampai tuberositas maksilaris, insisi
intrakartilago, dan insisi tranfiksi pada vestibulum
nasi secara melingkar. Teknik ini tidak
menimbulkan skar namun berisiko terjadi stenosis
vestibulum nasi.15
Insisi Moure dilakukan sekitar 1-2 mm
dibawah kantus medial menyusuri sisi lateral
hidung sesuai lipatan nasolabial kemudian masuk
ke lekukan ala nasi. Insisi dapat diperpanjang
sampai labia superior. Insisi Weber Ferguson berupa
insisi subsiliar yang dilanjutkan pada sisi lateral
hidung sampai labia superior dan diteruskan hingga
1 cm di atas gingiva.15 Insisi Moure dan Weber
Ferguson dilanjutkan dengan osteotomi sehingga
dapat mengekspos maksila dan sinus paranasalis
dengan baik (Gambar 9). Insisi Moure memberikan
dampak skar namun masih relatif baik
dibandingkan dengan skar yang timbul akibat insisi
Weber Ferguson.16,17
3.2.2 Insisi untuk parotidektomi
Insisi untuk pendekatan paratiroidektomi
harus hati-hati karena terdapat saraf fasialis.
Perjalanan saraf fasialis setelah keluar dari foramen
stilomastoideus menuju ke parotid spacekemudian
memberikan percabangan ke posterior (saraf
aurikularis posterior) dan ke anterior dan lateral yang
meliputi cabang temporal, zigoma, bukal, mandibular,
dan servikal.18Insisi dapat menciderai cabang
mandibular dan servikal bahkan saraf fasialis sendiri
juga dapat cidera. Insisi seharusnya ditempatkan pada
daerah yang tidak berisiko menciderai saraf fasialis,
memberikan akses baik untuk lobus superfisial dan
profundal glandula parotis, serta memberikan skar
dengan estetik yang baik.18-20
72
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
Gambar 9. Insisi Moure dan Weber Ferguson.15
73
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
Pendekatan parotidektomi menggunakan
insisi Blair yang dimulai dari sentimeter terakhir sisi
superior arkus zigoma secara paralel, membelok
tajam ke inferior melewati sisi anterior telinga dan
bersambung hingga leher sepanjang tepi anterior
muskulus sternokleidomastoideus.18 Modifikasi
insisi Blair dimulai dari anterior lengkung heliks
hingga lekuk lobulus kemudian melekuk di bawah
prosesus mastoid dan bersambung melekuk lagi ke
leher mengikuti lipatan kulit daerah leher (Gambar
10). Flap diangkat ke anterior sehingga glandula
parotis terekspos.18
Gambar 10. Insisi modifikasi Blair. A.
Jalur saraf fasialis yang sangat perlu perhatian18,
B. Insisi dapat diteruskan hingga ke leher
mengikuti RSTLs.19
Insisi lain untuk pendekatan
parotidektomi meliputi insisi Adson dan Ott,
Guiterrez, modifikasi Redden, Samengo, Apprani,
dan Ferreria. Insisi Adson dan Ott dimulai dari
perlekatan atas heliks sampai tepi bawah lobulus
berlanjut ke sepanjang tepi anterior muskulus
sternokleidomastoideus, kemudian dilakukan insisi
post aurikuler sepanjang pertemuan kulit dengan
aurikula yang bertemu dengan insisi sebelumnya di
bawah lobulus.2
Komplikasi insisi untuk mengakses
parotis berupa potensi terjadinya facial palsy dan
Frey’s syndrome, serta timbulnya keloid di daerah
leher dan mastoid. Komplikasi lain berupa odem
daerah lobulus, fistel kelenjar ludah, serta parastesi
dan hilangnya rambut pada daerah temporal.2
3.2.3 Insisi untuk pendekatan
temporomandibular joint (TMJ)
Pendekatan TMJ dapat menggunakan
insisi pre aurikuler, post aurikuler,
endaural, intraoral (insisi Sear), Alkayat
dan Bramley, Hinds, serta Risdon.Insisi
Sear dan endaural dari Davidson
memberikan banyak kerugian dan
kesulitan dalam periode
operasi.2,3Pendekatan ini digunakan untuk
memberikan akses dalam penanganan
kelainan TMJ, fraktur prosesus kondilus
mandibula, dan arkus zigoma. Struktur
penting yang diperhatikan dengan
pendekatan tersebut adalah arteri temporalis
superfisialis, arteri fasialis transversalis, saraf
fasialis, dan saraf aurikulotemporalis.21
Insisi Risdon merupakan insisi pendekatan
TMJ yang pertama kali, digunakan untuk penanganan
ankilosis TMJ. Insisi ini berupa irisan dibawah
mandibula yang diperpanjang ke posterior hingga
melekuk mengikuti angulus mandibula.3 Hinds
melakukan penanganan fraktur subkondilus dengan
insisi retromandibuler yaitu irisan yang dimulai
sekitar 1 cm dibawah lobulus dan 1 cm di posterior
ramus mandibula (Gambar 11).
