tanpa audit sektor publik.doc

Upload: alit-apriliani

Post on 15-Oct-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERAN AUDIT INVESTIGASI DALAM MEMBERANTAS WHITE COLLAR CRIME UNTUK MENUJU GOOD GOVERNANCE

Komang Trisna Sari Dewi

Komang Ariska Putri

Kadek Alit Apriliani

Universitas Pendidikan Ganesha

ABSTRAK

Artikel ini merupakan hasil tinjauan literatur yang bersumber dari buku, jurnal, website, serta makalah seminar. Tujuan artikel ini adalah untuk memberikan penjelasan bagaimana Audit Investigasi dapat memberantas white collar crime demi terciptanya good governance. White collar crime merupakan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan status dan kedudukan terhormat, ia dapat menggunakan posisinya tersebut untuk melakukan kejahatan secara terselubung.Audit investigasi merupakan audit dengan tujuan khusus yaitu untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan, pengeluaran illegal atau penyalah gunaan wewenang di bidang pengelolaan keuangan Negara. Penerapan audit investigasi untuk memberantas white collar crime dapat dilakukan dengan menerapkan beberapa teknik dalam audit investigasi, salah satunya adalah follow the money. Teknik follow the money merupakan teknik yang mampu mengungkap white collar crime, karena teknik ini akan menelusuri aliran dana yang terjadi dalam dana penyimpangan, sehingga audit investigasi akan lebih mudah dalam menemukan pelaku. Dengan semakin banyaknya pelaku white collar crime yang dapat diungkapkan, maka akan dapat membawa perubahan dalam pemerintahan negara Indonesia menuju good governance.Kata Kunci : White Collar Crime, Audit Investigasi, Good Governance, Follow The MoneyABSTRACTThis article is the result of the literature review from books, journals, websites, and conference papers. The purpose of this article is to provide an explanation of how the audit investigation combat white collar crime for the creation of good governance. White collar crime is a crime committed by people with high status and respectability, he can use his position to commit the crime covertly.Audit investigation is an audit which has a special purpose to prove the alleged irregularities in the form of fraud, illegal expenditures or misuse of authority in the field of financial management of the State. Audit investigation has some techniques to combat white collar crime, one of them is follow the money technique. Follow the money technique is a technique that is capable of uncovering white collar crime, because this technique will track the flow of funds in the fund irregularities occur, so that the audit investigation will be much easier in finding the perpetrators. With the increasing number of white collar crime offenders that may be disclosed, it will be able to bring a change in the state government of Indonesia towards good governance.Keywords: White Collar Crime, Investigation Audit, Good Governance, Follow The MoneyI. PENDAHULUANKecurangan atau fraud bukanlah fenomena baru di negara kita. Fraud dapat diartikan sebagai suatu pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, penyalahgunaan kekuasaan, kelalaian, dan lain-lain. Tentu saja fraud ini akan merugikan banyak pihak, baik itu entitas terkait maupun masyarakat luas. Tujuan utama seseorang melakukan kecurangan adalah untuk memperoleh keuntungan finansial. Tidak hanya disektor swasta, kecurangan juga sering kita jumpai di sektor publik. Terbukti dengan banyaknya kasus korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum negara, dan yang paling menghebohkan adalah kasus korupsi yang dilakukan oleh Nazaruddin, Gayus Tambunan, maupun Angelina Sondakh yang dapat dikategorikan dalam kejahatan kerah putih atau yang lebih dikenal dengan istilah white collar crime. Edelhertz (1970:125) menyatakan bahwa white collar crime adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan ilegal yang dilakukan secara non fisik dan dengan sembunyi-sembunyi atau tipu muslihat, untuk mendapatkan uang atau barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan atau diri sendiri. Fenomena seperti ini telah merubah pandangan masyarakat terhadap organisasi sektor publik yang kini identik dengan kasus korupsi maupun penyalahgunaan kekuasaan yang umumnya dilakukan oleh kaum intelektual. Tingkat kepercayaan masyarakat kepada aparat pemerintahan akan terus berkurang. Jika hal seperti ini terus terjadi, akan memberikan dampak buruk bagi perkembangn negara kita. Bahkan tujuan organisasi sektor publik untuk menuju good governance tidak akan terwujud. Good governance merupakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. Untuk mencapai good governance, suatu entitas pemerintahan harus memenuhi kelima prinsip good governance, diantaranya adalah prinsip keterbukaan yang berarti bahwa pemerintah harus transparan, prinsip akuntabilitas yang berarti bahwa kinerja pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan, prinsip pertanggungjawaban yaitu dapat memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat, prinsip kewajaran, dan priinsip independensi yang berarti tidak memihak. Sehingga dengan masih adanya white collar crime kelima prinsip diatas akan sulit untuk diterapkan, dan good governance akan sulit tercapai. Oleh sebab itulah, diperlukan peranan dari audit investigasi untuk dapat menelusuri lebih banyak lagi pelaku-pelaku white collar crime atau kejahatan kerah putih.II. KAJIAN TEORI2.1 Audit InvestigasiMenurut Shaw yang di kutip oleh Widjaja audit investigasi merupakan:Forensic accounting sometimes called fraud auditing or investigative accounting is a skill that goes beyond the realm of corporate and management fraud, embezzlement or commercial bribery, indeed, forensic accounting skil go beyond the general realm of collar crime Menurut Tuananakota (2007:277) menyatakan bahwa investigasi dalam akuntansi forensik umumnya berarti audit investigasi atau audit investigatif (investigative audit). Karena itu secara alamiah, antara beberapa teknik investigasi ada teknik-teknik yang berasal dari teknik-teknik audit (audit technique). Menurut Bastian (2002) dalam artikel Yuhertiana (2005) menjelaskan bahwa audit investigasi adalah kegiatan pemeriksaan dengan lingkup tertentu, periodenya tidak dibatasi, lebih spesifik pada area-area pertanggungjawaban yang diduga mengandung inefisiensi atau indikasi penyalahgunaan wewenang, dengan hasil audit berupa rekomendasi untuk ditindak lanjuti bergantung pada derajat penyimpangan wewenang yang ditemukan. Sedangkan Menurut Rosjidi (2001), dalam artikel Yuhertiana (2005) menjelaskna bahwa audit investigasi adalah audit dengan tujuan khusus yaitu untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan (fraud), ketidakteraturan (irregulaties), pengeluaran illegal (illegal expendation) atau penyalahgunaan wewenang (abuse of power) di bidang pengelolaan keuangan Negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi atau, kolusi, nepotisme yang harus dinungkapkan oleh auditor serta ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang, kejaksaan atau kepolisian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Dari definisi di atas audit investigasi dapat disimpulkan bahwa audit investigasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk mendeteksi dan memeriksa kecurangan terutama laporan keuangan yang kemungkinan sedang atau sudah terjadi menggunakan keahlian tertentu dari seorang auditor (teknik audit). Audit investigatif dilaksanakan oleh auditor yang mempunyai pengalaman dan keahlian dalam melaksanakan audit investigatif. Auditor yang belum memiliki pengalaman dan keahlian harus mendapat bimbingan dari auditor lain yang memiliki pengalaman dan keahlian audit investigatif. Secara khusus, auditor yang akan melaksanakan audit investigatif juga harus mempunyai pemahaman yang cukup tentang ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang akan diaudit maupun ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan pengungkapan kejahatan misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP.2.2.1 Aksioma Audit Investigasi

