tantangan program 20.000 kampung hal. 1 iklim …
TRANSCRIPT
Vol. 01, Ed. 20, November 2021
TANTANGAN PROGRAM 20.000 KAMPUNG IKLIM
Hal. 1
MENYOAL KOMITMEN PMN KEPADA PT. KAI SEBAGAI LEADING CONSORTIUM KERETA CEPAT
Hal. 3
PERMASALAHAN KERETA API CEPAT JAKARTA BANDUNG (KCJB)
Hal. 5
TANTANGAN PEMBANGUNAN SMELTER
Hal. 7
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Rastri Paramita, S.E., M.M.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc.
Adhi Prasetyo Satrio Wibowo, S.M.
Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.
Editor
Deasy Dwi Ramiayu, S.E.
Sekretariat
Husnul Latifah, S.Sos.
Memed Sobari
Musbiyatun
Hilda Piska Randini, S.I.P.
Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan
Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini
sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan
Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI.
Artikel 1 Tantangan Program 20.000 Kampung Iklim ..................................................................... 1
Artikel 2 Menyoal Komitmen PMN Kepada PT. KAI Sebagai Leading Consortium Kereta
Cepat ................................................................................................................................................ 3
Artikel 3 Permasalahan Kereta Api Cepat Jakarta Bandung (KCJB) ........................................... 5
Artikel 4 Tantangan Pembangunan Smelter ........................................................................................ 7
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
1 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, November 2021
Perubahan iklim dapat menimbulkan risiko besar bagi kesehatan
manusia, keamanan pangan, dan pembangunan ekonomi. Salah satu
strategi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
dalam upaya pengendalian perubahan iklim adalah dengan
mendorong kerja sama multi pihak untuk memperkuat kapasitas
adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di tingkat tapak berbasis
komunitas melalui pelaksanaan Program Kampung Iklim (ProKlim).
Melalui ProKlim, pemerintah memberikan penghargaan terhadap
masyarakat lokal yang telah melaksanakan upaya adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim secara berkelanjutan. Pelaksanaan
ProKlim mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
19 Tahun 2012 tentang Program Kampung Iklim. ProKlim dapat
dikembangkan dan dilaksanakan pada wilayah minimal setingkat
Dusun/Dukuh/RW dan maksimal setingkat Desa/Kelurahan atau
yang dipersamakan dengan itu.
Pemerintah memiliki target terbentuknya 20.000 kampung iklim
pada tahun 2024. Target ini merupakan target ambisius mengingat
realisasi proklim hingga tahun 2018 baru tercapai 1.548 lokasi dan
tahun 2020 tercapai 2.775 kampung iklim yang terlibat dalam
pengendalian perubahan iklim regional. Terdapat beberapa
tantangan dalam mewujudkan target tersebut.
Porsi anggaran perubahan iklim dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) selama kurun waktu tiga tahun terakhir
menurun. Seiring meningkatnya dampak perubahan iklim yang kian
terasa, perlu penguatan komitmen dalam rencana kerja
kementerian/lembaga negara ke depan. Meski tergolong tinggi,
anggaran perubahan iklim dalam APBN mengalami tren penurunan
sejak 2018-2020. Pada 2018, anggaran kementerian/lembaga untuk
perubahan iklim mencapai Rp132,4 triliun. Anggaran ini kemudian
turun menjadi Rp97,66 triliun pada 2019 dan Rp77,81 triliun pada
2020. Sementara rata-rata anggaran untuk mitigasi Rp62,7 triliun
per tahun dan Rp40,4 triliun per tahun untuk upaya adaptasi. Badan
Kebijakan Fiskal juga menyebutkan, sebesar 88 persen anggaran
perubahan iklim digunakan untuk membiayai infrastruktur hijau.
Sementara 12 persen lainnya digunakan untuk membiayai kegiatan
pendukung, seperti regulasi dan kebijakan, riset dan pengembangan,
peningkatan kapasitas, serta pemberdayaan masyarakat.
Kementerian Keuangan juga sedang mempersiapkan instrumen
pembiayaan berkelanjutan lainnya, yakni SDG Bond yang ditar-
Komisi IV
TANTANGAN PROGRAM 20.000 KAMPUNG IKLIM
• Pemerintah memiliki target
terbentuknya 20.000 kampung
iklim pada tahun 2024.