Gambar 11. Struktur yang diperhatikan dalam melakukan insisi Hinds dan modifikasinya.21
Insisi pre aurikuler merupakan cara
termudah mengakses kondilus mandibula. Teknik
insisi yang digunakan dapat berupa insisi Rowe,
Alkayat dan Bramley, serta insisi Marcantonio dan
Gabrielli. Insisi Rowe dimulai insisi pre aurikuler
diteruskan miring dari perlekatan heliks dengan
arah ke atas dan ke depan sekitar 45º pada
permukaan kulit kepala di atas muskulus temporalis
sepanjang 4 cm. Insisi Alkayat dan Bramley
melakukan modifikasi pada insisi pre aurikuler
dengan melakukan insisi berbentuk tanda tanya
menghadap ke depan sehingga fasia temporalis
dapat terekspos.21-23 Teknik ini dapat mengakses
TMJ lebih luas tanpa traksi berlebihan dari flap
anterior untuk menghindari trauma saraf fasialis.
Insisi Marcantonio dan Gabrielli melakukan insisi
pre aurikuler yang diteruskan ke arah temporal
dengan bentuk gerigi. Tujuan insisi ini adalah
memberikan akses yang lebih lapang dan
mengurangi tensionpada flap (Gambar 12).
Alexander dan James, dimulai dari
cekungan antara heliks dan kulit post aurikuler
sehingga seluruh telinga dapat direfleksikan ke
anterior setelah pemisahan kartilago meatus
akustikus eksternus (MAE) secara komplet. Teknik
ini memberikan akses luas dan kosmetik yang baik
karena skar tertutup oleh aurikula. Kerugian teknik
ini ialah kemungkinan stenosis dari MAE dan
nekrosis kartilago aurikula sehingga timbul
deformitas.3
3.3 Insisi sepertiga bawah wajah
Insisi yang dilakukan pada daerah ini
adalah insisi submandibuler. Insisi tersebut juga
dikenal dengan insisi submaksiler. Indikasi untuk
teknik insisi ini meliputi penanganan fraktur
mandibula, osteotomi ramus mandibula,
pembedahan dengan pendekatan pada TMJ dan
glandula submandibuler, drainase abses
submandibuler dan sublingual, pembedahan untuk
hipertrofi muskulus masseter, dan pengambilan
kelenjar limfe leher. Stuktur penting yang
diperhatikan pada insisi submandibuler adalah arteri
dan vena fasialis, serta cabang mandibula dan
servikal saraf fasialis.2
Risdon mengembangkan teknik insisi ini
berupa insisi retromandibuler diteruskan hingga
sekitar 1 jari atau 2 cm dari angulus mandibula ke
arah anterior.2 Insisi submandibuler sering
digunakan dalam penanganan drainase abses akibat
infeksi leher dalam. Insisi lain yang dapat
digunakan adalah insisi submental dan insisi
Mosher (Gambar 13). Mosher melakukan insisi
untuk abses parafaring. Insisi dimulai dari insisi
submandibuler yang ditambah dengan insisi pada
tepi anterior muskulus strenokleidomastoideus
sehingga tampak seperti huruf ‘T’.24
.