Menurut Tuanakota (2007:322), terdapat beberapa aksioma yang menarik terkait dengan audit investigatif yaitu sebagai berikut:a. Kecurangan itu tersembunyi (Fraud is Hidden) Kecurangan memiliki metode untuk menyembunyikan seluruh aspek yang mungkin dapat mengarahkan pihak lain menemukan terjadinya kecurangan tersebut. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelaku kecurangan untuk menutupi kecurangannya juga sangat beragam, dan terkadang sangat canggih sehingga hampir semua orang (Auditor Investigatif ) juga dapat terkecoh.

b. Melakukan pembuktian dua sisi (Reserve Proof) Auditor harus mempertimbangkan apakah ada bukti-bukti yang membuktikan bahwa dia tidak melakukan kecurangan. Demikian juga sebaliknya, jika hendak membuktikan bahwa seseorang tidak melakukan tindak kecurangan, maka dia harus mempertimbangkan bukti-bukti bahwa yang bersangkutan melakukan tindak kecurangan.

c. Keberadaan suatu Kecurangan (Existence of Fraud) Adanya suatu tindak kecurangan atau korupsi baru dapat diperiksa jika telah diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. Dengan demikian, dalam melaksanakan Audit Investigatif, seorang auditor dalam laporannya tidak boleh memberikan opini mengenai kesalahan atau tanggung jawab salah satu pihak jawab atas terjadinya suatu tindak kecurangan atau korupsi. 2.2.2 Jenis Audit Investigasi Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis audit investigasi yaitu sebagai berikut:

a. Audit Investigasi Proaktif

Audit investigatif dikatakan bersifat proaktif apabila auditor secara aktif mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi tersebut untuk menemukan kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan sebelum melaksanakan audit investigatif. Auditor secara aktif mencari, mengumpulkan informasi dan menganalisis informasi-informasi yang diperoleh untuk menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat proaktif perlu dilakukan pada area atau bidang-bidang yang memiliki potensi kecurangan atau kejahatan yang tinggi. Audit yang bersifat proaktif dapat menemukan kemungkinan adanya kecurangan dan kejahatan secara lebih dini sebelum kondisi tersebut berkembang menjadi kecurangan atau kejahatan yang lebih besar. Selain itu Audit investigatif yang bersifat proaktif juga dapat menemukan kejahatan yang sedang atau masih berlangsung sehingga pengumpulan bukti untuk penyelidikan, penyidikan dan penuntutan kejahatan tersebut lebih mudah dilaksanakan.

b. Audit Investigasi Reaktif

Audit investigatif dikatakan bersifat reaktif apabila auditor melaksanakan audit setelah menerima atau mendapatkan informasi dari pihak lain mengenai kemungkinan adanya tindak kecurangan dan kejahatan. Audit investigatif yang bersifat reaktif umumnya dilaksanakan setelah auditor menerima atau mendapatkan informasi dari berbagai sumber informasi misalnya dari auditor lain yang melaksanakan audit reguler, dari pengaduan masyarakat, atau karena adanya permintaan dari aparat penegak hukum. Karena sifatnya yang reaktif maka auditor tidak akan melaksanakan audit jika tidak tersedia informasi tentang adanya dugaan atau indikasi kecurangan dan kejahatan.

