kampung naga

16
Nama : Nafira Ayunda Sari Kelas : IX - H KAMPUNG NAGA Kampung Naga termasuk Rukun Tetangga (RT) 01, diantara wilayah lainnya dalam kesatuan Rukun Warga (RW) 01 yang meliputi kampung Babakan, Kampung Pawitan, Kampung Pondok Waru, Kampung Bantar Saroi, Kampung Markica, Kampung Legok Dage, Kampung Kudang, dan Kampung Neundeut. Luas dari kampung Naga itu sendiri mempunya areal tanah seluas 10,5 hektar. Secara administrasi Kampung Naga merupakan bagian wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Letak dari kampung ini tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan daerah Garut dan Tasikmalaya. Kalau dari Tasikmalaya bisa di tempuh dalam jarak 30 km, sedangkan dari Garut dapat ditempuh dengan jarak 26 km. dan dari Jawa Barat bisa di tempuh dengan jarak 106 km setelah itu dari jalan raya ke kampung Naga harus menuruni lembah kira-kira 800 meter. Sedangkan untuk menempuh Kemapung Naga dari arah Garut harus berjalan kaki menuruni jalan kecil yang berundak-undak dan berbelok-belok dengan jumlah tangga sebanyak 360 takikan. Jalan tersebut merupakan tangga untuk menuju ketepian Sungai Ciwulan, dengan menulusuri tepian

Upload: lia-hanisa-rahmawati

Post on 04-Jan-2016

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

rgdgsdg

TRANSCRIPT

Page 1: Kampung Naga

Nama : Nafira Ayunda Sari

Kelas : IX - H

KAMPUNG NAGA

Kampung Naga termasuk Rukun Tetangga (RT) 01, diantara wilayah lainnya dalam kesatuan Rukun Warga (RW) 01 yang meliputi kampung Babakan, Kampung Pawitan, Kampung Pondok Waru, Kampung Bantar Saroi, Kampung Markica, Kampung Legok Dage, Kampung Kudang, dan Kampung Neundeut. Luas dari kampung Naga itu sendiri mempunya areal tanah seluas 10,5 hektar. Secara administrasi Kampung Naga merupakan bagian wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Letak dari kampung ini tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan daerah Garut dan Tasikmalaya. Kalau dari Tasikmalaya bisa di tempuh dalam jarak 30 km, sedangkan dari Garut dapat ditempuh dengan jarak 26 km. dan dari Jawa Barat bisa di tempuh dengan jarak 106 km setelah itu dari jalan raya ke kampung Naga harus menuruni lembah kira-kira 800 meter. Sedangkan untuk menempuh Kemapung Naga dari arah Garut harus berjalan kaki menuruni jalan kecil yang berundak-undak dan berbelok-belok dengan jumlah tangga sebanyak 360 takikan. Jalan tersebut merupakan tangga untuk menuju ketepian Sungai Ciwulan, dengan menulusuri tepian Sungai ini yang kurang lebih 200 meter maka sampailah ke Kampung Naga yang di kelilingi dengan pagar dari bambu.

A. Susunan Kemsyarakatan

Lapisan Sosial yang mendapatkan pengakuan tinggi dari masyarakat Kampung Naga tidak lain adalah bagaimana seseorang dalam kehidupan sehari-harinya dan kepatuhan pada adat seperti Kuncen, Lebe/Amil, Punduh/Tua Kampung, serta beberapa orang yang dipercaya untuk membantu mengurus masalah upacara dan adat istiadat. Inilah

Page 2: Kampung Naga

kesepakatan bersama dan ketentuan dari nenek moyang mereka yang selalu dipatuhinya.

