te trap legia

4
1. Tetraplegia disebabkan oleh kerusakan pada otak atau sumsum tulang belakang setinggi C1-C7- khususnya, cedera tulang belakang sekunder untuk cedera pada tulang belakang leher. Cedera, yang dikenal sebagai lesi , menyebabkan korban kehilangan fungsi sebagian atau seluruh keempat anggota badan, yang berarti lengan dan kaki. Tetraplegia didefinisikan dalam banyak cara, C1-C4 biasanyavmempengaruhi gerakan lengan lebih daripada cedera C5-C7, namun, semua tetraplegics memiliki atau pernah memiliki semacam disfungsi jari. Jadi, tidak jarang untuk memiliki tetraplegic dengan tangan yang berfungsi penuh tetapi tidak ada kontrol saraf jari dan jempol mereka. Penyebab khas dari kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan lalu lintas , menyelam ke dalam air dangkal, jatuh, cedera olahraga), penyakit (seperti mielitis transversa , multiple sclerosis , atau polio ), atau kelainan bawaan (seperti distrofi otot ) . Hal ini dimungkinkan untuk mengalami patah leher tanpa menjadi tetraplegic jika tulang belakang yang patah atau dislokasi tetapi sumsum tulang belakang tidak rusak. Sebaliknya, adalah mungkin untuk melukai saraf tulang belakang tanpa melanggar tulang belakang, misalnya ketika pecah disc atau taji tulang pada vertebra menjorok ke tulang belakang. Tetra plegia adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada sumsung tulang di atas torakal 1 (C1-C7), kelumpuhan biasanya berakibat pada keempat bgian ektremitas, juga

Upload: agus-hendra

Post on 31-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Te Trap Legia

1. Tetraplegia disebabkan oleh kerusakan pada otak atau sumsum tulang

belakang setinggi C1-C7-khususnya, cedera tulang belakang sekunder untuk cedera

pada tulang belakang leher. Cedera, yang dikenal sebagai lesi , menyebabkan korban

kehilangan fungsi sebagian atau seluruh keempat anggota badan, yang berarti lengan

dan kaki. Tetraplegia didefinisikan dalam banyak cara, C1-C4

biasanyavmempengaruhi gerakan lengan lebih daripada cedera C5-C7, namun, semua

tetraplegics memiliki atau pernah memiliki semacam disfungsi jari. Jadi, tidak jarang

untuk memiliki tetraplegic dengan tangan yang berfungsi penuh tetapi tidak ada

kontrol saraf jari dan jempol mereka. Penyebab khas dari kerusakan ini adalah trauma

(seperti tabrakan lalu lintas , menyelam ke dalam air dangkal, jatuh, cedera olahraga),

penyakit (seperti mielitis transversa , multiple sclerosis , atau polio ), atau kelainan

bawaan (seperti distrofi otot ) . Hal ini dimungkinkan untuk mengalami patah leher

tanpa menjadi tetraplegic jika tulang belakang yang patah atau dislokasi tetapi

sumsum tulang belakang tidak rusak. Sebaliknya, adalah mungkin untuk melukai

saraf tulang belakang tanpa melanggar tulang belakang, misalnya ketika

pecah disc atau taji tulang pada vertebra menjorok ke tulang belakang.

Tetra plegia adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada sumsung tulang di atas

torakal 1 (C1-C7), kelumpuhan biasanya berakibat pada keempat bgian ektremitas,

juga mempengaruhi otot abdomen dan dada, sehingga sulit untuk bernapas dan

tidakmampu untuk batuk,

2. GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal, parestesia

pada bagian distal dan diikuti secara cepat oleh paralisa ke empat ekstremitas yang

bersifat asendens 1,3,8,11). Parestesia ini biasanya bersifat bilateral.1,2) Refelks fisiologis

akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali. 2,10)

Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan menyebar

secara progresif 8), dalam hitungan jam, hari maupun minggu, 7) ke ekstremitas atas,

tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi mulai dari kelemahan

sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid. Keterlibatan saraf pusat , muncul

pada 50 % kasus, biasanya berupa facial diplegia. 8)

Page 2: Te Trap Legia

Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan 12) dan bahkan 20 % pasien

memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. 2,8) Anak anak biasanya menjadi

mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari menolak untuk berjalan,

tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi tetraplegia . 1) Kerusakan saraf

sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan kelemahan pada otot.

Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi getar. 8) Gejala yang dirasakan

penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia pada extremitas distal. 11) Rasa

sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot yang terjadi. 5) terutama pada

anak anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50%

anak anak yang dapat menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis. 7,8)

Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian.

Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia bahkan

cardiac arrest , facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan kelainan dalam

berkeringat. 11) Hipertensi terjadi pada 10 – 30 % pasien sedangkan aritmia terjadi

pada 30 % dari pasien. 10) Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan

gejala berupa disfagia, kesulitan dalam berbicara, 9) dan yang paling sering ( 50% )

adalah bilateral facial palsy. 4) Gejala gejala tambahan yang biasanya menyertai GBS

adalah kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan

menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam, dan penglihatan

kabur (blurred visions). 3)

3. Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi di medula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:

paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.

Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam 2 kondisi:1. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidak

menghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens. Pada kasus ini, terdapat:

a. kelumpuhan bilateral di bawah tingkat lesib. gangguan fungsi sensorik, tetapi bukan kerusakan totalc. gangguan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual2. Lesi lebih mempengaruhi bagian tertentu dari korda pada tingkat tertentu, misalnya di

salah satu sisi (sindrom Brown-Séqard), posterior, atau anterolateral.

Page 3: Te Trap Legia

3. Trauma dan neoplasma yang terjadi pada bagian medula spinalis daerah C1 – C7,

penyebab tersering tetraplegia.