teknik budidaya lebah secara tradisional di india

9
TEKNIK BUDIDAYA LEBAH SECARA TRADISIONAL DI INDIA Oleh : Rani Wulandari B1J011010 Di Herdian!h" W B1J011011 Ra!na Ur#ila B1J01101$ Ri%&i A'alia D(R( B1J0110)* An++i ,ra!a'a B1J0110-- Anni#a Dinda . B1J0110*$ R/an ,ra!a'a B1J0110 0 Surinih B1J01111 Ira .i!ria B1J0111$ Ar2ian#/ah Adine+ara B1J0111)3 Erin Tri Wi4a&#"n" B1J01$031 Ru5an Nu+raha B1J01$03 TU6AS TERSTRUKTUR A,IKULTUR KE7ENTERIAN ,ENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNI8ERSITAS JENDERAL SOEDIR7AN .AKULTAS BIOLO6I ,URWOKERTO $01

Upload: annisa-dwinda-f

Post on 05-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Tugas terstruktur mata kuliah Apikultur mengenai budidaya lebah secara tradisional di Indonesia. Budidaya lebah terdiri dari budidaya tradisional dan budidaya modern. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai teknik budidaya tradisional yang di lakukan di suatu daerah di India.

TRANSCRIPT

TEKNIK BUDIDAYA LEBAH SECARA TRADISIONAL DI INDIA

Oleh :

Rani WulandariB1J011010

Dwi Herdiantho WB1J011011

Ratna UrsilaB1J011012

Rizki Amalia D.R.B1J011038

Anggi PratamaB1J011055

Annisa Dwinda FB1J011082

Ryan PratamaB1J011090

SurinihB1J011114

Ira FitriaB1J011129

Arbiansyah AdinegaraB1J011137

Erwin Tri WicaksonoB1J012071

Rufan NugrahaB1J012079TUGAS TERSTRUKTUR APIKULTURKEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014I. PENDAHULUAN

Manusia telah mengenal lebah dan memanfaatkannya sejak zaman dahulu. Lebah di alam bersarang di dalam gua dan lubang-lubang kayu yang besar. Namun, manusia kini telah banyak membudayakan lebah. Teknik budidaya lebah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu teknik budidaya tradisional dan modern. Teknik budidaya secara tradisional dicirikan dengan penggunaan sarang berupa glodok yang merupakan tiruan dari lubang dalam pohon. Sedangkan teknik budidaya modern dicirikan dengan penggunaan sarang berupa stup mengikuti atau modifikasi rancangan Abbe Emil Ware (1948) atau yang lebih populer oleh Lorenzo Langstroth yang dipatenkan 1860.Budidaya lebah madu secara tradisional mengandalkan pada ketersediaan sumber daya lokal yang ada dengan biaya murah. Madu adalah produk dari berbagai spesies lebah madu. Biasanya madu diperoleh dari lebah-lebah jenis Apis dorsata, Apis florae, Apis cerana, dan Apis mellifera. Apis cerana lebih menyukai bersarang pada habitat dengan intensitas cahaya rendah dan biasanya membangun banyak sisiran dengan tipe sarang yang berbeda, yaitu dalam tanah, sarang kayu sederhana, pada celah dinding, pada celah, pada bambu-bambuan, dan lubang pada pepohonan. Lebah madu di India seperti Apis cerana dan Apis mellifera diternakan untuk tujuan komersil, sedangkan lebah madu lain seperti Apis dorsata, Apis florea, dan Trigona sp. Masyarakat Suku Kani menggunakan sarang lebah khusus untuk membudidayakan lebah Trigona sp. karena merupakan lebah liar.