Kuncen adalah kepala adat yang dipilih menurut adat dan berlaku secara turun-temurun, dan hanya boleh dijabat oleh seorang laki-laki. Ia merupakan sesepuh Kampung adat yang sangat dihormati oleh masyarakat, dan segala ucapannya yang berhubungan dengan adat istiadat selalu dipatuhinya. Menurut anggapan warga, kuncen adalah orang yang memiliki kelebihan, baik pengetahuan maupun pengalaman dalam masalah adat. Kuncen dibantu oleh seorang Lebe/Amil dan Punduh/Tua Kampung yang dipilih secara generatif atau keturunan. Tugas Punduh atau Tua Kampung mempunyai tugas sebagai penghubung antara kuncen dengan masyarakat.

Selain itu ada juga orang yang mendapat pengakuan tinggi dari masyarakat yaitu pejabat pemerintah yang mengurus masalah kehidupan sehari-hari warga dan khususnya yang berhubungan dengan sistem pemerintahan desa. Mereka mendapat tempat yang tinggi di mata masyarakat dan dalam upacara adat mereka dipandang sebagai sesepuh kampung.

Peranan kuncen sebagai pemimpin informal di Kampung Naga terlihat konkrit ketika memberi nasihat, saran, dan pendapat serta bagaimana ia mengendalikan perilaku masyarakat Kampung Naga. Kepatuhan warga kepada kuncen karena ia dipandang sebagai pengemban amanat leluhur, hingga apa yang diucapkannya akan dipatuhi termasuk larangan untuk tidak membicarakan sejarah, asal usul Kampung Naga dan tradisi pada hari-hari tertentu. Dalam pelaksanaan kehidupan sehari-harinya kedua bentuk sistem kepemimpinan di Kampung Adat Naga khususnya dan masyarakat Desa Neglasari umumnya.

B. Adat Istiadat

Adat yang Dilakukan Upacara-upacara yang senantiasa dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga ialah :

Menyepi

Upacara menyepi dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga pada hari selasa, rabu, dan hari sabtu. Upacara ini menurut pandangan masyarakat Kampung Naga sangat penting dan wajib dilaksanakan, tanpa kecuali baik laki-laki maupun perempuan. Pelaksanaan upacara menyepi diserahkan pada masing-masing orang, karena pada dasarnya merupakan usaha untuk menghindari pembicaraan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan adat istiadat. Warga Kampung Naga sangat patuh terhadap aturan adat. Selain karena penghormatan kepada leluhurnya, juga untuk menjaga amanat dan wasiat yang bila dilanggar dikhawatirkan akan menimbulkan malapetaka.

Hajat Sasih

Upacara Hajat Sasih dilaksanakan oleh seluruh warga adat Kampung Naga, baik yang bertempat tinggal di Kampung Naga maupun di luar Kampung Naga. Maksud dan tujuan dari upacara ini adalah untuk memohon berkah dan keselamatan kepada leluhur Kampung Naga, Eyang Singaparna serta menyatakan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat yang telah diberikannya kepada warga sebagai umat-Nya.

Page 3: Kampung Naga

Upacara Hajat Sasih diselenggarakan pada bulan-bulan dengan tanggal-tanggal sebagai berikut:

1. Bulan Muharam (Muharram) pada tanggal 26, 27, 28

2. Bulan Maulud (Rabiul Awal) pada tanggal 12, 13, 14

3. Bulan Rewah (Sya'ban) pada tanggal 16, 17, 18

4. Bulan Syawal (Syawal) pada tanggal 14, 15, 16

5. Bulan Rayagung (Dzulkaidah) pada tanggal 10, 11, 12

Pemilihan tanggal dan bulan untuk pelaksanaan upacara Hajat Sasih sengaja dilakukan bertepatan dengan hari-hari besar agama Islam. Penyesuaian waktu tersebut bertujuan agar keduanya dapat dilaksanakan sekaligus, sehingga ketentuan adat dan akidah agama Islam dapat dijalankan secara harmonis.