Hasil dari suatu audit investigatif, baik yang bersifat reaktif maupun proaktif dapat digunakan sebagai dasar penyelidikan dan penyidikan kejahatan oleh aparat penegak hukum. Berdasarkan hasil audit tersebut, aparat penegak hukum akan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku untuk kepentingan penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan.2.2.3 Metodologi Audit Investigasi Metodologi ini digunakan oleh Association of Certified Fraud Examiners (2004), yang menjadi rujukan internasional dalam melakukan Fraud Examination. Metodologi tersebut menekankan kepada kapan dan bagaimana melaksankan suatu Pemeriksaan Investigatif atas kasus yang memiliki indikasi tindak kecurangan dan berimplikasi kepada aspek hukum, serta lanjutnya. Pemeriksaan Investigatif yang dilakukan untuk mengungkapkan adanya tindak kecurangan terdiri atas banyak langkah. Karena pelaksanaan pemeriksaan investigatif atas kecurangan berhubungan denga hak-hak individual pihak-pihak lainnya, maka pemeriksaan investigatif harus dilakukan setelah diperoleh alasan yang sangat memadai dan kuat, yang diistilahkan sebagai prediksi. Prediksi adalah suatu keseluruhan kondisi yang mengarahkan atau menunjukan adanya keyakinan kuat yang disadari oleh professionalisme dan sikap kehati-hatian dari auditor yang telah dibekali dengan pelatihan dan pemahaman tentang kecurangan, bahwa fraud/kecurangan telah terjadi, sedang terjadi, atau akan terjadi. Tanpa prediksi, pemeriksaan investigatif tidak bisa dilakukan. Hal ini menyebabkan adanya ketidakpuasan dari berbagai kalangan yang menyangka bahwa pelaksanaan financial audit tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan , maka institusi tersebut dapat melakukan pemeriksaan investigatif. Pemeriksaan Investigatif belum tentu langsung dilaksanakan karena indikasi yang ditemukan umumnya masih sangat premature sehingga memerlukan sedikit pendalaman agar diperoleh bukti yang cukup kuat untuk dilakukan pemeriksaan investigatif.2.2 White Collar Crime

White collar crime berasal dari bahasa Inggris dimana white berarti putih, collar berarti kerah, dan crime berarti kejahatan. Jadi bila diterjemahkan dari asal katanya, white collar crime bisa diartikan sebagai kejahatan kerah putih yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan status tinggi dan kedudukan terhormat dalam pekerjaannya (Sutherland, 1940). Istilah ini diperkenalkan Edwin H. Sutherland, seorang profesor sosiologi di Indiana University, pada pidatonya di depan pertemuan tahunan American Sociological Society ke-34 di Philadelphia tanggal 27 Desember 1939. Monografi Sutherland, White Collar Crime, diterbitkan 10 tahun kemudian, memperoleh sedikit penghargaan internasional yang sejajar dengan sedikit acuan mengenai ilmu kejahatan lain. Selain Sutherland, beberapa ahli juga mencoba mendefinisikan white collar crime, antara lain :a. Pada tahun 1968, Ross(1968) pernah menyebut kejahatan ini sebagai criminaloid dimana memiliki karakter seseorang yang mencari kemakmuran melalui cara yang memalukan, tetapi tidak dianggap melanggar oleh masyarakat dan masyarakat tidak menggolongkan mereka sebagai penjahat.b. Edelhertz (1970:125) menyatakan bahwa white collar crime adalah perbuatan atau serangkaian perbuatan ilegal yang dilakukan secara non fisik dan dengan sembunyi-sembunyi atau tipu muslihat, untuk mendapatkan uang atau barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, untuk menghindari pembayaran atau kehilangan uang atau barang, untuk mendapatkan keuntungan bagi perusahaan atau diri sendiri.

c. Biderman et.al (1980) mendefinisikan white collar crime sebagai sebagai pelanggaran hukum yang tidak terbatas pada pelaku dengan status sosial tinggi. Dengan luasnya pelaku kejahatan ini, status sosial tidak lagi bisa ditempatkan sebagai variabel bebas. Di sisi lain, status sosial merupakan hal yang signifikan untuk diperhatikan.

d. Green (1990:) menyatakan bentuk kejahatan kerah putih adalah perdagangan saham oleh orang dalam, konspirasi antitrust dalam pembatasan perdagangan, mengetahui pemeliharaan dari kondisi tempat kerja yang membahayakan kesehatan, dan penipuan oleh dokter terhadap program pemanfaatan medis. Ukuran yang digunakan untuk membedakan seseorang melakukan kejahatan kerah putih dari kejahatan lainnya adalah, bahwa tindakan yang dilaksanakan merupakan bagian dari peran jabatan yang dilanggar, suatu peran yang biasanya menempati dunia bisnis, politik, atau profesi.Menurut Gunadi (2009) dalam kejahatan kerah putih yang juga disebut kejahatan keuangan berlaku beberapa aksioma yaitu:

a. Kecurangan selalu tersembunyi.

b. Pelaku tidak menandatangani dokumen (memerintahkan orang lain untuk menandatangani).

c. Pelaku tidak berada di tempat kejadian perkara (TKP).

d. Pelaku ingin menikmati hasil kejahatannya.