• Tantangan yang dihadapi saat ini
yaitu porsi anggaran perubahan iklim dalam APBN selama kurun
waktu tiga tahun terakhir
menurun, terdapat pro-kontra di
masyarakat, belum adanya
sinergi antar-program di lingkup
KLHK.
• Yang perlu menjadi perhatian
bagi pemerintah yaitu pertama,
pemerintah perlu menyusun
langkah strategis untuk
memobilisasi dana tambahan
dari pihak lain yang potensial.
Kedua, meningkatkan persepsi
masyarakat untuk senantiasa
menjaga dan mengubah
lingkungan. Ketiga, peningkatan
koordinasi dan komunikasi
secara intensif antar
kementerian dan lembaga.
Keempat, melaksanakan
sinergitas ProKlim dengan
Perhutanan Sosial (HD, HKm dan
HTR).
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI
Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rosalina Tineke Kusumawardhani
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, November 2021
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
2
getkan diluncurkan pada 2021. Ini bisa
digunakan untuk berbagai proyek atau
program yang terkait dengan lingkungan,
energi terbarukan, efisiensi energi, maupun
untuk kegiatan sosial.
ProKlim sebagai salah satu upaya
adaptasi perubahan iklim di tingkat tapak
masih menemui kendala, seperti adanya pro-
kontra di masyarakat. Banyak masyarakat
enggan melakukan upaya adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim maupun kegiatan
lingkungan lain karena hasilnya tidak bisa
dirasakan secara langsung. Penggerak
Proklim Lestari Ngadirejo, Kabupaten
Sukoharjo, Jawa Tengah, Suryono Arief,
mengemukakan bahwa paradigma
masyarakat tersebut menjadi salah satu
alasan pembentukan Proklim di sejumlah
wilayah belum menunjukkan peningkatan
yang signifikan. Bahkan, masyarakat kerap
berkomentar negatif sehingga menurunkan
semangat dari pengurus kegiatan Proklim.
Selain itu juga terdapat tantangan lain,
yakni belum adanya sinergi antar-program
di lingkup KLHK. Sinergitas tersebut
dibutuhkan mengingat sasaran utama
kegiatan adalah masyarakat dengan tujuan
utama program/kegiatan adalah
peningkatan kesejahteraan masyarakat,
peningkatan kelestarian sumberdaya hutan
yang memberikan kontribusi terhadap
pengurangan emisi gas rumah kaca dan
kualitas lingkungan. Kelompok masyarakat
(termasuk kelompok tani hutan atau
gabungan kelompok tani hutan) yang
berfungsi sebagai pendukung keberlanjutan
pelaksanaan ProKlim juga dapat mengelola
Hutan Kemasyarakatan (HKm) dan Hutan
Tanaman Rakyat (HTR). Sedangkan lembaga
desa sebagai lembaga dalam satuan
administratif desa (yang berada dalam
cakupan wilayah ProKlim) dapat mengelola
Hutan Desa (HD). Aksi nyata yang umum
diterapkan dalam kedua program tersebut
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
konservasi tanah dan air yang disinergikan
dengan kearifan lokal. Selain itu, kegiatan
peningkatan dan/atau mempertahankan
tutupan vegetasi melalui penghijauan dan
praktek wanatani yang merupakan indikator
dalam ProKlim (mitigasi perubahan iklim).
Guna tercapainya target fasilitasi ProKlim,
dipandang perlu untuk melakukan
terobosan-terobosan agar target di tahun
2024 dapat terealisasi. Pertama, untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan
perubahan iklim per tahun, pemerintah
perlu menyusun langkah strategis untuk
memobilisasi dana tambahan dari pihak lain
yang potensial seperti dengan menstimulus
keterlibatan pihak swasta. Ketersediaan
regulasi untuk dapat mendorong akses
penggunaan Corporate Social Responsibilty
(CSR), menjadi penting diarahkan ke dalam
ruang lingkup ProKlim. Kedua, salah satu
upaya untuk meningkatkan persepsi
masyarakat, pengurus Proklim di setiap
wilayah memiliki tugas untuk mengubah
pola pikir dan pengetahuan masyarakat
dalam aksi adaptasi maupun mitigasi
perubahan iklim. Sebab, seluruh kegiatan
Proklim baru dapat berjalan optimal jika
pola pikir masyarakat untuk senantiasa
menjaga dan mengubah lingkungan telah
terbangun. Ketiga, peningkatan koordinasi
dan komunikasi secara intensif antar
kementerian dan lembaga juga menjadi
salah satu kunci keberhasilan dalam
mengoptimalkan berbagai sumber
pendanaan yang mendukung pelaksanaan
perubahan iklim secara efektif dan efisien.