Apis cerana merupakan lebah madu yang banyak tersebar di wilayah Asia, antara lain tersebar di Negara Afganistan, Cina, Jepang dan Indonesia. Daerah Nagaland, sebuah kota di India memiliki enam daerah pembudidaya lebah (Dimapur, Peren, Kohima, Mokokchung, Zunheboto dan Wokha). Hanya dua spesies yang dibudidayakan disana yaitu lebah Apis cerana dan lebah tidak bersengat. Sebagaian besar peternak lebah di daerah tersebut beternak lebah Apis cerana dan hanya 26% peternak lebah yang beternak kedua lebah tersebut yaitu Apis cerana dan lebah tidak bersengat. Lebah madu jenis Apis cerana dapat dibudidayakan secara tradisional dalam glodok maupun secara modern yang dibudidayakan di dalam kotak (stup) yang dapat dipindah-pindahkan. Apabila sumber pakan dan air mencukupi, lebah madu ini dapat dipanen tiga kali dalam 1 tahun dengan produksi madu dapat mencapai 2-5 kg per tahun. Trigona sp. merupakan jenis lebah tanpa sengat. Lebah tanpa sengat merupakan kelompok insekta yang hidup dalam kelompok sosial. Kelompok ini memiliki 5 genera yaitu Melipona, Trigona, Meliponula, Dectylurina,dan Lestrimelitta yang memiliki peran penting dalam proses polinasi di alam (Heard, 1999). Trigona sp. banyak ditemukan di daerah neotropis, dari Mexico hingga Argentina, dan pada daerah Indo-Australia meliputi wilayah India - Sri Langka - Taiwan, Kepulauan Solomon, Indonesia bagian selatan, Papua New Guinea, dan Australia. Propolis dari Trigona sp. digunakan dalam pembuatan obat di masyarakat Maharashta, India, untuk mengobati berbagai penyakit (Choudhari, 2012). Lebah menggunakan propolis yang merupakan hasil campuran dari malam lebah, resin tanaman, dan polen untuk melekatkan dan memperkuat sarang. Mengingat pentingnya produk yang dihasilkan oleh Trigona sp., banyak masyarakat yang membudidayakan lebah tersebut. Salah satunya masyarakat suku Kani, India.II. PEMBAHASANLebah madu ada yang memiliki sengat dan ada yang tidak memiliki sengat. Salah satu jenis lebah yang memiliki sengat adalah Apis cerana, sedangkan lebah yang tidak memiliki sengat adalah Trigona sp. Lebah yang tidak memiliki sengat biasanya membuat sarang pada batang pohon, kayu, celah dinding, dan dibawah atap tempat tinggal. Lebah mencampurkan resin tumbuhan dan lilin untuk membangun pintu sarang dan juga melapisi seluruh sarang dengan resin untuk melindunginya dari musuh-musuh seperti semut dan tawon. Umumnya, lebah ini lebih suka menggunakan pohon jati untuk membangun sarangnya, karena pohon jati dapat mempertahankan temperatur dan kelembaban pada tingkat optimum. Trigona sp. memiliki susunan sarang yang khas, berbeda dari sarang lebah lainnya. Sarang tersebut memiliki ruangan yang tersusun berbeda-beda, yaitu ruang serbuk sari (ruang makanan) dan ruang penyimpanan madu serta pengeraman. Ruang-ruang ini dibangun dengan pola horizontal atau vertikal dalam batang pohon. Empat ruangan ini saling berhubungan, sehingga para lebah masuk melalui ruangan yang terbuka. Sekawanan lebah biasanya tinggal bersama dalam satu tahun dan selama periode tersebut, sarangnya tertutupi oleh pohon. Lebah menggunakan bahan perekat dari berbagai tumbuhan dalam bentuk resin (propolis) untuk membangun sarang. Propolis dikumpulkan dari Kongu, Nangu, pohon mangga, dan mayilamaran. Resin bersifat kaku dan agak padat. Makanan penting dari lebah yaitu Mimosa pudica, Leucas aspera, Ocimum sanctum, dan Tridax procumbents. Lebah hidup pada koloni yang kompleks. Satu koloni umumnya terdiri dari seekor ratu, lebah jantan, dan lebah pekerja.