Selain Gunadi, Clarke (1990), Croall (1992), dan Langgan (1996) juga menguraikan karakteristik dari white collar crime, antara lain :

a. Pelaku sulit diidentifikasi. Jika kerusakan belum dirasakan maka korban tidak akan sadar.

b. Diperlukan waktu yang lama untuk pembuktian dan juga butuh keahlian tertentu.c. Jika menyangkut organisasi, susah dicari seseorang yang bertanggung jawab, biasanya diarahkan ke atasan karena tidak mencegah, atau kepada bawahan karena tidak mengikuti perintah atasan.d. Proses viktimisasi juga tersamar karena pelaku dan korban tidak secara langsung berhadapan.e. Kerumitan dan tersamarnya pelaku membuat sulit dilacak.f. Sulit mengadili karena minimnya bukti dan siapa yang disalahkan.g. Pelaku biasanya mendapatkan treatment atau sanksi yang ringan.h. Pelaku biasanya mendapatkan status kriminal yang ambigu.

Vito et.al (1994), juga menjelaskan karakter white collar crime, yaitu :

a. Kerugian yang diderita lebih besar dibandingkan street crime.

b. Tidak selalu nonviolent.

c. Lebih rumit dalam metode yang digunakan dan kerugian yang diderita.d. Korban lebih menderita dan penderitaan tersebut tidak dirasakan seketika.e. Korban terutama dalam kasus simpan-pinjam, akan berkurang kepercayaannya terhadap ekonomi bebas dan pimpinan perusahaan.f. Bisa membawa akibat penundaan/hilangnya investasi yang dilakukan masyarakat.

g. Membawa akibat pada hilangnya kepercayaan publik terhadap institusi politik, proses politik dan para pemimpin serta erosi atas moralitas masyarakat.h. Dalam kebijakan publik, perbedaan antara organized dan white collar crime tidak jelas.

i. Masyarakat akan menuntut penegakan hukum dan hukuman terhadap pelaku lebih keras lagi.

Clinard et.al (1967), juga menawarkan seperangkat analisa untuk membedah fenomena kejahatan secara umum termasuk white collar crime. Kelima aspek ini akan memperlihatkan pola hubungan dilakukannya kejahatan occupational criminal behavior, yaitu:a. Aspek hukum : Aturan resmi yang ada mengenai pekerjaan memberikan perlindungan terhadap kepentingan kelompok dan hanya dalam beberapa hal mengatur tindakan yang merugikan. Aturan hukum yang mengatur bidang kerja dan profesi cenderung disusun oleh mereka sendiri, dan merepresentasikan kepentingan mereka.b. Aspek karir : Pelaku kejahatan tidak menyadari dirinya sebagai penjahat. Pelanggaran yang dilakukan diikuti dengan rasionalisasi. Biasanya pelanggaran dilakukan dalam bagian pekerjaan sehari-hari. Penjahat juga memahami nilai baik dan buruk yang berlaku dalam masyarakat.c. Aspek dukungan kelompok : Rekan kerja atau kelompok dalam pekerjaan membenarkan dan bahkan mendukung pelanggaran yang dilakukan. Penjahat diterima dalam kelompok sosial dan norma-norma sosial.d. Hubungan kejahatan dan perilaku yang tidak jahat : Perilaku jahat berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan.e. Reaksi masyarakat dan proses hukum : Reaksi masyarakat terhadap kejahatan biasanya lemah dan tidak sama. Hukuman yang diberikan oleh pihak

2.2.1 Jenis-jenis White Collar Crime

Jenis jenis white collar crime berbeda menurut beberapa ahli, di antaranya :

1. Bloch et.al (1970) membagi kejahatan kerah putih dalam lima bagian[2], yaitu: a. Sebagai individual (dilakukan oleh profesional seperti pengacara, dokter)b. Pekerja terhadap perusahaan atau bisnis (contohnya korupsi) c. Petugas pembuat kebijakan untuk perusahaan (contohnya dalam kasus anti monopoli)d. Pekerja perusahaan terhadap masyarakat umum (contohnya penipuan iklan),e. Pelaku bisnis terhadap konsumennya (contohnya penipuan konsumen).2. Clinard et.al (1973:), membagi white collar crime kedalam dua pembagian, yaitu occupational crime dan corporate crime. a. Occupational crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh individual untuk dirinya sendiri dalam lingkup pekerjaannya atau kejahatan yang dilakukan pekerja terhadap atasannyab. Corporate crime adalah kejahatan yang dilakukan oleh pekerja untuk kepentingan perusahaannya, atau kejahatan yang dilakukan oleh perusahaan. 3. Miller (1991), seorang kriminolog dari Purdue University merinci pengkategorian white collar crime menjadi empat jenis, yaitu:

a. Organizational Occupational crime (Kejahatan yang dilakukan oleh organisasi atau perusahaan).b. Government Occupational Crime (Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah atau atas nama pemerintah).c. Professional Occupational crime (Kejahatan yang berkenaan dengan profesi).d. Individual Occupational Crime (Kejahatan yang dilakukan secara individu)

4. Edelhertz (1970), membuat pembagian white collar crime dalam empat bagian, yaitu:

a. Kejahatan yang dilakukan oleh perorangan yang dilakukan secara individu dalam situasi yang khusus atau ad hoc (contohnya pelanggaran pajak, penipuan kartu kredit).b. Kejahatan yang dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya dan dilaksanakan oleh mereka yang menjalankan suatu bisnis, pemerintahan atau lembaga lainnya dengan melanggar kewajiban untuk loyal maupun kesetiaan kepada majikan atau nasabah (contohnya penggelapan, pencurian oleh karyawan, pemalsuan daftar pengupahan).c. Kejahatan sesekali terhadap dan dalam rangka melaksanakan bisnis tetapi tidak merupakan kegiatan utama bisnis (contohnya penyuapan).