Dengan demikian, diharapkan target
ProKlim pada tahun 2024 dapat menjadi
salah satu solusi dari tingkat tapak untuk
menanggulangi permasalahan perubahan
iklim yang multisektoral. Keempat,
melaksanakan sinergitas ProKlim dengan
Perhutanan Sosial (HD, HKm dan HTR).
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
3 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, November 2021
Direktur Utama PT. KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, menyatakan
proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung telah resmi
mendapatkan persetujuan dari pemerintah terkait Penyertaan
Modal Negara atau (PMN) sebesar Rp4,3 triliun kepada PT Kereta
Api Indonesia (Persero)/PT. KAI sebagai leading consortium
(Tempo, 2021). Dana PMN tersebut akan dipakai untuk membayar
base equity capital atau kewajiban modal dasar dari konsorsium.
Artikel ini tidak akan masuk ke wilayah perdebatan apakah pantas
pembangunan kereta cepat dibiayai melalui APBN. Namun, artikel
ini akan mencoba mengulas apakah pemberian PMN dimaksud
dapat dilakukan apabila merujuk pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang keuangan negara. Artikel ini akan
mengulas pemberian PMN tersebut dari aspek legalitasnya.
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (UU tentang Keuangan Negara) menyebutkan
bahwa penyertaan modal kepada perusahaan negara (BUMN)
terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN. Artinya, komitmen PMN
kepada PT. KAI harus terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN.
Dalam lampiran I Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2020 tentang
APBN Tahun Anggaran 2021 (UU tentang APBN 2021), terdapat 8
(delapan) BUMN yang mendapatkan alokasi PMN. Namun, PT. KAI
bukan salah satu dari delapan BUMN tersebut. Demikian juga dalam
Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2020 tentang Rincian APBN
Tahun Anggaran 2021 (Perpres tentang Rincian APBN 2021), PT.
KAI bukanlah penerima alokasi PMN dalam APBN 2021. Dengan
demikian, pemberian PMN kepada PT. KAI sebagai leading
consortium kereta cepat Jakarta-Bandung melalui APBN 2021 dari
sisi aspek hukum tidak dapat dilakukan karena Pasal 24 ayat (2) UU
tentang Keuangan Negara sudah tegas menyatakan bahwa
pemberian PMN harus terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN.
Lantas, apakah PMN tersebut masih mungkin dapat dilakukan pada
November atau Desember 2021.
Pemberian PMN ke PT. KAI dapat dilakukan dan tidak
bertentangan dengan ketentuan aturan perundang-undangan
apabila pemerintah terlebih dahulu menetapkan perubahan APBN
2021. Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2020 menjadi Undang-Undang (UU tentang
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk Penanganan Pandemi Covid-19) menyebutkan bahwa
perubahan postur dan/atau rincian APBN dapat diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Presiden.
Komisi V
MENYOAL KOMITMEN PMN KEPADA PT. KAI SEBAGAI LEADING
CONSORTIUM KERETA CEPAT
• PT Kereta Api Indonesia (Persero)/PT.
KAI sebagai leading consortium
pembangunan kereta cepat Jakartta
Bandung direncakanan akan
memperoleh PMN sebesar Rp4,3 trilun.
• Jika dilihat dari aspek hukum menurut
aturan perundang-undangan di bidang
keuangan negara, maka:
a) PMN tersebut dapat dieksekusi pada
2021 apabila telah ditetapkan dalam
Perpres tentang Perubahan Rincian
APBN 2021 merujuk pada Pasal 12
ayat (2) UU tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem
Keuangan Untuk Penanganan Pandemi
Covid-19. Namun, apabila
menggunakan asas lex posterior
derogat legi priori, maka pemberian
PMN terebut harus ditetapkan terlebih
dahulu dalam UU tentang Perubahan
APBN 2021 sebagaimana diatur dalam
Pasal 41 ayat (4) UU tentang APBN
2021
b) PMN tersebut dapat dieksekusi pada
2022 apabila telah ditetapkan dalam
Perpres tentang Rincian APBN 2022
meskipun rencana pemberian PMN
kepada PT. KAI tidak ada dalam
perencanaan pemerintah di Nota
Keuangan RAPBN 2022.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian
Sekretariat Jenderal DPR RI Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,
M.Si.