Upacara Hajat Sasih merupakan upacara ziarah dan membersihkan makam. Sebelumnya para peserta upacara harus melaksanakan beberapa tahap upacara. Mereka harus mandi dan membersihkan diri dari segala kotoran di sungai Ciwulan. Upacara ini disebut beberesih atau susuci. Selesai mandi mereka berwudhu di tempat itu juga, kemudian mengenakan pakaian khusus. Secara teratur mereka berjalan menuju masjid. Sebelum masuk mereka mencuci kaki terlebih dahulu dan masuk kedalam sembari menganggukkan kepala dan mengangkat kedua belah tangan. Hal itu dilakukan sebagai tanda penghormatan dan merendahkan diri, karena masjid merupakan tempat beribadah dan suci. Kemudian masing-masing mengambil sapu lidi yang telah tersedia di sana dan duduk sambil memegang sapu lidi tersebut.

Perkawinan

Upacara perkawinan bagi masyarakat Kampung Naga adalah upacara yang dilakukan setelah selesainya akad nikah. Adapun tahap-tahap upacara tersebut antara lain ialah upacara sawer, nincak endog (menginjak telur), buka pintu, ngariung (berkumpul), ngampar (berhamparan), dan diakhiri dengan munjungan.

Upacara sawer dilakukan selesai akad nikah, pasangan pengantin dibawa ketempat panyaweran, tepat di muka pintu. Mereka dipayungi dan tukang sawer berdiri di hadapan kedua pengantin. Panyawer mengucapkan ijab kabul, dilanjutkan dengan melantunkan syair sawer. Ketika melantunkan syair sawer, penyawer menyelinginya dengan menaburkan beras, irisan kunir, dan uang logam ke arah pengantin. Anak-anak yang bergerombol di belakang pengantin saling berebut memungut uang sawer. Isi syair sawer berupa nasihat kepada pasangan pengantin baru.

Usai upacara sawer, acara kemudian dilanjutkan dengan upacara nincak endog. Endog (telur) disimpan di atas golodog dan mempelai laki-laki menginjaknya. Kemudian mempelai perempuan mencuci kaki mempelai laki-laki dengan air kendi. Setelah itu mempelai perempuan masuk ke dalam rumah, sedangkan mempelai laki-laki berdiri di muka pintu untuk melaksanakan upacara buka pintu. Dalam upacara buka pintu terjadi tanya jawab antara kedua mempelai yang diwakili oleh masing-masing pendampingnya dengan cara dilagukan. Sebagai pembuka mempelai laki-laki mengucapkan salam 'Assalammu'alaikum Wr. Wb.' yang kemudian dijawab oleh mempelai perempuan 'Wassalamu'alaikum Wr. Wb.' setelah tanya jawab selesai pintu pun dibuka dan selesailah upacara buka pintu.

Page 4: Kampung Naga

Setelah upacara buka pintu dilaksanakan, dilanjutkan dengan upacara ngampar, dan munjungan. Ketiga upacara terakhir ini hanya ada di masyarakat Kampung Naga. Upacara riungan adalah upacara yang hanya dihadiri oleh orang tua kedua mempelai, kerabat dekat, sesepuh, dan kuncen. Adapun kedua mempelai duduk berhadapan, setelah semua peserta hadir, kasur yang akan dipakai pengantin diletakan di depan kuncen. Kuncen mengucapakan kata-kata pembukaan dilanjutkan dengan pembacaan doa sambil membakar kemenyan. Kasur kemudian di angkat oleh beberapa orang tepat diatas asap kemenyan.

Usai acara tersebut dilanjutkan dengan acara munjungan. Kedua mempelai bersujud sungkem kepada kedua orang tua mereka, sesepuh, kerabat dekat, dan kuncen.

Akhirnya selesailah rangkaian upacara perkawinan di atas. Sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada para undangan, tuan rumah membagikan makanan kepada mereka (para tamu). Masing-masing mendapatkan boboko (bakul) yang berisi nasi dengan lauk pauknya dan rigen yang berisi opak, wajit, ranginang, dan pisang.

Beberapa hari setelah perkawinan, kedua mempelai wajib berkunjung kepada saudara-saudaranya, baik dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Maksudnya untuk menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan mereka selama acara perkawinan yang telah lalu. Biasanya sambil berkunjung kedua mempelai membawa nasi dengan lauk pauknya. Usai beramah tamah, ketika kedua mempelai berpamitan akan pulang, maka pihak keluarga yang dikunjungi memberikan hadiah seperti peralatan untuk keperluan rumah tangga mereka.