d. White collar crime sebagai bisnis atau sebagian kegiatan pokok (merupakan kejahatan profesional yaitu kegiatan seperti penipuan dalam asuransi kesehatan, kontes pura-pura, pembayaran.2.2.2 White Collar Crime dalam Pemerintahan

Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi di pemerintahan merupakan salah satu contoh dari white collar crime. Korupsi merupakan praktik memperkaya diri sendiri atau golongan kelompok dengan menggunakan kekayaan negara. Kolusi adalah suatu kerjsama secara melawan hukum antara penyelenggara Negara atau antara penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau negara. Sedangkan nepotisme dapat diartikan sebagai pemanfaatan jabatan untuk memberi pekerjaan, kesempatan atau penghasilan di lingkungan tertentu bagi keluarga atau kerabat dekat pejabat sehingga orang lain tidak memiliki kesempatan untuk masuk ke lingkungan yang dimaksud. Korupsi Dana Ambalan, praktik persekongkolan di dalamnya serta kasus Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah yang melakukan praktik pemberian jabatan kepada keluarga besarnya di pemeritahan sekaligus melakukan tindak korupsi tergolong white collar crime yang sampai sekarang belum berhasil diselesaikan kasusnya. Hal ini tentu beralasan, sebab seperti yang telah dijelaskan sebelumya, pelaku white collar crime utama seringkali bertindak lempar batu sembunyi tangan dimana pelaku akan sulit dilacak. Pelaku utama kejahatan ini biasanya meminta pihak ketiga melaksanakan rencana tindak kejahatan sedangkan ia hanya mengontrol jalannya rencana tersebut. 2.3 Good GovernancePentingnya penerapan good governance di beberapa negara sudah meluas mulai + tahun 1980, dan di Indonesia good governance mulai dikenal secara lebih dalam + tahun 1990 sebagai wacana penting yang muncul dalam berbagai pembahasan, diskusi, penelitian, dan seminar, baik di lingkungan pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat termasuk di lingkungan para akademisi. Sejak terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan perubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan good governance, akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Ini berbagai awal yang penting dalam menyebarluaskan gagasan yang menmgarah pada perbaikan governance dan demokrasi partisipatoris di Indonesia. Good governance dipandang sebagai paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik (Saputra, 2012).Saputra (2012) menjelaskan bahawa terdapat tiga hal yang melatar belakangi munculnya good governance, yaitua. Muncul fenomena yang disebut Samuel P. Hutington sebagai gelombang demokratisasi berskala global. Gelombang ini mulanya muncul di Korea Selatan dan di beberapa negara Amerika Latin yang menenggelamkan politik birokratik otoriter pada dasawarsa tahun 1980-an dan berikutnya menyapu bersih sosialisme di eropa pada awal dasawarsa tahun 1990-an.

b. Terjadinya kehancuran antara sistematik berbagai dasarinstitusional bagi proses pengelolaan distribusi sumber ekonomi pada sebagian besar masyarakat dunia ketiga. Institusi bisnis dan politik yang seharusnya memiliki prinsip pengelolaan berbeda telah berubah menjadi sekutu dan melipat gandakan tumbuhnya kronisme. Transparansi, akuntabilitas publik dan alokasi berbagai sumber ekonomi gagal berkembang dalam dunia bisnis.

c. Terakumulasinya kegagalan struktural adjusment program yang diprakarsai IMF dan bank dunia. Program ini memiliki dan menganut asumsi dasar bahwa negara merupakan satu-satunya lembaga penghambat proses terjadinya globalisasi ekonomi.United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan istilah governance sebagai suatu exercise dari kewenangan politik, ekonomi, dan administrasi untuk menata, mengatur dan mengelola masalahmasalah sosialnya. Istilah governance menunjukkan suatu proses di mana rakyat bisa mengatur ekonominya, institusi dan sumber-sumber sosial dan politiknya tidak hanya dipergunakan untuk pembangunan, tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan untuk kesejahteraan rakyatnya pelaksanaan politik, ekonomi dan administrasi dalam mengatur urusan Negara pada semua tingkatan. Sedangkan World Bank mendefenisikan Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha. (Eko,2007).Berdasarkan pengertian-pengertian Good Governance yang telah di paparkan di atas, secara umum dapat dikatakan Good Governance menunjuk pada proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam bidang ekonomi, sosial dan politik suatu Negara dan pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan cara yang sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas.2.3.1 Prinsip Good Governance

Kunci utama memahami Good Governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip Good Governance.