Redaktur : Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita
· Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu ·
Rosalina Tineke Kusumawardhani
Penulis: Robby Alexander Sirait
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, Oktober 2021
4
Pengaturan pada beleid ini memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan perubahan rincian APBN
cukup melalui Peraturan Presiden.
Artinya, tidak perlu melalui pembahasan dengan DPR RI untuk ditetapkan dalam Undang-Undang
sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UU tentang Keuangan Negara. Dengan demikian, pemberian PMN
kepada PT. KAI masih dapat dilakukan pada tahun 2021 apabila pemerintah menetapkan alokasi tersebut di
dalam Peraturan Presiden tentang Perubahan Rincian APBN 2021. Namun, apabila menggunakan asas lex
posterior derogat legi priori, maka pemberian PMN tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu dalam UU
tentang Perubahan APBN 2021 sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat (4) UU tentang APBN 2021.
Melalui penelusuran penulis ke laman peraturan.go.id, belum ada ditemukan Peraturan Presiden maupun
Undang-Undang tentang Perubahan Rincian APBN. Demikian juga Undang-Undang tentang Perubahan APBN
2021. Oleh karena itu, pemberian PMN kepada PT. KAI melalui APBN 2021 juga tidak dapat dilakukan apabila
dilihat dari aspek hukumnya. Selain itu, pemberian PMN PT. KAI ini juga akan dihadapkan perdebatan pada
aspek kepantasan. Penggunaan kewenangan perubahan postur dan/atau rincian APBN oleh pemerintah
sebenarnya bersyarat apabila merujuk kepada Pasal 1 ayat (3) UU tentang Kebijakan Keuangan Negara dan
Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19. Berdasarkan pasal tersebut, kewenangan
tersebut seharusnya dilakukan dalam konteks penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi ancaman
yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan. Kemudian muncul
pertanyaan, apakah rencana pemberian PMN tersebut memenuhi dua aspek syarat tersebut. Dengan kata lain,
apakah pemberian PMN kepada PT. KAI dalam kerangka penanganan pandemi Covid-19 dan/atau menghadapi
ancaman yang membahayakan perekonomian nasional. Apabila dilihat dari kondisi sosial dan ekonomi saat ini,
maka sulit rasanya untuk mengatakan pemberian PMN tersebut dalam rangka penanganan pandemi dan/atau
menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.
Lantas, bagaimana apabila dilaksanakan melalui APBN 2022. Jika ditelusuri dari dokumen RUU APBN 2022
yang telah disahkan oleh DPR RI bersama Pemerintah dalam rapat paripurna pada 30 September 2021 silam,
alokasi PMN bagi BUMN tidak disebutkan secara detail menurut penerima dan pengalokasiannya hanya
dialokasikan berdasarkan klaster (infrastrukur, pendidikan, perlindungan masyarakat, kerja sama
internasional, dan cadangan pembiayaan investasi). Rinciannya akan diatur dengan Peraturan Presiden
menurut Pasal 22 ayat (4) dalam dokumen RUU yang disahkan tersebut. Dengan demikian, kepastian
pemberian PMN kepada PT. KAI tersebut memenuhi aspek hukum apabila telah ditetapkan dalam Peraturan
Presiden tentang Rincian APBN 2022. Hingga saat ini, Peraturan Presiden tersebut belum diterbitkan
pemerintah.
Jika ditelusuri dalam Nota Keuangan RAPBN 2022 yang disampaikan Presiden pada 16 Agustus 2021 kepada
DPR RI, pemerintah mengalokasi PMN klaster infrastruktur kepada 8 (delapan) BUMN dan cadangan PMN
infrastrukur kepada 2 (dua) BUMN. Dari keseluruhan yang direncanakan tersebut tidak terdapat PT. KAI
sebagai salah satu penerima PMN. Artinya, komitmen pemberian PMN kepada PT. KAI sebesar Rp4,3 triliun
sebenarnya tidak masuk ke dalam perencanaan APBN pemerintah untuk tahun anggaran 2022. Dengan
demikian, besar kemungkinan rencana pemberian PMN kepada PT. KAI bukanlah hal yang urgent dan belum
masuk dalam keputusan bersama antara DPR RI dengan pemerintah pada proses pembahasan.