C. Bentuk rumah

Bangunan-bangunan yang ada di Kampung Naga berbentuk segitiga semuanya beratap ijuk, dan menghadap ke arah kiblat, terdapat kurang lebih 113 bangunan dalam area 1,5 ha yang terdiri dari 110 rumah warga dan 1 tempat ibadah, selain itu juga terdapat balai pertemuan dan lumbung padi (Leuit) dan Bumi Ageung yang kesemua bahan bangunannya menggunakan bilik-bilik, kayu-kayu, dan lain-lain. Tidak menggunakan semen atau pasir. Semua bentuk, ukuran, alat dan bahan bangunan semuanya sama hal ini menunjukkan adanya keseimbangan dan keselarasan yang ada di daerah tersebut.

Bentuk rumah masyarakat Kampung Naga harus panggung, bahan rumah dari bambu dan kayu. Atap rumah harus dari daun nipah, ijuk, atau alang-alang, lantai rumah harus terbuat dari bambu atau papan kayu. Rumah harus menghadap kesebelah utara atau ke sebelah selatan dengan memanjang kearah Barat-Timur. Dinding rumah dari bilik atau anyaman bambu dengan anyaman sasag. Rumah tidak boleh dicat, kecuali dikapur atau dimeni. Bahan rumah tidak boleh menggunakan tembok, walaupun mampu membuat rumah tembok atau gedung (gedong).

Rumah tidak boleh dilengkapi dengan perabotan, misalnya kursi, meja, dan tempat tidur. Rumah tidak boleh mempunyai daun pintu di dua arah berlawanan. Karena menurut anggapan masyarakat Kampung Naga, rizki yang masuk kedalam rumah melaui pintu depan tidak akan keluar melalui pintu belakang. Untuk itu dalam memasang daun pintu, mereka selalu menghindari memasang daun pintu yang sejajar dalam satu garis lurus.

Atap pada hunian Kampung Naga

Page 5: Kampung Naga

Bentuk : Berbentuk pelana disebut suhunan panjang atau suhunan julang ngapak. Berbentuk sulah nyandah dengan penutup atap berupa dauneurih yaitu sebangsa ilalang, atau daun tepus yang lalu ditutupi oleh ijuk. Memiliki tanduk, berfungsi untuk menyalurkan air sehingga tidak merembes ke dalam para (langit-langit rumah)

Material dan warna : Terdiri dari dua lapis, lapis pertama menggunkan daun alang-alang dan lapis kedua terbuat dari ijuk/pohon aren. Bahan ini memungkinkan pergantian udara ke dalam rumah melalui atap.

Masyarakat Naga percaya bahwa mempergunakan atap genteng adalah tabu. Selain itu, penggunaan ijuk jauh lebih awet daripada genteng. Ijuk bersifat ringan namun sesuai dengan fungsinya. Atap bangunan terbuat dari dua lapis, yaitu lapis pertama berasal dari daun alang-alang dan lapis kedua (terluar) terbuat dari ijuk/pohon aren. Lapisan ini dapat bermanfaat dalam penyerapan hawa panas ataupun dingin, selain menyerap asap kompor saat memasak.

Warna yang di gunakan menggunakan warna alam pada material atap ijuk.

Bentuk atap hunian Kampung Naga

Konstruksi atap : Jenis konstruksi dan atap yang digunakan sangat genial (ramah) dalam memecahkan masalah iklim setempat. Di buat dua lapis, lapis pertama alang-alang, dan lapis kedua berupa ijuk. Bentuk atap pelana rumah adat Kampung Naga disebut suhunan panjang atau suhunan julang ngapak (bila sisi rumah ditambah sosompang) dan terbuat dari ijuk. Berdasar kepercayaan bahwa manusia tak boleh menentang kodrat alam, maka pada ujung timur dan barat atap, sesuai arah edar matahari, diletakkan dekorasi cagak gunting atau capit hurang untuk menghindari mala petaka.

