teater asia tengara

3
Teater asia tengara Asia Tenggara, menurut Brandon, merupakan wilayah yang sangat menakjuban dalam hal seni pertunjukan. Pada tahun 1960-an terdapat tidak kurang dari seribu rombongan berbagai jenis seni pertunjukan professional dan tiga ribu rombongan amatir yang aktif mengadakan pertunjukan. Tiga per empat dari 200 juta orang yang tinggal di Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Thailand, dan Vietnam menyaksikan pertunjukan-pertunjukan tersebut. Pertunjukan dilaksanakan di berbagai tempat, mulai dari istana raja-raja, gedung-gedung ber-AC di perkotaan, hingga di panggung-panggung reyot berdinding bambu dan berlantai papan kasar di pedesaan. Cerita-cerita yang dimainkan sangat bervariasi, diangkat dari khasanah budaya Hindu, Islam, Buda, Cina, Eropa, hingga cerita-cerita yang diadaptasi dari naskah- naskah Shakespeare. Dalam penilaian Brandon, Indonesia dan Thailand merupakan negara yang seni pertunjukannya paling berkembang. Di Indonesia, seni pertunjukan terutama berkembang di Jawa dan Bali. Seni pertunjukan yang dianggap paling tua adalah wayang kulit, telah dikenal di Jawa sejak masa awal masuknya pengaruh kebudayaan India. Terdapat tiga teori berbeda mengenai asal-usul wayang kulit. Teori pertama menganggap wayang kulit adalah seni Jawa asli, mengingat struktur lakonnya yang unik dibanding seni-seni lain di Asia; teori kedua menganggap wayang kulit berasal dari India, mengingat di India kuno juga dikenal seni pertunjukan boneka bayang-bayang; dan teori ketiga menganggap bahwa wayang kulit berasal dari Cina, meskipun teori ini kurang bisa diterima. Terdapat beberapa jenis seni pertunjukan wayang yang berkembang, yakni wayang kulit, wayang orang, wayang beber, wayang gedhog, wayang golek, wayang klithik, wayang krucil, wayang tengul, wayang Jawa, wayang potehi, wayang suluh, dan wayang Pancasila. Namun hanya wayang kulit dan wayang orang yang mengalami perkembangan luar biasa, meskipun wayang orang pada akhirnya juga mengalami kemerosotan seperti jenis-jenis wayang lainnya.

Upload: shafia-rosalia-mayanti

Post on 14-Dec-2015

20 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

teater

TRANSCRIPT

Page 1: Teater Asia Tengara

Teater asia tengara

Asia Tenggara, menurut Brandon, merupakan wilayah yang sangat menakjuban dalam hal seni pertunjukan. Pada tahun 1960-an terdapat tidak kurang dari seribu rombongan berbagai jenis seni pertunjukan professional dan tiga ribu rombongan amatir yang aktif mengadakan pertunjukan. Tiga per empat dari 200 juta orang yang tinggal di Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Thailand, dan Vietnam menyaksikan pertunjukan-pertunjukan tersebut. Pertunjukan dilaksanakan di berbagai tempat, mulai dari istana raja-raja, gedung-gedung ber-AC di perkotaan, hingga di panggung-panggung reyot berdinding bambu dan berlantai papan kasar di pedesaan. Cerita-cerita yang dimainkan sangat bervariasi, diangkat dari khasanah budaya Hindu, Islam, Buda, Cina, Eropa, hingga cerita-cerita yang diadaptasi dari naskah-naskah Shakespeare.

Dalam penilaian Brandon, Indonesia dan Thailand merupakan negara yang seni pertunjukannya paling berkembang. Di Indonesia, seni pertunjukan terutama berkembang di Jawa dan Bali. Seni pertunjukan yang dianggap paling tua adalah wayang kulit, telah dikenal di Jawa sejak masa awal masuknya pengaruh kebudayaan India. Terdapat tiga teori berbeda mengenai asal-usul wayang kulit. Teori pertama menganggap wayang kulit adalah seni Jawa asli, mengingat struktur lakonnya yang unik dibanding seni-seni lain di Asia; teori kedua menganggap wayang kulit berasal dari India, mengingat di India kuno juga dikenal seni pertunjukan boneka bayang-bayang; dan teori ketiga menganggap bahwa wayang kulit berasal dari Cina, meskipun teori ini kurang bisa diterima. Terdapat beberapa jenis seni pertunjukan wayang yang berkembang, yakni wayang kulit, wayang orang, wayang beber, wayang gedhog, wayang golek, wayang klithik, wayang krucil, wayang tengul, wayang Jawa, wayang potehi, wayang suluh, dan wayang Pancasila. Namun hanya wayang kulit dan wayang orang yang mengalami perkembangan luar biasa, meskipun wayang orang pada akhirnya juga mengalami kemerosotan seperti jenis-jenis wayang lainnya.