Suku Naga memiliki area hutan liar yang luas dengan biodiversitas fauna dan flora yang tinggi. Masyarakat suku Naga melakukan budidaya lebah madu secara tradisional. Terdapat sekitar 25.000 sarang lebah Apis cerana di wilayah Suku Naga. Area pencaraian makanan lebah diestimasikan seluas 13.493 km2. Apis cerana merupakan bagian dari warisan komunitas hutan alam yang juga dikenal sebagai lebah indigenus. Lebah jenis ini lebih menyukai bersarang pada habitat dengan intensitas cahaya rendah dan biasanya membangun banyak sisiran dengan tipe sarang yang berbeda yaitu, sarang lebah modern, dalam tanah, sarang kayu sederhana, celah dinding, celah pada jalan, pada bambu-bambuan, dan lubang pada pepohonan. Sarang lebah dan peralatan tradisional tersebut mencerminkan sisa peninggalan pengetahuan mengenai budidaya lebah dari leluhur suku Naga. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di enam daerah di Nagaland, dari 150 peternak lebah 65,33% peternak lebah menggunakan cara tradisional dalam pelaksanaannya dan 34,67% menggunakan cara yang modern. Penangkapan koloni lebah untuk peternakan secara traditional yaitu dengan cara menjatuhkan koloni dari sarang, kemudian melemparkan pasir air atau dentuman gendang untuk menakuti sampai kawanan lebah jatuh ditempat yang tepat. Kawanan lebah yang terjatuh akan mengerumuni sang ratu. Sang ratu yang dikelilingi oleh kawanan lebah selalu berjalan keluar mengelilingi kawanan. Hal ini memudahkan petani lebah untuk mengambil ratu dari sekawanan lebah. Jika sang ratu tidak dapat tertangkap, metode lain yang dilakukan yaitu peternak lebah dengan hati-hati menyingkirkan para pekerja dengan menggunakan tangan dan mencari ratu. Ini dilakukan karena ratu selalu bersembunyi diantara lebah pekerja. Ketika ratu ditemukan, ratu ditangkap menggunakan rambut dengan mengikat sang ratu pada bagian propodium (daerah antara thorax dan abdomen). Ratu diletakkan di sarang ratu sementara yang terbuat dari bilah bambu dan ditutupi dengan jaring yag diletakkan di dekat kawanan. Para lebah pekerja akan mencoba menyelamatkan sang ratu. Pada masa penyelamatan sang ratu, para lebah pekerja akan keluar masuk dan melakukan komunikasi dari waktu ke waktu, sehingga kawanan lebah memutuskan untuk menempati sarang tersebut. Kawanan ini selanjutnya akan dipindahkan ke glodok yang telah disiapkan. Tempat sarang tradisional lebah di enam daerah Nagaland menggunakan kotak kayu yang dipersiapkan dengan menggunakan kulit kayu yang disatukan dengan paku. Ukurannya bervariasi antara satu kotak dengan kotak yang lain karena tidak ada standar khusus mengenai ukurannya. Ukuran terbesar terdapat di daerah Dimapur dengan ukuran 45 cm dan 60 cm. Sebuah lubang kecil dibuat sebagai jalan keluar masuk. Sarang lebah ini bisa dibuka dengan melepas paku dan dibuka dari satu sisinya serta sisirannya dilepas satu demi satu untuk mengambil madunya.