United Nation Development Program (UNDP) dalam Mardiasmo (2009) memberika beberapa karakteristik pelaksanaan good governace yaitu sebagai berikut:a. Participation. Keteribatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta bepartisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

c. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperleh informasi. Informasi yang diperoleh berkaitan dengan kepentingan public secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan.

d. Responsiveness. Lembaga-lembaga public harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholder. e. Consensus orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

f. Equity. Setiap masayarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

g. Efficiency dan effectiveness. Pengelolaan sumber daya public dilakukan secara berdaya guna atau efisien dan berhasil guna atau efektif.

h. Accountability. Pertanggungjawaban kepada public atas setiap aktivitas yang dilakukan.

i. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

Dari keseluruhan karakteristik tersebut, paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik yaitu penciptaan transparansi, akuntabilitas dan value for money. III. PEMBAHASAN

Hingga saat ini, kasus-kasus white collar crime sudah banyak yang diungkap ke publik meskipun beberapa di antaranya belum mencapai tahap penyelesaian, seperti Kasus Ambalan, Bank Century, Ratu Atut Chosiyah, dan lain-lain. Namun, tidak menutup kemungkinan masih banyak kasus-kasus white collar crime yang belum terungkap dan tidak berhasil dideteksi oleh aparat terkait. Oleh karena itu, para auditor pemerintah harus melakukan audit investigasi secara lebih luas sehingga dapat menyentuh lapisan pemerintahan yang belum terdeteksi. Untuk melaksanakan hal tersebut, auditor dapat melakukan mekanisme sebagai berikut :1. Mengumpulkan data dan informasi serta menganalisis adanya indikasi korupsiAudit investigatif yang bersifat proaktif dimulai dengan pengumpulan data dan informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diaudit. Terdapat sejumlah besar data dan informasi yang dapat dikumpulkan dari berbagai sumber untuk mengidentifikasi adanya indikasi kecurangan dan kejahatan. (misalnya data aliran dana keluar perusahaan, data kekayaan orang-orang yang menjadi key person di perusahaan, informasi dari media massa, dan sebagainya). Selanjutnya berbagai data dan informasi tersebut dianalisis sesuai dengan tujuan dari audit investigatif yang akan dilaksanakan.2. Mengembangkan hipotesis kejahatan dan merencanakan auditPada proses ini pemeriksaan melakukan penelaahan atas pengendalian intern dan menentukan kekuatan dan kelemahan pengendalian intern, merancang skenario kerugian dari indikasi korupsi, dan memprogram pembagian tugas tim audit.

3. Melaksanakan audit untuk mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung hipotesisDalam melaksanakan audit investigatif maka auditor harus menerapkan pendekatan yang relatif berbeda dengan pendekatan yang dilaksanakan dalam audit non investigative, yaitu sebagai berikut:a. Auditor melaksanakan wawancara terhadap saksi yang mendukung audit dan menganalisa dokumen yang tersedia. b. Auditor menggunakan bukti tidak langsung yang tersedia untuk meyakinkan saksi-saksi agar bisa mendapatkan bukti-bukti yang secara langsung menunjukkan terjadinya kecurangan atau kejahatan. c. Jika sudah mendapatkan bukti-bukti yang cukup, auditor dapat mewawancarai orang-orang yang diduga melakukan kecurangan atau kejahatan terutama untuk membuktikan adanya unsur niat atau kesengajaan.d. Auditor juga harus mampu mengidentifikasi dan mengungkap adanya indikasi/ keberadaan fraud dengan pengungkapkan mengenai:1) What/ Apa yang menjadi masalah indikasi fraud dalam perusahaan?2) Who/ Siapa yang diduga/ terindikasi melakukan fraud?3) Where/ Dimana indikasi suatu fraud terjadi?4) When/ Kapan pelaku melakukan fraud tersebut?5) Why/ Mengapa fraud bisa terjadi di perusahaan?6) How(how much)/ Bagaimana fraud bisa terjadi? dan berapa besar kerugian akibat fraud tersebut?e. Dokumentasi Audit; auditor harus mendokumentasikan hasil auditnya dalam kertas kerja audit, kertas kerja akan direview team leader dan manajer audit (Partner in Charge) dan dikumpulkan serta disusun secara sistematis di dalam suatu tempat penyimpanan dokumen. f. Penyelesaian Pelaksanan Audit; Jika auditor telah melaksanakan program kerja pemeriksaan yang diperlukan dan mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menjawab pertanyaan 5W+H yang ada maka auditor dapat menghentikan audit dan menyusun Laporan Hasil Audit Investigatif4. Penyusunan Laporan Hasil AuditSetelah selesai melaksanakan audit maka Ketua Tim Audit menyusun laporan audit investigatif, yang disusun dengan memperhatikan ketentuan penyusunan laporan audit investigatif sebagai berikut:

a. Akurat dalam arti bahwa seluruh materi laporan misalnya menyangkut kecurangan atau kejahatan yang terjadi serta informasi penting lainnya, termasuk penyebutan nama, tempat atau tanggal adalah benar sesuai dengan bukti-bukti yang sudah dikumpulkan. b. Jelas dalam arti bahwa laporan harus disampaikan secara sistematik dan setiap informasi yang disampaikan mempunyai hubungan yang logis. Sementara itu, istilah-istilah yang bersifat teknis harus dihindari dan kalau tidak bisa dihindari harus dijelaskan secara memadai;c. Berimbang dalam arti bahwa laporan tidak mengandung bias atau prasangka dari auditor yang menyusun laporan atau pihak-pihak lain yang dapat mempengaruhi auditor. Laporan hanya memuat fakta-fakta dan tidak memuat opini atau pendapat pribadi auditord. Relevan dalam arti bahwa laporan hanya mengungkap informasi yang berkaitan langsung dengan kecurangan atau kejahatan yang terjadi. e. Tepat waktu dalam arti bahwa laporan harus disusun segera setelah pekerjaan lapangan selesai dilaksanakan dan segera disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (Alemendah,2013)Selain melakukan mekanisme-mekanisme tersebut, seorang auditor juga harus memahami beberapa teknik dalam melakukan audit investigasi. Alamendah (2013) mengemukakan terdapat tujuh teknik dalam audit investigasi , yaitu :1. Pemeriksaan Fisik

Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud, menolong investigator untuk menemukan kemungkinan korupsi yang telah dilakukan.2. Meminta informasi dan konfirmasi

Meminta informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai dengan informasi dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang auditee untuk berbohong. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Meminta konfirmasi dapat diterapkan untuk berbagai informasi, keuangan maupun nonkeuangan.

