tatalaksana gangguan an anak

Upload: nur-ismi-mustika-febriani

Post on 20-Jul-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tatalaksana Gangguan Perkembangan Anak lebih ke speech therapy ----------------------------------------------------------------------------------------------Penatalaksanaan Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak Deteksi dan penanganan dini pada problem bicara dan bahasa pada anak, akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan pada masa sekolah (Soetjiningsih, 1995). Penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa secara singkat disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Penatalaksanaan kelainan bicara dan bahasa Masalah 1. Lingkungan a. Sosial ekonomi rendah b. Tekanan keluarga c. Keluarga bisu d. Bahasa bilingual 2. Emosi a. Ibu yang tertekan b. Gangguan serius pada keluarga c. Gangguan serius 3. Masalah pendengaran a. Kongenital b. Didapat 4. Perkembangan lambat a. Di bawah rata-rata b. Perkembangan terlambat c. Retardasi mental 5. Cacat bawaan a. Palatum sumbing b. Sindrom Down 6. Kerusakan otak a. Kerusakan Penatalaksanaan a. Meningkatkan stimulasi b. Mengurangi tekanan c. Meningkatkan stimulasi d. Menyederhanakan masukan bahasa a. Meningkatkan stimulasi b. Menstabilkan lingkungan emosi c. Meningkatkan status emosi anak a. Monitor dan obati jika memungkinkan b. Monitor dan obati jika memungkinkan a. Meningkatkan stimulasi b. Meningkatkan stimulasi c. Memaksimalkan potensi a. Monitor dan dioperasi b. Monitor dan stimulasi Rujukan a. Kelompok BKB (Bina Keluarga dan Balita) atau kelompok bermain b. Konseling keluarga c. Kelompok BKB/bermain d. Ahli terapi wicara a. Konseling, kelompok BKB/bermain b. Psikoterapi c. Psikoterapi a. Audiologist/ahli THT b. Audiologist/ahli THT a. Ahli terapi wicara b. Ahli terapi wicara c. Program khusus a. Ahli terapi setelah operasi b. Ahli terapi wicara, SLB-C, monitor pendengarannya a. Ahli terapi kerja, ahli

a. Mengatasi masalah

neuromuskuler b. Sensorimotor c. Palsi serebralis d. Masalah persepsi (Soetjinigsih, 1995)

makanan dan meningkatkan kemampuan bicara b. Mengatasi masalah makanan dan meningkatkan kemampuan bicara c. Mengoptimalkan kemampuan fisik kognitif dan bicara anak d. Mengatasi masalah keterlambatan bicara

gizi, ahli patologi wicara b. Ahli terapi kerja, ahli gizi, ahli patologi wicara c. Ahli rehabilitasi, ahli terapi wicara d. Ahli patologi wicara, kelompok BKB

Adapun pelayanan terapi wicara merupakan tindakan yang diperuntukkan bagi individu yang mengalami gangguan komunikasi termasuk didalamnya adalah gangguan berbahasa bicara dan gangguan menelan (Home-Visit Fisioterapi, 2010). Pelayanan terapi wicara meliputi: 1. Asesmen atau pemeriksaan. 2. Pembuatan program terapi. 3. Pelaksanaan program terapi. 4. Evaluasi program terapi. 5. Evaluasi gabungan. 6. Rujukan ke ahli lain, jika diperlukan. Ahli terapi wicara diistilahkan sebagai Terapis Wicara (Speech Therapist, Speech Language Pathologist, Speech Pathologist, atau Speech Correctionist). Terdapat lima aspek yang memerlukan pelayanan terapi wicara (Home-Visit Fisioterapi, 2010): 1. Gangguan artikulasi Gangguan berkomunikasi yang diakibatkan oleh adanya ketidaktepatan dalam memproduksi bunyi ujaran baik vokal maupun konsonan. 2. Gangguan bahasa Ketidakmampuan 3. Gangguan suara Gangguan berkomunikasi yang diakibatkan oleh adanya ketidakmampuan memproduksi suara (fonasi) secara akurat. 4. Gangguan irama kelancaran dalam menggunakan simbol-simbol linguistik untuk berkomunikasi, baik secara reseptif dan atau secara ekspresif.

Gangguan komunikasi yang diakibatkan adanya perpanjangan atau pengulangan dalam memproduksi bunyi bicara 5. Gangguan menelan Ketidakmampuan dalam melakukan gerakan menelan, di mana kondisi ini terbagi dalam tiga fase, yaitu fase oral, fase pharyngeal, dan fase esophageal. Gangguan mengunyah dan mengisap juga termasuk dalam gangguan menelan.

Usul buat Pembahasan Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak, sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan. Akan tetapi, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya. Akibatnya, para dokter lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitatif dibandingkan preventif. Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada masa neonatus, bayi, dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta memberi tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang semakin mendekati pola orang dewasa. Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru, dan orang tua pasien. Beberapa jenis gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus.

Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan bicaranya dievaluasi oleh ahli terapi wicara.

Daftar Pustaka Home-Visit Fisioterapi. 2010. Speech Terapi. http://www.homevisit-fisioterapi.com/? Speech_Terapi. (26 Januari 2011). Soetjiningsih. 1995. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. In : Ranuh, I.G.N.G. (ed). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC, pp: 246-247.