tantangan pnbp perikanan hal. 1 mewujudkan zero …

12
Vol 01, Ed 3, Maret 2021 TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO ODOL (OVER DIMENSION OVER LOAD) 2023 Hal. 3 WACANA HOLDING PANAS BUMI Hal. 5 PERKEMBANGAN PEMANFAATAN EBT: CAPAIAN, MASALAH, DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN Hal. 7

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

Vol 01, Ed 3, Maret 2021

TANTANGAN PNBP PERIKANAN

Hal. 1

MEWUJUDKAN ZERO ODOL (OVER DIMENSION OVER LOAD) 2023

Hal. 3

WACANA HOLDING PANAS BUMI

Hal. 5

PERKEMBANGAN PEMANFAATAN EBT: CAPAIAN, MASALAH, DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

Hal. 7

Page 2: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

Penanggung Jawab

Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.

Pemimpin Redaksi

Rastri Paramita, S.E., M.M.

Redaktur

Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.

Dahiri, S.Si., M.Sc.

Adhi Prasetyo Satriyo Wibowo, S.M.

Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.

Editor

Deasy Dwi Ramiayu, S.E.

Sekretariat

Husnul Latifah, S.Sos.

Memed Sobari

Musbiyatun

Hilda Piska Randini, S.I.P.

Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan

Keahlian DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini sepenuhnya

tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan Keahlian DPR RI.

Artikel 1 Tantangan PNBP Perikanan ....................................................................................................... 1

Artikel 2 Mewujudkan Zero ODOL (Over Dimension Over Load) 2023 .......................................... 3

Artikel 3 Wacana Holding Panas Bumi ..................................................................................................... 5

Artikel 4 Perkembangan Pemanfaatan EBT: Capaian, Masalah, dan Alternatif Kebijakan .. 7

Page 3: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

1 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

Salah satu dari tiga program Kementerian Kelautan dan

Perikanan (KKP) untuk meningkatkan pembangunan perikanan

dan kelautan Indonesia untuk tahun 2021-2024 adalah program

peningkatan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari sub

sektor perikanan tangkap dengan target sebesar Rp12 triliun.

Target itu jauh lebih tinggi ketimbang realisasi tahun 2020 yang

sebesar Rp 600,4 miliar. Di sisi lain, realisasi tahun 2020 saja

merupakan yang tertinggi selama 5 tahun terakhir.

Gambar 1. PNBP SDA Perikanan 2016-2020

Sumber: LKPP

Jika berkaca pada tren realisasi 2016-2020 yang rata-rata

hanya mencapai Rp403 miliar per tahun dan dengan pertumbuhan

rata-rata 14,58 persen per tahun, target Rp12 triliun yang setara

hampir 1.898,67 persen dari realisasi 2020 terlihat sangat sulit

untuk diwujudkan. Namun, jika dilihat dari perbandingan antara

besarnya nilai ekonomi di sektor perikanan tangkap dengan PNBP

yang dapat dikumpulkan, target dimaksud masih sangat mungkin

diwujudkan. Nilai ekonomi yang dihasilkan per tahun dari

pemanfaatan sumber daya alam perikanan oleh kapal-kapal

penangkap bertonase 30 Gross Ton (GT) ke atas mencapai ratusan

triliun rupiah. Namun, yang masuk menjadi pendapatan negara

tidak sampai 1 persen. Melihat dari hal ini, potensi penarikan

PNBP dari skema penarikan hasil produksi seharusnya bisa

menjadi salah satu tolok ukur dalam menentukan besarnya PNBP

perikanan.

Berdasarkan data KKP, nilai produksi perikanan tangkap

tahun 2020 di kisaran Rp224 triliun. Sedangkan, 4 tahun

sebelumnya masing-masing Rp219 triliun (2019), Rp210 triliun

(2018), Rp197 triliun (2017), dan Rp122 triliun (2016).

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

0,0

200,0

400,0

600,0

800,0

2016 2017 2018 2019 2020

PNBP Perikanan Realisasi %

Komisi IV

TANTANGAN PNBP PERIKANAN

• KKP menargetkan PNBP SDA Perikanan dari sub sektor perikanan tangkap dengan target sebesar Rp12 triliun.

