tugas kelompok 2 teater asia

14
Disusun Oleh : Febrita Endah Sari Laurie Septiana Margaretha Novalina INSTITUT KESENIAN

Upload: tonymustika5

Post on 01-Feb-2016

260 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

di baca ya

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Disusun Oleh : Febrita Endah Sari Laurie Septiana Margaretha Novalina Nabila Septiani

INSTITUT KESENIAN

Page 2: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Teater Jepang

Pertunjukan teater boneka tangan asal Jepang yang dikenal dengan nama Bunraku

Di Jepang, salah satunya, ada yang disebut dengan Teater Boneka Jepang atau yang lebih dikenal dengan Bunraku. Bunraku ini tak terpisahkan dari aspek budaya Jepang. Bunraku tak hanya menjadi instrumen hiburan bagi kalangan masyarakat Jepang saja, melainkan juga bagi beberapa negara lainnya di dunia. Mungkin di Indonesia seperti Wayang Kulit, yang dijadikan sebagai media dalam syiar (penyebaran agama Islam pada masa Sunan –ed). Sekitar pertengahan tahun 80an dan tahun 90an muncul karakter Unyil hasil karya Drs. Suryadi dan ditayangkan di stasiun TVRI, yang bisa dikatakan mirip seperti pertunjukan Bunraku.

Tradisi Bunraku sendiri telah ada sejak tahun 1600 silam. Tradisi boneka di Jepang banyak menceritakan masa lalu ketika boneka digunakan dalam ritual di kuil untuk menceritakan aneka kisah kepahlawan dan juga tragedi. Bunraku ini mengalami perkembangannya yang pesat pada abad ke-17 dimana kala itu banyak muncul pedagang Jepang yang bosan dengan bentuk hiburan yang ada dan hendak mencari bentuk hiburan yang baru. Maka, dalam rangka memuaskan kehausan hiburan tersebut, kemudian dibentuklah kelompok-kelompok pementasan boneka yang berada di beberapa kota penting di Jepang semisal Tokyo, Osaka maupun Kyoto. Dan mulai saat itulah, teater boneka telah masuk dalam ranah komersial. Teater pertamanya dilaksanakan pada akhir abad ke-16 yang dilakukan oleh Takemoto Gidayu, di Osaka. Takemoto Gidayu adalah seorang pengisi musik yang mengiringi teater Bunraku dan juga menulis naskah cerita yang ditampilkan. Ia berkolaborasi dengan Chikamatsu Monzaemon yang merupakan penulis drama dalam pementasan cerita teater boneka sekitar tahun 1724.

Page 3: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Seorang pemain Samisen yang mengiring dalam pertunjukan Bunraku

Maka segera pasca itu, teater boneka kemudian banyak dibentuk dan diantara para pelaku bisnis ini seolah memasuki medan perangnya. Dan revolusi besar pernah tejadi pada tahun 1703 ketika untuk pertama kalinya para penonton bisa melihat dalang yang memainkan boneka tersebut terlihat secara penuh. Hal tersebut kemudian diikuti oleh para pelantun dan pemain Samisen (alat musik tradisional Jepang yang bentuknya mirip rebab atau gitar dengan 3 senar-ed) yang juga terlihat secara penuh oleh para penonton. Perkembangan zaman modern pertunjukkan teater boneka semakin berkembang dimana desain boneka juga sudah cukup canggih, misalnya mata dan tangannya bisa bergerak. Kini, Bunraku kembali dihidupkan lagi pada abad ke-19 dan penonton lokal maupun asing bisa sama-sama menyaksikannya.

Pertunjukan teater Bunraku, sebagai bagian dari hiburan yang memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya

Teater Tiongkok

Page 4: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong) dan hi 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung bersedih, tapi orang kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih baik menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel seperti panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar juga oleh kaisar, yang akhirnya memberi pengampunan.