Berangkat dari pembahasan pada alinea-alinea sebelumnya, terdapat beberapa hal yang perlu menjadi
concern DPR RI, antara lain:
a. Apabila pelaksanaan PMN dilaksanakan dengan menggunakan APBN 2021, DPR RI perlu meminta
penjelasan kepada pemerintah dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 12 ayat (2) UU tentang Kebijakan
Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
b. Apabila pelaksanaan PMN dilaksanakan dengan menggunakan APBN 2022, DPR RI perlu memastikan
kembali apakah pemberian PMN kepada PT. KAI merupakan bagian dalam keputusan bersama. Selain itu,
DPR RI juga perlu meminta penjelasan kepada pemerintah terkait urgensi pemberian PMN tersebut
dikaitkan dengan Pasal 1 ayat (3) UU tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 serta perkembangan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat saat ini.
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
5 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, November 2021
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dikerjakan oleh PT.
Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan perusahaan
patungan antara konsorsium PT. Pilar Sinergi BUMN Indonesia
(PSBI) dan konsorsium Beijing Yawan HSR Co. Ltd. Di mana PSBI
memiliki saham sebesar 60 persen dan konsorsium Beijing Yawan
HSR Co. Ltd. sebesar 40 persen. PSBI sendiri terdiri dari PT. Wijaya
Karya (Persero) Tbk yang memegang saham sebesar 38 persen, PT.
Kereta Api Indonesia (Persero) 25 persen, PT. Perkebunan Nusantara
VII 25 persen, dan PT. Jasa Marga (Persero) Tbk sebesar 12 persen.
Saat ini shareholder dalam PBSI masih sama, namun dilakukan
perubahan di mana PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk yang sebelumnya
menjadi pemimpin konsorsium digantikan oleh PT. Kereta Api
Indonesia. Adapun panjang trase KCJB ini mencapai 142,3 km dengan
lebih dari 80 km menggunakan struktur elevated track dan sisanya 13
tunnel dan subgrade.
Progres dan Permasalahan
Per Oktober 2021, progres pembangunan proyek KCJB mencapai
79 persen. PT. KCIC tengah melakukan percepatan pembangunan di
237 titik konstruksi, di mana yang menjadi prioritas di antaranya
penyelesaian pengeboran tiga terowongan dari 13 terowongan yang
ada di trase KCJB, menyelesaikan erection girder untuk konstruksi
elevated track, serta pengerjaan subgrade di perbatasan antara
Karawang dan Purwakarta. Dalam proses pengerjaan proyek KCJB
ini, terdapat berbagai permasalahan yang terjadi. Secara umum,
permasalahan-permasalahan ini dapat dikelompokkan ke dalam dua
aspek, yaitu dari aspek perencanaan dan aspek pelaksanaan.
Pertama, dilihat dari aspek perencanaan KCJB, terdapat
beberapa permasalahan proyek KCJB yang diakibatkan karena
perencanaan yang tidak cukup matang. Proyek ini pernah dikritik
karena kurang memperhatikan aspek keselamatan, di mana proyek
KCJB ini berdiri di lahan yang labil dan rawan yang rentan longsor.
Kemudian proyek KCJB ini mengalami berbagai perubahan
perencanaan, terakhir dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres)
Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 107
Tahun 2015 Tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana Dan
Sarana Kereta Cepat Antara Jakarta-Bandung, terdapat perubahan
mulai dari pimpinan konsorsium proyek dari semula PT. Wijaya
Karya (Persero) Tbk menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero),
merevisi ketentuan proyek KCJB yang kini bisa dibiayai APBN.
Awalnya, proyek KCJB direncanakan membutuhkan biaya sebesar
USD6,07 miliar atau sekitar Rp86,5 triliun, akan tetapi biaya yang
Komisi VI
PERMASALAHAN KERETA API CEPAT JAKARTA BANDUNG (KCJB)
• Per Oktober 2021, progres pembangunan
proyek KCJB mencapai 79 persen. PT.
KCIC tengah melakukan percepatan
pembangunan di 237 titik konstruksi,
• Secara umum, permasalahan-
permasalahan pada proyek KCJB dapat
dikelompokkan ke dalam dua aspek
umum, yaitu dari aspek perencanaan dan
aspek pelaksanaan.
• Seharusnya pemerintah melakukan
kajian dan feasibility study serta
perencanaan yang baik dan lebih
memperhatikan pertimbangan dan
masukan para ahli dan pakar di bidang
terkait, melihat banyaknya dampak yang
ditimbulkan pada proyek KCJB ini bagi
masyarakat di lingkungan sekitar
pembangunan proyek KCJB.