• Namun, yang masuk menjadi pendapatan negara tidak sampai 1 persen dari nilai produksi perikanan tangkap.

• Yang perlu diperhatikan pemerintah pertama, pemerintah perlu menyusun kebijakan pencegahan praktik penghindaran pajak di sektor perikanan sebagai basis meningkatkan kepatuhan WP dan optimalisasi penerimaan pajak. Kedua, melakukan penyesuaian harga patokan ikan secara periodik dengan mengikuti perkembangan harga pasar domestik dan internasional dengan merevisi Permendag Nomor 13 Tahun 2011. Ketiga, mempercepat realisasi perubahan skema pengurusan izin kapal penangkap dengan menyesuaikan jumlah produksi dari nelayan atau zonasi.

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rosalina Tineke K & Linia Siska Risandi

Page 4: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

2

Gambar 2. Nilai produksi Perikanan

Tangkap (Miliar Rupiah)

Sumber: KKP

Paparan data di atas menunjukkan potensi mewujudkan target Rp12 triliun sangat mungkin diwujudkan. Namun, hal tersebut dapat direalisasikan jika pemerintah mampu menyelesaikan beberapa tantangan yang dihadapi dalam perikanan.

Pertama, hal yang turut dihitung dalam tarif pungutan PNBP SDA perikanan adalah harga patokan ikan (HPI) yang didaratkan oleh nelayan/pengusaha perikanan. HPI dalam menghitung PNBP SDA perikanan masih menggunakan Permendag Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penetapan HPI untuk Penghitungan Pungutan Hasil Perikanan. Jika dilihat harga eceran ikan yang dirilis oleh KKP menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan. Misalnya, harga cakalang naik sebesar sebesar 18 persen per tahun. Sedangkan ikan tongkol, kembung dan udang putih rata-rata naik masing-masing sebesar 60 persen dan 59 persen. Sebaiknya pemerintah melakukan penyesuaian Permendag ini agar perhitungan tarif pungutan PNBP SDA perikanan sesuai dengan mekanisme harga sebagaimana yang diatur dalam PP Nomor 75 Tahun 2015 tentang Tarif PNBP SDA Perikanan.

Kedua, rendahnya kepatuhan pelaku usaha terhadap ketentuan

hukum dan perpajakan. Modus pelaku usaha untuk menghindar dari kewajiban perpajakan antara lain melaporkan jumlah dan harga kapal dengan under value, melaporkan hasil tangkapan ikan yang tidak sesuai, tidak melaporkan jenis kegiatan usaha dengan benar, dan tidak melaporkan pendapatan dengan tidak benar. Mark down dilakukan untuk tujuan menghindari kewajiban PNBP serta melaporkan hasil tangkapan lebih kecil dari yang sebenarnya (underreported). Akibatnya, penerimaan PNBP dari pelaporan ikan tersebut pun jumlahnya lebih kecil dari yang seharusnya

Ketiga, selama ini penarikan PNBP dilakukan dari pengurusan izin kapal penangkap yang prosesnya ada di Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP. Hal tersebut menimbulkan beberapa kendala mulai dari kondisi geografis yang memerlukan inovasi pelayanan serta sarana pendukung instalasi online yang kurang memadai, kedepannya pemerintah mengubah skema tersebut dengan menyesuaikan jumlah produksi dari nelayan atau zonasi.

Untuk itu hal-hal yang menjadi perhatian bagi pemerintah dalam mencapai target PNBP. Pertama, pemerintah perlu menyusun kebijakan pencegahan praktik penghindaran pajak di sektor perikanan sebagai basis meningkatkan kepatuhan WP dan optimalisasi penerimaan pajak. Kedua, melakukan penyesuaian harga patokan ikan secara periodik dengan mengikuti perkembangan harga pasar domestik dan internasional dengan merevisi Permendag Nomor 13 Tahun 2011. Ketiga, mempercepat realisasi perubahan skema pengurusan izin kapal penangkap dengan menyesuaikan jumlah produksi dari nelayan atau zonasi.