Menurut sejarah, diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti Jin 晉朝 (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song 宋朝 (960-1279). Wayang Potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16 sampai 19. Data yang sahih berupa catatan awal tentang wayang Potehi di Indonesia, berasal dari seorang Inggris bernama Edmund Scott. Dia pergi ke Banten 2 kali, antara 1602 dan 1625. Ia menyebutkan, pertunjukan sejenis opera, yang diselenggarakan bila jung-jung akan berangkat ke atau bila kembali ke Tiongkok. Ia mengamati dengan teliti, bahwa pertunjukan ini berhubungan dengan penyembahan dan bahwa biarawan-biarawan mempersembahkan kurban, dan bersujud di tanah sebelum persiapan.[1] Scott menuliskan bahwa "mereka sangat menyukai sandiwara dan nyanyian, tapi suara mereka adalah yang paling jelek yang akan didengar orang. Sandiwara atau selingan itu mereka selenggarakan sebagai kebaktian kepada dewa-dewa mereka: pada permulaannya, mereka lazim membakar kurban,

Page 5: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

para pendetanya berkali-kali berlutut, satu demi satu. Sandiwara ini biasa diadakan, apabila mereka melihat jung atau kapal berangkat dari Banten ke Tiongkok. Sandiwara ini kadang-kadang mulai pada tengah hari dan baru berakhir keesokan paginya, biasanya di jalan terbuka, di panggung yang didirikan untuk maksud itu."[1]

Penjelajah-penjelajah 1-2 abad kemudian menggambarkan bahwa teater ini yang asli dari Tiongkok, sudah mapan di masyarakat-masyarakat perantau di kota utama pada masa itu. Sayangnya, hanya sedikit keterangan bahasa yang dipakai dalam pertunjukan itu. Juga tidak terdapat teater boneka sarung dari Fujian Selatan, yang dikenal dengan namapo-te-hi, yang kini masih ada di Jawa Timur dan Jawa Tengah.[1] Pada abad ke-18, seorang Jerman yang bernama Ernst Christoph Barchewitz (yang tinggal selama 11 tahun diJawa) menunjukkan bahwa ketika ia melihatnya di Batavia pertunjukan-pertunjukan ini diselenggarakan dalam bahasa Tionghoa.[1]

Bukan sekadar seni pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnik Tionghoa memiliki fungsi sosial serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.

Teater Indonesia

Pada awal kemunculannya, kesenian wayang kayu lahir dan berkembang di wilayah pesisir utara pulau Jawa pada awal abad ke-17 dimana kerajaan Islam tertua di Pulau Jawa yaitu Kesultanan Demak tumbuh disana, dengan menggunakan Bahasa Jawa dalam dialognya. Menurut legenda yang berkembang, Sunan Kudus menggunakan bentuk wayang golek awal ini untuk menyebarkan Islam di masyarakat.Kesenian wayang golek berbahasa Sunda yang saat ini lebih dominan sendiri diperkirakan mulai berkembang di Jawa Barat pada masa ekspansiKesultanan Mataram pada abad ke-17, meskipun sebenarnya beberapa pengaruh warisan budaya Hindu masih bertahan di beberapa tempat di Jawa Barat sebagai bekas wilayah Kerajaan Sunda Pajajaran. Pakem dan jalan cerita wayang golek sesuai dengan versi wayang kulit Jawa, terutama kisah wayang purwa (Ramayana dan

Page 6: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Mahabharata), meskipun terdapat beberapa perbedaan, misalmya dalam penamaan tokoh-tokoh punakawan yang dikenal dalam versi Sundanya. Adapun kesenian wayang kayu berbahasa Jawa saat ini dapat dijumpai bentuk kontemporernya sebagai Wayang Menak di wilayah Kudus dan Wayang Cepak di wilayah Cirebon, meski popularitasnya tidak sebesar wayang golek purwa di wilayah Priangan.