• KCIC yang terdiri dari konsorsium PSBI
dan Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
diharapkan berkoordinasi agar tidak
terjadi kerugian proyek yang lebih besar
dan bahkan menambah beban keuangan
negara.
• Ke depannya, jika dilakukan proyek
serupa, misalnya pada Kereta Cepat
Jakarta Semarang, ataupun Kereta Cepat
Jakarta Surabaya, pemerintah agar
melakukan evaluasi pengajuan tender
beserta penghitungan risikonya serta
bagaimana manajemen risikonya dalam
pelaksanaan proyek tersebut.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian
Sekretariat Jenderal DPR RI Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si. Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Ervita Luluk Zahara
Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, November 2021
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
6
dibutuhkan menjadi sekitar USD8 miliar atau sekitar Rp114,24 triliun. Sehingga terjadi pembengkakan
biaya (cost overrun) sekitar Rp27 triliun. Selain itu dilakukan perubahan trase jalur pembangunan proyek
dari Jakarta-Walini-Bandung menjadi Jakarta-Padalarang-Bandung sehingga untuk proyek Stasiun Walini
ditunda pembangunannya. Adanya perubahan desain KCJB dikarenakan kondisi geografis dan geologis. Di
mana kondisi geografis yang berat di beberapa titik kemudian ditambah dengan adanya pandemi Covid-19
semakin menghambat proses pembangunan KCJB. Adapun struktur tunnel KCJB yang dibangun di beberapa
lokasi yang melintasi bukit dan pegunungan yaitu di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Bandung Barat,
selain itu ada juga di area tol. Dari adanya desain KCJB yang beberapa kali mengalami perubahan, maka
dapat dilihat bahwa kajian dan perencanaan KCJB yang belum terlalu matang. Ketua Bidang Advokasi dan
Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyatakan bahwa pemerintah buru-buru
dalam membangun KCJB, namun tidak membenahi moda transportasi pendukungnya, karena stasiun kereta
cepat ini berada pinggiran kota. Kereta cepat yang menghubungkan Jakarta-Bandung yang nantinya hanya
butuh waktu sangat cepat, akan percuma jika akses ke tengah kota masih macet (Kompas, 2021).
Kedua, dilihat dari aspek pelaksanaan KCJB. Dalam pelaksanaannya, pembangunan KCJB berjalan
lamban dan gagal memenuhi target awal, di mana semula target KCJB dapat selesai dan beroperasi pada
tahun 2019. Namun, kemudian operasional KCJB menjadi ditargetkan dapat beroperasi pada akhir tahun
2022. Dalam prosesnya, juga terjadi kekurangan ekuitas dasar sebesar Rp4,36 triliun, yang harus disetorkan
oleh PSBI ke KCIC. Hal tersebut dikarenakan kemampuan penyetoran ekuitas dasar oleh perusahaan BUMN
yang masuk ke dalam PSBI ini terdampak pandemi Covid-19. Selain itu, Direktur Utama PT. KAI mengatakan
bahwa telah dilakukan kajian pada Januari 2021, kemudian ditemukan bahwa terdapat cost overrun proyek
KCJB senilai USD2,28 miliar. Kemudian, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko PT. KAI mengatakan
bahwa porsi terbesar cost overrun proyek KCJB terjadi di sisi Engineering Procurement Construction (EPC)
dan pembebasan lahan. Di mana pembebasan lahan untuk proyek KCJB sulit dikarenakan jalur yang dilalui
sangat luas dan melewati daerah komersial, bahkan terdapat beberapa kawasan industri yang digeser
sehingga untuk penggantian tersebut memerlukan biaya yang besar. Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat
mencatat ada 23 kasus terkait langsung dengan proyek kereta cepat, dari kasus perizinan, lingkungan,
sosial, hingga kecelakaan kerja. Selain itu, berdasarkan hasil kajian Badan Geologi telah terjadi retakan
tanah memanjang di area kompleks. Sehingga menimbulkan kekhawatiran warga apabila saat turun hujan,
dikhawatirkan air akan masuk ke dalam retakan tanah dan berpotensi pada bencana longsor (CNN
Indonesia, 2021).