111.363

184.620 196.109219.000 224.000

0

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

2016 2017 2018 2019 2020

Page 5: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

3 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

Kebijakan pembatasan Over Dimension Over Loading (ODOL)

merupakan regulasi pembatasan terhadap kendaraan yang

melintas yang dianggap melebihi ketentuan dimensi atau ukuran

dan muatan sesuai yang diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan

Pemerintah Nomor 30 Tahun 2021, dan Peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 60 Tahun 2019. Pemberlakukan regulasi

tersebut didasarkan pada kerugian negara yang disebabkan oleh

kendaraan ODOL, yakni menyebabkan bertambahnya anggaran

pemeliharanan jalan. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT),

Danang Parikesit, menyebutkan bahwa kendaraan ODOL

menimbulkan kerugian untuk pemeliharaan seluruh jalan secara

nasional hingga Rp43 triliun per tahun. Selain itu, dampak negatif

yang ditimbulkan juga antara lain peningkatan kecelakaan

angkutan barang, produktivitas kendaraan tak maksimal, polusi

lingkungan serta kemacetan di berbagai ruas jalan. Dampak

negatif ini pada gilirannya akan berdampak negatif pula bagi

APBN, baik dari sisi belanja maupun pendapatan negara.

Saat ini, pemerintah telah menetapkan dan menargetkan Zero

ODOL pada 2023. Sejak awal 2021, Kementerian Perhubungan

bersama lembaga terkait sudah mulai melakukan penindakan

terhadap ODOL guna mengejar target Zero ODOL 2023. Namun,

masih ada pengecualian bagi kendaraan barang untuk komoditas

semen, baja, kaca lembaran, beton ringan, serta air minum dalam

kemasan hingga maksimal 2022. Kebijakan ini tentunya akan

berdampak pada penghematan anggaran pemeliharaan jalan,

selain peningkatan keselamatan kendaraan angkutan dan

pengguna jalan lain. Di sisi lain, kebijakan ini akan berpotensi

menambah biaya logistik akibat peningkatan frekuensi angkutan

transportasi, yang pada gilirannya akan menaikkan harga

komoditas Meskipun demikian, kebijakan Zero ODOL tersebut

harus tetap dijalankan sebagai wujud implementasi amanah UU

Nomor 22 Tahun 2009 dan aturan turunannya, serta mengurangi

dampak negatif terhadap keuangan negara dan ekonomi secara

keseluruhan. Sementara dalam tiga tahun terakhir, masih

Komisi V

MEWUJUDKAN ZERO ODOL (OVER DIMENSION OVER LOAD) 2023

• Kebijakan Zero ODOL 2023 didasarkan pada kerugian negara yang disebabkan oleh kendaraan ODOL, yakni menyebabkan bertambahnya anggaran pemeliharanan jalan. Kendaraan ODOL menimbulkan kerugian untuk pemeliharaan seluruh jalan secara nasional hingga Rp43 triliun per tahun. Lebih spesifik, kerugian untuk pemeliharaan jalan tol mencapai Rp1 triliun per tahun atau setara pendapatan Badan Usaha Jalan Tol selama satu bulan.

• Untuk mewujudkan Zero Odol 2023, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah agar Zero ODOL 2023 dapat terwujud. Antara lain: a) Pengawasan yang ketat & sanksi

yang tegas, serta didukung dengan penggunaan teknologi

b) Mempercepat pembangunan sistem transportasi multimoda

c) Sosialisasi terhadap pihak terkait d) Koordinasi dan sinergi antar

pihak yang terkait, dan e) Mempercepat revisi Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor 134 Tahun 2015

HIGHLIGHT

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Adhi Prasetyo & Emillia Octavia

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

Page 6: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021 4

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

ditemukan banyak pelanggaran terkait

kebijakan ODOL. Sekitar 7% truk pembawa barang di lintas Sumatera–

Jawa melanggar ketentuan ODOL pada 2017-2018, sebanyak 75% melakukan

pelanggaran di 7 jembatan timbang pada 2018, dan sebanyak 39%

kendaraan yang masuk UPPKB melanggar aturan terkait daya angkut

pada 2019. Untuk itu, ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah agar