Pertunjukan seni wayang golek mulai mendapatkan bentuknya yang seperti sekarang sekitar abad ke-19. Saat itu kesenian wayang golek merupakan seni pertunjukan teater rakyat yang dipagelarkan di desa atau kota karesidenan. Selain berfungsi sebagai pelengkap upacara selamatan atau ruwatan, pertunjukan seni wayang golek juga menjadi tontonan dan hiburan dalam perhelatan tertentu.Sejak 1920-an, selama pertunjukan wayang golek diiringi oleh sinden. Popularitas sinden pada masa-masa itu sangat tinggi sehingga mengalahkan popularitas dalang wayang golek itu sendiri, terutama ketika zamannya Upit Sarimanah dan Titim Patimah sekitar tahun 1960-an.Wayang golek saat ini lebih dominan sebagai seni pertunjukan rakyat, yang memiliki fungsi yang relevan dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat lingkungannya, baik kebutuhan spiritual maupun material. Hal demikian dapat kita lihat dari beberapa kegiatan di masyarakat misalnya ketika ada perayaan, baik hajatan (pesta kenduri) dalam rangka khitanan, pernikahan dan lain-lain adakalanya diriingi dengan pertunjukan wayang golek.Kini selain sebagai bentuk teater seni pertunjukan wayang, kerajinan wayang golek juga kerap dijadikan sebagai cindera mata oleh para wisatawan. Tokoh wayang golek yang lazim dijadikan cindera mata benda kerajinan adalah tokoh pasangan Rama dan Shinta, tokoh wayang terkenal seperti Arjuna, Srikandi, dan Krishna, serta tokoh Punakawanseperti Semar dan Cepot. Kerajinan wayang

Page 7: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

golek ini dijadikan sebagai dekorasi, hiasan atau benda pajangan interior ruangan. Adapun di zaman modern ini Wayang golek purna kreasi sudah mulai di kembangkan oleh para pengrajin wayang muda,yang tetap tidak menghilangkan pakem dari Wayang golek purwa, di ataranya ada pengarajin Wayang Golek Evolution,Caraka Wayang Indonesia (CWI) dan lain-lain.

Pada tahun 2015 perkembangan wayang golek sudah semakin berkembang, salah satu pencetus perkembangan wayang golek di kota kembang adalah Yayasan Citra Dangiang Seni. Yayasan tersebut mempunyai fungsi sebagai lembaga pengembangan dan pelestarian seni budaya tradisional khususnya yang berada di tradisi seni sunda atau Jawa Barat. Yayasan Citra Dangiang Seni ini mengembangkan wayang golek sebagai media pembelajaran bagi anak-anak sekolah guna meningkatkan pemahaman tentang seni budaya tradisional serta salah satu bentuk untuk mengenali dan mencintai budaya sendiri. Wayang golek tersebut mengalami metamorfosis mengikuti perkembangan zaman, pengembangan dari wayang tersebut diberi nama oleh Yayasan Citra Dangiang Seni tersebut sebagai"Wayang Techno CDS".

Page 8: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

Yayasan Citra Dangiang Seni ini akan melaunchingkan salah satu produk unggulan mereka mengenai pengembangan dari seni budaya tradisional tersebut. Produk unggulan tersebut adalah "Wayang Techno CDS". "Wayang Techno CDS" ini akan dicoba di tampilkan di RRI Bandung tepatnya di Gedung Auditorium "LOKANTARA BUDAYA" RRI Bandung yang beralamat di jl. Dipenogoro No.61 Bandung, untuk di pertunjukan kepada siswa-siswi SMP se-Kota Bandung untuk sesi perdana mereka sebagai model / media pembelajaran penumbuhkembangan karakter melalui mata pelajaran seni budaya dan bahasa sunda (mulok). Konser tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 25 Maret s/d 30 April 2015."Wayang Techno CDS" adalah sebuah seni pertunjukan wayang golek kontemporer yang mengedepankan teknologi di dalam pertunjukannya. Seni pertunjukan wayang golek techno ini adalah sebuah maha karya yang inovatif dan atraktif dari sebuah pengembangan seni budaya tradisional yang di kemas semenarik mungkin supaya dapat di terima oleh semua lapisan masyarakat.Pagelaran "Wayang Techno CDS" ini pertama kali di pertunjukan di Kota Bandung untuk di konsumsi oleh siswa-siswi SMP dengan tujuan untuk memperkenalkan pentingnya pendidikan seni budaya tradisional yaitu dengan media wayang golek. "Wayang Techno CDS" ini akan di pertunjukan oleh Ki Dalang Asep Aceng Amung Sutarya sebagai salah satu seniman binaan Yayasan Citra Dangiang Seni yang dipelopori oleh Cecep Dadi Setiadi, S.Pd.Dalam pertunjukan ,"Wayang Techno CDS" pengembangan dari unsur wayang golek, dan di iringi musik sepanjang pertunjukan.Yang membuat "Wayang Techno CDS" berbeda adalah pertunjukan dalam adegan per adegan wayang tersebut menggunakan multimedia dari pengemasan layar latar belakang dengan animasi latar tempat sesuai adegan, serta di imbangi oleh lighting dan sinar laser pada