74
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
Gambar 12. Macam insisi pre arikuler. A. Insisi Rowe, B. Insisi Marcantonio
dan Gabrielli21, dan C. Insisi Alkayat dan Bramley.23
75
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
Gambar 13. Macam insisi untuk penanganan
abses akibat infeksi leher dalam.24
Insisi submandibuler juga menjadi bagian
teknik insisi yang lain. Operasi diseksi leher untuk
pengambilan kelenjar limfe, laringektomi total, dan
penanganan pada daerah leher menggunakan teknik
insisi submandibuler. Teknik insisi yang
menggunakan insisi submandibuler secara signifikan
adalah insisi Hayes Martin, tri-radiat, dan MacFee.3
Insisi Hayes Martin berupa insisi
submandibuler yang diteruskan dengan insisi seperti
huruf ‘Y’ terbalik sampai daerah supraklavikula. Insisi
ini membentuk 4 flap yaitu superior, anterior, inferior,
dan posterior. Flap bagian posterior mempunyai suplai
darah kurang adekuat sehingga mudah mengalami
sianosis jaringan. Teknik tersebut mempunyai lapang
operasi terbaik tapi menghasilkan penyembuhan luka
yang lama.3,25
Insisi tri-radiat berupa insisi
submandibuler yang diteruskan dengan insisi lurus
sedikit di belakang garis karotis sampai 3-4 cm di
bawah klavikula. Variasi dari insisi ini adalah insisi
Schobinger dan Conley. Insisi mempunyai ekspos
yang sama dengan Hayes Martin namun kurang
baik di sisi supraklavikula. Insisi MacFee
memberikan perbedaan dengan yang lain. Insisi
tersebut menghindari insisi vertikal, MacFee
melakukan dua insisi horisontal di daerah
submandibuler dan supraklavikula. Keuntungannya
berupa kosmetik baik tanpa skar vertikal di leher
namun keakuratan tindakan kurang baik.3,25Macam
insisi di atas dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Macam insisi di daerah leher.25
Diseksi leher merupakan penanganan
pengangkatan kelenjar limfe akibat keganasan
daerah kepala leher. Macam diseksi leher meliputi
radical neckdissection (RND), modified RND,
selective neck dissection (SND), dan extended neckdissection. Operasi ini menggunakan berbagai
teknik insisi.Radical neck dissection menggunakan
insisi hockey stick, boomerang, MacFee,
Schobinger, dan bilateral hockey stick atau apron
(Gambar 15).
Modified RND terbagi dalam tipe I-III
dengan kriteria tipe I yaitu meninggalkan saraf
aksesorius, tipe II meninggalkan saraf aksesorius
dan muskulus sternokleidomastoideus, dan tipe III
meninggalkan saraf aksesorius, muskulus
sternokleidomastoideus, dan vena jugularis interna.
Radical neck dissection mengangkat 3 organ di atas
ditambah dengan kelenjar limfe submandibuler.
Extended RND berupa RND ditambah dengan
mengangkat kelenjar limfe di tempat lain atau
struktur lain non limfatik.26
Insisi untuk SND pada level I-III dapat
menggunakan insisi apron modifikasi, apron,
boomerang, dan bilateral boomerang. Insisi untuk
SND pada level II-IV menggunakan insisi hockeystick dan bilateral hockey stick, sedangkan untuk
SND posterolateral menggunakan insisi khusus
(Gambar 16).
3.4 Insisi khusus pada daerah leher
3.4.1 Trakeotomi
Operasi ini merupakan tindakan
emergensi pada kegawatan jalan napas atas. Insisi
dilakukan di bawah ismus tiroid dan meliputi 2
teknik insisi yaitu vertikal sesuai garis tengah tubuh
dan transversal. Insisi vertikal dimulai dari tepi atas
kartilago krikoid diteruskan ke bawah sekitar 1,5-2
inci. Teknik ini memberikan akses lebih baik dan
dapat diperluas untuk kepentingan ligasi arkus vena
jugularis. Insisi transversal oleh Sicher dan Dubrul
dilakukan pada garis lipatan kulit sekitar ring trakea
2-3. Ismus tiroid dapat disingkap ke atas, diligasi,
atau dipotong untuk dapat mencapai trakea
(Gambar 17).
76
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
Gambar 15.
Teknik insisi untuk
penanganan RND, A.
Hockey stick, B.
Boomerang, C.
MacFee, D.
Schobinger, dan E.
Apron.27
Gambar 16. Teknik
insisi yang digunakan
untuk SND, A.
Modifikasi apron, B.