Zero ODOL 2023 dapat terwujud. Pertama, pengawasan yang ketat

dan sanksi yang tegas, serta didukung

dengan penggunaan teknologi. Pemerintah perlu memastikan

pengawasan dan penindakan yang ketat terhadap ODOL mulai dari hulu

sampai hilir karena persoalan ODOL dimulai dari titik muat barang seperti

di pelabuhan, area industri atau di pusat logistik lainnya. Terkait sanksi,

denda terhadap pelanggaran ODOL kedepannya perlu dipertegas misalnya

dengan dimasukkan ke dalam biaya tol

seperti di China (Hang et al, 2013). Di samping itu, penggunaan teknologi

dalam pengawasan ODOL perlu diperluas contohnya Jembatan

Timbang Online yang terintegrasi dengan sistem bukti lulus uji elektronik

(Blue), penggunaan Weight in Motion Bridge atau sensor pengukuran beban

kendaraan bergerak yang dipasang di jembatan yang mulai digunakan sejak

2017. Kedua, mempercepat pembangunan

sistem transportasi multimoda.

Sebagai negara kepulauan, transportasi barang dengan menggunakan

beberapa moda sangat diperlukan di Indonesia. Namun di sisi lain, sistem

transportasi multimoda belum merata di semua daerah. Sebagian besar

daerah di Indonesia masih memiliki infrastruktur transportasi yang tidak

memadai dan kualitasnya sangat

buruk. Kesiapan kereta api dan kapal

laut sebagai sarana angkutan logistik perlu dipercepat, sehingga truk lebih

berfungsi sebagai angkutan dari titik pemberhentian angkutan logistik

tersebut (misalnya stasiun atau pelabuhan) ke tempat akhir terdekat.

Ketiga, sosialisasi terhadap pihak terkait. Untuk mewujudkan Zero ODOL

di 2023, pemerintah perlu melakukan sosialiasi berkelanjutan terhadap pihak

terkait, baik terkait dengan aturan dan mekanisme penerapan kebijakan Zero

ODOL, latar belakang dan tujuan

penerapan Zero ODOL, hingga sanksi yang dikenakan atas pelanggaran.

Keempat, koordinasi dan sinergi antar pihak yang terkait. Keberhasilan

mewujudkan Zero ODOL pada 2023 tidak dapat dilakukan oleh

Kementerian Perhubungan saja. Namun, juga sangat bergantung pada

kerjasama dan berbagi tanggungjawab dengan instansi lain. Oleh karena itu,

Kementerian Perhubungan perlu

membangun koordinasi dan sinergi yang kuat dengan instansi lain seperti

Kepolisian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jasa

Marga, BPJT, Pemerintah Daerah, pelaku usaha serta masyarakat.

Kelima, mempercepat revisi Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 134 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Penimbangan

Kendaraan Bermotor di Jalan. Revisi tersebut berkaitan dengan lokasi

penimbangan, perlunya beberapa

penyesuaian dalam hal teknis penimbangan, adanya perkembangan

teknologi dalam penimbangan, peran serta pihak ketiga (swasta) dalam

penyelenggaraan penimbangan, dan peningkatan prasarana penimbangan

kendaraan bermotor dalam penanganan ODOL.

Page 7: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

5 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

Indonesia memiliki cadangan panas bumi yang besar, yakni

mencapai 23,9 Giga Watt (GW). Dengan potensi tersebut,

Indonesia harus bisa memanfaatkan panas bumi, tidak hanya

sebagai sumber energi pembangkit listrik, namun juga akan

memberikan dampak positif secara tidak langsung bagi aktivitas

perekonomian nasional, khususnya wilayah sekitar

pengembangan panas bumi. Panas bumi menjadi salah satu

sumber energi terbarukan yang diharapkan mampu mendongkrak

realisasi bauran EBT sebesar 23 persen pada tahun 2025. Selain

pemanfaatannya yang tidak bergantung kepada bahan bakar fosil,

panas bumi juga bersifat ramah lingkungan. Tetapi hingga tahun

2019, pemanfaatan energi panas bumi untuk pembangkitan listrik

baru menghasilkan kapasitas terpasang sebesar 2130,7 MW atau

sebesar 8.9 persen dari sumber daya panas bumi, yang terdapat

pada 11 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Tabel 1. Sumberdaya Panas Bumi di Indonesia

Sumber : Ditjen EBTKE 2020

Masih rendahnya kapasitas terpasang tersebut, salah satunya

disebabkan oleh pengembangan energi panas bumi membutuhkan

waktu tujuh tahun hingga pembangkit listrik tersebut beroperasi.