Page 9: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

setiap adegan ceritanya, selain itu juga yang membedakan pertunjukan wayang ini adalah menggunakan sound sytem disertai sound effect yang mendukung adegan pertunjukan wayang golek tersebut.

Teater Thailand

Khon merupakan pementasan drama/teater thailand yang menceritakan tentang Ramayana. Bangsa Thailand menganggap cerita Ramayana tempat kejadiannya di Thailand. Disana ada bekas kerajaan Ayutthaya (Ayodhya) tempat tinggal Rama, tokoh sentral dari cerita Ramayana.

Sama seperti Wayang Orang, dalam drama Khon juga memiliki dua karakter yakni sisi baik dan sisi jahat. sisi baik diwakili oleh Rama dan saudaranya Laksmana berbusana pakaian ala ksatria berwarna perak dengan bahu ada hiasan melengkung seperti tanduk. Mahkota yang dikenakan mirip hiasan-hiasan candi yang ada di Thailand, meruncing ke atas menyerupai stupa. Yang membedakan sisi baik dan sisi jahat adalah pada mahkota dan pemakaian topeng Khon. Sisi jahat mahkotanya bergambar dua kepala raksasa yang bermuka hitam menyerupai topeng yang dikenakan pemainnya, serta memakai Khon (topeng).Gamelan atau musik pengiring dalam drama Khon terdiri dari dua buah gamelan yang mirip gambang dalam gamelan Jawa dan satu yang menyerupai Bonang

Page 10: Tugas Kelompok 2 Teater Asia

hanya bentuknya melingkar, satu gendang dan satu alat gesek mirip rebab dan alat tiup mirip seruling. Dan dua dalang, pria dan wanita yang menjadi penyampai cerita dan dialog. Suara dalang mendayu-dayu seperti seorang pendeta yang sedang merapalkan mantra.

Drama Khon hanya mengambil cerita dari “Ramakien” atau Ramayana. Cerita diawali ketika Rama, Laksmana dan Sinta sedang bercengkerama di hutan dandaka dan digoda oleh kijang emas yang ternyata penjelmaan dari raksasa Kota Longka (Alengka). Sinta diculik oleh Thotsakan (Rahwana) yang menjelma sebagai seorang pertapa miskin. Hanya dalam cerita versi Thai ini tidak ada Jatayu (burung raksasa) yang berusaha merebut Sinta dari tangan Rahwana (berarti orang Indonesia kreatif dalam meramu, membumbui cerita). Rama dibantu Hanoman dan pasukan kera menyerbu Alengka dan merebut kembali Sinta.

Khon mula-mula digarap di keraton sejak Raja Rama I. Kemudian, dipertontonkan untuk umum sejak pemerintahanRaja Rama VI, dilanjutkan oleh anaknya Raja Rama VII yang paling giat mengembangkannya.

Perangkat musik yang digunakan untuk mengiringi Khon disebut Piphat. Piphat terdiri atas alat musik tiup, gendang, gambang, dan kecrek.