Apron, C. Boomerang,
D. Bilateral
boomerang27, dan
insisi untuk SND
posterolateral.25
77
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79
3.4.2 Tiroidektomi
Insisi untuk tiroidektomi berbentuk
lengkung (collar), dikenalkan oleh Das, dibuat
sekitar 1 inci di atas garis tengah dari pertemuan 2
klavikula. Lengkung insisi menghadap ke inferior
diperluas dari tepi lateral muskulus
sternokleidomastoideus yang satu ke sisi lain.
Teknik ini memberikan skar yang tersembunyi pada
lipatan kulit natural (Gambar 16).
Gambar 16. Insisi Das untuk tiroidektomi.25
RINGKASAN
Insisi kulit merupakan awal suatu
pembedahan. Pengetahuan tentang teknik insisi,
efek yang terjadi pasca insisi, dan pengetahuan
anatomi yang baik pre operatif wajib dimiliki
operator. Insisi memiliki hasil estetik baik bagi
pasien bila dilakukan sesuai dengan garis lipatan
kulit yang tidak menghasilkan tension tinggi yaitu
sesuai RSTLs. Operasi pada daerah kepala dan
leher terbagi dalam operasi sepertiga atas,
sepertiga tengah, dan sepertiga bawah
wajah. Berbagai macam teknik insisi
kulit dikembangkan oleh ahli bedah
untuk memberikan ekspos dan akses
yang baik pada lapangan operasi dengan
memperhatikan struktur penting dan
menghasilkan dampak insisi yang
minimal pasca penyembuhan luka. Setiap
teknik insisi kulit memberikan
keuntungan dan kerugian sehingga
operator wajib menjelaskan hal tersebut pada
pasien.
Gambar 17. Penampang trakea dan macam insisi trakeotomi.28
DAFTAR PUSTAKA
1. Hom DB, Meyers AD. Incision placement,
2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/884692
-overview#a30 Accessed January 17, 2013.
2. Malik AH, Shah AA, Latoo S, Malik MA,
Tabasum R, Qadir S. Incisions in head and
neck region, 2009. Available from:
http://www.articlesbase.com/medicine-
articles/incisions-in-head-and-neck-region-155
6392.htmlAccessed January 16, 2013.
3. Patnaik VVG, Singla RK, Sanjus B. Surgical
incisions-their anatomical basis: part 1 – head
and neck. J Anat Soc India 2000;49(1):69-77.
4. Gallagher AJ, Anniadh AN, Bruyere K, Ottenio
M, Xie H, Gilchrist MD. Dynamic tensile
properties of human skin. IRCOBI Conference
2012:494-502. Available from:
www,ircobi.org/downloads/irc12/pdf_files/59.
pdf Accessed January 17, 2013.
5. Atlantic Health. Skin (integumentary system),
2013. Available from:
http://atlantichealth.adam.com/pages/guide/reft
ext/html/skin_sys_fin.htmlAccessed January
23, 2013.
6. McKay MP, Mayersak RJ. Facial trauma in
adult, 2013. Available from:
http://www.uptodate.com/contents/facial-
trauma-in-adults Accessed January 16, 2013.
7. Watkinson JC. Grafts and local flaps in head
and neck surgery. In: Gleeson M, Browning
GG, Burton MJ, Hibbert J, Jones NS, Lund VJ,
Luxon LM, Watkinson JC, eds. Scott-Brown’s
otorhinolaryngology, head and neck surgery.
Vol 3. 7th ed. London: Holder Arnold;
2008.p.2828-32.
8. Chang H. Arterial anatomy of subdermal
plexus of the face. Keio J Med 2001;50(1):31-
5.
9. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy,
physiology, and immunology of the nose,
paranasal sinuses, and face. In: Probst R,
Grevers G, Iro H, eds. Basic
otorhinolaryngology a step-by-step learning
guide. 2nd ed. Stuttgard: Georg Thieme Verlag;
2006.p.2-3.
10. Ellis III E, Zide MF. Coronal approach. In: Ellis
III E, Zide MF, eds. Surgical approaches to the
facial skeleton.2nd ed. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins;2005.p.65-92.
11. Malik NA. Temporomandibular joint: affliction
and management. In: Malik NA, ed. Textbook
of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. New
Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers;2008.p.219-25.