3. Memeriksa Dokumen

Definisi dokumen menjadi lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi yang diolah, disimpan dan dipindahkan secara elektronis. Karena itu, teknik memeriksa dokumen mencakup komputer forensik.

4. Review Analitikal

Review Analitikal adalah suatu bentuk penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai wajar atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi dengan benchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud atau salah merumuskan patokan. Kenali pola hubungan (relationship pattern) data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan data non-keuangan yang lain.

5. Menghitung Kembali (Reperform)

Reperform dalam audit investigatif harus disupervisi oleh auditor yang berpengalaman karena perhitungan yang dihadapi dalam audit investigative umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang sangat rumit dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi berkali-kali.

6. Net Worth MethodMembuktikan adanya penghasilan yang tidak sah, dan melawan hukum. Pemerikasaan dapat dihubungkan dengan besarnya pajak yang dilaporkan dan dibayar setiap tahunnya. Laporan harta kekayaan pejabat, merupakan dasar dari penyelidikan. Pembalikan beban pembukitian kepada yang bersangkutan.7. Follow The MoneyBerarti mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus uang tersebut berakhir. Naluri penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku, berupaya memberi kesan tidak terlihat, atau tidak ditempat saat kejadian berlangsung.

Ketujuh teknik diatas memiliki peranan penting dalam mengungkap kasus white collar crime, namun teknik follow the money merupakan teknik yang paling efektif karena mengarah langsung ke pelaku yang menggunakan dana penyimpangan. Pendekatan follow the money sudah lama dipakai di Amerika Serikat dan dikenal juga dengan pendekatan antipencucian uang. Pendekatan antipencucian uang ini diperkenalkan secara formal oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 1988 dalam Konvensi Wina, Convention Against Illicit Traffic in Narcotics and Psychotropic Substance. Di Indonesia, pendekatan follow the money diatur dalam Undang-Undang No. 15/2002 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 25/2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.Dalam setiap tindak pidana, setidaknya ada tiga komponen, yaitu pelaku, tindak pidana yang dilakukan, dan hasil tindak pidana. Hasil tindak pidana dapat berupa uang atau harta kekayaan lain. Pendekatan follow the money mendahulukan mencari uang atau harta kekayaan hasil tindak pidana dibandingkan dengan mencari pelaku kejahatan. Setelah hasil diperoleh, kemudian dicarilah pelakunya dan tindak pidana yang dilakukan. Dalam mencari hasil tindak pidana, dipergunakan pendekatan analisis keuangan.

Teknik follow the money dilakukan dengan menyusuri urutan pihak penerima dana penyimpangan, sehingga penyelidikan dapat dilakukan bertahap dan berjenjang, tetapi akhirnya akan berhenti di satu atau beberapa tempat penghentian terakhir. Ada beberapa keunggulan pendekatan follow the money, yaitu :

a. Jangkauannya lebih jauh sehingga dirasakan lebih adil seperti terlihat pada kasus pembalakan liar.

b. Pendekatan ini prioritas mengejar hasil kejahatan, bukan pelaku kejahatan, sehingga dapat dilakukan dengan "diam-diam", lebih mudah, dan risiko lebih kecil karena tidak berhadapan langsung dengan pelaku yang kerap memiliki potensi melakukan perlawanan.

c. Pendekatan ini mengejar hasil kejahatan yang nantinya dibawa ke depan proses hukum dan disita untuk negara karena pelaku tidak berhak menikmati harta yang diperoleh dengan cara tidak sah. Dengan disitanya hasil tindak pidana ini, motivasi orang untuk melakukan tindak pidana untuk mencari harta menjadi berkurang atau hilang. d. Harta atau uang merupakan tulang punggung organisasi kejahatan. Mengejar dan menyita harta kekayaan hasil kejahatan akan memperlemah mereka sehingga tidak membahayakan kepentingan umum. Kelima, terdapat pengecualian ketentuan rahasia bank atau rahasia lainnya sejak pelaporan transaksi oleh penyedia jasa keuangan sampai pemeriksaan selanjutnya oleh penegak hukum.