Page 6: Kampung Naga

D. Sikap Terhadap Perubahan BudayaTabu dalam masyarakat Kampung Naga adalah merupakan “papagon hirup”

(pegangan hidup) yang harus ditaati dan dilaksanakan, sebagai amanat dari leluhur masyarakat Kampung Naga Sembah Dalem Singaparna, yang terdiri dari tabu ucapan, tabu perbuatan dan tabu benda.

Nilai-nilai tabu bagi masyarakat Kampung Naga, merupakan suatu barikade untuk melindungi diri dari kemungkinan gangguan-gangguan yang ditimbulkan oleh berkembangnya nilai-nilai kontemporer yang mengiringi proses modernisasi. Sesungguhnya apa yang mereka takuti bukan kemajuan dan modernisasi tersebut, akan tetapi lebih cenderung pada runtuhnya suatu nilai adat istiadat (talari paranti karuhun) termasuk di dalamnya bentuk tabu yang mereka junjung tinggi. Bentuk dari barikade itu terdiri atas beberapa pantangan (tabu) yang menjadi pedoman perilaku dan kekuatan dalam mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan mempertahankan adat istiadat mereka.

Berdasarkan data hasil penelitian, bahwa sampai saat ini belum pernah terjadi pelanggaran adat yang dilakukan oleh anggota masyarakat Kampung Naga. Seluruh anggota masyarakat Kampung Naga sangat mentaati dan patuh dalam melakukan adat istiadat, mereka hidup tentram, damai, dan penuh dengan sikap kekeluargaan, serta kesederhaannya.

Masyarakat adat Suku Naga yang menempati wilayah yang disebut Kampung Naga itu, selama ini diakui memiliki potensi budaya yang besar merupakan bagian tidak terpisahkan dari budaya Sunda. Mereka hidup mengelompok tanpa mengisolasi diri dengan lingkungan dan kehidupan daerah sekitarnya, akan tetapi tetap mempertahankan pandangan hidup dan tradisinya di tengah gelombang modernisasi.

KAMPUNG BADUY

A. Sistem Kemasyrakat

Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka

Page 7: Kampung Naga

menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.

Pada masyarakat Baduy terdapat kelompok-kelompok diantaranya yaitu:

Kelompok Tangtu (baduy dalam).

Suku Baduy Dalam bermukim di pedalaman hutan yang terisolasi serta belum terpengaruhi oleh kebudayaan luar. Masyarakat Baduy Dalam merupakan masyarakat yang patuh pada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Masyarakat Baduy dalam tinggal di 3 kampung yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik.

Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar)

Baduy Luar bermukim di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah Baduy dalam. Masyarakat Baduy luar sudah berbaur dengan masyarakat luar dan dengan kebudayaan luar.

Kelompok Baduy Dangka

Masyakarat Baduy Dangka bermukim di luar wilayah Baduy. Saat ini, tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

Dalam kehidupan sosial, masyarakat Baduy mempunyai dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional dengan mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat masyarakat Baduy. Kedua sistem tersebut terakulturasi dengan baik sehingga menciptakan harmonisasi. Sistem pemerintahan formal di masyarakat Baduy dipimpin oleh kepala desa bernama Jaro Pamarentah. Posisi Jaro Pamarentah berada di bawah camat. Untuk pimpinan adat di masyarakat Baduy memiliki pemimpin tertinggi yaitu Pu’un.

Pu’uun berada di tiga kampung Tangtu. Seseorang menjadi pu’un karena jabatan tersebut berlangsung turun temurun namun tidak otomatis dari bapak ke anak, kerabat lain juga bisa menjadi pu’un. Jangka waktu memegang jabatan pu’un tidak ditentukan. Peralihan jabatan Pu’un lebih berdasarkan pada kemampuan seseorang memegang jabatan tersebut. Pelaksana harian pemerintahan adat kapu’unan (kepuunan) dilaksanakan oleh jaro yang terbagi pada empat jabatan yaitu

Jaro Tangtu

Jaro tangtu memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan hukum adat pada warga tangtu serta mengurusi hal lainnya.