12. Ellis III E, Shimazato K, Buchbinder D.
Midface, 2013. Available from:
https//www2.aofoundation.org/wps/portal/surg
ery/?conventUrl=/srg/92/04-Approaches/A70
Coronal-
approach.jsp&bone=CMF&segmen=Midface
&showpage=approach&classification=&terat
ment=&method=&implantstype=&redfix
url=&approach=Coronal%20approach
Accessed March 17, 2013.
13. Zoumalan CI, Zoumalan RA, Cockerham KP.
Surgical management of lacrimal glands
tumours. Op Tech Otolaryngol 2008;19:252-7.
14. Constantinidis J. Craniofacial approaches to the
anterior skull base. In: Stucker FJ, De Sousa C,
Kenyon GS, Lian TS, Draf W, Schick B,eds.
Rhinology and facial plastic surgery. Berlin :
Springer; 2009.p.439-44.
15. Witterick I, Gullane PJ. Juvenile angiofibroma.
In: Montgomery PQ, Evans PHR, Gullane PJ,
eds. Principles and practice of head and neck
surgery and oncology. 2nd ed. United
Kingdom: Informa healthcare; 2009.p.332-40.
16. Karkas AA, Schmerber SA, Bettega GV, Reyt
EP, Righini CA. Osteoplastic maxillotomy
approach for infraorbital nerve schwannoma, a
case report. Wiley Inter Sci Head Neck
2008;30(1):401-4.
78
Teknik Insisi... (Sabilarrusydi, Widodo Ario Kentjono)
17. Fliss DM, Abergel A, Cavel O, Margalit N, Gil
Z. Combined subcranial approach for excision
of complex anterior skull base tumors. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 2007;133(9):888-
96.
18. Pytynia K, Warso M. Treatment of the parotid
gland in cutaneous melanoma. Op Tech
Otolaryngol 2008;19:230-3.
19. Ellis III E, Zide MF. Retromandibular
approach. In: Ellis III E, Zide MF, eds. Surgical
approaches to the facial skeleton. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;
2005.p.139-52.
20. Batra APS, Mahajan A, Gupta K. Marginal
mandibular branch of the facial nerve: an
anatomical study. Ind J Plas Surg 2010;43:60-
4.
21. Cienfuegos R, Cornelius CP, Ellis III E,
Kushner G. Retromandibular approaches,
2013. Available from:
https//www2.aofoundation.org/wps/portal/surg
ery/?conventUrl=%2Fsrg%2F91%2F04-
Approaches%FA80 Retromandibular
appr.jsp&bone= CMF& segment
=mandible&showpage=approach&approach=
Retromandibular%20 approaches Accessed
March 17, 2013.
22. Borges KRF, Filho JLT, Toledo GL, Capelari
MM, Marzola C. Preauriculars surgical access-
literature review and surgical cases related,
2008. Available from:
www.actiradentes.com.br/...surgical_access-
2009 Accessed March 12, 2013.
23. Sanghai S, Chatterje P. Fractures of the jaw. In:
Sanghai S, Chatterje P, eds. A consice textbook
of oral and maxillofacial surgery. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical
Publishers;2009.p.235-42.
24. Marra S, Hotaling AJ. Deep neck infection. Am
J Otolaryngol 1996;17(5):287-98.
25. Medina JE, Lore JM. The neck. In: Medina JE,
Lore JM, eds.An atlas of head and neck
surgery. 4th ed. Philadelphia : Elsevier
Saunders; 2005.p.780-805.
26. Harish K. Neck dissections: radical to
concervative. World J Surg Onc 2005;3:21-33.
27. Robbins KT, Samant S, Ronen O. Neck
dissection. In: Cummings CW, Flint PW,
Harker LA, Haughey BH, Richardson MA,
Robbins KT, Schuller DL, Thomas JR, eds.
Cummings otolaryngology head and neck
surgery. Vol 2. 4th ed. Philadelphia: Mosby
Elsevier; 2004.p.1702-24.
28. Price T. Surgical tracheostomy. In: Russel C,
Matta B, eds. Tracheostomy a
multiprofessional handbook. New York:
Cambridge University Press; 2004.p.35-7.
79
Jurnal THT - KL Vol.7, No.2, Mei - Agustus 2014, hlm. 66 - 79