Rekomendasi
Proyek KCJB ini membutuhkan biaya yang besar. Seharusnya pemerintah melakukan kajian dan
feasibility study serta perencanaan yang baik dan lebih memperhatikan pertimbangan dan masukan para
ahli dan pakar di bidang terkait, melihat banyaknya dampak yang ditimbulkan pada proyek KCJB ini bagi
masyarakat di lingkungan sekitar pembangunan proyek KCJB. Selain itu, seharusnya dilakukan
penghitungan biaya yang lebih cermat. Karena proposal biaya yang disampaikan oleh China nyatanya jauh
dari perencanaan yang disampaikan. Kemudian, dalam proses pengerjaan proyek, seharusnya dilakukan
pengawasan yang ketat. Karena meskipun sebelum adanya pandemi Covid-19, proyek KCJB ini tidak dapat
mencapai target untuk selesai pada tahun 2019. Terlebih dengan adanya pandemi Covid-19 yang semakin
menghambat proses pembangunan KCJB. Selain itu, meskipun saat ini proyek KCJB dimungkinan
mendapatkan pembiayaan melalui APBN, KCIC yang terdiri dari konsorsium PSBI dan Beijing Yawan HSR
Co. Ltd. diharapkan berkoordinasi agar tidak terjadi kerugian proyek yang lebih besar dan bahkan
menambah beban keuangan negara. KCIC juga harus dapat lebih transparan dan secara berkala melaporkan
perkembangan proyeknya. Ke depannya, jika dilakukan proyek serupa, misalnya pada Kereta Cepat Jakarta
Semarang, ataupun Kereta Cepat Jakarta Surabaya, pemerintah agar melakukan evaluasi pengajuan tender
beserta penghitungan risikonya serta bagaimana manajemen risikonya dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Selain itu, setiap tender sebaiknya dievaluasi oleh BPKP atau Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP)
kementerian yang berwenang untuk memastikan kelayakan proyek tersebut. Karena jangan sampai
berbagai proyek dengan tujuan yang baik justru menimbulkan lebih banyak dampak negatif dan lebih
banyak merugikan masyarakat bahkan lebih merugikan keuangan negara kita dikarenakan perencanaan
dan pelaksanaannya tidak berjalan mulus.
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, Oktober 2021
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang izin pertambangan
wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di
dalam negeri. Peningkatan nilai tambah dilakukan untuk memberikan
multiplier effect baik secara ekonomi, sosial, budaya serta penerimaan
negara. Oleh karena itu, pemerintah mendorong perusahaan
pertambangan mineral dalam pembangunan pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri, sehingga mineral yang
dihasilkan oleh perusahaan pertambangan mineral dapat diolah dan
dimurnikan di dalam negeri.
Untuk mendukung hilirisasi mineral, program peningkatan nilai
tambah mineral dan pencapaian pembangunan infrastruktur
pengolahan atau pemurnian hingga tahun 2019 sebanyak 17 smelter
yang sudah dibangun, tahun 2020 sebanyak 19 smelter yang sudah dibangun, sedangkan pada tahun 2021 direncanakan akan terdapat 4
tambahan smelter yang akan beroperasi, sehingga jumlah smelter
menjadi 23 unit pada bulan Juli 2021. Untuk terus meningkatkan
industrialisasi berbasis hilirisasi mineral dalam periode 5 tahun ke
depan akan dibangun 31 smelter di beberapa wilayah di Indonesia sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Gambar 1. Pencapaian Smelter
Sumber: Laporan Kinerja, Ditjen Minerba
Terlihat pada pencapaian smelter tahun 2020 dan tahun 2021 juga tidak sesuai target. Jika pemerintah hendak mengejar pembangunan 31 smelter di 5 tahun ke depan, maka berbagai
Komisi VII
TANTANGAN PEMBANGUNAN SMELTER
• Untuk mendukung hilirisasi mineral, program peningkatan nilai tambah mineral dan pencapaian pembangunan infrastruktur pengolahan atau pemurnian (smelter) hingga tahun 2019 sebanyak 17 smelter yang sudah dibangun, tahun 2020 sebanyak 19 smelter dan tahun 2021 sebanyak 23 unit. Dalam 5 tahun ke depan akan dibangun 31 smelter di beberapa wilayah Indonesia.
• Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan smelter: masih belum mengetahui memperkuat ekspor dan impor untuk mengurangi neraca defisit, banyaknya perizinan yang harus ditempuh untuk membangun smelter, kurangnya stok bahan baku, masih terbatasnya insentif untuk investasi smelter, ketahanan cadangan nikel semakin berkurang.