Namun, pendekatan follow the money juga memiliki kelemahan dalam memberantas white collar crime, antara lain :

a. Belum ada persepsi yang sama di antara para penegak hukum, misalnya antara kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntut umum dan hakim yang mengadili.b. Penyidik tindak pidana pencucian uang hanyalah kepolisian, yang sampai sekarang masih memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan keahlian melakukan financial investigation. c. Penuntut umum (jaksa), walaupun sudah ada pedoman penuntutan perkara dengan menggunakan dakwaan pencucian uang dan pidana asal (kumulatif), masih ada keengganan menerapkannya. Kejaksaan lebih senang menggunakan dakwaan secara alternatif atau berlapis dengan dakwaan pertama "tindak pidana korupsi" dan dakwaan kedua "pencucian uang". (Husein, 2008)Pemberantasan white collar crime merupakan salah satu upaya untuk mencapai good governance. Salah satu karakteristik dari good governance adalah rule of law atau prinsip penegakan hukum dimana berarti pemerintahan harus melaksanakan kerangka hukum yang adil tanpa pandang bulu. Penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintah yang profesional dan harus didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Tanpa adanya dukungan pemerintah, proses penegakan hukum akan sulit dilakukan. Penegakan hukum sangat berguna untuk menjaga stabilitas nasional karena hukum bersifat tegas dan mengikat. Perwujudan good governance harus di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut :

a. Supremasi Hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara dan peluang partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan peraturan yang jelas dan tega dan dijamain pelaksanaannya secara benar serta independen.

b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa dan bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikasi dan tidak bertentangan antara satu dengan lainnya.

c. Hukum yang responsive, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi msyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.

d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum yang berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu jabatan maupun status sosialnya sebagai contoh aparat penegak hukum yang melanggar kedisiplinan dan hukum wajib dikenakan sanksi.

e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh penguasa atau pengaruh lainnya. (Mutiah, 2013)Sesuai dengan prinsip good governance tersebut, penegakan hukum tidak akan berlangsung dengan baik tanpa kerjasama dari pemerintah. Sehingga upaya pencapaian good governance sesungguhnya berasal dari pemerintah. Pihak-pihak yang bertugas melaksanakan audit investigasi harus independen dan terbebas dari intervensi pemerintah sehingga temuan-temuan audit yang diperoleh dapat dapat membuktikan kasus-kasus white collar crime sesuai keadaan sesungguhnya. Jadi, meskipun pihak yang terlibat adalah pihak penguasa, jika auditor dan aparat penegak hukum memang bertindak adil dan sesuai dengan undang-undang, audit investigasi merupakan alat yang tepat dalam mengungkap dan memberantas white collar crime untuk mewujudkan good governance di Indonesia.

IV. Simpulan Berdasarkan penjelasan di atas, audit investigasi dapat dijadikan strategi untuk menyelesaikan kasus-kasus white collar crime dengan baik. White collar crime bisa diartikan sebagai kejahatan kerah putih yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang dengan status tinggi dan kedudukan terhormat dalam pekerjaannya. Pelaku white collar crime seringkali tertutup dan sulit diacak, sebab pelaku utama cenderung memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap bawahan atau kaki tangan kasus ini. Para bawahan yang terlibat langsung dan mengerjakan secara fisik tindak kejahatan tersebut juga cenderung setia melindungi para pelaku utama dari jeratan hukum. Di sisi lain, para pelaku utama hanya mengontrol dari jauh terjadinya tindak kejahatan, namun justru menikmati hasil yang terbesar.

Audit Investigasi merupakan audit dengan tujuan khusus yaitu untuk membuktikan dugaan penyimpangan dalam bentuk kecurangan (fraud), ketidakteraturan (irregulaties), pengeluaran illegal (illegal expendation) atau penyalah gunaan wewenang (abuse of power) di bidang pengelolaan keuangan Negara yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana korupsi atau, kolusi, nepotisme yang harus dinungkapkan oleh auditor serta ditindaklanjuti oleh instansi yang berwenang, kejaksaan atau kepolisian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyelesaian kasus white collar crime dengan audit investigasi diawali dengan mengumpulkan data dan informasi serta menganalisis adanya indikasi korupsi. Setelah berhasil mengumpulkan data-data yang diperlukan, auditor investigasi harus mengembangkan hipotesis kejahatan dan merencanakan audit. Langkah yang paling penting adalah melaksanakan audit untuk mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung hipotesis. Dalam melakukan proses audit ini, auditor investigasi dapat menggunakan tujuh teknik, yaitu pemeriksaan fisik, meminta informasi dan konfirmasi, memeriksa dokumen, review analitikal, menghitung kembali (reperform), Net Worth Method dan Follow The Money. Dari ketujuh teknik tersebut, follow the money merupakan teknik yang paling tepat untuk menangani kasus white collar crime.

Meskipun memiliki beberapa kelebihan, teknik follow the money juga memiliki kelemahan, dimana salah satunya adalah kurangnya kerjasama dari pemerintah pada instansi lain untuk secara bersama-sama mengungkap kasus-kasus white collar. Oleh karena itu, teknik penyelesaian ini harus diikuti dengan kerjasama yang baik pula dari semua pihak termasuk keberanian pihak-pihak terkait untuk mengungkap pelaku white collar crime. Tersendatnya kasus-kasus white collar crime seringkali disebabkan karena adanya intervensi atau tekanan dari pihak penguasa yang menghambat kinerja auditor dalam melakukan investigasi kasus. Sebagai seseorang yang bertugas untuk mendeteksi kecurangan dan penyimpangan, auditor harus mampu menghindari pengaruh dari pihak manapun. Jadi, independensi auditor investigasi harus ditingkatkan agar proses investigasi dapat berjalan dengan baik tanpa ada campur tangan pemerintah yang berkuasa, sehingga audit investigasi benar-benar mampu menyelesaikan segala kasus white collar crime dengan baik dan tepat. 12