Jaro dangka dan Jaro Tanggungan

Jaro dangka bertugas untuk menjaga, mengurus, dan memelihara tanah titipan leluhur yang ada di dalam dan di luar Baduy. Jaro dangka berjumlah 9 orang dan apabila ditambah

Page 8: Kampung Naga

dengan 3 orang jaro tangtu maka disebut dengan jaro duabelas. Pimpinan dari jaro duabelas ini disebut sebagai jaro tanggungan.

Jaro Pamarentah.

Jaro pamarentah secara adat bertugas sebagai penghubung antara masyarakat adat Baduy dengan pemerintahan nasional. Dalam tugas jaro pamarentah dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur atau tetua kampung.

B. Adat Istiadat

Adapun adat istiadat, serta kebudayaan masyarakat Baduy yaitu:

Masyarakat Kanékés memiliki 6 macam tugas hidup yang dirumuskan secara puitis sehingga mereka hapal di luar kepala (prinsip hidup suku Baduy), yaitu :

1. Ngaréksakeun Sasaka Pusaka Buana (memelihara tempat pemujaan di Sasaka Pusaka Buana).

2. Ngaréksakeun Sasaka Domas (memelihara tempat pemujaan di Sasaka Domas).3. Ngasuh ratu ngajayak ménak (mengasuh penguasa dan mengemong para pembesar

Negara.)4. Ngabaratapakeun nusa telu puluh telu, bangawan sawidak lima, pancer salawé

nagara(mempertapakan nusa 33, sungai 65, dan pusat 25 negara).5. Kalanjakan kapundayan (berburu dan menangkap ikan untuk keperluan upacara

Kawalu).6. Ngukus ngawalu muja ngalaksa (membakar dupa sewaktu memuja, melaksanakan

upacara Kawalu dan upacara membuat laksa).

Ada beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Baduy menurut kepercayaan sunda wiwitan:

1. Upacara Kawalu yaitu upacara yang dilakukan dalam rangka menyambut bulan kawalu yang dianggap suci dimana pada bulan kawalu masyarakat baduy melaksanakan ibadah puasa selama 3 bulan yaitu bulan Kasa,Karo, dan Katiga. pada masa ini wisatawan yang ingin berkunjung ke Baduy, dilarang untuk memasuki Baduy dalam.

2. Upacara ngalaksa yaitu upacara besar yang dilakukan sebagain uacapan syukur atas terlewatinya bulan-bulan kawalu, setelah melaksanakan puasa selama 3 bulan. Ngalaksa atau yang bsering disebut lebaran.

3. Seba yaitu berkunjung ke pemerintahan daerah atau pusat yang bertujuan merapatkan tali silaturahmi antara masyarakat baduy dengan pemerintah, dan merupakan bentuk penghargaan dari masyarakat baduy.

4. Upacara menanam padi dilakukan dengan diiringi angklung buhun sebagai penghormatan kepada dewi sri lambing kemakmuran. Kelahiran yang dilakukan melalui urutan kegiatan yaitu:

Page 9: Kampung Naga

Kendit yaitu upacara 7 bulanan ibu yang sedang hamil. Saat bayi itu lahir akan dibawa ke dukun atau paraji untiuk dijampijampi. Setelah 7 hari setelah kelahiran maka akan diadakan acara perehan atau selametan. Upacara Angiran yang dilakukan pada hari ke 40 setelah kelahiran. Akikah yaitu dilakukannya cukuran, khitanan dan pemberian nama oleh dukun

(kokolot) yang didapat dari bermimpi dengan mengorbankan ayam. Perkawinan, dilakukan berdasarkan perjodohan dan dilakukan oleh dukun atau

kokolot menurut lembaga adat (Tangkesan) sedangkan Naib sebagai penghulunya. Adapun mengenai mahar atau seserahan yakni sirih, uang semampunya, dan kain poleng.