• Alternatif kebijakan atas tantangan tersebut antara lain: menaikkan ekspor, mengintegrasikan prosedur perizinan di satu harmonisasi perizinan, melakukan produksi bahan-bahan tambang mineral menjadi produk akhir, mendorong kemudahan pada aspek insentif nonfiskal, mendorong pengelola smelter untuk konsisten mengolah biji nikel dengan kadar rendah tersebut.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian
Sekretariat Jenderal DPR RI Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh,
S.E, M.Si.
Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri
Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi
Ramiayu. Rosalina Tineke Kusumawardhani
Penulis: Sekar Arum Wijayanti
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021
Target 10 11 15 16 17 25 45
Realisasi 10 11 15 16 17 19 23
Timbal dan Seng 0 0 0 0 0 1 1
Mangan 1 1 1 1 1 1 1
Besi 0 0 1 1 1 1 1
Bauksit 1 1 1 2 2 2 2
Nikel 6 7 10 10 11 13 16
Tembaga 2 2 2 2 2 2 2
0102030405060708090
100
Un
it
www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran
8 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, Oktober 2021
Permasalahan sebelumnya yang berakibat pada tidak tercapainya target harus dibenahi. Masalah pembangunan smelter antara lain, Pertama masih belum mengetahui bagaimana memperkuat ekspor (value added mineral) dan substitusi impor (barang industri) dengan produk akhir mineral untuk mengurangi neraca transaksi berjalan atau current account deficit (Industri Kontan, 2020). Kedua, banyaknya perizinan yang harus ditempuh untuk membangun smelter, hambatan perizinan dalam alih fungsi lahan serta masih adanya dua perizinan dari Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) dan Izin Usaha Industri (IUI) (Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2020, 2020). Ketiga, kurangnya stok bahan baku yang menyebabkan beberapa smelter yang sudah dibangun berhenti, terutama smelter nikel (Industri Kontan, 2020). Keempat, masih terbatasnya insentif untuk investasi smelter yang ada saat ini. Sehingga diperlukan insentif yang dapat menstimulasi dan menjamin dalam rangka pembangunan fasilitas pengolahan atau pemurnian yang berkelanjutan, agar pembangunan smelter dapat berjalan dengan baik (Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2020, 2020). Kelima, ketahanan cadangan nikel di Indonesia makin berkurang seiring dengan semakin bertambahnya smelter nikel yang selesai dibangun (Industri Kontan, 2020). Berdasarkan tantangan di atas, maka alternatif kebijakan yang dapat diberikan antara lain, Pertama menaikkan ekspor (value added mineral), hilirisasi hasil tambang bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja juga berpeluang mendorong neraca perdagangan surplus dan mengurangi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Selain meningkatkan ekspor, hilirisasi hasil tambang bisa mengurangi impor. Sebab, barang jadi atau setengah jadi hasil hilirisasi menjadi subsititusi impor. Neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang positif akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pembayaran hasil ekspor membutuhkan mata uang lokal, sedangkan impor membutuhkan mata uang asing. Kedua, terdapat dua kementerian yang menerbitkan izin pembangunan smelter yaitu Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) diberikan oleh Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ESDM dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Mengintegrasikan prosedur perizinan di satu harmonisasi perizinan (IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan Pemurnian vs Izin Usaha Industri) Kementerian ESDM dan Kemenperin yang difasilitasi Kemenko Perekonomian. Ketiga, pemerintah dapat melakukan peluang yang terbuka di masa depan untuk industri pertambangan di Indonesia, melalui penciptaan value added product yaitu dengan melakukan produksi bahan-bahan tambang mineral menjadi produk akhir serta membangun pusat-pusat pertambangan beserta produk akhirnya. Keempat, mendorong kemudahan pada aspek insentif nonfiskal seperti perizinan berusaha, lokasi penanaman modal, penyediaan infrastruktur energi yang searah dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kelima, dalam peta jalan (roadmap) untuk komoditas mineral nikel adalah peningkatan ketahanan cadangan dan optimalisasi produk bijih nikel yang dilakukan melalui peningkatan eksplorasi, kemudian peningkatan sumber daya jadi cadangan. Hal itu mendorong pengelola smelter untuk konsisten mengolah biji nikel dengan kadar rendah tersebut. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan terhadap perhitungan sumber daya dalam industri nikel dari hulu hingga hilir guna memastikan ketersediaan pasokan dan cadangan yang ada dari hulu.