Bahkan realitas di lapangan memerlukan waktu yang lebih lama,

yang dikarenakan beberapa tantangan baik dari sisi teknis,

ekonomi, lingkungan, dan dinamika sosial. Berkaca dari hal

tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) berencana membentuk holding BUMN Panas Bumi

atau geothermal. Tiga BUMN direncanakan akan bergabung untuk

menggarap sektor Panas Bumi, antara lain PT Pertamina

Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal dan PT Geo

Dipa Energi (Persero). Pembentukan holding ini bertujuan untuk

Komisi VI

WACANA HOLDING PANAS BUMI

• Pemerintah berencana membentuk holding BUMN Panas Bumi yang terdiri dari PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal dan PT Geo Dipa Energi (Persero) yang ditargetkan terbentuk pada tahun 2021.

• Holding ini diharapkan dapat mengakselerasi dan mengoptimalkan pemanfaatan energi panas bumi untuk tenaga listrik

• Terdapat beberapa tantangan baik dari sisi teknis, ekonomi, lingkungan, dan dinamika sosial seperti, pendanaan proyek panas bumi, efisiensi biaya untuk mencapai keekonomian harga listrik, serta isu sosial yang berupa penolakan masyarakat sekitar terhadap pengembangan energi panas bumi.

• Dengan adanya holding ini maka asset dan leverage akan naik, sehingga holding tidak bertumpu pada pembiayaan equity

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Rahayuningsih

Page 8: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

6 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

mengakselerasi dan mengoptimalkan

pemanfaatan energi panas bumi untuk

tenaga listrik. Selain itu holding ini juga

diharapkan dapat menyinergikan

potensi masing-masing dalam

pengembangan Pembangkit Listrik

Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Pembentukan holding Panas Bumi ini

masih dalam pembahasan dan akan

rampung pada tahun 2021. Menurut

Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API),

penggabungan ketiga perusahaan ini

akan memudahkan rencana

pengembangan Panas Bumi serta

mengoptimalkan sumberdaya manusia

dan modal kerja untuk keberlanjutan

bisnis.

Tujuan pembentukan holding ini

dinilai positif. Namun, keberhasilan

pencapaian tujuan dari pembentukan

holding ini dapat terwujud apabila

holding yang terbentuk dan pemerintah

mampu menyelesaikan berbagai kendala

dalam pemanfaatan panas bumi yang

masih terjadi hingga saat ini. Pertama,

pendanaan proyek panas bumi.

Permasalahan untuk kegiatan eksplorasi

pada umumnya dilakukan dengan

menggunakan pembiayaan equity, yang

mengakibatkan mayoritas pengembang

panas bumi memiliki kemampuan

pendanaan yang terbatas untuk dapat

membiayai kegiatan eksplorasi

khususnya pengeboran yang

memerlukan biaya tinggi. Kedua,

efisiensi biaya untuk mencapai

keekonomian harga listrik. Besaran

risiko pengembangan proyek energi

panas bumi dapat memengaruhi biaya

pembangkitan listrik suatu proyek PLTP.

Dengan adanya kepastian pembelian

listrik oleh PLN, risiko pengembangan

proyek energi panas bumi dapat

berkurang sehingga tingkat

pengembalian proyek panas bumi

(return) masih memenuhi tingkat

keekonomian atau kelayakan suatu

proyek. Ketiga, isu sosial yang berupa

penolakan masyarakat sekitar terhadap

pengembangan energi panas bumi,

Penolakan masyarakat yang sering

terjadi dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa jenis penolakan, yang pertama,

penolakan karena isu lingkungan, yaitu

masyarakat khawatir dengan adanya

proyek panas bumi maka ketersediaan

air akan terganggu dan kekhawatiran

kerusakan lingkungan. Penolakan yang

kedua, terkait isu tanah ulayat atau tanah

leluhur, yaitu masyarakat menganggap

dengan adanya proyek panas bumi akan

mengakibatkan hilangnya kesucian

lokasi.