Dari 150 peternak lebah, sekitar 86% menggunakan cara tradisional untuk memanen madu. Mereka membuat api yang menghasilkan asap untuk menjinakkan musuh para lebah dan memotong sisiran sarang dengan pisau dan memisahkan sarang madu, sarang polen, dan sarang anakan. Peternak lebah mengoleskan madu ke tangan dan memakan bawang putih, jahe, atau apapun yang tersedia seperti buah-buahan untuk menciptakan bau mulut dan setelah itu meniupkan ke dalam sarang untuk membuat lebah jinak atau pingsan. Kadang mereka membakar seluruh koloni untuk memudahkan dalam menggambil madu. Madu diekstraksi dengan tangan atau jaring halus. Mereka menyaring madu dengan kain halus atau saringan bisa juga dengan membiarkan madu tetap di sarangnya selama tiga hari, madu akan mengendap dan bagian paling atas adalah lapisan lilinnya, lapisan lilin ini dibuang dan didapatkan madu asli. Kualitas madu yang didapatkan dengan metode pemanenan ini tidaklah bagus karena terdapat polen yang tercampur pada madunya. Di daerah Kohima hanya 45% peternak lebah yang menggunakan metode ini, mereka mengasapi sarang untuk membuat lebah jinak dan mengambil sisiran yang mengandung madu yang telah masak. Sisiran tersebut dioeras dan madunya diekstraksi setelah itu madu diproses lebih lanjut.Hasil yang menarik dari keenam distrik yang diobservasi di Nagaland adalah cara mereka mengatasi hama secara tradisional. Peternak lebah tidak pernah menemui masalah yang berkaitan dengan penyakit yang disebabkan hama meskipun pada keenam distrik ini ngengat, tawon, dan kadal merupak musuh utama dengan jumlah besar. Ngengat diatasi dengan tindakan preventif seperti celah-celah dalam pada sarang ditutup menggunakan serumen dari lebah tak bersengat dan celah-celah bagian luar ditutup menggunakan campuran kotoran sapi dan lumpur. Serangan tawon sangat serius terhadap lebah madu selama musim hujan. Peternak lebah menggunakan kotoran sapi untuk mengurangi serangan tawon. Para peternak lebah tersebut menangkap tawon dan mengikuti mereka ke arah sarangnya. Suku Naga juga berburu koloni tawon untuk dibuat masakan terutama anakannya. Kadal atau katak pohon dapat diatasi dengan menggunakan kertas insulator yang biasa dijual dipasaran. Kadal tidak akan bisa merayap mendekati sarang karena insulator yang licin dan sangat lembut.Budidaya lebah madu merupakan sarana yang sangat penting untuk keberlanjutan agrikultur dan konservasi biodiversitas terutama pada daerah bertebing tinggi. Masyarakat Suku Kani menggunakan sarang bambu buatan untuk pemeliharaan lebah. Sarang lebah buatan terdiri dari tiang bambu yang dibelah menjadi dua. Bambu tersebut kemudian diikat dengan tali dan kedua ujung bambu tersebut ditutup. Lebah Trigona sp. kemudian membangun koloni di rongga bambu tersebut. Trigona irredipensis dibudidayakan oleh Suku Kani dalam batang bambu yang berlubang. Bambu yang dipakai untuk membuat sarang lebah yaitu bambu yang berdiameter 30-35 cm dan panjang 80-85 cm. Batang bambu dibagi menjadi dua bagian dan diikat dengan tali. Bambu tersebut memiliki celah di tengahnya yang berfungsi untuk jalan masuk lebah. Kedua ujung batang bambu ditutup. Batang kayu yang terdapat sarang lebah Trigona irredipendensis dibuka menjadi dua bagian, kemudian ruang-ruang pada sarang dipindahkan ke batang bambu. Setelah dua jam, koloni telah sepenuhnya berada dalam sarang bambu. Sarang lebah yang terbuat dari bambu tersebut kemudian diikat di bawah atap rumah gubuk. Ruang-ruang seperti ruang bertelur dan ruang penyimpanan polen (makanan dan madu) saling terhubung satu sama lain. Suku Kani mengambil madu dengan cara hanya mengambil ruang penyimpanan madu. Kemudian, madu tersebut diletakkan di kain, disaring, dan dimasukkan ke dalam botol. Madu yang dihasilkan dari Trigona irredipensis memiliki warna, bau, dan rasa yang berbeda. Kandungan madu tersebut berbeda dengan madu yang diperoleh dari lebah jenis lain. Madu ini memiliki khasiat obat yang sangat baik. Lebah tidak bersengat juga memiliki peran penting yaitu sebagai polinator.III. KESIMPULANTernak lebah merupakan warisan budaya milik suku tradisional, berupa teknik luar biasa melebihi imajinasi siapapun, karena mereka mempelajari sendiri tekniknya dalam waktu yang sangat lama. Tipe sarang lebah tradisional yaitu, sarang kayu, kotak segitiga, dan metode dalam tanah unggul dalam hal biayanya yang rendah, sifatnya kokoh, dan keamanannya terhadap musuh alami lebih baik dibandingkan dengan sarang lebah yang modern. Sarang modern memiliki banyak sambungan yang bercelah, sementara sarang tradisional lebih sedikit celahnya yang meminimalisir penyerangan dari musuh alami contohnya ngengat, tawon, semut, dan kadal. Walaupun metode tradisional dalam menangani hama sangat efektif dan murah, namun metode pemanenan madu secara tradisional bersifat merusak dan menyakiti lebah. Pengaruh ilmu modern sangat dibutuhkan dalam proses pemanenan untuk meningkatkan kualitas madu dan konsevasi lebah. Penggabungan teknik tradisional, inovasi, dan pemahan mendalam akan memberikan hasil yang maksimal. Apikultur merupakan alat untuk mengelola biodiversitas alami dengan memanfaatkan polinasi lebah untuk mendapat nektar, polen, dan getah tanaman yang biasanya tidak dimanfaatkan di alam. Nagaland memiliki area yang luas untuk memanen produk lebah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat desa. Pelatihan dan dorongan pada ternak lebah skala kecil akan mengantarkan pada kesuksesan yang lebih besar bagi apikultur secara umum. Penggabungan teknik ini memberi pemahaman baru untuk meningkatkan inovasi dan pengelolaan yang lebih baikDAFTAR REFERENSIBasuki, E. 2014. Teknik Budidaya Lebah Madu. Bahan Ajar Kuliah Apikultur. Purwokerto, Universitas Jenderal Soedirman.

Choudhari, M. K., S. A. Punekar, R. V. Ranade, and K. M. Paknikar. 2012. Antimicrobial Activity of Stingless Bee (Trigona Sp.) Propolis Used In The Folk Medicine of Western Maharashtra, India. Journal of Ethnopharmacology 141 : 363-367Heard, T. A., 1999. The Role of Stingless Bees In Crop Pollination. Annual Review of Entomology 44 : 183206Kumar, M. S., A. J. A. R. Singh, and G. Alagumuthu. 2012. Traditional Beekeping of Stingless Bee (Trigona sp.) by Kani Tribes of Western Ghats, Tamil Nadu, India. Indian Journal of Traditional Knowledge, Vol. 11 (2), April 2012, pp. 342-345.

Singh, A. K. 2014. Traditional Beekeping Shows Great Promises for Endangered Indigenous Bee Apis cerana. Indian Journal of Traditional Knowledge, Vol. 13 (3), July 2014, pp. 582-588.