Seni pertunjukan rakyat khas Jawa produk abad ke-20 adalah ketoprak dan ludruk. Pada tahun 1914, R.M. Wreksadiningrat, seorang abdidalem Pakubuwana IX dari Surakarta menggubah seni ketoprak berdasarkan kebiasaan para petani yang menyanyi dengan iringan lesung manakala sedang beristirahat. Pada tahun 1920 telah bermunculan rombongan profesional maupun amatir yang memainkan kesenian ini di depan khalayak Jawa Tengah, dengan cerita sejarah dan legenda Jawa. Sementara itu seni ludruk tumbuh dan berkembang di Jawa Timur, berakar pada seni pertunjukan abad ke-17 yang disebut sebagai ludruk bedang, mempertontonkan tari kekebalan dengan iringan seruling, gendang, dan gong kecil dari perunggu. Pada awal abad ke-20 pertunjukan tersebut berkembang menjadi ludruk besutan, populer di daerah Surabaya, Mojokerto dan sekitarnya. Kini ludruk telah menjadi drama ujar yang realistik, kebanyakan menampilkan lakon kemodi domestik kontemporer.

Brandon mengelompokkan perkembangan seni pertunjukan Asia Tenggara menjadi empat periode, yaitu:

Page 2: Teater Asia Tengara

1) Periode prasejarah, sekitar tahun 2500 SM hingga 100 M, ditandai oleh migrasi massal masyarakat yang tinggal di daratan Cina bagian barat-daya menuju wilayah-wilayah selatan. Kelak para imigran inilah yang disebut sebagai bangsa Indonesia, Austronesia, dan proto-Melayu atau deutro-Melayu. Elemen kebudayaan yang mereka kembangkan adalah bercocok-tanam padi, praktik animisme, mitos-mitos, serta pembuatan benda-benda perunggu.

2) Periode pengaruh kebudayaan India, sekitar tahun 100 M hingga tahun 1300 M, ditandai oleh masuknya kebudayaan India yang dibawa oleh para pedagang, misionaris, dan cendekiawan.

3) Periode pengaruh Cina dan Islam, sekitar tahun 1300 M sampai tahun 1750 M, ditandai oleh invasi dua kebudayaan baru, yakni Cina dan Islam. Pengaruh Cina menyebar di negara-negara bagian utara, sedangkan pengaruh Islam di negara-negara bagian selatan.

4) Periode pengaruh Barat, sekitar tahun 1750 M sampai akhir Perang Dunia II, ditandai oleh kedatangan orang-orang Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, Perancis, dan Amerika. Di antara mereka adalah para pedagang dan misionaris. Pada akhir abad ke-19, Asia Tenggara, kecuali Thailand, telah sepenuhnya menjadi koloni Barat. Belanda menguasai Indonesia, Inggris menguasai Malaysia dan Burma, Perancis menguasai Vietnam, Kamboja, dan Laos, Amerika Serikat menggantikan Spanyol menguasai Filipina.

Menurut Brandon, salah satu akibat yang paling fatal dari ekspansi Barat di Asia Tenggara (termasuk Indonesia yang dikuasai Belanda) adalah bahwa seni pertunjukan istana kemerosotan drastis. Faktor ekonomi menjadi alasan utama kemerosotan tersebut karena pihak istana tidak lagi memiliki sumber-sumber keuangan untuk menopang hiburan-hiburan istana yang mewah. Kekuasaan Barat yang menanjak mengakibatkan naiknya prestise kebudayaan Barat di mata masyarakat pribumi, sehingga minat kepada seni istana dipandang sebagai kolot. Berbagai bentuk pertunjukan istana berhenti berkembang secara artistik, penampilannya mewakili masa lampau yang agung, bukan sebagai masa kini yang hidup. Selanjutnya, dunia seni pertunjukan di Asia Tenggara diramaikan oleh genre-genre baru seni pertunjukan ‘populer’. Kebudayaan Barat memicu munculnya pemikiran nasionalis, kepercayaan pada reformasi sosial dan demokrasi, serta munculnya pusat-pusat perkotaan, dan pada gilirannya mendorong tumbuhnya kelompok-kelompok seni pertunjukan populer. Di kota-kota, masyarakat kelas menengah memperoleh penghasilan yang lebih banyak, sehingga mereka mampu membayar kontan untuk seni pertunjukan.

Mengingat besarnya pengaruh kekuasaan Barat terhadap negara-negara di Asia Tenggara, Brandon menganggap aneh karena seni pertunjukan di negara-negara kawasan ini hanya meminjam sedikit seni pertunjukan hidup dari Barat.