Dengan adanya permasalahan-

permasalahan yang telah dijabarkan

maka pembentukkan holding panas

bumi ini seharusnya dapat menjawab

atau setidaknya mampu mengurangi

kendala yang dihadapi. Untuk itu

diperlukan skema atau sistematika

holding yang baik. Pertama,

diperlukannya insentif untuk kegiatan

ekplorasi berupa subsidi pajak

eksplorasi agar dapat membantu

permasalahan pendanaan proyek panas

bumi. Selain itu, dengan adanya holding

ini maka asset dan leverage akan naik,

sehingga holding tidak bertumpu pada

pembiayaan equity. Kedua, membuat

patokan harga energi panas bumi bagi

perusahaan pengguna dan industri

pengembang berada pada posisi saling

menguntungkan. Harga panas bumi juga

seharusnya terjangkau bagi PT PLN

sebagai perusahaan pengguna energi

panas. Ketiga, diperlukannya sosialiasi

yang secara masif agar masyarakat

sekitar tidak beranggapan dengan

kehadiran proyek panas bumi akan

mengganggu budaya dan kebiasaan

masyarakat.

Page 9: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

Dalam Rencana Umum Energi Nasional Energi Baru Terbarukan (RUEN EBT) 2015-2050, pemerintah menargetkan pasokan energi primer yang bersumber dari EBT sebesar 92,2 million tonnes of oil equivalent (MTOE) pada 2025 untuk mencapai bauran energi sebesar 23 persen dan 315,7 MTOE pada 2050 untuk mencapai bauran energi sebesar 31,2 persen.

Gambar 1. Hasil Pemodelan Pasokan Energi Primer EBT 2015-2050 (MTOE)

Sumber: RUEN 2015-2050

Pada 2020, realisasi kontribusi EBT dalam bauran energi primer hanya mampu terwujud sebesar 11,31 persen, masih di bawah target 2020 sebesar 13 persen. Capaian ini juga masih terpaut jauh dari target pada 2025 yang tinggal menyisakan 5 tahun lagi untuk merealisasikannya. Untuk itu, pemerintah harus mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang menghambat pengembangan EBT di 5 tahun mendatang. HAMBATAN PENGEMBANGAN EBT

Pencapaian EBT hingga 2020 yang masih jauh dari target

bauran pada 2025 tidak terlepas dari berbagai masalah yang

menghambat pengembangan pemanfaatan EBT. Pertama,

lemahnya sosialisasi sehingga melahirkan hambatan pengadaan

dan pembebasan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik di

wilayah potensial EBT, serta isu mengenai potensi kerusakan

mesin akibat penggunaan B20/B30. Permasalahan ini muncul

karena kurang efektifnya komunikasi dan sosialisasi yang

dilakukan pemerintah.

Kedua, belum lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) yang

mengatur harga keekonomian yang wajar dan adil bagi penetapan

harga EBT. Sejak tahun lalu pemerintah sudah menyusun Perpres

harga EBT yang lebih wajar, adil, dan menarik bagi pelaku usaha

EBT. Namun, Perpres yang ditunggu oleh pelaku usaha EBT

tersebut belum kunjung diterbitkan hingga saat ini.

Ketiga, belum optimalnya investasi pengembangan EBT. Sejauh

ini, Indonesia masih belum menjadi target utama investasi energi

PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian DPR RI

Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E Redaktur: Robby Alexander Sirait · Rastri Paramita ·Dahiri · Adhi Prasetyo · Deasy Dwi Ramiayu · Rosalina Tineke Kusumawardhani Penulis: Sekar Arum Wijayanti dan Robby Alexander Sirait

Komisi VII

PERKEMBANGAN PEMANFAATAN EBT: CAPAIAN,

MASALAH DAN ALTERNATIF KEBIJAKAN

• Pada tahun 2020 realisasi kontribusi EBT dalam bauran energi primer hanya mampu terwujud sebesar 11,31 persen, masih dibawah target 2020 sebesar 13 persen. Capaian ini juga masih terpaut jauh dari target pada 2025 yang tinggal menyisakan 5 tahun lagi untuk merealisasikannya