Bulan-bulan penting dalam masyarakat baduy yaitu:1. Bulan Kasa2. Bulan Karo3. Bulan Katilu4. Bulan Sapar5. Bulan Kalima6. Bulan Kaanem7. Bulan Kapitu8. Bulan Kadalapan9. Bulan Kasalapan10. Bulan Kasapuluh11. Bulan Hapid Lemah12. Bulan Hapid Kayu

Apabila dalam masyarakat Baduy ada yang melanggar aturan pikukuh maka orang tersebut akan mendapatkan hukuman yang disesuaikan dengan pelanggaran yang dilakukan yang terdiri atas pelanggaran berat dan pelanggaran ringan. Pelanggaran ringan yang dilakukan contoh adalah cekcok antar masyarakat Baduy. Bentuk hukuman ringan untuk seseorang yang melakukan pelanggaran ringan adalah pemanggilan oleh Pu’un untuk diberikan peringatan.

Pelanggaran berat bagi masyarakat Baduy adalah meneteskan darah, berzinah dan berpakaian kota. Hukuman berat yang aka didapat adalah pemanggilan oleh Jaro setempat dan diberi peringatan. Selain mendapat peringatan berat, orang yang mendapat hukuman akan dimasukan ke dalam lembaga pemasyarakatan (LP) atau rumah tahanan adat selama 40 hari. Selain itu, menjelang bebas, pelaku akan ditanya apakah masih mau berada di Baduy Dalam atau akan keluar dan menjadi warga Baduy Luar di hadapan para Pu’un dan Jaro. Untuk masyarakat Baduy Luar lebih longgar dalam menerapkan aturan adat dan ketentuan Baduy.

C. Rumah Suku Baduy

Rumah yang sangat sederhana adalah ciri khas masyarakat baduy. Menurut yang mereka yakini, tempat tinggal memiliki kekuatan netral. Dalam istilahnya “terletak antara dunia bawah dan dunia atas”. Kalau di perhatikan, rumah baduy pasti memiliki kolong dan tidak langsung menyentuh tanah. Semua rumah pasti di bangun memakai alas batu (umpak).

Page 10: Kampung Naga

Mereka pun percaya sepenuhnya, dengan membangunnya seperti itu, rumah mereka akan jauh lebih awet dan tahan lama.

Motif Atap Rumah Suku Baduy Dalam

Atap rumah terbagi pada dua sisi kanan dan sisi kiri. Atap sebelah kiri di bangun lebih panjang di bandingkan atap sebelah kanan. Ini di maksudkan supaya satu sisi yang lebih panjang memberikan kehangatan yang lebih. Selain itu, juga untuk menambah ruangan yang bisa di pakai. Karena pasti anggota keluarga akan terus bertambah. Kemudian, bagian paling atas atau pucuk, pertemuan antara sisi kiri dan sisi kanan di buat cabik. Fungsinya untuk menahan air hujan yang turun. Selain untuk fungsi tadi, cabik ini juga merupakan lambang lingkaran hidup mereka.

Ciri khas berikutnya ialah, atap yang di pakai bukan seperti kebanyakan yang sering kita temui. Mereka tidak memakai genting. Rata-rata yang di pakai sebagai atap terbuat dari bahan yang sangat sederhana, biasanya dari ijuk atau daun kelapa yang di keringkan. Ini adalah bagian adat yang harus di patuhi. Bagian dari kepercayaan yang sangat mereka yakini. Hal ini berhubungan karena genting itu berbahan dari tanah. Artinya, kalau memakai atap dari genting, sama saja mengubur diri sendiri. Sedangkan tanah hanya di peruntukan untuk orang mati saja. Seperti peribahasa mereka “terletak antara dunia bawah – yaitu tanah - dan dunia atas – yaitu langit -. Karena rumah memiliki pangkat yang lebih tinggi, yaitu dunia atas, maka di larang di letakan lebih rendah dari tanah.