• Hambatan pengembangan EBT terdiri dari masih adanya hambatan atau isu sosial yang muncul, belum lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur harga keekonomian yang wajar dan adil bagi penetapan harga EBT, belum optimalnya investasi di bidang pengembangan EBT, masih belum optimalnya akses pada teknologi yang mumpuni, pengembangan dan hambatan biodiesel yang masih menghadapi banyak hambatan

• Alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah yang terpenting mempercepat penerbitan Perpres penetapan tarif EBT yang menciptakan harga yang wajar, serta memberikan kepastian dan menciptakan interest terhadap pelaku usaha

HIGHLIGHT

INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN

Page 10: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 3, Maret 2021

8 8

www.puskajianggaran.dpr.go.id puskajianggaran @puskajianggaran

bersih bagi sejumlah investor asing. Beberapa faktor menjadi pembentuk keadaan tersebut terjadi di antaranya adalah kualitas kebijakan dan regulasi, selain penetapan harga yang masih belum adil dan wajar. Keempat, masih belum optimalnya akses pada teknologi yang mumpuni. Hal ini merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh banyak sektor ekonomi di Indonesia, yaitu belum banyak akses pada teknologi yang efisien, sehingga berpengaruh pada biaya produksi pengelolaan EBT untuk menghasilkan listrik. Kelima, pengembangan dan pemanfataan biodiesel yang masih menghadapi banyak hambatan. Antara lain adalah sebaran Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Biodiesel tidak merata (lebih banyak berada di Indonesia bagian barat), keterbatasan sarana dan fasilitas di Terminal Bahan Bakar Minyak, terbatasnya kapal pengangkut, masih adanya resistensi dari end user/konsumen seperti moda angkutan kapal dan pertambangan, kesiapan industri otomotif nasional dalam mengakomodir penggunaan biodiesel, harga biodiesel yang tidak kompetitif dengan minyak fosil, ketidakpastian pasokan minyak kelapa sawit kepada produsen, serta masih minimnya komunikasi publik yang dibangun oleh pemerintah. Berdasarkan berbagai hambatan di atas, ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus menciptakan komunikasi dan sosialisasi yang efektif untuk setiap permasalahan yang berkembang di masyarakat. Kedua, mempercepat penerbitan Perpres penetapan tarif EBT yang menciptakan harga yang adil, wajar, serta memberikan kepastian dan menciptakan interest terhadap pelaku usaha. Namun, penetapan ini juga jangan

sampai mengorbankan kepentingan nasional. Ketiga, perlu upaya evaluasi dan perbaikan berbagai kebijakan strategis pengembangan EBT guna mendorong peningkatan investasi di sektor EBT di masa mendatang. Selain itu, pemerintah juga dapat membuka opsi pendanaan dari luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sebagaimana hasil kajian yang dilakukan oleh Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan.

Keempat, untuk mengoptimalkan akses pada teknologi yang mumpuni, maka penelitian dan pengembangan (R&D) harus digalakkan, dengan tidak menutup pada opsi transfer knowledge dari luar negeri. Selain itu, industri dalam negeri perlu didorong untuk mampu memasok komponen teknologi pembangkitan listrik berbasis energi baru terbarukan sehingga dapat menurunkan nilai biaya pembangkitan listrik. Kelima, pengembangan pemanfaatan biodiesel harus sejalan dengan pemerataan badan usaha biodiesel, pengembangan infrastruktur dan sarana-prasana pendukung, menggalakkan R&D biodiesel, pengadaan kontrak pasokan minyak kelapa sawit dari produsen, hingga mengefektifkan komunikasi dan sosialisasi yang lebih baik dari pemerintah.

Selain kelima hal di atas, pemerintah juga dapat mempercepat peningkatan kapasitas unit-unit pembangkit listrik EBT, mempercepat penciptaan pasar EBT melalui konversi pembangkit listrik energi fosil existing menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Nabati berbasis Crude Palm Oil, Pembangkit Listrik Tenaga Surya, Pembangkit Listrik Tenaga Air, Pembangkit Listrik Tenaga Sampah dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro, pengembangan pembangkit listrik biomassa skala kecil secara masif, serta mempercepat mandatori B100.

Page 11: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …
Page 12: TANTANGAN PNBP PERIKANAN Hal. 1 MEWUJUDKAN ZERO …