Jendela Rumah Suku Baduy Dalam

Suku baduy dalam memang memiliki banyak keunikan. Rumah yang meraka punya, tidak di buatkan jendela seperti pada umumnya. Sedikit berbeda dengan baduy luar, mereka sudah menerapkan jendela rumah. Khusus untuk suku baduy dalam, jendela masih di anggap tidak penting, karena fungsinya bisa di gantikan. Anggapan suku baduy dalam, jendela tujuannya untuk melihat pemandangan keluar atau yang berada di luar. Sedangkan kalau begitu mereka tinggal membuat lubang saja di dinding rumah. Selain itu, fungsi jendela sebagai ventilasi bisa di ganti dengan lantai berlubang yang terbuat dari bambu.

Bagian Rumah Suku Baduy Dalam

Page 11: Kampung Naga

Rata-rata rumah baduy terbagi tiga bagian; bagian depan, tengah, kemudian belakang (dapur). Paling belakang berfungsi sebagai dapur untuk mengolah bahan makanan, kemudian di tengah untuk istirahat seluruh anggota keluarga dan bagain paling depan yang biasa di sebut sosoro berfungsi sebagai tempat penerima tamu. Menurut kepercayaan suku baduy dalam, setiap tamu dari luar tidak di izinkan masuk ke bagian tengah. Tamu hanya boleh sampai bagian depan saja. Menurut mereka tamu dari luar pasti membawa pengaruh buruk. Sedangkan di depan rumah di fungsikan sebagai filter dari pengaruh buruk yang di bawa oleh tamu tadi.

D. Sikap Terhadap Perubahan Budaya

Pada masyarakat Badui terdapat para tetua yang masih suka mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau dapat membuat terlena dan sulit menerima kemajuan dan perubahan zaman. Akan tetapi agak berbeda dengan keadaan masyarakat badui yang masih muda, mereka sedikit banyak sudah terkontaminasi dengan budaya luar.

Perubahan tersebut terjadi karena usaha-usaha masyarakat dalam menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan dan kondisi-kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.

Hal ini sesuai dengan kondisi masyarakat Baduy yang tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir sehingga kebudayaan luar belum masuk. Selain itu, orang Baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Akan tetapi seiring berjalannya waktu banyak wisatawan baik dalam maupun luar negri yang datang mengunjungi suku Badui dengan membawa pengaruh yang bermacam-macam yang jelas berbeda dengan adat Baduy.

Walaupun demikian perubahan dapat terjadi tanpa melanggar pikukuh, karena memang perbuatan tersebut dikehendaki atau keadaan yang memaksa sehingga perubahan terjadi diluar kehendak mereka, sehingga muncul toleransi dari pemuka adat terhadap hal itu.Seperti yang diungkap pada kisah di atas selain berbahasa Indonesia, beberapa orang Baduy Dalam bisa pula menggunakan kata-kata berdialek Betawi, bahkan mengeluarkan kosakata bahasa Inggris. “Temen saya yang tinggal di Pondok Indah, Jakarta, punya istri orang Australia. Saya sering denger mereka ngomong bahasa Inggris,” ujar Jakri salah satu Badui Dalam menjelaskan dari mana ia mendapatkan pengetahuan tentang bahasa Inggris. Selain itu berteman akrab dengan orang Baduy Dalam tidak sulit karena orang-orang Baduy bersikap terbuka terhadap orang asing. Pergaulan dengan dunia luar membuat masyarakat Baduy bersentuhan dengan teknologi modern yang selama ratusan tahun dilarang oleh adat. Seperti masyarakat lain, mereka saat ini menonton televisi, menggunakan jam tangan, dan bahkan memiliki radio. Sehingga mau tidak mau mereka berfikir untuk bisa mengikuti tren saat ini dan menunjukkan bahwa mereka juga merasa kurang puas dengan tekhnologi yang mereka punya selama ini. Mereka ingin memiliki pengetahuan yang lebih dengan menonton tv atau mendengarkan radio.